• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP GURU DALAM PANDANGAN KI HAJAR DEWANTARA DILIHAT DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP GURU DALAM PANDANGAN KI HAJAR DEWANTARA DILIHAT DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh

Muhamad Deden Sumarna 1000929

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

Perspektif Pendidikan Islam

Oleh

Muhamad Deden Sumarna

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Muhamad Deden Sumarna 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Oleh:

Muhamad Deden Sumarna

1000929

Disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing 1,

Dr. H. Ahmad Syamsu Rizal, M.Pd.

NIP. 19551002 198601 1 001

Pembimbing 2,

Drs. Toto Suryana Af., M.Pd.

NIP. 19570471 198803 1 001

Mengetahui,

Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam

(4)
(5)

ABSTRAK

Muhamad Deden Sumarna (1000929) : Konsep Guru Dalam Pandangan Ki Hajar Dewantara Dilihat Dari Perspektif Pendidikan Islam

Guru merupakan komponen terpenting dalam dunia pendidikan. Pembelajaran tanpa adanya sosok guru tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu agar seorang guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik maka guru dituntut untuk menguasai kompetensi keguruan. Namun disinyalir guru-guru menghiraukan aspek-aspek tersebut. Guru hanya melakukan pengajaran tanpa menguasai kemampuan pedagogik, guru hanya menuntut profesionalisme gaji tanpa meningkatkan profesionalisme dalam mengajar, guru hanya sebatas pengajar di kelas tanpa menyadari bahwa dirinya merupakan panutan bagi para muridnya di luar kelas baik itu dari aspek penampilan, tingkah laku, sikap dan berbicara. Melihat realita tersebut, seharusnya guru memahami konsep guru ideal, salah satunya seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara. Hal ini dimaksudkan agar seorang guru mampu bersikap profesional dalam mengajar disertai pemahaman mengenai ilmu kependidikan dengan landasan pribadi yang mulia. Di dalam penelitian ini pemikiran Ki Hajar Dewantara akan ditinjau dari segi pandangan pendidikan Islam, dengan maksud untuk mengetahui keselarasan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan ditunjang oleh studi literatur. Selain dari itu teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Hasil temuan menunjukan bahwa, konsep guru yang dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara meliputi tugas guru sebagai among atau pembimbing, penasehat, pendidik, pengajar, pemberi motivasi, penuntun dan pemimpin, dan menjelaskan kompetensi keguruan yang harus dikuasai yaitu pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian, dan terakhir pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai gaji guru. Dari hasil temuan tersebut kemudian dilakukan analisis serta pembahasan menggunakan teori pendidikan Islam dan hasilnya konsep guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara dan Pendidikan Islam berjalan selaras karena memiliki banyak kesamaan. Meskipun Ki Hajar Dewantara adalah seorang tokoh nasionalis, namun sebagai seorang muslim, pemikiran Ki Hajar Dewantara tidak terlepas dari nilai-nilai Islam dan dari hasil pembahasan mengenai pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang guru dapat dikatakan termasuk ke dalam pemikiran pendidikan Islam.

(6)

ABSTRACT

Muhamad Deden Sumarna (1000929) : The Concept of Teacher in the Views of Ki HajarDewantara from the Perspective of Islamic Education.

Teacher is the most important component in the world of education. Teaching and learning without the figure of a teacher will not run well. Hence, in order for a teacher to do his or her duties well, he or she is demanded to master teacher competences. However, there is an indication that teachers neglect these aspects. They only conduct teaching without mastering the pedagogic abilities; they demand professionalism of salary without improving their professionalism in teaching, they merely teach in the classroom without being aware that they are the role models for students outside the classroom, both in the aspects of appearance, conduct, attitude, and speech. Seeing this reality, teachers should understand the concept of an ideal teacher, one of them is as taught by Ki HajarDewantara. Understanding this concept is meant for a teacher to be able to behave professionally in teaching, accompanied by understanding the pedagogy with noble personal principles. In this research, the thoughts of Ki HajarDewantara will be reviewed from the perspective of Islamic Education, with the aim of finding the suitability of his thoughts. The method employed is descriptive using qualitative approach, supported by literary study. In addition, the technique of data collection used in this research is library research. The findings demonstrate that the concept of teachers explained by Ki HajarDewantara include teachers’ duties as mentor or tutor, advisor, educator, teacher, motivator, guide and leader; the concepts explain that the competences teachers should master involve pedagogic, professional, social, and personal competences; and finally, there is Ki HajarDewantara’s view on teacher’s salary. From the findings, an analysis and discussion are done using the theory of Islamic Education, and the outcomes show that Ki HajarDewantara’s perspectives and Islamic Education run in harmony because of many similarities. Even though Ki HajarDewantara is a nationalist, but as a Muslim his thoughts are inseparable from the Islamic values and from the result discussion of Ki HajarDewantara’s thoughts on teachers, it can be said that his thoughts can be categorized as the thoughts of Islamic Education.

(7)
(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ...Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ...Error! Bookmark not defined. ABSTRACT...iii KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined.v UCAPAN TERIMA KASIH ...Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... vii DAFTAR BAGAN ...Error! Bookmark not defined. DAFTAR TABEL ...Error! Bookmark not defined. DAFTAR DIAGRAM...Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN ...Error! Bookmark not defined. PEDOMAN TRANSLITERASI...xiv BAB IPENDAHULUAN ...Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang...Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi Masalah...Error! Bookmark not defined. C. Rumusan Masalah ...Error! Bookmark not defined. D. Tujuan ...Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ...Error! Bookmark not defined. F. Organisasi Penulisan ...Error! Bookmark not defined. BAB IIKONSEP GURU PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... Error! Bookmark not defined.

(9)

1. Pengertian Guru ...Error! Bookmark not defined. 2. Tugas Guru ...Error! Bookmark not defined. 3. Peran guru...Error! Bookmark not defined. 4. Syarat-syarat Menjadi Guru ...Error! Bookmark not defined. 5. Kompetensi Guru...Error! Bookmark not defined. 5. Gaji Guru ...Error! Bookmark not defined. C. Biografi Ki Hajar Dewantara ...Error! Bookmark not defined. 1. Riwayat Hidup Ki Hajar Dewantara...Error! Bookmark not defined. 2. Cita-cita pendidikan Ki Hajar Dewantara ....Error! Bookmark not defined. 3. Karya-karya Ki Hajar Dewantara ...Error! Bookmark not defined. D. Kajian Terdahulu yang Relevan ...Error! Bookmark not defined. BAB IIIMETODE PENELITIAN ...Error! Bookmark not defined. A. Desain Penelitian ...Error! Bookmark not defined. B. Metode Penelitian ...Error! Bookmark not defined. C. Definisi Operasional ...Error! Bookmark not defined. D. Instrumen Penelitian ...Error! Bookmark not defined. E. Jenis dan Sumber Data ...Error! Bookmark not defined. F. Tehnik Pengumpulan Data ...Error! Bookmark not defined. G. Metode Analisis Data ...Error! Bookmark not defined. H. Prosedur Penelitian ...Error! Bookmark not defined. BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Hasil Penelitian ...Error! Bookmark not defined. 1. Tugas Guru ...Error! Bookmark not defined. 2. Kompetensi Pedagogik Guru...Error! Bookmark not defined. 3. Kompetensi Profesional Guru ...Error! Bookmark not defined. 4. Kompetensi Sosial Guru ...Error! Bookmark not defined. 5. Kompetensi Kepribadian Guru ...Error! Bookmark not defined. 6. Gaji Guru dalam Pandangan Ki Hajar Dewantara ... Error! Bookmark not defined.

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sebuah alur yang sangat penting yang harus dilalui oleh manusia, baik itu pendidikan secara formal ataupun non formal. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan sangatlah penting bagi masyarakat, terlebih kemajuan yang setiap waktu terus berubah dengan begitu cepatnya. Oleh karena itu, jika pendidikan tidak dilaksanakan dengan baik maka akan sangat berdampak pada masyarakat. Dampak yang akan dialami oleh masyarakat antara lain, kurang mampu menjadikan hasil dari pendidikan untuk mengatasi berbagai masalah. Sebagaimana diungkapkan oleh Uno (2009, hlm. 2) bahwa:

Apabila pendidikan diposisikan sebagai alat untuk memecahkan masalah bangsa sekarang ini, sesungguhnya kita tidak terlalu banyak berbuat dari apa yang dihasilkan oleh pendidikan selama ini. atau dengan kata lain adanya keterlambatan memposisikan pendidikan sebagai alat untuk mengatasinya.

Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan, karena dari pendidikan akan melahirkan para ilmuwan yang mampu mengembangkan serta menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Maka tidak heran di negara Indonesia dana anggaran pendidikan mencapai 20%. Betapa seriusnya negara Indonesia dalam memperhatikan dunia pendidikan. Namun belum ada dampak yang signifikan yang terlihat dari se-perlima anggaran Indonesia tersebut.

(12)

Guru seharusnya mampu memahami dan melaksanakan nilai-nilai dalam pendidikan. Dimulai dari sikap yang harus menjadi teladan sampai materi yang harus dikuasai serta sesuai dengan keahliannya. Namun yang terjadi kali ini adalah sebaliknya. Kebanyakan guru yang sudah menjadi tenaga pendidik di sekolah-sekolah ternyata kurang berkompeten dalam penguasaan materi, serta lulusan yang kebanyakan masih belum memenuhi syarat untuk menjadi seorang guru.

Dari data statistik pendidikan di Indonesia, yang dipaparkan oleh Srie (2013) dalam ulasan laporannya dijelaskan bahwa Aljazeera menyebutkan, masih buruknya tingkat kompetensi guru yang mengajar di sekolah-sekolah di Indonesia. Hampir sebagian guru yang atau diperkirakan mencapai 51 % tidak masuk kedalam kategori guru yang berkompeten. Hal ini berarti hanya 49 % guru yang diperkirakan memenuhi kompetensi sebagai guru. jauh dari apa yang diharapkan karena presentasenya lebih besar guru yang tidak layak mengajar dibandingkan dengan dengan guru yang layak mengajar.

Di beberapa daerah juga ditemukan beberapa data mengenai kompetensi lulusan yang masih kurang memadai namun sudah dijadikan sebagai seorang guru. seperti halnya Ayal (2013) menjelaskan bahwa “dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51 persen yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1”. Begitu pun dari persyaratan sertifikasi Ayal (2013) menyebutkan, “hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5 persen guru yang memenuhi syarat. Sedangkan 861.67 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi, yakni sertifikat yang menunjukkan guru tersebut profesional”.

(13)

Diagram 1.1Kelayakan Mengajar

Sumber : Human Development Index (Ridwansyah, 2013)

Sementara itu 17,2 % atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya (Ridwansyah, 2013). Data lainnya adalah dari Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI menyebutkan bahwa penguasaan materi pelajaran oleh guru-guru SD, SMP, dan SMA pada mata pelajaran Matematika dan IPA

60% 40%

Kelayakan Mengajar di SMP

Layak

Tidak Layak

57% 43%

Kelayakan Mengajar di SMA

Layak Tidak Layak

66% 34%

Kelayakan Mengajar di SMK

Layak Tidak Layak 40%

60%

Kelayakan Mengajar di SD

Layak

(14)

Diagram 1.1 Penguasaan Materi

Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Sementara itu Triana Sofira dan Isty Dwi R. (2013) menyebutkan bahwa:

Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sebagai berikut, untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Hal ini diperkuat dengan data guru yang mengkuti sertifikasi guru. Makmun (2008, hlm. 133) menyebutkan, “Informasi terakhir dari para pengelola penyelenggara sertifikasi guru menunjukan bahwa dari total kelompok guru yang menjadi peserta sertifikasi guru itu ternyata hanya sekitar 20-30 persen yang lolos uji sertifikasi”. Melihat hasil tersebut sudah dapat diketahui sekitar 70-80 persen belum memenuhi syarat profesionalisme guru.

Dari data di atas terlihat presentasi dari kelayakan mengajar setiap jenjangnya bisa terbilang kurang memuaskan. Seorang guru seharusnya mampu bersikap profesional. Salah satu caranya adalah dengan mengajarkan apa yang menjadi ranah keahliaanya. Suryana (2012 hlm. 6) mengemukakan bahwa:

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain, ahli di bidang teori dan praktik keguruan, sehingga guru berperan penting dalam

40%

60% Data di Lapangan

(15)

mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menerima materi, karena proses penyampaian dan penguasaan materi akan sangat mempengaruhi hal tersebut.

Suryana (2012 hlm. 2) menambahkan:

Secara Islami, guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian serta kemampuan mumpuni, bukan hanya ahli tapi bisa melaksanakannya dengan baik dan sempurna. Ḥadīṡ Rasūlullāh menyatakan yang artinya: “ apabila sesuatu pekerjaan tidak diberikankepada ahlinya, lihatlah kehancuran.”

UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 8 tentang Guru dan Dosen, secara eksplisit menyebutkan bahwa “guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional” (Kemendikbud, 2009, hlm. 151). Mengacu substansi pasal 8 tersebut di atas, jelas sekali bahwa kepemilikan kompetensi itu hukumnya wajib. artinya bagi guru yang tidak mampu memiliki kompetensi akan gugur keguruannya. Khusus tentang kompetensi guru, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sementara itu, pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru Sebagaimana dimaksud akan diatur dengan peraturan pemerintah (Suryana, 2012 hlm. 18).

Selain dari kompetensi kelayakan dalam mengajar, ada satu hal lagi yang menjadi sorotan, yakni kepribadian dan sikap dari seorang guru. Muchtar, (2005 hlm. 151) menjelaskan bahwa “kompetensi guru pendidik adalah segala kemampuan yang harus dimiliki oleh guru/pendidik (misalnya persyaratan, sifat, kepribadian) sehingga dia dapat melaksanakan tugasnya dengan benar”.

(16)

kesalahan yang amat fatal yang dilakukan oleh seorang guru sebagaimana yang dilansir oleh Media Kompas Online, yang menyebutkan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh seorang guru yaitu, sejumlah foto asusila yang dilakukan oleh guru mencoreng dunia pendidikan. Hal ini terjadi di sebuah sekolah tingkat SMP daerah Surabaya, yang melibatkan dua orang guru, yang mana foto-foto tersebut diunggah melalui sebuah blog (Faizal, 2014). Selain dari itu Kusumadewi (2013) menyebutkan dalam media online Viva news, Di daerah Jember seorang guru SD melempar sepatu ke arah dahi muridnya hanya gara-gara sang murid murid melamun ketika sedang belajar.

Hal ini sangat tidak lazim dilakukan oleh seorang guru, karena pada dasarnya guru bertugas untuk membimbing dan mengarahkan. Berita di atas menunjukan bahwa rasa kasih sayang dari seorang guru sudah hilang, anak-anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan fisik dan psikologis di sekolah serta rasa aman dan nyaman ternyata menjadi ancaman dan akan menghapus cita-cita mereka.

Di dalam pendidikan Islam guru haruslah memiliki rasa kasih sayang dalam mendidik. Sebagaimana diungkapkan oleh Laila (2008, hlm. 115) bahwa, “kasih sayang dapat membuat rasa cinta bertahan kepada seorang anak. Kasih sayang dapat dapat memotivasi pendidik agar senantiasa menjaga anak dalam kebaikan”. Begitupun dengan Ki Hajar Dewantara menghendaki agar sekolah menjadi taman, tempat mekarnya bunga-bunga bangsa, tempat memupuk rasa nasionalisme, serta memacu untuk kerja keras dan pantang menyerah dengan dasar kasih sayang (Yamin, 2009 hlm. 191).

(17)

sebaliknya, para siswa menjadi objek para guru yang ingin mencari tambahan penghasilan. Pendidik tidak serius dan tidak bertanggung jawab secara penuh dalam mengajar. Guru harus menampilkan diri sebagai sosok yang memang pantas digugu dan ditiru (didengarkan nasehatnya dan dicontoh segala tindak tanduknya). Penting bagi guru untuk menempuh pendekatan yang disertai kelembutan terhadap anak (Yamin, 2009 hlm. 192). Dalam dunia pendidikan Islam, Al-Gazālī (dalam Assegaf, 2013 hlm. 120) mengemukakan bahwa “seorang guru harus menyayangi peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakukan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri”.

Pendidikan Islam sangat memperhatikan kompetensi guru serta kepribadian seorang guru. Oleh karena itu, aspek kepribadian serta profesionalisme seorang guru patut diperhatikan baik itu dari pandangan Islam maupun pandangan Ki Hajar Dewantara. Karena dalam hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pada Pasal 28 ayat 3 menegaskan bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian dalam ayat tersebut adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

(18)

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka peneliti merasa perlu untuk mengidentifikasi apa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Secara umum masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Masih kurangnya seorang guru dalam memahami tugasnya sebagai seorang guru di sekolah

2. Masih banyaknya guru yang tidak memenuhi standar kompetensi guru 3. Gaji guru sebagai buah dari pengabdian kepada masyarakat

4. Konsep idealnya seorang guru dalam Pandangan Ki Hajar Dewantara kemudian dilihat dari perspektif pendidikan Islam

Dari identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan pokok masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana konsep guru Ki Hajar Dewantara dilihat dari perspektif Pendidikan Islam?

Dari pokok masalah tersebut dapat diturunkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana tugas guru menurut Ki Hajar Dewantara?

(19)

C. Tujuan

Tujuan merupakan indikator ketercapaian yang diharapkan. Maka dari itu peneliti membagi tujuan ke dalam dua jenis yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, yang mana dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Pada dasarnya penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui, konsep guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara dilihat dari perspektif pendidikan Islam

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tugas guru menurut Ki Hajar Dewantara

b. Menganalisis kompetensi pedagogik guru menurut Ki Hajar Dewantara c. Menganalisis kompetensi sosial guru menurut Ki Hajar Dewantara d. Menganalisis kompetensi profesional guru menurut Ki Hajar Dewantara e. Menganalisis kompetensi kepribadian guru menurut Ki Hajar Dewantara f. Melihat pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai gaji guru

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang positif dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Serta bisa menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan profesionalisme guru.

2. Manfaat Praktis

(20)

a. Bagi Pendidik, dapat memahami kedua konsep mengenai guru dan bisa mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar.

b. Bagi Pendidikan, dapat menjadi bahan dalam pengembangan konsep keguruan

c. Bagi lembaga terkait, mampu menjadi referensi tambahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

d. Bagi Peneliti selanjutnya, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pendidikan Ki Hajar Dewantara.

E. Organisasi Penulisan

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis mengklasifikasikan setiap bab, yang mana susunannya adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan yang meliputi, latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan organisasi penulisan.

BAB II Kajian Pustaka, yang berisi landasan teori yang diambil dari berbagai referensi atau literatur, baik itu sumber primer ataupun sumber sekunder serta sumber yang mendukung kepada objek penelitian.

BAB III Metode Penelitian yang meliputi, metode penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang merupakan isi dari hasil penelitian yang mana dalam bab ini dijelaskan mengenai pokok pembahasan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif desainnya bersifat umum, dan berubah-ubah atau berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sugiyono (2011, hlm. 12) bahwa

“metode ini disebut juga dengan metode interpretive karena data hasil penelitian lebih

berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan”.

Selanjutnya Putra dan Lisnawati (2012, hlm. 28) menyebutkan “desain penelitian

kualitatif biasanya bersifat global, tidak terperinci, tidak pasti dan sangat fleksibel”.

Dengan demikian desain hanya digunakan sebagai asumsi untuk melakukan penelitian, oleh karena itu desain pada penelitian kualitatif bersifat fleksibel dan terbuka.

B. Metode Penelitian

Arikunto (2010, hlm. 203) menerangkan bahwa metode penelitian adalah “cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”, sedangkan Alwasilah (2009, hlm. 149) mengungkapkan bahwa, “metode penelitian merupakan

alat atau cara untuk menjawab pertanyaan penelitian”. Dengan demikian metode penelitian merupakan cara atau alat yang digunakan oleh peneliti untuk menjawab serangkaian pertanyaan yang dirumuskan dalam rumusan masalah.

1. Metode Deskriptif

(22)

menjelaskan, studi deskriptif yaitu “mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor yang merupakan pendukung terhadap penelitian”. Kemudian Sukardi (2004, hlm. 14) menambahkan, dalam peneltian ini peneliti melakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan. Kemudian Moleong (2000, hlm. 6) menyebutkan, laporan dari deskriptif akan berupa kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian pada laporan tersebut.

2. Studi Literatur

Selanjutnya teknik penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah studi literatur, yaitu dengan cara meneliti dan memahami buku-buku, dokumen atau sumber tertulis lainnya yang relevan dan mendukung pemikiran Ki Hajar Dewantara. Guba dan Lincoln (dalam Alwasilah, 2009 hlm. 155) membedakan antara dokumen dan record sebagai berikut:

Records adalah segala catatan tertulis yang telah disiapkan seseorang atau lembaga untuk pembuktian sebuah peristiwa atau menyajikan perhitungan, sedangkan dokumen adalah barang yang tertulis atau terfilmkan selain records

yang telah disiapkan khusus atas permintaan peneliti

(23)

3. Library Research

Adapun jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah library research atau penelitian kepustakaan. Subagyo (1999, hlm. 109), menjelaskan yang dimaksud penelitian kepustakaan sebagai berikut:

Penelitian yang menjadikan data-data kepustakaan sebagai teori untuk dikaji dan ditelaah dalam memperoleh hipotesa atau konsepsi untuk mendapatkan hasil yang objektif. Dengan jenis ini informasi dapat diambil secara lengkap untuk menentukan tindakan ilmiah dalam penelitian sebagai instrumen penelitian memenuhi standar penunjang penelitian.

Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Mardalis (1999, hlm. 28) yang menyatakan bahwa, “Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat diruangan perpustakaan, seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan dan kisah-kisah sejarah dan lain-lain”. Arikunto (2010, hlm. 16) menambahkan, “hasil dari penelitian ini akan menghasilkan kesimpulan tentang gaya bahasa buku, kecenderungan isi buku, tata tulis, layout, ilustrasi dan sebagainya”.

Dengan demikian, dalam penyusunan skripsi ini penulis menentukan topik yang akan dibahas yang kemudian dilanjutkan dengan mencari data-data baik itu yang relevan ataupun mendukung terhadap topik yang dibahas. Setelah mendapatkan data, penulis melakukan interpretasi atau penafsiran terhadap sumber data untuk memperoleh fakta tentang kajian yang akan dibahas. Setelah terkumpul maka data disusun secara sistematis dan terstruktur.

C. Definisi Operasional

(24)

diterima oleh akal sehingga tidak terjadi dikotomi antara judul dengan pembahasan dalam skripsi ini.

Sesuai dengan judul “Konsep Guru dalam Pandangan Ki Hajar Dewantara dilihat dari Perspektif Pendidikan Islam”, maka batasan pengertiannya meliputi:

1. Konsep

Konsep berarti ide, pemikiran. Pada penelitian ini yaitu Konsep Guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara

2. Guru

Orang yang pekerjaannya atau profesinya mengajar (Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 469). Di dalam penelitian ini guru menjadi objek kajian peneliti. Selain dari itu peneliti memfokuskan penelitian pada kompetensi kepribadian guru.

3. Pandangan

Hasil perbuatan memandang, melihat atau memperhatikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 1011). Dalam penelitian ini pandangan yang dimaksud adalah pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai konsep guru. 4. Perspektif

Sudut pandang atau pandangan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 1062). Dalam penelitian ini, perspektif digunakan untuk melihat pandangan konsep Ki Hajar Dewantara dari segi pendidikan Islam.

5. Pendidikan Islam

(25)

D. Instrumen Penelitian

Moleong (2000, hlm. 4) menyebutkan bahwa, dalam penelitian kualitatif manusia atau peneliti sebagai alat atau instrumen. Kemudian Sugiyono (2011, hlm.

13) menjelaskan, sebagai alat instrumen, “peneliti harus memiliki bekal teori dan

wawasan yang luas sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkontruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna”. Dengan kata lain peneliti menjadi instrumen utama penelitian. Maka dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana pengumpul data yang kemudian menginterpretasi data yang telah terkumpul.

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya agar hasil penelitian akurat. Selain dari itu peneliti mulai membaca serta memahami beberapa karya Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan sejak diterimanya buku Ki Hajar Dewantara dari pihak yayasan Taman Siswa tepatnya pada bulan Oktober 2013 disertai dengan membaca buku-buku lain yang berkaitan diantaranya 30 Tahun Taman Siswa yang merupakan kumpulan pendapat tentang Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa.

E. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah berupa tekstual atau konsep-konsep. Karena dalam penelitian ini Sebagaimana telah disebutkan di atas termasuk kedalam jenis studi literatur. Dengan demikian aspek-aspek yang peneliti analisis melingkupi definisi, konsep, pandangan, pemikiran dan argumentasi yang terdapat dalam literatur yang relevan dengan pembahasan.

(26)

Adapun untuk data-data yang disiapkan dalam penelitian ini adalah yang bersumber dari literatur atau menggunakan cara library research dengan tujuan untuk mengumpulkan data informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan. Penelitian studi kepustakaan ini dilaksanakan di perpustakaan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sukardi (2004, hlm. 35) perpustakaan merupakan tempat yang ideal, karena di perpustakaan penelitian akan mudah mengakses bermacam-macam sumber yang relevan.

1. Sumber data primer

Dalam proses penelitian, peneliti menggunakan sumber primer. Sugiyono (2011, hlm. 308) menjelaskan sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data primer pada penelitian ini merupakan data yang memuat tentang konsep Guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara yaitu Artikel yang ditulis Ki Hajar Dewantara dan kemudian dikumpulkan oleh pihak Majelis Luhur Taman Siswa dalam sebuah buku yang berjudul Karya Ki Hajar Dewantara bagian pendidikan dan Karya Ki Hajar Dewantara bagian kebudayaan.

2. Sumber data sekunder

Selanjutnya peneliti juga menggunakan beberapa sumber sekunder. Sugiyono (2011, hlm. 308) menerangkan sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul, bisa lewat orang lain atau dokumen yang ditulis oleh orang lain. dalam penelitian ini sumber sekunder merupakan buku-buku penunjang yang berhubungan dengan persoalan yang dibahas. Data sekunder ini berfungsi sebagai pelengkap data primer yang digunakan dalam penelitian ini. Sumber data sekunder yang digunakan peneliti, yaitu:

(27)

c. Ki Hajar Dewantara Pendidik Nasionalis yang Agamis Karya Imam G dan Husni M.

d. Menggugat Pendidikan Indonesia (Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara) karya Mohamad Yamin.

e. Pendidikan dan Pembangunan 50 Tahun Taman Siswa karya Ki Tjokrodirjo f. Pendidikan Modern dan Relevansi Pemikiran Ki Hajar Dewantara Karya

Tyasno Sudarto

g. Perdjuangan dan Adjaran Hidup Ki Hajar Dewantara karya Mochamad Tauhid

h. Hakekat Taman Siswa Karya Ki Suratman

i. Pokok-pokok Ketamansiswaan Karya Ki Suratman

j. 30 Tahun Taman Siswa Karya Majelis Luhur Taman Siswa

k. Pendidikan Karakter Ibn Miskawaih dan Ki Hajar Dewantara Karya Puji Astutik

F. Teknik Pengumpulan Data

“Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penyelidikan yang

mirip dengan pekerjaan detektif. Dari sebuah penyelidikan yang mirip akan dihimpun data-data utama dan sekaligus tambahannya” (Afifuddin dan Sabeni, 2009, hlm. 129). Dalam teknik pengumpulan data Sugiyono (2011, hlm. 308) menjelaskan bahwa

“teknik pengumpulan dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan

berbagai cara”.

(28)

kepustakaan, yaitu dengan cara mencari data yang berkaitan dengan pembahasan. Data-data sebagai penjabaran dari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ditujukan pada Buku Karya Ki Hajar Dewantara. .

G. Metode Analisis Data

Setelah melakukan proses pengumpulan data maka peneliti melakukan tahapan selanjutnya yaitu analisis data. Dikarenakan banyaknya data yang terkumpul di lapangan peneliti mengambil beberapa tahapan dalam menganalisis sebagai berikut,

1. Reduksi Data

Tahapan pertama peneliti menggunakan cara melalui reduksi data. Moleong (2000, hlm. 103) menjelaskan bahwa analisis data dengan cara mereduksi data merupakan proses mengorganisasikan data. proses mengatur urutan data, kemudian Afifuddin dan Sabeni (2009, hlm. 145) menjelaskan data diorganisasikan ke dalam satuan pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Proses kategorisasi ini melalui pengkodean data atau coding. Tekhnik coding atau pengkodean data dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis hasil temuan. Adapun pengkodean yang digunakan oleh peneliti untuk kategorisasi sub bab adalah TG= Tugas Guru, KKG= Kompetensi Kepribadian Guru, KSG= Kompetensi Sosial Guru, KPED= Kompetensi Pedagogik, KPROF= Kompetens Profesional dan GG= Gaji Guru.

2. Display Data

Setelah melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya yang peneliti lakukan adalah menampilkan data atau display data. Dengan menampilkan data, maka akan mempermudah peneliti dalam memahami hasil penelitian.

3. Content Analysis

(29)

analysis) adalah “penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu

informasi tertulis atau tercetak dalam media massa”. Metode analisis isi dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap konsep dari sebuah buku Karya Ki Hajar Dewantara. Afifuddin dan Sabeni (2009, hlm. 166) menjelaskan berkenaan dengan analisis isi, bahwa analisis isi dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut.

a. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript)

b. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan metode pendekatan terhadap data tersebut.

c. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan atau data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas atau spesifik.

Dengan demikian peneliti dalam metode ini menganalisa berdasarkan kajian tekstual yang ada dalam literatur tentang konsep guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara. Setelah mendapatkan hasil analisis langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan.

H. Prosedur Penelitian

Pada Bagian ini diuraikan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian. Adapun dalam tatanan praktisnya, penulis membagai tahapan ini kedalam tiga tahapan, yaitu tahapan persiapan, penelitian, dan penulisan laporan penelitian

1. Persiapan Penelitian

(30)

a. Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Tahapan ini merupakan langkah awal penulis dalam melakukan penelitian. Pada tahapan ini, penulis mengajukan rancangan tema penelitian kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam (IPAI), Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Hal ini merupakan salah satu prosedur baku yang harus ditempuh sebelum memasuki proses penelitian. Adapun tema yang pertama kali diangkat oleh penulis adalah tentang Relevansi Keteladanan Ki Hajar Dewantara dengan Pendidikan Islam. Namun pada prosesnya, judul ini mengalami perubahan, yang mana judul ini dirubah menjadi Konsep Guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara dan Buya Hamka. yang kemudian penulis menyusun suatu rancangan penelitian dalam bentuk proposal.

b. Penyusunan rancangan penelitian

Pada dasarnya rancangan penelitian yang berbentuk proposal ini, berisi tentang kerangka dasar yang menjadi acuan bagian penulis dalam melaksanakan penelitian dan melakukan laporan penelitian. Di dalam proposal penelitian terdapat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, organisasi penulisan dan daftar pustaka.

(31)

Setelah mendapatkan persetujuan, selanjutnya keluarlah Surat Keputusan (SK) penunjukan dosen pembimbing oleh Ketua Jurusan dan TPPS yang dikeluarkan pada tanggal 4 Oktober 2013 , untuk pembimbing yang dimaksudkan adalah Dr. A. Syamsu Rizal, M. Pd. dan Drs. Toto Suryana, Af. M.Pd.

c. Konsultasi (Bimbingan)

Untuk kesempurnaan penulisan skripsi, penulis dibimbing oleh dosen pembimbing yang telah disebutkan di atas yaitu oleh Dr. A. Syamsu Rizal, M. Pd. sebagai pembimbing I dan Drs. Toto Suryana, Af. M.Pd. sebagai pembimbing II. Proses bimbingan dilaksanakan melalui kesepakatan bersama antara dosen pembimbing dan penulis. Kesepakatan ini berupa penentuan jadwal agar bimbingan dapat terlaksana dengan baik. Penentuan jadwal ini dibagi sesuai dengan jumlah mahasiswa yang dibimbing oleh dosen pembimbing yang sama.

Bimbingan secara rutin terlaksana dengan baik setiap bimbingan dilakukan di kampus. Setiap hasil penelitian dan penulisan yang telah penulis sesuaikan diajukan pada saat melakukan bimbingan untuk mendapat masukan dan saran dari dosen pembimbing. Setiap saran dan masukan yang diberikan oleh dosen pembimbing dicatat dalam lembar bimbingan. Secara umum bimbingan terhadap skripsi ini dilakukan secara bertahap atau per-bab. Untuk kemudian dilakukan revisi jika memang masih terdapat kekurangan atau langsung dilanjutkan pada bab berikutnya, sesuai dengan saran dari dosen pembimbing.

2. Pelaksanaan penelitian

(32)

a. Pengumpulan Sumber

Pengumpulan data atau sumber dilakukan untuk mempermudah dalam proses analisis. Jauh sebelum ada surat keputusan penelitian, peneliti sudah berusaha mencari sumber data yang berkaitan dengan objek penelitian. Kaitannya dengan hal tersebut peneliti mengumpulkan data yang diperoleh dari Sekolah cabang Taman Siswa yang berlokasi di Jln. Taman Siswa Bandung. Dalam skripsi ini penulis mengambil topik tentang guru, yang kemudian lebih difokuskan pada tugas guru, kompetensi guru dan gaji guru menurut Ki Hajar Dewantara. Setelah mendapatkan topik penelitian, tahap berikutnya adalah mengumpulkan sumber data. Tahapan ini merupakan proses pengumpulan sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah yang telah dikaji.

Untuk melakukan tahapan ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber yang dianggap relevan dengan objek penelitian. Kemudian teknik penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu studi literatur, maka sumber yang digunakan adalah berbentuk tulisan, baik itu berupa buku, kamus, karya ilmiah, serta bahan yang penulis temukan dari internet. Kegiatan yang penulis lakukan adalah mendatangi perpustakaan UPI, Sanggar Baca Baitul Hikmah, Bapusipda Jabar, toko buku Palasari, toko buku Gramedia dan toko buku lainnya yang penulis kunjungi serta tak lupa penulis mengambil data dari sumber internet.

(33)

Hajar Dewantara tentang pendidikan yang telah dibukukan oleh Taman Siswa, sedangkan sumber data sekunder di antaranya adalah 100 Tahun Ki Hajar Dewantara Karya Bambang Soekowati Dewantara, Ki Hajar Dewantara Ayahku

Karya Bambang Soekowati Dewantara, Ki Hajar Dewantara Pendidik Nasionalis yang Agamis Karya Imam G dan Husni M., Menggugat Pendidikan Indonesia (Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara) karya Mohamad Yamin.

Pendidikan dan Pembangunan 50 Tahun Taman Siswa karya Ki Tjokrodirjo,

Pendidikan Modern dan Relevansi Pemikiran Ki Hajar Dewantara Karya Tyasno Sudarto, Perdjuangan dan Adjaran Hidup Ki Hajar Dewantara karya Mochamad Tauhid, Hakekat Taman Siswa Karya Ki Suratman, Pokok-pokok Ketamansiswaan Karya Ki Suratman, 30 Tahun Taman Siswa Karya Majelis Luhur Taman Siswa dan Pendidikan Karakter Ibn Miskawaih dan Ki Hajar Dewantara Karya Puji Astutik

b. Membatasi dan Merumuskan Masalah yang Akan Diteliti

Dalam tahapan ini peneliti bermaksud untuk memfokuskan objek penelitian yang hendak diteliti. Dari seluruh ajaran pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, maka peneliti bermaksud untuk membatasi pada lingkup guru, serta menganalisis tugas guru, kompetensi guru dan gaji guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara. (Lihat BAB I Rumusan Masalah)

c. Menentukan Tujuan dan Manfaat Penelitian

(34)

d. Interpretasi dan Penulisan

Alwasilah (2009 hlm. 171) menyebutkan bahwa interpretasi merupakan proses menafsirkan data. Dalam tahapan ini digunakan konstruksi etik yaitu pandangan atau perspektif peneliti. Interpretasi dilakukan dengan tujuan mengungkapkan makna yang terkandung dalam data yang kemudian akan dituliskan dalam laporan hasil penelitian berdasarkan pedoman karya tulis ilmiah UPI tahun 2013.

e. Laporan penelitian

(35)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara ada beberapa tugas guru yang ditemukan dalam penelitian, diantaranya adalah sebagai pamong atau pembimbing, yaitu membimbing anak, mengasuh, menjaga, membina. Kemudian seorang guru bertugas sebagai penasehat yang menasehati muridnya ketika melangkah ke jalur yang salah. Selanjutnya tugas guru sebagai motivator yang menyokong atau mendukung kodrat alamnya anak-anak yang dididik. Selain dari itu yang paling utama dari tugas guru adalah mengajar dan mendidik, mengajar berarti memberi ilmu pengetahuan, menuntun gerak pikiran serta melatih kecakapan atau kepandaian anak-anak, mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam hidup anak-anak. Selanjutnya dari tugas guru adalah memberi tuntunan didalam hidup tumbuhnya tubuh dan jiwa kanak-kanak, dan terakhir menjadi pemimipin anak-anak, karena di dalam sekolah gurulah yang menjadi pimpinan para murid.

Selain dari itu Ki Hajar Dewantara menyebutkan beberapa aspek yang ada dalam kompetensi pedagogik diantaranya adalah instinct paedagogis yaitu naluri dalam mendidik, kemudian ilmu dalam mendidik sebagai penunjang karena tidak cukup dengan instinct saja, selanjutnya pemahaman terhadap peserta didik dan terakhir adalah penggunaan pendekatan keluarga dalam mengajarkan anak didik.

(36)

nglakoni”, bisa juga berati ilmu tanpa amal seperti pohon kaju jang tidak berbuah. Ngelmu tanpa laku kotong, laku tanpa ngelmu tjupet. Ilmu tanpa perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu pincang.

Selain dari itu seorang guru harus memenuhi kompetensi sosial atau dikenal dengan istilah konpergensi, yaitu hubungan komunikasi dengan masyarakat yang lebih luas. Sebagai lembaga kemasyarakatan Taman Siswa tidak memisahkan diri dengan masyarakat yang lebih luas. Ia harus menghubungkan dirinya dengan masyarakat. Dengan demikian seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan masyarakat sekitar.

Kompetensi selanjutnya adalah kompetensi kepribadian. Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara seorang guru harus memiliki kepribadian, diantaranya adalah berakhlak mulia, bertanggung jawab, disiplin, istiqamah, sabar, ikhlas, tawakal, memiliki jiwa penyayang, menjadi teladan yang baik, bijaksana rendah hati dan bersikap sederhana.

Mengenai sistem gaji atau upah Ki Hajar Dewantara lebih tertarik menyebutnya pemberian nafkah, karena dalam pemberian nafkah ini Ki Hajar Dewantara menggunakan sistem kekeluargaan. Sistem yang dimaksud adalah menentukan nafkah berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Jika jumlah tanggungannya besar maka nafkah yang diperolehpun akan disesuaikan demi terciptanya kesejahteraan kaum guru.

(37)

bermanfaat, baik bagi dirinya maupun masyarakat luas. Dengan demikian pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai tugas guru selaras dengan pendidikan Islam.

Kemudian dalam kompetensi pedagogik, pendidikan Islam menghendaki agar seorang guru harus memiliki jiwa dalam mendidik serta menggunakan metode yang sesuai dalam mengajar dan seorang gurupun dituntut untuk memahami karakteristik setiap anak didiknya, hal ini diungkapkan oleh al-Gazālī, „Ulwān, dan Ibnu Khaldūn. Dengan demikian apa yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara mengenai kompetensi pedagogik senada dengan para tokoh pendidikan Islam.

Dilihat dari kompetensi selanjutnya, yakni kompetensi profesional, pendidikan Islam menghendaki agar seorang guru mampu menguasai keilmuan yang dimilikinya, hal ini diungkapkan oleh Syed Naquib al-Attas, Basiuni Imran, Al-Qabīsī serta „Ulwan yang menyebutkan bahwa seorang guru harus selalu menambah pengetahuan yang dimilikinya dalam artian terus belajar, baik itu di universitas ataupun tempat pembelajaran lainnya. Oleh karena itu seorang guru harus terus berusaha mencari ilmu untuk menunjang keilmuan yang dijalaninya. pandangan Ki Hajar Dewantara, yang menghendaki agar para guru menguasai ilmu yang diajarkannya untuk menunjang keprofesionalannya selaras dengan pemikiran tokoh-tokoh pendidikan Islam.

(38)

Kompetensi terakhir adalah kompetensi kepribadian, dalam Pendidikan Islam sebagaimana yang telah disebutkan oleh para tokoh pendidikan Islam seperti,

Muḥammad Aṭiyah al-Abrasy, al-Gazālī, Nāsiḥ „Ulwān dan al-Adawy yang

menyebutkan bahwa, seorang guru haruslah memiliki pribadi yang mulia seperti yang contohkan oleh Rasulullah saw. karena akan menjadi panutan bagi siswanya. Begitupun dengan Ki Hajar Dewantara yang memiliki prinsip bahwa seorang guru harus memiliki sifat mulia. Dengan demikian pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai kompetensi kepribadian guru selaras dengan pendidikan Islam.

Terakhir pandangan Pendidikan Islam mengenai upah atau gaji, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Abdurahman Assegaf dan Al-Qabīsī bahwa, dalam pendidikan Islam tidak melarang seorang guru menerima gaji sebagai bekal untuk kelangsungan hidupnya. Melihat hal tersebut dengan demikian pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai nafkah atau upah selaras dengan pemikiran para tokoh pendidikan Islam.

(39)

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi Prodi IPAI

Penulis menyarankan kepada Prodi IPAI hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan sumbangan pemikiran tentang guru, baik itu mengenai tugas-tugas guru ataupun kompetensi-kompetensi guru yang sesuai dengan pendidikan agama Islam.

2. Bagi Guru dan Dosen

Penulis menyarankan bagi para guru dan dosen, agar hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai pedoman untuk mendidik anak didiknya dengan baik. Demi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

3. Saran bagi peneliti selanjutnya

(40)

DAFTAR PUSTAKA

______ (2010). Al-Qur`ān dan Terjemahnya. penerj: Tim Depag. Bandung: Sygma Publishing

______Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Pasal 8 tentang Guru dan Dosen ______Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Afifudin dan Sabeni B. A. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Pustaka Setia.

Ajisaka, A. (2009). Mengenal Pahlawan Indonesia. Jakarta Selatan: PT. Kawan Pustaka.

Al-Adawy, S. M. (2006). Fikih Pendidikan Anak. (U. Mujtahid, & F. Saleh, Penerj.) Jakarta: Qisthy Press.

Alwasilah, A. C. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Al-Zarnuzi. (2009). Ta'lim Muta'alim. (A. Q. al-Jufri, Trans.) Surabaya: Mutiara

Ilmu.

Arifin, H. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Asmani, J. M. (2013). Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif .

Jogjakarta: Diva Press.

Assegaf, A. R. (2013). Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Astutik, P. (2013). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara & Ibnu Miskawyh. Trenggalek: Pena Nusantara.

Ayal, J. (2013, September 27). Kemendikbud Akui Kualitas Guru Masih Rendah. Retrieved Juni 25, 2014, from Antaranews.com:

http://www.antaranews.com/berita/397722/kemdikbud-akui-kualitas-guru-masih-rendah

(41)

Departemen Pendidikan Nasional (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Dipetik Januari 13, 2014, dari News - Regional: http://www.kompas.com

Hamalik, O. (2009). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

HAMKA. (1983). Lembaga Budi. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Hardjana. (2007). Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hatta, M. (1952). Perguruan Nasional. Dalam K. Tjokrodirjo, 30 Tahun Taman Siswa

(hal. 23-28). Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Ghozali, I & Mubarok, H. (2013). Ki Hajar Dewantara Pendidik Nasionalis yang Agamis. Yogyakarta: Zanafa Publishing.

Jalaludin. (2003). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kemendikbud. (2009). Kompilasi Perundangan Bidang Pendiidikan. Jakarta: Pustaka Yustisia.

Kemendikbud. (2013). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia.

(42)

Kurniawan, S., & Mahrus, E. (2011). Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Kusnandar. (2007). Guru Profesional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Kusumadewi, A. (2013, September 4). Guru lempar sepatu ke arah murid . Dipetik Januari 13, 2014, dari Viva News: http://vivanews.com

Laila, I. N. (2008). Menyayangi Anak Sepenuh Hati. Surakarta: Era Intermedia.

Muchsin, M.B. dkk. (2010). Pendidikan Islam Humanistik. Bandung: PT. Refika

Makmun, A. S. (2008). Sistem Pendidikan dan Pengembangan Profesionalisme Guru. Dalam A. A. A. Chaedar Alwasilah, Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusi (hal. 133). Jakarta: Kedeputian Bidang Kordinasi Pendidikan, Agama, dan Aparatur Agama.

Mardalis. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muchtar, H. J. (2005). Fikih Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mujib, A & Mudzakir, Y (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Mulyasa, E. (2008). Standar Kompetensi Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Rosdakarya. Nata, A. (2012). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nawawi, R. S. (2011). Kepribadian Qurani. Jakarta: Bumi Aksara.

Nizar, S. (2008). Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rochman, C. & Gunawan, H .(2012). Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru.

Bandung: Nuansa Cendikia.

(43)

Suwaid, M. N. (2010). Prophetic Parenting. (F. A. Qurusy, Trans.) Yogyakarta: Pro U Media.

Purwanto. (2007). Instrument Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Putra, N., & Lisnawati, S. (2012). Penelitian Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ramayulis. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Ridwansyah, I. (2013, April 29). Guru. Dipetik Januari 8, 2014, dari Bicara Pendidikan: http://readwansyah.wordpress.com

Rizal, A. S. Landasan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: MKDU-FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Sagimun. (1974). Mengenal Pahlawan-Pahlawan Nasional Kita Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Bhratara.

Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saud, U. S. (2010). Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.

Soedarmanta, J. (2007). Jejak-jejak Pahlawan Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia.

Jakarta: PT. Gramedia.

Soeratman, D. (1989). Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tardisiona l.

Srie. (2013, Februari 25). Berita dan Opini Edukasi. Dipetik Januari 8, 2014, dari

Sugiyono. (2012). Metode Penlitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

(44)

Suratman, K. (1992). Hakekat Taman Siswa. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Suratman, K. (1987). Pokok-pokok Ketamansiswaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Suryana, P. F. (2012). Guru Profesional. Bandung: PT Refika Aditama.

Syahidin. (2009). Menulusuri Metode Pendidikan dalam al-Quran. Bandung: Alfabeta.

Yusuf, S. & Nurihsan, A.J (2011). Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tafsir, A. (2010). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tafsir, A. (2012). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tauchid, M. (1963). Perduangan dan Adjaran Hidup Ki Hajar Dewantara.

Jogjakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.

Tim NARASI. (2009). 100 Tokoh yang mengubah Indonesia. Jakarta: Narasi.

Tjokrodirjo, K. (1962). Pendidikan dan Pembangunan. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.

Sofira, T. & Isty Dwi R. (2013, April 27). Rendahnya kualitas Guru di Indonesia. Dipetik Januari 8, 2014, dari Teknologi Pembelajaran: http://teknologipembelajaran-nonformal.blogspot.com

Usman, M. U. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Rosdakarya. Yamin, M. (2009). Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Zein, A. (2008). Prophetic Leaderhip. Bandung: Madani Prima.

(45)

Zuriah, N. (2008). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan.

Referensi

Dokumen terkait

Alasan terdiri atas bukti (data), tuntutan (kesimpulan), dan pemikiran yang membenarkan gerakan dari data menuju kesimpulan. Secara harfiah, kata ini berarti kunjungan,

Tari Babuan g lahir dengan latar belakang institusi relegius yang mengandung berbagai simbol sebagai media komonikasi, oleh karena itu para penari Babuang terdiri

Hal ini juga berarti bahwa investor memandang Debt to Equity Ratio dengan Pertumbuhan Laba sebagai variabel pemoderasi tidak memiliki peranan yang penting terhadap

Peta blok sensus (SP2010-WB/ST2013-WB), daftar sampel blok sensus Sakernas 2020 (Daftar SAK20.DSBS), daftar pemutakhiran muatan rumah tangga dalam blok sensus (Daftar

Tahapan awal dalam semua simulasi baik untuk pembebanan arus sataupun pembebanan gelombang adalah pembuatan desain geometry dari suatu obyek yang dianalisa,

Pelaporan adalah suatu bentuk kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dengan suatu cara tertentu yang telah disepakati, untuk menyajikan suatu data sebagai

Validator ketiga dan peneliti juga mengklasifikasikan bahwa soal nomor 1 termsuk dalam kategori level kognitif C3 (menerapkan) dalam aspek kognitif

Akhirnya, aku mengabulkan permintaan Nadia. Malamnya, di mmah aku mulai membuat baling-baling kertas. Aku juga mengajarkan pada Nadia bagaimana cara membuatnya, tetapi Nadia