NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat
Sarjana S-1 Pendidikan Geografi
Diajukan Oleh:
AGUNG SUSENO
A 610090077
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS ABSTRAK
TANGGAPAN MASYARAKAT DALAM MENGURANGI RESIKO BENCANA BANJIR DI DESA BLIMBING KECAMATAN GATAK
KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013
Agung Suseno, A610090077, Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013
Banjir adalah bencana dan juga masalah yang sering dihadapi manusia, terutama yang berada di wilayah dataran rendah. Desa Blimbing merupakan daerah rawan banjir, bagaimana tanggapan masyarakat terhadap bencana banjir. Tujuan penelitian ini yaitu; 1) Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap bencana banjir. 2) Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Desa Blimbing dalam penentuan tindakan menghadapi banjir. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan memberikan gambaran mengenai tanggapan masyarakat Desa Blimbing khusunya Dusun Bedodo dan Tempel ketika terjadi banjir dan tindakan pengurangan resiko bencana banjir. Metode yang digunakan meliputi observasi dan wawancara. Sumber data atau responden dalam wawancara dipilih secara purposive sampling bersifat snowball sampling sehingga diperoleh jumlah responden sebanyak 20 orang dari masyarakat Dusun Bedodo dan Tempel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggapan masyarakat terhadap bencana banjir yaitu sebagai musibah dan tingkat pendidikan menjadi penentu tindakan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir. Pengurangan resiko bencana banjir yang dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat Desa Blimbing yaitu: a) Melakukan normalisasi sungai atau pelurusan dan pembersihan badan sungai. b) Melakukan pengerukan sungai untuk mengurangi endapan didasar sungai dengan alat berat bantuan dari pemerintah. c) Gotong-royong membuat talut/tanggul sungai secara permanen dengan beton. d) Adanya larangan pada masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai.
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 1 PENDAHULUAN
Bencana banjir hampir setiap musim
penghujan melanda Indonesia. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan
adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.
Banjir
Banjir dapat menjadi sebuah
bencana bagi manusia apabila merusak sarana prasarana serta menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Cara mengantisipasi datangnya bencana banjir dapat dilakukan dengan berbagai
adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang
sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa (BPBD Sukoharjo 2012).
tindakan, misalnya pembuatan tanggul sungai, pelurusan meander sungai, pemasangan alat ukur ketinggian air dibadan sungai dan pemasangan sirine sebagai tanda ketika air sungai melebihi batas normal ketinggian air. Peristiwa banjir sering terjadi pada daerah dataran rendah yang dekat dengan
aliran sungai, misalnya daerah Jawa Tengah khususnya Kabupaten Sukoharjo sudah menjadi langganan banjir tiap tahunnya. Menurut data
yang dirilis Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kepada Badan Penanggulangan Daerah Bencana (BPBD) Kabupaten Sukoharjo tentang prakiraan daerah potensi banjir Jawa Tengah Oktober 2012 yang meliputi Kecamatan Gatak, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo dan Tawangsari berpotensi terkena banjir tingkat rendah (BPBD Sukoharjo 2012).
Penelitian ini membahas tentang peristiwa banjir di wilayah Kabupaten Sukoharjo, yaitu Desa Blimbing Kecamatan Gatak. Daerah ini rawan terjadi banjir dengan intensitas
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 2 terjadi banjir, hanya dua Dusun saja
yaitu Dusun Bedodo dan Tempel. Penyebab kedua dusun ini rawan terjadi banjir karena topogarfi Desa Blimbing berada pada dataran rendah, kondisi iklim basah (jumlah bulan hujan lebih besar), adanya percabangan sungai, serta kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Intensitas banjir di
desa ini lebih cenderung ringan (air tidak sampai masuk ke dalam rumah),
namun peristiwa ini rutin setiap tahun terjadi. Hal inilah yang harus ditangani
oleh masyarakat Desa Blimbing agar banjir tidak selalu menjadi langganan tiap tahunnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat terhadap bencana banjir dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat Desa Blimbing. Tanggapan masyarakat menurut Kartini Karotno (1996:58) mengatakan bahwa “tanggapan bisa diidentifikasikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan”
(bimbingandankonselingindonesia.blogs pot.com18/1/2013). Sedangkan tindakan masyarakat untuk mengurangi resiko
bencana banjir yaitu berupa cara-cara yang digunakan untuk meminimalisir
kerusakan serta kerugian akibat dari datangnya banjir.
Metode dalam penelitian ini meliputi observasi dan wawancara. Observasi dilakukan untuk mengatahui kondisi secara fisik lokasi penelitian yang meliputi kondisi lingkungan, sarana-prasana, dan sosial-ekonomi.
Sedangkan wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan masyarakat terhadap bencana banjir dan tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi resiko banjir. Sumber data atau responden dalam wawancara dipilih secara purposive sampling bersifat snowball sampling sehingga diperoleh jumlah responden sebanyak 20 orang dari masyarakat Dusun Bedodo dan Tempel.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertempat di Desa Blimbing, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, tepatnya di
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 3 dalam bentuk skripsi yakni dari bulan
januari sampai Mei 2013.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni penelitian yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendiskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Sanapiah Faisal, 2001:20). Penelitian ini berusaha memberikan gambaran tentang tanggapan masyarakat dalam mengurangi resiko bencana banjir serta tindakan yang dilakukan ketika menghadapi banjir. Sehingga data dalam penelitian ini sebagian besar akan berupa kata-kata (kualitatif), namun disertakan
pula data berupa angka (kuantitatif). Data-data yang telah terkumpul akan
dipaparkan sesuai dengan yang ditemukan di lapangan.
Subjek penelitian sebagaimana yang dikemukakan Spradley (1979) merupakan sumber informasi, sedangkan Moleong (1989) mengemukakan bahwa subjek penelitian merupakan orang dalam pada latar penelitian. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Blimbing. Sedangkan objek dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono dalam Basrowi, (2008: 44) adalah objek alamiah/natural setting, sehingga penelitian kualitatif sering disebut sebagai metode naturalistik. Berdasarkan pengertian tersebut maka
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 4 fisik lingkungan yang ada di lokasi
penelitian. Namun peneliti masih memerlukan objek lain untuk mendukung penelitian ini, yakni berupa tanggapan-tanggapan dari masyarakat Desa Blimbing terhadap ancaman bencana banjir.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi observasi dan wawancara. Marshall dalam Sugiyono
(2012:317) menyatakan bahwa “through observation, the researchser
learn about behaviour and the meaning
attached to those behaviour”. Melalui
observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Dari pengertian tersebut sangat jelas bahwa tema dalam penelitian ini yaitu tentang tanggapan masyarakat merupakan sebuah perilaku dari objek penelitian. Sehingga teknik observasi sangat tepat untuk digunakan dalam upaya memperoleh data.
Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2012:317) mendefinisikan interview sebagai berikut, “a meeting of two persons to exchange information and
idea through question and responses,
resulting in communication and joint
construction of meaning about a
particular topic”. Wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Sebagai pendukung data observasi maka peneliti menggunakan teknik wawawancara. Beberapa macam wawancara seperti
yang dikemukakan Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2012:319) antara lain: 1) wawancara terstruktur, 2) wawancara semi terstruktur, dan 3)
wawancara tak berstruktur. Dari berbagai macam wawacara diatas peneliti menggunakan wawancara terstruktur. Hal ini dikarenakan informasi yang ingin diperoleh dari responden sudah diketahui peneliti, yakni tentang tanggapan masyarakat Desa Blimbing dalam mengurangi resiko bencana banjir. Sumber data atau responden dalam wawancara dipilih secara purposive sampling bersifat snowball sampling sehingga diperoleh jumlah responden sebanyak 20 orang dari masyarakat Dusun Bedodo dan Tempel. Analisis data meliputi uji, credibility (validitas
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 5 confirmability (obyektivitas) (Sugiyono.
2012:366).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Secara Fisiografi letak Geografis Desa Blimbing berada di wilayah Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Berdasarkan peta administrasi Kabupaten Sukoharjo secara administratif Desa Blimbing terletak pada 7º 34’ LS dan 110º 44’ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebalah Utara : Desa Trosemi • Sebelah Timur : Desa Geneng
dan Desa Jati
• Sebelah Barat : Desa Kagokan dan Desa Luwang
• Sebelah Selatan : Desa Bolali, Wonosari Klaten
Desa Blimbing mempunyai luas wilayah 228.9201 Ha yang terbagi dalam 12 dusun, yaitu: Dusun Gatak, Brambang, Karangijo, Blimbing, Tempel, Bedodo, Klopo Gading, Kranon, Jetis, Tegalan, Boto, dan Botorejo.
Topografi Desa Blimbing adalah daerah dataran rendah dengan ketinggian 118 meter diatas
permukaan laut (mdpl). Kondisi geologis Desa Blimbing berdasarkan peta geologis Kabupaten Sukoharjo tersusun oleh batuan abu vulkanik gunung merapi. Karena material dominan dari abu gunung berapi maka kondisi tanah Desa Blimbing sangat subur. Hal ini dibuktikan dengan luasnya hamparan lahan
pertanian yang ada di desa tersebut yakni 153.224 Ha atau 67% dari luas Desa Blimbing, selain itu daerah penelitian ini termasuk dalam iklim
tropis, dilihat dari banyaknya jumlah hari hujan dalam 1 tahun ada 141 hari dengan rata-rata curah hujan dalam 1 tahun 218 mm (gatak.sukoharjokab. go.id15/1/2013). Desa Blimbing juga dilalui oleh sungai Gatak dengan memiliki dua percabangan sungai.
Data Blaners Monografi Desa Blimbing, Kecamatan Gatak, Kabupaten Dati II Sukoharjo pada bulan Juni 2010 menunjukkan, jumlah penduduk di Desa Blimbing sebanyak 5.326 jiwa yang tersebar di 12 dusun. Dari jumlah tersebut, 2.703 jiwa laki-laki dan 2.623 jiwa penduduk perempuan. Sebagian besar
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 6 sebagai buruh industri sebanyak 309
orang, petani sebanyak 271 orang, pegawai negeri sipil 161 orang, karyawan swasta dan petani sama-sama besar yakni 201 orang dan 271 orang. Selebihnya bekerja di bidang wiraswasta, dagang, buruh bangunan, pengangkutan, pertukangan, ABRI dan pensiunan/purnawirawan. Banyak
juga yang bekerja merantau ke luar daerah dan hanya pulang sebentar ketika libur panjang atau hari raya. Pendidikan masyarakat Desa
Blimbing sebagian besar masih ada yang belum sekolah, yaitu sebanyak 331 orang dan rata-rata yang sekolah hanya lulusan SD yakni 1.272 orang.
Hal inilah yang menjadi persoalan nantinya jika desa tersebut terjadi sebuah bencana, yaitu banjir. Masyarakat yang telah mengenyam pendidikan menengah akan lebih siap menghadapi bencana banjir dari pada yang tidak sekolah atau hanya lulusan SD.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bencana yang dihadapi masyarakat Desa Blimbing khususnya Dusun Bedodo dan Tempel adalah banjir. Penyebab banjir tersebut
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 7 meluap atau banjir seperti; topografi,
iklim, kelokan (meander), dan pengendapan (sedimentasi).
Sedangkan penyebab yang berasal dari manusia adalah segala aktifitas manusia disekitar sungai, misalnya; pembuangan sampah, tanggul yang masih rendah, penyempitan badan sungai, jebolnya tanggul, banyaknya tanaman bambu
dibadan sungai dan pembangunan rumah dibantaran sungai.
Berdasarkan Tabel 2 diatas jelas bahwa tahun 2012 Dusun Bedodo dan
Tempel tidak terjadi banjir, hal ini disebabkan masyarakat sudah melakukan tidakan pengurangn resiko bencana banjir diantaranya;
a) Melakukan normalisasi sungai atau
pelurusan dan pembersihan badan sungai.
b) Melakukan pengerukan sungai
untuk mengurangi endapan didasar sungai dengan alat berat bantuan dari pemerintah.
c) Gotong-royong membuat
talut/tanggul sungai secara permanen dengan beton.
d) Adanya larangan pada
masyarakat agar tidak membuang
sampah ke sungai.
Tanggapan masyarakat Desa Blimbing terhadap bencana banjir yaitu sebagai musibah. Masyarakat
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 8 Dampak negatif tersebut diantaranya;
terganggunya aktivitas masyarakat sehari-hari, jalan-jalan desa tergenang air, lumpur sisa-sisa banjir membuat jalan menjadi kotor.
Tingkat pendidikan menjadi penentu tindakan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir. Karena orang yang tingkat pendidikannya tinggi ketika
menghadapi banjir mereka lebih cermat dan teliti mana yang harus diselamatkan terlebih dahulu.
Jika dibandingkan dengan orang yang tingkat pendidikannya rendah meraka belum bisa memilih mana yang lebih dahulu harus diselamatkan. Hal tersebut telah terbukti di lokasi penelitian, banyak warga masyarakat disana dengan tingkat pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT) dalam
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS | 9 SIMPULAN
Hasil penelitian yang telah
dilakukan di Desa Blimbing, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo secara singkat dapat diambil kesimpulan bahwa, bencana banjir di Dusun Bedodo
dan Tempel setiap tahun pasti terjadi. Banjir terjadi karena meluapnya sungai Gatak yang berada diantara kedua dusun akibat rendahnya tanggul sungai, banyaknya sampah di sungai, tingginya sedimentasi, adanya tanaman di badan sungai, banyaknya meander sungai dan tidak adanya pengawasan pintu air di bendungan sungai (dam). Tanggapan masyarakat Desa Blimbing terhadap bencana banjir yaitu sebagai dan musibah dan tingkat pendidikan menjadi penentu tindakan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir. Akibat atau dampak banjir bagi masyarakat Desa Blimbing diantaranya; terganggunya
aktivitas masyarakat sehari-hari, jalan-jalan desa tergenang air, lumpur sisa-sisa banjir membuat jalan menjadi kotor.
Upaya pengurangan resiko bencana
banjir harus dilakukan agar banjir tidak terjadi kembali, seperti halnya yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Blimbing. Beberapa tindakan
pengurangan resiko bencana banjir tersebut yaitu:
a. Melakukan normalisasi sungai
atau pelurusan dan pembersihan badan sungai.
b. Melakukan pengerukan sungai untuk mengurangi endapan didasar sungai dengan alat berat bantuan dari pemerintah.
c. Gotong-royong membuat
talut/tanggul sungai secara permanen dengan beton.
d. Adanya larangan pada
masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai.
Agung Suseno, Pendidikan Geografi 2009, FKIP-UMS DAFTAR PUSTAKA
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukoharjo: 2012
Basrowi, dkk. 2008. “Memahami Penelitian Kualitatif”. Jakarta: Rineka Cipta
Blaners Monografi Desa Blimbing, Kecamatan Gatak, Kabupaten Dati II Sukoharjo Bulan Juni 2010.
http://bimbingandankonselingindonesia.blogspot.com/2012/02/pengertian-tanggapan.html (diakses 18 januari 2013).
http://gatak.sukoharjokab.go.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id= 403(di akses 15 januari 2013).
Sanapiah Faisal. 2005. “Format-format Penelitian Sosial”. Jakarta: P.T Raja Grafindo