• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Bimbingan dan Konseling

Oleh

Dewi Rosanti 1000858

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)

Oleh Dewi Rosanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Dewi Rosanti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(4)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN

DEWI ROSANTI

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd. NIP 19660601 199103 1 005

Pembimbing II

Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. NIP 19661115 199102 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

(5)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

(6)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Dewi Rosanti (2014). Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual (Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014).

Penelitian dilatarbelakangi oleh fenomena perilaku seksual yang terjadi di kalangan remaja, sehingga diperlukan analisis dari perspektif perkembangan melalui pusat kendali (locus of control) sebagai salah satu aspek kepribadian siswa yang memungkinkan untuk diberikan intervensi apabila terbukti ada hubungan. Penelitian bertujuan: (1) memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control), (2) memperoleh gambaran perilaku seksual, dan (3) mengetahui seberapa besar hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014. Responden dalam penelitian sebanyak 107 siswa mewakili jenis kelamin laki-laki (45 siswa) dan perempuan (62 siswa). Metode penelitian yang dilakukan yaitu metode korelasional dengan alat pengumpul data berupa questionnaire pusat kendali (locus of control) dan perilaku

seksual. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling.

Pengolahan data menggunakan analisis statistika non-parametrik koefisien kontingensi dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hasil penelitian

menunjukkan koefesien kontingensi sebesar 2.02, sedangkan X²3;0,05 = 7.81 sehingga

hitung < 1;0,05,yaitu 2.02 < 3,84, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014. Rekomendasi penelitian dapat dilakukan pengembangan pusat kendali (locus of control) siswa menjadi lebih positif dan objektif sehingga mampu menghasilkan persepsi yang benar terhadap proses pengambilan keputusan dalam kehidupan.

Kata Kunci: Pusat Kendali (Locus of Control), Perilaku Seksual

(7)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

behavior of students class XI SMA Pasundan 1 Bandung Year 2013/2014. Research recommendations can be carried out development locus of control students become more positive and objective so as to produce a correct perception of the decision-making process in life.

(8)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK ...Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...Error! Bookmark not defined.

UCAPAN TERIMAKASIH ...Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ...Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR ...Error! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN ...Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN ...Error! Bookmark not defined.

A.Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D.Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined.

BAB II PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DAN PERILAKU SEKSUAL ...Error! Bookmark not defined.

A.Pusat Kendali (Locus of Control) ... Error! Bookmark not defined. B. Perilaku Seksual ... Error! Bookmark not defined. C. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual ... Error!

Bookmark not defined.

D.Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual serta Implikasinya Terhadap Bimbingan dan Konseling ... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN ...Error! Bookmark not defined.

A.Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D.Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. E. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Proses Pengembangan Instrumen ... Error! Bookmark not defined. G.Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. H.Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...Error! Bookmark not defined.

(9)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Gambaran Umum Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 2. Gambaran Indikator Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan

1 Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 3. Gambaran Umum Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 4. Gambaran Indikator Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung

Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 5. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual Siswa

Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 .. Error! Bookmark not defined. B. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Gambaran Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1

Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 2. Gambaran Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 3. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual Siswa

Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 .. Error! Bookmark not defined. C. Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...Error! Bookmark not defined.

A.Simpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Saran ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ...Error! Bookmark not defined.

(10)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

B. Latar Belakang Penelitian

Salah satu tahapan perkembangan yang dialami individu adalah masa remaja. Desmita (2012: 189) mengemukakan “remaja dikenal dengan istilah “adolescence” yang berasal dari kata dalam Bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia: remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa”. Mengenai batasan usia remaja, selengkapnya:

Istilah remaja telah digunakan secara luas untuk menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli antara 12 hingga 21 tahun (Desmita, 2012: 189-190).

Banyak fenomena yang berhubungan dengan aspek perkembangan pada remaja. “Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas” (Desmita, 2012: 222). Minat dan motivasi remaja pada seksualitas memberikan tantangan

tersendiri bagi remaja untuk mampu merespon stimulan yang mengarah pada

perilaku seksual secara tepat.

Minat dan motivasi seksual meningkat pada masa pubertas. Mengenai masa

pubertas, Desmita (2012: 192) mengemukakan “pubertas merupakan suatu

periode pada awal masa remaja, di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat.” Pendapat lain mengenai pubertas, selengkapnya dijelaskan oleh Boeree, (2008: 349) yaitu:

(11)

Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap kehidupan seksual

dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas.

Kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal,

mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual pada diri remaja.

Desmita (2012: 222) mengemukakan “dorongan seksual remaja sangat tinggi dan bahkan lebih tinggi dari dorongan seksual orang dewasa dan tidak jarang dorongan seksual menimbulkan ketegangan fisik maupun psikis”. Berkaitan dengan upaya yang dilakukan remaja untuk melepaskan diri dari

ketegangan seksual, selengkapnya:

upaya melepaskan diri dari ketegangan seksual, dilakukan remaja dengan mencoba mengekspresikan dorongan seksualnya dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, mulai dari melakukan aktivitas berpacaran (dating), berkencan, bercumbu, sampai dengan melakukan kontak seksual (Desmita, 2012: 223).

Upaya remaja untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual dengan cara

yang sehat yakni melalui perilaku seksual sehat. Adapun selengkapnya:

perilaku seksual sehat adalah perilaku yang dipilih melalui berbagai pertimbangan resiko (secara fisik, psikologis dan sosial) untuk mengendalikan dorongan-dorongan seksual dan dilandasi oleh keimanan secara bertanggung jawab pada diri sendiri, orangtua, lingkungan dan yang lebih penting, mempertanggungjawabkan perilakunya kepada Tuhan (Setiawati, 2008:84).

Ketidakmampuan remaja untuk mengupayakan perilaku seksual yang sehat dalam

menyikapi dorongan-dorongan seksual yang dialami, menjadikan remaja

memungkinkan untuk terlibat dengan perilaku seksual pranikah.

Fenomena perilaku seksual pranikah mengkhawatirkan orangtua dan masyarakat. Menurut Desmita (2012: 224) “seksualitas merupakan bagian normal dari perkembangan, tetapi perilaku seksual disertai resiko-resiko, yang tidak hanya ditanggung oleh remaja melainkan juga oleh orangtua dan masyarakat”. Perkembangan seksual pada masa remaja merupakan sesuatu yang wajar apabila

dalam prosesnya dilakukan pendampingan yang tepat dari orang dewasa di

lingkungan terdekat remaja.

Remaja diharapkan mampu melewati berbagai tuntutan tugas

(12)

Havighurst (dalam Hurlock, 1980: 226) salah satunya adalah “pembentukan

hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, dan memainkan peran yang tepat sesuai jenis kelaminnya.” Pembentukan hubungan-hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis memungkinkan remaja mengarah pada

perilaku seksual pranikah. Remaja diharapkan mampu memiliki peran jenis

kelamin yang sesuai agar mampu mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus

of control). Kemampuan remaja untuk mengendalikan diri sangat dibutuhkan

mengingat remaja akan dihadapkan pada banyak situasi yang penuh tekanan dan

kompleks dari dalam diri maupun lingkungan sosial.

Dorongan untuk melakukan perilaku seksual pranikah, menurut Hurlock

(1980: 226) datang dari tekanan-tekanan sosial tetapi terutama dari minat remaja

pada seks dan keingintahuannya tentang seks. Keingintahuan remaja yang tinggi

tentang seks, membuat beberapa remaja mengarah pada perilaku seksual pranikah,

selengkapnya:

Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, masih berkisar 47,54 persen remaja-remaja di Indonesia mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Data hasil survei pada tahun 2008 oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menunjukkan, sebanyak 63 persen remaja SMP sudah melakukan hubungan seks. 21 persen siswa SMA pernah melakukan aborsi. Fakta tersebut membuktikan kasus perilaku seksual pranikah banyak terjadi di kalangan pelajar sekolah menengah sampai kalangan mahasiswa. Perilaku seksual pranikah menjadi catatan hitam di dalam dunia pendidikan Indonesia (Hasan, 2012).

Perilaku seksual pranikah yang semakin melibatkan remaja yang berstatus pelajar

memiliki kontribusi yang cukup besar dalam mempercepat proses degradasi moral

maupun kualitas pendidikan secara umum.

Remaja merupakan populasi yang membutuhkan perhatian serius terkait perilaku seksual. “Populasi remaja Kota Bandung, usia 10-24 tahun, adalah 28,55% dari total populasi, yaitu sekitar 665.252 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari

345.975 remaja laki-laki dan 319.277 remaja perempuan.” (BPS, 2011; dalam

Masunah, 2011). Remaja menjadi prioritas yang perlu mendapatkan penanganan

tepat dengan memahami kemampuan pengendalian melalui pusat kendali (locus of

(13)

Berita yang cukup menyita perhatian, detiknews.com pada Selasa, 15 Juni 2010 menginformasikan “Dari 200 PSK di Bandung, 20 Siswa SMA” (Gandapurnama, 2010). Terdapat 10 persen siswa yang terlibat sebagai Pekerja

Seks Komersial (PSK). Fenomena perilaku seksual yang melibatkan remaja yang

masih berstatus sebagai pelajar di sekolah, menandakan kurangnya kemampuan

dalam pengendalian. Upaya penanganan yang tepat semakin diperlukan untuk

menekan laju pertambahan populasi remaja yang terlibat perilaku seksual

pranikah. Perilaku seksual pranikah memberikan peluang terjadinya

masalah-masalah baru.

Data mengenai Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) di Indonesia

(Sule, 2013), selengkapnya:

Meningkatnya jumlah kasus perilaku seksual pranikah menyebabkan makin tingginya jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun. Bahkan beberapa survei yang dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan, KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar.

Persentase keterlibatan pelajar dalam hasil survei pada sembilan kota besar di

Indonesia yang cukup besar, mengindikasikan perlunya segera dilakukan analisis

mendalam pada diri remaja, agar remaja tetap mampu melewati tahapan

perkembangan seksual secara sehat tanpa terlibat perilaku seksual pranikah. Pusat

kendali (locus of control) remaja mempengaruhi perilaku remaja.

Penting dilakukan penelitian untuk menganalisis dimensi kepribadian yang

dapat diberikan intervensi sehingga menghasilkan rekomendasi yang relevan di

terapkan di sekolah khususnya, maupun bagi orangtua remaja pada umumnya.

Salah satu dimensi kepribadian yaitu pusat kendali (locus of control)

memungkinkan untuk dilakukan kajian mendalam.

“Perilaku yang oleh remaja dianggap ‘benar’ disertai dengan sikap yang

baik, sedangkan perilaku yang dianggap ‘salah’ disertai dengan sikap yang kurang

(14)

melakukan kendali pada hal-hal yang dianggap salah dalam persepsi, sebagai hasil

belajar dari lingkungan. Remaja yang mempersepsi perilaku seksual pranikah

sebagai sesuatu yang salah, menggunakan pusat kendali (locus of control) untuk

menghindari.

Remaja memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku seksual

pranikah dikarenakan beberapa faktor yang mendukung. Perilaku seksual

dipengaruhi oleh tiga faktor (Soetjiningsih, 2008: 2), yaitu:

(1) faktor individu, meliputi harga diri dan religiusitas. Harga diri dan religiusitas mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah. (2) faktor keluarga, meliputi hubungan

orangtua-remaja. Hubungan orangtua-remaja mempunyai pengaruh

langsung dan tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah dan pengaruhnya paling besar dibandingkan faktor lainnya. Semakin baik hubungan orangtua-remaja makin rendah perilaku seksual pranikah. (3) faktor luar keluarga, meliputi tekanan negatif teman sebaya dan paparan media pornografi. Tekanan teman sebaya berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual pranikah. Semakin tinggi tekanan untuk berperilaku negatif dari teman sebaya maka makin tinggi pula perilaku seksual pranikah. Begitupun dengan paparan media pornografi, semakin tinggi paparan media pornografi berpengaruh pada semakin tingginya perilaku seksual pranikah.

Apabila salah satu atau beberapa faktor mendukung, remaja memiliki

kecenderungan untuk terlibat perilaku seksual pranikah yang semakin tinggi.

Perilaku seksual akan ditentukan oleh pengaruh faktor yang mempengaruhinya. Tindakan individu diperkirakan atas dasar: “(1) harapan individu untuk penguatan, (2) nilai yang dirasakan dari penguatan; dan (3) situasi di mana individu menemukan dirinya sendiri” (Rotter; dalam Kormanik & Rocco, 2009: 468). Remaja yang memiliki penguatan untuk menghindari perilaku seksual

pranikah akan merasakan nilai dari penguatan dan memutuskan untuk tidak

terlibat dalam perilaku seksual pranikah.

Remaja memiliki kesempatan untuk mampu mengendalikan dirinya. “Teori

Belajar Sosial menunjukkan pusat kendali (locus of control) dapat mengubah

(15)

dorongan-dorongan seksual dari dalam diri maupun dalam menanggapi pengaruh

negatif dari lingkungan.

Rotter (dalam Kormanik & Rocco, 2009: 468) menegaskan “skala Internal -Eksternal (IE) mewakili kontinum multidimensi, dengan posisi individu pada kontinum dinamis dan tidak baik atau buruk.” Remaja memiliki orientasi internal dan external locus of control secara bersamaan, meskipun salah satu orientasi

memiliki kecenderungan yang lebih dominan, sebagai hasil dari proses belajar di

lingkungan sosial.

“Salah satu aspek dari kepribadian seorang individu adalah keseimbangan antara dorongan individu untuk otonomi, kontrol dan penerimaan sosial” (Kormanik & Rocco, 2009: 468). Remaja diharapkan mampu mengambil

keputusan untuk tidak terlibat dalam perilaku seksual pranikah dengan tetap

mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus of control) dan menempatkan diri

dalam berperilaku yang diterima secara sosial.

Pusat kendali (locus of control) yang dimiliki remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. “Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control adalah (1) usia dan jenis kelamin; (2) keluarga; dan (3) sosial” (Pinasti, 2011: 39-41). Usia mempengaruhi kemampuan individu dalam merespon stimulan dari lingkungan

dan jenis kelamin mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam

melakukan pengendalian. Pola asuh orangtua dan hubungan remaja dengan

orangtua memberikan pengaruh pada kemampuan remaja dalam mengembangkan

pusat kendali (locus of control). Status sosial ekonomi memberikan pengaruh

kepada remaja untuk lebih memiliki orientasi pusat kendali (locus of control)

internal atau eksternal.

Keyakinan individu tidak dapat mengontrol hasil (yaitu memiliki pusat

kendali (locus of control) eksternal (Rotter; dalam Asberg & Renk, 2012: 61)

memprediksi penggunaan bentuk yang relatif kurang aktif terhadap pendekatan

yang diambil oleh individu yang percaya memiliki kendali (yaitu memiliki pusat

kendali (locus of control) internal; (Cummings & Swickert, Gomez; dalam Asberg

& Renk, 2012: 61). Individu yang memiliki orientasi internal locus of control

(16)

penyelesaian masalah secara lebih efektif. Pendekatan yang sebaliknya, dilakukan

oleh individu yang memiliki kecenderungan external locus of control.

Secara konsisten, penelitian melaporkan individu di penjara sering dominan

pusat kendali (locus of control) ekternal (Griffith, Pennington-Averett & Bryan;

dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62), seperti keyakinan keberuntungan dan bukan

kendali yang bertanggung jawab atas nasib (Rotter; dalam Asberg & Renk, 2012:

61-62). Pusat kendali (locus of control) ekternal juga dapat dikaitkan dengan

kecenderungan individu untuk tidak mengambil tanggung jawab atas tindakan

(Hunter; dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62) dan “terlibat dalam pola perilaku

maladaptif yang membuat tidak melihat hubungan antara tindakan dan konsekuensi berikutnya” (Page & Scalora; dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62). Remaja yang memiliki orientasi external locus of control memiliki kecenderungan

untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah.

Penelitian menemukan hubungan antara pusat kendali (locus of control)

ekternal dan tingkat stres yang lebih tinggi, depresi, kecemasan, putus asa,

khawatir dan kurangnya dalam kemampuan untuk mengatasi stres kehidupan

(Asberg & Renk, 2012: 62). Remaja yang memiliki orientasi external locus of

control memiliki kecenderungan untuk melakukan pola penyelesaian masalah

secara negatif, salah satunya dengan melakukan perilaku seksual pranikah.

Gurin dan Brim (dalam Asberg & Renk, 2012: 62) memberikan beberapa

kejelasan tentang keterkaitan antara pusat kendali (locus of control) dan

lingkungan. Harapan yang diperkirakan seseorang berasal dari sejauh mana

perilaku menyebabkan hasil yang diinginkan dalam lingkungan. Remaja yang

memiliki orientasi internal locus of control memiliki kemampuan dalam

menyesuaikan harapan dengan hasil yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya.

Para peneliti mengusulkan metamodel sebagai kerangka kerja untuk

membahas teori dan penelitian tentang peristiwa kehidupan, menunjukkan

perubahan dalam persepsi kontrol pribadi adalah hasil dari perkembangan

peristiwa kehidupan (Asberg & Renk, 2012: 62). Remaja yang berada pada tahap

berpikir operasional formal, diharapkan mampu mengembangkan persepsi yang

(17)

perilaku seksual pranikah melalui pusat kendali (locus of control). Pusat kendali

(locus of control) yang merupakan salah satu dimensi kepribadian,

memungkinkan untuk diberikan intervensi dalam upaya Bimbingan dan Konseling

di sekolah. Intervensi yang dilakukan dalam upaya Bimbingan dan Konseling

memungkinkan untuk mengembangkan internal locus of control remaja. Remaja

yang memiliki internal locus of control diharapkan memiliki kemampuan untuk

menghindari perilaku seksual pranikah.

Ahman (dalam Supriatna, 2011: 30) mengemukakan pengertian Bimbingan

dan Konseling Perkembangan, selengkapnya:

Bimbingan dan Konseling Perkembangan adalah pemberian bantuan kepada siswa yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan, kekuatan, minat dan isu-isu yang berkaitan dengan tahapan perkembangan siswa dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program pendidikan.

Bimbingan dan Konseling yang terintegrasi dengan kurikulum sekolah,

diharapkan mampu memberikan upaya penanganan yang tepat berdasarkan hasil

penelitian terkait pusat kendali (locus of control).

Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan dalam pelaksanaannya, salah

satunya berkaitan dengan aspek pribadi-sosial siswa (DEPDIKNAS, 2008: 198)

beberapa diantaranya siswa diharapkan:

Memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan, bersikap respek terhadap orang lain, memiliki rasa tanggung jawab, memiliki kemampuan berinteraksi sosial, memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

Indikator remaja dengan orientasi internal locus of control memiliki kesesuaian

dengan tujuan yang diharapkan dari aspek pribadi-sosial siswa yang telah

dipaparkan dalam paragrap sebelumnya, seperti kemampuan untuk menentukan

pilihan dan memiliki rasa tanggung jawab. Pemberian layanan Bimbingan dan

Konseling diharapkan memiliki peran untuk membangun kecenderungan internal

locus of control pada siswa sehingga siswa dapat menentukan pilihan dalam hidup

dan memiliki rasa tanggung jawab.

Lao (dalam Ayudiati, 2010: 16) yang membandingkan antara internal dan

(18)

memiliki pemikiran yang lebih sehat dan lebih banyak terlibat dengan lingkungan

sekitarnya. Literatur dan penelitian empiris mengenai locus of control yang

dilakukan oleh Reiss dan Mitra, Muawanan, Fauzi, Kotot Gutomo, dan Utami;

(dalam Ayudiati, 2010: 16) menunjukkan internal locus of control memiliki

perilaku yang lebih etis daripada external locus of control. Perlu diketahui setiap

orang memiliki locus of control tertentu berada diantara kedua ekstrim. Remaja

yang memiliki orientasi pusat kendali (locus of control) internal diharapkan

memiliki kemampuan untuk lebih bersikap resisten terhadap stimulan yang

berasal dari dalam diri maupun lingkungan yang mengarah pada perilaku seksual

pranikah, apabila kemampuan remaja dalam melakukan pengendalian melalui

pusat kendali (locus of control) tidak dikembangkan maka semakin banyak remaja

yang memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah. Penelitian mengenai “Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual penting dilakukan karena remaja sebagai populasi

terbesar memiliki potensi untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah tanpa

kemampuan pengendalian melalui pusat kendali (locus of control) yang

berorientasi internal. Hasil penelitian memberikan kontribusi pada pengembangan

pola intervensi dalam melakukan upaya Bimbingan dan Konseling di sekolah.

C. Identifikasi Masalah Penelitian

Purnomowardani & Kuncoro (dalam Yulianto, 2010: 49) mengemukakan ‘perilaku seksual sebagai manifestasi dari adanya dorongan seksual yang dapat diamati secara langsung melalui berbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap

perilaku seksual, dari yang paling ringan hingga yang paling berat.’ Rice (dalam Yulianto, 2010: 52) mengemukakan ‘remaja melakukan perilaku seksual pranikah karena pergaulan bebas dan faktor pola asuh orangtua.‘ faktor lain yang menyebabkan perilaku seksual pranikah adalah pengaruh teman sebaya yang kuat

pada masa remaja, selengkapnya: Conger (dalam Yulianto, 2010: 53) mengemukakan ‘… peer play a vital role in the psichological development of most adolescence …’. Apabila pengaruh yang diberikan negatif, maka remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku yang negatif, termasuk

(19)

dikemukakan oleh Dianawati (dalam Yulianto, 2010: 54) ‘pada usia remaja rasa keingintahuannya tentang seks begitu besar.’ Menyebabkan remaja perlu memiliki kendali diri melalui pusat kendali (locus of control) yang berorientasi lebih

internal.

Menurut Rotter (dalam Wiriani, 2011: 36), pusat kendali (locus of control)

adalah tingkatan di mana individu menerima tanggung jawab personal terhadap

apa yang terjadi pada diri. Rotter, Chance dan Phares (dalam Jain & Singh, 2008:

107) mengemukakan mengenai kecenderungan pusat kendali (locus of control)

pada individu, selengkapnya:

‘Individu memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa tindakan dan prestasi adalah hasil dari keberuntungan atau kekuatan di luar dirinya (external locus of control). Jika individu bergantung pada karakteristik diri yang relatif permanen, termasuk internal locus of control. Secara umum disebut sebagai locus of control.’

Pembatasan masalah dalam penelitian terkait dengan kemampuan remaja

untuk mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus of control) internal atau

eksternal dan keterlibatan remaja dengan perilaku seksual pranikah. Perilaku

seksual menimbulkan ketegangan fisik dan psikis, sehingga remaja melakukan

pengambilan keputusan untuk membiarkan tetap dalam kendali atau dikendalikan

oleh pengaruh lingkungan yang negatif. Kemampuan remaja untuk

mengendalikan dan bertahan dari stimulan luar yang negatif merupakan hal yang

dibutuhkan remaja sehingga diperlukan penelitian tentang pusat kendali (locus of

control) remaja.

D. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian adalah:

1. Bagaimana gambaran pusat kendali (locus of control) siswa kelas XI SMA

Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014?

2. Bagaimana gambaran perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1

Bandung tahun 2013/2014?

3. Bagaimana hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku

(20)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control) siswa kelas XI SMA

Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014.

2. Memperoleh gambaran perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1

Bandung tahun 2013/2014.

3. Mengetahui seberapa besar hubungan antara pusat kendali (locus of control)

dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung tahun

2013/2014.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah:

Guru Bimbingan dan Konseling memiliki landasan bagi pengembangan bantuan

Bimbingan dan Konseling untuk mengaplikasikan pusat kendali (locus of control)

dalam perilaku seksual.

G. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi adalah: BAB I PENDAHULUAN, yang

mencakup latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan

masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi

skripsi. BAB II PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DAN PERILAKU

SEKSUAL, yang mencakup konsep pusat kendali (locus of control) remaja,

konsep perilaku seksual dan konsep hubungan antara pusat kendali (locus of

control) remaja dengan perilaku seksual), kerangka pemikiran dan hipotesis

penelitian. BAB III METODE PENELITIAN, yang mencakup lokasi, populasi

dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,

instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data

dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN,

yang menyajikan hasil pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis

temuan. BAB V SIMPULAN DAN SARAN, yang menyajikan penafsiran dan

(21)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian di SMA Pasundan 1 Bandung, Jawa Barat. Populasi dalam

penelitian adalah siswa SMA Pasundan 1 Bandung Kelas XI (sebelas) Tahun

Pelajaran 2013/2014. Penentuan SMA Pasundan 1 Bandung Kelas XI (sebelas)

sebagai populasi penelitian dikarenakan melalui hasil observasi selama beberapa

bulan, diindikasikan terdapat perilaku seksual pranikah, salah satunya melalui

wawancara tidak terstruktur dengan beberapa siswa SMA Pasundan 1 Bandung

Kelas XI (sebelas). Jumlah kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

Pelajaran 2013/2014 sebagai populasi penelitian disajikan dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jumlah populasi

Kelas Jumlah

XI. B1 32

XI. B2 46

XI. B3 49

XI. B4 46

XI. C1 46

XI. C2 44

XI. C3 47

XI. C4 46

Total 356

Salah satu cara pengambilan sampel yang representatif (Sukmadinata, 2008:

252) adalah secara acak (random). “Pengambilan sampel secara acak berarti setiap

individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.”

Tujuan penelitian adalah memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control)

dan perilaku seksual. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI (sebelas) SMA

Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 sebanyak 30 % dari jumlah

populasi, yakni sebanyak 106,8 dibulatkan menjadi 107 siswa.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional, sesuai dengan

(22)

Correlational designs are used to examine the relationship between two or more variables. A simple correlational design examines the relationship between two variables and uses a statistical analysis to describe their relationship.

Desain penelitian korelasional dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian

untuk menguji hubungan antara dua variabel, yakni pusat kendali (locus of

control) dengan perilaku seksual. Korelasi antara dua variabel dalam penelitian

diuji dengan analisis statistik nonparametrik.

Sub desain penelitian adalah ex post facto, karena dalam prosesnya

dilakukan kajian literatur dan pengambilan data empiris tentang pusat kendali

(locus of control dan perilaku seksual) untuk selanjutnya dilakukan komparasi,

berupa validasi sumber teoritis dengan hasil kajian empiris tentang pusat kendali

(locus of control) terhadap perilaku seksual.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah korelasional karena penelitian

ditujukan untuk mengetahui hubungan antara pusat kendali (locus of control)

dengan perilaku seksual. Sukmadinata (2008: 56) mengemukakan, “penelitian

korelasional ditujukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dengan

variabel-variabel lain. Hubungan antara satu dengan beberapa variabel lain

dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi)

secara statistik.” Korelasi positif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel

berhubungan dengan nilai yang tinggi pada variabel lainnya. Korelasi negatif

berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel berhubungan dengan nilai yang

rendah dalam variabel lain.

D. Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian didefinisikan sebagai berikut.

1. Pusat Kendali (Locus of Control)

Pusat kendali (locus of control) adalah persepsi siswa SMA Pasundan 1

Bandung tahun 2013/2014 terhadap penguatan yang berasal dari dalam diri

(internal locus of control) meliputi: keberhasilan individu karena kerja keras,

kegagalan individu akibat perbuatan sendiri, individu menjadi pemimpin karena

(23)

kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya; dan persepsi siswa terhadap

penguatan yang berasal dari sumber-sumber dari luar diri (external locus of

control) meliputi: keberhasilan individu karena keberuntungan, kegagalan

individu akibat ketidakberuntungan, individu menjadi pemimpin karena ada

kesempatan, individu menentukan masa depan melalui keberuntungan, kehidupan

individu ditentukan oleh orang lain.

2. Perilaku Seksual

Perilaku seksual remaja adalah semua jenis aktivitas fisik siswa SMA

Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014 baik disengaja maupun tidak yang

melibatkan tubuh berupa tingkah laku siswa yang berhubungan dengan dorongan

seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya

tali perkawinan yang sah baik secara hukum maupun agama meliputi tahapan

perilaku seksual (berpegangan tangan, memeluk bahu, memeluk pinggang,

berciuman bibir, berciuman bibir sambil pelukan, meraba daerah erogen

(payudara dan atau alat kelamin), mencium daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan berpakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam

keadaan berpakaian, meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin)

dalam keadaan tanpa pakaian, mencium daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam

keadaan tanpa pakaian dan melakukan hubungan seksual.

E. Instrumen Penelitian

1. Pusat Kendali (Locus of Control)

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur pusat kendali (locus

of control) adalah Rotter’s Locus of Control Scale yang dikembangkan pertama

kali pada tahun 1990. Terdapat 23 pasang pernyataan yang diskor, dan 6 (enam)

pasang pernyataan Filler (distraktor). I-E Scale berisi serangkaian pasangan

pernyataan. Setiap pasangan terdiri dari satu pernyataan yang mencerminkan

internal locus of control dan satu mencerminkan external locus of control, subjek

diminta memilih satu yang paling sesuai dengan keyakinannya, karena tidak ada

(24)

jurnal Rotter (dalam Rotter, dkk, 1972: 272-275) dengan judul Generalized

Expectancies for Internal Versus External Control of Reinforcement.

2. Perilaku Seksual

Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku seksual dikembangkan

oleh Peneliti yang diturunkan dari definisi operasional variabel perilaku seksual,

meliputi tahapan perilaku seksual. Respon yang diminta berupa respon perilaku

dengan skala Guttman, yakni pernah dan tidak pernah. Instrumen terdiri dari 12

pernyataan Unfavourable dari sudut pandang peneliti, yang dikembangkan dengan

mengacu pada hasil penelitian Soetjiningsih (2008). Instrumen yang digunakan

untuk mengukur perilaku seksual meliputi tahapan perilaku seksual dengan sub

aspek sebagai berikut: dengan siapa responden melakukan perilaku seksual,

seberapa sering responden melakukan perilaku seksual dan di mana responden

melakukan perilaku seksual.

F. Proses Pengembangan Instrumen

1. Kisi-kisi Pusat Kendali (Locus of Control)

Kisi-kisi instrumen pusat kendali (locus of control) meliputi dimensi internal

dan eksternal yang masing-masing diturunkan ke dalam 5 (lima) indikator,

disajikan dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2

Kisi-kisi instrumen pusat kendali (locus of control)

Dimensi Indikator No. Item

External locus of control

1. keberhasilan individu karena keberuntungan. 4b, 9a, 22b, 23a 2. kegagalan individu akibat

ketidakberuntungan.

2a, 7a, 21a

3. individu menjadi pemimpin karena ada kesempatan.

6a, 12b, 29a

4. individu menentukan masa depan melalui kemampuan.

13b, 15b, 25a, 28b

5. kehidupan individu ditentukan oleh orang lain.

3b, 5b, 16a, 17a, 20a, 26b

Internal locus of control

1. keberhasilan individu karena kerja keras. 4a, 9b, 22a, 23b 2. kegagalan individu akibat perbuatan sendiri. 2b, 7b, 21b 3. individu menjadi pemimpin karena memiliki

kemampuan.

6b, 12a, 29b

4. individu menentukan masa depan melalui keberuntungan.

(25)

Dimensi Indikator No. Item

5. kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya.

3a, 5a, 16b, 17b, 20b, 26a

Filler (distraktor)

1a, 1b, 8a, 8b, 14a, 14b, 19a, 19b, 24a, 24b, 27a, 27b

2. Pedoman Skoring Instrumen Pusat Kendali (Locus of Control)

Proses penyekoran dilakukan dengan mencocokkan jawaban siswa untuk

setiap item pernyataan (kecuali pernyataan filler) dengan ketentuan sebagai

berikut: 2. a, 3. b, 4. b, 5. b, 6. a, 7. a, 9. a, 10. b, 11. b, 12. b, 13. b, 15. b, 16. a,

17. a, 18. a, 20. a, 21. a, 22. b, 23. a, 25. a, 26. b, 28. b, 29. a. Setiap jawaban benar

memperoleh skor 1 (satu) dan jawaban salah memperoleh skor 0 (nol). Setelah

diperoleh hasil, semakin tinggi skor yang diperoleh siswa maka semakin eksternal

dimensi pusat kendali (locus of control) dalam dari siswa. Tabel 3.3 adalah

pedoman skoring pusat kendali (locus of control).

Tabel 3.3

Pedoman skoring instrumen pusat kendali (locus of control)

Alternatif Jawaban Skor

Internal 0

Eksternal 1

Hasil skor yang diperoleh dikategorikan menjadi 2 (dua), yakni dimensi

pusat kendali (locus of control) internal dan eksternal, dengan ketentuan yang ada

pada tabel 3.4.

Tabel 3.4

Dimensi pusat kendali (locus of control)

Dimensi Rentang Skor

Internal 1-10

Eksternal 11-20

(26)

Intrumen yang telah dikembangkan oleh Peneliti, terlebih dahulu melalui

proses uji validitas rasional, yakni penimbangan instrumen oleh beberapa dosen

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI yang dianggap ahli di

bidangnya, yakni Dr. Nurhudaya, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd., Dr. Hj. Nani M.

Sugandhi, M.Pd. dan Eka Sakti Yudha, M.Pd. Adapun aspek yang dijadikan

patokan dalam proses penimbangan instrumen yakni konstruk, bahasa dan konten

(isi). Proses penimbangan instrumen oleh ahli meliputi keterangan memadai (M)

dan tidak memadai (TM) untuk konstruk, bahasa dan konten (isi) setiap item,

menghasilkan beberapa kemungkinan, yakni item bisa dipakai, item perlu

diperbaiki atau item perlu dibuang. Hasil penimbangan instrumen pusat kendali

(locus of control) disajikan dalam tabel 3.5.

Tabel 3.5

Hasil penimbangan instrumen pusat kendali (locus of control)

Hasil Judgement Nomor Item Jumlah

Dipakai 4a, 6a, 7a, 9b, 10a, 12a, 13b, 15b, 17a, 18a, 18b 23a, 25a, 29b 14 Diperbaiki 2a, 2b, 3a, 3b, 4b, 5a, 5b, 6b, 7b, 9a, 10b, 11a, 11b, 12b, 13a,

15a, 16a, 16b, 17b, 20a, 20b, 21a, 21b, 22a, 22b, 23b, 25b, 26a, 26b, 28a, 28b, 29a

32

Dibuang - 0

b. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian konstruk, bahasa

dan konten dengan karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian. Uji

keterbacaan dilakukan kepada lima siswa kelas X (sepuluh) SMA Pasundan 1

Bandung tahun 2013/2014, yakni RJ (L), IS (P), RJ (P), BJ (L) dan R (L). Hasil

uji keterbacaan diantaranya adalah perbaikan bahasa pada beberapa item

instrumen pusat kendali (locus of control) agar lebih mudah dipahami secara

kontekstual oleh siswa.

c. Uji Validitas Empiris

Pengujian validitas instrumen dengan Product Moment dari Karl Pearson

menggunakan bantuan Microsoft Excel 2010. Selanjutnya, dihitung dengan Uji-t

(27)

= √ 2

(Arikunto, 1999: 244)

Keterangan:

t = harga thitung untuk tingkat signifikansi

r = koefesien korelasi

n = jumlah responden

Setelah diperoleh hasil thitung setiap item, untuk mengetahui tingkat

signifikansinya dilakukan dengan membandingkan hasil thitung dengan ttabel. Item

dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel. Hasil uji validitas terhadap 23 item

instrumen pusat kendali (locus of control) dengan tingkat kepercayaan 95% (α =

0.05) menunjukkan 20 item valid dan 3 item tidak valid. Hasil menunjukkan 20

item yang valid sudah memenuhi syarat untuk digunakan dalam proses

pengambilan data penelitian. Hasil uji validitas disajikan dalam tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Hasil uji validitas instrumen pusat kendali (locus of control)

Kesimpulan Nomor Item Jumlah

Valid/ Diterima 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 28, 29

20

Tidak Valid/ Tidak Diterima 10, 11, 18 3

d. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan program IBM SPSS

Statistics 21, metode yang digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas

dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%. Instrumen dinyatakan reliabel dengan

ketentuan r11 > rtabel. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas

instrumen pusat kendali (locus of control) adalah:

= ( − )( −∑�� )

(Arikunto, 1999: 245)

Keterangan:

r11 = nilai reliabilitas

(28)

St = varians total

k = jumlah item

Hasil uji reliabilitas terhadap 15 item dalam instrumen pusat kendali (locus

of control) disajikan dalam tabel 3.7.

Tabel 3.7

Reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control)

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

.445 20

Tingkat reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control) dapat dilihat

dari r (koefesien korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk menafsirkan

reliabilitas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 231) dalam

tabel 3.8.

Tabel 3.8

Pedoman interprestasi koefisien korelasi

No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00 - 0,199 Sangat rendah

2 0,20 - 0,399 Rendah

3 0,40 - 0,599 Sedang

4 0,60 - 0,799 Tinggi

5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi

Hasil uji reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control) yaitu 0,445

artinya tingkat reliabilitas yang sedang dan sudah cukup baik sehingga dapat

digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.

4. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Seksual

Kisi-kisi instrumen perilaku seksual meliputi tahapan perilaku seksual yang

dibagi menjadi 12, disajikan dalam tabel 3.9.

Tabel 3.9

(29)

Aspek Sub-Aspek Indikator

No. Urutan Perilaku

Tahapan Partner Berpegangan tangan. 1

Memeluk di bahu. 2

Memeluk di pinggang. 3

Berciuman bibir. 4

Berciuman bibir sambil pelukan. 5

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).

6

Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan berpakaian.

7

Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian.

8

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

9

Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

10

Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian.

11

Hubungan seksual. 12

Intensitas Berpegangan tangan. 1

Memeluk di bahu. 2

Memeluk di pinggang. 3

Berciuman bibir. 4

Berciuman bibir sambil pelukan. 5

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).

6

Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan berpakaian.

7

Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian.

8

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

9

Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

10

Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian.

11

Hubungan seksual. 12

Tempat Berpegangan tangan. 1

Memeluk di bahu. 2

Memeluk di pinggang. 3

Berciuman bibir. 4

Berciuman bibir sambil pelukan. 5

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).

6

Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan berpakaian.

7

Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian.

8

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

9

(30)

Aspek Sub-Aspek Indikator

No. Urutan Perilaku

kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian.

11

Hubungan seksual. 12

5. Pedoman Skoring Instrumen Perilaku Seksual

Proses penyekoran dilakukan dengan skala Guttman. Respon “Pernah”

diskor 1 (satu) dan “Tidak Pernah” diskor 0 (nol). Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin terlibat siswa dengan perilaku seksual. Pedoman skoring

[image:30.595.118.510.112.206.2]

dapat dilihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10

Pedoman skoring instrumen perilaku seksual

Respon Skor

Pernah 1

Tidak Pernah 0

Kategori yang dijadikan patokan untuk menafsirkan hasil instrumen perilaku

seksual disajikan dalam tabel 3.11.

Tabel 3.11 Kategori keterlibatan dalam instrumen perilaku seksual

Kategori Keterlibatan Skor

Rendah 0-3

Sedang 4-6

Tinggi 7-9

Sangat Tinggi 10-12

Kategori keterlibatan dilakukan dengan pertimbangan “seberapa besar dampak fisik dan sosial yang ditimbulkan oleh setiap perilaku seksual yang dilakukan oleh siswa” (Sarwono, 2012: 175). Kategori rendah, meliputi: berpegangan tangan, memeluk di bahu dan memeluk di pinggang. Termasuk

perilaku seksual yang memiliki dampak terendah disbanding perilaku pada

kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Walaupun demikian, perilaku seksual

[image:30.595.216.411.525.586.2]
(31)

6. Uji Coba Instrumen Perilaku Seksual a. Uji Validitas Rasional

Intrumen yang telah dikembangkan oleh Peneliti, terlebih dahulu melalui

proses uji validitas rasional, yakni penimbangan instrumen oleh beberapa dosen

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI yang dianggap ahli di

bidangnya, yakni Dr. Nurhudaya, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd., Dr. Hj. Nani M.

Sugandhi, M.Pd. dan Eka Sakti Yudha, M.Pd. Adapun aspek yang dijadikan

patokan dalam proses penimbangan instrumen yakni konstruk, bahasa dan konten

(isi). Proses penimbangan instrumen oleh ahli meliputi keterangan memadai (M)

dan tidak memadai (TM) untuk konstruk, bahasa dan konten (isi) setiap item,

menghasilkan beberapa kemungkinan, yakni item bisa dipakai, item perlu

diperbaiki atau item perlu dibuang. Hasil penimbangan instrumen perilaku seksual

[image:31.595.162.466.423.464.2]

disajikan dalam tabel 3.12

Tabel 3.12

Hasil penimbangan instrumen perilaku seksual

Hasil Judgement Nomor Item Jumlah

Diperbaiki 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 12

Dibuang - 0

b. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian konstruk, bahasa

dan konten dengan karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian. Uji

keterbacaan dilakukan kepada lima siswa kelas X (sepuluh) SMA Pasundan 1

Bandung tahun 2013/2014, yakni RJ (L), IS (P), RJ (P), BJ (L) dan R (L). Hasil

uji keterbacaan diantaranya adalah perbaikan bahasa pada beberapa item

instrumen perilaku seksual agar lebih mudah dipahami secara kontekstual oleh

siswa.

c. Uji Validitas Empiris

Pengujian validitas instrumen dengan Product Moment dari Karl Pearson

menggunakan bantuan Microsoft Excel 2010. Selanjutnya, dihitung dengan Uji-t

(32)

= √ 2

(Arikunto, 1999: 244)

Keterangan:

t = harga thitung untuk tingkat signifikansi

r = koefesien korelasi

n = jumlah responden

Setelah diperoleh hasil thitung setiap item, untuk mengetahui tingkat

signifikansinya dilakukan dengan membandingkan hasil thitung dengan ttabel. Item

dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel. Hasil uji validitas terhadap 12 item

instrumen perilaku seksual dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan 12

item valid. Hasil menunjukkan 12 item yang valid sudah memenuhi syarat untuk

digunakan dalam proses pengambilan data penelitian. Hasil uji validitas disajikan

[image:32.595.152.489.451.508.2]

dalam tabel 3.13.

Tabel 3.13

Hasil uji validitas instrumen perilaku seksual

Kesimpulan Nomor Item Jumlah

Valid/ Diterima 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 12

Tidak Valid/ Tidak Diterima - 0

d. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan program IBM SPSS

Statistics 21, metode yang digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas

dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%. Instrumen dinyatakan reliabel dengan

ketentuan r11 > rtabel. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas

instrumen perilaku seksual adalah:

= ( − )( −∑�� )

(Arikunto, 1999: 245)

Keterangan:

r11 = nilai reliabilitas

(33)

St = varians total

k = jumlah item

Hasil uji reliabilitas item dalam instrumen perilaku seksual disajikan dalam

[image:33.595.242.384.243.309.2]

tabel 3.14.

Tabel 3.14

reliabilitas instrumen perilaku seksual

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

.896 12

Tingkat reliabilitas instrumen perilaku seksual dapat dilihat dari r (koefesien

korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk menafsirkan reliabilitas sesuai

[image:33.595.186.441.429.524.2]

dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 231) dalam tabel 3.15.

Tabel 3.15

Pedoman interprestasi koefisien korelasi

No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00 - 0,199 Sangat rendah

2 0,20 - 0,399 Rendah

3 0,40 - 0,599 Sedang

4 0,60 - 0,799 Tinggi

5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi

Hasil uji reliabilitas instrumen perilaku seksual yaitu 0,896 artinya tingkat

reliabilitas yang sangat kuat dan sudah baik sehingga dapat digunakan sebagai alat

pengumpul data penelitian.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah

kuesioner (questionnaire). Kuesioner (Sukmadinata, 2008: 219) merupakan teknik

pengumpulan data secara tidak langsung. Alat pengumpulan datanya disebut

angket, yang berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus direspon oleh

responden. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup.

(34)

responden. Responden tidak bisa memberikan respon lain kecuali yang telah

tersedia sebagai alternatif jawaban.

H. Teknik Analisis Data

Metode penelitian korelasional (Sukmadinata, 2008:279) menuntut

pengembangan dan penggunaan instrumen pengukuran yang standar atau perlu

distandarisasikan. Dalam penelitian korelasional dilakukan analisis statistik

inferensial dan uji korelasi. Uji normalitas, homogenitas dan reliabilitas data

dilakukan untuk menentukan langkah analisis data korelasional selanjutnya.

1. Uji Normalitas dan Homogenitas

Data pusat kendali (locus of control) dan data perilaku seksual perlu melalui

uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui langkah analisis yang tepat,

antara statistika parametrik atau non-parametrik. Tabel 3.16 menyajikan hasil uji

normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program IBM SPSS Statistics

[image:34.595.215.407.461.544.2]

21.

Tabel 3.16

Hasil uji normalitas data

pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Statistic Df Sig.

LoC .104 107 .006

PS .194 107 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Uji normalitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual

dinyatakan normal apabila signifikansi skor > α = 0,05 dan dinyatakan tidak normal apabila signifikansi skor < α = 0,05. Hasil uji normalitas data pusat kendali (locus of control) memiliki koefisien korelasi 0,006 dan perilaku seksual

(35)

Selain uji normalitas, untuk lebih meyakinkan Peneliti, dilakukan uji

homogenitas untuk mengetahui karakteristik responden yang dijadikan sampel

homogen atau tidak homogen. Tabel 3.17 menyajikan hasil uji homogenitas

Oneway ANOVA data pusat kendali (locus of control) dengan bantuan program

[image:35.595.194.429.282.329.2]

IBM SPSS Statistics 21.

Tabel 3.17

Hasil uji homogenitas data pusat kendali (locus of control)

Test of Homogeneity of Variances

LoC

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.801 9 95 .617

Hasil uji homogenitas, data pusat kendali (locus of control) memiliki tingkat

signifikansi 0,617. Skor 0,617 > α = 0,05 sehingga data pusat kendali (locus of

control) dinyatakan homogen. Meskipun demikian, karena data berdistribusi tidak

[image:35.595.193.429.545.584.2]

normal, analisis data tetap menggunakan statistika non-parametrik.

Tabel 3.18 menyajikan hasil uji homogenitas Oneway ANOVA data perilaku

seksual dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.

Tabel 3.18

Hasil uji homogenitas data perilaku seksual

Test of Homogeneity of Variances

PS

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.263 8 97 .029

Hasil uji homogenitas data perilaku seksual memiliki tingkat signifikansi

0,029. Skor 0,029 < α = 0,05 sehingga data perilaku seksual dinyatakan tidak

homogen. Kesimpulannya, analisis data menggunakan statistika non-parametrik

karena data berdistribusi tidak normal dan tidak homogen.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual

(36)

digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas dilakukan dengan tingkat

kepercayaan 95%. Data dinyatakan reliabel dengan ketentuan r11 > rtabel. Adapun

rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas data pusat kendali (locus of

control) dan perilaku seksual adalah:

= ( − )( −∑�� )

(Arikunto, 1999: 245)

Keterangan:

r11 = nilai reliabilitas

∑Si = jumlah varians skor tiap-tiap item St = varians total

k = jumlah item

Tingkat reliabilitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual

dapat dilihat dari r (koefesien korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk

menafsirkan reliabilitas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011:

[image:36.595.187.442.478.572.2]

231) dalam tabel 3.19.

Tabel 3.19

Pedoman interprestasi koefisien korelasi

No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00 - 0,199 Sangat rendah

2 0,20 - 0,399 Rendah

3 0,40 - 0,599 Sedang

4 0,60 - 0,799 Tinggi

5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi

Hasil uji reliabilitas terhadap data pusat kendali (locus of control) disajikan

dalam tabel 3.20.

Tabel 3.20

Hasil uji reliabilitas data pusat kendali (locus of control)

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

(37)

Skor reliabilitas data adalah 0,305 artinya tingkat reliabilitas data rendah,

namun analisis tetap dapat dilakukan karena menggunakan statistika

non-parametrik.

Hasil uji reliabilitas terhadap data perilaku seksual disajikan dalam tabel

[image:37.595.244.383.263.330.2]

3.21.

Tabel 3.21

Hasil uji reliabilitas instrumen data perilaku seksual

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

.893 12

Skor reliabilitas data adalah 0,893 artinya tingkat reliabilitas data sangat

kuat dan dapat dilanjutkan untuk analisis korelasi.

Analisis hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku

seksual digunakan teknik korelasi kontingensi (contingency correlation) untuk

mengukur kekuatan hubungan dengan menggunakan koefisien kontingensi,

dengan menghitung banyak frekuensi yang diharapkan muncul, melalui

persamaan:

� = −

(Furqon, 2009: 254)

Keterangan:

Eij = frekuensi yang diharapkan ni0 = jumlah baris ke-i

n0j = jumlah kolom ke-j

Hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual

dinyatakan dengan koefisien kontingensi. Hubungan pusat kendali (locus of

control) dengan perilaku seksual dinyatakan sempurna apabila mempunyai

koefisien kontingensi 1 atau -1. Apabila tidak terdapat hubungan maka koefisien

kontingensi menunjukan angka 0.

Signifikansi hubungan antara pusat kendali (locus of control) dihitung

(38)

�² = ∑ � − � ²

(Furqon, 2009: 255)

Keterangan:

X² = chi-square

Oij = banyaknya frekuensi amatan yang diklasifikasikan dalam baris ke-i dan kolom ke-j

Eij = banyaknya frekuensi amatan yang diharapan dalam baris ke-i dan kolom ke-j

Besarnya derajat pengaruh dihitung dengan menggunakan persamaan

koefiesien kontingensi dari Karl Pearson (Furqon, 2009: 256) berikut.

� = √�² +�²

(Furqon, 2009: 256)

Derajat hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku

seksual, dilakukan perbandingan harga C dengan koefisien kontingensi

maksimum (Cmaks) dengan menggunakan persamaan berikut.

� � = √ −

(Furqon, 2009: 256)

Keterangan:

m = harga minimum antara b dan k (baris dan kolom)

Semakin dekat harga C kepada Cmaks semakin besar derajat hubungan antara

pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual. Harga C menurut Furqon

[image:38.595.236.385.665.757.2]

(2009:256) disajikan dalam tabel 3.22.

Tabel 3.22

Harga Cmaks untuk berbagai m

M Cmaks

2 0.707

3 0.816

4 0.866

5 0.894

6 0.913

(39)

8 0.935

9 0.943

(40)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan sebagai

berikut.

1. Sebagian besar siswa kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014 memiliki kecenderungan pusat kendali (locus of control) internal,

artinya siswa telah memiliki persepsi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan

dipengaruhi oleh tindakan.

2. Siswa besar siswa kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014 terlibat perilaku seksual kategori rendah, artinya siswa telah

melakukan perilaku seksual sampai pada ‘meraba daerah erogen (payudara

dan atau alat kelamin).

3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pusat kendali (locus of

control) dengan perilaku seksual siswa SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014, artinya pusat kendali (locus of control) tidak menjadi salah satu

faktor yang memiliki hubungan dengan perilaku seksual.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh saran sebagai

berikut.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Guru Bimbingan dan Konseling dapat mengembangkan program Bimbingan

dan Konseling aspek Pribadi-Sosial yang berhubungan dengan perilaku seksual

difokuskan pada indikator-indikator pusat kendali (locus of control) internal dan

eksternal secara seimbang, dengan tujuan agar siswa mampu mengembangkan

persepsi yang lebih objektif mengenai pengambilan keputusan dalam kehidupan.

Indikator-indikator pusat kendali (locus of control) internal yang perlu

dikembangkan, yaitu: keberhasilan individu karena kerja keras, kegagalan

individu akibat perbuatan sendiri, individu menjadi pemimpin karena memiliki

(41)

kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya. Indikator-indikator pusat kendali

(locus of control) eksternal yang perlu dikembangkan yaitu: keberhasilan individu

karena keberuntungan, kegagalan individu akibat ketidakberuntungan, individu

menjadi pemimpin karena ada kesempatan, individu menentukan masa depan

melalui keberuntungan dan kehidupan individu ditentukan oleh orang lain.

Pengembangan program dilakukan dengan mempertimbangkan iklim

layanan Bimbingan dan Konseling yang nyaman dan dialogis dalam suasana

sosioemosional yang mendukung agar pengembangan pusat kendali (locus of

control) dapat tercapai. Pusat kendali (locus of control) yang telah berkembang

akan membuat siswa mampu mengembangkan persepsi yang lebih objektif untuk

mengambil keputusan dalam kehidupan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat lebih memfokuskan penelitian lanjutan pada aspek

atau faktor-faktor yang lebih spesifik mengenai hubungan antara pusat kendali

(locus of control) dengan perilaku seksual, yaitu faktor-faktor yang membuat

remaja memutuskan untuk terlibat dengan perilaku seksual, meliputi harga diri,

religiusitas, hubungan orangtua dengan remaja, tekanan negatif teman sebaya dan

(42)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Adriadi, dkk. (2013). Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Locus of Control

Siswa yang Tidak Tinggal dengan Orangtua Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Pekan Baru Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi Pendidikan Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Riau: tidak diterbitkan.

Agrawal, S. (2012). Sexual Behavior And HIV/AIDS Awareness among College Girls: A Case Study. Journal of Health Management 14 (2) 175-182.

Arikunto, S. (1999). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arma, A. (2003). Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja

dan Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya. Departemen Kependudukan dan Biostatistika FKM USU: 189-197.

Asberg, K & Renk, K (2012). Perceived Stress, External Locus of Control and Social Support as Predictors of Psychological Adjustment Among Female Inmates With or Without a History of Sexual Abuse. International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology, 59-84, SAGE Publication.

Atkinson, R. Dkk. (1983). Dalam Dharma, A. (Penyunting) Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Ayudiati, S. E. (2010). Analisis Pengaruh Locus of Control Terhadap Kinerja dengan Etika Kerja Islam sebagai Variabel Moderating. Skripsi di Universitas Diponegoro Semarang: tidak diterbitkan.

Boeree, C. G. (2008). General Psychology. Yogyakarta: PRISMASOPHIE.

Cardwell, J. D. (1969). The Relationship between Religious Commitment and

Premarital Sexual Permisssiveness: A F

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah populasi
Tabel 3.2
Tabel 3.4
Tabel 3.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Paulus mendaftarkan lima karunia pelayanan yang dimaksudkan untuk memberikan pimpinan dalam gereja. Apakah hanya orang percaya tertentu saja yang memiliki karunia untuk

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat karunia dan hidayah- Nya, sehingga Tesis ini dapat selesai dengan melewati berbagai kendala sehingga dapat

It does not need to calculate good initial estimates and expressively decreases the demand for computer resources in contrast to the iterative methods; second, the

Dari hasil yang diperoleh terhadap jumlah angka lempeng total masih memenuhi standar dari peraturan PERMENKES RI No1096/MENKES/PER/VI/2011 yang menyatakan bahwa angka kuman pada

Kost-an mengalami kendala dalam hal pengaturan pembayaran terutama pembayaran pada pelanggan karena banyaknya pelanggan yang ingin mengekost pada kost-an .Untuk itu diperlukan

Lingkungan merupakan hal yangmempengaruhi derajat kesehatan manusia sehingga pemerintah melalui Direktorat Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL)

Personal adjusment pada saat menghadapi masa pensiun : studi fenomenologi near phase terhadap dua orang pegawai negeri sipil lembaga permasyarakatan kelas IIA Banceuy