• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. HUBUNGAN RELOKASI PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN SIMALUNGUN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (Studi Kasus : Pematang Raya) OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. HUBUNGAN RELOKASI PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN SIMALUNGUN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (Studi Kasus : Pematang Raya) OLEH"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN RELOKASI PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN SIMALUNGUN TERHADAP

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (Studi Kasus : Pematang Raya)

OLEH

SILPIA D ARITONANG 130501038

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus:

Pematang Raya)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan bahan akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan pedoman karya ilmiah.Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2017 Penulis

NIM: 130501038 Silpia D Aritonang

(5)

ABSTRAK

PENGARUH RELOKASI PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN SIMALUNGUN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

(STUDI KASUS: PEMATANG RAYA)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pelayanan Publik dan infrastruktur akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Perpindahan Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari Pematang Siantar ke Pematang Raya yang di atur oleh Undang-Udang No 70 tahun 1999.Dimana pemindahan Pusat pemerintah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari segi kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat.

Penelitian ini dilaksanakan di Pematang Raya dengan membagikan kuesioner kepada masyarakat yang berdomisili di Pematang Raya.Untuk mengetahui hubungan antara Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun Terhadap Kesejahteraan Masyarakat dengan menggunakan metode regresi linear berganda, dan uji hipotesis yang digunakan adalah uji–t dan uji-F.

Dari hasil output SPSS bahwa nilai koefisien determinan R2 adalah sebesar 0,765 dan nilai koefesien determinasi yang telah disesuaikan dengan (Adjusted R Square) adalah sebesar 0.757. Hal ini berarti bahwa 76.5% Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dapat dijelaskan oleh variabel independen ( IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Pelayan publik, dan Infrastruktur), sedangkan sisanya 23.5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada dalam penelitian ini.Dapat disimpulkan bahwa IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Pelayan publik, dan Infrastruktur memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun.

Kata Kunci : Relokasi Pusat Pemerintah,Kesejahteraan Masyarakat (IPM, Pelayanan Publik, dan Infastruktur)

(6)

ABSTRACT

THE EFFECT OF RELOCATION OF GOVERNMENT CENTER OF SIMALUNGUN REGENCY ON WELFARE OF COMMUNITY

(CASE STUDY: PEMATANG RAYA)

Human Development Index (HDI), Public Service and infrastructure will affect the level of community welfare. The transfer of Simalungun District Government Center from Pematang Siantar to Pematang Raya is regulated by Law No. 70 of 1999. Where the transfer of Government Center is done to improve the welfare of society in terms of the quality of government service to the community.

This research was conducted in Pematang Raya by distributing questionnaires to the people who live in Pematang Raya. For know the relationship between Relocation Central Government of Simalungun Regency Against Public Welfare by using multiple linear regression method, and test the hypothesis used is t-test andF-test.

From result of output of SPSS that coefficient value of determinant R2 is equal to 0,765 and coefficient of determination value which have adjusted to (Adjusted R Square) is equal to 0.757. This means that 76.5% of Simalungun District Government Relocations can be explained by independent variables (HDI (Human Development Index), Public Servant, and Infrastructure), while the remaining 23.5% is influenced by other variables not present in this study. It can be concluded that HDI (Human Development Index), Public Servant, and Infrastructure have a positive and significant influence on Central Government RelocationofSimalungunRegency.

Keywords:Relocation of Government Center, Community Welfare (HDI, Public Service, and Infrastructure)

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sumber segala kekuatan dan hikmat pengertian yang telah melimpahkan Rahmat dan Kasih Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada program studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi penulis adalah “Pengaruh Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus:

Pematang Raya)”. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa motivasi, sumbangan pemikiran maupun materi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Baharuddin Aritonang dan Tionar Sianturi yang telah memberikan Doa, motivasi dan cinta kasih serta dukungan moral dan material dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, Selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumtera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP Selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si selaku

(8)

Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis, memberikan saran, ide dan masukan, serta meluangkan waktunya untuk berdiskusi hingga skripsi ini selesai.

5. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP dan Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si selaku Dosen pembanding I dan pembanding II skripsi yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

7. Seluruh staff administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam mengurus segala keperluan administrasi.

8. Abang Senior dan Teman-teman yang telah membantu dalam mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti sejenis lainnya.

Medan, Penulis

Silpia D Aritonang

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1LatarBelakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 10

1.3Tujuan Penelitian ... 11

1.4Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TeoriLokasi ….. ... 13

2.2 Perpindahan ibukotaka bupaten ... 15

2.3 Pembangunan Menuju Kesejahteraan Masyarakat ... 17

2.4 Pengertian dan Komponen Indeks Pembangunan manusia ... 19

2.4.1 Angka Harapan Hidup... 20

2.4.2 Tingkat Pendidikan atau Pengetahuan ... 21

2.4.3 Standar Hidup Layak ... 21

2.5 Perhitungan IPM ... 22

2.5.1 Tahap Perhitungan IPM ... 22

2.5.2 Penentuan Status IPM ... 23

2.5.3 Indeks Kelangsungan hidup ... 24

2.5.4 Indeks Daya Beli ... 26

2.6 Pelayanan Publik ... 27

2.6.1 Konsep dan Pengertian Pelayanan Publik ... 28

2.7 Infrastruktur ... 31

2.8 Penelitian Terdahulu ... 32

2.9 Kerangka konseptual ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Defenisi Konsep ... 37

3.3 Lokasi Penelitian ... 37

3.4 Tehnik Pengumpulan Data ... 38

(10)

3.5. Populasi dan Sampel ... .. 38

3.6 Metode Analisis ... .. 40

3.7 Defenisi operasional ... .. 48

3.8 Batasan Operasional ... .. 50

BAB IV HASIL PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografi Pematang Raya ... 51

4.2.Maksud dan Tujuan Pemindahan Ibukota Kab Simalungun ... 52

4.3 Hasil Penelitian ... 52

4.3.1 Analisis Deskriptif Responden ... 52

4.3.1.1 Karakrteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . 53 4.3.1.2 Karakrteristik Responden Berdasarkan Usia ... 53

4.3.1.3 KarakrteristikResponden Berdasarkan Pekerjaan ... 54

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 55

4.4.1 Variabel IPM (Indeks Pembangunan Masyarakat) ... 55

4.4.2 Variabel Pelayanan Publik ... 59

4.4.3 Variabel Infrastruktur ... 64

4.4.4 Variabel Relokasi Pusat Pemerintah ... 69

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Penelitian ... 75

4.5.1 Uji Validitas ... 75

4.5.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 78

4.6 Uji Asumsi Klasik ... 81

4.6.1 Uji Normalitas ... 81

4.6.2 Uji Multikolienaritas ... 82

4.6.3 Uji Heteroskedasitas ... 83

4.6.4 Uji Autokolerasi ... 84

4.7 Analisis Regresi Linear Berganda ... 85

4.8 Uji Hipotesis ... 87

4.8.1 Uji Simultan (F) ... 87

4.8.2 Uji Parsial (Uji t) ... 88

4.9 Uji Koefisien Determinasi (R square) ... 90

5.0 Koefisien Korelasi ... 91

5.1.1 Koefisien Korelasi antara Y (Korelasi) dengan 𝑋𝑋1 (IPM)... 92

5.1.2 Koefisien Korelasi antara Y (Relokasi) dengan 𝑋𝑋2 ( Pelayanan publik). ... 92

5.1.3 Koefisien Korelasi antara Y (Relokasi) dengan 𝑋𝑋2 ( Infrastruktur). ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTARTABEL

No Tabel Halaman

1.1 IPM Kabupaten Simalungun 2005,2007,2009,2011-2015 ... 8

2.1 NilaiMaksimal,danMinimum Indikator Komponen IPM (BPS Kabupaten Simalungun 2014) ... 23

2.2 Status Indeks Pembangunan Manusia BPS 2014 ... 24

3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 46

3.2 Skala Pengukuran ... 49

4.1 Karakterisitik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

4.2 Karakterisitik Responden Berdasarkan Usia ... 53

4.3 Karakterisitik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 54

4.4 Uji Validitas Variabel IPM (Indeks Pembangunan Manusia) ... 76

4.5 Uji Validitas Variabel Pelayanan Publik ... 76

4.6 Uji Validitas Variabel Infrastruktur ... 76

4.7 Uji Validitas Variabel Relokasi Pusat Pemerintah Kab Simalungun ... 77

4.8 Realibility Statistic Variabel Independen( IPM) ... 78

4.9 Reliability Statistic Variabel Independen (Pelayanan Publik) ... 79

4.10 Reliability Statistic Variabel Independen (Infrastruktur) ... 79

4.11 Reliability Statistic Variabel Dependen (Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun)... 80

4.12 PengujianMultikolinearitas ... 83

4.13 Pengujian Autokolerasi ... 85

4.14 Regresi Linear Berganda ... 83

4.15 Hasil Uji F ... 88

4.16 Hasi Uji t ... 89

4.17 Hasil Uji Koefisien Determinan ... 90

4.18 Hasil Uji Koefisien Korelasi ... 91

4.19 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 91

(12)

DAFTAR GRAFIK

No Grafik Halaman

4.1 IPM ( Indeks Pembangunan Manusia) dari segi Pendidikan indikator yang pertama ... 55 4.2 IPM ( Indeks Pembangunan Manusia) dari segi Pendidikan indikator

yang kedua ... 56 4.3 IPM ( Indeks Pembangunan Manusia) dari segi Kesehatan indikator

yang pertama ... 57 4.4 IPM ( Indeks Pembangunan Manusia) dari segi Kesehatan indikator

yang kedua ... 57 4.5 IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dari segi Daya Beli

Masyarakat indikator yang pertama ... 58 4.6 IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dari segi Daya Beli

Masyarakat indikator yang kedua ... 59 4.7 Pelayanan Publik dari segi Kehandalan indikator yang Pertama ... 60 4.8 Pelayanan Publik dari segi Kehandalan indikator yang Kedua ... 60 4.9 Pelayanan Publik dari segi Daya Tanggap indikator yang Pertama .... 61 4.10 Pelayanan Publik dari segi Daya Tanggap indikator yang Kedua ... 62 4.11 Pelayanan Publik dari segi Jaminan indikator yang Pertama ... 63 4.12 Pelayanan Publik dari segi Jaminan indikator yang Kedua ... 64 4.13 Infrastruktur dari segi Perbaikan Jalan Raya indikator yang Pertama . 65 4.14 Infrastruktur dari segi Perbaikan Jalan Raya indikator yang kedua .... 65 4.15 Infrastruktur dari segi Angkutan Umum indikator yang Pertama ... 66 4.16 Infrastruktur dari segi Angkutan Umum indikator yang kedua ... 67 4.17 Infrastruktur dari segi Penambahan Gedung Pelayanan Kesehatan

dan Sekolah indikator yang Pertama ... 68 4.18 Infrastruktur dari segi Penambahan Gedung Pelayanan Kesehatan

dan Sekolah indikator yang Kedua ... 69 4.19 Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari segi

Keterjangkauan Lokasi indikator yang Pertama ... 70 4.20 Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari segi

Keterjangkauan Lokasi indikator yang Kedua ... 71 4.21 Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari segi Tingkat

Kelancaraan dan Kedekatan Lokasi indikator yang Pertama ... 72 4.22 Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari segi Tingkat

Kelancaraan dan Kedekatan Lokasi indikator yang Kedua ... 73 4.23 Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari segi Tingkat

Kenyamanan indikator yang Pertama ... 74 4.24 Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari segi Tingkat

Kenyamanan indikator yang Kedua ... 75

(13)

DAFTAR GAMBAR

No GambarHalaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 34 4.1 Histogram ... 81 4.2 Pengujian Heteroskedastisitas ... 84

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran judul

1 Daftar Pertanyaan/Kuesioner 2 Skor Jawaban Responden 3 Hasil Output SPSS

4 Tabel r

5 Tabel t

6 Tabel f

7 Tabel DW

8 Undang Undang No 70 Tahun 1999

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah saat ini menghadapi tantangan yang tidak ringan,hal ini ditandai dengan lajunya globalisasi dan semakin eratnya hubungan antara wilayah.Pesatnya kemajuan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi,semakin berkembangnya demokrasi dan partisipasi masyarakat,serta semakin tingginya tuntutan masyarakat yang saat ini semakin cerdas dan kritis.Pemangunan ekonomi daerah tidak bisa lagi diselenggarakan dengan menggunakan cara-cara dan pola pikir lama.Bersamaan dengan pelaksanaan otonomi daerah,dengan tingkat kemandirian yang lebih besar terdapat keleluasaan bagi pemerintah di masing-masing daerah untuk melakukan sejumlah terobosan dalam kepemerintahan guna meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat (Susanto & dkk,2010:xii).

Pembangunan wilayah berkembang lebih jauh,dimana sistem sosial-ekonomi sekarang harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi atau produksi tanpa mendegradasi tingkat pemerataan pembangunan antar wilayah dan tingkat kesejahteraan antar generasi.Hal-hal yang mendasar yang penting dipahami terkait pembangunan antar wilayah adalah pembangunan antar wilayah dipandang sebagai sebuah proses perubahan,perlu pemahaman tentang aspek keseimbangan kebutuhan antar wilayah dan antar dimensi waktu ( masa sekarang dan masa yang akan datang).Perkembangan wilayah harus mampu menghadapi berbagai kerbatasan dan harus mampu meningkatkan: tingkat pendapatan riil,standar pendidikan,derajat kesehatan masyarakat,dan meningkatkan kualitas hidup secara umum.Dalam hal ini setidaknya konsep hidup,kelangsungan hidup,dan

(16)

pemerataan antar wilayah harus diintegrasikan dalam satu kesatuan konsep wilayah yang berkelanjutan baik dalam konsep pembangunan sebuah wilayah seperti kota maupun desa yang akan di jadikan sebangai tempat untuk menerapkan sebuah pembangunan maupun perencanan pengembangan wilayah (Susanto & dkk,2010:84-85).

Dalam konsep perencanaan wilayah,sangat perlu untuk menetapkan suatu tempat permukiman atau tempat untuk melakukan berbagai kegiatan salah satunya seperti kota ataupun desa.Dalam menetapkan apakah suatu konsentrasi permukiman dapat dikategorikan sebagai kota atau belum,perlu ada kriteria yang jelas untuk membedakannya.Salah satu kriteria yang umum yang digunakan adalah jumlah dan kepadatan penduduk.Semakin berkembangnya sebuah kota maka semakin padat juga penduduk di suatu wilayah.Pembangunan perkotaan diarahkan untuk mewujudkan pengelolaan kota yang berkualitas,menciptakan kawasan kota yang layak huni,berkeadilan,berbudaya dan sebagai wadah bagi peningkatan produktivitas dan kreativitas masyarakat,serta mewujudkan pusat pelayanan sosial ekonomi dan pemerintahan (Adisasmita,2010:147).

Tantangan utama yang dihadapi dalam pembangunan kawasan perkotaan adalah meningkatkan peran kota untuk memenuhi kebutuhan sosial,ekonomi- budaya masyarakat seperti lapangan kerja, tempat hunian.

pendidikan,kesehatan,dan pelayanan umum lainnya bagi seluruh lapisan masyarakat yang berguna untuk mensejahterakan masyarakatnya.Tantangan penting lainnya adalah menciptakan ketertiban umum dan rasa aman masyarakat,meningkatkan pelayanan umum,ketertiban dalam penataan ruang kawasan perkotaan,khususnya penataan ruang lahan perkotaan serta pelestarian

(17)

lingkungan hidup perkotaan yang didasari dengan proses pembangunan yang akan dilakukan oleh pihak pemerintah maupun masayarakat sendiri guna untuk menciptakan keadaan yang lebih baik atau kata lain untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan keadilan dan kemakmuran (Adisasmita,2010:147-148).

Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk memperbaiki keterbelakangan dan ketertinggalan dalam semua bidang kehidupan menuju suatu keadaan yang lebih baik dari pada kadaan yang sebelumnya.Tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spritual.Pencapaian pembangunan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur.Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang menunjang.

Ibukota kabupaten merupakan suatu perwilayahan pusat atau sentral pengendalian pembangunan yang akan mendorong terjadinya pertumbuhan secara seimbang antara kota dengan desa yang bersinergis. Dan merupakan wilayah pusat keseimbangan regional (regional belance) yaitu daya dukung suatu potensi wilayah tergantung pada keseimbangan penyebaran penduduk yang memperolah peluang yang sama terhadap demografi ekonomi sosial dan lingkungan untuk mewujudkan seluruh potensi yang dimiliki dapat menghasilkan suatu jaminan kualitas pelayanan publik (Hamid 2008:58).

(18)

Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat kedudukan pusat pemerintahan kabupaten, dalam perkembangannya dapat menjelma menjadi kota yang makin mempunyai ciri dan tingkat kemajuan yang memenuhi syarat untuk diklasifikasikan sebagai Kota. Bila tahap perkembangan yang demikian itu terjadi, dijumpai suatu dilema karena Kota dan Kabupaten mempunyai tingkat yang sama tatarannya dari segi hierarki administrasi pemerintahan (Soenkarno, 1999).

Tatanan pemikiran sistem pemerintahan yang berlaku, menimbulkan kecenderungan yang mengarah kepada diambilnya keputusan untuk memindahkan lokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten keluar dari kota kedudukannya semula yang diambil contoh selain di kabupaten Blitar adalah seperti yang terjadi pada Kabupaten Simalungun, yaitu memindahkan ibukota dari sebelumnya berada pada wilayah Kota Pematang Siantar ke wilayah Kecamatan Raya.

Tahapan proses pemindahan ibukota kabupaten secara administratif sebagai berikut: a) Legalisasi keinginan masyarakat melalui dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang perlunya ibukota kabupaten pindah, b) Bupati meneruskan keinginan tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah Provinsi untuk mendapat persetujuan, c) Gubernur meneruskan usulan calon Ibukota Kabupaten tersebut kepada Menteri Dalam Negeri diteruskan ke Dewan Perimbangan Otonomi Daerah ( DPOD) untuk meneliti calon ibukota kabupaten terbaik, d) Hasil penelitian DPOD oleh Kementrian Dalam Negeri diteruskan kepada menteri- menteri terkait untuk mendapat dukungan, e) Setelah mendapat dukungan dari menteri-menteri terkait, Menteri Dalam Negeri menyampaikan usulan lokasi perbaikan diatas.

(19)

Kemudian jika suatu daerah ingin mencalonkan diri ataupun akan menjadi tujuan dari pada pusat ibukota kabupaten, tentunya ketika kota yang dinilai tidak mampu lagi untuk mewujudkan pelayanan publik yang kemudian disini dilakukan oleh para stakeholdernya tetapi berjalan kurang baik karena daerah tersebut memiiliki wilayah yang luas tentunya pemerintah disini sangat kesulitan untuk menerapkan implementasi dari pada kebijakannya tersebut. Maka ada beberapa kalangan yang kemudian mengemukakan suatu ide bahwasanya suatu ibukota dari pada kabupaten haruslah mengayomi semua.Disini dalam artian harus dekat kepada masyarakatnya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakatnya.

Pemindahan ibukota akan mempengaruhi pelaksanaan proses desentralisasi.

Hal ini erat kaitannya dengan perubahan hubungan antar organisasi pemerintahan yang dapat berubah dengan diterapkannya kebijakan tersebut. Cheema and Rondinelli(1983) berpendapat bahwa hubungan antar organisasi pemerintahan (intergovernmental relationship) dapat berdampak pada kebijakan desentralisasi dalam hal-hal seperti hasil-hasil kebijakan, dampak bagi kapasitas dan institusi pemerintah daerah dalam perencanaan, mobilisasi sumber daya, implementasi, di samping juga pada akses terhadap fasilitas pemerintahan.

Tujuan pemindahan ibukota sangat mempengaruhi pertimbangan- pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemindahan ibukota harus dipandang sebagai suatu instrumen untuk meperkuat proses desentralisasi.

Dengan kata lain bahwa pemindahan ibukota perlu ditujukan untuk memperkuat upaya-upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pelayanan publik, dan memperkuat daya saing daerah.

(20)

Perpindahan ibukota kabupaten Simalungun bukan sekedar persoalan pusat pemerintah,namun hal ini merupakan perubahan yang sangat mendasar, yakni perubahan paradigma lama ibukota kabupaten sebagai pusat seluruh aktivitas pemerintah ke paradigma baru bahwa ibukota kabupaten direncanakan sedemikian rupa untuk menjadi pusat pelayanan. Dari sisi nasional, hal ini sekaligus diharapkan mampu mengatasi ketimpangan pembangunan dengan merencanakan pembangunan yang lebih merata dan seimbang. Pemindahan Ibukota Kabupaten Simalungun dari Pematang Siantar ke Pamatang Raya melalui penetapan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 1999 menimbulkan perubahan pola perkembangan morfologi kota Pematang Raya yang berlangsung pesat merubah tataguna lahan dimana luas lahan terbangun pada tahun 2003 seluas 88,49 Ha perkembangan pada tahun 2013 menjadi 190,39 Ha.

Pusat ibukota Kabupaten Simalungun pada bulan juni 2008 resmi mengalami perpindahan dari Pematang Siantar ke Pematang Raya sesuai dengan PP No 70/1999 tentang penetapan ibu kota Kabupaten Simalungun. Butuh waktu hampir 9 tahun terhitung sejak direncanakannya proses pemindahan ibukota tersebut menjadi kenyataan. Rencana awal, proses pemindahan akan direalisasikan pada april 2008, namun mengingat proses PILKADA GUBSU berlangsung pada 16 april 2008, akhirnya dimundurkan pada bulan juni tahun 2008. Namun demikian Bupati Simalungun Drs HT Zulkarnain Damanik MM dalam beberapa pernyataan di berbagai media massa meyakinkan masyarakat bahwa finalisasi proses pemindahan ibukota Kabupaten Simalungun paling lambat bulan juni tahun 2008.

Perencanaan ini sepertinya sudah matang mengingat Pemerintah Kabupaten Simalungun telah melayangkan permohonan kepada Presiden RI ‘SBY’ untuk

(21)

bersedia meresmikan Pusat Pemerintahan yang baru di Pematang Raya. Seluruh masyarakat Kabupaten Simalungun menyambut baik proses pemindahan ini, dengan catatan bahwa pelayanan pemerintah kepada masyarakat tentunya mempunyai KONSEP BARU:”Pelayanan Prima, Mengutamakan Kepentingan Masyarakat dan Bekerja Dengan Hati” sehingga mempu mengembalikan citra positif pemerintahan yang selama ini identik dengan “KKN”. Pemerintah juga diharapkan memiliki komitmen untuk membangun perekonomian khususnya di Ibukota Kabupaten yang baru. Memang, butuh pengorbanan yang tidak sedikit dalam proses pemindahan ini, terutama pegawai pemerintahan yang hampir mayoritas berdomisili di wilayah Pematang Siantar. Jarak Pematang Siantar ke Pematang Raya sekitar 30 km, sehingga butuh waktu 30-45 menit untuk sampai di Pematang Raya. Kondisi ini tentunya sangat mempengaruhi mobilitas pegawai yang bersangkutan sehingga secara langsung juga akan sangat mempengaruhi tingkat kehadiran pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Namun, tentunya dalam hal ini pemerintah daerah telah mempunyai pemikiran yang matang dalam membuat payung kebijakan sehingga proses pemerintahan dapat berjalan dengan baik (Jhonrido:2008).

Untuk melihat kinerja perekonomian suatu wilayah biasanyan digunakan indikator-indikator makro ekonomi, seperti peningkatan pendapatan masayarakat, peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan (Tarigan, 2004). Dalam konteks analisis input-output regional dan tampilan struktur ekonomi daerah, maka beberapa pengertian yang dianggap layak untuk dibahas dalam rangka menganalisis kinerja perekonomian suatu daerah ialah : (1) pertumbuhan ekonomi daerah atau regional, (2) pendapatan daerah berupa produk domestik regional

(22)

bruto (PDRB), (3) distribusi pendapatan, dan (4) Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika Simalungun tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2005, 2007, 2009, 2011-2015 menunjukkkan peningkatan seperti tabel 1.1

Tabel 1.1

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Simalungun tahun 2005, 2007, 2009, 2011-2015

Tahun IPM Peningkatan

2005 57.6 -

2007 59 1.4

2009 61.4 2.4

2011 69.03 -

2012 69.07 0.04

2013 70.28 1.21

2014 70.89 0.61

2015 71.24 0.35

Sumber: Badan Pusat Statistika Simalungun 2005 dan 2014

Dari tabel menunjukkan bahwa perubahan Indeks Pembanguan Manusia (IPM) Kabupaten Simalungun dari sebelum terjadinya relokasi pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dan setelah terjadinya relokasi yang dimulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. Dimana IPM meningkat setiap tahun nya dimulai dari tahun 2005 meningkat pada tahun 2007 sebesar 1,4 dan tahun 2009 meningkat sebesar 2,4 dan setelah terjadinya relokasi Pusat Pemarintah dari tahun 2009 dapat dilihat peningkatan di tahun 2012 sebesar 0,04 dan pada tahun 2013 meningkat sebesar 1,21 kemudian pada tahun 2014 meningkat dari tahun sebelum nya sebesar 0.61 dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 0.35. Hal ini dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun perubahan IPM sangat signifikan setelah terjadinya relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari Pematang Siantar ke Pematang Raya.

(23)

Selain dari perubahan IPM dapat juga dilihat perubahan infrastruktur dan pelayanan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat yang dilihat dari pelayanan publik pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan yang mana dilihat dari penambahan bangunan-bangunan sekolah dan layanan kesehatan serta infrastruktur yang semakin memadai akibat dari pindahnya Pusat pemerintah.Dilihat dari pembangunan beberapa unit sekolah dan renovasi sekolah serta pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang dilakukan pemerintah setelah pindahnya pusat Pemerintah Simalungun. Dari 345 desa yang ada di Kabupaten Simalungun hanya 145 desa yang memiliki Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) setelah pindahnya Pusat Pemerintah akan ditambah Poskesdes sebanyak 200 desa yang mana akan di bangun poskesdes sebanyak 50 desa setiap tahun nya untuk menyamaratakan tingkat kesehatan masyarakat Simalungun.

Dapat juga dilihat perubahan infrastruktur yang nyata dilihat dari perbaikan dan pelebaran jalan raya yang dilakukan pemerintah dari tahun 2008-2015 jalan tersebut sepanjang 27 km dari Sondi Raya Kecamatan Raya menuju Sindar Raya Kecamatan Raya Kahean. Dan penambahan sarana transportasi yang memadai untuk menyamaratakan pelayanan terhadap masyarakat Simalungun tanpa terkecuali dan adanya program pemotongan ongkos yang di tetapkan pemerintah sebelum nya apabila masyarakat menggunakan kendaraan yang di sediakan pemerintah, seperti: Bus Damri untuk meminimalisasiakan pengeluaran masyarakat Simalungun. Dan pengembangan prasarana daerah (physical infrastructure) saat ini memegang peran yang penting bagi tumbuhnya perekonomian maupun kesejahteraan masyarakat Kabupaten Simalungun.Bahkan, penyediaan prasarana di Kabupaten simalungun juga dapat menjadi indikator

(24)

apakah Kabupaten Simalungun cukup demokratis dalam memberikan pelayanan publik.

Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul :”Pengaruh Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Study kasus: Pematang Raya)”

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mempermudah peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini,atas dasar pemikiran yang di uraikan di latar belakang tersebut,yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana pengaruh relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun terhadap IPM (indeks pembangunan Masyarakat) di PematangRaya?

2. Bagaimana pelayanan publik pemerintah dan sarana/prasarana (Infrastruktur) terhadap kesejahteraan masyarakat di Pematang Raya?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat yang di pengaruhi perpindahan Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari Pematang Siantar ke Pematang Raya.

2. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat simalungun yang dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia yang meliputi : Pendidikan, Kesehatan,Daya beli masyarakat.

3. Untuk mengetahui bagaimana pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dan sarana/prasarana yang tersedia untuk meningkatkan kesejahteraan setelah dilakukannya relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun.

(25)

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

a) Untuk Program Study Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, akan menambah penelitian mengenai relokasi pusat pemeritah terhadap kesejahteraan.

b) Untuk pemerintah kabupaten simalungun,hasil penelitian dapat di harapkan dapat memberikan masukan untuk mengubah paradigma pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

c) Bagi masyarakat umum di harapkan dengan adanya penelitian ini membantu masyarakat kabupaten simalungun untuk mengetahui eksitensi kesejahteraan masyarakat terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat.

d) Bagi penulis diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan dan dapat mendorong penulis untuk lebih giat berusaha dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga semakin terdorong untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang ilmu ekonomi.

(26)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Lokasi

Ilmu analisis dalam pola keruangan erat kaitannya dalam ilmu perencanaan wilayah dan kota. Analisis ini merupakan salah satu perangkat untuk perencana guna menentukan apakah pemilihan lokasi atas pembangunan yang dilakukan sudah tepat. Pengertian lokasi dijabarkan oleh teori Von Thunen, menurut beliau bahwa lokasi sebagai variabel terkait yang dipengaruhi oleh variabel bebasnya seperti urban growth, perekonomian, politik, bahkan budaya masyarakat (gaya hidup). Teori ini dilandasi oleh pengamatannya terhadap daerah tempat tinggal yang merupakan lahan pertanian.

Menurut Isard (1956) masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang dihadapkan pada situasi ketidakpastian yang berbeda-beda.Isard (1956) menekankan pada faktor-faktor jarak, aksesibilitas dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan lokasi.

Menurut Richardson (1969) mengemukakan bahwa aktivitas ekonomi atau perusahaan cendrung untuk beralokasi pada pusat kegiatan sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam keputusan yang diambil guna maminimumkan resiko.Dalam hal ini, baik kenyamanan (amenity) maupun keuntungan aglomerasi merupakan faktor penentu lokasi penting, yang menjadi daya tarik lokasi karena aglomerasi bagaimanapun juga menghasilkan konsentrasi industri dan aktivitas lainnya.

(27)

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi.Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut.Model ini dapt digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal.

Morill (1982) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memepengaruhi lokasi adalah: a) spasial atau geografis, yang berkaitan dengan karakteristik seperti ruang,jarak, aksesibilitas, ukuran, bentuk aglomerasi dan posisi relatif lokasi dalam keseluruhan. b) faktor-faktor lainnya yaitu ekonomi, pilitik, budaya sehingga saling berpengaruh antara faktor spasial dan aspasial.

Analisa William Alonso (1964) yang didasarkan pada konsep sewa ekonomi (economic rent)atau sewa lokasi (location rent)menyebutkan bahwa:

a) Kota hanya mempunyai satu pusat (one center/CBD)

b) Kota terletak pada daerah yang datar/daratan (Flat feature less plant)

c) Ongkos transportasi sesuai dengan jarak untuk ditempuh ke segala arah,biaya taranportasi menuju pusat kota meningkat apabila jaraknya makin jauh dari pusat kota. CBD dianggap sebagai daerahyang memepunyai derajat dan ketergantungan yang paling tinggi,makin kearah luar makin rendah derajad aksesibilitasnya.

d) Setiap jengkal lahan akan dijual kepada penawar tertinggi. hal ini berarti bahwa semua pihak mempunyai kesempatan sama untuk memperoleh lahan, tidak untuk memonopoli dalam “land market” baik ditinjau dari pembeli maupun penjual. Disamping itu tidak ada campur tangan pemerintah (Government intervention) dalam ekonomo pasar, tidak ada

(28)

pembatasan-pembatasan dengan “land use zoning” atau standar polusi lingkungan dan jenisnya “free market competition” berjalan baik.

2.2 Perpindahan Ibukota Kabupaten

Perpindahan ibukota kabupaten bukan sekedar persoalan pusat pemerintah, namun hal ini merupakan persoalan yang sangat mendasar, yakni perubahan paradigma lama ibukota kabupaten sebagai pusat seluruh aktivitas pemerintah keparadigma bahwa ibukota kabupaten direncanakan sedemikian rupa untuk menjadi pusat pelayanan. Dari sisi nasional,hal ini sekaligus mengharapkan mampu mengatasi ketimpangan pembangunan dengan merencanakan pembangunan yang merata dan seimbang (purba, 2006: 33).

Dari tujuan pemindahan ibukota kabupaten dapat dijelaskan bahwa hubungan didalam kota, atau antara kota dengan daerah sekitarnya, dapat dipilih dari segi sosial ekonomi dan dari segi fisik. Kedua hal tersebut saling berhubungan dan saling berpengaruh.

Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah diluar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya atau daerah dibelakangnya. sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninya pun relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil. Guna mengetahui kekuatan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah dijelaskan Christaller melalui sebuah teori yang kemudian dikenal dengan Central Place Teory. Teori ini menjelaskan peran sebuah kota atau pusat pelayanan, baik pelayanan barang maupun jasa bagi wilayah sekitarnya (tributary area) (Hagett 2001:176).

(29)

Menurut chirstaller dalam bukunya Hagett, ”sebuah pusat pelayanan harus mempu menyediakan barang dan jasa dari penduduk didaerah sekitarnya.” Lebih lanjut disebut bahwa “dua buah pusat permukiman yang mempunyai jumlah penduduk yang persis sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama.

Istilah keputusan (centrality) digunakan untuk mengambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat terpusat (central place).

Ibukota kabupaten merupakan suatu perwilayahan pusat atau sentaral pengendalian pembangunan yang akan mendorong terjadinya pertumbuhan secara seimbang antar kota dengan desa atau antara desa dengan desa yang bersinergis, dan merupakan wilayah pusat berkeseimbangan regional (regional belance) yaitu daya dukung suatu potensi wilayah tergantung kepada keseimbangan penyebaran penduduk yang memperoleh peluang yang sama terhadap demografi ekonomi sosial dan lingkungan untuk mewujudkan seluruh potensi yang dimilki dapat menghasilkan suatu jaminan dan keadilan kesejahteraan masyarakat.

Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah memberikan wewenang yang luas dan nyata kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintah.Terkait dengan hal tersebut dalam menentukan ibukota sebagai pusat pemerintah harus dilakukan suatu penilaian yang objektif yang didasarkan pada kriteria-kriteria untuk memeperhatikan aspirasi masyarakat. Kriteria-kriteria yang perlu mendapat penilaian dalam menentukan calon ibukota tersebut antara lain adalah aspek tata ruang,aksesibilitas keadaan fisik, kependudukan dan ketersediaan fasilitas untuk membangun menuju kesejahteraan masyarakat (Apri,2011).

(30)

2.3 Pembangunan Menuju Kesejahteraan Masyarakat

Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik kesejahteraan yang bersifat absolut yang dinikmati oleh setiap individu dan kelompok masyarakat, maupun kesejahteraan yang bersifat relatif dalam arti pemerataan kesejahteraan atau keadilan.Secara teoritis, kesejahteraan absolut dapat dipercepat melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui efisiensi sebagaimana kaidah pareto- optimal.Sementara itu, kesejahteraan relatif atau keadilan dapat diakselerasi melalui pendistribusian pendapatan yang lebih merata.

Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah, sebagai akselerator proses pembangunan tersebut, baik kebijakan bersifat langsung dalam bidang ekonomi, maupun kebijakan yang bersifat tidak langsung dalam bidang lainnya seperti bidang pemerintahan dan politik. Salah satu upaya mempercepat proses pencapaian tujuan pembangunan tersebut dalam bidang pemerintahan dan politik adalah kebijakan pembagian kewenangan penyelenggaraan pembangunan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang lazim disebut sebagai kebijakan sentralisasi dan atau desentralisasi.

Kebijakan sentralisasi lebih menekankan pada peningkatan kesejahteraan absolut.Sedangkan kebijakan desentralisasi lebih memprioritaskan dimensi keadilan atau kesejahteraan relatif (Sobandi, 2004).

Dalam konteks ini, kebijakan desentralisasi bertujuan agar semua potensi yang dimiliki oleh daerah dapat bergerak dan dimanfaatkan menjadi suatu sinergi yang dinamis dalam memberdayakan ekonomi masyarakat di daerah, sehingga tujuan peningkatan kesejahteraan absolut dan kesejahteraan relative dapat segera

(31)

diwujudkan. Atas dasar hal tersebut, maka dari sudut pandang ekonomi, otonomi daerah harus benar-benar diarahkan pada optimalisasi manfaat yang akan diterima oleh masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Jika otonomi tidakdilaksanakan dengan pertimbangan-pertimbangan tadi, atau rendahnya komitment serta kesiapan daerah dalam melaksanakan otonomi tersebut, bukannya akan menimbulkan efek positif dalam pemberdayaan ekonomi daerah, malah justru mengancam kondisi erekonomian secara keseluruhan.

Beberapa sumber kebocoran ekonomi tatkala otonomi daerah dilaksanakan tidak sungguh-sungguh atau kesiapan daerah dan pusat tidak memadai, dapat diidentifikasi antara lain dalam Prud’ Homme (1995) yaitu : Pertama, makin tingginya disparitas antar daerah. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa potensi dan kemampuan setiap daerah berbeda-beda, terutama dalam pemilikan sumber daya.Sementara itu, desentralisasi berarti memberikan kewenangan luas kepada daerah dalam mengurusi aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi.Daerah bebas dalam mengelola sumber daya, menerapkan kebijakan fiskal (memungut pajak, retribusi, dan melakukan belanja), serta menentukan arah pembangunan ekonominya demi kesejahteraan rakyat dalam daerah yang bersangkutan.Akibatnya, karena potensi dan kemampuan daerah berbeda-beda, maka disparitas antar daerah semakin tinggi. Daerah yang kaya dan memiliki struktur yang lebih seimbang akan melaju cepat, sedangkan daerah yang miskin akan ketinggalan. Kedua, inefisiensi produksi dan alokasi sebagai akibat desentralisasi murni disebabkan karena daerah akan memaksakan diri dalam suatu komoditas tertentu meskipun secara ekonomis tidak terlalu menguntungkan.

Selain itu, terdapat kemungkinan suatu komoditas hanya akan efisien jika

(32)

diproduksi dalam skala besar, tetapi karena daerah memaksakan diri untuk memproduksinya, maka akan banyak perusahaan sejenis dalam skala yang relatif kecil. Masih dalam konteks pemaksaan diri dalam memproduksi suatu komoditas, maka secara nasional dapat dinilai juga sebagai inefisiensi dalam alokasi sumber daya.Selain itu kesehjahteraan masayarakat dilihat dari tingkat Indeks Pembangunan (IPM) dimana dilihat melalui indikator pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakatnya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapainan pembangunan manusia di suatu daerah sebagai dampak dari kegiatan pembangunan yang di lakukan di daerah tersebut.perkembangan angka IPM memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia di suatu daerah.

2.4 Pengertian dan Komponen Indeks Pembangunan Manusia

Secara khusus Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah mengukur capaian pembangunan manusia dengan berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan ke empat komponen yaitu Angka Harapan Hidup merupakan dimensi pembangunan bidang kesehatan seperti Angka Melek Huruf dan Rata-rata lama sekolah merupakan dimensi pembangunan bidang pendidikan ; dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan capaian dimensi pembangunan manusia untuk hidup layak.

(33)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge),dan standar hidup layak (decent living).

Secara umum metode perhitungan IPM yang disajikan dalam publikasi ini sesuai dengan metde yang digunakan The United Nations Development Programme (UNDP) dalam perhitungan HDI, dengan komponen sebagai berikut:

2.4.1 Angka Harapan Hidup

Usia hidup diukur dengan angka harapan idup waktu lahir (life expectancy at birth) yang biasa dinotasikan e0. Karena indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi yang baike0 dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live-births) dan rata-rata anak yang masih hidup (still living) perwanita uasia 15- 49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Perhitungan e0 dilakukan dengan menggunakan sofwer mortpak life.Angka e0 yang diperoleh dengan metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei.

2.4.2 Tingkat Pendidikan atau Pengetahuan

seperti halnya UNDP, kompenen IPM pembangunan diukur dengan dua indikator yaitu angka melek huruf (literacy rate) penduduk 15 tahun keatas dan rata-rata lama sekolah (mean-year of schooling).Sebagai catatan, UNDP dalam publis tahunan HDI sejak 1995 menganti rata-rata lama sekolah dengan partisipasi sekolah dasar, menegah, dan tinggi karena alasan kesulitan memperoleh datanya sekalipun diakui bahwa indikator dampak. Angka melek huruf diolah dari varibel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung

(34)

menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

2.4.3 Standar Hidup Layak

Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita rill yang telah disesuaikan (adjuisted real GDP per kapita) sebagai indikator standar hidup layak. Penulisan ini menggunakan indikator ”rata-rata pengeluaran per kapita rill yang disesuaikan” (adjusted real per capital expenditure). Sumber data yang digunakan adalah Susenas yakni survei sosial ekonomi nasional.

2.5 Perhitungan IPM

2.5.1 Tahap Perhitungan IPM

Sebelum perhitungan IPM dilakukan,terlebih dahulu setiap kompenen harus dihitung indeksnya dengan tahapan sebagai berikut:

1. Tahapan pertama perhitungan IPM

Adalah menghitung indeks masing-masing kompenen IPM (e0,pengetahuan dan standar hidup layak) dengan hubungan matematis sebagai berikut:

Indeks Xi = (Xi –Xmin) / (Xmaks –Xmin)

Xi = Indikator index komponen pembangunan manusia ke-I (i = 1,2,3) Xmin = Nilai minimum Xi

Xmaks = Nilai maksimum Xi

Persamaan diatas akan menghasilkan nilai 0 ≤ Xi ≤ 1,untuk mempermudah cara membaca skala dinyatakan dalam 100 % sehingga interval nilai menjadi 0 ≤ Xi ≤ 100.

2. Tahapan keduan perhitungan IPM

(35)

Adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi

dengan hubungan matematis:

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) = 1/3 Xi

= 1/3{X(1) + X(2) + X(3) Dimana:

X(1) = Indeks Angka Harapan Hidup

X(2) = 2/3 ( Indeks Melek Huruf) + 1/3 ( Indeks Rata-rata Sekolah) X(3) = Indeks Konsumsi per kapita yang disesuaikan.

Tabel 1.1

Nilai Maksimal dan Minimum Indikator Kompenen IPM Indikator Nilai

maksimum

Nilai minimum

Catatan

(1) (2) (3) (4)

Angka harapan

hidup 85 25

Sesuai standar global (UNDP)

Angka Melek

Huruf 100 0

Sesuai standar global (UNDP)

Rata-rata lama

sekolah 15 0

Sesuai standar global (UNDP)

Komposisi

perkapita yang disesuaikan

(000)

732.720 360.000

UNDP menggunakan GDP perkapita riil yang disesuaikan

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Simalungun 2014 2.5.2 Penentuan Status IPM

Untuk melihat perkembangan tingkat status IPM di kabupaten /kota, dibedakan 4 kriteria dimana status menengah dipecah menjadi dua seperti di bawah ini:

1. Rendahnya dengan nilai IPM kurang dari 50

2. Menengah bawah dengan nilai IPM berada diantara 50 sampai kurang dari 66

3. Menengah atas dengan nilai IPM berada antara 66 sampai kurang dari 80 4. Tinggi,dengan nilai IPM lebih besar atau sama dengan 80

(36)

Sedangkan lebih terurai dijelaskan tentang pembagian satatus Indeks Pembangunan Manusia seperti tergambar dibawah ini:

Tabel 1.2

Status Indeks Pembangunan Manusia BPS Simalungun 2014

WARNA IPM STATUS IPM

coklat 100 tinggi

merah 80 Menegah Atas

orange 66 Menengah bawah

kuning 50 Rendah

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Simalungun 2014

Jika status pembangunan manusia masi berada pada kriteria rendah, hal ini berarti pembangunan manusia pada daerah tersebut masih memerlukan perhatian khusus untuk mengejar ketinggalannya.Begitu juga jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria menengah, hal ini berarti pembangunan manusia masih perlu ditingkatkan.

Jika daerah tersebut mempunyai status pembangunan manusia kriteria tinggi,hal ini berarti pembangunan manusia daerah tersebut sudah baik/optimal, maka perlu dipertahankan supaya kualitas sumber daya manusia tersebut meningkatkan produktivitasnya.

2.5.3 Indeks Kelangsungan Hidup

Dalam draf rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) daerah kabupaten Simalungun tahun 2010-1015, dimana Pemerintah Kabupaten Simalungun menetapkan program pembangunan melalui visi dan misi, dengan salah satu programnya pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan, yakni pengembangan SDM sebagai basis dari kemampuan

(37)

produksi masyarakat agar diarahkan untuk menghasilkan SDM yang memiliki kompetisi yang tinggi tanpa diskriminasi dan berpersepektif gender.

Kualitas sumber daya manusia secara keseluruhan dapat diketahui dari aspek derajat kesehatan masyarakat yang secara implisit diperhatikan oleh angka harapan hidup. Angka harapan hiup yangmenjadi indeks kelangsungan hidup adalah cerminan kwantitas dan kwalitas manusia dari sistem pelayanan kesehatan yang diperoleh oleh masyarakat. Artinya usia harapan hidup secara implisit adalah sebagai salah suatu bentuk akhir dari hasil upaya (out come) dari pada peningkatan taraf kesehatan secara makro.

Kebijakan atau program pemerintah dalam meningkatkan derajad kesehatan adalah selain mendekatkan pelayanan kesehatan dengan masyarakat adalah juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membiasakan diri untuk hidup sehat, sehingga semakin tinggi angka harapan hidup suatu wilayah akan memberi arti bahwa derajat kesehatan masyarakat wilayah tersebut secara makro semakin tinggi.

Variabel yang digunakan untuk menghitung IPM tentang Angka harapan hidup adalah indeks kelangsungan hidup, yakni: Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang mungkin akan dicapai oleh sekelompok penduduk, dimana angka harapan hidup atau e0 hitung dengan menggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup.

2.5.4 Indeks Daya Beli

(38)

Kemampuan daya beli merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal.Indeks daya beli masyarakat erat kaitannya dengan pendpatan/penghasilan rumah tangga dan kerap digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan penduduk untuk mencapai standar hidup layak.Indikator ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan atau SDM.

Dengan tingkat pendapatan/penghasilan penduduk tersebut tentu saja menjadi gambaran sejauh mana daya beli masyarakat pada suatu wilayah untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Secara umum daya beli masyarakat yang hidupnya tergantung pada sektor pertanian khususnya tanaman pangan akan lebih rendah dibandingkan daya beli masyarakat yang menggantungkan pendapatannya pada sektor industri maupun sektor jasa-jasa. Kemampuan daya beli penduduk biasanya diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan.Dalam menghitung Indeks daya beli digunakan pendekatan pengeluaran perkapita yang disesuaikan dengan harga berbagai komoditas kebutuhan penduduk dimasing-masing wilayah, penyesuaian ini diperlukan untuk menstandarkan tingkat harga dimasing-masing daerah.

Tingkat pendapatan disuatu daerah belum tentu menunjukkan daya beli yang sama terhadap barang dan jasa dikarenakan tingkat harga disetipa daerah itu berbeda. Oleh sebab itu pengeluaran perkapita ini terlebih dahulu disesuaikan agar dapat mengukur tingkat daya beli yang nyata.Inflasi yang terjadi setiap tahunnya dengan besaran yang berbeda antar wilayah tertentu saja sangat berpengaruh dengan daya beli masyarakat.Inflasi yang tinggi terhadap komoditas pengeluaran masyarakat tanpa diimbangi dengan inflasi pendapatan ataupun penghasilan

(39)

masyarakat akan secara otomatis menurunkna daya beli masyarakat dan menjadi pemicu peningkatan jumlah penduduk miskin.

2.6 Pelayanan Publik

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan,bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Masyarakat setiap waktu akan selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrasi, meskipun tuntutan itu seringkali tidak sesuai dengan apa yang akan diharapkan, karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih menampilkan ciri-ciri yang berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan. Kecendrungan seperti ini terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang ”melayani” bukan yang “dilayani. Oleh karena itu pada dasarnya dibutuhkan suatu perubahan dalam bidang pelayanan publik dengan mengembalikandan mendudukan pelayanan dan dilayani peda pengertian yang sesungguhnya.Pelayanan yang seharusnya ditunjukkan pada masyarakat umum kadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap Negara, meskipun negara berdiri sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendiriknnya.Artinya birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Beberapa pengertian yang berhubungan dengan Pelayanan dan Pelayanan Publik yang di kutip dari para ahli dan pemerintah yang diurakan sebagai berikut:

a. American marketing association,seperti yang dikutip oleh Donal W Cowell, menyatakan bahwa: ”Pelayanan pada dasarnya adalah merupakan kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak lain dan pada hakekatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan

(40)

sesuatu,proses produksinya mungkin dan mungkin tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik”.

b. M.A Imanto mengatakan bahwa siklus pelayanan adalah “sebuah rangkaian peristiwa yang dilalui pelanggan sewaktu menikmati atau menerima layanan yang diberikan.dikatakan bahwa siklus layanan dimulai pada saat konsumen mengadakan kontak pertama kali dengan service delivery system (sistem pemberi layanan) dan dilanjutkan dengan kontak- kontak berikutnya sampai dengan selesai jasa tersebut selesai diberikan”.

2.6.1 Konsep dan Pengertian Pelayanan Publik

1. Pelayanan umum menurut Lembaga Administrasi Negara diartikan

“segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah dan dilingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/atau jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturanan Perundang-undangan”.

2. Pengertian pelayanan Publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 adalah “segala sesuatu kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan Pelayanan Publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan”.

3. Menurut Lay sebagaimana dikemukanan Oleh Ratminto dan Atik septi Wanarsih dalam ilmu pilitik dan administrasi publik, ”pelayanan umum dan mendefinisikan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal

(41)

tercipta kepuasan dan keberhasilan setiap pelayanan menghasilkan produk, baik berupa barang ataupun jasa”.

4. Dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayana Publik terdapat pengertian pelayanan publik merupakan “kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan layanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang dan jas dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik”.

Penyelenggaraan pelayanan publik atau penyelenggaraan merupakan setiap institusi penyelenggaraan negara,korparasi lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Atasan satuan kerja penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik, Organisasi penyelenggara pelayanan publik atau Organisasi penyelenggara merupakan satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada dilingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Artinya ketika suatu wilayah ataupun daerah yang kemudian memiliki suatu perencanaan untuk bagaimana memindahkan pusat wilayahnya adalah sangat mungkin terkait dari pada selain sulitnya pendistribusian pelayanan mungkin salah satu faktornya adalah jangkauan dari pada pusat pelayanan dalam

(42)

artian pemerintah pusat ke pemerintahan daerahnya sangat jauh ini terkait dengan masalah jarak jangkauan pelayanan yang sangat sulit untuk ditempuh.

Ada suatu penafsiran bahwasanya Jangkauan pelayanan suatu pusat dikenal sebagai range of a good. Jangkauannya (range) digambarkan sebagai area pasar (luas jangkauan area yang dilayani) dari satu jenis barang dagangan. Atau dapat juga dianalogikan sebagai asal konsumen, yang diukur dari jarak tempat tinggal konsumen menuju ke pusat pelayanan.Jangkauan pelayanan bagian dalam (inner range of the good) adalah perwujudan secara spasial dari konsep ambang batas, yang bukan merupakan konsep spasial.Ini merupakan bentuk wilayah belakang (hinterland) atau area pelayanan yang dibutuhkan untuk memenuhi ambang batas.), sedangkan jangkauan pelayanan bagian luar ada juga yang ideal, yang kemudian dikenal sebagai ideal outer range of the good.Ini merupakan areal perluasan paling luar, yang tidak mendapatkan pelayanan dari pusat manapun.Penduduk di area ini tidak dapat dilayani karena biaya untuk menuju ke pusat pelayanan terlalu tinggi.Area ini mewujudkan adanya keterbatasan geografi dan ekonomi bagi suatu pusat pelayanan.Guna memenuhi kebutuhan, penduduk menciptakan penggantinya, atau hidup dengan tidak bergantung pada barang yang tidak mampu mereka produksi sendiri.

Maka kemudian bila kita lihat jangkauan luarlah yang lebih baik hal ini, karena perkembangan teknologi, dapat di interpretasikan oleh daerah pusat, maka area ini menjadi real outer range of the good.Jangkauan pelayanan bagian luar yang nyata (real outer range of the good) adalah perluasan area dari jangkauan pelayanan bagian dalam, yang bisa dilayani tidak hanya oleh satu pusat pelayanan.Bila pusat pelayanan tidak mendapatkan pesaing guna melayani ideal

(43)

outer range of the good, maka pusat pelayanan tersebut mendapatkan ideal outer range sepenuhnya menjadi bagian dari real outer range of the good.Namun bila terdapat pesaing, maka ideal outer range dilayani secara bersama sehingga real outer range mengecil. Artinya apa?Bahwasanya pada pemenuhan kebutuhan penduduk membentuk hirarkhi pelayanan, dengan sebuah pusat utama yang didukung oleh beberapa pusat pelayanan dengan skala yang lebih rendah (Fata, 2010).

2.7 Infrastruktur

Definisi infrastruktur menurut Kamus Besar Ekonomi (Winarno dan Ismaya dalam Bulohlabna, 2008) adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya proses usaha, pengembangan proyek dan sebagainya, seperti jalan raya, rel kereta api, rumah sakit, gedung sekolah, dan sebagainya. Infrastruktur menurut World Bank terbagi menjadi tiga penggolongan, yaitu :

1. Infrastruktur ekonomi, meliputi publik utilities (telekomunikasi, air bersih,sanitasi, gas), publik work (jalan, bendungan, irigasi, drainase), dan sektor transportasi (jalan raya, rel kereta api, pelabuhan, lapangan terbang).

2. Infrastruktur sosial, merupakan infrastruktur yang mengarah kepadapembangunan manusia dan lingkungannya seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan rekreasi.

3. Infrastruktur administrasi, merupakan infrastruktur dalam bentuk penegakan hukum, kontrol administrasi, dan koordinasi.

(44)

Infrastruktur pendidikan merupakan suatu persyaratan untuk tahap selanjutnya dari pembangunan ekonomi.Menurut Harbison dalam Bulohlabna (2008), sumber daya manusia merupakan basis utama bagi kesejahteraan suatu negara. Modal dan sumber daya alam hanyalah faktor produksi yang pasif sedangkan manusia merupakan agen yang aktif, yang dapat mengakumulasi modal, mengeksploitasi sumber daya alam, serta membangun kehidupan sosial,ekonomi dan politik serta membawa kemajuan bagi pembangunan nasional (Todaro, 1998).

2.7 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang digunakan peneliti untuk menjadi pedoman skripsi ini adalah:

Zulfan (2008),menulis tesis yang berjudul “Dampak Pengembangan Kawasan Pelabuhan Kuala Langsa Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar.”mengemukakan bahwa hubungan antara pengembangan kawasan terhadap kesejahteraan masyarakat di Kuala Langsa.Dari penelitian ini secara statistik dilihat bahwa adanya pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat setempat,sarana transportasi dan sarana infrastruktur yang semakin memadai setelah adanya pengembangan kawasan pelabuhan Kuala Langsa.

Ambarita (2010),menulis tesis yang berjudul ”Dampak Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya”.Mengemukakan bahwa hubungan relokasi pusat pemerintah terhadap pengembangan wilayah yang dilihat dari hasil penelitian melalui uji yang dilakukan adanya pengaruh yang signifikan terhadap pengembangan wilayah yang mana dilihat dari tingkat keterjangkauan pelayanan (affrodability) kecukupan

(45)

pelayanan (recoverability),dan kesesuaian pelayanan (replicability) sebelum dan sesudah tejadinya relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun.

Apri S (2011),menulis skripsi yang berjudul “Eksistensi Pelayanan Publik Bidang Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Simalugun Pasca Perpindahan Ibukota Kabupaten Simalungun dari Pematang Siantar Ke Pematang Raya”mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara eksistensi pelayanan publik dibidang pendidikan dan kesehatan di kabupaten simalungun.Dari penelitian ini disimpulkan bahwa adanya pengaruh perpindahan Ibukota Kabupaten Simalungun terhadap eksistensi pelayanan publik dibidang pendidikan kesehatan di pematang raya dilihat dari segi pelayanan yang semakin baik yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat setempat.

2.9 Kerangka konseptual

Dari teori yang dikemukakan diatas maka penulis mengkonsep bagaimana struktur kerangka konseptual untuk melihat pengaruh Relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi kasus:

Pematang raya).

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

IPM Pelayanan Publik Infrastruktur

Kesejahteraan Masyarakat Relokasi pusat pemerintah

Kab.Simalungun

(46)

Dari kerangka konseptual diatas peneliti ingin melihat seberapa pengaruh relokasi Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun terhadap Kesejahteraan Masyarakat yang di ukur dari tingkat IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Pelayanan publik, dan Infastruktur.

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Hal ini dikarenakan penelitian bertujuan memperoleh data yang akurat dan mengungkapkan kebenaran secara sistematis.Menurut suerjono soekanto, maksud dan tujuan dari suatu penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang di dasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari atau mengenalisa. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala- gejala yang bersangkutan (soekanto,1991:89).

Melalui proses penelitian tersebut dilakukan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. Penelitian lahir karena adanya sifat keingintahuan seseorang terhadap permasalahan kehidupan manusia yang memerlukan pemecahan.Permasalahan itu sendiri dapat dipecahkan melalui penggalian data atau informasi yang menunjang.Dari sinilah muncul teori-teori yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang serupa.

Penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan data guna mendapatkan jawaban dan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.Suatu penelitian dimulai apabila seseorang telah berusaha memecahkan suatu masalah secara sistematis dengan metode-metode dan tehnik-tehnik tertentu.Penelitian menggunakan suatu metodologi penelitian agar penelitian dapat berjalan lebih rinci, terarah, dan sistematis sehingga data yang diperoleh dalam penelitian ini

(48)

dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan tidak menyimpang dari pokok- pokok masalah yang telah dirumuskan.

3.1 Jenis penelitian

Metode yang dilakukan untuk menolah dan menganalisis penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Deskriptif adalah melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu, metode deskriptif bertujuan untuk:

1) Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada,

2) Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku

3) Membuat perbandingan atau evaluasi,

4) Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang(hasan 2002:22).

Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat untuk melihat seberapa besar tingkat kesejahteraan sebelum dan sesudah terjadinya relokasi pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun terkhusus masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pematang Raya. Dan faktor-faktor apa saja yang menpengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat nya. Tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari pelayanan pemetintah terhadap masyarakat dilihat dari segi IPM yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli masayarakatnya.

(49)

3.2 Defenisi Konsep

Kejelasan tentang apa yang hendak diteliti sangat penting,sedang apa yang hendak diteliti telah ditetapkan dalam bentuk variabel-variabel penelitian.

Kejelasan dan bentuk variabel-variabel juga sangat penting, karena variabel- variabel tersebut nantinya akan dijadikan konsep yang kemudian akan dicari rujukan teorinya (Hamidi 2007:53).

Adapun konsep penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perpindahan Pusat Pemerintah Kabupaten Simalungun dari Pematang Siantar ke Pematang Raya terhadap Kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat yang berada di Pematang Raya yang dilihat dari tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari segi pendidikan,kesehatan masayarakat, daya beli masyarakat dan aspek moralitas (iman dan ketaqwaan).

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian tersebut dilaksanakan.Tujuan ditetapkan lokasi penelitian agar diketahui dengan jelas objek penelitian.Dalam penelitian ini penulis menetapkan beberapa lokasi penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diambil penulis.Lokasi penelitian yang diambil penulis yaitu di Kabupaten simalungun yang tepat nya di Kecamatan Pematang Raya.

3.4 Teknik Pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang

(50)

bersangkutan yang memerlukan.Data primer disebut juga data asli atau data baru.

Data primer dapat diperoleh dengan cara:

1) Wawancara (interview)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden,dan jawaban- jawaban responden dicatat atau direkam.

2) Pengamatan (Observasi)

Observasi adalah pemilihan,pengubahan,pencatatan dan pengodean serangkaian prilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme in situ,sesuai dengan tujuan-tujuan empiris (hasan 2002:86).

3.5 Populasi dan Sampel a) Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (hasan 2002:58). Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah seluruh masyarakat kabupaten Simalungun khusus Kecamatan Pematang Raya yang dilihat dari kesejahteraannya akibat dari perpindahan pusat pemerintah Kabupaten Simalungun. Dari penelitian ini, yang menjadi populasinya adalah kecamatan Raya yang jumlah penduduk Raya berdsarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010 adalah sebanyak 30.875 jiwa dimana laki-laki sebanyak 15.558 jiwa dan perempuan 15.318 jiwa.Jumlah penduduk terbesar terdapat di kelurahan pematang raya yaitu 6.571 jiwa (data simalungun, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Prarancangan Pabrik Precipitated Silica Proses Asidifkasi Larutan Alkali Silikat. Kapasitas 40.000

Identitas leksikal bentuk yang dihasilkan dari proses istiqaq tidak sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya atau dengan kata lain kelompok derivasi adalah

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang perjudul Peran Lembaga Agama dan Perubahan Nilai Religiusitas

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara konflik fungsional dengan produktivitas kerja pada karyawan bagian produksi PT DEIN PRIMA GENERATOR.. Kata Kunci

menguasai keilmuan dalam bidang bahasa Inggris dan strategi pembelajaran bahasa Inggris sehingga mampu mengelola pembelajaran bahasa Inggris secara menarik

gap dilakukan dengan melakukan perbandingan proses bisnis As Is apakah dapat diakomodasi oleh proses bisnis SAP ERP sehingga akan ditetapkan keputusan yaitu

Berdasarkan kondisi, tuntutan untuk lebih berfungsinya kegiatan audit adalah suatu keharusan dan dapat diantisipasi dengan melakukan pemeriksaan terhadap prosedur kegiatan atau

Aturan adat pemilihan pasangan pada masyarakat Batak merupakan sesuatu yang unik yang mana merupakan pembatasan bagi masyarakat Batak dalam memilih pasangan ( romantic relationship