IDENTIFIKASI FORMALIN YANG TERDAPAT PADA BAKSO DAGING SAPI
TUGAS AKHIR
APRIELLA HASANAH MALAU 162401001
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
IDENTIFIKASI FORMALIN YANG TERDAPAT PADA BAKSO DAGING SAPI
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya
APRIELLA HASANAH MALAU 162401001
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
ii
PERNYATAAN
IDENTIFIKASI FORMALIN YANG TERDAPAT PADA BAKSO DAGING SAPI
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 22 Mei 2019
APRIELLA HASANAH MALAU 162401001
PENGHARGAAN
Salam sejahtera,
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesehatan dan rahmat yang berlimpah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
Karya Ilmiah ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma 3 Kimia Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Adapun judul Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN MEDAN dengan judul “IDENTIFIKASI FORMALIN YANG TERDAPAT PADA BAKSO DAGING SAPI”.
Dalam penyusunan Karya Ilmiah ini penulis banyak menemukan kendala.
Namun berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi berbagai kendala tersebut dengan baik. Atas berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Minto Supeno, MS dan Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi D3 Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
iv 4. Bapak Dr Adil Ginting MSc selaku Dosen Pembimbing yang telah tulus memberikan bimbingan serta masukan yang sangat bermanfaat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
5. Ibu Vivi Yanita Elizabeth S.Farm.,Apt selaku Koordinator Laboratorium Pangan dan Seluruh pihak di BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN yang telah bersedia memberikan fasilitas dan ilmu yang berharga bagi penulis.
6. Seluruh staf pengajar Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Khususnya jurusan kimia yang telah mendidik penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Keluarga tercinta Ayahanda Sulaiman Malau dan Ibunda Eti Khairani yang telah memberikan Doa, motivasi dan dukungan moril maupun materil dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
8. Seluruh teman-teman D3 Kimia terkhusus buat partner PKL yang selalu ada buat penulis disaat suka maupun duka.
Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan dan kesalahan Karya Ilmiah ini karena keterbatasan kemampuan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan dan penyelesaian Karya Ilmiah ini.
Medan, 22 Mei 2019 Penulis,
Apriella Hasanah Malau
162401001
IDENTIFIKASI FORMALIN YANG TERDAPAT PADA BAKSO DAGING SAPI
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian Identifikasi Formalin Yang Terdapat pada Bakso Daging Sapi di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan .Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa ada atau tidaknya kandungan formalin yang terdapat pada bakso yang beredar di 3 Pasar di kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Tiga sampel bakso yang diidentifikasi didapatkan dari pedagang bakso yang memiliki warung menetap di tiga pasar yang terdapat di Kota Medan.
Pemeriksaan kualitatif dilakukan dengan Identifikasi formalin pada bakso dapat diuji secara kualitatif dengan menggunakan asam kromatropat 0,5% dalam asam sulfat 60%. Sampel terlebih dahulu diasamkan dengan larutan asam dengan larutan asam fosfat 10%, kemudian didetilasi. Destilasi yang digunakan pada pengujian ini yaitu detilasi sederhana. Hasil yang diperoleh adalah bakso tersebut negatif mengandung formalin.
Dengan demikian tidak terdapat kandungan formalin pada bakso yang beredar di tiga pasar kota Medan dan bakso tersebut dinyatakan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Kata kunci :Asam Kromatropat,Asam Sulfat,Destilasi,Formalin
vi AVAILABLE FORMALINE IDENTIFICATION
ON BAKSO BEEF
ABSTRACT
A research on Formaline Identification that is Found in Beef Meatballs has been conducted at the Center for Drug and Food Control. The purpose of this study is to examine the presence or absence of formaline content found in meatballs circulating in 3 markets in the city of Medan. The research method used is a qualitative method.
Three identified meatball samples were obtained from meatball traders who had stalls settled in three markets located in Medan City. Qualitative examination was carried out by identifying formaline in meatballs can be tested qualitatively using 0.5% chromatropic acid in 60% sulfuric acid. The sample is first acidified with an acid solution with a 10% phosphoric acid solution, then distilled. The distillation used in this test is simple detillation. The results obtained were negative meatballs containing formaline.
Thus there is no formaline content in meatballs circulating in the three markets of Medan city and the meatballs are declared safe for consumption by the community.
Keywords: Chromatropic Acid, Sulfuric Acid, Distillation, Formaline
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR SINGKATAN xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pangan 4
2.2 Bahan Tambahan pangan 5
2.2.1. Pengertian dan Tujuan Penggunaan 5
2.2.2. Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan 6
2.3 Bahan Pengawet 8
2.3.1. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet 12
viii
2.4 Formalin 12
2.4.1. Pengertian Formalin 12
2.4.2. Sifat Formalin 13
2.4.3. Fungsi Formalin 14 2.4.4. Penggunaan Formalin 14 2.4.5. Ciri-Ciri Makanan yang Mengandung Formalin 14 2.4.6. Dampak Formalin Bagi Kesehatan 15
2.5 Cara Menyimpan Formalin 17
2.6. Destilasi 18
2.7 Uji Kualitatif Formalin dengan Asam Kromatropat 18
2.8. Bakso 18
2.8.1 Sejarah Bakso 18 2.8.2. Definisi Bakso 19
2.8.3. Tahap Pemilihan Bahan 20
2.8.4. Bahan Dasar 20
2.8.5. Tahap Dasar Membuat Bakso 22
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat 23
3.2 Bahan 23
3.3 Prosedur Penelitian 23
3.3.1. Pengambilan sampel 23
3.3.2. Pengujian Sampel 24
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 25
4.2 Pembahasan 28
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 31
5.2 Saran 31
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
Tabel 1 Komposisi Kimia Daging Sapi Setiap 100 Gram 20 Tabel 2 Kandungan Zat Gizi Pada Tepung Tapioka Setiap 100 Gram 21
Tabel 3 Hasil Percobaan 25
x DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
Gambar 1 Struktur Kimia Formaldehid 12
Gambar 2 Formaldehid 13
Gambar 3 Reaksi Formalin Dengan Asam Kromatropat 23
Ganbar 4 Reaksi kesetimbangan formaldehida 29
Ganbar 5 Reaksi pembentukan paraformaldehida 29
DAFTAR SINGKATAN
BTM = Bahan Tambahan Makanan
GRAS = Generally Recognized as Safe ADI = Acceptable Daily Intake
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Lampiran
1 Catatan Pengujian 1
2
Catatan Pengujian 23
Catatan Pengujian 31
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus penggunaan formalin sebagai pengawet bahan makanan masih saja terjadi.padahal sudah jelas bahwa formalin bukan kelompok bahan pengawet makanan,melainkan untuk mengawetkan jenazah.Hasil penelitian dari berbagai sumber sejak berpuluh puluh tahun lalu menemukan residu formalin didalam produk mie,tahu,bakso serta ayam segar yang berfungsi untuk mengenyalkan.Bahan makanan dan minuman berkaitan secara langsung dengan kesehatan dan keselamatan hidup konsumen. Berbagai peraturan pemerintah ditetapkan disamping untuk melindungi konsumen dari berbagai macam akibat buruk juga untuk memberikan informasi /petunjuk kepada pengusaha industri pengolahan makanan dan minuman menegenai beberapa hal yang berkaitan dengan proses pengolahan dan penggunaan bahan kimia tambahan .
Menurut permenkes no .033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) ,pertama Bahan Tambahan Pangan hanya boleh digunakan tidak melebihi batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan.Kedua batas maksimum penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat pertama ditetapkan oleh Kepala Badan(BPOM)Penggunaan bahan kimia yang bukan untuk makanan sudah tentu sangat membahayakan apabila bahan tersebut dikonsumsi dalam jangka panjang maka akan memicu kanker,gangguan fungsi hati,dan gangguan ginjal.
Bahan pengawet makanan yang terlarang masih dilakukan bahkan tampaknya akan semakin tinggi jika mengambil segmen pengusaha pangan jajanan.Produknya justru banyak sekali dikonsumsi oleh masyarakat luar termasuk kalangan remaja dan anak anak usia sekolah.Jenis makanan jajanan yang mengandung bahan tambahan terlarang atau melebihi batas antara lain pewarna Amaranth yang sering ditambahkan pada sirup,Boraks pada mie,bakso,tahu dan Formalin pada mie,bakso,tahu serta kerupuk.Formalin adalah larutan formaldehid (30-40%) dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.Formalin merupakan antiseptic untuk membunuh kuman bakteri dan kapang,dalam konsentrasi rendah 2%-8% terutama digunakan untuk mensterilkan alat kedokteran,atau untuk mengawetkan mayat dan specimen biologi lainnya.
2
Formalin (CH2O) merupakan senyawa kimia yang terdiri dari hidrogen, oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde, methanal, methylen oxide, oxymethylene, methylaldehyde, oxomethane, danformic aldehyde. Formalin dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) dapat digunakan sebagai pengawet untuk berbagai bahan non pangan seperti pembersih rumah tangga, pelembut, lilin, dan karpet (Yuliarti, 2011).
Kegunaan formalin lainnya adalah obat pembasmi hama untuk membunuh virus, bakteri, jamur, dan benalu yang efektif pada konsentrasi tinggi, bahan peledak, dan sebagainya. Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai pendetoksifikasi toksin dalam vaksin dan obat penyakit kutil karena kemampuannya merusak protein.Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh adalah 1 mg/l.
Formalin dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia jika masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat dan jangka panjang melalui hirupan, kontak langsung, atau tertelan (Cahyadi, 2012).
Bakso merupakan produk olahan daging/ikan/tahu bahan lain yang dihaluskan,dicampur dengan bumbu-bumbu,tepung kemudian dibentuk bulat-bulat sesuai selera.Daging yang biasa digunaklan dalam pembuatan bakso adalah daging sapi.untuk membuat bakso umumnya digunakan daging yang mulus,tidak berlemak dan tidak berserat kasar.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan dalam pembuatan karya ilmiah ini adalah:
1. Mengidentifikasi ada atau tidaknya formalin yang terkandung pada bakso 2. Mengetahui apakah bakso tersebut layak dikonsumsi
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari karya ilmiah ini:
1. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya formalin yang terkandung pada bakso 2. Untuk mengetahui apakah bakso tersebut layak dikonsumsi
3
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari karya ilmiah ini adalah untuk menambah wawasan dan dapat menginformasikan kepada para pembaca tentang zat pengawet yang terkandung dalam bakso, serta lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan atau minuman atau permen yang beredar yang mengandung pengawet berbahaya.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pangan
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Pangan dibedakan atas : a. Pangan Segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.
b. Pangan Olahan
Makanan/ pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.
c. Pangan Siap Saji
Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bias langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bias langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Pangan yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar memenuhi ukuran kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas. Unsur kuantitas sering dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Bagi mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang, atau yang penting sudah makan. Sedangkan ukuran kualitas adalah terkait dengan nilai-
5
nilai intrinsik dalam makanan tersebut seperti keamanannya, gizi dan penampilan makanan tersebut.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
2.2. Bahan Tambahan pangan
2.2.1. Pengertian dan Tujuan Penggunaan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merrupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
Bahan tambahan pangan harus memenuhi beberapa persyaratan untuk menjaga keamanan penggunaannya, yaitu tidak menunjukkan sifat-sifat bereaksi dengan bahan, mengganggu kesehatan konsumen, menimbulkan keracunan, merangsang atau menghilangkan rasa dan menghambat kerja enzim. Bahan tersebut haruslah mudah dianalisis, efisien dalam rekasi dan mempertahankan mutu. Bahan tambahan pangan yang dilarang adalah semua bahan tambahan yang dapat menipu konsumen, menyembunyikan kesalahan dan teknik penanganan serta penurunan mutu.
Terkait dengan bahan tambahan makanan ini kita mengenal juga zat adiktif makanan. Zat aditif memiliki pengertian semua substansi yang tidak biasa dikonsumsi sebagai makanan itu sendiri dan tidak biasa digunakan sebagai karakteristik bahan makanan baik itu memiliki kandungan gizi atau tidak yang ditambahkan pada bahan makanan untuk tujuan teknologi dalam industri, proses produksi, persiapan bahan, pengemasan, distribusi serta penyimpanan untuk
6
menghasilkan makanan yang sesuai yang diharapkan sehingga zat aditif tersebut menjadi bagian langsung atau tidak langsung dari makanan.
Pada umumnya bahan tambahan makanan dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
1. Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk menentukan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk rupa dan lain sebagainya.
2. Aditif tidak disengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing – masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2.2.2. Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, citarasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini
7
adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentsia), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.
Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari sumber alamiah, seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya. Bahan ini dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya, misalnya β-Karoten dan asam aksorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia.
Menurut Yuliarti (2007), beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan (BTM) yaitu:
1. Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati.
2. Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan.
3. Bahan Tambahan Makanan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman.
Penggolongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan oleh Departemen kesehatan yang diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yaitu:
1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticaking Agent)
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) 4. Pemanis Buatan (Artificial sweetetrner)
5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)
8
6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) 7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent) 9. Pewarna (colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer) 11. Sekuesteran (Sequesterant)
Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut:
1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils) 4. Kloramfenicol (Chloramfenicol)
5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
8. P-Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea 9. Asam salisilat dan garamnya (Salicyclic Acid and its salt)
2.3 Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah senyawa yang menghambat dan menghentikan proses pembusukan akibat aktivitas mikroorganisme. Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan yang digunakan untuk mempertahankan kualitas dan daya simpan bahan pangan (Sulami, 2009). Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
9
mempunyai sifat mudah rusak. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi, 2008).
Bahan pengawet yang ideal untuk kepentingan manusia mempunyai karateristik sebagai berikut:
1. Tidak spesifik, artinya sifat antimikrobanya berspektrum luas 2. Golongan bahan pengawet GRAS
3. Ekonomis (murah dan mudah diperoleh) 4. Tidak berpengaruh terhadap citarasa
5. Tidak berkurang aktivitasnya selama penyimpanan 6. Tidak menimbulkan strain (galur) yang resisten
7. Lebih efektif yang bersifat mematikan (lethal/mikosidal) dari pada hanya menghambat pertumbuhan (non-lethal/mikostatik)
Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda (Cahyadi, 2008).
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.
2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena bukan untuk makanan alias berbahaya seperti boraks dan formalin (Widyaningsih & Murtini, 2006).
10
Berdasarkan sumbernya, bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit, hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Selain untuk mencegah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum, senyawa juga berfungsi untuk mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba pada proses curing daging.
2. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik ini digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionate, asam benzoate, asam asetat dan epoksida. Pengawet yang berasal dari senyawa oranik biasanya digunakan untuk produk-produk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman ringan serta selai dan jeli.
Berdasarkan cara bekerjanya, maka zat pengawet dapat digolongkan menjadi ke dalam : 1. Antiseptik yaitu zat-zat yang dapat mencegah terjadinya sepsis (pencemaran oleh mikroorganisme) atau zat-zat yang dapat menghambat/mencegah pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme.
2. Germisida yaitu zat-zat yang dapat membunuh bentuk bentuk vegetatif dari mikroorganisme.
Pada umumnya, sedangkan bentuk spora-sporanya tidak mati.
3. Fungisida yaitu yang dapat membunuh cendawan (fungi).
4. Mikostatik yaitu zat-zat yang dapat membunuh cendawan yang bersiat parasit.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.
11
2. Memperpanjang umur simpan pangan
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Cara pengawetan alami dengan pemasakan yaitu:
a. Pengeringan, dapat dilakukan dengan penjemuran, pemanasan, ataupun pengasapan.
Pengeringan berarti menghilangkan air. Contoh: dendeng, ikan kering, sale pisang.
b. Pembekuan, pembekuan menyebabkan air membeku sehingga bakteri tidak dapat berkembang dan pertumbuhannya terhambat. Contoh: nugget, ikan beku, daging.
c. Pengalengan, bahan makanan dikemas rapat dalam kaleng yang kondisinya telah steril kemudian dipanaskan dan disterilkan. Contoh: berbagai buah kaleng dan ikan kaleng.
d. Penyinaran, menghambat/mematikan pertumbuhan bakteri dengan menyinarinya memakai sinar ultraviolet dan sinar gamma. Tidak menyebabkan kerusakan makanan. Contoh: kentang dan udang.
Jumlah zat pengawet ditambahkan kedalam suatu bahan pangan tidak berpengaruh pada pernyataan bahwa suatu zat pengawet kimia telah ditambahkan, asal standar identitasnya ditetapkan untuk produk bahan pangan tersebut. Bila penambahan suatu zat pengawet kimia tidak terdaftar sebagai suatu bahan campuran yang ada, zat kimia tersebut tidak boleh ditambahkan pada bahan pangan yang dipasarkan .
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang
12
nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan (Cahyadi, 2006)
2.3.1. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet
Bahan pangan biasanya rusak karena adanya mikroorganisme yang bersifat patogen (menyebabkan kerugian dan kerusakan pada suatu bahan pangan). Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda – beda antara senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Formaldehid dapat merusak bakteri karena bakteri adalah protein. Pada reaksi formaldehid dengan protein, yang pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi lisin diantara gugus – gugus polar dari peptidanya. Selain menyerang gugus -NH2 dari lisin formaldehid juga menyerang residu tirosin dan histidin (Cahyadi, 2006).
2.4 Formalin
2.4.1 Pengertian Formalin
Formalin merupakan nama dagang dari larutan formaldehida dalam air dengan kadar 30- 40 persen. Formalin juga mengandung alkohol 10-15 persen yang berfungsi sebagai stabilator agar formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi (Effendi, 2012). Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon (CH2O).
Formaldehid adalah larutan yang menghasilkan gas dengan titik didih 21ºC sehingga tidak dapat disimpan dalam keadaan cair ataupun gas. Formaldehid murni tidaklah tersedia secara komersial, tetapi dijual dalam 30-50% larutan mengandung air. Formalin (37% CH2O) adalah larutan yang paling umum (Cahyadi, 2006).
Gambar 1.Struktur molekul formaldehid
13
Gambar 2. Formaldehid 2.4.2 Sifat Formalin
Formalin mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami formalin juga dapat ditemui dalam asap pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyengat.
Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet.
Formalin membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan.
Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formalin akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya. Melihat sifatnya, formalin juga sudah
14
tentu akan menyerang protein yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih, bila formalin yang masuk ke tubuh itu memiliki dosis tinggi.
2.4.3 Fungsi Formalin
Fungsi asli zat formalin adalah untuk pembersih lantai, kapal, gudang-gudang, pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga. fungsi asli formalin dalam bidang industri adalah sebagai produksi pupuk urea, bahan fotografi, parfum, kosmetika, pencegahan korosi, perekat kayu lapis, bahan pembersih, dan insektisida, serta plastik, cermin serta kaca. Selain itu, formalin berfungsi sebagai pembunuh kuman dan pengawet sediaan di laboratorium dan pembalsaman atau mengawetkan mayat.
2.4.4 Penggunaan Formalin
Penggunaan formalin yang sebenarnya adalah sebagai bahan pembuat Sutra buatan, Zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Dalam dunia Fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga berfungsi sebagai bahan untuk isulasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1 persen ) digunakan sebagai pengawet. Untuk berbagai barang konsumen, seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, Shampo mobil, lilin dan karpet, Methyl Oxide- karsan- Trioxane.Selain yang telah disebutkan diatas fungsi lain formalin adalah untuk membunuh kuman, bakteri dan jamur sehingga dapat digunakan untuk menstelisasi alat- alat kedokteran. Bisa juga digunakan untuk bahan baku plastik, karet dan damar sintetik. Dan yang lebih mengejutkan lagi, formalin berfungsi untuk pengawet spesimen biologis dan mayat
Penggunaan formalin yang salah adalah hal yang sangat disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium,ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan segar, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar di pasaran. Yang perlu diingat, tidak semua produk pangan mengandung formalin.
2.4.5 Ciri-Ciri Makanan yang Mengandung Formalin
15
Makanan yang mengandung formalin umumnya awet dan dapat bertahan lebih lama.
Bahan makanan yang mengandung formalin ketika sedang dimasak kadang-kadang masih mengeluarkan bau khas formalin. Tanda- tanda makanan yang mengandung formalin adalah sebagai berikut:
1. Tahu
Bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari tidak mudah busuk.
Bau agak menyengat dan aroma kedelai sudah tak nyata lagi.
2. Mie basah
Lebih kenyal, awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin. Mie tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah putus), dan tidak lengket.
3. Bakso
Lebih kenyal, aroma khas dari bakso tercium, awet beberapa hari dan tidak mudah busuk.
4. Ikan asin
Daging kenyal, utuh, lebih putih dan bersih dan dibandingkan ikan asin tanpa formalin agak berwarna coklat dan lebih tahan lama.
5. Ikan segar atau basah
Warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.
6. Ayam potong
Berwarna putih bersih, lebih awet dan tidak mudah rusak (Widyaningsih & Murtini, 2006).
2.4.6. Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan
Sangat kita pahami bahwa formalin sangat berbahaya jika digunakan tidak sewajarnya mengingat formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker.
16
Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin pada dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma duodenum.
Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan resiko kanker faring ( tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang keluar bersama cairan tubuh. Dengan demikian keberadaan formalin dalam darah sulit dideteksi. Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Anak-anak, khususnya bayi dan balita, adalah salah satu kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini.Namun demikian, pada usia anak, usus imatur ( belum sempurna ) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan.
Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya. (Yuliarti,2007).
Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis tinggi. Keracunan formalin bisa mengakibatkan iritasi lambung dan alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (bersifat kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tingi formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian.
Efek akut penggunaan formalin adalah:
1. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk menelan 2. Mual, muntah, dan diare
3. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat 4. Sakit kepala dan hipotensi ( tekanan darah rendah) 5. Kejang, tidak sadar hingga koma; dan
17
6. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, serta sistem susunan saraf pusat dan ginjal.
Sementara, efek kronis akibat penggunaan formalin adalah 1. Iritasi pada saluran pernapasan
2. Muntah-muntah dan kepala pusing 3. Rasa terbakar pada tenggorokan
4. Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada; dan 5. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, berikut adalah dampak buruk formalin bagi tubuh manusia:
1. Kulit : Iritatif, kulit kemerahan, kulit seperti terbakar, alergi kulit 2. Mata : Iritatif, mata merah, dan berair dan kebutaan
3. Hidung : Mimisan
4. Saluran Pernafasan : Iritasi lambung, mual, muntah, mules 5. Hati : Kerusakan hati
6. Paru-paru : radang paru-paru karena zat kimia (pneumonitis)
7. Saraf: Sakit kepala, lemas, susah tidur, sensitive, sukar konsentrasi, mudah lupa 8. Ginjal : Kerusakan ginjal
9. Organ Reproduksi : Kerusakan testis dan ovarium, gangguan menstruasi sekunder
2.5 Cara Menyimpan Formalin
Cara Penyimpanan formalin
1) Jangan di simpan di lingkungan bertemperatur di bawah 150C.
18
2) Tempat penyimpanan harus terbuat dari baja tahan karat, alumunium murni, polietilen atau polyester yang dilapisi fiberglass.
3) Tempat penyimpanan tidak boleh terbuat dari baja besi, tembaga, nikel atau campuran seng dengan permukaan yang tidak dilindungi / dilapisi.
4) Jangan menggunakan bahan alumunium bila temperatur lingkungan berada di atas 60 derajat celcius .
2.6 Destilasi
Destilasi adalah memisahkan komponen-komponen yang mudah menguap dari suatu campuran cair dengan cara menguapkannya, yang diikuti dengan kondensasi uap yang terbentuk dan menampung kondensat yang dihasilkan (Handojo, 1995). Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut sebagai uap bebas, kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cairan yang tidak menguap sebagai residu (Handojo, 1995).
2.7 Uji Kualitatif Formalin dengan Asam Kromatropat
Uji kualitatif formalin yang biasanya digunakan dalam laboratorium dilakukan dengan ; metode asam kromatropat dengan pereaksi C6H6Na2O8S2. H2O (asam kromatropat) dalam H2SO4 60% : hasil destilasi dari sampel yang diduga mengandung formalin dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan asam kromatropat 0,5% dalam H2SO4 60% yang kemudian dipanaskan di atas waterbath, adanya formalin ditunjukkan dengan perubahan warna dari bening menjadi warna ungu.
2.8 Bakso
2.8.1 Sejarah Bakso
Ada yang menganggap jika bakso yang khas dengan bentuk bulat tersebut berasal dari belahan bumi lain. Tepatnya dari daratan Tiongkok. Konon pada awal abad ke-17 ada seorang pria bernama Meng Bo. Warga yang hidup di masa Dinasti Ming tersebut tinggal di Fuzhou. Ia terkenal sebagai anak yang berbakti pada orang tua. Bahkan ia memikirkan cara agar ibunya yang sudah tua tetap dapat menikmati makanan yang bertekstur keras seperti daging. Maklum saja, gigi ibunya sudah rapuh. Padahal daging adalah bahan makanan favorit sang ibu.
19
Terinspirasi dari tetangganya yang mengolah ketan menjadi mochi, maka Meng Bo menggunakan cara yang sama untuk mengolah daging. Setelah hancur dan empuk, dagingnya dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil dan selanjutnya direbus hingga matang. Setelah mencicipi, ternyata ibunya sangat suka. Bulatan daging lebih mudah dimakan dan rasanya juga lezat. Hidangan tersebut menjadi terkenal dan beritanya tersebar dari mulut ke mulut. Di kemudian hari banyak yang membuatnya sehingga menjadi makanan populer. Konon, dari Kota Fuzhou inilah bakso lahir.
Bakso mulai masuk di Indonesia diperkirakan lewat pedagang Cina yang menetap di Nusantara. Jejak Tionghoa pada bakso juga bisa dilihat dari arti namanya. Dalam Bahasa Hokian sendiri, Bak berarti babi sedangkan so adalah makanan. Jadi jika disatukan, maknanya menjadi makanan yang berbahan daging babi. Di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim bakso pun dibuat tanpa daging babi. Ada yang memakai daging sapi, ayam, hingga udang.
Saat ini bakso tidak hanya disajikan dengan bentuk bulat dan rasa yang itu-itu saja.
Perkembangan zaman juga diikuti dengan bertambahnya varian bakso. Kamu mungkin masih ingat dengan bakso beranak yang unik. Isiannya pun beragam. Mulai dari keju hingga cokelat.
2.8.2 Definisi Bakso
Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari daging dan tepung.
Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso adalah daging, bahan perekat, bumbu dan es batu atau air es. Biasanya jenis bakso di masyarakat pada umumnya diikuti dengan nama jenis bahan seperti bakso ayam, bakso ikan dan bakso sapi atau bakso daging .
Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas daging, jenis tepung yang digunakan, perbandingan banyaknya daging dan tepung yang digunakan untuk membuat adonan, dan pemakaian jenis bahan tambahan yang digunakan, misalnya garam dan bumbu-bumbu juga berpengaruh terhadap kualitas bakso segar. Penggunaan daging yang berkualitas tinggi dan tepung yang baik disertai dengan perbandingan tepung yang besar dan penggunaan bahan tambahan makanan yang aman serta cara pengolahan yang benar akan dihasilkan produk bakso yang berkualitas baik.Bakso yang berkualitas baik dapat dilihat dari tekstur, warna dan rasa.
20
Teksturnya yang halus, kompak, kenyal dan empuk. Halus yaitu permukaan irisannya rata, seragam dan serat dagingnya tidak tampak.
Bakso daging sapi telah dikenal dan banyak dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia..Bakso sapi yang diproduksi dan diperdagangkan semestinya lulus uji Standar Nasional Indonesia
2.8.3 Tahap Pemilihan Bahan
Untuk menghasilkan bakso yang sehat,diperlukan daging yang sehat. Daging tersebut dihasilkan dari daging yang sehat.Daging yang dipilih adalah daging dengan kandungan lemak yang rendah . Daging sapi yang digunakan dalam membuat bakso harus segar . semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan. Daging yang dilayukan kurang bagus untuk bakso karena memliki tekstur lemah,kurang kompak,kurang kenyal atau elastis,mudah pecah.
2.8.4 Bahan dasar a.Daging sapi
Daging adalah makanan bergizi karena kandungan proteinnya tinggi dan merupakan salah satu sumber zat besi.
Tabel 1.Komposisi Kimia Daging Sapi Setiap 100 Gram
Komposisi Satuan Kadar
Air % 66
Protein Gram 18,8
Lemak Gram 14
Karbohidrat Gram -
Kalori Kkal 207
Fosfor miligram 170
Vitamin A miligram 30
Kalsium miligram 11
21
Besi miligram 2,8
Vitamin B1 miligram 0,08
b.Tepung tapioka
Tepung tapioka merupakan hasil olahan dari singkong. Dalam pembuatannya sebelum menjadi tepung, singkong diekstrak terlebih dahulu. Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat dalam industri makanan, sedangkan ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat Indonesia mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi
untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi, jumlah tepung tapioka yang digunakan paling banyak 15% dari berat bahan. Idealnya,tepung tapioka yang ditambahkan sebesar 10% dari berat bahan.Kandungan zat gizi tepung tapioka dapat dilihat di Tabel 4 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.Kandungan Zat Gizi Pada Tepung Tapioka Setiap 100 Gram
Kandungan Gizi Satuan Jumlah
Kalori Gram 363
Karbohidrat % 88,2
Kadar air % 9,0
Protein % 1,1
Lemak % 0,5
Fosfor miligram 125
Kalsium miligram 84
Zat Besi miligram 1,0
Vitamin B1 miligram 0,4
Vitamin C miligram 0
22
c.Bumbu
Bumbu adalah penguat rasa pada masakan. Penambahanbumbu-bumbu antara lain bawang merah, bawang putih, jahe, dan merica halus bertujuan untuk menghasilkan cita rasa bakso yang menjadi lezat dan mantap .
d.Es atau air es
Es yang digunakan berupaes batu. Es ini berfungsi untuk menjaga elastisitas daging, sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal.
2.8.5 Tahap Dasar Membuat Bakso
1. Giling daging (ayam,sapi atau ikan) yang telah bersih dari urat dan lemak. Selanjutnya lumatkan kembali daging dengan es batu atau air es,garam dapur,dan bumbu-bumbu yang lain yang telah dihaluskan
2. Tambahkan tepung tapioca kedalam adonan,lalu aduk sambal ditambahkan lagi es secukupnya
3. Tambahnkan putih telur kedalam adonan sambal diaduk hingga terbentuk adonan yang kalis
4. Bentuk adonan menjadi bola bakso,lalu rebus dalam air mendidih sampan matang.Bakso telah matang jika butiran bola bakso mengapung.Selanjutnya,angkat dan tiriskan bakso yang telah matang
23
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Alat
1. Tabung Reaksi 2. Gelas Ukur 10 ml 3. Labu Kjeldhal 4. Gelas ukur 5 ml 5. Labu Ukur 100 ml 3.2. Bahan
1. Bakso daging sapi 2. Aquadest
3. Asam Sulfat 60%
4. Asam Fosfat 10%
5. Asam Kromatropat 0,5%
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari 3 pasar yang berbeda di kota Medan kemudian dimasukkan kedalam lemari es sebelum dilakukan pengujian.Kemudian diberi label Bakso A,B dan C.
24
3.3.2. Pengujian Sampel Bakso A
1. Ditimbang sejumlah 10 gram bakso A lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 800 ml yang telah berisi air 100 ml
2. Kemudian ditambahkan dengan 5 ml larutan asam fosfat 10%.
3. Didestilasi perlahan hingga diperoleh 90 ml destilat yang ditampung dalam gelas ukur yang telah berisi 10 ml air (ujung pendingin harus tercelup). Selanjutnya dimasukkan 1-2 ml destilat ke dalam tabung reaksi, tambahkan 5 ml larutan asam kromatropat 0,5%
dalam asam sulfat 60% yang telah dibuat segar.
4. Kemudian dimasukkan ke dalam tangas air yang mendidih selama 15 menit. Hasilnya Larutan akan berwarna ungu jika mengandung formaldehida.
Dengan perlakuan yang sama dilakukan untuk Bakso B dan Bakso C
Pengujian sampel dilakukan berdasarkan prosedur yang disediakan oleh Badan POM Medan
25
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Percobaan dilakukan berdasarkan 3 sampel bakso daging sapi yang diambil dari tempat yang berbeda.
Tabel 3.Hasil Penelitian BAKSO A
Nama Zat Pereaksi Pengamatan Hasil
Baku pembanding Formalin
Zat uji 1 Bakso goreng
Zat uji 2 Bakso goreng
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Warna ungu
Warna bening
Warna bening
Formalin Positif
Formalin Negatif
Formalin Negatif
26
Catatan :Identifikasi formalin pada sampel diatas → Negatif
*Persyaratan : Tidak boleh ada BAKSO B
Nama Zat Pereaksi Pengamatan Hasil
Baku pembanding Formalin
Zat uji 1 Bakso goreng
Zat uji 2 Bakso goreng
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Warna ungu
Warna bening
Warna bening
Formalin Positif
Formalin Negatif
Formalin Negatif
Catatan :Identifikasi formalin pada sampel diatas → Negatif
*Persyaratan : Tidak boleh ada
27
BAKSO C
Nama Zat Pereaksi Pengamatan Hasil
Baku pembanding Formalin
Zat uji 1 Bakso goreng
Zat uji 2 Bakso goreng
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Aquadest
Asam phosphate 10%
Asam sulfat 60 % Asam kromatopat
Warna ungu
Warna bening
Warna bening
Formalin Positif
Formalin Negatif
Formalin Negatif
Catatan :Identifikasi formalin pada sampel diatas → Negatif
*Persyaratan : Tidak boleh ada
28
4.2 Pembahasan
Pada Pengujian kualitatif kandungan formalin pada sampel bakso daging sapi dilakukan dengan cara mengambil filtratnya dan diberi larutan asam kromatropat lalu dipanaskan dalam air mendidih dan diamati perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna larutan dari warna sebelumnya menjadi ungu menunjukkan sampel tersebut positif mengandung formalin. Dari hasil pengamatan sampel negatif mengandung formalin. Filtrat yang awalnya berwarna putih kecoklatan mengalami perubahan warna menjadi bening sehingga dapat diidentifikasi sampel tersebut tidak mengandung formalin. Maka sampel produk makanan tersebut aman untuk dikonsumsi. Peraturan Menteri kesehatan menyatakan bahawa formalin merupakan bahan tambahan makanan terlarang.
Uji kualitatif formaldehida dalam makanan melibatkan reaksi dengan asam kromotropat.
Formaldehida dengan adanya asam kromotropat dipanaskan dengan asam sulfat pekat, maka dalam beberapa menit akan terjadi pewarnaan violet atau ungu. Reaksi yang terjadi:
Gambar 3. Reaksi formalin dengan asam kromatropat (Schunack, Mayer, dan Haake, 1990) Reaksi asam kromotropat mengikuti prinsip kondensasi senyawa fenol dengan formaldehida membentuk senyawa berwarna (Dibenzo[C,H]Xanten). Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbonium-oksonium yang stabil karena mesomeri (Schunack, Mayer, dan Haake, 1990).
29
Formalin mengandung hidrat stabil dari formaldehida karena formaldehida bereaksi dengan air, sehingga air dapat mengadisi gugus karbonil pada formaldehida. Formaldehida lebih reaktif daripada kebanyakan aldehida yang lain, karena gugus karbonilnya mempunyai muatan positif yang cukup besar akibat dari tidak terdapatnya gugus alkil untuk membantu menyebarkan muatan positif. Reaksi kesetimbangan yang terjadi adalah:
Ganbar 4.Reaksi kesetimbagnan formaldehida (Fessenden dan Fessenden, 1999)
Formaldehida biasanya mengandung 10-15% metanol yang ditambahkan untuk mencegah polimerisasi (Budavari et al., 1989).
Polimerisasi dapat terjadi dengan menguapkan formaldehida pada tekanan rendah.
Polimerisasi formaldehida merupakan gabungan dari beberapa molekul formaldehida yang akan menghasilkan suatu polimer yaitu paraformaldehida. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ganbar 5.Reaksi pembentukan paraformaldehida (Linstromberg, 1990)
Paraformaldehida merupakan serbuk berwarna putih dan berbau tajam yang digunakan sebagai desinfektan kamar mayat, peralatan medis dan tekstil (Budavari et al., 1989)
Formaldehida bisa dihasilkan dari membakar bahan yang mengandung karbon. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil juga dihasilkan sebagai metabolitkebanyakan organisme, termasuk manusia (Anonim, 2006 a).
30
Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasikatalitik metanol. Katalis yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta vanadium.
Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai (proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 250°C dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan persamaan kimia :
2 CH3OH + O2→ 2 H2CO + 2 H2O
Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam hawa yang lebih panas, kira- kira 650°C. Dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimiasekaligus yang menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi :
CH3OH→ H2CO + H2
31
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dengan sampel bakso yang telah diuji dapat disimpulkan bahwa hasil uji formalin pada sampel bakso daging sapi tersebut tidak mengandung formalin
2. Berdasarkan hasil pngujian yang telah dilakukan bahwa bakso tesebut layak dikonsumsi oleh masyarakat
5.2. Saran
Hasil ini menunjukkan bahwa bakso yang beredar di 3 pasar kota Medan aman dikonsumsi oleh masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006 a, Formaldehida, http://id.wikipedia.org/wiki/Formalin, diakses tanggal 19 Februari 2006
[BPOM]Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013. Peraturan Kepala Badan dan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Pengunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet.
Budavari, S., O’Neil, H. J., Smith, A., dan Heckelman, P. E., 1989, The Merck Index, an encyclopedia of chemicals, drugs, and biologicals, 290, 545, 1112, Merck and Co. Inc., Rahway, NJ, USA.
Cahyadi, W, 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan dan Bahan Tambahan Pangan.
Bumi Aksara: Jakarta. Hal: 5, 13, 259-260,281.
Effendi, S, 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta:
Bandung. Hal:1, 121, 123, 159.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1999, Organic Chemistry, diterjemahkan oleh Handyana
Pudjaatmaka, jilid II, 13, 436-437, 443-444, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Handojo, L, 1995. Teknologi Kimia. Pradnya Paramita: Jakarta. Hal: 157-159.
Linstromberg, W. W., 1990, Organic Chemistry A Brief Course, 2th edition, 250, D.
C. Health and Company Lexington, Massachusetts.
Norman,W, 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press: Jakarta. Hal: 383.
Nurwantoro dan Djarijiah, 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani-Nabati. Kansius:
Yogyakarta.Hal: 53.
Permenkes RI No 1168 / Menkes / per / X / 1988. Tentang Bahan Tambahan Pangan.
Permenkes RI No 722 / Menkes / IX / 88. Tentang Bahan Tambahan Pangan.
Peraturan Pemerintah RI.,2004.Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan,Mutu dan Gizi Pangan, Jakarta
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Peraturan Menteri Kesehata Republik Indonesia nomor 033 tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Makanan.
Schunack, W., Mayer, K., dan Haake, M., 1990, Senyawa Obat, Buku Pelajaran Kimia Farmasi 78-79, 768, diterjemahkan oleh Soebito, S., dan Wattimena, J.
R., Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Sulami, E, 2009. Sehatkah Bahan Tambahan Panganmu. Intan Parawira: Klaten.
Hal: 19.
Yuliarti,Nurheti,2007. Awas Bahaya diBalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta
Widyaningsih, T. N dan Murtini, S.,F,2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Angisarana: Surabaya. Hal: 2-5, 8, 10, 22.