• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman bekerja pada penyandang disabilitas tubuh (studi kualitatif fenomenologi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengalaman bekerja pada penyandang disabilitas tubuh (studi kualitatif fenomenologi)"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALAMAN BEKERJA PADA PENYANDANG DISABILITAS

TUBUH

(STUDI KUALITATIF FENOMENOLOGI)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

I Made Adi Mahardika

NIM: 099114042

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Motto

Motto

Motto

Make success in your life and

Make success in your life and

Make success in your life and

Make success in your life and

Don’t lose your opportunity

Don’t lose your opportunity

Don’t lose your opportunity

Don’t lose your opportunity

Because opportunity not come back twice

Because opportunity not come back twice

Because opportunity not come back twice

Because opportunity not come back twice....

Giving meanin

Giving meanin

Giving meanin

Giving meaning in your life,

g in your life,

g in your life,

g in your life,

If you want to make happy in your life.

If you want to make happy in your life.

If you want to make happy in your life.

If you want to make happy in your life.

Ku persembahkan kepada :

Sri Hari Vishnu sebagai restu hidup saya

Durga Dewi sebagai pelindung saya

Segenap Keluarga yang telah mendukung saya

Alm. Dr. Chirstina Siwi Handayani, M.Si sebagai motivator hidup

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Januari 2014

Penulis,

(6)

vi

PENGALAMAN BEKERJA PADA PENYANDANG DISABILITAS

TUBUH

(STUDI KUALITATIF FENOMENOLOGI)

I Made Adi Mahardika

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman bekerja penyandang disabilitas tubuh. Penelitian ini mempunyai tiga pertanyaan penelitian. Pertanyaan pertama adalah bagaimana pengalaman bekerja penyandang disabilitas tubuh. Pertanyaan kedua adalah bagaimana penyandang disabilitas tubuh menjalani pekerjaannya, dan ketiga bagaimana sikap penyandang disabilitas tubuh terhadap tantangan. Tiga orang subjek penyandang disabilitas tubuh yang bekerja dipilih dengan criterion sampling. Pendataan dilakukan terhadap subjek melalui wawancara semi terstruktur. Proses validitas yang digunakan adalah validitas member cheking; validitas member cheking dilakukan dengan memberikan hasil analisis berupa tema-tema kepada subjek agar memiliki pemahaman yang sama diantara subjek dan peneliti. Penelitian ini menggunakan metode analisis fenomenologi deskriptif, sehingga dapat menangkap sedekat mungkin pengalaman yang dialami dan menggambarkan pengalaman tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman bekerja disabilitas tubuh terdapat dua tipe. Secara umum penyandang disabilitas tubuh mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan, diragukan kemampuannya bekerja. Pada tipe pertama adanya keinginan untuk diakui kemampuannya bekerja, menjalin relasi, menunjukkan kemampuannya sehingga dapat diterima dan diakui kemampuannya. Selain itu, pada tipe kedua terdapat pengalaman dimana kurang diterima oleh lingkungan kerjanya. Pengalaman tersebut juga memunculkan sikap terhadap kondisi disabilitasnya yang disandang.

(7)

vii

THE EXPERIENCE OF WORK PEOPLE WITH PHYSCAL DISABILITY

(QUALITATIVE PHENOMENOLOGY STUDY)

I Made Adi Mahardika

ABSTRACT

The aim of this study is to describe work experience of people with physical disability. This study has three research questions. The first question is how work experience of people with physical disability. The second question is how people with physical disability fulfilled their work and third, how response people with physical disability about challenge. Three subjects are employee with physical disability are selected by criterion sampling. The data are collected from subjects through semi-structure interviews. Validity process that is used is a member cheking validity; member cheking validity is done by giving the results of the analysis that are carried out in the form of the themes to the subjects in order to have a common understanding between the subjects and the researcher. This study uses descriptive phenomenological analysis method, so can capture as closely as possible the experience and also describe it. The results show that the work experience of people with physical disability have two types. In general people with physical disability include difficult to get a job, doubt of the ability to work. First type, the desire to be recognized in ability to work, build relationships, demonstrate the competences to be accepted and recognized. Beside, the second type there is a lack of experience to be accepted by the work environment. The experience also give arise attitudes towards disability conditions.

(8)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata

Dharma

NAMA

: I MADE ADI MAHARDIKA

NIM

: 099114042

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pengalaman Bekerja Pada Pengandang Disabilitas Tubuh

(Studi Kualitatif Fenomenologi)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya

memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk

menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 29 Januari 2014

Yang menyatakan,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Tugas akhir ini dibuat atas dasar kepedulian terhadap pengalaman

penyandang disabilitas tubuh yang bekerja dengan kompleksitasnya.

Peneliti memberikan penghargaan kepada semua pihak yang membantu

penelitian dan penulisannya. Terima kasih penulis haturkan kepada :

1.

Sri Hari Visnu, Dewi Saraswatyai dan Dewa Ganesha atas berkah kehidupan,

penerangan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.

2.

Bpk. Siswo Widiatmoko,M.Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma.

3.

Ibu Ratri Sunar Astuti,M.Si selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

4.

Bpk.Agung Santoso, M.A selaku dosen pembimbing akademik.

5.

Bapak V. Didik Suryo Hartoko,M.Si selaku pembimbing skripsi.

6.

Ibu M. M. Nimas Eki S. M.Si., Psi dan Ibu Ratri Sunar Astuti,M.Si selaku

para dosen penguji.

7.

Ibu Alm. Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si sebagai motivator dan inspirasi

dan selaku dosen yang pernah membimbing skripsi saya ditengah-tengah

perjuangannya.

8.

Kepada Ayah, Ibu, Kakak dan Adik serta keluarga besar atas doa dan

dukungan yang diberikan. Keluargaku di Yogyakarta Om, Tante, Dek Riva,

(10)

x

9.

Ibu ML. Anantasari, M.Si., Dewi Soerna A., M.Psi, P. Hernietta PDADS,

M.A, dan Th. Dewi Irianti G.,FCJ., Psi., M. M atas pengalaman pelajaran dan

teman diskusi.

10.

Teman-teman IOPC (Industrion and Organization Psychology Community)

terimakasih atas pengalaman, pelajaran kebersamaan dan jurnal-jurnal yang

di berikan.

11.

Mas Gandung, Pak Gik dan Bu Nanik atas kerja samanya selama ini. Mas

Doni atas pinjaman buku-buku dan Mas Muji atas bantuan praktikumnya.

12.

Bpk Ss, Ibu E dan Ibu Nn informan dalam penelitian ini. Semoga Tuhan

memberikan anugerah yang terbaik dalam menjalani hidup ini dan

terimakasih atas pelajaran yang diberikan.

13.

Teman-teman kelas A 2009 dan satu bimbingan atas semangat, diskusi dan

perjuangannya, khususnya Parto, Indri, Wayan, Leo, Deu, Ayu, Tirta, Hani,

Grety.

14.

Teman-teman KMHD Swastika Taruna. Aix, Kak Putu, Eny, Chandra,

Wicak, Manik dan Ayu besar.

15.

Keluarga Besar Grya Swastika yang selama ini menemani selama hidup di

(11)

xi

Peneliti membutuhkan kritik dan sumbangan pemikiran untuk kepatutan

karya tulus ini.

Yogyakarta, 29 Januari 2014

Penulis,

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...

v

ABSTRAK ...

vi

ABSTRACT ...

vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...

viii

KATA PENGANTAR ...

ix

DAFTAR ISI ...

xii

DAFTAR TABEL ...

xv

DAFTAR LAMPIRAN ...

xvi

BAB I PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang ...

1

B.

Rumusan Masalah ...

7

C.

Tujuan Penelitian ...

7

D.

Manfaat Penelitian ...

7

1.

Manfaat Teoretis ...

7

(13)

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

9

A.

Pengalaman Bekerja ...

9

1. Definisi Kerja ...

9

2. Pengalaman Kerja ...

9

B.

Dunia Kerja ...

11

1.

Situasi Bekerja ...

11

2.

Tenaga Kerja ...

19

C.

Kondisi Penyandang Disabilitas Tubuh ...

21

1.

Keterbatasan Aktivitas ...

21

2.

Kondisi Psikososial ...

24

D.

Kerangka Penelitian ...

25

E.

Pertanyaan Penelitian ...

26

BAB III METODE PENELITIAN ...

28

A.

Jenis Penelitian ...

28

B.

Fokus Penelitian ...

29

C.

Subjek Penelitian ...

29

D.

Metode Pengumpulan Data ...

29

E.

Proses Pengumpulan Data ...

31

F.

Metode Analisis Data ...

33

(14)

xiv

BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...

36

A.

Pelaksanaan Penelitian ...

36

B.

Hasil Penelitian ...

37

1.

Subjek 1 ...

37

2.

Subjek 2 ...

44

3.

Subjek 3 ...

49

4.

Struktur Pengalaman Bekerja Subjek 1, 2, dan 3 ...

66

C.

Pembahasan ...

67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

75

A.

Kesimpulan ...

75

B.

Keterbatasan Penelitian ...

76

C.

Saran ...

76

1.

Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh ...

76

2.

Bagi Psikolog atau Konselor ...

76

3.

Bagi Pemerintah dan Departemen Pendidikan ...

77

4.

Bagi Praktisi Industri dan Manajemen ...

77

5.

Bagi Penelitian Selanjutnya ...

77

DAFTAR PUSTAKA ...

78

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Panduan Wawancara ...

30

Tabel 3.2 Jadwal Pengambilan Data Penelitian ...

32

Tabel 4.1 Struktur Umum Pengalaman Bekerja Subjek 1...

40

Tabel 4.2 Struktur Umum Pengalaman Bekerja Subjek 2...

46

Tabel 4.3 Struktur Umum Pengalaman Bekerja Subjek 3...

51

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pembagian Unit Makna Subjek 1 ...

82

Lampiran 2 Pembagian Unit Makna Subjek 2 ...

90

Lampiran 3 Pembagian Unit Makna Subjek 3 ...

94

Lampiran 4 Intervew Protokol Subjek 1 ...

98

Lampiran 5 Intervew Protokol Subjek 2 ...

126

Lampiran 6 Intervew Protokol Subjek 3 ...

139

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kerja merupakan suatu aktivitas untuk mencari nafkah (Kamus

Besar Bahasa Indonesia, 2011). Selain itu, kerja adalah bagian utama dari

kehidupan masyarakat, karena dengan bekerja memungkinkan seseorang

dapat menikmati standar hidup lebih tinggi dan merupakan sumber

dukungan

sosial

(Ruesch,

Graf,

Meyer,

Rossler,

& Hell, dalam Lyn Boo, Loong & Sheng Ng, 2011).

Hasil dari bekerja digunakan seseorang untuk dapat memenuhi

kehidupan sehari-hari seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan. Maka

dari itu, setiap orang akan bekerja termasuk mereka yang menyandang

disabilitas tubuh. Menurut data badan pusat statistik, jumlah angkatan

kerja di Indonesia pada bulan Februari 2012 mencapai 120,4 juta orang,

bertambah sekitar 3,0 juta orang dibandingkan angkatan kerja Agustus

2011 sebesar 117,4 juta orang, termasuk tenaga kerja penyandang

disabilitas yang berjumlah 11 juta orang yang tersebar dalam sektor formal

maupun informal (“Berita Resmi Statistik”, 2012; Advertorial, 2013).

Terdapat pula, penyandang disabilitas yang tidak produktif. Mereka

memilih bekerja sebagai pengemis maupun pengamen karena dinilai lebih

mudah dikerjakan dan merasa kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan

(18)

2

Pada kenyataannya memang terdapat kesenjangan antara kondisi

penyandang disabilitas tubuh dengan tuntutan bekerja. Seseorang dengan

kondisi disabilitas tubuh memiliki kelainan pada anggota gerak dan

mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh, sehingga

menjadi hambatan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari secara layak

(Efendi, 2006; Hikmawati dan Rusmiyati, 2011).

ICF ( The International Classification of Fuctioning, disability and

health) menjelaskan bahwa terdapat tiga level fungsi pada manusia untuk

dapat beraktivitas secara layak yaitu : fungsi tubuh (body functions) dan

struktur (structures), aktivitas (activities), dan partisipasi (participation).

Pada level fungsi tubuh (body functions) dan struktur (structures)

penyandang disabilitas tubuh memiliki hambatan karena tubuh mereka

baik secara struktural memiliki kekurangan, sehingga secara fungsional

mengalami keterbatasan. Pada level aktivitas (activities) para penyandang

disabilitas tubuh memiliki keterbatasan dalam mengeksekusi suatu

aktivitas misalnya seperti berjalan. Sedangkan pada level partisipasi

(participation), para penyandang disabilitas tubuh tidak leluasa saat

berpartisipasi dalam berbagai situasi kehidupan

(dalam Campen, 2007).

Selain itu, kondisi disabilitas tubuh memiliki pengaruh yang

berdampak pada kesejahteraan psikologis. Pada kesejahteraan psikologis,

penyandang disabilitas tubuh memiliki perasaan harga diri yang rendah,

(19)

normal (Hikmawati & Rusmiyati, 2011;

Russell, Turner & Joiner,

2009;Taub, Fanflik & Mclorg, 2003). Penyandang disabilitas tubuh dalam

lingkungan sosialnya mengalami perasaan ketersendirian dan terisolasi

dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berdampak pada kesejahteraan

psikologis penyandang disabilitas tubuh.

Hal tersebut dikarenakan mereka

memiliki banyak tantangan dalam menjaga kesehatan fisik, emosi dan

sosial (Anderson, Kehn, Kroll & Ho, 2007; Rockach, Lechcier-Kimel &

Safarov, 2006).

Dalam dunia kerja seseorang dituntut untuk memiliki kecerdasan,

bakat, sifat dan kepribadian, tingkat pendidikan, kualitas fisik, semangat

kerja dan kedisiplinan kerja (Helmi, 1996). Tidak hanya itu, dalam bekerja

seseorang akan dihadapkan dengan banyak tugas, berbagai aktivitas yang

membutuhkan aktivitas fisik dan tingkat kelelahan yang tinggi, sehingga

dapat memunculkan stres kerja. Dalam bekerja, pekerja juga akan

berinteraksi dengan lingkungan kerjanya dan membutuhkan karyawan lain

untuk menghasilkan kualitas kerja yang baik (Taylor & Pillemer, 2009).

Adanya perbedaan kenyataan penyandang disabilitas tubuh dan

tuntutan pekerjaan, serta penyandang disabilitas yang memilih bekerja

secara produktif dan tidak produktif, membuat peneliti ingin mengetahui

tentang dunia dalam diri dan pengalaman penyandang disabilitas tubuh

ketika bekerja, sehingga dapat mengetahui mengapa mereka merespon

dengan cara berbeda. Hal ini menjadi penting karena tenaga kerja

(20)

4

dan merupakan sumberdaya manusia yang dapat berperan dalam proses

pembangunan baik di sektor formal maupun informal (Aminatun &

Murdiyanto, 2007).

Menurut Calvey dan Jansz (2005), pengalaman bekerja seseorang

dapat membantu orang lain untuk mengetahui apa yang dialami dan

dirasakan orang tersebut ketika bekerja, sehingga dapat memahami kondisi

seseorang dari sudut pandang orang tersebut. Hal ini dapat menumbuhkan

rasa dan perilaku yang empati, simpati dan saling peduli sehingga dapat

membuat suasana lingkungan kerja yang kondusif. Selain itu, dengan

diketahuinya pengalaman bekerja seseorang dapat mengetahui tantangan

ketika bekerja dan memungkinkan untuk mencari cara dalam mengatasi

tantangan tersebut (Lyn Boo, Loong & Sheng Ng, 2011).

Hasil penelitian Calvey dan Jansz (2005) menemukan pengalaman

kerja berupa pengalaman positif dan negatif. Pengalaman kerja positif

terdiri dari tiga hal, yaitu: a) Adanya pelayanan kesehatan yang diberikan

perusahaan. b) Situasi lingkungan kerja yang simpatik, empatik, peduli

terkait hubungan antar pekerja dan kebijakan perusahaan yang mendukung

tenaga kerja. c) hubungan antara pekerja dan tempat kerja yang kondusif.

Dalam hal ini tempat kerja yang mendukung, yang menyediakan sarana

dan prasarana pendukung.

Di sisi lain, Calvey menyebut pengalaman kerja negatif sebagai

“mimpi terburuk”. Hal ini karena terjadi saling menghalangi,

(21)

Selain itu, terjadinya perilaku tidak kooperatif, antagonis atau berprilaku

jahat, diktaktor, otoriter, berkelompok, tidak profesional, sikap egois,

minimnya pendidikan atau persiapan ketika berada di posisi baru, tidak

simpatik, tidak objektif, terjadi demonstrasi dan

birokrasi yang

membingungkan atau menyulitkan pekerja di tempat bekerja.

Penelitian tentang pengalaman bekerja yang dilakukan

Taylor dan

Pillemer (2009), menemukan bahwa ketika seseorang bekerja mereka

mengalami: 1). Mendapatkan banyak tugas, 2). Saat menjalankan tugas

terutama tugas gabungan, membutuhkan kerja sama karyawan lain untuk

menghasilkan kualitas pekerjaan yang baik, 3). Adanya stres kerja dan

tingkat kelelahan yang tinggi ketika harus berpindah dari satu bagian ke

bagian lain.

Penelitian Lyn Boo, Loong dan Sheng Ng (2011) tentang

pengalaman bekerja seseorang dengan kondisi gangguan mental,

menemukan bahwa seseorang dengan gangguan mental menyadari

dirinya memiliki keterbatasan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu

seperti pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Mereka

merasa seperti orang normal pada umumnya dengan bekerja. Di sisi lain,

mereka dijauhi oleh rekan kerjanya karena merasa takut dan dianggap

ancaman bila sewaktu-waktu mereka tidak dapat mengontrol diri. Pada

akhirnya, sedikit di antara mereka yang menyelesaikan kontrak kerja.

Wells (2008), melakukan penelitian tentang pengalaman seorang

(22)

6

gangguan harian yang signifikan dalam berkomunikasi antar karyawan

sehingga pekerja dengan tuna rungu mengalami banyak kehilangan

interaksi harian di tempat kerja. Selain itu, terjadi persahabatan yang tidak

kompatibel antara pekerja tuna rungu dan pekerja dengan pendengaran

normal. Kurangnya sosialisasi mendorong terjadinya perasaan terisolasi

dan rendah diri.

Penelitian-penelitian sebelumnya, (Calvey & Jansz, 2005; Lyn

Boo, Loong & Sheng Ng, 2011; Taylor & Pillemer, 2009; dan Wells, 2008

) belum melihat pengalaman bekerja dari sudut penyandang disabilitas

tubuh. Beberapa penelitian pengalaman bekerja dan gambaran diri

disabilitas telah dilakukan (Lyn Boo, Loong & Sheng Ng, 2011 dan Wells,

2008) akan tetapi belum dilakukan pada penyandang disabilitas tubuh,

sehingga penelitian ini ingin melihat pengalaman bekerja dan gambaran

diri pada penyandang disabilitas tubuh.

Pada penelitian ini, peneliti menekankan pada pengalaman bekerja

dan gambaran diri penyandang disabilitas tubuh.

Penelitian pengalaman

bekerja ini akan menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi

membantu peneliti memasuki sudut pandang orang lain, sehingga

mengetahui apa yang terjadi pada mereka dan memahami mengapa mereka

demikian. (Mudjiyanto & Kenda, 2010).

(23)

B.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana dunia dalam diri dan

pengalaman bekerja penyandang disabilitas tubuh ?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan

gambaran diri dan menggambarkan tentang hal yang terjadi, yang dialami

dan dirasakan ketika penyandang disabilitas tubuh bekerja.

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan yang

positif berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang menjelaskan secara

eksplisit tentang fenomena pengalaman bekerja penyandang

disabilitas dan teori yang terkait.

2.

Manfaat Praktis

a.

Bagi penyandang disabilitas tubuh yang akan bekerja

Dengan diketahuinya pengalaman bekerja pada penyandang

disabilitas tubuh, diharapkan dapat menjadi masukan bagi

penyandang disabilitas sehingga mengetahui hal-hal apa saja yang

terjadi dan dialami saat penyandang disabilitas tubuh bekerja. Hal

(24)

8

mempersiapkan diri terhadap tantangan-tantangan yang mungkin

akan terjadi ketika berada di dunia kerja dan mengetahui cara

pandang penyandang disabilitas yang berhasil bekerja terhadap

kondisi disabilitasnya.

b.

Bagi Praktisi Industri dan Manajemen.

Dengan diketahuinya pengalaman bekerja penyandang

disabilitas tubuh, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan

dalam memberikan training terhadap pekerja penyandang

(25)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Pengalaman Bekerja

1.

Definisi Kerja

Kerja merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang

untuk mencari nafkah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001).

Nuzuliana, (2004) juga menambahkan bahwa kerja merupakan usaha

seseorang untuk mendapatkan imbalan. Imbalan yang diperoleh

melalui bekerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

seseorang.

2.

Pengalaman Kerja

Wells (2008), mendefinisikan pengalaman kerja sebagai

interaksi sosial antar pekerja dan pekerja dengan atasan ataupun

pekerja dengan pekerjaannya. Misalnya, pengalaman kerja seseorang

dapat mencakup pertemuan sosial, hal-hal yang dialami ketika

melakukan pekerjaan, perasaan seseorang ketika bekerja dan saat

berinteraksi dengan lingkungan kerjanya.

Menurut As’ad (1978) bekerja merupakan suatu bentuk

aktivitas yang diwujudkan dalam gerakan-gerakan atau mengerjakan

suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya. Dalam bekerja

(26)

10

merasakan interaksi dengan lingkungan kerjanya sehingga menjadi

sebuah pengalaman seseorang ketika bekerja.

Menurut Lyn Boo, Loong & Sheng Ng (2011), pengalaman

seseorang ketika bekerja dapat meliputi dari beberapa hal, seperti:

a.

Pengalaman diri dengan pekerjaan

Seseorang yang sadar telah memilih suatu bentuk lapangan

pekerjaan, pada umumnya mengalami suatu pengalaman yang

khusus yang sangat dipengaruhi oleh pekerjaan tersebut.

Pengalaman diri tersebut mulai muncul ketika seseorang

melakukan pekerjaan atau menjalankan suatu bentuk lapangan

pekerjaan yang dipilihnya. Pengalaman tersebut dapat berupa

perasaan yang muncul ketika melakukan pekerjaan, persepsi

terhadap pekerjaannya dan kejadian-kejadian atau peristiwa

tertentu yang terjadi.

b.

Hubungan dengan orang lain di tempat kerja

Hubungan dengan orang lain di tempat kerja merupakan

suatu hubungan interaksi sosial yang terjadi antara pekerja dengan

orang-orang di tempatnya bekerja maupun dalam konteks yang

lebih luas. Misalnya, hubungan pekerja dengan pekerja lain,

pekerja dengan atasan, pekerja dengan serikat kerja atau pekerja

(27)

c.

Sikap terhadap tantangan

Sikap terhadap tantangan merupakan suatu sikap

yang menentukan pengalaman seseorang ketika bekerja. Hal ini

terkait ketika suatu tantangan atau kesulitan muncul saat bekerja,

kemudian bagaimana mereka menanggapi dan bereaksi terhadap

tantangan tersebut.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa

pengalaman bekerja merupakan sesuatu yang dialami dan

dirasakan seseorang ketika melakukan aktivitas bekerja.

Pengalaman bekerja tersebut meliputi pengalaman diri dengan

pekerjaannya, pengalaman hubungan dengan orang lain di tempat

kerja dan sikap terhadap tantangan.

B.

Dunia Kerja

1.

Situasi Bekerja

Menurut

Wattimena

(1995),

situasi

bekerja

dapat

mempengaruhi pekerja yang ada di dalam perusahaan tersebut. Situasi

dalam bekerja merupakan keadaan seseorang ketika menjalani

pekerjaannya.

Di dalam situasi bekerja terdapat lingkungan kerja.

Lingkungan kerja merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi

performansi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

(28)

12

lingkungan fisik dimana terjadi interaksi manusia dengan objek

tempatnya bekerja seperti manusia dengan mesin maupun sarana yang

menunjang lainnya. Kedua lingkungan sosial, merupakan hubungan

interaksi antar individu baik dalam perusahaan atau organisasi tersebut

maupun masyarakat tempat dimana perusahaan atau organisasi itu

berada. Ketiga, budaya organisasi yang merupakan sistem yang dianut

oleh suatu organisasi atau perusahaan yang membedakan suatu

organisasi dengan organisasi lainnya (Noyes, 2003).

Ketika seseorang menjalani pekerjaannya, mereka dihadapkan

pada tantangan bekerja. Tantangan bekerja merupakan suatu hal atau

objek yang menggugahkan tekad untuk meningkatkan kemampuan

mengatasi masalah dalam menjalankan pekerjaan (Schultz, 2010).

Terdapat berbagai macam reaksi terhadap tantangan bekerja. Reaksi

tersebut dibagi menjadi dua, yaitu reaksi positif dan reaksi negatif

(Wattimena, 1995).

a.

Reaksi positif

Reaksi positif merupakan suatu bentuk respon positif

terhadap situasi yang dialami, respon tersebut berupa:

1)

Mengerahkan tenaga yang lebih besar

Pekerja yang sedang menghadapi masalah atau gagal

di lapangan pekerjaanya akan mengerahkan tenaga yang lebih

(29)

kesukarannya dengan cara sehingga bekerja lebih keras dan

giat.

2)

Berpikir

Bagaimana suatu tantangan yang ditemui memaksa

pekerja untuk berpikir mencari cara menghadapi persoalan

tersebut. Seseorang akan melihat persoalan dari berbagai sisi

dan kemudian membahasnya dari sisi tersebut.

3)

Kompensasi

Tidak hanya dapat mengatasi tantangan dengan

mengerahkan tenaga yang lebih besar, akan tetapi pekerja

juga mengalami keberhasilan di lapangan pekerjaannya

berkat kegigihannya. Seorang pekerja akan sangat mungkin

mendapatkan promosi atau dinilai baik di tempatnya bekerja.

b.

Reaksi negatif

Reaksi negatif, merupakan respon negatif terhadap

tantangan yang muncul ketika bekerja. Respon tersebut yaitu:

1)

Kecewa dan tidak berusaha lagi

Berawal

dari

rasa

kecewa,

seorang

pekerja

menunjukkan sikap dan respon yang pasif, merasa tidak

(30)

14

2)

Regresi

Regresi merupakan perilaku yang kembali ke pola

reaksi atau tingkat perkembangan yang sebelumnya atau

primitif. Dalam hal ini apa bila seseorang memperlihatkan

tingkah laku yang lebih rendah tarafnya akibat suatu ketidak

mampuan menghadapi kejadian, peristiwa yang dialami atau

mengalami kegagalan. Misalnya seperti kekanak-kanakan,

ingin dikasihani, infantil dan perilaku yang tidak sesuai

dengan tingkat usianya.

3)

Verdrangung

Istilah ini dirintis oleh Freud. Verdrangung adalah

suatu proses, dimana kebutuhan ditekan oleh kebutuhan yang

lain. Secara tidak sadar, kebutuhan yang ditekan akan

mempengaruhi pribadi yang bersangkutan. Pengaruh tersebut

akan tampak dalam berbagai tingkah laku yang menyimpang.

Dalam situasi bekerja, verdrangung ini mungkin

tampak bila menghadapi suatu kondisi yang sangat sulit.

Pada awalnya pekerja menunjukkan kebutuhan untuk

menyelesaikan pekerjaannya, tetapi kebutuhan ini tidak dapat

terpenuhi karena keterbatasannya. Pada akhirnya akan

memunculkan kebutuhan baru seperti ingin melarikan diri

dari tugasnya, seperti: tidak datang ke kantor, sakit dan

(31)

4)

Autisme

Pekerja yang mengalami frustasi dapat mengundurkan

diri dari dunia ciptaannya sendiri, yang tidak sesuai dengan

dunia riil. Dalam dunia tersebut, ia dapat mengadakan

berbagai angan-angan, mengemukakan pendapat-pendapat

yang tidak sesuai dengan realita. Akibatnya, dapat

mengembangkan suatu pandangan yang salah terhadap

sekelilingnya.

5)

Agresi

Agresi merupakan suatu sikap yang menyerang, yang

dapat diperlihatkan seseorang ketika mengalami tekanan.

Sikap ini dapat diperlihatkan pada benda, situasi atau

manusia atau apapun yang menjadi sumber tekanannya. Pada

hakekatnya kebutuhan ini butuh disalurkan, terkadang tidak

disalurkan dengan tepat. Misalnya, pegawai yang gagal akan

melampiaskannya pada istri atau anaknya. Manajer yang

gagal dapat bersikap agresif terhadap bawahannya.

6)

Rasionalisasi dan Proyeksi

Rasionalisasi adalah suatu cara untuk mengemukakan

sebab untuk kegagalan yang dialami, yang tidak berpegang

pada

kenyataan.

Bagaimana

sebab

semacam

ini

(32)

16

Seorang pekerja yang tidak berhasil di lapangan

kerjanya dapat mengadakan berbagai rasionalisasi untuk

memberi semacam pertanggungjawaban untuk kegagalannya.

Rasionalisasi

dapat

merupakan

suatu

cara

untuk

membenarkan suatu tingkah laku. Misalnya, seorang pegawai

yang mengatakan bahwa ia tidak giat bekerja karena

pekerjaannya

terlampau

rendah

bagi

dirinya

yang

berpendidikan tinggi.

7)

Berpindah kerja

Berpindah kerja merupakan suatu reaksi yang terjadi

ketika pekerja tersebut telah lelah berusaha, merasa usahanya

sia-sia, merasa tidak nyaman sehingga memutuskan untuk

mencari pekerjaan lain dimana ia dapat lebih berhasil.

c.

Inferioritas dan Superioritas

Bagi Adler (dalam Ansbacher & Ansbacher, 1958),

seseorang dengan kekurangan fisik dapat menimbulkan perasaan

inferioritas. Menurut Adler, setiap orang dapat mengembangkan

perasaan inferioritasnya, salah satunya seseorang yang memiliki

disabilitas tubuh. Seseorang dengan kondisi disabilitas dapat

menjadi tidak terlalu peduli dengan dirinya sendiri dan

mengembangkan perasaan inferioritas secara berlebihan. Wujud

dari perasaan tersebut dapat berupa tidak adanya rasa percaya diri

(33)

Keyakinan Adler (dalam Awilsol, 2009) adalah bahwa

individu memulai hidup dengan kelemahan fisik yang

mengaktifkan perasaan inferioritas. Perasaan inferioritas ini

menggerakkan individu untuk berjuang menjadi sukses atau

superioritas. Perjuangan untuk menjadi superioritas, bisa jadi

memiliki motivasi yang berbeda, akan tetapi semuanya diarahkan

menuju tujuan final. Seseorang dengan perasaan kecil, lemah dan

tidak lengkap sesungguhnya memiliki dorongan untuk tumbuh,

menjadi lengkap atau sukses. Dari perasaan kecil, lemah dan tidak

lengkap ini mereka menetapkan tujuan final untuk menjadi besar,

lengkap dan kuat.

Bagi Adler, setiap tujuan final dapat bersifat fiktif atau

semu. Tujuan semu ini tidak harus didasarkan pada kenyataan,

namun tujuan semu inilah yang dapat membimbing tingkah laku

seseorang untuk berjuang dan memungkinkan seseorang untuk

menghadapi realitas dengan lebih baik.

Menurut Adler kehidupan manusia dimotivasi oleh

dorongan untuk mengatasi inferioritas dan menjadi superioritas.

Superioritas disini bukanlah menjadi lebih baik dibandingkan

orang lain atau mengalahkan orang lain, tetapi terus menerus

berusaha menjadi lebih baik. Superioritas ini juga ditunjukkan

(34)

18

cinta dan kasih sayang terhadap orang lain, peduli dan hal yang

menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan.

Semua orang memulai hidup dalam keadaan kecil, lemah

dan inferioritas, lalu mengembangkan sistem untuk mengatasi

kelemahan fisik itu menjadi besar, kuat dan superior. Orang yang

sehat akan memperjuangkan inferioritasnya untuk menjadi

superioritas. Hal ini tidak terlepas pada bagaimana pandangan

subyektif orang tersebut pada dirinya sendiri dan pada masa

depan.

Hambatan fisik menjadi bermakna jika dapat merangsang

perasaan inferioritas yang subjektif menjadi pemicu perjuangan

untuk mencapai kesempurnaan. Menurut Adler, inferioritas fisik

adalah anugrah. Berkat inferioritas itu, membuat mereka

mengkompensasikan dengan berjuang mencapai kesehatan jiwa

dan hidup berguna. Ada juga yang mengkompensasikannya

dengan menarik diri dari orang lain dan memanfaatkan

(35)

2.

Tenaga Kerja

Menutut Helmi, (1996) dalam dunia kerja, seorang pekerja

dituntut untuk memiliki:

a.

Memiliki tingkat kecerdasan

Tingkat kecerdasan seseorang dapat dilihat dari kecerdasan

kognitif dan emosi. Kognitif seorang pekerja akan diukur melalui

tes intelegensia. Tingkat kecerdasan kognitif dianggap penting,

karena memungkinkan untuk semakin tingginya kemungkinan

sukses seorang pekerja.

Sementara tingkat kecerdasan emosi seseorang dinilai juga

sangat penting dimiliki seorang pekerja. Dalam bekerja

kemampuan seseorang menangani beban kerja, stres, interaksi

sosial, pegendalian diri menjadi kunci sukses dalam bekerja

(Schultz, 2010).

b.

Bakat

Bakat merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang

tanpa perlu melakukan banyak latihan sebelumnya. Bakat juga

merupakan suatu kemampuan spesifik yang belum tentu dimiliki

oleh orang lain. Dalam bekerja, seorang pekerja diharapkan untuk

dapat mengetahui dan dapat menempatkan bakatnya sesuai dengan

(36)

20

c.

Sifat kepribadian

Berbagai aspek kepribadian dinilai memiliki hubungan pada

performansi kerja dan kepuasan kerja. Misalnya, pekerja yang

memiliki sifat terbuka terhadap pengalaman baru lebih disukai

untuk menempati posisi tinggi daripada mereka yang tertutup. Sifat

empaty dan nurturance merupakan sifat penting untuk seorang

konselor (Schultz, 2010).

d.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dapat membantu seorang pekerja untuk

lebih cepat mendapatkan promosi atau peningkatan karir. Pekerja

yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik, lebih berhasil

dan lebih cepat berkembang dari pada mereka yang tidak memiliki

latar belakang pendidikan yang baik (Schultz, 2010).

e.

Kualitas fisik

Kondisi fisik yang sehat merupakan salah satu hal penting

yang harus dimiliki oleh seorang tenaga kerja. Beberapa penelitian

menyebutkan terdapat korelasi antara kesehatan fisik dengan

kecelakaan kerja. Pekerja dengan kualitas kesehatan yang kurang

baik sangat beresiko untuk mengalami kecelakaan kerja sehingga

dapat mengganggu produktivitas.

Dalam bekerja seorang pekerja akan mengalami berbagai

aktivitas yang melelahkan sehingga dapat memunculkan kelelahan.

(37)

kecelakaan kerja, sehingga penting seorang pekerja memiliki

kualitas fisik yang baik (Schultz, 2010).

f.

Semangat kerja

Semangat kerja dianggap sebagai keadaan psikologis yang

baik bila semangat kerja tersebut menimbulkan kesenangan yang

mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat dan konsekuen

dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Apabila merasa bergairah,

bahagia, optimis maka kondisi tersebut menggambarkan seseorang

dengan semangat kerja yang tinggi (Schultz, 2010).

g.

Kedisiplinan kerja

Disiplin kerja merupakan sikap dan prilaku yang didorong

dengan adanya kontrol diri yang kuat. Dalam hal ini, merujuk pada

sikap dan perilaku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap

peraturan organisasi. Sikap dan prilaku kerja ditandai dengan

berbagai inisiatif, kemauan dan kehendak untuk mentaati peraturan

(Schultz, 2010).

C.

Kondisi Penyandang Disabilitas Tubuh

1.

Keterbatasan Aktivitas

Disabilitas tubuh adalah seseorang yang mengalami kesulitan

mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka,

penyakit dan pertumbuhan yang tidak sempurna, baik terjadi saat

(38)

peristiwa-22

peristiwa tertentu seperti kecelakaan. Penyakit dan pertumbuhan yang

tidak sempurna, seperti kelainan, kelumpuhan pada tulang dan/atau

sendi anggota gerak, tidak lengkapnya anggota atas atau bawah,

sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan untuk melakukan

gerakan-gerakan tubuh tertentu (Efendi, 2006; Hikmawati &

Rusmiyati, 2011;Widjopranoto, 2004). WHO (dalam Wirawan, 2007)

menjelaskan bahwa definisi kecacatan tidak hanya terbatas pada

bagian fisik, melainkan ketidak berfungsiannya penyandang disabilitas

tubuh layaknya orang normal.

Wirawan (2007), menjelaskan konsep penyandang disabilitas

tubuh yaitu, impairment, disability dan handicap. Impairment

merupakan kondisi sementara atau permanen dari abnormalitas

struktur tubuh atau fungsi, baik fungsi fisiologis maupun psikologis.

Disability, merupakan keterbatasan atau kondisi berkurangnya

suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas secara layak sebagai

akibat dari kondisi impairment. Akibat dari abnormalitas pada

sebagian atau semua anggota tubuh tertentu, menyebabkan seseorang

mengalami kesulitan untuk melakukan aktifitas manusia normal,

seperti : kesulitan bergerak, naik tangga, mandi, aktivitas kerja dan

sebagainya.

Handicap merupakan hasil dari penurunan yang dialami

individu akibat kedisabilitasannya karena mengalami impairment

(39)

pemenuhan suatu atau beberapa peran tergantung pada usia, jenis

kelamin, faktor sosial dan budaya. Selain itu, handicap merupakan

kondisi dimana seseorang kehilangan atau keterbatasan kesempatan

yang dimiliki untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

ICF ( The International Classification of Fuctioning, disability

and health) menjelaskan terdapat tiga level fungsi pada manusia untuk

dapat beraktivitas secara layak yaitu : a). fungsi tubuh (body functions)

dan struktur (structures), b). aktivitas (activities), dan c). partisipasi

(participation). Pada level fungsi tubuh (body functions) dan struktur

(structures) penyandang disabilitas tubuh memiliki hambatan karena

tubuh mereka baik secara struktural memiliki kekurangan, sehingga

secara fungsional mengalami keterbatasan. Pada level aktivitas

(activities) para penyandang disabilitas tubuh memiliki keterbatasan

dalam mengeksekusi suatu aktivitas misalnya seperti berjalan.

Sedangkan pada level partisipasi (participation), para penyandang

disabilitas tubuh tidak leluasa saat berpartisipasi dalam berbagai situasi

kehidupan (dalam Campen, 2007).

Konsep dari disabilitas tubuh tersebut saling berkaitan. Dimulai

dari seseorang mengalami kondisi disabilitas tubuh baik sejak bawaan

atau pasca kelahiran karena kecelakaan menyebabkan seseorang

mengalami abnormalitas pada bentuk tubuh dan penurunan fungsi

anggota tubuh. Penurunan fungsi anggota tubuh tersebut menyebabkan

(40)

24

aktivitas tertentu. Ketika seseorang mengalami kesulitan atau

keterbatasan melakukan suatu aktivitas karena abnormalitas pada

bentuk tubuh dan penurunan fungsinya, membuat seseorang

mengalami keterbatasan kesempatan untuk berpartisipasi secara

langsung dalam kegiatan peran dimasyarakat.

2.

Kondisi Psikososial

Kondisi disabilitas yang disandang seseorang tidak hanya

mempengaruhi aktivitas fisik, melainkan berdampak juga pada kondisi

psikologis.

Memiliki

keterbatasan

akibat

disabilitas

fisik

memungkinkan untuk mengalami keadaan psikologis yang tidak stabil,

seperti kaget, shok, marah, kecewa bahkan rasa malu (Widjopranoto &

Sumarno, 2004).

Penyandang disabilitas tubuh memiliki kondisi kecenderungan

untuk mengalami stres dan depresi yang tinggi. Kecenderungan stres

dan depresi tersebut membuat mereka cenderung merasa tidak berdaya,

sehingga berpotensi untuk melakukan bunuh diri lebih tinggi dari pada

orang normal (Hikmawati & Rusmiyati, 2011; Russell, Turner &

Joiner, 2009;

Taub, Fanflik & Mclorg, 2003).

Penyandang disabilitas tubuh juga mengalami keterasingan.

Keterasingan tersebut karena merasa berbeda dari orang lain dan

(41)

sosialnya. (Anderson, Kehn, Kroll & Ho, 2007; Rokach,

Lechcier-Kimel & Safarov, 2006; Russell, Turner & Joiner, 2009).

D.

Kerangka Penelitian

Bekerja dengan kondisi disabilitas tubuh tidaklah mudah.

Seseorang dengan kondisi disabilitas tubuh memiliki kelainan pada bentuk

tubuh, sehingga terjadi penurunan fungsi pada anggota tubuh tersebut. Hal

ini menyebabkan terjadinya seseorang mengalami keterbatasan dalam

melakukan aktivitas tertentu.

Ketika berada di dunia kerja, penyandang disabilitas tubuh akan

dihadapkan oleh berbagai tuntutan pekerjaan. Salah satunya mereka akan

melakukan berbagai aktivitas fisik saat menjalani pekerjaannya. Hal ini

tentunya dapat menyulitkan penyandang disabilitas tubuh ketika menjalani

pekerjaannya.

Ketika bekerja, seseorang juga menjalin relasi atau berinteraksi

dengan lingkungan kerjanya. Di sisi lain kondisi disabilitas tubuh, dimana

ICF menjelaskan bahwa, seorang penyandang disabilitas tubuh juga tidak

leluasa dalam berpartisipasi di lingkungan sosialnya. Selain itu, mereka

juga cenderung untuk menarik diri dari lingkungan karena adanya

perasaan rendah diri atau merasa berbeda dari orang lain.

Dalam dunia kerja, seseorang akan menghadapi berbagai

tantangan. Tantangan tersebut, dihadapi pekerja ketika menjalani

(42)

26

kerjanya. Saat menghadapi tantangan tersebut maka seseorang akan

memunculkan reaksi tertentu, baik reaksi positif maupun negatif.

Perbedaan antara kondisi disabilitas tersebut dengan tuntutan

pekerjaan tersebut akan memunculkan sikap atau respon tertentu terhadap

tuntutan pekerjaan, ketika penyandang disabilitas tubuh menjalani

pekerjaannya tersebut. Penyandang disabilitas tubuh yang memiliki

semangat kerja, minat sosial yang tinggi dan pandangan yang positif

terhadap

dirinya

akan

bereaksi

positif

serta

memperjuangkan

superioritasnya. Di sisi lain, mereka yang menarik diri, merasa tidak

berdaya dan memiliki pandangan yang negatif terhadap diri akan bereaksi

negatif dan menjadi inferior.

E.

Pertanyaan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif pertanyaan penelitian merupakan hal

yang penting, sehingga peneliti menyusun pertanyaan penelitian

berdasarkan kerangka penelitian. Pertanyaan penelitian disusun menjadi

dua macam yaitu central question atau pertanyaan utama dan subquestion

atau pertanyaan kedua.

1.

Central Question: Bagaimana pengalaman bekerja penyandang

(43)

2.

Subquestion adalah pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan

penelitian utama. Subquestion pada penelitian ini adalah :

a.

Bagaimana penyandang disabilitas tubuh menjalani pekerjaannya

?

b.

Bagaimana penyandang disabilitas tubuh menyikapi tantangan

(44)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis

fenomenologi deskriptif. Fenomenologi deskriptif ini memungkinkan untuk

mengklarifikasi situasi yang dialami seseorang dalam kehidupan sehari-hari,

mempertahankan fenomena dan konteksnya sebagaimana muncul dalam

dunia. Selain itu, fenomenologi deskriptif memungkinkan peneliti

menangkap sedekat mungkin bagaimana fenomena tersebut dialami di

dalam terjadinya fenomena. Giorgi (dalam Smith, 2009) menyebutkan

metode fenomenologi deskriptif ini terdiri dari empat langkah, yaitu :

1.

Membaca keseluruhan data dengan detail

2.

Membagi data tersebut menjadi unit makna

3.

Melakukan transformasi dari data yang implisit menjadi eksplisit dan

mengubah hal yang partikular menjadi yang lebih umum.

4.

Menangkap struktur pengalaman.

Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode ini agar dapat

(45)

B.

Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah pada pengalaman bekerja penyandang

disabilitas tubuh. Hal ini terkait pada apa yang pernah dialami, dirasakan,

dipikirkan dan dijalani oleh penyandang disabilitas tubuh ketika bekerja.

C.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian dipilih dengan menggunakan Criterion Sampling,

cara penentuan subjek berdasarkan kriteria tertentu dari peneliti yaitu

menyandang disabilitas tubuh dan sedang bekerja. Hal yang terpenting dari

kriteria tersebut adalah memiliki pengalaman atas fenomena yang hendak

diteliti (Creswell, 1998).

D.

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif fenomenologi, metode yang digunakan

untuk mengumpulkan data adalah dengan wawancara. Pendataan yang

digunakan adalah wawancara semi-terstruktur. Metode ini memungkinkan

peneliti dan partisipan terlibat dalam dialog, sehingga pertanyaan dapat

dimodifikasi untuk menggali wilayah menarik dan penting terkait penelitian

selama proses wawancara (Smith & Osborn, 2009).

Sebelum melakukan wawancara, peneliti menyusun panduan

pertanyaan untuk wawancara berdasarkan fokus penelitian. Panduan

pertanyaan berjenis pertanyaan terbuka yang tidak mengarahkan subyek

(46)

30

Tabel 3.1. Panduan Wawancara

No

Pertanyaaan

1.

2.

3.

4.

5.

Bagaimana pengalaman anda sebelum bekerja?

Bagaimana pengalaman anda ketika bekerja ?

Bagaimanakah dampak disabilitas yang anda miliki terhadap

pekerjaan anda?

Bagaimana hubungan anda dengan lingkungan anda selama

bekerja?(teman kerja/masyarakat)

Bagaimana sikap anda terhadap tantangan yang anda hadapi ketika

bekerja?

Tahapan proses wawancara antara lain :

1.

Peneliti mencari subyek untuk menjadi partisipan penelitian.

2.

Peneliti berkenalan, melakukan rapport, menjelasan tujuan

penelitian dan memastikan kesediaan subyek untuk menjadi

partisipan penelitian.

3.

Peneliti membuat jadwal untuk melakukan wawancara sesuai

kesepakatan subyek dan peneliti.

4.

Peneliti melakukan wawancara bersama subyek yang menjadi

partisipan penelitian.

Selama

proses

wawancara,

peneliti

ke

lapangan

untuk

(47)

untuk mencari atau menambahkan data untuk dianalisis kembali (Creswell,

1998). Proses tersebut dilakukan hingga ditemukan data yang

menggambarkan pengalaman subjek (Creswell, 1998). Peneliti

menggunakan digital recorder untuk merekam data selama proses

wawancara dan dilanjutkan dengan menyalin dalam transkrip wawancara

verbatim.

E.

Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data diawali dengan peneliti mencari

penyandang disabilitas tubuh yang bekerja. Peneliti mencarinya di sebuah

instansi yang mempekerjakan penyandang disabilitas tubuh dan di sebuah

yayasan tempat penyandang disabilitas tubuh bekerja. Peneliti melakukan

perizinan kepada pihak yang berwenang. Setelah memperoleh perizinan,

maka peneliti segera melakukan penelitian. Setelah subjek menyetujui untuk

menjadi partisipan penelitian, selanjutnya peneliti membuat rencana

pertemuan untuk melakukan wawancara.

Proses wawancara didahului dengan melakukan perkenalan, rapport,

penjelasan informed concent dan menentukan waktu wawancara. Dalam

penentuan waktu wawancara, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek

penelitian. Peneliti akan membuat kesepakatan terkait waktu , durasi, dan

tempat wawancara. Setelah membuat kesepakatan, peneliti segera

(48)

32

Pada subjek 1, rapport dilakukan dengan lancar. Hal ini disebabkan

karena subjek sudah terjalin komunikasi dengan peneliti sebelumnya. Pada

subjek 2 rapport juga dilakukan dengan baik. Hal ini disebabkan karena

subjek tidak sedang memiliki banyak pesanan. Pada subjek 3 rapport

dilakukan dengan lebih lama karena subjek memiliki kesibukan di

tempatnya bekerja, sehingga peneliti harus beberapakali berkunjung ke

tempatnya bekerja. Akan tetapi, proses wawancara penelitian dapat

dilakukan dengan baik.

Secara keseluruhan proses wawancara dilakukan dengan baik dan

lancar. Setiap proses wawancara memiliki durasi yang bervariasi. Hal ini

disebabkan karena beberapa subjek bersemangat dalam bercerita.

Tabel 3.2

Jadwal Pengambilan Data Penelitian

NO SUBJEK TANGGAL DURASI KETERANGAN

1.

NN

18 April 2013

24 April 2013

03 Mei 2013

09.00-09.50

WIB

09.00-09.40

WIB

Rapport

Wawancara I

Wawancara II

2.

SS

15 Juni 2013

26 Juni 2013

29 Juni 2013

15.00-15.45

WIB

15.30-15.50

WIB

Rapport

Wawancara I

Wawancara II

3.

E

1 Juli 2013

3 Juli 2013

10 Juli 2013

14.00-14.40

WIB

13.00-13.30

WIB

Rapport

Wawancara I

(49)

F.

Metode Analisis Data

Giorgi (dalam Smith & Osborn, 2009) menjelaskan bahwa, secara

umum fenomenologi deskriptif bertujuan untuk mengklarifikasi situasi

yang dialami dalam kehidupan seseorang sehari-hari. Dalam fenomenologi

deskriptif, analisis data dilakukan dengan empat tahap:

1.

Langkah pertama adalah peneliti membaca secara keseluruhan deskripsi

yang didapat dari partisipan. Hal ini merupakan langkah nyata. Langkah

ini harus dibuat eksplisit, karena metode lain tidak memerlukan syarat

ini. Perspektif fenomenologi bersifat holistik, maka seseorang harus

memahami sisi global dari deskripsi yang ada, sebelum melangkah lebih

lanjut.

2.

Langkah kedua adalah melakukan konstruksi terhadap bagian-bagian

deskripsi. Ketika melakukan analisis psikologis, peneliti akan

menggunakan kriteria yang paling relevan dengan perspektif psikologis.

Oleh karena makna-maknalah yang menjadi tujuan analisis, maka

peneliti akan menggunakan transisi makna dalam melakukan konstitusi

terhadap bagian-bagian. Secara operasional tahapan ini disebut unit

makna yang dihasilkan dari pembacaan ulang deskripsi.

3.

Langkah ketiga yaitu melakukan transformasi. Transformasi dilakukan

untuk mengubah sesuatu yang implisit menjadi eksplisit, dalam hal ini

(50)

34

peneliti. Analisis ini dimaksudkan untuk mengungkapkan makna yang

dialami serta melakukan sedikit generalisasi.

4.

Langkah terakhir adalah pembentukan struktur general. Struktur

diperoleh dengan menyelesaikan transformasi terakhir dari pemaknaan

unit-unit yang didapatkan.

.

G.

Validitas Penelitian

Untuk mendapatkan validitas penelitian kualitatif, peneliti

menggunakan tehnik member checking. Member checking memungkinkan

peneliti untuk mendapatkan timbal balik dari subjek atas data transkrip

wawancara dan analisis tema-tema. Tehnik ini memungkinkan subjek

untuk memeriksa dan mengkoreksi transkrip dan analisis tema peneliti,

sehingga peneliti dapat segera melakukan perevisian apabila terjadi

kesalahan (Creswell, 2009). Hal ini juga memungkinkan untuk terjadinya

kesepahaman antara subjek dan peneliti, sehingga kesalahan dapat

diminimalisir.

Peneliti melakukan validitas member checking dengan memberikan

transkrip analisis data dan hasil temuan peneliti yang berupa tema-tema

pada struktur umum kepada subjek untuk dibaca kembali dan

mengoreksinya. Pada subjek pertama, peneliti harus membuat janji terlebih

dahulu karena subjek memiliki banyak kesibukan. Berbeda dengan subjek

pertama, pada subjek kedua dan ketiga, peneliti lebih mudah untuk

(51)

data yang diberikan oleh peneliti. Setelah membaca ulang transkrip data,

ketiga subjek tidak memberikan koreksian terhadap transkrip data dan

(52)

36

BAB IV

HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A.

Pelaksanaan Penelitian

Sebelum memulai penelitian, peneliti mencari subjek yang bersedia

menjadi partisipan dan berbagi pengalamannya. Peneliti mencari subjek

penelitian mulai dari instansi hingga personal. Dari informasi yang

didapatkan, peneliti berhasil mendapatkan tiga orang subjek. Peneliti

melakukan pendekatan secara pribadi dengan para subjek penelitian.

Pendekatan ini dilakukan untuk membuat subjek merasa nyaman untuk

berbagi dan menceritakan pengalamannya pada peneliti.

Subjek yang bersedia menjadi partisipan penelitian akan dilanjutkan

pada tahap wawancara. Persetujuan subjek diminta dengan menjelaskan

informasi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Wawancara semi terstruktur digunakan untuk mendapatkan data dari subjek

penelitian. Wawancara ini menggunakan pedoman wawancara untuk

menjaga agar pertanyaan sesuai dengan penelitian. Pertanyan-pertanyaan

tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan hal-hal yang penting dan

dianggap menarik oleh peneliti demi kelengkapan data. Selama proses

wawancara, digital recorder digunakan untuk merekam informasi yang

didapatkan.

Hasil wawancara yang telah dilakukan sebelumnya direkam,

(53)

kedalam tabel verbatim. Tabel ini berfungsi untuk mengklarifikasi data yang

diperoleh dari subjek penelitian.

Peneliti membagi verbatim menjadi unit makna, untuk menentukan

tema dari seluruh hasil verbatim subjek penelitian. Hasil dari tema-tema

yang didapatkan dari verbatim membantu peneliti untuk menghilangkan

pernyataan yang tumpang tindih atau tidak sesuai dengan topik.

Pada akhirnya, peneliti membuat tabel pengalaman tentang apa yang

dialami dan bagaimana fenomena itu dialami. Tabel pengalaman ini

merupakan penjelasan dari hasil pengalaman berupa struktur umum.

Terakhir, membuat pembahasan dari setiap pengalaman subjek.

B.

Hasil Penelitian

Penelitian ini melibatkan tiga orang subjek. Setiap subjek

menghasilkan data berupa deskripsi subjek dan struktur general. Struktur

general terdiri dari tiga hal. Pertama, dampak dari kondisi disabilitas tubuh

terhadap dirinya. Kedua, pengalaman bekerja dengan kondisi disabilitas

tubuh dan ketiga, sikap terhadap kondisi disabilitas yang dimilikinya.

Berikut adalah data hasil penelitian:

1.

Subjek 1

a.

Profil

Subjek pertama berinisial Nn. Nn merupakan seorang wanita

berusia 45 tahun dan beragama Islam. Nn memiliki postur tubuh yang

(54)

38

jilbab. Nn memiliki kaki yang kurang proposional. Kaki Nn bagian

kiri berukuran lebih kecil, sehingga harus menggunakan tongkat

untuk dapat berjalan. Kondisi disabilitas yang disandang Nn dialami

sejak bayi karena imunisasi polio,akan tetapi Nn memiliki kondisi

tubuh yang sehat. Nn merupakan wanita yang menikah dan memiliki

dua orang anak. Suami Nn bekerja disalah satu perusahaan Swasta di

Yogyakarta.

Nn merupakan lulusan sarjana hukum di salah satu perguruan

tinggi swasta di Yogyakarta pada tahun 1992. Sebelumnya Nn

bekerja sebagai penjahit di rumahnya selama hampir dua tahun dari

tahun 1992 hingga 1994. Nn kemudian memutuskan untuk bekerja

keluar daerah pada sebuah organisasi untuk pemberdayaan

masyarakat ke daerah-daerah terpencil selama lima setengah tahun.

Nn kemudian memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta karena

menikah dan saat ini Nn bekerja sebagai salah satu komisioner KPU

(komisi pemilihan umum) pada bagian divisi hukum. Nn sudah

menjabat selama dua periode atau sekitar 10 tahun. Disela-sela

pekerjaannya sebagai komisioner KPU, Nn membentuk organisasi

CIQAL (Center for Improving Qualified Activity in Life People with

Disabilities) pada tahun 2002 hingga saat ini, untuk pemberdayaan

(55)

Saat, wawancara Nn sangat mudah merespon

pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh intervewer. Hal ini terlihat dari

banyaknya pengalaman Nn yang diceritakan kepada intervewer. Nn

(56)

40

Tabel 4.1

Struktur Umum Pengalaman Bekerja Subjek 1

Struktur Umum

Uraian

Kondisi

disabilitas

tubuh

dapat

membuat seseorang mengalami

-

Pusat perhatian

“ketika saya disana, dengan kondisi seperti ini kan menjadi tontonan orang juga” “Ketika saya harus jalan-jalan kedesa-desa dan sebagainya tu menjadi tontonan anak-anak, ketika saya jalan kemana anak-anak itu pada ngikuti. Saya dianggap kayak tontonan yang seperti itu”

-

Kesulitan

beraktivitas

dan

bergantung pada alat bantu

“Ya..saya pake kursi roda karena saya enggak mampu berjalan jauh itu”

” ya biasa kemana-mana memang saya make kruk. Kalo ga make susah juga jalannya..hahaha”

Pengalaman

penyandang

disabilitas

tubuh saat awal bekerja meliputi:

-

Kesulitan

mendapatkan

pekerjaan

ketika saya datangi, membawa stopmap

dan sebagainya, nenteng stopmap gitu saya bawa kesana mesti mereka langsung nutup “maaf mbk sudah penuh” padahal baru tadi pagi dibuka. Beberapa kali seperti itu dilakukan”

“Saya baru tau kalo ternyata menjadi polemik diluar ketika saya masuk bekerja dengan kondisi seperti itu.”

-

Diragukan

kemampuannya

bekerja

“dia itu cacat! Dia itu orang sakit! Kenapa orang seperti itu bisa di terima” jadi saya masih.di..disangsikan, diragukan bahwa saya bisa menjadi salah satu anggota KPU gitu.”

Mereka juga masih belum mempercayai

kalo saya mampu melakukan sesuatu, melakukan pekerjaan pekerjaan itu. Masi

(57)

Struktur Umum

Uraian

dianggap lelet, tidak bisa mengerjar target ga bisa ini..ga bisa itu”

Pengalaman ini menimbulkan perasaan

-

Marah

“Saya orang lapangan kok tidak dipercayai sebagai orang lapangan marah kan saya.” “Kalo masih disangsikan saya sebagai anggota KPU. Saya sudah dua periode disini” ya marah la saya kalo disangsikan. Saya marah karena saya masi diragukan begitu.”

-

Tidak dipahami

“Saya tidak terbiasa denga RT, RW disitu kan harus tanya, harus turun. Kan enggak sopan kalo nanya di atas motor ini. Saya harus turun dengan kondisi seperti ini tidak mu

Gambar

Tabel 3.1 Panduan Wawancara ...........................................................................
Tabel 3.1. Panduan Wawancara
Tabel 3.2
Tabel 4.1 Struktur Umum Pengalaman Bekerja  Subjek 1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun sifat genotif suatu tanaman akan menentukan ketahanan tanaman namun adanya pengaruh lingkungan menyebabkan peringkat ketahanan tersebut dapat berubah

Penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta yang ditimbulkan apabila seseorang melakukan pelanggaran pembuatan e-book yaitu dalam Pasal 113 ayat (3)

Agus Salim No... Agus

Their measure of religiosity includes (i) the strength of individuals’ belief in God; (ii) the importance of religion and (iii) the individuals’ perception of their level

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa hal yang peneliti sarankan yaitu (1) pengembangan Perangkat pembelajaran strategi quick on the draw dengan masalah

Upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengatasi susahnya masyarakat untuk naik angkutan umum yang tidak layak pakai dengan cara tindakan perbaikan angkutan umum yang

Sesudah empat lima kali sia-sia mencoba membebaskan diri dari lubang maut, biasanya semut (atau lalat) kehabisan tenaga dan tenggelam pasrah untuk selama-lamanya (Slamet