• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Kesehatan ISSN (Print) ISSN (Online)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Kesehatan ISSN (Print) ISSN (Online)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Available online at : http://ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id/

Jurnal Kesehatan

| ISSN (Print) 2085-7098 | ISSN (Online) 2657-1366 |

DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v12i1.436 Jurnal Kesehatan is licensed under CC BY-SA 4.0

© Jurnal Kesehatan Systematic Review

KEJADIAN REINFARK MIOKARD AKIBAT ANTIKOAGULAN UFH DAN ENOXAPARIN PASIEN STEMI

Mawita Suanbani

1

, Citra Ayu Aprilia

2

1,2 Program Studi Kedokteran Program Sarjana UPN Veteran Jakarta, Jakarta, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T

Received: November 10, 2020 Revised: Octoberr 31, 2020 Accpeted: March 16, 2021 Available online: March 31, 2021

Secara farmakologis enoxaparin lebih baik dibanding UFH dalam mengobati pasien STEMI karena lebih sedikit mengaktivasi trombosit. Aktivasi trombosit ini kemudian memicu terjadi reinfark miokard. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kejadian reinfark miokard pada pasien STEMI yang menggunakan antikoagulan UFH dan enoxaparin. Metode penelitian ini menggunakan systematic review, yakni metode yang digunakan untuk mengumpulkan bukti- bukti relevan, sesuai dengan kriteria kelayakan yang sudah ditentukan sebelumnya untuk menjawab pertanyaan penelitian yang menjadi fokus peneliti. Penilaian kualitas jurnal menggunakan The Cochrane Collaboration’s Tool for Assessing Risk of Bias. Total 36.778 pasien STEMI mendapat terapi antikoagulan, 18.385 menggunakan enoxaparin dan 18.383 menggunakan UFH atau heparin. Pasien yang mendapat terapi fibrinolitik lain sebagai tatalaksana STEMI sebelumnya sebanyak 23.255 pasien, kemudian dirandomisasi untuk mendapat terapi enoxaparin atau heparin. Terdapat perbedaan kejadian reinfark miokard akibat penggunaan antikoagulan UFH dan enoxaparin namun tidak pada pasien yang mendapat terapi inisial UFH. Enoxaparin direkomendasikan sebagai antikoagulan pilihan untuk digunakan dalam menatalaksana pasien STEMI.

Phamocologically, enoxaparin is better than UFH in treating STEMI patients because is activates less platelets. This platelet activation then triggers myocardial reinfarction. The aim of this study was to determine the differences in the incidence of myocardial reinfarction in STEMI patients using UFH and enoxaparin. This research method uses systematic review, which is a method used to collect relevant evidence, in accordance with the predetermined eligibility criteria to answer research questions that are the focus of the researcher. Assassment of journal quality uses The Cochrane Collaboration’s Tool for Assessing Risk of Bias. Total 36.778 STEMI patients received anticoagulant therapy, 18.385 using enoxaparin and 18.383 using UFH or heparin. Total 23.255 patients whoreceived other fibrinolytic therapy as treatment for STEMI were than randomized to receive enoxaparin or heparin therapy. There were differences in the incidence of myocardial reinfarction due to the use of UFH and enoxaparin but not in patients receiving initial UFH therapy. Enoxaparin is recommended as the anticoagualant of choice for use in managing STEMI patients,

KEYWORDS

Myocardial Infarction, LMWH, UFH

CORRESPONDENCE

Mawita Suanbani

E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) adalah jenis SKA yang menunjukkan adanya sumbatan total pembuluh darah sehingga perlu tindakan revaskularisasi segera untuk mengembalikan reperfusi miokard baik dengan menggunakan agen fibrinolotik atau dengan intervensi koroner perkutan primer (IKPP) [1]. Angka mortalitas akibat penyakit kardiovaskular menempati posisi pertama secara global dan di tahun 2016 menjadi penyebab kematian bagi 17,9 juta orang dengan 85% diantaranya dikarenakan serangan jantung dan stroke [2].

Tatalaksana farmakologi berupa terapi antitrombotik dengan aspirin dan unfractionated heparin (UFH) ditetapkan sebagai standar perawatan dan digunakan secara luas untuk menurunkan angka kematian dan infark miokard. Sangat disayangkan struktur pada UFH menyebabkan antikoagulan ini mengaktivasi trombosit yang kemudian memicu kaskade koagulasi dan berdampak pada pembentukan trombus baru di pembuluh darah [3, 4].

Proses ini diperantarai oleh ikatan antara IgG dengan UFH yang menyebabkan proses koagulasi namun lebih sedikit terjadi pada pasien yang menerima antikoagulan LMWH. Golongan ini juga relatif lebih baik dalam inhibisi kaskade koagulasi dibanding

(2)

UFH. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa LMWH dibandingkan UFH secara signifikan menurunkan insiden reinfarksi miokard, perdarahan mayor serta kematian [3, 5].

Penelitian yang dilakukan oleh [6] yang menggunakan antikoagulan UFH, enoxaparin dan bivalirudin pada pasien yang akan menjalani PCI untuk mengamati outcome rumah sakit menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rentang major adverse cardiovascular events (MACE) di rumah sakit atau perdarahan pasca inisiasi UFH, enoxaparin dan bivalirudin pada pasien STEMI yang akan menjalani STEMI.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh [3] pada pasien yang akan menjalani PCI, LMWH menjadi tipe heparin yang lebih bermanfaat pada pasien infark miokard yang menjalani PCI karena memiliki efikasi yang lebih tinggi dan komplikasi yang lebih rendah dibanding UFH. Penelitian [7] pada populasi NSTEMI dan akan menjalani PCI dengan pemberian enoxaparin ditambah dengan UFH yang diturunkan dosisnya selama PCI sebagai terapi antitrombotik tambahan aman untuk diberikan dan memberikan hasil klinis yang baik dalam 8 bulan dibanding hanya diberikan UFH saja.

Penelitian terhadap populasi pasien STEMI dan tidak menjalani PCI yang diberikan terapi antikoagulan serta dampaknya berupa kejadian reinfark miokard masih terbatas sehingga perlu diteliti lebih jauh untuk membantu pengobatan pasien. Peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan kejadian reinfark miokard pada pasien STEMI yang diberikan terapi antikoagulan.

METODE

Desain Penelitian dan Kriteria Literatur

Jenis penelitian yang digunakan adalah tinjauan pustaka sistematis atau systemic review. Tinjauan pustaka ini dilakukan pada literatur yang melibatkan populasi pasien infark miokard dengan elevasi segmen ST, pasien kemudian mendapat terapi intervensi antikoagulan UFH dan dibandingkan dengan kelompok pasien yang mendapat antikoagulan enoxaparin. Hasil yang akan dinilai adalah kejadian reinfark miokard atau rekuren infark miokard dari kedua kelompok pasien. Pencarian literatur sekaligus penulisan penelitian ini dimulai sejak 15 Mei 2020 dan berakhir pada tanggal 28 Juni 2020. Sejumlah kriteria ditetapkan pada penelitian ini dalam pencarian literatur, antara lain adalah literatur yang membahas pemberian antikoagulan UFH atau enoxaparin pada pasien STEMI dalam rentang usia 18 sampai 75 tahun.

Melaporkan adanya kejadian reinfark miokard atau rekuren infark miokard setelah ditatalaksana dengan UFH atau enoxaparin.

Literatur yang digunakan dalam penelitian ini hanya literatur berbahasa Inggris dan dipublikasikan sejak tahun 2000 sampai

2020. Literatur dengan terapi kombinasi atau pasien yang menjalani IKPP akan dieksklusi dari penelitian ini.

Strategi Pencarian Literatur

Penelusuran literatur yang digunakan dalam tinjauan pustaka ini adalah literatur internasional free article dari pangkalan data PubMed dengan menggunakan metode PICO (Population, Intervention, Comparisson, Outcome) dengan kata kunci Myocardial Infarction, LMWH dan UFH sejak tahun 1994 sampai 2020. Salah satu literatur didapatkan dari referensi yang dikutip dari pencarian literatur sebelumnya. Dokumentasi literatur dilakukan berdasarkan judul, nama peniliti, konteks literatur dan variabel yang terdapat di dalam literatur. Alur pencarian literatur dapat dilihat pada bagan 1.

Bagan 1 Strategi Pencarian Literatur

Penilaian Kualitas Literatur

Penilaian kualitas literatur menggunakan The Cochrane Collaboration’s Tool for Assessing Risk of Bias yang merekomendasikan pedoman khusus untuk menilai risiko bias pada literatur. Pedoman ini terdiri atas 6 pertanyaan terkait sejumlah poin spesifik yang terdapat di dalam literatur. Setiap pertanyaan memiliki pilihan jawaban ‘Yes’, ‘No’, dan ‘Unclear’.

HASIL DAN PEMBAHASAN Outcome Klinis

Informasi dari 5 literatur yang digunakan dalam penelitian ini dirangkum dalam tabel 1 dan outcome klinis dari pengobatan dapat dilihat pada tabel 2. Total dari 18.395 pasien dari 5 literatur menggunakan enoxaparin dan 18.383 menggunakan UFH atau heparin. Sebanyak 23.255 pasien mendapat terapi fibinolitik lain berupa pemberian clopidogrel, tenecteplase, fibrin spesifik

254 literatur yang didapatkan dari pencarian di pangkalan jurnal PubMed

Skrining free article dan judul, 234 literatur dieksklusi

20 literatur potensial

Skrining kriteria inklusi dan eksklusi, 15 literatur diekslusi

5 literatur potensial 1 literatur dari referensi yang dikutip

6 literatur potensial

5 literatur digunakan sebagai data penelitian

1 literatur dieksklusi karena risiko bias yang tinggi

(3)

(alteplase dan reteplase), streptokinase dan agen fibrinolotik (anistreplase dan rt-PA) kemudian dirandomisasi untuk mendapat terapi enoxaparin atau heparin.

Tabel 1. Kesimpulan Literatur yang Digunakan dalam Penelitian

Penulis n Terapi Inisial Intervensi Enox UFH Cohen et

al., 2003 1224 - 299 306

Sabatine et

al., 2007 15.091 Clopidogrel 1.083 1.090

Tanpa Clopidogrel 6.528 6.390 El-Rayes et

al., 2010 360 Tenecteplase 109 251

Giraldez et

al., 2007 20.479

Fibrin Spesifik 8.142 8.141 Streptokinase 2.083 2.056 Baird et

al., 2002 300 Agen Fibrinolitik 149 151

Tabel 2 Outcome Klinis Pemberian Terapi Heparin dan Enoxaparin

Penulis Terapi Inisial

Intervensi

Outcome : Reinfark Miokard

Enox UFH Enox UFH

Cohen et

al., 2003 - 299 306 5 8

Sabatine et al., 2007

Clopidogrel 1.083 1.090 11 27

Tanpa

Clopidogrel 6.528 6.390 114 157

El-rayes et al., 2010

Tenecteplase 109 251 3 9

Giraldez et al., 2007

Fibrin

Spesifik 8.142 8.141 253 378

Streptokinase 2.083 2.056 56 78

Baird et al., 2002

Agen

Fibrinolotik 149 151 22 30

Penelitian [8] menemukan bahwa 5 dari 299 pasien yang menerima enoxaparin dan 8 dari 306 pasien yang mendapat UFH mengalami reinfark miokard. Studi ExTRACT-TIMI 25 (Enoxaparin and Thrombolysis Reperfusion for Acute Myocardial Infarction Treatment Thrombolysis in Myocardial Infarction 25) trial yang dilakukan oleh [9], pada kelompok pasien yang mendapat clopidogrel dan enoxaparin 11 pasien diantaranya mengalami reinfark miokard. Kelompok pasien yang mendapat UFH 27 pasien diantaranya mengalami reinfark miokard. Kelompok pasien yang tidak mendapat clopidogrel pasien yang mengalami reinfark miokard sebanyak 114 pasien dari kelompok enoxaparin dan 157 pasien dari kelompok UFH.

Studi kohort (AMI)-QUEBEC yang dilakukan oleh [10], 3 pasien yang mendapat enoxaparin mengalami reinfark miokard sedangkan yang mendapat UFH sebanyak 9 pasien. Penelitian lain

yang dilakukan oleh [11] membagi pasien menjadi 2 kelompok, kelompok pasien yang mendapat terapi inisiasi fibrin spesifik kemudian mendapat enoxaparin sebanyak 253 pasien dan 378 pasien yang mendapat UFH mengalami reinfark miokard.

Kelompok lain yang mendapat terapi inisiasi streptokinase, 56 pasien yang mendapat enoxaparin dan 78 pasien yang mendapat UFH mengalami reinfrak miokard. Penelitian [12], 22 pasien yang mendapat enoxaparin mengalami reinfark miokard dan 30 pasien yang mendapat UFH mengalami reinfark miokard.

Pembahasan

Unfractionated Heparin atau UFH dan derivatnya seperti LMWH merupakan jenis antikoagulan yang sering diresepkan diseluruh dunia penggunaannya sebagai antikoagulan terapeutik maupun profilaksis pada berbagai kondisi medis dan bedah [5].

Pasien dengan kondisi infark jantung dimana terjadi oklusi total arteri koroner, antikoagulan digunakan untuk melarutkan trombus yang terbentuk sehingga dapat mengembalikan aliran darah [13].

Komplikasi umum yang sering muncul dari terapi ini adalah perdarahan, dan komplikasi trombotik lain yang dapat muncul selama pengobatan adalah Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT). Kondisi ini sangat berbahaya, berpotensi letal, menyebabkan reaksi obat yang merugikan diperantarai oleh sistem imun dengan berikatan oleh UFH, dan lebih sedikit terjadi pada pasien yang menggunakan LMWH. Angka mortalitas yang berkaitan dengan HIT dilaporkan berkisar antara 20%-30% [5].

Gejala klinis umum yang timbul dari HIT adalah trombositopenia. Setelah tubuh terpapar oleh UFH, jumlah trombosit akan menurun dengan cepat hingga 50% atau melebihi nilai ambang. Patofisiologi HIT sendiri dimulai dari terbentuknya kompleks formasi heparin/platelet faktor (PF-4) dan berikatan dengan IgG. Imunoglobulin G kemudian mengenali neoepitope yang terdapat pada PF4 dan mengaktivasi monosist serta platelet.

Konsekuensi yang timbul dari proses ini adalah pembentukna trombin, tissue factor, platelt-fibrin thrombin, procoagulant microparticles, dan pelepasan PF4 lebih lanjut [5].

Proses ini terus berlanjut hingga menyebabkan kondisi hypercoagulable state. Siklus ini hanya akan berhenti apabila penggunaan UFH dihentikan dan memulai terapi yang sesuai.

Proses penyakit yang bermanifestasi sebagai trombositopenia ini kemudian menyebabkan gangguan paradoks, protrombotik dan menyebabkan kejadian trombosis mulai dari 50% sampai 89% pada pasien yang tidak diobati. Kondisi ini berdampak pada tubuh dengan menimbulkan komplikasi berupa infark miokard akut dan stroke. Pemberian antikoagulan alternatif perlu dilakukan dengan menggunakan antikoagulan yang memiliki mekanisme kerja cepat

(4)

dan mampu menginterupsi aktivitas kaskade koagulasi pada level trombin atau faktor Xa [5].

Secara farmakologis antikoagulan LMWH seperti enoxaparin memiliki kemampuan 4x lebih kuat untuk mencegah aktivasi faktor X yang sangat berperan untuk memicu pembentukan trombin [14]. Golongan LMWH lebih baik dalam menginhisi kaskade koagulasi dibanding UFH karena memiliki aktivitas anti- faktor Xa dibanding anti-faktor Iib dengan rasio 4,3 : 1. Golongan LMWH juga lebih stabil dan tidak memerlukan pemantauan antikoagulan yang ketat [3].

Penelitian [12] menemukan penggunaan enoxaparin dibanding heparin pada pasien yang menerima terapi fibrinolotik berhubungan dengan penurunan kejadian reinfark dalam kurun waktu 90 hari. Berbeda dengan penelitian [8], hasilnya menunjukkan bahwa enoxaparin tidak secara signifikan mampu menurunkan insiden reinfark miokard dalam waktu 30 hari dibanding UFH pada pasien STEMI. Pemberian heparin pada 28%

pasien sebagai terapi inisial diduga menyebabkan bias hasil penelitian karena mempengaruhi kelompok yang akan mendapata terapi enoxaparin.

Penelitian yang dilakukan oleh [14], membandingkan hasil angiografi dan outcome klinis pasien yang ditatalaksana dengan LMWH dan UFH pada stdui CLARITY-TIMI 28. Studi ini membandingkan kelompok yang mendapat clopidogrel dengan plasebo pada pasien STEMI. Hasilnya menunjukkan bahwa pasien STEMI yang diberikan terapi fibrinolitik kemudian diberikan terapi LMWH dan dibandingkan dengan UFH berhubungan dengan outcome angiografi yang lebih baik dan mampu menurunkan angka rekuren miokardial infark.

Tahun 2007 [11] dan [9] melakukan penelitian pada pasien STEMI yang mendapat terapi sebelumnya. Hasil penelitian [11]

menunjukkan bahwa adanya manfaat yang diberikan pada strategi pengobatan dengan menggunakan enoxaparin dibanding UFH baik pada penggunaan streptokinase maupun agen fibrin spesifik untuk mengobati pasien STEMI. Hal ini menyebabkan enoxaparin lebih disarankan penggunaannya dibanding UFH sebagai strategi fibrinolisis terlepas dari agen fibrin spesifik yang diberikan.

Penelitian yang dilakukan oleh [12] dan [11] membuktikan penelitian yang dilakukan oleh [15] pada tahun 2008 yang melakukan reviu artikel terhadap pengaplikasian golongan LMWH efektif dan aman sebagaimana pemberian UFH dan lebih kuat untuk dipertimbangkan penggunaannya terlepas dari dilakukannya pemberikan agen fibrin spesifik atau tidak.

Hal ini disebabkan karena pemberiannya dilakukan secara subkutan dan tidak terlalu membutuhkan pemeriksaan aPTT secara berkala sehingga perlu dipertimbangkan pemberiannya.

Enoxaparin menjadi golongan LMWH yang paling sering dipelajari

dan secara konsisten menunjukkan bahwa enoxaparin lebih superior dibanding plasebo maupun UFH saat perawatan di rumah sakit dan penurunan kejadian reinfark atau rekuren iskemia dalam 30 hari [15].

Penelitian yang dilakukan oleh [9] menunjukkan hasil yang sama sehingga mendukung penelitiannya pada tahun 2005.

Hasilnya menunjukkan enoxaparin secara signfikan menurunkan angka rekuren miokard infark dalam 30 hari baik pada pasien yang mendapat tatalaksana dengan clopidogrel maupun yang tidak mendapat clopidogrel.

Sebuah meta analisis yang dilakukan oleh [16], juga menunjukkan hasil yang serupa . pasien STEMI yang mendapat tatalaksana dengan aspirin kemudian mendapat terapi trombolitik dirandomisasi untuk membandingkan UFH yang diberikan secara intravena dengan terapi kontrol menunjukkan bahwa UFH tidak mencegah reinfark ataupun kematian. Pemberian LMWH untuk 4 sampai 8 hari dibandingkan dengan pemberian plasebi terbukti menurunkan seperempat angka reinfark dan ketika dibandingkan langsung dengan UFH, LMWH menurunkan angka reinfark hampir setengahnya. Meta analisis yang dilakukan oleh [17] juga menunjukkan bahwa LMWH sebagai terapi adjuvan lebih baik dibanding UFH terkait penurunan reinfark dalam 7 hari dan 30 hari selama follow-up di rumah sakit.

Hasil penelitian yang dilakukan [10] pada studi kohort AMI-QUEBEC menunjukkan hasil yang berbeda. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap adverse events di rumah sakit antara kelompok yang diberikan enoxaparin dan kelompok yang diberikan UFH ketika digunakan dalam konteks yang sesungguhnya. Penelitian yang dilakukan oleh [10] didukung oleh [18] yang menunjukkan bahwa diantara pasien berisiko tinggi dengan STEMI dan akan menjalankan katerisasi setelah fibrinolisis, enoxaparin memiliki kemanjuran obat yang sama dengan UFH.

Terapi fibrinolitik menjadi tatalaksana reperfusi penting di fasilitas kesehatan yang tidak memiliki fasilitas atau kemampuan untuk melakukan IKP atau tidak dapat melakukan IKP dari waktu yang direkomendasikan untuk diberikan pada pasien dengan STEMI dalam waktu 12 jam sejak gejala muncul tanpa kontraindikasi dan tidak memungkinkannya ditatalaksana dengan IKP. Terapi fibrinolitik segera dimulai di ruang gawat darurat dan obat-obatan fibrin spesifik seperti tenekteplase, alteplase dan reteplase, lebih direkomendasikan penggunaannya dibanding streptokinase [1].

Obat-obatan fibrinolitik secara cepat memecah trombus dengan mengkatalisasi formasi serin protease plasmin dari prekursor zymogennya yakni plasminogen. Sebagai respon terhadap cedera, endotel akan mensintesis dan melepaskan tissue

(5)

plasminogen activator (t-PA), yang akan mengubah plasminogen menjadi plasin. Plasmin kemudian melakukan remodelisasi trombus yang terbentuk dan membatasi pembentukannya dengan mencerna fibrin. Regulasi sistem fibrinolitik sangat berguna dalam pengobatan pada penyakit trombotik. Tissue plasminogen activator, urokinase dan streptokinase adalah agen-agen yang akan mengaktifkan sistem fibrinolitik [19].

Pasien STEMI juga harus diberikan antitrombotik seperti aspirin oral dan clopidogrel diberikan sebagai tambahan aspirin.

Terapi antikoagulan seperti heparin dan enoxaparin direkomendasikan untuk diberikan pada pasien-pasien yang menjalani strategi reperfusi dengan fibrinolitik sampai dapat dilakukan revaskularisasi apabila dapat dilakukan atau selama dirawat di RS [1]. Aspirin menjadi obat yang menghambat sintesis prostaglandin, suatu produk arakidonat yang akan menyebabkan platelet berubah bentuk dan melepaskan granulanya agar beragregasi. Clopidogrel bekerja menghamnat agregasi platelet dengan menginhibisi jalur ADP. Obat ini secara ireversibel memblok reseptor ADP P2Y12 pada platelet [19].

Kombinasi obat-obatan ini diperlukan dan berperan sentral pada penatalaksanaan SKA. Penggunaan obat-obatan ini secara efektif dapat menurunkan kejadian rekuren iskemia termasuk infark miokard dan stent trombosis serta penurunan angka kematian [20].

Antitrombotik berperan penting dalam memfasilitasi dan mempertahankan reperfusi pada pasien yang mendapat terapi fibrinolitik [21].

Melihat kembali mekanisme kerja kedua antikoagulan ini meskipun enoxaparin lebih efektif dibanding heparin, antikoagulan alternatif yang digunakan sebaikanya juga bukan dari golongan LMWH atau warfarin karena keduanya dapat memperburuk terbentuknya trombin dan meningkatnya risiko tormbosis. Lebih lanjut reaksi silang yang timbul dari penggunaan LMWH dengan antibodi HIT lebih signifikan hingga 90% [5]. Sejumlah keterbatasan dalam penelitian ini juga perlu menjadi perhatian.

Peneliti menggunakan 5 literatur yang 1 diantaranya memiliki risiko bias unclear dikarenakan keterbatasan informasi yang tertulis di dalam literatur tersebut. Kedua, terapi inisial yang diberikan kepada pasien. Adanya masalah ini memerlukan penelitian lebih lanjut agar kedepannya dapat ditemukan antikoagulan yang efektif untuk mencegah timbulnya komplikasi lebih lanjut dari pengobatan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis sitematik literatur dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian perbedaan kejadian reinfark miokard akibat penggunaan antikoagulan UFH

dan enoxaparin pada pasien STEMI didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kejadian reinfark miokard akibat penggunaan antikoagulan UFH dan enoxaparin pada pasien STEMI. Diketahui juga bahwa sebagian besar pasien sudah mendapat terapi inisial dengan agen fibrinolitik yang berbeda-beda sebelumnya. Tidak terdapat perbedaan kejadian reinfark miokard akibat penggunaan antikoagulan UFH dan enoxaparin pada pasien yang mendapat terapi inisial berupa UFH. Sebagai hasil reviu dari 5 literatur maka enoxaparin direkomendasikan sebagai antikoagulan pilihan untuk digunakan oleh tenaga medis dalam menatalaksana pasien STEMI.

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Dekan Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta, Kepala Program Studi Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta, Kepala Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta, dosen pembimbing dan penguji serta teman-teman sekalian yang telah memberikan bantuan dalam mewadahi penelitian ini.

REFERENCE

[1] Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut, Keempat.

2018.

[2] World Health Organization, “Fact Sheets Cardiovascular disease (CVDs),” 2017. https://www.who.int/news- room/fact-sheets/detail/cardiovascular-diseases-(cvds).

[3] S. Ali-Hassan-Sayegh et al., “Administration of low molecular weight and unfractionated heparin during percutaneous coronary intervention,” Indian Heart J., vol.

68, no. 2, pp. 213–224, 2016, doi:

10.1016/j.ihj.2016.01.014.

[4] A. Katoh and H. Ikeda, “Platelet count as a prognostic marker in patients with acute coronary syndromes,” Circ.

J., vol. 76, no. 3, pp. 591–592, 2012, doi: 10.1253/circj.CJ- 12-0053.

[5] B. S. Salter et al., “Heparin-Induced Thrombocytopenia:

A Comprehensive Clinical Review,” J. Am. Coll. Cardiol., vol. 67, no. 21, pp. 2519–2532, 2016, doi:

10.1016/j.jacc.2016.02.073.

[6] V. Auffret et al., “Efficacité et sécurité d’emploi de l’administration pré-hospitalière d’héparine non fractionnée, d’énoxaparine ou de bivalirudine chez des patients présentant un syndrome coronarien aigu avec sus- décalage persistant du segment ST traités par angioplastie primaire : données du registre ORBI,” Arch. Cardiovasc.

(6)

Dis., vol. 109, no. 12, pp. 696–707, 2016, doi:

10.1016/j.acvd.2015.10.007.

[7] Y. J. Li et al., “Low molecular weight heparin versus unfractionated heparin in patients with acute non-ST- segment elevation myocardial infarction undergoing percutaneous coronary intervention with drug-eluting stents,” J. Cardiol., vol. 59, no. 1, pp. 22–29, 2012, doi:

10.1016/j.jjcc.2011.09.005.

[8] M. Cohen et al., “The Safety and Efficacy of Subcutaneous Enoxaparin Versus Intravenous Unfractionated Heparin and Tirofiban Versus Placebo in the Treatment of Acute ST-Segment Elevation Myocardial Infarction Patients Ineligible for Reperfusion (TETAMI):

A Randomized Trial,” J. Am. Coll. Cardiol., vol. 42, no.

8, pp. 1348–1356, 2003, doi: 10.1016/S0735- 1097(03)01040-4.

[9] M. S. Sabatine et al., “Efficacy and Safety of Enoxaparin Versus Unfractionated Heparin in Patients With ST- Segment Elevation Myocardial Infarction Also Treated With Clopidogrel,” J. Am. Coll. Cardiol., vol. 49, no. 23, pp. 2256–2263, 2007, doi: 10.1016/j.jacc.2007.01.092.

[10] M. El-Rayes et al., “Safety and effectiveness of enoxaparin following fibrinolytic therapy: Results of the Acute Myocardial Infarction (AMI)-Quebec registry,”

Can. J. Cardiol., vol. 26, no. 8, pp. 431–436, 2010, doi:

10.1016/S0828-282X(10)70441-4.

[11] R. R. Giraldez et al., “Enoxaparin is superior to unfractionated heparin in patients with ST elevation myocardial infarction undergoing fibrinolysis regardless of the choice of lytic: An ExTRACT-TIMI 25 analysis,”

Eur. Heart J., vol. 28, no. 13, pp. 1566–1573, 2007, doi:

10.1093/eurheartj/ehm179.

[12] S. H. Baird, I. B. A. Menown, S. J. McBride, T. G.

Trouton, and C. Wilson, “Randomized comparison of enoxaparin with unfractionated heparin following fibrinolytic therapy for acute myocardial infarction,” Eur.

Heart J., vol. 23, no. 8, pp. 627–632, 2002, doi:

10.1053/euhj.2001.2940.

[13] T. H. Tjay and K. Rahardja, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Samping, VII. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015.

[14] M. S. Sabatine et al., “Angiographic and clinical outcomes in patients receiving low-molecular-weight heparin versus

unfractionated heparin in ST-elevation myocardial infarction treated with fibrinolytics in the CLARITY- TIMI 28 trial,” Circulation, vol. 112, no. 25, pp. 3846–

3854, 2005, doi:

10.1161/CIRCULATIONAHA.105.595397.

[15] A. Rubboli, “Efficacy and Safety of Low-Molecular- Weight Heparins As An Adjunct to Thrombolysis in Acute ST-Elevation Myocardial Infarction,” Curr. Cardiol. Rev., vol. 4, no. 1, pp. 63–71, 2008, doi:

10.2174/157340308783565438.

[16] J. W. Eikelboom, D. J. Quinlan, S. R. Mehta, A. G. Turpie, I. B. Menown, and S. Yusuf, “Unfractionated and low- molecular-weight heparin as adjuncts to thrombolysis in aspirin-treated patients with ST-elevation acute myocardial infarction: A meta-analysis of the randomized trials,” Circulation, vol. 112, no. 25, pp. 3855–3867, 2005, doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.105.573550.

[17] S. Singh, A. Bahekar, J. Molnar, S. Khosla, and R. Arora,

“Adjunctive low molecular weight heparin during fibrinolytic therapy in acute ST-segment elevation myocardial infarction: A meta-analysis of randomized control trials,” Clin. Cardiol., vol. 32, no. 7, pp. 358–364, 2009, doi: 10.1002/clc.20432.

[18] G. S. Lavi S, Cantor WJ, Casanova A, Tan MK, Yan AT, Džavík V, Fitchett D, Cohen EA, Borgundvaag B, Heffernan M, Ducas J, “Efficacy and safety of enoxaparin compared with unfractionated heparin in the pharmacoinvasive management of acute ST-segment elevation myocardial infarction: Insights from the TRANSFER-AMI trial,” Am. Heart J., vol. 163, no. 2, pp.

176–181, 2012, [Online]. Available:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22305834/.

[19] B. Katzung, Basic & Clinical Pharmacology, 14th editi.

McGraw-Hill Education, 2018.

[20] Z. A. Onwordi ENC, Gamal A, “Anticoagulant therapy for acute coronary syndromes,” Interv. Cardiol. Rev., vol. 13, no. 2, pp. 87–92, 2018, [Online]. Available:

https://www.icrjournal.com/articles/anticoagulant- therapy-acute-coronary.

[21] D. P. Dunn SP, Cardiology B-A, Kazmi H, Cardiology Critical Care Antithrombotic Therapies in Acute Coronary Syndrome. Ccsap, 2017.

Gambar

Tabel  2  Outcome  Klinis  Pemberian  Terapi  Heparin  dan  Enoxaparin  Penulis  Terapi  Inisial  Intervensi  Outcome : Reinfark Miokard

Referensi

Dokumen terkait

Ibu berusia >18 tahun, mampu membaca dan menulis, tidak memiliki nak yang pernah dirawat NICU sebelumnya, tidak memiliki ganggguan fisik yang mengganggu

dibuat maka penulis menyarankan untuk menggunakan sensor elektroda pH lebih dari satu, agar didapat pengukuranan yang merata pada permukaan cairan.  Untuk mengembangkan alat

Penenilitian ini menyimpulkan masih kurangnya SDM dari segi kuantitas, keterlambatan dalam penurunan dana, sarana dan prasarana di posyandu masih belum

1) Metode komunikasi bermedia dilakukan dengan menayangkan materi mengenai pengetahuan umum yang berkaitan dengan manajemen produksi film, program kerja dalam tahap

Pada tabel 3 menunjukan bahwa hasil penilitian bivariat menunjukan selisih rata-rata nyeri dismenorea sebelum dan sesudah diberikan coklat hitam jus wortel yaitu 2.8 dengan

Wanita dengan pernikahan yang tidak diinginkan, maka tidak memiliki bijaksana atau kurang memiliki prinsip dalam menjalankan rumah tangganya sehingga menyumbang

maka dapat disimpulkan dari hasil yang diperoleh penelitian terdapat hubungan antara durasi penggunaan gadget terhadap interaksi sosial pada anak usia pra sekolah di

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendistribusian kapsul vitamin A sebelum adanya pandemi covid- 19 di Kota Pekanbaru berjalan dengan baik walaupun