Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Bimbingan dan Konseling
Oleh
Dewi Rosanti 1000858
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)
Oleh Dewi Rosanti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Dewi Rosanti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN
DEWI ROSANTI
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I
Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd. NIP 19660601 199103 1 005
Pembimbing II
Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. NIP 19661115 199102 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Dewi Rosanti (2014). Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual (Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014).
Penelitian dilatarbelakangi oleh fenomena perilaku seksual yang terjadi di kalangan remaja, sehingga diperlukan analisis dari perspektif perkembangan melalui pusat kendali (locus of control) sebagai salah satu aspek kepribadian siswa yang memungkinkan untuk diberikan intervensi apabila terbukti ada hubungan. Penelitian bertujuan: (1) memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control), (2) memperoleh gambaran perilaku seksual, dan (3) mengetahui seberapa besar hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014. Responden dalam penelitian sebanyak 107 siswa mewakili jenis kelamin laki-laki (45 siswa) dan perempuan (62 siswa). Metode penelitian yang dilakukan yaitu metode korelasional dengan alat pengumpul data berupa questionnaire pusat kendali (locus of control) dan perilaku
seksual. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling.
Pengolahan data menggunakan analisis statistika non-parametrik koefisien kontingensi dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hasil penelitian
menunjukkan koefesien kontingensi sebesar 2.02, sedangkan X²3;0,05 = 7.81 sehingga
X²hitung < X²1;0,05,yaitu 2.02 < 3,84, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014. Rekomendasi penelitian dapat dilakukan pengembangan pusat kendali (locus of control) siswa menjadi lebih positif dan objektif sehingga mampu menghasilkan persepsi yang benar terhadap proses pengambilan keputusan dalam kehidupan.
Kata Kunci: Pusat Kendali (Locus of Control), Perilaku Seksual
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
behavior of students class XI SMA Pasundan 1 Bandung Year 2013/2014. Research recommendations can be carried out development locus of control students become more positive and objective so as to produce a correct perception of the decision-making process in life.
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
ABSTRAK ...Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ...Error! Bookmark not defined.
UCAPAN TERIMAKASIH ...Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ...Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR ...Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN ...Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ...Error! Bookmark not defined.
A.Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D.Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined.
BAB II PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DAN PERILAKU SEKSUAL ...Error! Bookmark not defined.
A.Pusat Kendali (Locus of Control) ... Error! Bookmark not defined. B. Perilaku Seksual ... Error! Bookmark not defined. C. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual ... Error!
Bookmark not defined.
D.Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual serta Implikasinya Terhadap Bimbingan dan Konseling ... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODE PENELITIAN ...Error! Bookmark not defined.
A.Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D.Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. E. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Proses Pengembangan Instrumen ... Error! Bookmark not defined. G.Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. H.Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...Error! Bookmark not defined.
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Gambaran Umum Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 2. Gambaran Indikator Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan
1 Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 3. Gambaran Umum Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun
2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 4. Gambaran Indikator Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung
Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 5. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual Siswa
Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 .. Error! Bookmark not defined. B. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Gambaran Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1
Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 2. Gambaran Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun
2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 3. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual Siswa
Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 .. Error! Bookmark not defined. C. Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...Error! Bookmark not defined.
A.Simpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Saran ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ...Error! Bookmark not defined.
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
B. Latar Belakang Penelitian
Salah satu tahapan perkembangan yang dialami individu adalah masa remaja. Desmita (2012: 189) mengemukakan “remaja dikenal dengan istilah “adolescence” yang berasal dari kata dalam Bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia: remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa”. Mengenai batasan usia remaja, selengkapnya:
Istilah remaja telah digunakan secara luas untuk menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli antara 12 hingga 21 tahun (Desmita, 2012: 189-190).
Banyak fenomena yang berhubungan dengan aspek perkembangan pada remaja. “Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas” (Desmita, 2012: 222). Minat dan motivasi remaja pada seksualitas memberikan tantangan
tersendiri bagi remaja untuk mampu merespon stimulan yang mengarah pada
perilaku seksual secara tepat.
Minat dan motivasi seksual meningkat pada masa pubertas. Mengenai masa
pubertas, Desmita (2012: 192) mengemukakan “pubertas merupakan suatu
periode pada awal masa remaja, di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat.” Pendapat lain mengenai pubertas, selengkapnya dijelaskan oleh Boeree, (2008: 349) yaitu:
Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap kehidupan seksual
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas.
Kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal,
mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual pada diri remaja.
Desmita (2012: 222) mengemukakan “dorongan seksual remaja sangat tinggi dan bahkan lebih tinggi dari dorongan seksual orang dewasa dan tidak jarang dorongan seksual menimbulkan ketegangan fisik maupun psikis”. Berkaitan dengan upaya yang dilakukan remaja untuk melepaskan diri dari
ketegangan seksual, selengkapnya:
upaya melepaskan diri dari ketegangan seksual, dilakukan remaja dengan mencoba mengekspresikan dorongan seksualnya dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, mulai dari melakukan aktivitas berpacaran (dating), berkencan, bercumbu, sampai dengan melakukan kontak seksual (Desmita, 2012: 223).
Upaya remaja untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual dengan cara
yang sehat yakni melalui perilaku seksual sehat. Adapun selengkapnya:
perilaku seksual sehat adalah perilaku yang dipilih melalui berbagai pertimbangan resiko (secara fisik, psikologis dan sosial) untuk mengendalikan dorongan-dorongan seksual dan dilandasi oleh keimanan secara bertanggung jawab pada diri sendiri, orangtua, lingkungan dan yang lebih penting, mempertanggungjawabkan perilakunya kepada Tuhan (Setiawati, 2008:84).
Ketidakmampuan remaja untuk mengupayakan perilaku seksual yang sehat dalam
menyikapi dorongan-dorongan seksual yang dialami, menjadikan remaja
memungkinkan untuk terlibat dengan perilaku seksual pranikah.
Fenomena perilaku seksual pranikah mengkhawatirkan orangtua dan masyarakat. Menurut Desmita (2012: 224) “seksualitas merupakan bagian normal dari perkembangan, tetapi perilaku seksual disertai resiko-resiko, yang tidak hanya ditanggung oleh remaja melainkan juga oleh orangtua dan masyarakat”. Perkembangan seksual pada masa remaja merupakan sesuatu yang wajar apabila
dalam prosesnya dilakukan pendampingan yang tepat dari orang dewasa di
lingkungan terdekat remaja.
Remaja diharapkan mampu melewati berbagai tuntutan tugas
Havighurst (dalam Hurlock, 1980: 226) salah satunya adalah “pembentukan
hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, dan memainkan peran yang tepat sesuai jenis kelaminnya.” Pembentukan hubungan-hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis memungkinkan remaja mengarah pada
perilaku seksual pranikah. Remaja diharapkan mampu memiliki peran jenis
kelamin yang sesuai agar mampu mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus
of control). Kemampuan remaja untuk mengendalikan diri sangat dibutuhkan
mengingat remaja akan dihadapkan pada banyak situasi yang penuh tekanan dan
kompleks dari dalam diri maupun lingkungan sosial.
Dorongan untuk melakukan perilaku seksual pranikah, menurut Hurlock
(1980: 226) datang dari tekanan-tekanan sosial tetapi terutama dari minat remaja
pada seks dan keingintahuannya tentang seks. Keingintahuan remaja yang tinggi
tentang seks, membuat beberapa remaja mengarah pada perilaku seksual pranikah,
selengkapnya:
Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, masih berkisar 47,54 persen remaja-remaja di Indonesia mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Data hasil survei pada tahun 2008 oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menunjukkan, sebanyak 63 persen remaja SMP sudah melakukan hubungan seks. 21 persen siswa SMA pernah melakukan aborsi. Fakta tersebut membuktikan kasus perilaku seksual pranikah banyak terjadi di kalangan pelajar sekolah menengah sampai kalangan mahasiswa. Perilaku seksual pranikah menjadi catatan hitam di dalam dunia pendidikan Indonesia (Hasan, 2012).
Perilaku seksual pranikah yang semakin melibatkan remaja yang berstatus pelajar
memiliki kontribusi yang cukup besar dalam mempercepat proses degradasi moral
maupun kualitas pendidikan secara umum.
Remaja merupakan populasi yang membutuhkan perhatian serius terkait perilaku seksual. “Populasi remaja Kota Bandung, usia 10-24 tahun, adalah 28,55% dari total populasi, yaitu sekitar 665.252 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari
345.975 remaja laki-laki dan 319.277 remaja perempuan.” (BPS, 2011; dalam
Masunah, 2011). Remaja menjadi prioritas yang perlu mendapatkan penanganan
tepat dengan memahami kemampuan pengendalian melalui pusat kendali (locus of
Berita yang cukup menyita perhatian, detiknews.com pada Selasa, 15 Juni 2010 menginformasikan “Dari 200 PSK di Bandung, 20 Siswa SMA” (Gandapurnama, 2010). Terdapat 10 persen siswa yang terlibat sebagai Pekerja
Seks Komersial (PSK). Fenomena perilaku seksual yang melibatkan remaja yang
masih berstatus sebagai pelajar di sekolah, menandakan kurangnya kemampuan
dalam pengendalian. Upaya penanganan yang tepat semakin diperlukan untuk
menekan laju pertambahan populasi remaja yang terlibat perilaku seksual
pranikah. Perilaku seksual pranikah memberikan peluang terjadinya
masalah-masalah baru.
Data mengenai Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) di Indonesia
(Sule, 2013), selengkapnya:
Meningkatnya jumlah kasus perilaku seksual pranikah menyebabkan makin tingginya jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun. Bahkan beberapa survei yang dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan, KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar.
Persentase keterlibatan pelajar dalam hasil survei pada sembilan kota besar di
Indonesia yang cukup besar, mengindikasikan perlunya segera dilakukan analisis
mendalam pada diri remaja, agar remaja tetap mampu melewati tahapan
perkembangan seksual secara sehat tanpa terlibat perilaku seksual pranikah. Pusat
kendali (locus of control) remaja mempengaruhi perilaku remaja.
Penting dilakukan penelitian untuk menganalisis dimensi kepribadian yang
dapat diberikan intervensi sehingga menghasilkan rekomendasi yang relevan di
terapkan di sekolah khususnya, maupun bagi orangtua remaja pada umumnya.
Salah satu dimensi kepribadian yaitu pusat kendali (locus of control)
memungkinkan untuk dilakukan kajian mendalam.
“Perilaku yang oleh remaja dianggap ‘benar’ disertai dengan sikap yang
baik, sedangkan perilaku yang dianggap ‘salah’ disertai dengan sikap yang kurang
melakukan kendali pada hal-hal yang dianggap salah dalam persepsi, sebagai hasil
belajar dari lingkungan. Remaja yang mempersepsi perilaku seksual pranikah
sebagai sesuatu yang salah, menggunakan pusat kendali (locus of control) untuk
menghindari.
Remaja memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku seksual
pranikah dikarenakan beberapa faktor yang mendukung. Perilaku seksual
dipengaruhi oleh tiga faktor (Soetjiningsih, 2008: 2), yaitu:
(1) faktor individu, meliputi harga diri dan religiusitas. Harga diri dan religiusitas mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah. (2) faktor keluarga, meliputi hubungan
orangtua-remaja. Hubungan orangtua-remaja mempunyai pengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah dan pengaruhnya paling besar dibandingkan faktor lainnya. Semakin baik hubungan orangtua-remaja makin rendah perilaku seksual pranikah. (3) faktor luar keluarga, meliputi tekanan negatif teman sebaya dan paparan media pornografi. Tekanan teman sebaya berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual pranikah. Semakin tinggi tekanan untuk berperilaku negatif dari teman sebaya maka makin tinggi pula perilaku seksual pranikah. Begitupun dengan paparan media pornografi, semakin tinggi paparan media pornografi berpengaruh pada semakin tingginya perilaku seksual pranikah.
Apabila salah satu atau beberapa faktor mendukung, remaja memiliki
kecenderungan untuk terlibat perilaku seksual pranikah yang semakin tinggi.
Perilaku seksual akan ditentukan oleh pengaruh faktor yang mempengaruhinya. Tindakan individu diperkirakan atas dasar: “(1) harapan individu untuk penguatan, (2) nilai yang dirasakan dari penguatan; dan (3) situasi di mana individu menemukan dirinya sendiri” (Rotter; dalam Kormanik & Rocco, 2009: 468). Remaja yang memiliki penguatan untuk menghindari perilaku seksual
pranikah akan merasakan nilai dari penguatan dan memutuskan untuk tidak
terlibat dalam perilaku seksual pranikah.
Remaja memiliki kesempatan untuk mampu mengendalikan dirinya. “Teori
Belajar Sosial menunjukkan pusat kendali (locus of control) dapat mengubah
dorongan-dorongan seksual dari dalam diri maupun dalam menanggapi pengaruh
negatif dari lingkungan.
Rotter (dalam Kormanik & Rocco, 2009: 468) menegaskan “skala Internal -Eksternal (IE) mewakili kontinum multidimensi, dengan posisi individu pada kontinum dinamis dan tidak baik atau buruk.” Remaja memiliki orientasi internal dan external locus of control secara bersamaan, meskipun salah satu orientasi
memiliki kecenderungan yang lebih dominan, sebagai hasil dari proses belajar di
lingkungan sosial.
“Salah satu aspek dari kepribadian seorang individu adalah keseimbangan antara dorongan individu untuk otonomi, kontrol dan penerimaan sosial” (Kormanik & Rocco, 2009: 468). Remaja diharapkan mampu mengambil
keputusan untuk tidak terlibat dalam perilaku seksual pranikah dengan tetap
mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus of control) dan menempatkan diri
dalam berperilaku yang diterima secara sosial.
Pusat kendali (locus of control) yang dimiliki remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. “Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control adalah (1) usia dan jenis kelamin; (2) keluarga; dan (3) sosial” (Pinasti, 2011: 39-41). Usia mempengaruhi kemampuan individu dalam merespon stimulan dari lingkungan
dan jenis kelamin mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam
melakukan pengendalian. Pola asuh orangtua dan hubungan remaja dengan
orangtua memberikan pengaruh pada kemampuan remaja dalam mengembangkan
pusat kendali (locus of control). Status sosial ekonomi memberikan pengaruh
kepada remaja untuk lebih memiliki orientasi pusat kendali (locus of control)
internal atau eksternal.
Keyakinan individu tidak dapat mengontrol hasil (yaitu memiliki pusat
kendali (locus of control) eksternal (Rotter; dalam Asberg & Renk, 2012: 61)
memprediksi penggunaan bentuk yang relatif kurang aktif terhadap pendekatan
yang diambil oleh individu yang percaya memiliki kendali (yaitu memiliki pusat
kendali (locus of control) internal; (Cummings & Swickert, Gomez; dalam Asberg
& Renk, 2012: 61). Individu yang memiliki orientasi internal locus of control
penyelesaian masalah secara lebih efektif. Pendekatan yang sebaliknya, dilakukan
oleh individu yang memiliki kecenderungan external locus of control.
Secara konsisten, penelitian melaporkan individu di penjara sering dominan
pusat kendali (locus of control) ekternal (Griffith, Pennington-Averett & Bryan;
dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62), seperti keyakinan keberuntungan dan bukan
kendali yang bertanggung jawab atas nasib (Rotter; dalam Asberg & Renk, 2012:
61-62). Pusat kendali (locus of control) ekternal juga dapat dikaitkan dengan
kecenderungan individu untuk tidak mengambil tanggung jawab atas tindakan
(Hunter; dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62) dan “terlibat dalam pola perilaku
maladaptif yang membuat tidak melihat hubungan antara tindakan dan konsekuensi berikutnya” (Page & Scalora; dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62). Remaja yang memiliki orientasi external locus of control memiliki kecenderungan
untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah.
Penelitian menemukan hubungan antara pusat kendali (locus of control)
ekternal dan tingkat stres yang lebih tinggi, depresi, kecemasan, putus asa,
khawatir dan kurangnya dalam kemampuan untuk mengatasi stres kehidupan
(Asberg & Renk, 2012: 62). Remaja yang memiliki orientasi external locus of
control memiliki kecenderungan untuk melakukan pola penyelesaian masalah
secara negatif, salah satunya dengan melakukan perilaku seksual pranikah.
Gurin dan Brim (dalam Asberg & Renk, 2012: 62) memberikan beberapa
kejelasan tentang keterkaitan antara pusat kendali (locus of control) dan
lingkungan. Harapan yang diperkirakan seseorang berasal dari sejauh mana
perilaku menyebabkan hasil yang diinginkan dalam lingkungan. Remaja yang
memiliki orientasi internal locus of control memiliki kemampuan dalam
menyesuaikan harapan dengan hasil yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya.
Para peneliti mengusulkan metamodel sebagai kerangka kerja untuk
membahas teori dan penelitian tentang peristiwa kehidupan, menunjukkan
perubahan dalam persepsi kontrol pribadi adalah hasil dari perkembangan
peristiwa kehidupan (Asberg & Renk, 2012: 62). Remaja yang berada pada tahap
berpikir operasional formal, diharapkan mampu mengembangkan persepsi yang
perilaku seksual pranikah melalui pusat kendali (locus of control). Pusat kendali
(locus of control) yang merupakan salah satu dimensi kepribadian,
memungkinkan untuk diberikan intervensi dalam upaya Bimbingan dan Konseling
di sekolah. Intervensi yang dilakukan dalam upaya Bimbingan dan Konseling
memungkinkan untuk mengembangkan internal locus of control remaja. Remaja
yang memiliki internal locus of control diharapkan memiliki kemampuan untuk
menghindari perilaku seksual pranikah.
Ahman (dalam Supriatna, 2011: 30) mengemukakan pengertian Bimbingan
dan Konseling Perkembangan, selengkapnya:
Bimbingan dan Konseling Perkembangan adalah pemberian bantuan kepada siswa yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan, kekuatan, minat dan isu-isu yang berkaitan dengan tahapan perkembangan siswa dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program pendidikan.
Bimbingan dan Konseling yang terintegrasi dengan kurikulum sekolah,
diharapkan mampu memberikan upaya penanganan yang tepat berdasarkan hasil
penelitian terkait pusat kendali (locus of control).
Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan dalam pelaksanaannya, salah
satunya berkaitan dengan aspek pribadi-sosial siswa (DEPDIKNAS, 2008: 198)
beberapa diantaranya siswa diharapkan:
Memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan, bersikap respek terhadap orang lain, memiliki rasa tanggung jawab, memiliki kemampuan berinteraksi sosial, memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
Indikator remaja dengan orientasi internal locus of control memiliki kesesuaian
dengan tujuan yang diharapkan dari aspek pribadi-sosial siswa yang telah
dipaparkan dalam paragrap sebelumnya, seperti kemampuan untuk menentukan
pilihan dan memiliki rasa tanggung jawab. Pemberian layanan Bimbingan dan
Konseling diharapkan memiliki peran untuk membangun kecenderungan internal
locus of control pada siswa sehingga siswa dapat menentukan pilihan dalam hidup
dan memiliki rasa tanggung jawab.
Lao (dalam Ayudiati, 2010: 16) yang membandingkan antara internal dan
memiliki pemikiran yang lebih sehat dan lebih banyak terlibat dengan lingkungan
sekitarnya. Literatur dan penelitian empiris mengenai locus of control yang
dilakukan oleh Reiss dan Mitra, Muawanan, Fauzi, Kotot Gutomo, dan Utami;
(dalam Ayudiati, 2010: 16) menunjukkan internal locus of control memiliki
perilaku yang lebih etis daripada external locus of control. Perlu diketahui setiap
orang memiliki locus of control tertentu berada diantara kedua ekstrim. Remaja
yang memiliki orientasi pusat kendali (locus of control) internal diharapkan
memiliki kemampuan untuk lebih bersikap resisten terhadap stimulan yang
berasal dari dalam diri maupun lingkungan yang mengarah pada perilaku seksual
pranikah, apabila kemampuan remaja dalam melakukan pengendalian melalui
pusat kendali (locus of control) tidak dikembangkan maka semakin banyak remaja
yang memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah. Penelitian mengenai “Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual” penting dilakukan karena remaja sebagai populasi
terbesar memiliki potensi untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah tanpa
kemampuan pengendalian melalui pusat kendali (locus of control) yang
berorientasi internal. Hasil penelitian memberikan kontribusi pada pengembangan
pola intervensi dalam melakukan upaya Bimbingan dan Konseling di sekolah.
C. Identifikasi Masalah Penelitian
Purnomowardani & Kuncoro (dalam Yulianto, 2010: 49) mengemukakan ‘perilaku seksual sebagai manifestasi dari adanya dorongan seksual yang dapat diamati secara langsung melalui berbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap
perilaku seksual, dari yang paling ringan hingga yang paling berat.’ Rice (dalam Yulianto, 2010: 52) mengemukakan ‘remaja melakukan perilaku seksual pranikah karena pergaulan bebas dan faktor pola asuh orangtua.‘ faktor lain yang menyebabkan perilaku seksual pranikah adalah pengaruh teman sebaya yang kuat
pada masa remaja, selengkapnya: Conger (dalam Yulianto, 2010: 53) mengemukakan ‘… peer play a vital role in the psichological development of most adolescence …’. Apabila pengaruh yang diberikan negatif, maka remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku yang negatif, termasuk
dikemukakan oleh Dianawati (dalam Yulianto, 2010: 54) ‘pada usia remaja rasa keingintahuannya tentang seks begitu besar.’ Menyebabkan remaja perlu memiliki kendali diri melalui pusat kendali (locus of control) yang berorientasi lebih
internal.
Menurut Rotter (dalam Wiriani, 2011: 36), pusat kendali (locus of control)
adalah tingkatan di mana individu menerima tanggung jawab personal terhadap
apa yang terjadi pada diri. Rotter, Chance dan Phares (dalam Jain & Singh, 2008:
107) mengemukakan mengenai kecenderungan pusat kendali (locus of control)
pada individu, selengkapnya:
‘Individu memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa tindakan dan prestasi adalah hasil dari keberuntungan atau kekuatan di luar dirinya (external locus of control). Jika individu bergantung pada karakteristik diri yang relatif permanen, termasuk internal locus of control. Secara umum disebut sebagai locus of control.’
Pembatasan masalah dalam penelitian terkait dengan kemampuan remaja
untuk mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus of control) internal atau
eksternal dan keterlibatan remaja dengan perilaku seksual pranikah. Perilaku
seksual menimbulkan ketegangan fisik dan psikis, sehingga remaja melakukan
pengambilan keputusan untuk membiarkan tetap dalam kendali atau dikendalikan
oleh pengaruh lingkungan yang negatif. Kemampuan remaja untuk
mengendalikan dan bertahan dari stimulan luar yang negatif merupakan hal yang
dibutuhkan remaja sehingga diperlukan penelitian tentang pusat kendali (locus of
control) remaja.
D. Rumusan Masalah Penelitian
Rumusan masalah dalam penelitian adalah:
1. Bagaimana gambaran pusat kendali (locus of control) siswa kelas XI SMA
Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014?
2. Bagaimana gambaran perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1
Bandung tahun 2013/2014?
3. Bagaimana hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control) siswa kelas XI SMA
Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014.
2. Memperoleh gambaran perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1
Bandung tahun 2013/2014.
3. Mengetahui seberapa besar hubungan antara pusat kendali (locus of control)
dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung tahun
2013/2014.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah:
Guru Bimbingan dan Konseling memiliki landasan bagi pengembangan bantuan
Bimbingan dan Konseling untuk mengaplikasikan pusat kendali (locus of control)
dalam perilaku seksual.
G. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi adalah: BAB I PENDAHULUAN, yang
mencakup latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi
skripsi. BAB II PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DAN PERILAKU
SEKSUAL, yang mencakup konsep pusat kendali (locus of control) remaja,
konsep perilaku seksual dan konsep hubungan antara pusat kendali (locus of
control) remaja dengan perilaku seksual), kerangka pemikiran dan hipotesis
penelitian. BAB III METODE PENELITIAN, yang mencakup lokasi, populasi
dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,
instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data
dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN,
yang menyajikan hasil pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis
temuan. BAB V SIMPULAN DAN SARAN, yang menyajikan penafsiran dan
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Lokasi penelitian di SMA Pasundan 1 Bandung, Jawa Barat. Populasi dalam
penelitian adalah siswa SMA Pasundan 1 Bandung Kelas XI (sebelas) Tahun
Pelajaran 2013/2014. Penentuan SMA Pasundan 1 Bandung Kelas XI (sebelas)
sebagai populasi penelitian dikarenakan melalui hasil observasi selama beberapa
bulan, diindikasikan terdapat perilaku seksual pranikah, salah satunya melalui
wawancara tidak terstruktur dengan beberapa siswa SMA Pasundan 1 Bandung
Kelas XI (sebelas). Jumlah kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun
Pelajaran 2013/2014 sebagai populasi penelitian disajikan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jumlah populasi
Kelas Jumlah
XI. B1 32
XI. B2 46
XI. B3 49
XI. B4 46
XI. C1 46
XI. C2 44
XI. C3 47
XI. C4 46
Total 356
Salah satu cara pengambilan sampel yang representatif (Sukmadinata, 2008:
252) adalah secara acak (random). “Pengambilan sampel secara acak berarti setiap
individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.”
Tujuan penelitian adalah memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control)
dan perilaku seksual. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI (sebelas) SMA
Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 sebanyak 30 % dari jumlah
populasi, yakni sebanyak 106,8 dibulatkan menjadi 107 siswa.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional, sesuai dengan
Correlational designs are used to examine the relationship between two or more variables. A simple correlational design examines the relationship between two variables and uses a statistical analysis to describe their relationship.
Desain penelitian korelasional dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian
untuk menguji hubungan antara dua variabel, yakni pusat kendali (locus of
control) dengan perilaku seksual. Korelasi antara dua variabel dalam penelitian
diuji dengan analisis statistik nonparametrik.
Sub desain penelitian adalah ex post facto, karena dalam prosesnya
dilakukan kajian literatur dan pengambilan data empiris tentang pusat kendali
(locus of control dan perilaku seksual) untuk selanjutnya dilakukan komparasi,
berupa validasi sumber teoritis dengan hasil kajian empiris tentang pusat kendali
(locus of control) terhadap perilaku seksual.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah korelasional karena penelitian
ditujukan untuk mengetahui hubungan antara pusat kendali (locus of control)
dengan perilaku seksual. Sukmadinata (2008: 56) mengemukakan, “penelitian
korelasional ditujukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dengan
variabel-variabel lain. Hubungan antara satu dengan beberapa variabel lain
dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi)
secara statistik.” Korelasi positif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel
berhubungan dengan nilai yang tinggi pada variabel lainnya. Korelasi negatif
berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel berhubungan dengan nilai yang
rendah dalam variabel lain.
D. Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian didefinisikan sebagai berikut.
1. Pusat Kendali (Locus of Control)
Pusat kendali (locus of control) adalah persepsi siswa SMA Pasundan 1
Bandung tahun 2013/2014 terhadap penguatan yang berasal dari dalam diri
(internal locus of control) meliputi: keberhasilan individu karena kerja keras,
kegagalan individu akibat perbuatan sendiri, individu menjadi pemimpin karena
kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya; dan persepsi siswa terhadap
penguatan yang berasal dari sumber-sumber dari luar diri (external locus of
control) meliputi: keberhasilan individu karena keberuntungan, kegagalan
individu akibat ketidakberuntungan, individu menjadi pemimpin karena ada
kesempatan, individu menentukan masa depan melalui keberuntungan, kehidupan
individu ditentukan oleh orang lain.
2. Perilaku Seksual
Perilaku seksual remaja adalah semua jenis aktivitas fisik siswa SMA
Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014 baik disengaja maupun tidak yang
melibatkan tubuh berupa tingkah laku siswa yang berhubungan dengan dorongan
seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya
tali perkawinan yang sah baik secara hukum maupun agama meliputi tahapan
perilaku seksual (berpegangan tangan, memeluk bahu, memeluk pinggang,
berciuman bibir, berciuman bibir sambil pelukan, meraba daerah erogen
(payudara dan atau alat kelamin), mencium daerah erogen (payudara dan atau alat
kelamin) dalam keadaan berpakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam
keadaan berpakaian, meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin)
dalam keadaan tanpa pakaian, mencium daerah erogen (payudara dan atau alat
kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam
keadaan tanpa pakaian dan melakukan hubungan seksual.
E. Instrumen Penelitian
1. Pusat Kendali (Locus of Control)
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur pusat kendali (locus
of control) adalah Rotter’s Locus of Control Scale yang dikembangkan pertama
kali pada tahun 1990. Terdapat 23 pasang pernyataan yang diskor, dan 6 (enam)
pasang pernyataan Filler (distraktor). I-E Scale berisi serangkaian pasangan
pernyataan. Setiap pasangan terdiri dari satu pernyataan yang mencerminkan
internal locus of control dan satu mencerminkan external locus of control, subjek
diminta memilih satu yang paling sesuai dengan keyakinannya, karena tidak ada
jurnal Rotter (dalam Rotter, dkk, 1972: 272-275) dengan judul Generalized
Expectancies for Internal Versus External Control of Reinforcement.
2. Perilaku Seksual
Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku seksual dikembangkan
oleh Peneliti yang diturunkan dari definisi operasional variabel perilaku seksual,
meliputi tahapan perilaku seksual. Respon yang diminta berupa respon perilaku
dengan skala Guttman, yakni pernah dan tidak pernah. Instrumen terdiri dari 12
pernyataan Unfavourable dari sudut pandang peneliti, yang dikembangkan dengan
mengacu pada hasil penelitian Soetjiningsih (2008). Instrumen yang digunakan
untuk mengukur perilaku seksual meliputi tahapan perilaku seksual dengan sub
aspek sebagai berikut: dengan siapa responden melakukan perilaku seksual,
seberapa sering responden melakukan perilaku seksual dan di mana responden
melakukan perilaku seksual.
F. Proses Pengembangan Instrumen
1. Kisi-kisi Pusat Kendali (Locus of Control)
Kisi-kisi instrumen pusat kendali (locus of control) meliputi dimensi internal
dan eksternal yang masing-masing diturunkan ke dalam 5 (lima) indikator,
disajikan dalam tabel 3.2.
Tabel 3.2
Kisi-kisi instrumen pusat kendali (locus of control)
Dimensi Indikator No. Item
External locus of control
1. keberhasilan individu karena keberuntungan. 4b, 9a, 22b, 23a 2. kegagalan individu akibat
ketidakberuntungan.
2a, 7a, 21a
3. individu menjadi pemimpin karena ada kesempatan.
6a, 12b, 29a
4. individu menentukan masa depan melalui kemampuan.
13b, 15b, 25a, 28b
5. kehidupan individu ditentukan oleh orang lain.
3b, 5b, 16a, 17a, 20a, 26b
Internal locus of control
1. keberhasilan individu karena kerja keras. 4a, 9b, 22a, 23b 2. kegagalan individu akibat perbuatan sendiri. 2b, 7b, 21b 3. individu menjadi pemimpin karena memiliki
kemampuan.
6b, 12a, 29b
4. individu menentukan masa depan melalui keberuntungan.
Dimensi Indikator No. Item
5. kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya.
3a, 5a, 16b, 17b, 20b, 26a
Filler (distraktor)
1a, 1b, 8a, 8b, 14a, 14b, 19a, 19b, 24a, 24b, 27a, 27b
2. Pedoman Skoring Instrumen Pusat Kendali (Locus of Control)
Proses penyekoran dilakukan dengan mencocokkan jawaban siswa untuk
setiap item pernyataan (kecuali pernyataan filler) dengan ketentuan sebagai
berikut: 2. a, 3. b, 4. b, 5. b, 6. a, 7. a, 9. a, 10. b, 11. b, 12. b, 13. b, 15. b, 16. a,
17. a, 18. a, 20. a, 21. a, 22. b, 23. a, 25. a, 26. b, 28. b, 29. a. Setiap jawaban benar
memperoleh skor 1 (satu) dan jawaban salah memperoleh skor 0 (nol). Setelah
diperoleh hasil, semakin tinggi skor yang diperoleh siswa maka semakin eksternal
dimensi pusat kendali (locus of control) dalam dari siswa. Tabel 3.3 adalah
pedoman skoring pusat kendali (locus of control).
Tabel 3.3
Pedoman skoring instrumen pusat kendali (locus of control)
Alternatif Jawaban Skor
Internal 0
Eksternal 1
Hasil skor yang diperoleh dikategorikan menjadi 2 (dua), yakni dimensi
pusat kendali (locus of control) internal dan eksternal, dengan ketentuan yang ada
pada tabel 3.4.
Tabel 3.4
Dimensi pusat kendali (locus of control)
Dimensi Rentang Skor
Internal 1-10
Eksternal 11-20
Intrumen yang telah dikembangkan oleh Peneliti, terlebih dahulu melalui
proses uji validitas rasional, yakni penimbangan instrumen oleh beberapa dosen
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI yang dianggap ahli di
bidangnya, yakni Dr. Nurhudaya, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd., Dr. Hj. Nani M.
Sugandhi, M.Pd. dan Eka Sakti Yudha, M.Pd. Adapun aspek yang dijadikan
patokan dalam proses penimbangan instrumen yakni konstruk, bahasa dan konten
(isi). Proses penimbangan instrumen oleh ahli meliputi keterangan memadai (M)
dan tidak memadai (TM) untuk konstruk, bahasa dan konten (isi) setiap item,
menghasilkan beberapa kemungkinan, yakni item bisa dipakai, item perlu
diperbaiki atau item perlu dibuang. Hasil penimbangan instrumen pusat kendali
(locus of control) disajikan dalam tabel 3.5.
Tabel 3.5
Hasil penimbangan instrumen pusat kendali (locus of control)
Hasil Judgement Nomor Item Jumlah
Dipakai 4a, 6a, 7a, 9b, 10a, 12a, 13b, 15b, 17a, 18a, 18b 23a, 25a, 29b 14 Diperbaiki 2a, 2b, 3a, 3b, 4b, 5a, 5b, 6b, 7b, 9a, 10b, 11a, 11b, 12b, 13a,
15a, 16a, 16b, 17b, 20a, 20b, 21a, 21b, 22a, 22b, 23b, 25b, 26a, 26b, 28a, 28b, 29a
32
Dibuang - 0
b. Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian konstruk, bahasa
dan konten dengan karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian. Uji
keterbacaan dilakukan kepada lima siswa kelas X (sepuluh) SMA Pasundan 1
Bandung tahun 2013/2014, yakni RJ (L), IS (P), RJ (P), BJ (L) dan R (L). Hasil
uji keterbacaan diantaranya adalah perbaikan bahasa pada beberapa item
instrumen pusat kendali (locus of control) agar lebih mudah dipahami secara
kontekstual oleh siswa.
c. Uji Validitas Empiris
Pengujian validitas instrumen dengan Product Moment dari Karl Pearson
menggunakan bantuan Microsoft Excel 2010. Selanjutnya, dihitung dengan Uji-t
= √ −− 2
(Arikunto, 1999: 244)
Keterangan:
t = harga thitung untuk tingkat signifikansi
r = koefesien korelasi
n = jumlah responden
Setelah diperoleh hasil thitung setiap item, untuk mengetahui tingkat
signifikansinya dilakukan dengan membandingkan hasil thitung dengan ttabel. Item
dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel. Hasil uji validitas terhadap 23 item
instrumen pusat kendali (locus of control) dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0.05) menunjukkan 20 item valid dan 3 item tidak valid. Hasil menunjukkan 20
item yang valid sudah memenuhi syarat untuk digunakan dalam proses
pengambilan data penelitian. Hasil uji validitas disajikan dalam tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Hasil uji validitas instrumen pusat kendali (locus of control)
Kesimpulan Nomor Item Jumlah
Valid/ Diterima 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 28, 29
20
Tidak Valid/ Tidak Diterima 10, 11, 18 3
d. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan program IBM SPSS
Statistics 21, metode yang digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas
dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%. Instrumen dinyatakan reliabel dengan
ketentuan r11 > rtabel. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas
instrumen pusat kendali (locus of control) adalah:
= ( − )( −∑�� )
(Arikunto, 1999: 245)
Keterangan:
r11 = nilai reliabilitas
St = varians total
k = jumlah item
Hasil uji reliabilitas terhadap 15 item dalam instrumen pusat kendali (locus
of control) disajikan dalam tabel 3.7.
Tabel 3.7
Reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.445 20
Tingkat reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control) dapat dilihat
dari r (koefesien korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk menafsirkan
reliabilitas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 231) dalam
tabel 3.8.
Tabel 3.8
Pedoman interprestasi koefisien korelasi
No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1 0,00 - 0,199 Sangat rendah
2 0,20 - 0,399 Rendah
3 0,40 - 0,599 Sedang
4 0,60 - 0,799 Tinggi
5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi
Hasil uji reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control) yaitu 0,445
artinya tingkat reliabilitas yang sedang dan sudah cukup baik sehingga dapat
digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.
4. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Seksual
Kisi-kisi instrumen perilaku seksual meliputi tahapan perilaku seksual yang
dibagi menjadi 12, disajikan dalam tabel 3.9.
Tabel 3.9
Aspek Sub-Aspek Indikator
No. Urutan Perilaku
Tahapan Partner Berpegangan tangan. 1
Memeluk di bahu. 2
Memeluk di pinggang. 3
Berciuman bibir. 4
Berciuman bibir sambil pelukan. 5
Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).
6
Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan berpakaian.
7
Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian.
8
Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.
9
Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.
10
Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian.
11
Hubungan seksual. 12
Intensitas Berpegangan tangan. 1
Memeluk di bahu. 2
Memeluk di pinggang. 3
Berciuman bibir. 4
Berciuman bibir sambil pelukan. 5
Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).
6
Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan berpakaian.
7
Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian.
8
Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.
9
Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.
10
Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian.
11
Hubungan seksual. 12
Tempat Berpegangan tangan. 1
Memeluk di bahu. 2
Memeluk di pinggang. 3
Berciuman bibir. 4
Berciuman bibir sambil pelukan. 5
Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).
6
Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan berpakaian.
7
Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian.
8
Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.
9
Aspek Sub-Aspek Indikator
No. Urutan Perilaku
kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.
Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian.
11
Hubungan seksual. 12
5. Pedoman Skoring Instrumen Perilaku Seksual
Proses penyekoran dilakukan dengan skala Guttman. Respon “Pernah”
diskor 1 (satu) dan “Tidak Pernah” diskor 0 (nol). Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin terlibat siswa dengan perilaku seksual. Pedoman skoring
[image:30.595.118.510.112.206.2]dapat dilihat pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Pedoman skoring instrumen perilaku seksual
Respon Skor
Pernah 1
Tidak Pernah 0
Kategori yang dijadikan patokan untuk menafsirkan hasil instrumen perilaku
seksual disajikan dalam tabel 3.11.
Tabel 3.11 Kategori keterlibatan dalam instrumen perilaku seksual
Kategori Keterlibatan Skor
Rendah 0-3
Sedang 4-6
Tinggi 7-9
Sangat Tinggi 10-12
Kategori keterlibatan dilakukan dengan pertimbangan “seberapa besar dampak fisik dan sosial yang ditimbulkan oleh setiap perilaku seksual yang dilakukan oleh siswa” (Sarwono, 2012: 175). Kategori rendah, meliputi: berpegangan tangan, memeluk di bahu dan memeluk di pinggang. Termasuk
perilaku seksual yang memiliki dampak terendah disbanding perilaku pada
kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Walaupun demikian, perilaku seksual
[image:30.595.216.411.525.586.2]6. Uji Coba Instrumen Perilaku Seksual a. Uji Validitas Rasional
Intrumen yang telah dikembangkan oleh Peneliti, terlebih dahulu melalui
proses uji validitas rasional, yakni penimbangan instrumen oleh beberapa dosen
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI yang dianggap ahli di
bidangnya, yakni Dr. Nurhudaya, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd., Dr. Hj. Nani M.
Sugandhi, M.Pd. dan Eka Sakti Yudha, M.Pd. Adapun aspek yang dijadikan
patokan dalam proses penimbangan instrumen yakni konstruk, bahasa dan konten
(isi). Proses penimbangan instrumen oleh ahli meliputi keterangan memadai (M)
dan tidak memadai (TM) untuk konstruk, bahasa dan konten (isi) setiap item,
menghasilkan beberapa kemungkinan, yakni item bisa dipakai, item perlu
diperbaiki atau item perlu dibuang. Hasil penimbangan instrumen perilaku seksual
[image:31.595.162.466.423.464.2]disajikan dalam tabel 3.12
Tabel 3.12
Hasil penimbangan instrumen perilaku seksual
Hasil Judgement Nomor Item Jumlah
Diperbaiki 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 12
Dibuang - 0
b. Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian konstruk, bahasa
dan konten dengan karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian. Uji
keterbacaan dilakukan kepada lima siswa kelas X (sepuluh) SMA Pasundan 1
Bandung tahun 2013/2014, yakni RJ (L), IS (P), RJ (P), BJ (L) dan R (L). Hasil
uji keterbacaan diantaranya adalah perbaikan bahasa pada beberapa item
instrumen perilaku seksual agar lebih mudah dipahami secara kontekstual oleh
siswa.
c. Uji Validitas Empiris
Pengujian validitas instrumen dengan Product Moment dari Karl Pearson
menggunakan bantuan Microsoft Excel 2010. Selanjutnya, dihitung dengan Uji-t
= √ −− 2
(Arikunto, 1999: 244)
Keterangan:
t = harga thitung untuk tingkat signifikansi
r = koefesien korelasi
n = jumlah responden
Setelah diperoleh hasil thitung setiap item, untuk mengetahui tingkat
signifikansinya dilakukan dengan membandingkan hasil thitung dengan ttabel. Item
dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel. Hasil uji validitas terhadap 12 item
instrumen perilaku seksual dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan 12
item valid. Hasil menunjukkan 12 item yang valid sudah memenuhi syarat untuk
digunakan dalam proses pengambilan data penelitian. Hasil uji validitas disajikan
[image:32.595.152.489.451.508.2]dalam tabel 3.13.
Tabel 3.13
Hasil uji validitas instrumen perilaku seksual
Kesimpulan Nomor Item Jumlah
Valid/ Diterima 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 12
Tidak Valid/ Tidak Diterima - 0
d. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan program IBM SPSS
Statistics 21, metode yang digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas
dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%. Instrumen dinyatakan reliabel dengan
ketentuan r11 > rtabel. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas
instrumen perilaku seksual adalah:
= ( − )( −∑�� )
(Arikunto, 1999: 245)
Keterangan:
r11 = nilai reliabilitas
St = varians total
k = jumlah item
Hasil uji reliabilitas item dalam instrumen perilaku seksual disajikan dalam
[image:33.595.242.384.243.309.2]tabel 3.14.
Tabel 3.14
reliabilitas instrumen perilaku seksual
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.896 12
Tingkat reliabilitas instrumen perilaku seksual dapat dilihat dari r (koefesien
korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk menafsirkan reliabilitas sesuai
[image:33.595.186.441.429.524.2]dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 231) dalam tabel 3.15.
Tabel 3.15
Pedoman interprestasi koefisien korelasi
No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1 0,00 - 0,199 Sangat rendah
2 0,20 - 0,399 Rendah
3 0,40 - 0,599 Sedang
4 0,60 - 0,799 Tinggi
5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi
Hasil uji reliabilitas instrumen perilaku seksual yaitu 0,896 artinya tingkat
reliabilitas yang sangat kuat dan sudah baik sehingga dapat digunakan sebagai alat
pengumpul data penelitian.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah
kuesioner (questionnaire). Kuesioner (Sukmadinata, 2008: 219) merupakan teknik
pengumpulan data secara tidak langsung. Alat pengumpulan datanya disebut
angket, yang berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus direspon oleh
responden. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup.
responden. Responden tidak bisa memberikan respon lain kecuali yang telah
tersedia sebagai alternatif jawaban.
H. Teknik Analisis Data
Metode penelitian korelasional (Sukmadinata, 2008:279) menuntut
pengembangan dan penggunaan instrumen pengukuran yang standar atau perlu
distandarisasikan. Dalam penelitian korelasional dilakukan analisis statistik
inferensial dan uji korelasi. Uji normalitas, homogenitas dan reliabilitas data
dilakukan untuk menentukan langkah analisis data korelasional selanjutnya.
1. Uji Normalitas dan Homogenitas
Data pusat kendali (locus of control) dan data perilaku seksual perlu melalui
uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui langkah analisis yang tepat,
antara statistika parametrik atau non-parametrik. Tabel 3.16 menyajikan hasil uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program IBM SPSS Statistics
[image:34.595.215.407.461.544.2]21.
Tabel 3.16
Hasil uji normalitas data
pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
LoC .104 107 .006
PS .194 107 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Uji normalitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual
dinyatakan normal apabila signifikansi skor > α = 0,05 dan dinyatakan tidak normal apabila signifikansi skor < α = 0,05. Hasil uji normalitas data pusat kendali (locus of control) memiliki koefisien korelasi 0,006 dan perilaku seksual
Selain uji normalitas, untuk lebih meyakinkan Peneliti, dilakukan uji
homogenitas untuk mengetahui karakteristik responden yang dijadikan sampel
homogen atau tidak homogen. Tabel 3.17 menyajikan hasil uji homogenitas
Oneway ANOVA data pusat kendali (locus of control) dengan bantuan program
[image:35.595.194.429.282.329.2]IBM SPSS Statistics 21.
Tabel 3.17
Hasil uji homogenitas data pusat kendali (locus of control)
Test of Homogeneity of Variances
LoC
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.801 9 95 .617
Hasil uji homogenitas, data pusat kendali (locus of control) memiliki tingkat
signifikansi 0,617. Skor 0,617 > α = 0,05 sehingga data pusat kendali (locus of
control) dinyatakan homogen. Meskipun demikian, karena data berdistribusi tidak
[image:35.595.193.429.545.584.2]normal, analisis data tetap menggunakan statistika non-parametrik.
Tabel 3.18 menyajikan hasil uji homogenitas Oneway ANOVA data perilaku
seksual dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.
Tabel 3.18
Hasil uji homogenitas data perilaku seksual
Test of Homogeneity of Variances
PS
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.263 8 97 .029
Hasil uji homogenitas data perilaku seksual memiliki tingkat signifikansi
0,029. Skor 0,029 < α = 0,05 sehingga data perilaku seksual dinyatakan tidak
homogen. Kesimpulannya, analisis data menggunakan statistika non-parametrik
karena data berdistribusi tidak normal dan tidak homogen.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual
digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas dilakukan dengan tingkat
kepercayaan 95%. Data dinyatakan reliabel dengan ketentuan r11 > rtabel. Adapun
rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas data pusat kendali (locus of
control) dan perilaku seksual adalah:
= ( − )( −∑�� )
(Arikunto, 1999: 245)
Keterangan:
r11 = nilai reliabilitas
∑Si = jumlah varians skor tiap-tiap item St = varians total
k = jumlah item
Tingkat reliabilitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual
dapat dilihat dari r (koefesien korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk
menafsirkan reliabilitas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011:
[image:36.595.187.442.478.572.2]231) dalam tabel 3.19.
Tabel 3.19
Pedoman interprestasi koefisien korelasi
No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1 0,00 - 0,199 Sangat rendah
2 0,20 - 0,399 Rendah
3 0,40 - 0,599 Sedang
4 0,60 - 0,799 Tinggi
5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi
Hasil uji reliabilitas terhadap data pusat kendali (locus of control) disajikan
dalam tabel 3.20.
Tabel 3.20
Hasil uji reliabilitas data pusat kendali (locus of control)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
Skor reliabilitas data adalah 0,305 artinya tingkat reliabilitas data rendah,
namun analisis tetap dapat dilakukan karena menggunakan statistika
non-parametrik.
Hasil uji reliabilitas terhadap data perilaku seksual disajikan dalam tabel
[image:37.595.244.383.263.330.2]3.21.
Tabel 3.21
Hasil uji reliabilitas instrumen data perilaku seksual
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.893 12
Skor reliabilitas data adalah 0,893 artinya tingkat reliabilitas data sangat
kuat dan dapat dilanjutkan untuk analisis korelasi.
Analisis hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku
seksual digunakan teknik korelasi kontingensi (contingency correlation) untuk
mengukur kekuatan hubungan dengan menggunakan koefisien kontingensi,
dengan menghitung banyak frekuensi yang diharapkan muncul, melalui
persamaan:
� = −
(Furqon, 2009: 254)
Keterangan:
Eij = frekuensi yang diharapkan ni0 = jumlah baris ke-i
n0j = jumlah kolom ke-j
Hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual
dinyatakan dengan koefisien kontingensi. Hubungan pusat kendali (locus of
control) dengan perilaku seksual dinyatakan sempurna apabila mempunyai
koefisien kontingensi 1 atau -1. Apabila tidak terdapat hubungan maka koefisien
kontingensi menunjukan angka 0.
Signifikansi hubungan antara pusat kendali (locus of control) dihitung
�² = ∑ � − � ²�
(Furqon, 2009: 255)
Keterangan:
X² = chi-square
Oij = banyaknya frekuensi amatan yang diklasifikasikan dalam baris ke-i dan kolom ke-j
Eij = banyaknya frekuensi amatan yang diharapan dalam baris ke-i dan kolom ke-j
Besarnya derajat pengaruh dihitung dengan menggunakan persamaan
koefiesien kontingensi dari Karl Pearson (Furqon, 2009: 256) berikut.
� = √�² +�²
(Furqon, 2009: 256)
Derajat hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku
seksual, dilakukan perbandingan harga C dengan koefisien kontingensi
maksimum (Cmaks) dengan menggunakan persamaan berikut.
� � = √ −
(Furqon, 2009: 256)
Keterangan:
m = harga minimum antara b dan k (baris dan kolom)
Semakin dekat harga C kepada Cmaks semakin besar derajat hubungan antara
pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual. Harga C menurut Furqon
[image:38.595.236.385.665.757.2](2009:256) disajikan dalam tabel 3.22.
Tabel 3.22
Harga Cmaks untuk berbagai m
M Cmaks
2 0.707
3 0.816
4 0.866
5 0.894
6 0.913
8 0.935
9 0.943
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan sebagai
berikut.
1. Sebagian besar siswa kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun
2013/2014 memiliki kecenderungan pusat kendali (locus of control) internal,
artinya siswa telah memiliki persepsi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan
dipengaruhi oleh tindakan.
2. Siswa besar siswa kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun
2013/2014 terlibat perilaku seksual kategori rendah, artinya siswa telah
melakukan perilaku seksual sampai pada ‘meraba daerah erogen (payudara
dan atau alat kelamin).
3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pusat kendali (locus of
control) dengan perilaku seksual siswa SMA Pasundan 1 Bandung Tahun
2013/2014, artinya pusat kendali (locus of control) tidak menjadi salah satu
faktor yang memiliki hubungan dengan perilaku seksual.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh saran sebagai
berikut.
1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Guru Bimbingan dan Konseling dapat mengembangkan program Bimbingan
dan Konseling aspek Pribadi-Sosial yang berhubungan dengan perilaku seksual
difokuskan pada indikator-indikator pusat kendali (locus of control) internal dan
eksternal secara seimbang, dengan tujuan agar siswa mampu mengembangkan
persepsi yang lebih objektif mengenai pengambilan keputusan dalam kehidupan.
Indikator-indikator pusat kendali (locus of control) internal yang perlu
dikembangkan, yaitu: keberhasilan individu karena kerja keras, kegagalan
individu akibat perbuatan sendiri, individu menjadi pemimpin karena memiliki
kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya. Indikator-indikator pusat kendali
(locus of control) eksternal yang perlu dikembangkan yaitu: keberhasilan individu
karena keberuntungan, kegagalan individu akibat ketidakberuntungan, individu
menjadi pemimpin karena ada kesempatan, individu menentukan masa depan
melalui keberuntungan dan kehidupan individu ditentukan oleh orang lain.
Pengembangan program dilakukan dengan mempertimbangkan iklim
layanan Bimbingan dan Konseling yang nyaman dan dialogis dalam suasana
sosioemosional yang mendukung agar pengembangan pusat kendali (locus of
control) dapat tercapai. Pusat kendali (locus of control) yang telah berkembang
akan membuat siswa mampu mengembangkan persepsi yang lebih objektif untuk
mengambil keputusan dalam kehidupan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat lebih memfokuskan penelitian lanjutan pada aspek
atau faktor-faktor yang lebih spesifik mengenai hubungan antara pusat kendali
(locus of control) dengan perilaku seksual, yaitu faktor-faktor yang membuat
remaja memutuskan untuk terlibat dengan perilaku seksual, meliputi harga diri,
religiusitas, hubungan orangtua dengan remaja, tekanan negatif teman sebaya dan
Rosanti, Dewi. 2014
HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Adriadi, dkk. (2013). Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Locus of Control
Siswa yang Tidak Tinggal dengan Orangtua Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Pekan Baru Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi Pendidikan Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Riau: tidak diterbitkan.
Agrawal, S. (2012). Sexual Behavior And HIV/AIDS Awareness among College Girls: A Case Study. Journal of Health Management 14 (2) 175-182.
Arikunto, S. (1999). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arma, A. (2003). Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja
dan Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya. Departemen Kependudukan dan Biostatistika FKM USU: 189-197.
Asberg, K & Renk, K (2012). Perceived Stress, External Locus of Control and Social Support as Predictors of Psychological Adjustment Among Female Inmates With or Without a History of Sexual Abuse. International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology, 59-84, SAGE Publication.
Atkinson, R. Dkk. (1983). Dalam Dharma, A. (Penyunting) Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Ayudiati, S. E. (2010). Analisis Pengaruh Locus of Control Terhadap Kinerja dengan Etika Kerja Islam sebagai Variabel Moderating. Skripsi di Universitas Diponegoro Semarang: tidak diterbitkan.
Boeree, C. G. (2008). General Psychology. Yogyakarta: PRISMASOPHIE.
Cardwell, J. D. (1969). The Relationship between Religious Commitment and
Premarital Sexual Permisssiveness: A F