• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan proses pengadaan obat di Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24 di Yogyakarta tahun 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan proses pengadaan obat di Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24 di Yogyakarta tahun 2015."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Obat merupakan komponen penting dari pelayanan kesehatan di apotek, oleh karena itu diperlukan suatu sistem manajemen yang baik dan berkesinambungan. Apabila terjadi kekurangan obat di sarana pelayanan kesehatan akan menurunkan tingkat kepercayaan konsumen terhadap suatu apotek, oleh sebab itu sistem manajemen pengadaan obat menjadi hal penting untuk di kelola dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai proses pengadaan di Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24.

Penelitian ini merupakan suatu penelitian non eksperimental dengan desain rancangan penelitian deskriptif non analitik, dilakukan analisa deskriptif eksploratif terhadap data yang diperoleh. Data kualitatif diperoleh dengan cara wawancara menggunakan pedoman wawancara disajikan dalam bentuk uraian, sedangkan data kuantitatif didapat dari pembukuan oleh apoteker disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dibuat perbandingkan antara Apotek K-24 dengan Apotek Sanata Dharma.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengadaan di Apotek K-24 dilakukan dengan sistem terbangunsedangkan proses pengadaan di Apotek Sanata Dharma bergantung pada Apoteker untuk melakukan pencatatan dan penentuan metode pengadaan selanjutnya.Pengadaan dilakukan dengan pembelian pada PBF resmi yang memiliki NPWP dengan penanggung jawab adalah seorang apoteker dan tidak ada perbedaan peran apoteker sebagai penanggung jawab dalam proses pengadaan antara Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24.

(2)

ABSTRACT

Medicine is an important component of health care in pharmacies and it is needed a good management and continuous system. A shortage of medicine in health-care facilities will reduce the level of consumer confidence in a pharmacy and that is why medicine procurement management system will be very important. The purpose of this study is to provide and overview and information on the process of medicine procurement.

This study is a non-experimental study designed with non-analytical descriptive research and done by descriptive exploratory analysis of the data obtained. The qualitative data obtained through interviews using interview guide presented in narrative form, while the quantitative data obtained from bookkeeping by the APA is presented in table and based on the analysis will be made a comparison between network pharmacies and non-network pharmacies.

The result of the research showed that drug procurement process in the network pharmacy is done by independent system based on komputer while the procurement process in non-network pharmacy depends on the human resources to do the recording and subsequent determination of the procurement methods. Procurement is done with the purchase from the official PBF (Drugs Distributor) who has a NPWP (Taxation Identification Number) and the responsible person for this process is a pharmacist and there is no difference role of the pharmacist in charge of the procurement process between Sanata Dharma Pharmacy and Pharmacy K – 24.

.

(3)

PERBANDINGAN PROSES PENGADAAN OBAT DI APOTEK SANATA DHARMA DAN APOTEK K-24 DI YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Willem Rany Soraya

NIM : 118114146

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

PERBANDINGAN PROSES PENGADAAN OBAT DI APOTEK SANATA DHARMA DAN APOTEK K-24 DI YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Willem Rany Soraya

NIM : 118114146

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Keep Moving Forward

Lewis on “Meet The Robinsons”

Kupersembahkan buat :

Keluargaku tercinta Papi Yohanis Andines Willem, Mami Deysi Olvie

Mulder, dan adikku Monica dan Michelle yang selalu mendoakan, mendukung,

memberikan semangat, kasih dan sayang kepada penulis.

Sahabat tercinta Berna, Ista, Rosie, Iin Ajum, Sherly, Nopel,Nona, Jeje, Rysa,

Devi, Risna, Mira, Novi, yang selalu memberi doa, semangat dan membantu dalam

(8)
(9)
(10)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PRAKATA ... vi

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan umum ... 4

2. Tujuan khusus ... 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 5

A. Tinjauan Umum Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24 ... 5

B. Pengadaan Obat ... 6

1. Perencanaan... 6

2. Pengadaan ... 7

(11)

viii

BAB III METODE PENELITIAN... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 20

1. Variabel penelitian ... 20

2. Definisi operasional ... 20

C. Subyek penelitian, Alat Penelitian, dan Bahan Penelitian ... 22

1. Subyek penelitian ... 22

2. Alat penelitian ... 22

3. Bahan penelitian ... 22

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

E. Instrumen Penelitian... 23

F. Uji Validitas ... 23

G. Tata Cara Penelitian ... 24

1. Observasi awal ... 24

2. Perijinan ... 24

3. Pembuatan pedowan wawancara... 24

4. Pengambilan data ... 24

5. Pengelolahan data... 24

H. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian Data ... 25

I. Keterbatasan Penulis ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Gambaran Umum Responden ... 26

1. Apotek K-24 ... 26

2. Apotek sanata dharma ... 28

B. Profil Pengadaan ... 31

1. Apotek K-24 ... 31

2. Apotek sanata dharma ... 37

3. Perbandingan proses pengadaan ... 41

(12)

ix

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 51

(13)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data frekuensi pembelian obat di Apotek K-24 di Yogyakarta periode

Februari 2015- April 2015 ... 33

(14)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur organisasi Apotek K-24 yang berlaku sampai saat ini ... 28

Gambar 2. Struktur organisasiApotek Sanata Dharma yang berlaku sampai saat ini ………....31

Gambar 3. Alur penerimaan obat di Apotek K-24 ... 34

Gambar 4. Alur pemeriksaan obat di Apotek K-24 Yogyakarta... 35

(15)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas responden... 53

Lampiran 2. Form rekomendasi ... 54

Lampiran 3. Pedoman wawancara ... 56

Lampiran 4. Hasil wawancaraApotek Sanata Dharma ... 57

Lampiran 5. Hasil wawancara Apotek K-24 ... 60

(16)

xiii

INTISARI

Obat merupakan komponen penting dari pelayanan kesehatan di apotek, oleh karena itu diperlukan suatu sistem manajemen yang baik dan berkesinambungan. Apabila terjadi kekurangan obat di sarana pelayanan kesehatan akan menurunkan tingkat kepercayaan konsumen terhadap suatu apotek, oleh sebab itu sistem manajemen pengadaan obat menjadi hal penting untuk di kelola dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai proses pengadaan di Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24.

Penelitian ini merupakan suatu penelitian non eksperimental dengan desain rancangan penelitian deskriptif non analitik, dilakukan analisa deskriptif eksploratif terhadap data yang diperoleh. Data kualitatif diperoleh dengan cara wawancara menggunakan pedoman wawancara disajikan dalam bentuk uraian, sedangkan data kuantitatif didapat dari pembukuan oleh apoteker disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dibuat perbandingkan antara Apotek K-24 dengan Apotek Sanata Dharma.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengadaan di Apotek K-24 dilakukan dengan sistem terbangunsedangkan proses pengadaan di Apotek Sanata Dharma bergantung pada Apoteker untuk melakukan pencatatan dan penentuan metode pengadaan selanjutnya.Pengadaan dilakukan dengan pembelian pada PBF resmi yang memiliki NPWP dengan penanggung jawab adalah seorang apoteker dan tidak ada perbedaan peran apoteker sebagai penanggung jawab dalam proses pengadaan antara Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24.

(17)

xiv

ABSTRACT

Medicine is an important component of health care in pharmacies and it is needed a good management and continuous system. A shortage of medicine in health-care facilities will reduce the level of consumer confidence in a pharmacy and that is why medicine procurement management system will be very important. The purpose of this study is to provide and overview and information on the process of medicine procurement.

This study is a non-experimental study designed with non-analytical descriptive research and done by descriptive exploratory analysis of the data obtained. The qualitative data obtained through interviews using interview guide presented in narrative form, while the quantitative data obtained from bookkeeping by the APA is presented in table and based on the analysis will be made a comparison between network pharmacies and non-network pharmacies.

The result of the research showed that drug procurement process in the network pharmacy is done by independent system based on komputer while the procurement process in non-network pharmacy depends on the human resources to do the recording and subsequent determination of the procurement methods. Procurement is done with the purchase from the official PBF (Drugs Distributor) who has a NPWP (Taxation Identification Number) and the responsible person for this process is a pharmacist and there is no difference role of the pharmacist in charge of the procurement process between Sanata Dharma Pharmacy and Pharmacy K – 24.

.

(18)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat merupakan komponen penting dari pelayanan kesehatan di apotek, oleh

sebab itu diperlukan suatu sistem manajemen yang baik dan berkesinambungan.

Apabila terjadi kekurangan obat di sarana pelayanan kesehatan akan menurunkan

tingkat kepercayaan konsumen terhadap suatu apotek, oleh sebab itu sistem

manajemen pengadaan obat menjadi hal penting untuk dikelola dengan baik

(Sanjoyo, 2009).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014, pengadaan

merupakan kegiatan yang dimaksud untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan.

Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat

dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.Pengadaan di lakukan untuk

menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus

melalui jalur resmi (Keputusan Menteri Kesehatan, 2014).

Pelaksanaan pengadaan harus tersedia dalam jumlah yang cukup pada waktu

yang tepat dan harus diganti dengan cara teratur, berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Awal dari proses pengadaan adalah menentukan kebutuhan. Penentuan kebutuhan

merupakan dasar atau landasan bagi kegiatan pengadaan. Dalam menentukan

kebutuhan perlu diperhatikan bahwa barang yang dibutuhkan itu memerlukan waktu,

(19)

Penentuan kebutuhan sangat penting karena merupakan landasan kerja bagi

pelaksanaan pengadaan. Apabila terjadi kesalahan dalam menentukan kebutuhan

dapat menimbulkan pemborosan dan kerugian, baik itu pemborosan waktu kerja,

juga kerugian material berupa uang. Kerugian semacam itu sering terjadi dikarenakan

kurangnya informasi mengenai persediaan barang dalam gudang yang diakibatkan

kesalahan dalam perencanaannya (Athijah, 2010).

Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan

dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi

kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran (Keputusan Menteri

Kesehatan, 2014).

Apotek K-24 adalah apotek jaringan yang bergerak dibidang farmasi yang

berdiri pada tahun 2002, dan mulai di waralabakan pada tahun 2005 dengan konsep

bisnis komplit (www.apotek-k24).

Apotek Sanata Dharma merupakan unit usaha Fakultas Farmasi yang selain

memberikan pelayanan kesehatan juga dapat dipergunakan sebagai tempat

praktek/magang bagi para mahasiswa farmasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu studi untuk

mengidentifikasi perbedaan sistem pengadaan obat antara Apotek Sanata Dharma

dengan Apotek K-24 dan mengetahui sistem yang digunakan dari masing- masing

(20)

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat timbul sebagai

berikut :

a. Apakah proses pengadaan obat di Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24 ?

b. Apakah terdapat perbedaan proses pengadaan obat antara Apotek Sanata

Dharma dan Apotek K-24 ?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran yang telah di lakukan, penelitian berjudul “Perbandingan

Proses Pengadaan Obat di Apotek Jaringan dan Non Jaringan di Yogyakarta tahun

2015” belum pernah di lakukan sebelumnya. Adapun penelitian terkait sebelumnya

adalah :

1. Dwi (2003) yang berjudul Profil Distribusi Di Unit Rawat Jalan Dalam

Manajemen Obat Unit Farmasi Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode

Maret 2003.

Pada penelitian ini selain melihat profil distribusinya secara keseluruhan,

penelitian ini juga melihat gambaran keseluruhan dari manajemen obat di Unit

Farmasi Rumah Sakit Panti Rini.Perbedaannya terletak pada tempat penelitian

yaitu apotek jaringan dan non jaringan.

2. Harjono (2011) yang berjudul Evaluasi Pengadaan Narkotika dan Psikotropika di

Apotek- Apotek di Kabupaten Bantul Periode Januari- Juni 2010 Menggunakan

(21)

Pada penelitian ini menggunakan metode analisis Pareto ABC untuk

mengetahui prioritas item yang digunakan dan Moving Average Total untuk

memprediksikan total penggunaan di periode berikutnya. Perbedaaannya selain

terletak pada metode yang digunakan yaitu pada penelitian perbandingan proses

pengadaan obat di apotek jaringan dan non jaringan menggunakan metode

wawancara dan pembukuan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Diharapkan dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang

manajemen obat khususnya proses pengadaan di Apotek SanataDharma dan

Apotek K-24.

b. Manfaat praktis

Dengan mengetahui perbedaan proses pengadaan di Apotek Sanata Dharma

dan Apotek K-24 dapat membedakan proses pengadaan antara Apotek Sanata

(22)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan manajemen obat khususnya perbedaan proses pengadaan antara

Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi perbedaan proses pengadaan obat di Apotek Sanata Dharma

dan Apotek K-24.

b. Mengetahui apakah ada perbedaan proses pengadaan obat di Apotek Sanata

(23)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24

Apotek menurut peraturan menteri kesehatan nomor 35 tahun 2014 tentang

standar pelayanan kefarmasian di apotek,apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian

tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker, pelayanan kefarmasian adalah

suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan

dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).

Apotek merupakan salah satu bidang usaha membutuhkan keahlian

wirausaha baik dari pihak Pemilik Sarana Apotek (PSA) maupun dari pihak Apoteker

yang bertangung jawab pada pelayanan kefarmasian di apotek.Kewirausahaan sangat

diperlukan demi kemajuan dan perkembangan apotek untuk kelangsungan suatu

bisnis. Selain itu, melalui bidang usaha apotek, seseorang mampu memberikan

lapangan kerja baru bagi orang lain(Suryana, 2006).

Apoteker di apotek dituntut untuk memiliki jiwa wirausaha, diantaranya

yaitu mempunyai kemampuan merumuskan tujuan usaha dan melaksanakannya,

memotivasi diri dan karyawan, inisiatif dan kreatif, berani mengambil risiko dan

(24)

B. Pengadaan Obat 1. Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis

habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan

kebutuhan. Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai dilakukan dengan

mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, dan

rencana pengembangan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).

Metode perencanaan yang digunakan dapat berupa pola konsumsi,

epidemiologi atau kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi yang disesuaikan

dengan anggaran yang ada. Sebagai acuan, perencanaan dapat digunakan DOEN dan

Formularium Nasional, gambaran corak resep yang masuk, kebutuhan pelayanan

setempat, penetapan prioritas dengan mempertimbangkan anggaran yang tersedia,

sisa stok, data pemakaian periode yang lalu, kecepatan perputaran barang, dan

rencana pengembangan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014, dalam membuat

perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan

masyarakat.

Buku defecta harus dipersiapkan untuk mendaftar obat apa saja yang habis

stoknya atau menipis. Dari buku defecta inilah, seorang apoteker mengambil

keputusan untuk pemesanan barang. Metode yang sering digunakan dalam

(25)

1) Metode epidemiologi

Perencanaan berdasarkan pola penyebaran penyakit dan pola pengobatan

penyakit masyarakat sekitar.

2) Metode konsumsi

Perencanaan berdasarkan data pengeluaran barang periode sebelumnya. Data

ini kemudian diklasifikasikan menjadi kelompok cepat beredar (fast moving) dan

lambat beredar (slow moving).

3) Metode kombinasi

Perencanaan berdasarkan pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan

periode sebelumnya.

4) Metode just in time

Perencanaan berdasarkan obat yang dibutuhkan berjumlah

terbatas.Perencanaan ini digunakan untuk obat-obat yang jarang dipakai atau

diresepkan serta harganya mahal dengan kadaluwarsa yang pendek.

2. Pengadaan

Menurut keputusan menteri kesehatan nomor 35 tahun 2014 tentang standar

pelayanan farmasi di apotek, pengadaan untuk menjamin kualitas pelayanan

kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai

ketentuan peraturan perundang- undangan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).

Pengadaan obat merupakan suatu proses yang dimaksud untuk mencapai

(26)

apabila didukung dengan kemampuan sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem.

Tujuan utama pengadaan obat adalah tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar

secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan

(Atijah., et al, 2010).

Sistem pengadaan obat- obatan merupakan faktor penting dari ketersediaan

atau biaya yang harus dikeluarkan. Keefektifan proses pengadaan dapat menjamin

ketersediaan obat- obatan yang baik, jumlah yang cukup, dengan harga yang sesuai

dan dengan standar kualitas yang diakui.

Siklus pengadaan antara lain seleksi obat, menentukan jumlah yang

dibutuhkan, menyesuaikan kebutuhan dengan dana, memilih metode pengadaan,

memilih distributor, menetapkan persyaratakn kontrak, memonitor pesanan,

menerima dan memeriksa obat- obatan, pembayaran, mendistribusikan dan laporan

pemakaian (Quick., et al, 1997).

Pengadaan obat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjamin :

Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan,

tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya,

terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien, terjaminnya penyimpanan

obat dengan mutu yang baik, terjaminnya pendistribusian obat yang efektif dengan

waktu tunggi (lead time) yang pendek, terpenuhinya kebutuhan obat yang

mendukung pelayanan kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang

dibutuhkan, tersedianya sumber daya manusia dengan jumlah dan kualifikasi yang

(27)

tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang benar (Mangindara dan

Nurhayani, 2011).

Proses pengadaan merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi

kebutuhan operasional yang telah di tetapkan dalam fungsi perencanaan, siklus

pengadaan meliputi pemilihan kebutuhan, penentuan jumlah obat, penyesuaian

kebutuhan dan dana, penetapan atau pemilihan pemasok, penerimaan dan

pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan, pendistribusian dan pengumpulan

informasi penggunaan obat (Mangindara dan Nurhayani, 2011).

Pengadaan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pembelanjaan

tahunan, pembelanjaan terencana atau pembelanjaan harian. Prinsip pengadaan obat

yang baik adalah pengadaan obat generik, pembatasan daftar obat, pembelian dalam

jumlah banyak, serta pembatasan distributor dan monitoring, sehingga mendukung

pengadaan yang efektif (Quick., et al, 1997).

Prosedur pembelian barang untuk kebutuhan apotek dilaksanakan dengan

tahapan sebagai berikut :

1) Persiapan

Pengumpulan data obat-obat yang akan dipesan, dari buku defacta yaitu

peracikan maupun gudang. Termasuk obat-obat baru yang ditawarkan supplier.

2) Pemesanan

Siapkan untuk setiap supplier surat pesanan, sebaiknya minimal dua rangkap,

yang satu diberikan kepada supplier yang harus dilampirkan dengan faktur pada

(28)

gudang untuk mengontrol apakah kiriman barang sesuai dengan pesanan

(Hartono, 2003).

3) Penerimaan

Petugas gudang yang menerima, harus mencocokkan barang dengan faktur

dan surat pesanan lembaran kedua dari gudang (Hartono, 2003).

4) Pencatatatan

Daftar obat pesanan yang tertera pada faktur disalin dalam buku penerimaan

barang, ditulis nomor urut dan tanggal, nama supplier, nama obat, nomor batch,

tanggal kadaluarsa (ED), jumlah, harga satuan, potongan harga, dan jumlah harga.

Pencatatan dilakukan setiap hari saat penerimaan barang, sehingga dapat

diketahui berapa jumlah barang di setiap pembelian.

Dari catatan ini yang harus diwaspadai jangan sampai jumlah pembelian tiap

bulannya melebihi anggaran yang telah ditetapkan, terkecuali bila ada

kemungkinan kenaikan harga (spekulasi dalam memborong obat-obat yang fast

moving).Faktur kemudian diserahkan ke bagian administrasi untuk kemudian

diperiksa kembali, lalu disimpan dalam map untuk menunggu waktu jatuh

tempo(Hartono, 2003).

5) Pembayaran

Pembayaran dilakukan bila sudah jatuh tempo dimana tiap faktur akan

dikumpulkan perdebitur, masing- masing akan dibuatkan bukti kas keluar serta

cek atau giro, kemudian diserahkan ke bagian keuangan untuk ditandatangani

(29)

Efisiensi pengadaan dengan tujuan menghemat biaya dan waktu dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan sistem prioritas,

yang dilakukan dengan cara VEN atau ABC, memperhatikan lead time, yaitu

waktu antara permintaan dan barang datang, waktu kadaluarsa dan rusak, serta

memperpendek jarak antara gudang dan pengguna (Mellen, 2013)

Beberapa masalah yang sering dijumpai diantaranya obat yang datang tidak

sesuai dengan pemesanan, penerimaan obat terlambat atau tidak datang sekaligus

sehingga sangat menyulitkan pengaturan penyimpanan dan distribusinya, serta

masalah yang lain adanya barang atau obat yang diterima dalam keadaan kurang

memuaskan, rusak atau telah mendekati waktu kadaluarsa (Quick., et al, 1993).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat yaitu memilih obat

atau perbekalan kesehatan/ metode pengadaaan.Berikut ini kriteria obat dan

perbekalan kesehatan.

1) Kriteria umum. Obat yang tercantum dalam daftar obat, berdasarkan DOEN

(Daftar Obat Esensial Nasional) yang masih berlaku.

a) Obat harus memiliki Izin Edar atau Nomor Registrasi dari Kementerian

Kesehatan R.I.

b)Batas kadaluarsa obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun.

c) Khusus vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa diatur sendiri.

d)Obat memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan nomor

(30)

e) Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat

CPOB(Cara Pembuatan Obat yang Baik).

2) Kriteria mutu obat. Mutu dari obat dan perbekalan kesehatan harus dapat

dipertanggungjawabkan. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah

sebagai berikut :

a) Persyaratan mutu obat harus sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi

terakhir.

b)Industri Farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab terhadap

mutu obat melalui pemeriksaan mutu (Quality Control) yang dilakukan

oleh Industri Farmasi

Pemeriksaan mutu secara organoleptik dilakukan oleh Apoteker penanggung

jawab.Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan

mutu di laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan

tanggung jawab distributor yang menyediakan (Permana, 2013).

a. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat

Pengadaan barang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan

disesuaikan dengan anggaran dan keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi

proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang. Ada tiga macam pengadaan

yang bisa dilakukan di apotek, yaitu pengadaan dalam jumlah terbatas, pengadaam

(31)

1) Pengadaan dalam jumlah terbatas. Pengadaan dalam jumlah terbatas dimaksud

yaitu pembelian dilakukan apabila persediaan barang dalam hal ini adalah obat-

obatan sudah menipis. Barang- barang yang sudah dibeli hanyalah obat- obatan

yang dibutuhkan saja, dalam waktu satu sampai dua minggu. Hal tersebut

dilakukan untuk mengurangi stok obat dalam jumlah besar dan pertimbangan

masalah biaya yang minimal. Namun perlu pula adanya pertimbangan pengadaan

obat dalam jumlah terbatas ini dilakukan apabila PBF tersebut ada di dalam kota

dan selalu siap mengirimkan obat dalam waktu cepat.

2) Pengadaan secara berencana. Pengadaan secara berencana adalah perencanaan

pembelian obat berdaarkan penjualan perminggu atau perbulan. Sistem ini

dilakukan pendataan obat- obat mana yang laku banyak dan tergantung pula pada

kondisi cuaca. Hasil pendataan tersebut diharapkan dapat memaksimalkan

prioritas pengadaan obat. Cara ini biasa dilakukan apabila supplier atau PBF

berada diluar kota.

Di dalam Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014, pemilihan Pedagang Besar

Farmasi (PBF) yang selektif dan berkualitas serta dapat dipercaya menjadi

pertimbangkan yang penting untuk dapat memperoleh perbekalan farmasi yang

berkualitas dengan harga terjangkau. Pemilihan tersebut berdasarkan atas fasilitas

yang diberikan oleh PBF yang bersangkutan, seperti pelayanan yang cepat (lead

time yang singkat), sistem pembayaran, ketepatan pengiriman barang, kemudahan

pengembalian barang (retur) barang yang menjelang kadaluwarsa, diskon yang

(32)

3) Pengadaan secara spekulatif. Cara ini dilakukan apabila akan ada kenaikan

kebutuhan, namun resiko ini terkadang tidak sesuai dengan rencana, karena obat

dapat rusak apabila stok obat digudang melampaui kebutuhan. Di sisi lain obat-

obat yang mempunyai ED akan menyebabkan kerugian besar, namun apabila

spekulasi benar dapat mendatangkan keuntungan yang besar (Hartini, 2007).

Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari berbagai sumber anggaran

perlu ditetapkan berdasarkan hasil analisis data seperti sisa stok dengan

memperhatikan waktu, jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun

anggaran, rata- rata pemakaian, dan waktu tunggu (lead time) (Permana, 2013).

Pengadaan sediaan farmasi seperti obat- obatan dan alat kesehatan perlu

melakukan pengumpulan data obat- obatan yang akan dipesan. Data obat- obatan

tersebut biasanya ditulis dalam buku defacta, yaitu jika barang habis atau persediaan

menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya

(Hartini, 2006).

b. Penerimaan

Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan dari dari

distributor ke bagian gudang atau logistik, bertujuan agar obat yang diterima sesuai

dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan.Dalam penerimaan obat

harus dilakukan pengecekan terhadap obat-obat yang diterima, mencakup jmlah

(33)

Kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai

dengan aturan kefarmasian melalui pembelian langsung, tender, atau

sumbangan.Penerimaan harus dilakukan oleh petugas penanggung jawab, bertujuan

untuk menjamin perbekalan farmasi yang dterima agar sesuai dengan kontrak baik

spesifikasi mutu, jumlah atau waktu kedatangan.Perbekalan farmasi yang diterima

harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang ditetapkan (Permana, 2013).

c. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara

menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari

pencurian serta ganguan fisik yang dapat mengangu mutu obat. Tujuan penyimpanan

obat-obatan antara lain memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak

bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan

pengawasan (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014 menjelaskan bahwa

obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik (dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus

dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah

baru) wadah sekurang- kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal

kadaluarsa (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).

Semua obat/ bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga

(34)

memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.

Pengeluaran barang di apotek menggunakan sistem FIFO (Fist in Fisrt Out),

demikian pula halnya obat- obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat

disimpang paling depan yang memungkinkan terlebih dahulu (First Expire First Out)

atau FEFO (Departemen KesehatanRI, 2004).

Obat dan bahan obat harus disimpan dalam wadah yang cocok dan harus

memenuhi ketentuan pembungkusan dan penanda sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.Obat yang disimpan harus terhindar dari cemaran dan peruraian, terhindar

dari pengaruh udara, kelembaban, panas, dan cahaya.Obat dan sediaan farmasi yang

dibeli tidak langsung dijual, tetapi ada yang disimpan digudang persediaan

(Departemen KesehatanRI, 2004).

Persediaan merupakan barang atau obat yang sudah dibeli namun belum

terjual dan disimpan dalam gudang yang jauh dari sinar matahari dengan tujuan untuk

menjaga stabilitas obat, selain itu supaya aman, mudah dilakukan pemantauan

(Hartini, 2007).

Penyimpanan obat digolongkan berdasarkan bentuk bahan baku, seperti

bahan padat, dipisahkan dari bahan yang cair atau bahan yang setengah padat. Hal

tersebut dilakukan untuk menghindari zat- zat yang bersifat higroskopis, demikian

pula halnya terhadap barang- barang yang mudah terbakar (Departemen KesehatanRI,

2004).

Serum, vaksin, dan obat- obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu

(35)

almari khusus sesuai dengan Permenkes N0.28 tahun 1978 untuk menghindari dari

hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan obat-obat narkotika.

Penyusunan obat dilakukan dengan cara alphabetis untuk mempermudah

pengambilan obat saat diperlukan (Hartini, 2007).

Ruang penyimpanan berdasarkan Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014

menyatakan bahwa ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakaiharus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban,

ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang

penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan

(AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika,

lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.

Fungsi Control Inventory adalah mengetahui kekurangan bahan, mengecek

kerusakan barang atau bahan, mengontrol jatuh tempo kliennya. Sedangkan tugas dari

control inventory adalah membuat defacta regular dengan kolom sebagai berikut :

No, item, nama barang dan satuan, jumlah satuan, supplier. Dari sistem pengontrolan

ada tiga tipe pengontrolan, diantaranya :

1) Ketat. Tipe ini dilakukan untuk barang yang harganya mahal dan sangat banyak

dibutuhkan.Hal tersebut bertujuan agar menghindari pasien tidak mendapatkan

obat yang sangat dibutuhkan.Begitu pula terhadap obat- obat yang mempunyai

waktu kadaluarsa singkat harus dipantau secara ketat untuk mengindari terjadinya

(36)

2) Normal. Tipe ini dilakukan pada barang yang harganya tidak terlalu mahal dan

pengeluarannya tidak terlalu banyak atau seimbang setiap bulannya.

3) Periodik. Tipe ini dilakukan untuk barang yang harganya murah dan banyak

dibutuhkan. Pengecekannya harus secara periodik untuk menghindari kekosongan

persediaan obat dan disesuaikan dengan kondisi nyata (Departemen

KesehatanRI, 2004).

Pada tahap penyimpanan ini seringkali menghadapi beberapa masalah yang

cukup penting diantaranya kemampuan staf yang terbatas, kondisi gudang atau

tempat penyimpanan yang kurang memenuhi syarat, serta kegiatan pencatatan atau

pelaporan yang kurang baik (Quick., et al, 1993).

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),

penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan

lainnya disesuaikan dengan kebutuhan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).

C. Keterangan Empiris

Pengadaan obat dalam sistem manajemen baik apotek K-24 maupun apotek

Sanata Dharma merupakan hal yang penting yang dapat mempengaruhi keseluruhan

proses pengelolaan obat. Pengadaan obat di apotek K-24 tentu berbeda dengan

pengadaan obat di apotek Sanata Dharma. Hasil penelitian ini akan membandingkan

(37)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang perbandingan proses pengadaan obat di Apotek Sanata

Dharma dan Apotek K-24 di Yogyakarta ini merupakan suatu penelitian non

eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik sehingga data yang

telah diperoleh akan dianalisis secara deskriptif eksploratif dengan studi kasus yang

bersifat retrospektif. Data kualitatif diperoleh dengan cara metode wawancara

menggunakan suatu pedoman wawancara yang kemudian hasil dari wawancara

tersebut akan disajikan dalam bentu uraian.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah proses pengadaan di Apotek K-24 dan

Apotek Sanata Dharma.

2. Definisi operasional

a. Proses pengadaan obat meliputimetode pengadaan, alasan pemilihan metode

pengadaan, cara menentukan jumlah obat yang akan dibeli, kriteria distributor,

status pemesanan, cara penerimaan dan pengecekan obat, frekuensi rata- rata

(38)

b. Profil pengadaan adalah frekuensi pembelian, prosedur penerimaan dan

pemeriksaan obat, serta penyimpanannya.

c. Obat yang dibutuhkan diperoleh dari pemasok eksternal melalui pembelian dari

manufuktur, distributor, atau pedagang besar farmasi (PBF).

d. Item obat merupakan semua obat generik maupun non generik yang tersimpan di

apotek.

e. Apotek K-24 adalah suatu tempat melakukan pekerjaan kefarmasi dan penyaluran

obat kepada masyakarat dan merupakan apotek jaringan yang sistem

pengadaannya diatur langsung oleh kantor pusat K-24 yang terletak di Jl.

Magelang.

f. Apotek Sanata Dharma adalah suatu tempat melakukan pekerjaan kefarmasi dan

penyaluran obat kepada masyarakat dan merupakan bagian dari proses

pembelajaran di tinggi fakultas farmasi ditempat tersebut.

g. Pembukuan adalah pencatatan semua kegiatan dan transaksi dalam pengadaan

obat.

h. Metode pengadaan adalah cara yang digunakan untuk menentukan jenis dan

jumlah obat yang akan dibeli.

i. Kriteria distributor adalah alasan sebuah apotek memilih pemasok obat di apotek

tersebut.

j. Status pemesanan adalah cara apoteker mengetahui status pemesanan obat yang

(39)

k. Cara penerimaan adalah prosedur yang dilakukan apoteker saat obat datang ke

apotek.

l. Frekuensi rata- rata pemesanan adalah jumlah rata-rata apotek memesan obat

dalam pembelian besar maupun kecil selama satu bulan.

m. Pembayaran adalah cara yang digunakan apotek dalam membayar jumlah tagihan

obat yang dibeli.

C. Subyek Penelitian, Alat Penelitian, dan Bahan Penelitian 1. Subyek penelitian

Subyek penelitian yang digunakan adalah apoteker Apotek Sanata

Dharmadan K-24di Yogyakarta.

2. Alat penelitian

a. Alat Perekam (tape recorder)

Alat perekam (tape recorder) digunakan untuk merekam dialog percakapan

saat wawancara.

b. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden

yang digunakan untuk mengembangkan penyataan atau jawaban tersebut

yang telah diuji validitasnya, terlampir pada lampiran.

(40)

3. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jawaban responden

melalui wawancara dan data pembukuan terkait proses pengadaan yang dilakukan

oleh apoteker dalam proses pengadaan obat.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24 di

Yogyakarta pada bulan Mei 2015.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara secara

terstruktur menggunakan pedoman wawancara, wawancara digunakan sebagai

instrument penelitian karena jumlah responden yang sedikit.Wawancara dilakukan

secara langsung (tatap muka). Wawancara menurut Sugiyono (2012), merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga

dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Pedoman wawancara disusun dengan membuat pertanyaan berdasarkan alur

pengadaan dalam buku Quick., et al, 1997 dalam topik pengadan. Pedoman

wawancara terdiri dari 9 pertanyaan pokok meliputi metode pengadaan, alasan

pemilihan metode pengadaan, cara menentukan jumlah obat yang akan dibeli, kriteria

distributor, status pemesanan, cara penerimaan dan pengecekan obat, frekuensi rata-

(41)

terlampir dalam lampiran. Pertanyaan kemudian dapat dikembangkan sesuai dengan

jawaban yang diberikan untuk melengkapi informasi (data) yang dibutuhkan.

F. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan setelah pembuatan pertanyaan wawancara yang di buat

berdasarkan alur pengadaan dalam buku Quick., et al, 1997 dalam topik pengadan.

Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang

hendak diukur. Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat suatu test (alat

ukur) melakukan fungsinya (Sugiyono, 2012).

Dalam penelitian ini uji validitas yang dilakukan apoteker sebagai

professional judgment untuk melihat isi dari pertanyaan telah valid untuk mengetahui

metode yang digunakan dalam proses pengadaan di setiap apotek, terlampir dalam

lampiran.

G. Tata Cara Penelitian 1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan mencari informasi tentang perijinan

pengambilan data di apotek yang digunakan sebagai subyek penelitian.

2. Perijinan

Perijinan dilakukan dengan mengusulkan atau memasukkan surat permohonan

(42)

3. Pembuatan pedoman wawancara

Pembuatan pedoman wawancara dilakukan dengan cara merancang

pertanyaan yang akan digunakan berdasarkan alur pengadaan dalam buku Quick., et

al, 1997 dalam topik pengadan, kemudian dilakukan uji validitas konten melalui

apoteker sebagai profesional judgment.

4. Pengambilan data

Apoteker dari masing- masing apotek di wawancarai mengenai proses

pengadaan menggunakan pedoman wawancara yang telah dirancang sebelumnya dan

telah valid dalam kontennya.

5. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan cara data hasil wawancara yang telah

terkumpul dianalisis secara deskriptif. Kemudian dibuat dalam bentuk tabel.

H. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian Hasil

Data yang sudah terkumpul dianalisis sesuai dengan indikator masing-

masing. Data primer yang dikumpulkan melalui metode wawancara akan disajikan

dalam bentuk tabel dan di uraikan. Data sekunder yang diperoleh dari pembukuan

akan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil yang sudah diperoleh kemudian akan

(43)

I. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian adalah data proses pengadaan tidak dapat

menggambarkan proses pengelolaan obat di apotek secara keseluruhan karena

keterbatasan sumber yang dimiliki, sehingga tidak dapat membedakan proses

(44)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai

proses pengadaan obat di Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24 kemdian hasilnya

dibandingkan. Hasil penelitian ini terdiri dari 2 bagian yang dibahas yaitu profil

pengadaan di Apotek K-24 dan Apotek Sanata Dharma, serta perbedaan profil

pengadaan antara Apotek K-24 dan Apotek Sanata Dharma yang sebelumnya diawali

dengan gambaran umum masing- masing apotek.

A. Gambaran Umum Apotek 1. Apotek K-24

Apotek K-24 adalah apotek jaringan yang bergerak dibidang farmasi yang

berdiri pada tahun 2002, dan mulai diwaralabakan pada tahun 2005 dengan konsep

bisnis komplit.

Melayani selama 24 jam perhari 7 hari perminggu dengan memberlakukan

kebijakan harga yang tetap sama pada pagi hari, siang hari, malam hari maupun hari

libur, kemajemukan, dan melayani masyarakat dengan pengobatan gratis bagi warga

(45)
[image:45.612.104.530.110.508.2]

Gambar 1. Struktur organisasi Apotek K-24 yang berlaku sampai saat ini.

Apotek K-24 walaupun berada di tempat yang berbeda dengan jumlah lebih

dari 300 gerai namun memiliki SOP yang sama di setiap gerainya. Menurut

Widjajanto, 2010 Apotek jaringan ialah suatu sistem jaringan retail di bidang farmasi

dimana seluruh sistem manajemen di dalamnya memiliki kesamaan dan saling terkait

satu dengan yang lainnya.

Sistem manajemen yang berlaku disetiap gerai di atur oleh kantor pusat

Apotek K-24 seperti, sistem pembelian barang, pemesanan, pelayananan, dan sistem

pengaturan stok obat dilakukan dengan mengandalkan sistem menggunakan software

yang telah dirancang untuk memudahkan proses manajemen di setiap gerainya dan

CEO Apoteker Pengelolah Apotek (APA) Apoteker Pendamping Asisten Apoteker (AA) Customer Service (CS) Asisten Apoteker (AA) Pembelian Bagian Administrasi Bagian Akunting

KASIR Bagian

(46)

dapat dipantau secara online, peran apoteker dalam hal ini adalah sebagai keputusan

akhir untuk menentukan obat apa yang akan dipesan.

Apotek K-24 disetiap gerainya memiliki 1 orang Apoteker Pengelola Apotek

(APA), 2 orang Apoteker Pendamping (Aping), 2 orang Asisten Apoteker (AA), 1

orang tenaga administrasi, 1 orang bagian umum, dan 2 orang kasir, dibagi dalam 3

shift kerja yaitu shift I pukul 07.15- 15.15, shift II pukul 15.00- 22.00 dan shift III

pukul 21.30- 07.30. Jumlah tenaga kerja dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan tiap

gerainya.

2. Apotek Sanata Dharma

Apotek Sanata Dharma merupakan suatu apotek yang terletak di Paingan,

Maguwoharjo, Depok, Sleman.Apotek ini masih berada di lingkungan Kampus III

Universitas Sanata Dharma.Apotek Sanata Dharma berdiri pada tanggal 19 Juni

2002.Tujuan pendirian apotek ini adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan

khususnya di bidang kefarmasian bagi mahasiswa, karyawan, dan masyarakat di

sekitar Kampus III Universitas Sanata Dharma.

Apotek Sanata Dharma didukung oleh Klinik Pratama yang terletak di

sebelah barat apotek, bertujuan untuk mengembangkan apotek dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan. Klinik Pratama bekerja sama dengan Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta. Pemilik sarana Apotek Sanata Dharma adalah Yayasan

(47)

Apotek Sanata Dharma juga melakukan penggantian manajemen dan

pengelola pada tahun 2008, yang pada awalnya apotek ini dikelola oleh Yayasan

Sanata Dharma, kemudian diserahkan kepada Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma untuk dikelola karena dianggap memiliki kompetensi dan kemampuan dalam

mengelola apotek, pada tanggal 3 November 2008, Apotek Sanata Dharma

melakukan relaunching dengan mengadakan acara pengobatan gratis, cek gula darah

dan kolesterol, serta memperkenalkan slogan “Selalu Ada Apoteker” sehingga

apabila pasien ingin bertanya mengenai obat atau konseling, dapat dilayani langsung

oleh apoteker sebagai narasumber yang terpercaya.

Berdasarkan Keputusan Dekan Fakultas Farmasi USD No.

USD/Far/SK/022/IX/2008/D tentang Pengangkatan Pengelola Apotek, APA di

Apotek Sanata Dharma digantikan oleh Sri Siwi Rahayu, S.Si., Apt. yang

sebelumnya menjabat sebagai Aping dan pada tahun yang sama dilakukan

pembaharuan Surat Izin Apotek (SIA) menjadi 503/4054/DKS/2008 atas nama Sri

Siwi Rahayu, S.Si., Apt. sebagai APA dengan nomor SP KP.01.01.1.3.13756 di

dampingi dua orang apoteker pendamping, dan satu orang karyawan administrasi

dengan jam kerja 5 hari seminggu dari pukul 07.30-20.30, dibagi menjadi 2 shift

(48)
[image:48.612.103.530.110.529.2]

Gambar 2. Struktur Organisasi Apotek Sanata Dharma yang berlaku sampai saat ini.

Manajemen atau organisasi apotek menentukan berkembang tau tidaknya

apotek tersebut.Butuh suatu struktur organisasi yang jelas agar tidak terjadi kerancuan

dalam fungsi, wewenang, pembagian tugas, serta wewenang dari masing-masing

tenaga kerja yang ada.

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014, pelayanan kefarmasian di

Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping

dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat

Izin Praktik atau Surat Izin Kerja. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus

sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, sedangkan

(49)

pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,

Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Secara struktur organisasi perbedaan antara Apotek Sanata Dharma dan

Apotek K-24 yaitu PSA Apotek Sanata Dharma adalah sebuah yayasan, yaitu

Yayasan Sanata Dharma sedangkan pada Apotek K-24, merupakan sebuah perusahan

yaitu PT. K-24 yang bisa di waralabakan. Pada Apotek K-24 yang sudah di

waralabakan, investor menjadi PSA atas gerai yang di beli namun masih dibawah

manajemen perusahan K-24.

B. Profil Pengadaan

Pengadaan obat adalah bentuk realisasi kebutuhan yang telah ditetapkan dan

disetujui dalam proses seleksi atau perencanaan obat. Menurut Atijah (2010), tujuan

utama proses pengadan obat adalah tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar

secara merata, jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.

1. Apotek K-24

a. Frekuensi pembelian

Frekuensi pembelian di Apotek K-24 disesuaikan dengan kebutuhan apotek.

Daftar obat yang akan dibeli ditampilkan oleh sistem dengan memperhatikan obat

yang sering terjual dan obat yang mempengaruhi penjualan di apotek tersebut dalam

(50)

Pengadaan atau pembelian di Apotek K-24 dilaksanakan dengan sistem

pembelian harian kepada distributor resmi yang sudah teregistrasi pada sistemnya

sesuai dengan Permenkes 35 tahun 2014 menyebutkan bahwa “untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan harus melalui jalur resmi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pemilihan distributor juga memperhatikan kecepatan dalam mengirimkan

barang, pemberian potongan harga yang kompetitif, kemudahan dalam proses retur

jika terjadi kesalahan, kondisi barang yang diberikan selalu baik dan sesuai, akan

menjadi pertimbangan apabila barang yang datang sesuai dengan pesanan namun

keadaan fisik yang tidak baik, memungkinkan distributor tersebut tidak akan dipilih

untuk pemesanan berikutnya. Pembayaran dilakukan via transfer dengan alasan agar

semua pencatatan lebih mudah dilakukan melalui sistem.

Untuk pengadaan obat fast moving dibeli dari sub-distributor dengan

pertimbangan kecepatan pengiriman dan lebih banyak potongan harga yang

diberikan. Rata-rata frekuensi pembelian dengan pesanan besar adalah 4 kali dalam 1

[image:50.612.104.532.205.685.2]

bulan.

Tabel I . Data frekuensi pembelian obat di Apotek K-24 Yogyakarta periode Februari 2015- April 2015

No Bulan dan Tahun Frekuensi Pembelian 1 Februari 2015 28 kali

2 Maret 2015 29 kali 3 April 2015 29 kali

(51)

Frekuensi pembelian obat satu apoteknya dalam rata-rata (tabel I) di Apotek

K-24 adalah sebanyak 29 kali setiap bulannya kepada distributor yang berbeda namun

paling banyak diambil langsung ke gudang obat utama milik K-24, frekuensi

pembelian yang sering harus mendapat perhatian karena dapat memperbesar biaya

dan tenaga yang harus dikeluarkan pihak apotek.

Banyaknya frekuensi pengadaan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan

konsumen, untuk obat-obat fast moving biasanya akan dipesan ke sub-distributor

dikarenakan kecepatan dalam pengiriman barang dan potongan harga yang lebih

besar dari distributor utama.

b. Penerimaan dan pemeriksaan obat

Menurut Muharomah (2008), penerimaan bertujuan agar obat yang diterima

sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan. Dalam penerimaan

obat harus dilakukan pengecekan terhadap obat-obat yang diterima, mencakup jumlah

[image:51.612.102.526.214.588.2]

kemasan, jenis dan jumlah obat sesuai faktur pembelian.

Gambar 3. Alur penerimaan obat di Apotek K-24

Surat Pesanan Faktur

(52)

Penerimaan obat di Apotek K-24 dimulai dengan mencocokkan antara surat

pesanan dengan faktur kemudian antara faktur dengan fisik obat, lalu beralih ke

pengecekan waktu kadaluarsa obat dan nomor batch.

Obat yang diterima apabila waktu kadaluarsa tidak kurang dari 1 tahun,

untuk nomor batch bisa terjadi perubahan sedikit namun bisa diseusaikan saat

pengisian data ke sistem, apabila sesuai, barang langsung ditempatkan di rak

masing-masing kemudian apoteker pengelolah apotek diharuskan mengisi data kedatangan

obat ke sistem yang digunakan agar dapat diolah oleh sistem untuk perencanaan

pembelian obat selanjutnya dan apabila obat yang diterima tidak sesuai maka barang

akan langsung dikembalikan ke distributornya.

Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan dari dari

distributor ke bagian gudang atau logistik.Dalam penerimaan obat harus dilakukan

pengecekan terhadap obat-obat yang diterima, mencakup jumlah kemasan, jenis dan

[image:52.612.105.540.282.669.2]

jumlah obat sesuai faktur pembelian (Muharomah, 2008).

Gambar 4. Alur pemeriksaan obat di Apotek K-24 Yogyakarta

Penerimaan obat

Pemeriksaan

Dikembalikan Ke PBF Penempatan barang ke

gudang dan mengisi data ke sistem

(53)

Pemeriksaan obat dilakukan oleh apoteker pengelolah apotek dan sudah

menjadi SOP untuk setiap apoteknya bahwa pemeriksaan dilakukan di depan salles

oleh apoteker pengelolah apotekuntuk menjamin keadaan fisik barang sesuai dengan

yang dipesan mencakup nama obat, jumlah obat, kekuatan, waktu kadaluarsa minimal

1 tahun setelah obat diterima, dan bentuk fisik obat.

Obat yang datang sesuai dengan pesanan kemudian datanya dimasukkan

dalam sistem perangkat lunak dengan bantuan apoteker pengelolah apotek dengan

tujuan memudahkan proses pendataan obat dan mempermudah sistem untuk

menyarankan pembelian obat selanjutnya, hal ini sesuai dengan Hartono (2003) yang

menyatakan bahwa pencatatan barang datang harus dilakukan setiap hari saat

penerimaan barang, sehingga dapat diketahui berapa jumlah barang disetiap

pembelian. Pembelian selanjutnya akan disesuaikan dengan kebutuhan apotek

dengan memperhatikan pola konsumsi dan pola penyakit di masyarakat.

c. Penyimpanan.

Penyimpanan obat di Apotek K-24 disusun berdasarkan sifat

farmakologisnya dan dipisahkan berdasarkan bentuk sediaannya kemudian disusun

secara alfabetik, dan pengambilannya menggunakan sisten FIFO (First In First Out)

dan FEFO (First Expired First Out) untuk menghindari resiko kerusakan obat atau

menghindari banyaknya obat yang melampaui waktu kadaluarsa di setiap bulannya.

Keuntungan dari apotek dengan sistem jaringan adalah jika ada obat yang

(54)

lainnya untuk menimalisir kerugian atau barang mati. Tempat penyimpanan

dilengkapi dengan sarana penunjang seperti rak dan lemari, lemari pendingin untuk

menyimpan obat-obat tertentu yang harus disimpan dalam suhu dingin, satu unit air

conditioner (AC) dan satu unit komputer untuk keperluan administrasi.

Prosedur penyimpanan ini sesuai dengan Hartini (2007) yang menjelaskan

bahwa penyimpanan merupakankegiatan atau usaha untuk melakukan pengelolaan

obat di tempat penyimpanan, digolongkan berdasarkan bentuk bahan baku untuk

menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan, penyusunan obat dilakukan dengan

cara alphabetis untuk mempermudah pencarian dengan cepat, mempertahankan

kualitas obat, serta aman dari pencurian.

2. Apotek Sanata Dharma a. Frekuensi pembelian

Frekuensi pembelian di Apotek Sanata Dharma disesuaikan dengan

kebutuhan apotek, pembelian akan dilakukan saat obat menipis. Jumlah stok obat

diketahui melalui kartu stelling yang diisi setiap kali pergantian shift kerja melalui

nota pembelian. Menurut DepKes RI (2004), menjelaskan fungsi kartu stok adalah

untuk mencatat mutasi obat yang diletakkan bersamaan/ berdekatan dengan obat yang

bersangkutan. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari.

Pembelian dilakukan kepada supplier yang telah terdaftar dalam daftar

supplier yang sudah dipilih sebelumnya dengan mempertimbangkan keresmian dan

(55)

dibayar tunai kepada salles yang datang. Hal ini sesuai dengan Hartono (2003),

menjelaskan bahwa pembayaran dilakukan bila sudah jatuh tempo dimana faktur

akan dikumpulkan, kemudian dibuat bukti kas keluar serta cek atau giro, kemudian

diserahkan ke bagian keuangan untuk ditandatangani sebelum di bayar ke supplier.

Frekuensi pembelian di Apotek Sanata Dharma dapat dilakukan setiap hari

dengan melihat persediaan obat yang sudah menipis, dan dalam 1 bulan Apotek

Sanata Dharma melakukan1-2 kali pembelian dengan pesanan besar, karena jumlah

distributor di Yogyakarta cukup banyak, terlapir dalam lampiran, maka pengadaan

dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan mudah dan lead time tidak terlalu lama.

Waktupaling lama lead time dari distributor untuk mengirim barang ke

Apotek adalah 3 hari kerja, jika dalam 3 hari kerja tidak ada konfirmasi, maka

Apoteker akan melakukan pemesanan ulang.

Banyaknya frekuensi pembelian ini adalah akibat sistem pembelian harian

kepada beberapa supplier atau pemasok obat dengan pembelian obat yang jenisnya

berlainan kepada masing-masing pemasok.Frekuensi pembelian setiap bulan harus

mendapat perhatian yang besar karena dapat mempengaruhi keefektifan dalam

manajemen obat, diantaranya dapat memperbesar biaya dan tenaga yang harus

dikeluarkan pihak apotek, apabila frekuensi pembelian terlalu sering dilakukan.

Pembelian untuk memenuhi kebutuhan apotek dilakukan setiap hari, diakui

tidak menjadi permasalahan dikarenakan letak apotek yang masih berada di dalam

kota, oleh sebab itu supplier bisa memberikan pelayanan sehari antar, sehingga

(56)

b. Penerimaan dan pemeriksaan obat

Penerimaan obat dilakukan oleh apoteker pengelolah apotek, obat yang

datang akan langsung di periksa dengan melihat kesesuaian antara surat pesanan

dengan faktur, kemudian melihat keadaan fisik obat yang diterima, pengecekan obat

dilakukan didepan salles yang mengantarkan barang, bila terjadi kesalahan atau

kerusakan akan langsung ditukarkan ke distributornya. Hal ini sesuai dengan Hartini

(2007), yang menjelaskan bahwa penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin

kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera

dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Namun untuk beberapa

kondisi salles akan meninggalkan barang sebelum dilakukan pemeriksaan, walaupun

demikian salles akan menjamin jika ada obat yang tidak sesuai dengan pesanan

maupun keadaan fisik yang tidak baik tetap bisa langsung di tukar.

Berikut sistem penerimaan barang di Apotek Sanata Dharma Universitas

(57)
[image:57.612.105.510.108.564.2]

Gambar 5. Sistem Penerimaan Barang di Apotek Sanata Dharma

Untuk penerimaan barang yang datang ke apotek harus disertai dengan faktur

pembelian sebanyak 4 lembar, yaitu 2 lembar untuk PBF, 1 lembar untuk arsip apotek

(58)

Faktur digunakan untuk mengecek kesesuaian antara barang yang dipesan dengan

barang yang dikirim berdasarkan surat pesanan.

c. Penyimpanan

Penyimpanan di Apotek Sanata Dharma di atur berdasarkan sifat

farmakologisnya kemudian alfabetik, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa penyimpanan obat

digolongkan berdasarkan bentuk bahan baku untuk menghindari kontaminasi dan

disusun berdasrkan alfabetik untuk memudahkan dalam proses pengambilan dan

efisiensi waktu. Kemudian disusun menggunakan metode FIFO (First In First Out)

dan FEFO (First Expired First Out).

Obat-obat yang diterima oleh Apotek Sanata Dharma adalah obat yang

minimal memiliki waktu kadaluarsa 1 tahun saat penerimaan barang, kestabilan dan

mutu obat dijaga dengan ruang penyimpanan yang tunjang dengan lemari

penyimpanan barang atau rak, 1 buah almari pendingin serta 1 unit Air Conditioner

(AC). Hal ini sesuai dengan Permenkes RI no 35 tahun 2014 yang menjelaskan tujuan

dari penyimpanan yaitu agar persediaan barang mudah dipantau, menjaga kestabilan

obat, aman dan tidak mudah hilang dan untuk menunjang kelancaran pelayanan

kebutuhan obat. Obat dan bahan obat harus disimpan dalam wadah yang cocok dan

harus memenuhi ketentuan pembungkusan dan penandaan sesuai ketentuan yang

(59)
[image:59.612.98.531.184.701.2]

3. Perbandingan proses pengadaan

Tabel II. Hasil wawancara proses pengadaan obat di Apotek Sanata Dharma dan Apotek K-24

No. Pertanyaan wawancara

Apotek sanata dharma Apotek K-24 1.

Metode Kombinasi antara pola

penyakit dan polakonsumsi

Menggunakan sistem

2.

Alasan dalam memilih metode

Jika hanya salah satu tidak mampu mencukupi kebutuhan

Mengikuti SOP waralaba k-24 dan manajerial apotek

3.

Penetuan pembelian jumlah obat

Disesuaikan dengan jenis obatnya dan jumlah yang sering dipesan Secara sistem 4. Prioritas obat yang akan dibeli

Obat yang paling sering terjual dan persediaannya sudah menipis

Obat yang paling sering terjual

5.

Kriteria pemilihan distributor

Resmi dan memberikan potongan harga yang besar

Kecepatan pengiriman, diskon, keaslian obat, kemudahan dalam proses

returyang ditawarkan distributor

6.

Pemantauan status pemesanan

Dilakukan by phone Secara sistem

7.

Penerimaan obat yang datang

Dilakukan oleh Apoteker Pengelolah Apotek

Dilakukan oleh Apoteker Pengelolah Apotek

8.

Pengecekan obat yang datang

Dilakukan didepan salles obat

1. Dicocokkan dengan surat pesanan

2. Pengecekan fisik obat satu per satu

3. Mencocokkan antara barang dan faktura

Menjadi SOP untuk diperiksa didepan salles obat

1. Pengecekan antara surat pesanan dan faktur

2. Pengecekan antara faktur dan fisik obat

9.

Frekuensi rata- rata pemesanan

Pemesanan dilakukan saat barang menipis, dilakukan 1-2x dalam 1 bulan

Perhitungan secara sistem, rata-rata 4x untuk pesanan besar, dan bisa setiap hari untuk pesanan kecil

10. Cara pembayaran

Pada saat jatuh tempo Via transfer (pada saat jatuh tempo)

11. Waktu

pembayaran

Pada saat jatuh tempo dari PBF

Pada saat jatuh tempo dari PBF

12. Mengetahui jumlah obat yang terbeli

Checking nota dan kartu stelling saat ganti pergantian shift

(60)

Profil proses pengadaan antara Apotek K-24 dan Apotek Sanata Dharama)

pada tabel II menunjukkan perbedaan antara lain : metode, penentuan pembelian

jumlah obat, pemantauan status pemesanan, frekuensi rata-rata pemesanan, cara

pembayaran, dan cara mengetahui jumlah obat yang sudah terbeli.

Metode pengadaan yang digunakan olehApotek Sanata Dharma yaitu

menggunakan metode kombinasi antara pola penyakit dan pola konsumsi untuk

menentukan pembelian jumlah dan jenis obat dengan tujuan agar dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat.

Pengadaan dilakukan dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan

apabila barang dalam hal ini adalah obat- obatan sudah menipis, obat yang sudah

menipis diketahui melalui kartu stelling yang diisi setiap pergantian shift melalui

faktur obat yang terjual. Menurut Hartini (2006), pengadaan dalam jumlah terbatas

dapat dilakukan apabila PBF tersebut ada didalam kota dan selalu siap mengirim obat

dalam waktu cepat. Daftar PBF terlampir pada lampiran.

Status pemesanan akan di cek menggunakan via telepon antara pihak apotek

dan salles obat, dikarenakan letakApotek Sanata Dharma dan PBF berada di dalam

kota maka jika terjadi kesalahan barang dapat di retur hari itu juga. Pengadaan

dilakukan dengan delivery order di mana apoteker sebelumnya telah melakukan

pemesanan berdasarkan jumlah barang yang habis atau hampir habis sesuai data

dalam buku defecta.

Pemesanan ini biasanya dilakukan via telepon kepada tiap PBF untuk

(61)

Pesanan (SP) yang akan diberikan pada PBF. SP ini ditandatangani dan dicap setelah

ada persetujuan harga, diskon, waktu pengiriman dan kondisi retur. Pemesanan lebih

sering dilakukan via telepon sehingga SP akan langsung diambil bersamaan dengan

pengiriman barang oleh salesman (dititipkan pada salesman untuk disampaikan pada

PBF) jika tidak diambil sebelumnya ketika ada kunjungan rutin dari PBF. SP

disesuaikan dengan golongan barang yang dipesan.Pemesanan obat narkotik dan

psikotropik terpisah dari barang-barang lainnya.

Di Apotek K-24, karena memiliki tempat usaha di tempat berbeda, apotek ini

sangat mengandalkan sistem terbangundengan bantuan perangkat lunak dengan

tujuan agar dapat mempermudah pemantauan dari jauh karena dapat dilihat secara

online dan pendataan jauh lebih mudah untuk dibaca dan bisa langsung di cocokkan

dengan keadaan nyata.

Metode pengadaan yang digunakan oleh Apotek K-24 yaitu disarankan

melalui sistem untuk jenis dan jumlah berdasarkan jumlah obat yang paling sering

laku dan mempengaruhi penjualan apotek tersebut.Hal ini sesuai dengan metode

pengadaan secara berencana yang dijelaskan oleh Hartini (2006) bahwa pengadaan

secara berencana adalah perencanaan pembelian obat berdasarkan penjualan

perminggu atau perbulan.Sistem ini dilakukan pendataan obat- obat mana yang paling

banyak laku dan bergantung pula pada kondisi cuaca, hasil pendataan tersebut

diharapkan dapat memaksim

Gambar

Tabel 1. Data frekuensi pembelian obat di  Apotek K-24 di Yogyakarta periode
Gambar 1. Struktur organisasi  Apotek K-24 yang berlaku sampai saat ini ......... 28
Gambar 1. Struktur organisasi Apotek K-24 yang berlaku sampai saat ini.
Gambar 2. Struktur Organisasi Apotek  Sanata Dharma yang berlaku sampai  saat ini.
+6

Referensi

Dokumen terkait

2 Sistem informasi inventori obat memudahkan karyawan gudang untuk mengetahui sirkulasi obat di gudang Apotek K24, membantu karyawan dalam hal mencari informasi mengenai data

Hasil dari analisis data mengenai peran Audit Internal di Perguruan Tinggi Swasta Universitas Sanata Dharma diperoleh kesimpulan bahwa peran Audit Internal yang paling berperan

Maka dari itu skripsi ini bertujuan membuat suatu sistem untuk mendeteksi tindakan plagiarisme dokumen skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Sanata

Pelayanan Di Apotek Pendidikan Sanata Dharma Dan Apotek Non Pendidikan Panasea Yogyakrta dengan analisis GAP, TKI dan Diagram kartesius. Hasil penelitian menyatakan bahwa

Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian Korelasi Body Mass Index BMI Terhadap Rasio Lipid pada Staf Wanita Dewasa Sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta adalah rerata nilai

Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan penjelasan mengenai gambaran perencanaan dan pengadaan obat tertentu di Apotek Mulia Sehat dengan standar yang telah ditentukan yaitu

Penulis melakukan observasi di Apotek Kondang Waras untuk menganalisa kebutuhan sistem informasi yang berjalan. Analisa dilakukan agar sistem yang dirancang sesuai dengan

Penelitian yang dilakukan di Apotek Sana Farma Diponegoro Jakarta Pusat sebagai apotek jejaring BPJS Kesehatan untuk Program Rujuk Balik PRB menunjukkan bahwa masih ditemukan terjadinya