• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk siap hidup ditengah-tengah masyarakat.

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang–Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Depdiknas,2006).

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang membimbing siswa untuk menguasai 3 kompetensi. Tiga kompetensi diantaranya, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor). Dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan dapat menguasai ketiga kompetensi tersebut sebagai bentuk hasil selama proses belajar. Ketercapaian hasil belajar dari kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor ini menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills (Kusuma,2013).

Pada kurikulum 2013 materi pembelajaran difokuskan pada pembentukan keterampilan dan karakter siswa melalui keterampilan saintifik, hal ini dimaksudkan agar siswa dapat memahami konsep yang dipelajari secara nyata. Pembelajaran saintifik mendorong siswa mampu mengamati, menanya, mencoba, dan mengkomunikasikan (Mulyasa, 2013). Kemampuan yang dimiliki melalui pembelajaran saintifik mengubah proses pembelajaran dari siswa yang semula diberikan konsep menjadi mencari konsep (Masnun, 2016).

Dalam proses pembelajaran mencari konsep diperlukan perubahan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Ilmu kimia memiliki tingkat kesulitan yang tinggi

(2)

sehingga tidak mudah dipahami oleh siswa, hal ini disebabkan kurangnya kemampuan pemahaman konsep siswa terhadap ilmu kimia (Middlecamp dan Kean, 1985). Oleh karena itu dalam belajar kimia dituntut pemahaman dan penguasaan konsep yang tepat.

Salah satu materi ilmu kimia di Sekolah Menengah Atas adalah laju reaksi.

Pokok bahasan laju reaksi terdiri atas molaritas, konsep laju reaksi, orde reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, teori tumbukan dan penerapan laju reaksi. Materi laju reaksi melibatkan konsep yang sulit karena untuk mempelajari konsep tersebut membutuhkan kemampuan mendefenisikan dan merumuskan laju reaksi, menghitung laju reaksi berdasarkan data konsentrasi, menentukan orde reaksi, serta memahami faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (Suryati, 2013).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan guru kimia di SMA Negeri 18 Medan diketahui nilai rata – rata KKM siswa adalah 70. Sebagian besar nilai rata – rata siswa di bawah KKM sehingga dapat disimpulkan hasil belajar kimia masih rendah, khususnya materi laju reaksi. Hal ini mungkin terjadi karena siswa kurang minat sehingga siswa sering bosan dalam proses pembelajaran, siswa tidak fokus terhadap materi yang diajarkan guru, siswa yang tidak aktif selama proses diskusi berlangsung, kurang aktif bertanya jika ada materi yang belum dimengerti dan masih banyak lagi contoh- contoh lainnya. Masalah-masalah tersebut menyebabkan hasil belajar siswa rendah (Subawa dkk.,2018).

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah – masalah tersebut adalah dengan cara siswa menerapkan pengetahuannya dengan belajar memecahkan masalah serta berani mengemukakan pendapat. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang dianjurkan 2013 yaitu Model Discovery Learning, karena Discovery Learning mampu menunjang pembelajaran dalam penerapan Kurikulum 2013.

Pada dasarnya discovery learning tidak jauh beda dengan pembelajaran inquiry, namun pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sehingga siswa tidak harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-

(3)

temuan didalam masalah itu melalui proses penelitian (Kemendikbud, 2013).

Pada penelitian Hosnan tahun 2014 menyatakan beberapa kelebihan dari model discovery learning, yakni: membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses-proses kognitif, pengetahuan yang diperoleh dari model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian serta ingatan dan transfer, dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan, membantu siswa memperkuat konsep dirinya karena memperoleh bekerja sama dengan yang lain, mendorong keterlibatan keaktifan siswa, mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri, siswa aktif dalam kegiatan belajar karena ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nastiti pada tahun 2012 tentang efektifitas model pembelajaran discovery learning terhadap kemampuan pemecahan masalah kimia menyimpulkan bahwa model pembelajaran discovery learning efektif diterapkan dalam pembelajaran kimia terhadap kemampuan pemecahan masalah kimia.

Dalam proses pembelajaran tidak hanya dibutuhkan model juga dibutuhkan bahan ajar untuk memacu siswa menguasai konsep dalam belajar. Solusi untuk hal ini adalah pembelajaran dapat dikemas dalam bentuk modul yang menarik artinya modul juga harus mengandung model yang dapat mengaktifkan peserta didik.

Modul adalah bahan ajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu agar siswa mampu menguasai kompetensi yang diajarkan (Prastowo, 2013). Modul dalam pembelajaran kimia digunakan sebagai suplemen sumber belajar bagi siswa dalam mempelajari materi. Modul dapat menunjang peran guru dalam proses pembelajaran karena peran guru dalam pembelajaran menggunakan modul dapat diminimalkan, sehingga pembelajaran lebih berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran kimia bukan lagi yang mendominasi dalam pembelajaran (Pahriah & Hendrawani, 2019).

Sadiq dan Shazia (2014) mengemukakan bahwa modul menyediakan peluang bagi peserta didik untuk mempelajari suatu topik secara mendalam.

(4)

Guido (2014) mengemukakan bahwa modul dapat membantu pendidik untuk mengarahkan pembelajaran dikelas. Menurut Andromeda dalam Harahap (2020), modul juga merupakan salah satu bahan ajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar secara mandiri maupun kelompok dan dapat membantu siswa dalam menemukan konsep (Andromeda,2018). Namun, sangat lah penting untuk membuat inovasi pembelajaran pada modul, agar hasil belajar lebih baik dan dapat terjadi peningkatan efektivitas pembelajaran (Parulian,2013).

Penelitian yang dilakukan Rifai (2015) tentang Pengembangan Modul Berbasis Discovery Learning dengan produk poster bergambar untuk siswa SMA. Keefektifan bahan ajar ditinjau dari ketuntasan hasil post-test sebesar 81,48%. Respon positif ditunjukkan siswa terhadap modul dengan 32 siswa siswa menyatakan bahan ajar sangat baik dan 18 siswa menyatakan modul baik.

Berdasarkan uraian tersebut maka diperlukan pengembangan bahan ajar modul sebagai alternatif memecahkan hipotesis secara langsung sebagai alasan peneliti untuk melakukan penelitian pengembangan bahan ajar. Dimana tujuan penyusunan bahan ajar modul berbasis discovery learning adalah menyediakan bahan ajar modul yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa. Siswa membutuhkan hal yang menarik dan mandiri untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan modul. Modul yang akan dikembangkan didasarkan dari analisis beberapa buku kimia SMA, dimana kelebihan dari masing-masing buku diambil untuk digunakan dalam rancangan dan pengembangan modul.

Penyusunan materi dan penggunaan modul akan dinilai dengan melihat kelayakan sesuai dengan standar BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).

Sehingga pengorganisasian materi yang baik dalam modul menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan agar membantu siswa lebih memahami materi dengan baik, sehingga diharapkan siswa mampu mencapai ketuntasan belajar serta melihat bagaimana respon siswa terhadap modul yang telah dipelajari.

Berdasarkan pemikiran diatas maka, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Pengembangan Bahan Ajar Modul Berbasis Discovery Learning Pada Materi Laju Reaksi”.

(5)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran kimia pada materi laju reaksi.

2. Materi laju reaksi sulit dimengerti oleh siswa.

3. Kurangnya penerapan model pembelajaran discovery learning dalam proses mengajar.

4. Kurangnya referensi bahan ajar modul berbasis discovery learning yang dapat digunakan siswa.

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan penelitian maka masalah dibatasi sebagai berikut :

1. Pokok bahasan yang dikembangkan pada bahan ajar modul adalah materi laju reaksi.

2. Pengembangan bahan ajar modul berbasis discovery learning mengacu pada standar BSNP.

3. Bahan ajar modul yang dikembangkan berbasis discovery learning pada materi laju reaksi kelas XI.

4. Penelitian dilakukan sampai pada tahap implementasi dan melihat respon siswa terhadap modul.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup yang telah dikemukakan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil analisis bahan ajar kimia pada materi laju reaksi yang digunakan di sekolah menurut standar BSNP?

2. Bagaimana kelayakan modul berbasis discovery learning pada materi laju reaksi berdasarkan BSNP oleh ahli media dan ahli materi?

3. Apakah hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah diberikan

(6)

modul berbasis discovery learning pada materi laju reaksi?

4. Bagaimanakah respon siswa terhadap pengembangan modul berbasis discovery learning?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hasil analisis bahan ajar kimia pada materi laju reaksi yang digunakan disekolah menurut standar BSNP.

2. Untuk mengetahui modul berbasis discovery learning pada materi laju reaksi sesuai kriteria kelayakan BSNP ahli media dan ahli materi.

3. Untuk mengetahui p e n i n g k a t a n hasil belajar siswa setelah diberikan modul berbasis discovery learning pada materi laju reaksi.

4. Untuk mengetahui respon siswa terhadap modul berbasis discovery learning pada materi laju reaksi.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai:

1. Bagi Peneliti

Peneliti mendapatkan banyak pengetahuan serta pengalaman yang berharga dalam menganalisis buku serta mampu mengembangkan bahan ajar kimia berbasis discovery learning.

2. Bagi Siswa

Bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dalam pembelajaran materi laju reaksi.

3. Bagi Guru

Bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan guru untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dalam pembelajaran materi laju reaksi.

4. Bagi Sekolah

Meningkatkan hasil belajar siswa melalui peningkatan kualitas pembelajaran sehingga meningkatkan kualitas sekolah.

(7)

5. Bagi Mahasiswa atau Peneliti Selanjutnya.

Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam pengembangan bahan ajar sehingga kualitas bahan ajar menjadi lebih baik.

1.7 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menyamakan pandangan mengenai beberapa istilah yang digunakan sebagai judul penelitian.

1. Pengembangan Bahan Ajar

Pengembangan bahan ajar adalah suatu cara yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan teoritis, dan konseptual dalam mencapai suatu hasil yang lebih bermutu dari sebelumnya.

2. Modul

Modul merupakan salah satu bahan ajar yang berisi satu unit materi belajar, yang dapat dibaca atau di pelajari seseorang secara mandiri.

3. Pembelajaran berbasis Discovery Learning

Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar

tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi diri.

4. Laju Reaksi

Laju reaksi merupakan salah satu materi kimia yang membahas tentang konsentrasi dari reaktan ataupun persatuan perubahan.

Referensi

Dokumen terkait

Remaja pria maupun wanita meniru tingkah laku orang tua yang sama jenis kelaminnya karena remaja ingin seperti orang tua. Anak laki-laki ingin seperti ayah dan

Tujuan penelitian ini yaitu mengembangkan strategi pemasaran untuk meningkatkan minat peserta didik SMP Kristen Satya Wacana Salatiga. Penelitian ini merupakan

Melihat keadaan tersebut, maka dapat diangkat sebuah penelitian yang berjudul: “Kreativitas Siswa dalam Pengolahan Limbah Plastik Menjadi Karya Seni (Studi terhadap

Dan oleh sebab itu kegiatan ekstrakurikuler ini sangat lah diharapkan kerjasama antar orang tua setiap siswa, guru, masyarakat dan juga pemerintah, agar kegiatan ini

Pada penelitian sebelumnya peneliti membahas tentang pengaruh gangguan saat menstruasi terhadap aktivitas belajar siswi SMP Plus Al- Fatimah Bojonegoro, akan tetapi pada

Konflik minangka samubarang kang dramatik, munjer marang kedadeyan ing antarane loro kekuwatan kang padha lan nuwuhake aksi lan aksi walesan (Wellek & Werren,

Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan digunakan oleh peneliti yaitu subjek dalam penelitian milik Lailis adalah iklan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas likopen sebagai senyawa antibakteri dengan mengetahui zona hambat likopen terhadap bakteri Salmonella thypi.. Penelitian ini