PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP KEJENUHAN BELAJAR SISWA
EFFECT OF GROUP COUNSELING SERVICE TO STUDENT LEARNING BOREDOM
Oleh:
Andi Samsudin Universitas Halu Oleo Email: [email protected]
Kata Kunci:
Kejenuhan Belajar, Bimbingan
Kelompok
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah layanan bimbingan kelompok dapat mengurangi kejenuhan belajar siswa SMA Muhammadiyah Kendari. Jenis penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen dengan desain one-grup pre-test dan post-test. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 8 orang siswa dari kelas XI IPS SMA Muhammadiyah Kendari. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa angket kejenuhan belajar. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis dengan langkah-langkah analisis deskriptif dan analisis inferensial. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan Wilcoxon signed rank dengan taraf yang signifikan α = 0,05 diperoleh Pvalue = 0,030 oleh karena Pvalue > α (0,30 > 0,12). Maka dapat disimpulkan layanan bimbingan kelompok berpengaruh dalam mengurangi kejenuhan belajar siswa SMA Muhammadiyah Kendari.
Keywords:
Learning Boredom, Group Guidance
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the whether group guidance services can reduce learning burnout of Muhammadiyah Kendari high school students.
This type of research is a pre-experimental study with a one-group pre-test and post-test design. Subjects in this study were 8 students from class XI IPS SMA Muhammadiyah Kendari. The data collection technique in this study was a learning saturation questionnaire. The data collected in this study were analyzed using descriptive analysis steps and inferential analysis. The results of hypothesis testing using the Wilcoxon signed rank with a significant level of α = 0.05 obtained Pvalue = 0.030 because Pvalue> α (0.30 > 0.12). So it can be concluded that group guidance services have an effect in reducing the boredom of learning of Muhammadiyah Kendari high school students.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan juga bisa menemukan hal- hal baru yang akan dijadikan pedoman untuk kehidupan ke depanya. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam pendidikan, terdapat unsur-unsur yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi pendidik agar proses pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Menurut, Tirtarahardja dan Sulo (2005: 2) unsur-unsur pendidikan meliputi: 1) subjek yang dibimbing (peserta didik), 2) orang yang membimbing (pendidik), 3) intersaksi antara peserta didik dan pendidik (interaksi edukatif), 4) ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan), 5) pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan), 6) cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode) dan 7) tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Pada hakekatnya pembelajaran adalah konsep dari dua dimensi kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Hal utama yang harus dilakukan oleh guru untuk dapat mencapai pendidikan adalah, semaksimal mungkin mampu menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar mengajar dan adanya rencana dan arahan pada pencapaian tujuan atau penguasan sejumlah kompetensi dan indikator sebagai gambaran hasil belajar. Proses pembelajaran pada umumnya tidak terlepas dari unsur subjek atau pihak-pihak sebagai aktor penting. Muhadjir (Siswoyo, 2011: 95) menyebutkan aktor-aktor penting itu sebagai subjek penerima disatu pihak ada subjek pemberi di pihak yang lain dalam suatu interaksi pendidikan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka subjek pemberi dalam konteks ini adalah guru dan subjek penerima adalah siswa. Dalam proses pembelajaran juga tidak selamanya berjalan dengan baik. Siswa seringkali mengalami hambatan-hambatan dalam belajar salah satunya adalah yakni kejenuhan (burnout) belajar.
Banyaknya aktifitas dan kegiatan sekolah, serta tuntutan-tuntutan yang harus dilakukan oleh siswa dapat menyebabkan gejala-gejala seperti siswa merasa kelelahan pada seluruh bagian indera, dan kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, timbul rasa bosan, kurang motivasi, kurang perhatian, kurangnya minat dalam belajar. Sesuai dengan penelitian Walker (Nasution, 2007: 6) terhadap 60 orang remaja membuktikan bahwa penyebab utama ketegangan dan masalah yang ada pada remaja berasal dari hubungan dengan teman dan keluarga, tekanan dan harapan dari mereka sendiri dan orang lain, serta tekanan sekolah oleh guru dan pekerjaan rumah.
Kejenuhan tidak semata-mata disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan siswa tetapi metode guru juga sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Guru yang hanya menggunakan metode ceramah atau mengajar yang sifatnya monoton dapat menyebabkan jenuh pada diri siswa. Secara harfiah, arti kejenuhan ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memroses item-item informasi atau pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seakan-akan “jalan di tempat”. Bila kemajuan belajar yang jalan di tempat ini kita gambarkan dalam bentuk kurva, yang akan tampak adalah garis mendatar yang lazim disebut plateau (Syah, 2014: 162).
Menurut Maslach dan Leiter (1997) kejenuhan (burnout) adalah sindrom psikologis ditandai dengan kelelahan, sinisme dan ketidakberhasilan. Kejenuhan merupakan hasil dari tekanan emosional yang konstan dan berulang, yang diasosiasikan dengan keterlibatan yang intensif dalam hubungan antar personal untuk jangka waktu yang lama. Seperti halnya yang terjadi di SMA Muhammadiyah Kendari. Dari hasil wawancara dengan guru BK pada tanggal 9 januari tahun 2019 diketahui bahwa terdapat beberapa siswa yang mengalami masalah kejenuhan belajar. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa siswa yang bolos, keluar masuk kelas saat jam pelajaran berlangsung dan tidak memerhatikan guru pada saat menjelaskan materi pelajaran. Dari hasil tersebut ada indikasi
kejenuhan. Penanganan dari masalah tersebut telah dilakukan oleh guru BK yang bekerjasama dengan wali kelas dengan memberikan teguran dan wejangan tetapi tidak berhasil. Dari uraian tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa-siswa masih mengalami kejenuhan belajar untuk itu perlu diberikan penanganan khusus.
Upaya untuk mengatasi kejenuhan belajar siswa di SMA Muhammadiyah Kendari akan diberikan salah satu layanan bimbingan konseling yaitu layanan bimbingan kelompok, di mana dalam kegiatan tersebut terdapat aktifitas kelompok untuk memberikan informasi dan membahas masalah- masalah belajar, sosial, pribadi dan karir secara bersama-sama. Dengan layanan bimbingan kelompok dapat merangsang pemikiran siswa dengan diskusi bersama, dapat meningkatkan kemampuan kemandirian dan tanggung jawab, belajar keterampilan yang efektif, membuat perencanaan khusus untuk merubah tingkah laku tertentu dengan kesadaran diri sendiri sungguh-sungguh untuk sepenuhnya menjalankan rencana itu dan menemukan berbagai kemungkinan cara menghadapi persoalan-persoalan dan upaya mengentaskan konflik-konflik tertentu (Folastri dan Rangka, 2016:
18).
Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu layanan atau cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu/ klien (siswa) melalaui kegiatan kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok aktifitas dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu (siswa) yang menjadi peserta layanan.
Dalaam layanan bimbingan kelompok dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama dalam anggota kelompok. Masalah yang menjadi topik pembicaraan dalam layanan bimbingan kelompok, dibahas melalui suasana dinamika kelompok secara intens dan konstruktif, diikuti oleh semua anggota kelompok dibawah bimbingan pimpinan kelompok (pembimbing atau konselor) (Tohirin, 2007: 170). Berdasarkan uraian tersebut tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan layanan bimbingan kelompok terhadap kejenuhan belajar siswa di SMA Muhammadiyah Kendari.
Pengertian Kejenuhan Belajar
Menurut Maslach dan Leiter (1997) kejenuhan (burnout) adalah sindrom psikologis ditandai dengan kelelahan, sinisme, dan ketidakberhasilan, sementara Silvar (2001: 22) menjelaskan kejenuhan belajar merupakan suatu kondisi peserta didik mengalami keletihan fisik, emosional, dan mental akibat intesintas yang lama terhadap tuntutan akademis. Rebber (Syah 2014: 188) menjelaskan kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil.
Seorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam waktu tertentu saja, misalnya seminggu. Namun, tidak sedikit siswa yang mengalami rentang waktu yang membawa kejenuhan itu berkali-kali dalam satu periode belajar tertentu. Menurut Hakim (2000: 62) kejenuhan belajar adalah suatu kondisi mental seseorang saat mengalami rasa bosan dan lelah yang amat sangat sehingga mengakibatkan timbulnya rasa enggan, lesu tidak bersemangat melakukan aktivitas belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kejenuhan belajar merupakan suatu kondisi emosional saat mengalami rasa bosan dan lelah sebagai tuntutan pekerjaan akademik yang meningkat sehingga mengakibatkan rasa enggan dalam melakukan aktivitas belajar.
Ciri-ciri Kejenuhan Belajar
Maslach (1998: 69) menjelaskan kejenuhan memunyai ciri-ciri atau gejala psikologis berikut:
1. Kelelahan emosional yaitu individu akan merasakan lelah yang berlebihan baik secara emosional dan fisik. Individu merasa kosong, kehabisan energi, dan tidak mampu untuk melepaskan kelelahannya serta tidak berdaya dalam belajar. Kelelahan ini merupakan reaksi pertama dari stress karena tuntutan pelajaran ditunjukkan dengan merasa gagal dalam belajar, mudah marah dan benci, merasa bersalah dan menyalahkan, merasa lelah dan letih setiap hari.
2. Sinis atau depersonalisasi yaitu usaha individu untuk melindungi diri dari kelelahan dan
kekecewaan. Individu merasa nyaman dengan bersikap acuh tak acuh, dan merasa tidak ada manfaat dari belajar ditunjukkan dengan enggan terlibat aktif dalam kegiatan belajar, kehilangan minat dan antusias untuk belajar, merasa terbebani dengan banyak tugas belajar.
3. Menurunnya keyakinan akademis yaitu kehilangan semangat belajar, mudah menyerah dan merasa tidak kompeten, tidak percaya diri, dan motivasi rendah dalam belajar.
Selanjutnya, Syah (2014:163) menjelaskan kejenuhan belajar memiliki ciri-ciri atau gejala- gejala sebagai berikut:
1. Merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari proses belajar tidak ada kemajuan. Siswa yang mulai memasuki mulai kejenuhan dalam belajarnya merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperolehnya dalam belajar tidak meningkat, sehingga siswa merasa sia-sia dengan waktu belajarnya.
2. Sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagai mana yang diharapkan dalam memroses informasi atau pengalaman, sehingga mengalami stagnan dalam kemajuan belajarnya. Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh, sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memroses berbagai informasi yang diterima atau pengalaman baru didapatnya.
3. Kehilangan motivasi dan konsolidasi. Siswa dalam keadaan jenuh merasa bahwa dirinya tidak lagi memunyai motivasi yang dapat membuatnya bersemangat untuk meningkatkan pemahamanya terhadap pelajaran yang diterimanya atau dipelajarinya.
Kiat-kiat Mengatasi Kejenuhan Belajar
Menurut Maslach, Schaufeli dan Leiter (2001: 397-422) kiat-kiat untuk mengatasi kejenuhan belajar yaitu.
1. Changing the Individual (mengubah individu), yaitu intervensi pendidikan untuk menambah kapasitas individu ditempat kerja. Sehingga dapat mengurangi level burnout. Training merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas individu. Mengubah individu paling tepat yaitu individu tersebut melakukan coping pada dirinya. Kedua menerapkan pengetahuan baru di tempat kerja dapat menjadi tantangan karena orang bekerja dengan berbagai kendala. Peran individu di tempat kerja mengharuskan berperilaku dengan cara sesuai prosedur organisasi yang telah ditetapkan. Rekan kerja ditunjuk sesuai dengan fungsi pekerjaan individu. Dengan demikian jika ada perubahan yang signifikan dengan cara kerja maka perlu adanya pemahaman tentang konsekuensi perubahan organisasi tersebut. Berbagai macam cara yaitu pelatihan terhadap stress, relaksasi, manajemen waktu, pelatihan dalam keterampilan interpersonal dan sosial, team building, manajemen tuntutan profesioanal, dan meditasi.
2. Changing the Organization (mengubah organisasi), yaitu menggabungkan intervensi pada manajerial pendidikan yang dijelaskan untuk mengubah individu. Pekerja dapat menolerir beban kerja yang besar jika dihargai dalam pekerjaanya sesuai dengan usaha yang pekerja lakukan.
Kegiatan atau program yang dibuat oleh perusahan untuk menanggulangi masalah burnout seperti kegiatan refreshing untuk seluruh pekerja untuk seluruh pekerja, melakukan rotasi kerja dalam segala bentuk keputusan dalam pembuatan program tersebut untuk mengurangi atau menanggulangi masalah burnout yang disebabkan oleh faktor pekerjaan. Salah satu keuntungan pendekatan intervensi gabungan dari manajerial dengan pendidikan yaitu cenderung menekankan membangun keterlibatan dengan pekerjaan. Keterlibatan ini memungkinkan pekerja lebih dekat dengan misi organisasi terutama aspek-aspek yang berkaitan kualitas kerja dengan organisasi.
Sebuah lingkungan kerja yang dirancang untuk mendukung pekerkembang energi yang positif, semangat, keterlibatan, dedikasi dan efektifitas produktifitas pekerja.
Bimbingan Kelompok
Prayitno (2004) menjelaskan bimbingan kelompok yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi bebas mengemukakan pendapat, menanggapi, dan saling memberi saran satu sama lain. Menurut Sulistyarini dan Jauhar (2014: 169-170) layanan bimbingan kelompok yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok untuk untuk memperoleh berbagai bahan baru dan narasumber tertentu, (guru, pembimbing, atau konselor) dan/ atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupan sehari-hari dan/ atau untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dan pengambilan keputusan dan atau/ atau tindakan tertentu. Nurihsan (2006: 23) menjelaskan bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok.
Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktifitas kelompok membahas masalah-masalah belajar, karir, pribadi dan sosial.
Berdasarkan defenisi bimbingan kelompok dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok adalah salah satu layanan dalam bimbingan konseling untuk membantu peserta didik yang dilaksanakan dalam situasi kelompok guna membahas permasalahan atau penyampaian informasi yang terkait dengan belajar, karir, pribadi dan sosial.
Tahapan-tahapan Layanan Bimbingan kelompok
Prayitno (2004: 18-19), tahap-tahap pelaksanaan layanan bimbinga kelompok melalui empat tahap, yaitu:
1. Tahap pembentukan, yaitu tahapan untuk untuk membentuk sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama.
Tujuan tahap pembentukan ini yaitu: a) anggota memahami pengertian dalam kegiatan kelompok dalam rangka bimbingan kelompok, b) tumbuhnya suasana kelompok, c) tumbuhnya minat anggota kelompok untuk mengikuti kegiatan kelompok, d) tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima, dan membantu di antara para anggota, e) tumbuhnya suasana bebas dan terbuka, dan f) dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam kelompok.
2. Tahap peralihan, yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok. Tujuan tahap peralihan ini yaitu: a) terbebaskanya anggota kelompok dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya, b) makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan, dan c) makin mantapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok.
3. Tahap kegiatan, yaitu tahapan “kegiatan inti” untuk membahas topik-topik tertentu.
4. Tahap pengakhiran, yaitu tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya.
Teknik-teknik dalam Layanan Bimbingan Kelompok
Prayitno (2004: 27) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok terdiri dari dua teknik kegiatan, yakni teknik umum (pengembangan dinamika kelompok) dan permainan kelompok.
1. Teknik umum: pengembangan dinamika kelompok
Secara umum, teknik-teknik yang digunakan oleh pemimpin kelompok dalam menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok, dalam rangka mencapai tujuan layanan. Teknik-teknik ini secara garis besar meliputi:
a. Komunikasi multi arah secara efektif, dinamis dan terbuka.
b. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan, diskusi, analisis, pengembangan argumentasi.
c. Dorongan minimal untuk memantapkan respon dan aktivitas anggota kelompok.
d. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh untuk lebih memantapkan analisis, argumentasi, dan pembahasan.
e. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku yang dikehendaki.
Teknik tersebut diawali dengan penstrukturan untuk memberikan penjelasan dan pengarahan pendahuluan tentang layanan bimbingan kelompok. dalam pada itu, berbagai kegiatan selingan ataupun permainan dapat diselenggarakan untuk memperkuat “jiwa” kelompok, memantapkan
pembahasan, dan/ atau relaksasi. Sebagai penutup, kegiatan pengakhiran dilaksanakan. Segenap teknik tersebut diterapkan oleh pemimpin kelompok secara tepat waktu, tepat isi, tepat sasaran, dan tepat cara, sehingga pemimpin tampil berwibawa, bijaksana, bersemangat dan aktif, berwawasan luas dan terampil.
2. Permainan Kelompok
Dalam penyelenggaran bimbingan kelompok seringkali dilakukan permainan kelompok, baik sebagai selingan maupun sebagai wahana yang membuat materi pembinaan tertentu. Permainan kelompok yang efektif bercirikan a) sederhana, b) menggembirakan, c) menimbulkan suasana rileks, d) meningkatkan keakraban, dan e) diikuti oleh semua anggota kelompok. Jenis permainan adalah sebagai berikut:
a. “Rangkaian Nama”
b. “Kata Kalimat” atau “Kalimat Bengkak”
c. “Tiga Dot”
d. “Si Kembar: Ana dan Ani”
e. “Kebun Binatang” atau “Taman Bunga”
f. “Bisik Berantai”
g. “Mengapa-Karena”
h. Permainan kelompok yang bersifat kreatif dapat dikembangkan oleh pemimpin kelompok, dan juga oleh para anggota kelompok.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah Kendari yang beralamat di JL. K.H. Ahmad Dahlan No.19, Kandai, Kendari, Kota Kendari. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2019. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain pra eksperimen dengan bentuk one-group pretest-posttest design. Pra eksperimen merupakan susunan desain penelitian yang dilakukan dengan jalan memberikan perlakuan kepada subjek tanpa adanya kelompok kontrol (Latipun, 2002: 68). Dengan demikian bentuk desain pra eksperimen yang digunakan adalah one group pre-test and post-test design.Jika pre-test (O1) dan post-test (O2) dibuat pada hari yang berbeda, maka kejadian-kejadian di antaranya sudah menyebabkan perbedaan (Shadish, Cook dan Campbell, 2002: 12). Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1
Desain Penelitian One Group Pre-test Post-test
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA Muhammadiyah Kendari Kelas XI IPS yang terindikasi mengalami kejenuhan belajar, kejenuhan belajar siswa dapat diketahui melalui skor pre- test (tes awal) dengan menggunakan Angket Kejenuhan Belajar, untuk mendapatkan subjek dalam penelitian ini maka akan dicari skor yang paling rendah. Teknik pengumpulan data menggunakan angket kejenuhan belajar yang disusun berdasarkan ciri-ciri kejenuhan belajar menurut Maslach, yaitu: 1) kelelahan emosional, 2) sinis atau depersonalisasi dan 3) menurunya keyakinan akademik.
Angket disajikan dengan menggunakan skala Likert dengan kategori jawaban SS: sangat sesuai, S:
sesuai, KS: kurang sesuai, dan TS: tidak sesuai.
Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran kejenuhan belajar siswa maka skor jawaban akan dikonversikan ke dalam 5 kategori yang terdiri dari Sangat Sesuai, Sesuai, Kurang Sesuai, Tidak Sesuai. Teknik Analisis Inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistika non parametrik yaitu dengan uji Wilcoxon Signed Rank untuk melihat ada tidaknya perbedaan gain score antara pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan skor perilaku siswa pada saat sebelum diberikan treatment (pre-test), dan sesudah diberikan treatment (post-test).
O1 X O2
Pre-test Treatment Post-test
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian
Gambaran Kejenuhan Belajar Siswa Sebelum Diberikan Perlakuan (Pre test)
Gambaran kejenuhan belajar siswa SMA Muhammadiyah Kendari sebelum diberikan perlakuan (Pre- test) dapat diketahui berdasarkan hasil pengisian angket kejenuhan belajar yang diberikan pada 8 orang siswa. Skor pre-test yang diperoleh dari subjek penelitian dikonversikan dalam kategori penilaian dengan menggunakan analisis deskriptif persentase, sebagaimana yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 1
Skor Pre-test Siswa Sebelum Diberikan Layanan Bimbingan kelompok
No Nama Jenis Kelamin Skor % Kriteria Pre-test
1 KM P 163 68% Tinggi
2 L P 150 62,5% Tinggi
3 AS P 182 76% Tinggi
4 K P 173 72% Tinggi
5 R P 208 87% Tinggi
6 DW P 193 80% Sangat Tinggi
7 I L 167 69,5% Tinggi
8 GE P 216 90% Sangat Tinggi
Jumlah 1452
Sangat Tinggi
Rata-rata 181,5 79%
Gambaran Kejenuhan Belajar Siswa Setelah Diberikan Perlakuan (Post test)
Gambaran kejenuhan belajar siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah Kendari setelah diberikan perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok dapat diketahui berdasarkan hasil analis angket kejenuhan belajar siswa, sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 2
Skor Post-test Siswa Setelah Diberikan Layanan Bimbingan Kelompok
No Nama Jenis Kelamin Skor % Kriteria Post-test
1 KM P 139 59% Rendah
2 L P 144 60% Tinggi
3 AS P 129 54% Rendah
4 K P 130 54,1% Rendah
5 R P 122 51% Rendah
6 DW P 119 49,5% Rendah
7 I L 125 52% Rendah
8 GE P 115 48% Rendah
Jumlah 1023
Rendah
Rata-rata 127.9 54%
Gambaran Kejenuhan Belajar Siswa Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan
Berdasarkan hasil analis data, maka dapat diperoleh gambaran kejenuhan siswa kelas XI IPS Muhammadiyah Kendari sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Adapun hasil anlisis data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3
Perbandingan Indikator Pre-Test dan Post-Test
No Responden
Skor % Kategori %
Penurunan Pre-Test Post-Test Pre-Test Post-Test
1. KM 68% 59% Tinggi Rendah 9%
2. L 62,5% 60% Tinggi Tinggi 2,5%
3. AS 76% 54% Tinggi Rendah 22%
4. K 72% 54,1% Tinggi Rendah 17,9%
5. R 87% 51% Tinggi Rendah 36%
6. DW 80% 49,5% Sangat Tinggi Rendah 30,5%
7. I 69,5% 52% Tinggi Rendah 17,5%
8. GE 90% 48% Sangat Tinggi Rendah 42%
Rata-rata 79% 54% Sangat Tinggi Rendah Rendah
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa sebelum diberi perlakuan (pre-test) tingkat kejenuhan belajar siswa masuk dalam kategori tinggi dengan skor persentase rata-rata 79%.
Sedangkan, setelah diberikan perlakuan (post-test) tingkat kejenuhan belajar siswa berada kategori rendah dengan skor persentase rata-rata 54%. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat kejenuhan belajar siswa SMA Muhammadiyah Kendari mengalami penurunan sebesar 25% setelah diberikan perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok.
Analisis data untuk mengetahui layanan bimbingan kelompok berpengaruh dalam mengurangi kejenuhan belajar siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah Kendari dilakukan analisis non parametik dengan uji Wilcoxon Signed Rank. Hasil penghitungan uji Wilcoxon signed rank. Dengan menggunakan SPSS 16.00. Berdasarkan analisis statistik inferensial dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh Pvalue = 0,30 oleh karena Pvalue > α (0,30 > 0,12) maka Ho ditolak. Hal ini berarti layanan bimbingan kelompok berpengaruh terhadap penurunan kejenuhan siswa.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis, rata-rata indikator kejenuhan belajar siswa sebelum diberikan perlakuan adalah 79% dan masuk dalam kategori tinggi. Setelah diberikan perlakuan, rata-rata indikator kejenuhan belajar siswa mengalami penurunan 25% sehingga menjadi 54% dan masuk dalam kategori rendah. Indikator yang mengalami penurunan tertinggi adalah indikator kedua dengan penurunan sebesar 17,5%. Terjadi penurunan dikarenakan dalam pemberian layanan bimbingan kelompok menggunakan teknik diskusi dan tanya jawab dan didukung oleh materi yang tepat serta semua anggota kelompok antusias mendengarkan materi, mau memberikan pertanyaan dan berani menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain. Sedangkan indikator yang mengalami penurunan terendah adalah indikator ketiga dengan penurunan 9%. Hal ini dikarenakan materi menurunnya keyakinan akademik diberikan pada pertemuan terakhir. Pada pertemuan ini siswa mulai bosan, bahkan ada siswa yang tidak mau mengikuti pelaksanaan bimbingan kelompok akan tetapi pemimpin kelompok berusaha membujuk siswa agar mau mengikuti pelaksanaan bimbingan kelompok.
Layanan bimbingan kelompok dapat mengurangi kejenuhan belajar siswa yang tinggi, sebagaimana yang diperoleh sebagai hasil dalam penelitian ini bahwa tingkat kejenuhan belajar siswa kelas XI IPS SMA Muhammadiyah Kendari mengalami penurunan kejenuhan belajar siswa sebesar 25%. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Muna (2013) dengan hasil penelitian tingkat kejenuhan belajar dari 34 siswa pada kategori tinggi sebanyak 14 siswa (41,17%), siswa dengan tingkat kejenuhan belajar pada kategori sedang sebanyak 9 siswa
(26,47%), sedangkan siswa yang mengalami tingkat kejenuhan belajar pada kategori rendah sebanyak 11 siswa (32,36%). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa layanan bimbingan kelompok dalam mengurangi kejenuhan belajar tingkat penurunan yang signifikan.
Bimbingan kelompok merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa. Hal ini dikarenakan bimbingan kelompok adalah untuk membantu siswa mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya melalui dinamika kelompok yang muncul selama proses bimbingan kelompok.
Prayitno (2004) menjelaskan bimbingan kelompok yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi bebas mengemukakan pendapat, menanggapi, dan saling memberi saran satu sama lain.
Setelah diberikan perlakuan (treatment) berupa layanan bimbingan kelompok, siswa selanjutnya mengisi post-test yang diberikan oleh peneliti. Tujuan dari pemberian post-test adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan perlakuan dan penurunan kejenuhan belajar siswa setelah diberikan layanan bimbingan kelompok. Dalam hal ini untuk mengetahui tingkat penurunan dari indikator kejenuhan belajar yang dikemukakan oleh Maslach (1997) yaitu kelelahan emosional, sinis/ depersonalisasi dan menurunya keyakinan akademik.
Dalam pemberian layanan bimbingan kelompok dengan materi kelelahan emosional, terbukti siswa yang terindikasi mengalami kejenuhan belajar mengalami penurunan sebesar 7%. Terjadi penurunan karena adanya dinamika yang terjadi dalam sebuah kelompok di mana siswa-siswa terlihat aktif dalam diskusi, rasa kebersamaan dalam kelompok dan keaktifan siswa dalam menanggapi materi yang disampaikan. Materi sinis atau depersonalisasi mengalami penurunan sebesar 13%, terjadinya penurunan yang tinggi karena pada pertemuan ini peneliti lebih cepat dalam mencairkan suasana kelompok, karena anggota kelompok sudah terlihat lebih santai dan terlihat akrab dengan sesama anggota kelompoknya. Salah satu siswa juga bertanya tentang ciri-ciri dari materi yang dibahas dan siswa-siswa lainya menaggapi pertanyaan tersebut sehingga dinamika kelompok pada pertemuan ini sangat terbentuk. Sedangkan pada materi menurunya keyakinan akademik terjadi penurunan sebesar 5% terjadi penurunan kurang baik karena materi ini diberikan pada pertemuan terakhir sehingga siswa mulai bosan dan terlihat canggung untuk mengikuti materi, bahkan ada salah satu siswa yang tidak mau berpartisipasi kembali dalam kelompok.
Dalam penurunan kejenuhan belajar siswa, guru bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan bimbingan kelompok. Pada pelaksanaan layanaan bimbingan kelompok, dinamika kelompok memiliki peranan penting dalam mengurangi kejenuhan belajar siswa, di mana anggota kelompok saling berinteraksi membahas topik yang diberikan oleh pemimpin kelompok, dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab untuk memperdalam materi. Sehingga siswa mengetahui tujuan diadakannya layanan bimbingan kelompok, yakni sebagai upaya untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa serta anggota kelompok membuat komitmen bahwa apa yang telah dibahas selama pemberian layanan bimbingan kelompok dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Prayitno (2004 : 3) layanan bimbingan kelompok dapat digunakan untuk mengubah dan mengembangkan sikap dan perilaku yang tidak efektif menjadi lebih efektif. Melalui layanan bimbingan kelompok siswa dilatih untuk mampu melakukan kegiatan secara berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Bimbingan kelompok sebagai media dalam uapaya membimbing individu yang memerlukan bantuan, dalam hal ini yaitu individu yang memerlukan bantuan untuk mengembangkan karakter disiplin dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji coba hipotesis dengan menggunakan wilcoxon signed rank pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh Pvalue = 0,030 oleh karena Pvalue > α (0,30 > 0,12) dengan demikian H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat mengurangi kejenuhan belajar siswa SMA Muhammadiyah Kendari.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Muhammadiyah Kendari maka saran yang dapat diberikan adalah:
1. Untuk Sekolah, hendaknya sekolah mendukung penuh guru BK dalam memrogram dan mengaplikasikan layanan bimbingan kelompok yang terbukti efektif dalam mengatasi masalah siswa, khususnya dalam upaya mengurangi kejenuhan belajar siswa.
2. Bagi Guru BK, hasil penelitian sudah terbukti efektif, sehingga diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk mengatasi masalah siswa, khususnya dalam mengurangi kejenuhan belajar siswa melalui layanan bimbingan kelompok.
3. Bagi Siswa, siswa lebih proaktif ikut serta yang merasa terindikasi mengalami kejenuhan belajar dan dapat mengaplikasikan apa yang telah diperoleh dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok dan dalam pelaksanaan kegiatan layanan BK selanjutnya lebih memerhatikan ketika pemimpin kelompok menyampaikan materi, sehingga dapat lebih memahami apa yang telah disampaikan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya, hendaknya peneliti selanjutnya khususnya yang menerapkan layanan bimbingan kelompok dalam mengurangi kejenuhan belajar siswa untuk lebih memerhatikan pengorganisasian. Selain itu, hendaknya memerhatikan kenyamanan siswa seperti ketersediaan ruangan khusus untuk melaksanakan layanan bimbingan kelompok. Selanjutnya agar lebih mengembangkan metode pengukuran kejenuhan belajar siswa, misalnya menggunakan metode observasi (pengamatan) dalam mengurangi kejenuhan belajar siswa sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Daftar Pustaka
Folastri., S & Rangka, I.B. (2016). Prosedur Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Bandung:
Muhadjid Press.
Hakim, T. (2010). Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
Maslach, C. (1998). A Multidimensional Theory of Burnount. In C. L. Copper (ED), Theories of Organizational Stress. Oxford, England: Oxford University Press.
Maslach, C. & Leiter M. P. (1997). The Truth About Burnout: How Organizations Cause Personal Sterss and to do About it. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.
Maslach, C., Schaufeli, W.B. & Leiter, P. (2001). Job Burnout. Annual Revisi Psychology.
Nasution, I.K. (2007). Stres Pada Remaja. Medan: Publikasi Program Studi Psikologi Universitas Sumatra Utara.
Prayitno. (2004). Layanan Bimbingan Kelompok dan Konseling Kelompok. Universitas Negeri Padang Press.
Siswoyo, D. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Syah, M. (2014). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tirtarahardja, U & La sulo. S. L. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.