• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemikiran Soekarno tentang Keadilan dan Kemerdekaan bagi Kaum Perempuan Ditinjau dari Perspektif Teori Keadilan Susan Moller Okin T2 752012002 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemikiran Soekarno tentang Keadilan dan Kemerdekaan bagi Kaum Perempuan Ditinjau dari Perspektif Teori Keadilan Susan Moller Okin T2 752012002 BAB I"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

“PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG KEADILAN DAN

KEMERDEKAAN BAGI KAUM PEREMPUAN DITINJAU DARI

PERSPEKTIF TEORI KEADILAN

SUSAN MOLLER OKIN ”

A.Latar Belakang Masalah

Perempuan adalah sebuah kata yang sangat familiar bagi pendengaran setiap

manusia. Kata “perempuan” dapat diartikan kedalam dua konotasi yakni konotasi

yang positif dan konotasi yang negatif. Yang dimaksudkan dengan konotasi positif

ialah kata “perempuan” menggambarkan sosok yang di-tuankan. Sebaliknya, konotasi

negatif yang ada dibalik kata perempuan menggambarkan titik kelemahan dari

seorang perempuan. Perempuan sebuah kata yang dapat diinterpretasi dalam banyak

cara serta dapat dinilai dari berbagai macam sudut pandang sehingga tidak

mengherankan jika terdapat banyak hal dari perempuan yang dapat dijadikan sebagai

bahan perbincangan baik dalam hal peran, fungsi, kedudukan, dan sebagainya.

Dalam pandangan masyarakat awam, perempuan adalah pelengkap bagi

seorang laki-laki sehingga tempat yang sangat tepat bagi seorang perempuan ialah

berada di samping laki-laki. Dalam cara pandang yang semacam ini maka banyak

perspektif yang timbul dipermukaan berkaitan dengan siapa dan apa itu perempuan.

Perempuan adalah makhluk yang lemah, kurang memiliki kemampuan untuk berpikir

lebih baik, tidak dapat membawa perubahan yang signifikan bagi masyarakat dan

bangsa sehingga pekerjaan yang lebih cocok bagi seorang perempuan adalah melayani

dan mengurus laki-laki. Tidak baik bagi perempuan untuk bekerja dan berkarya pada

wilayah publik karena sejatinya tempat perempuan adalah wilayah domestik. Itu

(2)

2 maka perempuan tidak ada apa-apanya. Pernyataan-pernyataan di atas sering kita

dengar, bahkan pernyataan-pernyataan tersebut terkadang telah di-paten-kan untuk

menunjukkan bahwa betapa kecil dan lemahnya seorang perempuan. Dengan begitu

kaum perempuan sering mengalami tindakan yang diskriminatif,

tindakan-tindakan yang tidak adil dari kaum laki-laki serta dari masyarakat di mana perempuan

itu berada bahkan sering menjadi sasaran dari berbagai macam kepentingan sehingga

perlakuan yang demikian bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan keluarga,

masyarakat, dan bangsa.

Secara garis besar, penulisan ini akan membahas tentang keadilan bagi kaum

perempuan. Adapun, penulis akan menggunakan pemikiran Soekarno yang mengulas

tentang keadilan bagi kaum perempuan. Menurut penulis pemikiran Soekarno dapat

memberikan sumbangan yang positif bagi kedudukan, peran serta fungsi seorang

perempuan dalam ranah domestik maupun publik.

Soekarno lahir di Lawang Seketeng, Surabaya, pada tanggal 6 Juni 1901.

Nama lengkap Soekarno waktu lahir ialah Kusno Sosrodihardjo. Ketika masih kecil,

karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa; oleh orang tuanya nama

diganti menjadi Soekarno. Ia dilahirkan dari pasangan Ida Ayu Rai Srimben dan

Raden Soekemi Sosrodihardjo.1 Ia adalah salah seorang founding fathers bangsa Indonesia yang banyak berperan dalam membangkitkan, menumbuhkan jati diri

bangsa Indonesia, serta meletakkan dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.

Ia begitu melegenda sebagai proklamator dan pemimpin besar Indonesia serta diakui

sebagai pemimpin yang konsisten dengan perjuangan kapitalisme dan

anti-kolonialisme. Ia tumbuh menjadi seorang yang penuh perasaan cinta kepada sesama,

terutama kepada golongan yang tertindas dan terhisap. Ia juga terlahir dengan

1 Wang Xiang Jun, Soekarno Uncensored: Benarkah Soeharto lebih baik dari Soekarno (Yogyakarta:

(3)

3 pengalaman religius yakni keimanan dirinya pada ajaran Islam yang cukup kental

tertanam dalam hatinya. Pada masa kecilnya ia tinggal bersama kakeknya di

Tulungagung. Pada usia 14 tahun, ia tinggal di Surabaya bersama dengan Oemar

Tjokroaminoto yang tidak lain adalah teman bapaknya dan bersekolah di Hoogere

Burger School (HBS). Semasa sekolah di HBS Soekarno mulai menulis artikel politik

melawan kolonialisme Belanda di surat kabar pimpinan Tjokroaminoto yaitu

Oetoesan Hindia.2 Masa kepemimpinannya ialah masa dimana ia hadir dengan

pemikiran-pemikirannya yang sangat istimewa, pemikiran-pemikiran yang

mengutamakan keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Hal itu terlihat dengan

sangat jelas melalui ungkapan yang ia katakan bahwa: Republik Indonesia didirikan

bukan untuk satu golongan, akan tetapi “semua buat semua”, “satu buat semua.”3 Selanjutnya mengapa pemikiran dari Soekarno menjadi sangat penting karena

pemikirannya sangat ideal bagi perkembangan peran, fungsi, dan posisi seorang

perempuan khususnya pada masa menjelang kemerdekaan Indonesia bahkan pada

masa setelah kemerdekaan serta pada masa kepemimpinannya. Selebihnya, apa yang

dipikirkan oleh Soekarno tidak hanya sekedar konsep atau ide semata namun berlanjut

pada tataran praksis yang sangat terlihat nyata pada masa-masa dimana ia memimpin

bangsa Indonesia. Karena itu ide-ide yang dikemukakan oleh Seokarno bukanlah ide

yang hanya berlaku pada zaman pemerintahannya (Orde Lama), bukanlah ide yang

telah usang sehingga tidak berlaku pada zaman sekarang ini. Sebaliknya, ide-ide dari

Soekarno justru masih dilihat/dipandang sangat relevan pada konteks Indonesia disaat

ini.

2 Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970 (Yogyakarta: Kelompok Penerbit

AR-RUZZ MEDIA, 2008), 14, 15.

3 Saafroedin Bahar & Nannie Hudawati (Tim Penyunting), Risalah Sidang BPUPKI - PPKI, 28 Mei

(4)

4 Indonesia di masa pemerintahan Orde Lama terlihat sangat nasionalis, sangat

demokratis, dan juga sangat terbuka untuk menerima peran perempuan dalam

mengusahakan perkembangan dan kemajuan bangsa. Hal itu terbukti melalui

bertumbuhnya kepercayaan bagi kaum perempuan untuk berperan aktif dalam

menyumbangkan pemikiran bahkan tenaga mereka bagi bangsa ini melalui berbagai

macam pergerakan yang dipimpin oleh kaum perempuan. Salah satu dari pergerakan

tersebut ialah Gerwis yang adalah cikal bakal terbentuknya Gerwani4 pada masa pemerintahan Soekarno. Selain Gerwis masih banyak lagi pergerakan-pergerakan

lainnya yang mengijinkan kaum perempuan untuk bergerak secara bebas bahkan

perempuan diberikan kesempatan untuk berdiri di depan dan menjadi pemimpin pada

masa pemerintahan Orde Lama. Penulisngnya, pada masa pemerintahan Orde Baru

terjadi perubahan terhadap peran dan fungsi dari tiap-tiap anggota masyarakat yang

ada dalam wilayah Indonesia. Salah satunya ialah kedudukan dan peran perempuan

yang pada awalnya diberikan kebebasan dalam berperan aktif pada ranah publik,

bergeser penuh hanya pada wilayah domestik. Dengan kata lain, perempuan yang

sudah ada di wilayah publik dipaksakan kembali pada wilayah domestik yakni

mengurus anak dan suami, mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sehingga

tidak diberikan kebebasan dalam berperan aktif bagi negara dan bangsa sehingga

perempuan dibentuk dengan pandangan “ibuisme” yang hanya mengayomi dan

mengurusi rumah tangga. Pandangan seperti ini yang mengakibatkan perempuan

berada pada posisi subordinat dan tidak berani untuk berada pada posisi depan dalam

memimpin. Selain itu, alasan yang menyebabkan kaum perempuan berada pada posisi

subordinat ialah kentalnya budaya patriakal dalam sistem masyarakat pada wilayah

4 Gerwani adalah gerakan yang menghendaki agar perempuan bermandiri, dan lebih menyukai kerja

(5)

5 Indonesia. Pada masyarakat dengan sistem patriarki, perempuan adalah mahkluk kelas

dua. Hal semacam ini tidak akan pernah lenyap jika anggapan yang salah terhadap

perempuan tidak dibongkar. Laki-laki dan perempuan memiliki identitas yang sama

yaitu identitas sebagai manusia yang juga berhak dalam menentukan kebebasan dan

berhak dalam mendapatkan keadilan.

Berkaitan dengan pemikiran yang dikemukakan oleh Soekarno, maka yang

menjadi tujuan dari penulisan ini ialah melihat hal-hal yang telah dilakukan oleh

Soekarno berkaitan dengan peran dan posisi perempuan Indonesia pada zaman

pemerintahannya dan peran perempuan yang ada pada zaman setelah masa

pemerintahannya yang kemudian akan dievaluasi melalui teori keadilan yang

dikemukakan oleh Susan Moller Okin yakni yang membahas tentang keadilan bagi

kaum perempuan.

Susan Moller Okin adalah seorang filsuf perempuan yang lahir pada tahun

1946 di Auckland, Selandia Baru. Dia meraih gelar sarjana dari University of

Auckland pada tahun 1967, gelar master filsafat dari Oxford pada tahun 1970 dan

gelar doktor dari Harvard pada tahun 1975. Dia mengajar di University of Auckland,

Vassar, Brandeis dan Harvard sebelum bergabung dengan fakultas Stanford. Okin

adalah direktur Etika dalam Program Masyarakat pada tahun 1993-1996. Ia menerima

berbagai penghargaan selama karirnya, termasuk American Political Science

Association Victoria Schuck Prize untuk buku terbaik tentang perempuan dan politik.5 Karya Okin terfokus pada pengucilan perempuan dari pemikiran politik Barat yang

berlangsung dari zaman dahulu hingga sekarang. Buku perempuannya dalam

Pemikiran Politik Barat (1979) dianggap sebagai landasan penelitian tentang

perempuan dalam politik. Dia juga menulis dua buku lainnya, Keadilan, Gender dan

(6)

6 Keluarga (1989) dan Multikulturalisme Apakah buruk untuk Perempuan? (1999).

Okin berpendapat bahwa jika sebuah teori gagal dalam membicarakan tentang

keprihatinan terhadap kaum perempuan di wilayah domestik, dengan demikian teori

tersebut pun gagal untuk memperhitungkan apa yang diperlukan dalam ranah publik.6 Alasan dipilihnya Okin dikarenakan dia memiliki konsep yang ideal bahkan

tidak terlalu begitu radikal jika dibandingkan dengan pemikiran dari para pemikir

feminis lainnya. Bagi Okin sendiri, keadilan bagi perempuan dan anak-anak juga

merupakan landasan terciptanya keadilan bagi kaum laki-laki. Jadi, Okin tidak

memaksakan untuk mengubah sistem yang sudah ada, akan tetapi Okin menginginkan

adanya pembagian kerja yang adil bagi perempuan dan juga bagi laki-laki. Namun

baginya, dalam hal ini perempuanlah yang selalu mengalami situasi yang tidak adil

dari budaya yang merupakan hasil konstruksi masyarakat. Oleh karena itu, Okin

mengkonsepkan sebuah teori keadilan yang berakar dari dalam kehidupan rumah

tangga/keluarga.

Berdasarkan latar belakang kehidupan kedua tokoh ini maka secara jelas

tergambar adanya perbedaan yang signifikan dari Soekarno dan Okin. Perbedaan itu

terlihat dimana keduanya hidup pada generasi yang berbeda, negara yang berbeda

yang di dalamnya terdapat perbedaan kebudayaan, bahkan kondisi sosial yang

melatarbelakangi sehingga terbentuknya pemikiran-pemikiran yang sangat ideal dari

keduanya. Hal yang menarik dari kedua tokoh ini ialah berkaitan dengan kehadiran

mereka bersama dengan gagasan-gagasan yang ideal dari keduanya. Soekarno hadir

pada masa dimana budaya patriakal melekat kuat dalam sistem kebudayaan

masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat melalui kurangnya peran dan partisipasi

6 http://news.stanford.edu/news/2004/march10/obitokin-310.html (diunduh tanggal 24 Juni 2013, pukul

(7)

7 perempuan dalam wilayah publik atau dengan kata lain perempuan terisolasi dari

dunia luar. Selebihnya, Soekarno adalah sosok yang sangat menaruh perhatian pada

kaum yang tertindas. Konteks inilah yang telah menginspirasinya sehingga mampu

menghadirkan gagasan yang ideal berkaitan dengan keadilan bagi kaum perempuan.

Sebaliknya, Okin hadir dengan gagasan dalam rentang waktu yang sangat jauh

berbeda dengan Soekarno yang telah lebih dahulu hadir dengan gagasan tentang

kaum perempuan. Okin hadir dengan mengkritik teori-teori keadilan yang telah

dikembangkan pada zaman klasik sampai pada zaman modern. Menurutnya, semua

teori keadilan yang ada tidak membahas secara mendalam tentang keadilan bagi kaum

perempuan. Ia berangkat dari keluarga sebagai sekolah moral yang seharusnya

menjadi tempat terbentuknya keadilan bagi semua pihak tanpa ada pengecualian.

Dengan demikian, teori yang dikembangkan oleh Okin bermanfaat untuk

mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukan oleh Soekarno baik pada masa ia

memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bahkan pada masa pemerintahannya.

Persoalan-persoalan termaksud menjadi hal yang sangat penting untuk

dikembangkan dan diteliti dalam sebuah penulisan. Karena itu pokok-pokok dari

pembahasan ini secara lengkap akan dibahas dan dikaji pada bab-bab berikutnya.

B.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka terdapat

pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai titik tolak dalam penulisan ini.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:

1. Bagaimana pemikiran keadilan dan kemerdekaan bagi kaum perempuan

(8)

8 2. Apa relevansi dari pemikiran Soekarno dan Susan Moller Okin berkaitan

dengan Keadilan dan Kemerdekaan bagi Perempuan Indonesia sekarang

ini?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan ialah untuk menjawab persoalan

melalui kedua pertanyaan yang telah diutarakan dalam pertanyaan penelitian yakni;

1. Mendeskripsikan pemikiran keadilan dan kemerdekaan bagi kaum

perempuan dalam pandangan Soekarno dan Susan Moller Okin.

2. Menjelaskan relevansi dari pemikiran Soekarno dan Susan Moller Okin

berkaitan dengan keadilan dan kemerdekaan bagi Perempuan Indonesia

sekarang ini.

D.Signifikansi Penelitian

Dalam penulisan ini, hendak ditampilkan sesuatu yang baru berkaitan dengan

eksistensi seorang perempuan. Yang dimaksudkan dengan sesuatu yang baru dalam

penulisan ini ialah timbulnya perspektif baru tentang keadilan dan kemerdekaan yang

benar-benar menghadirkan keadilan dan kemerdekaan bagi perempuan melalui

pemikiran Soekarno.

E.Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana peneliti

(9)

9 dengan cara mengekplorasi suatu konsep atau fenomena tertentu.7 Lexy J. Moleong mengatakan bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.8 Oleh karena itu, dalam penelitian ini maka metode yang dipakai adalah metode deskriptif yakni

suatu cara yang dilakukan oleh seorang peneliti dalam upaya mencari

jawaban yang benar atas apa yang diteliti yang pada akhirnya dapat

disumbangkan bagi masyarakat luas.

2. Metode Pengumpulan data

Dalam melengkapi informasi atau data yang dibutuhkan maka

pencarian data akan dilakukan dengan cara menelusuri berbagai macam

acuan melalui studi kepustakaan yang berkaitan dengan substansi dari

penelitian ini. Studi kepustakaan merupakan usaha untuk memperoleh data

dengan cara mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasi

pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku referensi

atau hasil penelitian lain).9 3. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan

refleksi

terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis

catatan singkat sepanjang penelitian. Analisis data kualitatif bisa saja

7 John W. Creswell., Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2012), 147.

8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Rosdakarya, 2002), 3.

9 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya (Jakarta: Ghalia

(10)

10 melibatkan proses pengumpulan data, interpretasi, dan pelaporan hasil secara

serentak dan bersama-sama.10 F. Kerangka Teori

Penulisan ini akan dikaji dengan teori yang dikembangkan oleh Susan Moller

Okin yakni teori keadilan bagi kaum perempuan. Teori ini akan menolong penulis

dalam menemukan konsep adil bagi sosok perempuan yaitu adil yang tidak hanya

secara konseptual, tetapi adil secara faktual bagi kaum perempuan serta melalui

keadilan yang faktual maka secara langsung perempuan menemukan kebebasan.

Artinya ialah perempuan benar-benar bebas dalam menjalani kehidupannya.

G.Sistematika Penulisan

Secara garis besar, penelitian ini akan disusun kedalam lima bab yang terdiri

dari:

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B. Pertanyaan Penelitian

C. Tujuan Penelitian

D. Signifikansi Penelitian

E. Metode Penelitian

1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian

2. Metode Pengumpulan Data

3. Metode Analisis Data

F. Kerangka Teori.

G. Sistematika Penulisan.

10 John W. Creswell, Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka

(11)

11 BAB II : TEORI KEADILAN SUSAN MOLLER OKIN

A. Konteks Yang Mendukung Pandangan Okin

B. Okin dan Pergumulannya

B.1. Keadilan dan Gender

B.2. Keluarga Sebagai Sekolah Keadilan

B.2.1. Keadilan dan Keluarga Ideal

B.2.2. Ketidakadilan dalam keluarga sebagai keadaaan alamiah

dan kewajiban sosial

B.3. Libertarianisme: Matriarki, Perbudakan, dan Distopia

B.4. Justice As Fairness

B.5. Dikotomi Publik/Domestik

B.6. Menuju Keadilan Yang Humanis

C. Inti Kritik Susan Okin

D. Kelebihan dan Kekurangan dari Teori Keadilan Okin

E. Kesimpulan

BAB III : PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG KEADILAN BAGI KAUM PEREMPUAN

A. Biografi Soekarno

B.Konteks yang Mendukung Pandangan Soekarno

B.1. Kenyataan Bangsa yang Terjajah

B.2. Diskriminasi Terhadap Kaum Perempuan

C. Gagasan Soekarno dalam Sarinah

D. Kemerdekaan dalam Pandangan Soekarno

E.Kelebihan dan Kekurangan dari Pandangan Soekarno Dibandingkan dengan

Susan Okin

(12)

12 E.2. Kekurangan

BAB IV : ANALISA PEMIKIRAN KEADILAN SOEKARNO DITINJAU DARI TEORI KEADILAN SUSAN MOLLER OKIN

A. Okin dan Keadilan Menurut Konteksnya

B. Soekarno dan Keadilan Menurut Konteksnya

C. Pencerahan Terhadap Konsep Keadilan Soekarno Ditinjau dari Teori Okin

D. Relevansi dari Pemikiran Soekarno dan Susan Moller Okin berkaitan dengan

Keadilan dan Kemerdekaan Bagi Perempuan Indonesia Sekarang Ini

E. Refleksi Teo-Politik terhadap Keadilan bagi Kaum Perempuan

E.1. Refleksi Politik

E.2. Refleksi Teologi

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

Perempuan sendiri yang tidak yakin dengan kemampuan mereka, pola pikir mereka masih sangat kental terhadap budaya patriakal, mereka menganggap bahwa laki-laki