• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 dengan menggunakan media visual.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 dengan menggunakan media visual."

Copied!
365
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGWUNI 1 DENGAN PENGGUNAAN

MEDIA VISUAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh : Galih Hema Suryani

091134131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Allah SWT atas segala anugerah dan ridho yang telah Ia berikan

2. Ayahku Acuk Cholistoto dan Ibuku Nurwati Rokhaeti tercinta yang selalu ada di hatiku

3. Adikku Metta Kusumawati yang menjadi sahabat hidupku dalam suka dan duka

4. Ibu Catur Rismiati dan Ibu Eny Winarti yang menjadi motivatorku dalam penyelesaian skripsi ini

5. Dwi Puji Nurcahya yang selalu memberi motivasi dan waktunya untukku 6. Sahabatku Gendis Ayuningtyas, Mieske Eka Riadina, Nika Musrifah,

Chrisma Tri Agus Pawistri, yang selalu ada untukku dalam suka dan duka 7. Agus Tri Handoko, Triyanti Fitasari, Deliana Ciciliawati dan Josephine

Melisa yang bersedia membantuku dalam penyelesaian skripsi ini 8. Teman-teman seperjuangan kelompok studi skripsiku yang memberikan

canda tawa, motivasi dan pencerahan dalam gelapku

9. Teman-teman kelas B yang selalu memberi dukungan selama 8 semester belajar bersama

(5)

MOTTO

“Success is not the key to happiness. Happiness is the key to success. If you love what you are doing, you will be successful”

__Albert Schweitzer__

“There are no gains without pains”

__Benjamin Franklin__

“Hidup adalah film terbaik sepanjang masa karena semua terekam tak pernah mati”

__R.R dan The Upstairs__

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGWUNI 1

DENGAN PENGGUNAAN MEDIA VISUAL

Oleh: Galih Hema Suryani

NIM 091134131

Pembelajaran mata pelajaran IPS siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 menunjukkan bahwa siswa kurang terlibat dalam pembelajaran. Penulis berasumsi bahwa kurang terlibatnya siswa ini mempengaruhi keaktifan dan prestasi belajar siswa. Hal tersebut didukung dengan data awal melalui observasi di kelas dan dokumentasi nilai ulangan harian siswa. Peneliti menggunakan media visual untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Tujuan utama penggunaan media visual ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa.

Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Perbedaan antara siklus 1 dan 2 adalah jenis media visual. Pada siklus 1 pembelajaran menggunakan media visual hitam putih, sedangkan pada siklus 2 menggunakan unsur warna dan kata. Subjek penelitian ini adalah 18 siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1. Data keaktifan belajar dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi dan data prestasi belajar diperoleh dengan rubrik dan tes objektif. Perolehan data keaktifan dan prestasi belajar masing-masing diolah dengan menggunakan rumus perhitungan statistik sederhana yaitu rata-rata (mean). Hasil perhitungan akhir data-data penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan media visual dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1.

(9)

ABSTRACT

IMPROVING THE STUDENTS’ LEARNING INVOLVEMENT AND ACHIEVEMENT IN SOCIAL SCIENCE

FOR FOURTH GRADERS KARANGWUNI 1 ELEMENTARY SCHOOL BY USING VISUAL MEDIA

By:

Galih Hema Suryani Students’ Number: 091134131

The learning of Social Science for fourth graders Karangwuni 1 Elementary School showed that students were less participated. The researcher assumed that the students’ less participation affected the students’ involvement and learning achievement. It was supported by the first data through observations in the classroom and the students’ test score. In order to solve the problem, through Classroom Action Research (CAR), the researcher used visual media. The main purpose of using visual media was to improve students’ involvement and learning achievement in learning Social Science.

This research was conducted in two cycles. The difference between cycle 1 and cycle 2 was the type of the visual media. In cycle 1, the learning process used black and white visual media, whereas in cycle 2 used color elements and words. The subjects were 18 students of fourth graders Karangwuni 1 Elementary School. Data about the students’ involvement in learning was collected by using observation sheet. Besides, the data of learning achievement was collected by using rubrics and objective tests. Those data was analyzed by using an ordinary statistics to get the mean. The results of the research revealed that the use of visual media could improve the students’ involvement and Social Science learning achievement in fourth graders Karangwuni 1 Elementary School.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGWUNI 1 DENGAN PENGGUNAAN MEDIA VISUAL” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Santa Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Romo G. Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., MA., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan arahan, dorongan, semangat serta sumbangan pemikiran yang penulis butuhkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Eny Winarti, S.Pd., M.Hum., Ph.D selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan bantuan ide, saran, masukan, kritik, serta bimbingannya yang sangat berguna selama penelitian ini.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERTETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 11

1.3 Perumusan Masalah ... 11

1.4 Tujuan Penelitian ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

1.6 Batasan Pengertian ... 13

BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Kajian Teori ... 14

2.1.1 Teori Konstruktivisme Piaget ... 14

2.1.2 Teori Kognitif Piaget ... 15

2.1.3 Media Pembelajaran ... .17

2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 17

2.1.3.2 Pemilihan Media Pembelajaran ... 18

2.1.3.3 Macam-macam Media Pembelajaran ... 22

2.1.3.4 Unsur-unsur Media Visual ... 24

2.1.3.5 Peran Visual dalam Pembelajaran ... 26

2.1.3.6 Macam-macam Media Pembelajaran Visual yang Tidak Diproyeksikan ... 28

2.1.3.6.1 Gambar Mati atau Gambar Diam (Still Picture) ... 28

2.1.3.6.2 Bagan ... 31

2.1.3.6.3 Diagram... 31

2.1.3.6.4 Realia dan Model ... 32

2.1.3.6.5 Tabel ... 32

2.1.4 Belajar ... 33

2.1.4.1 Pengertian Belajar ... 33

2.1.5 Keaktifan Belajar ... 34

2.1.5.1 Pengertian Keaktifan Belajar ... 34

2.1.5.2 Macam-macam Keaktifan Belajar ... 35

2.1.5.3 Pengertian Keaktifan Belajar ... 36

2.1.5.4 Indikator Keaktifan Belajar ... 36

2.1.6 Prestasi Belajar ... 39

2.1.6.1 Pengertian Prestasi Belajar... 39

2.1.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 40

2.1.7 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 42

2.1.7.1 Pengertian IPS ... 42

2.1.7.2 Dimensi Pendidikan IPS ... 43

(13)

2.1.8.1 Pengertian PTK ... 44

2.1.8.2 Tujuan PTK ... 45

2.2 Penelitian yang Relevan ... 46

2.3 Kerangka Berpikir ... 51

2.4 Hipotesis Tindakan ... 54

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 57

3.2 Setting Penelitian ... 59

3.2.1 Tempat Penelitian ... 59

3.2.2 Waktu Penelitian ... 59

3.2.3 Subjek Penelitian ... 60

3.2.4 Objek Penelitian ... 60

3.3 Rencana Tindakan Tiap Siklus ... 61

3.3.1 Persiapan ... 61

3.3.2 Siklus I ... 62

3.3.2.1 Perencanaan ... 62

3.3.2.2 Pelaksanaan ... 63

3.3.2.3 Pengamatan ... 64

3.3.2.4 Refleksi ... 64

3.3.3 Siklus 2... 65

3.3.3.1 Perencanaan ... 65

3.3.3.2 Pelaksanaan ... 65

3.3.3.3 Pengamatan ... 67

3.3.3.4 Refleksi ... 67

3.4 Indikator dan Pengukuran Keberhasilan ... 67

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 70

3.5.1 Wawancara ... 70

3.5.2 Dokumentasi ... 72

3.5.3 Observasi... 72

3.6 Instrumen Pengumpulan Data ... 74

3.6.1 Tes ... 75

3.6.2 Non Tes ... 76

3.6.2.1 Lembar Observasi ... 76

3.6.2.2 Rubrik Penilaian ... 78

3.7 Validitas, Reliabilitas Instrumen dan Indeks Kesukaran ... 79

3.7.1 Validitas ... 79

3.7.2 Reliabilitas ... 82

3.7.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 84

3.7.3.1 Hasil Validitas Konstruk dan Validitas Isi ... 84

3.7.3.1.1 Hasil Validitas Silabus ... 86

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

TabelIII.1 Indikator dan Pengukuran Keberhasilan Siklus I ... 69

Tabel III.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 74

Tabel III.3 Lembar Observasi Keaktifan ... 77

Tabel III.4 Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 83

Tabel III.5 Hasil Validitas Silabus Siklus 1 ... 87

Tabel III.6 Hasil Validitas Silabus Siklus 2 ... 88

Tabel III.7 Hasil Validitas RPP Siklus 1 ... 89

Tabel III.8 Hasil Validitas RPP Siklus 2 ... 90

Tabel III.9 Hasil Perhitungan Empiris dengan Menggunakan SPSS 16 di Siklus 1 .... 95

Tabel III.10 Hasil Perhitungan Empiris dengan Menggunakan SPSS 16 di Siklus 2 .. 97

Tabel III.11 Uji Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus 1 ... 98

Tabel III.12 Uji Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus 2 ... 99

Tabel III.13 Perbandingan Jumlah Soal Sebelum dan Sesudah Validitas Soal Siklus 1 ... 100

Tabel III.14 Perbandingan Jumlah Soal Sebelum dan Sesudah Validitas Soal Siklus 2 ... 101

Tabel III.15 Analisis Tingkat Kesukaran ... 103

Tabel III.16 Indeks Kesukaran Soal Siklus 1 ... 104

Tabel III.17 Indeks Kesukaran Soal Siklus 2 ... 106

Tabel III.18 Kisi-kisi Indeks Kesukaran Soal Siklus 1 ... 108

Tabel III.19 Kisi-kisi Indeks Kesukaran Soal Siklus 2 ... 110

Tabel III.20 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 118

Tabel IV.1 Pencapaian Prestasi Belajar Siswa pada Siklus 1 ... 131

Tabel IV.2 Pencapaian Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus 1 ... 133

Tabel IV.3 Pencapaian Prestasi Belajar Siswa pada Siklus 2 ... 145

Tabel IV.4 Pencapaian Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus 2 ... 146

Tabel IV.5 Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa Siklus 1 Pertemuan ke-1 ... 148

Tabel IV.6 Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa Siklus 1 Pertemuan ke-2 ... 150

Tabel IV.7 Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa Siklus 1 Pertemuan ke-3 ... 151

Tabel IV.8 Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa Siklus 1 Pertemuan ke-4 ... 153

Tabel IV.9 Rangkuman Perhitungan Mean per Indikator Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus 1 ... 154

Tabel IV.10 Rangkuman Capaian Keaktifan Belajar Siswa per Indikator pada Silklus 1 ... 156

Tabel IV.11 Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus 2 Pertemuan ke-1 ... 158

Tabel IV.12 Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus 2 Pertemuan ke-2 ... 159

Tabel IV.13 Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus 2 Pertemuan ke-3 ... 160

Tabel IV.14 Rangkuman Perhitungan Mean per Indikator Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus 2 ... 161

(16)

Tabel IV.16 Hasil Evaluasi Tes Objektif Siswa pada Siklus 1 ... 166

Tabel IV.17 Hasil Penilaian Rubrik Aspek Kognitif Produk pada Siklus 1 ... 167

Tabel IV.18 Hasil Penilaian Rubrik Aspek Afektif pada Siklus 1 ... 168

Tabel IV.19 Hasil Penilaian Rubrik Aspek Psikomotor pada Siklus 1 ... 169

Tabel IV.20 Rangkuman Penilaian Prestasi Belajar Siswa Siklus 1 ... 170

Tabel IV.21 Hasil Evaluasi Tes Objektif Siswa pada Siklus 2 ... 172

Tabel IV.22 Hasil Penilaian Rubrik Aspek Kognitif Produk pada Siklus 2 ... 173

Tabel IV.23 Hasil Penilaian Rubrik Aspek Afektif pada Siklus 2 ... 174

Tabel IV.24 Hasil Penilaian Rubrik Aspek Psikomotorik pada Siklus 2 ... 175

Tabel IV.25 Rangkuman Penilaian Prestasi Belajar Siswa pada Siklus 2 ... 176

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Kerucut Pengalaman Dale ... 20

Gambar II.2 Diagram Antar Hubungan Penelitian yang Relevan... 51

Gambar III.1 Model Spiral Kemmis dan Taggart ... 59

Gambar IV.1 Grafik Capaian Keaktifan Belajar ... 163

Gambar IV.2 Grafik Prestasi Sswa yang Lulus KKM ... 177

Gambar IV.3 Foto Siswa Bertanya Kepada Guru dan Mengerjakan Tugas ... 182

Gambar IV.4 Foto Siswa Berdiskusi Kelompok Ketika Mengerjakan Tugas ... 182

Gambar IV.5 Foto Siswa Berdiskusi Kelompok dalam Mengerjakan Tugas ... 183

Gambar IV.6 Foto Kegiatan Presentasi Setiap Kelompok ... 184

Gambar IV.7 Foto Siswa Mengerjakan Tugas yang Diberikan oleh Guru ... 185

Gambar IV.8 Foto Siswa Mencari Sumber Informasi Ketika Mengerjakan Tugas .... 186

Gambar IV.9 Foto Siswa dan Guru Melakukan Tanya Jawab ... 187

Gambar IV.10 Foto Siswa Menyusun Kartu Domino Effect ... 189

Gambar IV.11 LKS pada Materi Perkembangan Teknologi Pangan ... 192

Gambar IV.12 LKS pada Materi Perkembangan Teknologi Komunikasi ... 193

Gambar IV.13 Hasil Evaluasi Siswa pada Siklus 1 ... 194

Gambar IV.14 Hasil Evaluasi Siswa pada Siklus 1 ... 195

Gambar IV.15 LKS pada Materi Jenis-jenis Masalah Sosial ... 198

Gambar IV.16 LKS pada Materi Cara Mengatasi Masalah Sosial ... 199

Gambar IV.17 LKS pada Materi Cara Mengatasi Masalah Sosial ... 200

Gambar IV.18 Hasil Evaluasi Siswa pada Siklus 2 ... 201

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I.1.Surat Keterangan Ijin Penelitian ... 211

Lampiran I.2.Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 212

Lampiran II.1.Data Awal Keaktifan Belajar Siswa ... 213

Lampiran II.2.Data Awal Prestasi Belajar Siswa ... 215

Lampiran III.1.Perangkat Pembelajaran Siklus 1 Sebelum Divalidasi ... 219

Lampiran III.2.Perangkat Pembelajaran Siklus 2 Sebelum Divalidasi ... 234

Lampiran IV.1.Perangkat Pembelajaran Siklus 1 Sesudah Divalidasi ... 253

Lampiran IV.2.Perangkat Pembelajaran Siklus 2 Sesudah Divalidasi ... 265

Lampiran V.1.Instrumen Pengumpulan Siklus 1 ... 281

Lampiran V.2.Instrumen Pengumpulan Siklus 2 ... 293

Lampiran VI.1.Validitas dan Taraf Kesukaran Siklus 1 ... 306

Lampiran VI.2.Validitas dan Taraf Kesukaran Siklus 2 ... 316

Lampiran VII.1.Hasil Penelitian Siklus 1 ... 327

Lampiran VII.2.Hasil Penelitian Siklus 1 ... 335

(19)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selanjutnya, dijelaskan pula tentang batasan pengertian untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian yang dilakukan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pasal 42 Ayat 1 tentang Standar Sarana dan Prasarana berbunyi “setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan”(Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005). Seiring dengan peraturan pemerintah dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu, proses pembelajaran yang terjadi dalam setiap satuan pendidikan diharapkan dapat menciptakan situasi dan iklim belajar yang kondusif bagi siswa. Dalam hal ini, guru memiliki peranan penting untuk mengendalikan jalannya proses pembelajaran. Seperti yang dijelaskan oleh Mulyasa (2007:95), yaitu bahwa “menjadi guru yang kreatif, profesional dan

menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif. Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan”.

(20)

pembelajaran PAILKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif dan Menarik), Uno & Mohamad (2012) menjelaskan bahwa:

“konsep pembelajaran aktif bukanlah tujuan dari pembelajaran, tetapi merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Aktif dalam strategi ini adalah memosisikan guru sebagai orang yang menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator dalam belajar, sementara siswa sebagai peserta belajar yang harus aktif” (hal.10).

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa situasi dan iklim belajar yang kondusif nampak jika guru mampu mengkondisikan suasana kelas dengan penerapan media pembelajaran yang dapat menunjang efektivitas proses pembelajaran. Pemahaman guru terhadap situasi dan kondisi siswa serta lingkungan belajar diperlukan untuk menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Dalam hal ini, pembelajaran PAILKEM dapat memberikan wacana baru bagi guru dalam upaya menciptakan suasana dan iklim belajar yang kondusif dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada semua objek mata pelajaran.

(21)

dilakukan pada tanggal 27 September 2012. Kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas menunjukkan bahwa guru menjelaskan materi ajar tanpa menggunakan media yang menarik. Kegiatan guru dan siswa tersebut disertai dengan kegiatan tanya jawab kemudian siswa mencatat informasi yang ditulis guru di papan tulis dan mendengarkan penjelasan guru. Guru dan siswa terlihat menggunakan buku paket dari pemerintah sebagai sumber belajar di kelas. Peneliti tidak menjumpai adanya penggunaan media pendukung dalam pembelajaran seperti gambar, peta, diagram, tabel ataupun video. Gambaran yang nampak pada kegiatan di kelas adalah transfer ilmu pengetahuan tanpa adanya interaksi aktif antara guru dan siswa.

Jumlah siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 seluruhnya adalah 18 anak, terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 7 siswa. Pada kegiatan tanya jawab, terlihat 4 siswa aktif dari 18 siswa (22,22%) melakukan tanya jawab kepada guru atau teman. Hanya ada seorang siswa dari 18 siswa (5,56%) yang mengemukakan pendapat pada kegiatan diskusi. Terlihat 4 siswa aktif dari 18 siswa (22,22%) mengerjakan tugas maupun mencari sumber informasi ketika mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Ketika tanya jawab berlangsung, Bintang, siswa yang terlihat paling aktif menjawab pertanyaan guru, memberikan respon,“ibuku waktu masak apinya besar sekali, aku takut liatnya“ dan guru memberikan umpan balik

(22)

Munadi (2010:10) mengatakan bahwa “jika siswa pasif saja, dalam arti kata hanya mendengarkan tanpa ada gairah untuk mengekspresikan suatu pernyataan atau pertanyaan, maka meskipun komunikasi itu bersifat tatap muka, tetap saja berlangsung komunikasi satu arah”. Dari pendapat ahli tersebut terlihat bahwa kualitas kemampuan guru menciptakan komunikasi dua arah dengan siswa kelas IV di SD Negeri Karangwuni 1 kurang nampak, padahal siswa terlihat aktif menanggapi pernyataan guru dalam pembelajaran. Selanjutnya, siswa yang terlihat pasif pada proses pembelajaran justru terlihat bersemangat ketika mereka bermain dengan mainannya sendiri ataupun mengobrol dengan teman sebangkunya. Selain itu, dalam observasi pertama terlihat bahwa perhatian guru kurang merata ke seluruh siswa karena guru terpaku di depan kelas saat proses pembelajaran dan terlihat pula guru bertanya kepada siswa namun tidak mendapat umpan balik (feed back) dari siswa tersebut.

(23)

untuk mengerjakan tugas belum optimal, terbukti bahwa 6 dari 18 (33,33%) siswa aktif dalam kegiatan tersebut. Hasil kedua observasi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan tanya jawab dengan guru dan atau teman sebesar 33,33%, 22,23% siswa mengemukakan pendapat dalam kegiatan diskusi dan 27,78% siswa aktif mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Data yang diperoleh dari kedua observasi menunjukkan beberapa kesamaan diantaranya adalah dalam hal interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa yang cenderung mengacu pada model pembelajaran tradisional dan tidak terlihat adanya media pembelajaran yang menarik pada kegiatan belajar mengajar sehingga siswa terlihat pasif dan bosan mengikuti pembelajaran.

Penelitian berlanjut dengan pengumpulan informasi dari kegiatan wawancara (interview) dengan guru kelas IV (komunikasi pribadi, 11 September 2012) “Apakah ibu memanfaatkan media atau alat peraga pada kegiatan belajar

mengajar?”, kemudian guru menjawab, “Wah, tidak mbak. Saya tidak punya

banyak waktu untuk membuat alat peraga atau media. Saya pernah menyuruh

anak membawa media berupa tabel perkalian pada saat pelajaran Matematika,

tapi beberapa anak tidak membawa. Ya sudah, sekarang seperti biasa saya

(24)

adalah penyampaian materi secara tradisional (teacher centered). Beberapa masalah yang nampak ini memberi pengaruh pada kualitas pembelajaran yang relatif belum efektif sehingga ditakutkan akan menurunkan tingkat keaktifan belajar siswa.

Data selanjutnya yang diperoleh peneliti adalah hasil dokumentasi tentang nilai-nilai ulangan harian IPS kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 menunjukkan prestasi belajar siswa yang rendah. Hal ini dapat diketahui berdasarkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran IPS kelas IV adalah 70, sedangkan data menunjukkan 6 dari 16 siswa (37,50 %) lulus KKM pada ulangan harian 1 semester 1 maupun ulangan harian 3 pada semeter 2 tahun ajaran 2010/2011. Data selanjutnya yang diperoleh peneliti adalah 9 dari 20 siswa (45%) lulus KKM pada ulangan harian 1 semester 1 tahun ajaran 2011/2012. Dokumentasi lain diperoleh dari nilai ulangan harian tahun ajaran 2012/2013 yaitu 10 dari 18 siswa (55,56%) lulus KKM. Beberapa dokumentasi pada mata pelajaran IPS tersebut menunjukkan rata-rata tingkat pemahaman siswa yang dapat dikatakan rendah karena persentase siswa yang lulus KKM adalah 43,89%.

(25)

Sejumlah materi pembelajaran akan terasa abstrak jika diberikan begitu saja kepada siswa tanpa adanya perantara atau alat penyampai materi tersebut. Menurut Munadi (2010:7-8), “ media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efektif dan efisien”. Jika ditinjau dari konsep pendidikan tersebut, maka penggunaan media pembelajaran akan efektif dan efisien selama mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan kognitif, afektif maupun psikomotorik siswa. Beberapa permasalahan dalam pembelajaran IPS yang terdapat pada siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 menunjukkan bahwa dibutuhkan kemampuan menciptakan media pembelajaran yang menarik untuk menumbuhkan suasana pembelajaran yang kondusif sehingga terjadi interaksi yang baik antara guru, siswa dan materi ajar. Jika guru mampu menggunakan media-media pembelajaran yang inovatif ke dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) IPS, maka siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan dan berperan aktif dalam pembelajaran. Keaktifan siswa akan meningkat diikuti dengan peningkatan pemahaman terhadap materi ajar sehingga diharapkan prestasi belajar mereka juga meningkat.

(26)

pembelajaran diantaranya adalah media audio dan visual. Namun, melihat keterbatasan sarana dan prasarana serta objek kajian (materi ajar) IPS yang mengangkat fenomena-fenomena sosial di sekitar kita, peneliti memilih menggunakan media visual untuk mengatasi permasalahan belajar IPS. Berkaitan dengan objek kajian dan tujuan pembelajaran IPS, Arsyad (2007:2) menjelaskan bahwa “media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar

mengajar”. Lebih lanjut Sudjana & Rivai (dalam Arsyad, 2007:24) menjelaskan “manfaat penerapan media pada pembelajaran yaitu bahan pembelajaran akan

lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran”.

Pemilihan media visual yang dilakukan oleh peneliti diperkuat dengan kata-kata mutiara dari seorang filosof Cina, menurut Zaini, Munthe & Aryani (2008:xiv), yang bernama Confusius (dalam Munthe, 2009:63) yang mengatakan:

1. What I hear, I forget; 2. What I see, I remember, dan 3. What I do, I understand

Lebih dalam Confusius (dalam Munthe, 2009:63) menjelaskan bahwa:

“strategi pembelajaran yang paling baik adalah melibatkan mahasiswa

(27)

tahu) pada diri mahasiswa. Strategi yang memanfaatkan visual akan lebih memungkinkan mahasiswa mengingat materi pelajaran, karena strategi ini dapat membentuk sebuah gambar atau ingatan dalam otak mahasiswa”.

Berdasarkan pendapat Confusius tersebut, peneliti dapat mengatakan bahwa pengetahuan atau informasi yang diperoleh siswa melalui indera pendengaran saja akan mudah dilupakan siswa (what I hear, I forget). Hal ini dikarenakan tidak ada gambaran yang tertinggal dalam otak siswa ataupun gambaran yang terbentuk tersebut bermakna kabur. Selanjutnya, jika siswa diberikan media yang melibatkan indera penglihatannya, maka siswa akan mengingat materi yang diajarkan oleh guru (what I see, I remember). Pengetahuan yang diperoleh siswa melalui indera penglihatannya tersebut akan diperkuat dengan pengalaman belajar siswa secara langsung (what I do, I understand). Oleh karena itu, penerapan media visual dapat memberikan pembelajaran bermakna karena mampu meningkatkan peran serta siswa secara aktif. Hal ini dikarenakan perhatian atau fokus siswa pada pembelajaran dapat terjaga dengan adanya media visual yang diaplikasikan pada kegiatan belajar.

Mc Keachie (dalam Siregar & Nara, 2011:107) mengatakan bahwa “dalam

10 menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70% dan berkurang sampai 20% pada waktu 20 menit terakhir. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan bahwa siswa lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual di ruang kelas”. Menurut Umam

(2013), “Dale berkeyakinan bahwa simbol dan gagasan yang abstrak lebih mudah

(28)

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, peneliti mendapat informasi bahwa teori Dale memberikan solusi atas permasalahan dalam pembelajaran IPS kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 dimana media visual mampu memberikan pengalaman langsung yang mendorong siswa melakukan kegiatan pembelajaran dengan melibatkan indera penglihatan. Lebih lanjut, Arsyad (2010:10-11) mengatakan bahwa:

“salah satu gambaran yang dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience. Dasar pengembangan kerucut Dale bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu. Hal ini dikenal dengan learning by doing”.

(29)

yang relatif kuat bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan menggunakan media visual.

Berdasarkan semua data yang terkumpul dari observasi, wawancara, dokumentasi nilai siswa dan didukung penelitian yang relevan, peneliti memilih media visual untuk diterapkan pada pembelajaran kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 dalam mata pelajaran IPS untuk meningkatkan prestasi belajar dan keaktifan siswa. Dengan demikian, peneliti memperoleh judul penelitian “Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 dengan Penggunaan Media Visual”.

1.2 Batasan Masalah

Peneliti membuat batasan masalah dalam penelitian yang dilakukan pada mata pelajaran IPS pada kompetensi dasar mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya dan mengenal permasalahan sosial di daerahnya dengan penggunaan media visual untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1.

1.3 Perumusan Masalah

Berkaitan dengan permasalahan yang terjadi pada pembelajaran mata pelajaran IPS siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1, maka peneliti berupaya menyelesaikan masalah tersebut dengan merumuskan masalah menjadi:

(30)

2. Bagaimanakah penggunaan media visual dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 pada mata pelajaran IPS?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti meliputi:

1. Mengetahui penggunaan media visual dalam upaya meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 pada mata pelajaran IPS 2. Mengetahui penggunaan media visual dalam upaya meningkatkan prestasi

belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 pada mata pelajaran IPS 1.5 Manfaat Penelitian

Jika melihat kembali perumusan masalah dan tujuan penelitian ini, penelitian dengan jenis PTK yang dilakukan oleh peneliti diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa pihak, di antaranya:

1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana baru tentang macam-macam media pembelajaran yang menarik untuk diterapkan pada mata pelajaran IPS. Seiring dengan hal tersebut, peneliti diharapkan mampu menerapkan macam-macam media visual yang tepat pada mata pelajaran selain IPS sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien.

(31)

pemahaman yang lebih dalam tentang media visual. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan mampu memotivasi guru untuk menciptakan dan menggunakan media pembelajaran visual pada proses pembelajaran.

3. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna setelah belajar memahami isi materi ajar dengan media visual sehingga meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1 terhadap mata pelajaran IPS.

4. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan kualitas pendidikan SD Negeri Karangwuni 1 dalam hal penggunaan media pembelajaran inovatif pada mata pelajaran IPS dan mata pelajaran yang lain. 1.6 Batasan Pengertian

Sebagai upaya menghindari kesalahan penafsiran pada penelitian ini, peneliti menggunakan lima batasan pengertian sebagai berikut:

1. Keaktifan belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi atau pengetahuan yang melibatkan pribadi siswa itu sendiri secara langsung

2. Prestasi belajar adalah suatu hasil atau capaian atas proses belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga diperoleh skor atau nilai setelah melewati proses evaluasi

(32)

4. IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji seluruh fenomena sosial yang terjadi di lingkungan sekitar dengan tujuan pembentukan pribadi yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan hingga nilai dan sikap sebagai bekal hidup bermasyarakat

(33)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

Bab II pada skripsi ini berisi tentang penjelasan kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan yang mendasari pelaksanaan penelitian. Berikut ini penjelasan tiap sub bab dalam bab II.

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Teori Konstruktivisme Piaget

Menurut Suyono & Hariyanto (2011:107-108), “teori Piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitifnya atau peta mentalnya yang diistilahkan “schema/skema (jamak = schemata/skemata), atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan di sekelilingnya”. Pengalaman belajar yang

diperoleh siswa akan bermakna ketika siswa mampu melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran sesuai tahap perkembangan kognitifnya. Lebih lanjut Suyono & Hariyanto (2011:108) menyatakan bahwa “menurut teori

konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari pikiran guru kepada siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya”. Tasker

(seperti yang dikutip oleh Hamzah dalam Suyono & Hariyanto, 2011:108) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme:

(34)

Ketiga, mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Sejalan dengan pemikiran Suyono & Hariyanto, Dinas Pendidikan Jawa Barat (dalam Hanafiah & Suhana, 2012:64) mengemukakan konstruktivisme pembelajaran menurut teori konstruktivisme Piaget bahwa gambaran mental seseorang dihasilkan pada saat berinteraksi dengan lingkungannya dan pengetahuan yang diterima oleh seseorang merupakan pembinaan diri dan pemaknaan, bukan internalisasi makna dari luar.

Jadi, peneliti dapat mengatakan bahwa isi teori konstruktivisme dijadikan landasan berpikir oleh seseorang untuk belajar memaknai pengetahuan yang diperolehnya. Proses pemaknaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang lain karena hanya diri sendirilah yang mengetahui kemampuan atau kesiapan untuk menerima pengetahuan baru. Oleh karena itu, teori konstruktivisme memiliki kaitan yang erat dengan teori kognitif.

2.1.2 Teori Kognitif Piaget

Wundt (dalam Suyono & Hariyanto, 2011:73) mengatakan bahwa “kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun

struktur melalui pengalaman-pengalaman. Pikiran adalah hasil kreasi para siswa yang aktif dan kreatif yang kemudian disimpan di dalam memori. Lebih lanjut, Suyono & Hariyanto (2011:75) mengatakan bahwa:

“teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil

(35)

belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya” (par.6).

Menurut Suyono & Hariyanto (2011:75), “dua kunci pendekatan kognitif adalah (i) bahwa sistem ingatan adalah suatu prosesor informasi yang aktif dan terorganisasi, (ii) bahwa pengetahuan awal memerankan peranan penting dalam pembelajaran”.

Pada lain pihak, Surya (2004:38-39) menambahkan bahwa “perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga dewasa yang berlangsung melalui empat peringkat, yaitu tahap sensori motor (0-1,5 tahun), praoperasional (1,5-6 tahun), operasional konkret (6-12 tahun) dan operasional formal (12 tahun ke atas)”. Jadi, penjelasan tentang tahap perkembangan kognitif tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas IV SD berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret (6-12 tahun). Pada tahap perkembangan kognitif tersebut siswa kelas IV memiliki karakteristik yang khas. Menurut Mohamad Surya (2004:39), “dalam peringkat operasional konkret (6-12 tahun), anak telah dapat membuat pemikiran tentang situasi atau hal konkret secara logis”. Selanjutnya, Dimyati & Mudjiono (2006:14) menjelaskan bahwa

“anak yang berada pada tahap operasional konkret, dapat mengikuti penalaran

(36)

kecakapan anak untuk berkenaan dengan konsep-konsep klasifikasi, hubungan dan kuantitas”. Lebih dalam, Suparno (2005:69-70) menjelaskan bahwa “tahap operasi konkret tetap ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang berkaitan nyata/konkret. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis”.

Penjelasan dari beberapa ahli tersebut menunjukkan bahwa pada tahap operasional konkret, kemampuan siswa berpikir logis itu untuk membuat suatu hubungan-hubungan, persamaan-persamaan dan jumlah atas suatu hal. Aktivitas-aktivitas semacam itu dapat didukung oleh suatu media sebagai sarana penyampaian tujuan atau pesan dari suatu pembelajaran kepada siswa. Dalam hal ini, peneliti menggunakan media visual karena melihat tahapan perkembangan kognitif siswa kelas IV yang memerlukan bantuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dalam ingatannya terhadap suatu materi yang abstrak. Jika siswa mengamati media visual yang digunakan secara langsung, maka materi yang bersifat abstrak akan menjadi nyata dan tersimpan lebih lama dalam memori siswa.

2.1.3 Media Pembelajaran

2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Munadi (2010:7-8), “media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif”. Di lain

(37)

membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran dapat dikatakan sebagai media pembelajaran”. Lebih lanjut, dijelaskan oleh Arsyad (2007:4) bahwa

“segala bentuk media informasi yang membawa pesan-pesan atau mengandung maksud-maksud pengajaran, maka media tersebut disebut media pembelajaran”. Jadi, peneliti dapat merangkum pengertian media pembelajaran dari para ahli tersebut menjadi segala sesuatu yang mampu menyampaikan isi pesan berupa materi ajar dari pengirim pesan (sender) kepada penerima pesan (receiver) sehingga menumbuhkan situasi dan kondisi belajar yang kondusif.

2.1.3.2Pemilihan Media Pembelajaran

Yamin (2009:186) menjelaskan bahwa “penggunaan dan pemilihan media

harus mempertimbangkan empat hal, meliputi 1) tujuan/indikator yang hendak dicapai; 2) kesesuaian media dengan materi yang dibahas; 3) tersedia sarana dan prasarana penunjang, dan 4) karakteristik siswa. Landasan teori yang paling banyak dijadikan sebagai acuan penggunaan media pembelajaran adalah Dale’s Cone Experience (Kerucut Pengalaman Dale). “Dale mengklasifikasikan

pengalaman dalam usaha memanfaatkan media dalam proses pembelajaran dari yang paling konkret ke yang paling abstrak. Tingkat pengalaman dalam kerucut tersebut berdasarkan seberapa banyak indera yang terlibat di dalamnya” (Munadi,

2010:18).

(38)
[image:38.595.98.506.183.553.2]

melalui indera lainnya sekitar 12%”. Kerucut Pengalaman Dale dapat dilihat pada gambar II.1.

Gambar II.1 Kerucut Pengalaman Dale

(39)

mengamati orang lain melakukannya (pada tahap pengalaman televisi sampai pengalaman gambar diam dan rekaman radio), dan 3) membaca (pada tahap pengalaman lambang visual dan lambang kata). Lebih lanjut, Rohani (2004:163) menjelaskan bahwa:

“pengalaman yang konkret perlu untk setiap tingkat di atasnya. Setiap ide

atau teori betapa pun abstraknya berasal dari alam konkret. Sebaliknya terlampau banyak pengalaman langsung, mungkin dapat menghambat ketercapaian pengertian yang lebih abstrak. Karena itu, kedua-duanya (yang konkret dan yang abstrak) harus berjalan. Tidak selalu yang abstrak itu ebih sulit dari yang konkret. Malah kadang yang konkret bisa mengacaukan dari yang abstrak. Peta/bagan sering lebih mudah daripada memgamati realitas sendiri. Makin tinggi ke arah puncak kerucut makin abstrak, tetapi tidak selalu tambah/lebih sulit”.

Pendapat ahli di atas menunjukkan bahwa siswa akan memperoleh pengetahuan baru dengan lebih mudah dipahami jika ia melakukan sendiri proses belajar tertentu. Hal ini didukung dengan proses mengamati secara langsung contoh-contoh media yang digunakan oleh guru. Pengalaman melihat secara langsung tersebut akan menambah pengalaman siswa untuk belajar pada tahap perkembangan kognitf selanjutnya. Hasil penelitian menurut Dale menunjukkan bahwa sebesar 75% pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera penglihatan, melalui indera dengar sekitar 13% dan melalui indera lainnya sekitar 12%.

(40)

bahwa perkembangan kognitif siswa SD kelas IV yaitu tahap operasional konkret. Hal tersebut mengakibatkan dibutuhkannya media maupun pengalaman belajar yang nyata (konkret). Gambar diam yang digunakan berupa foto-foto yang sesuai dengan isi materi ajar, sedangkan lambang visual yang digunakan berupa bagan, diagram dan tabel. Kedua jenis media tersebut menunjukkan perbedaan jenis tahapan pengalaman belajar yang diterima siswa. Pada pengalaman gambar diam, siswa memperoleh pengalaman yang konkret tetapi dalam pengalaman lambang visual siswa memperoleh pengalaman yang abstrak.

Peneliti menggunakan dua jenis media tersebut dikarenakan melihat tahap perkembangan kognitif siswa kelas IV yang mampu melakukan pengklasifikasian maupun menghubungkan data-data. Hal ini dilakukan dengan mengaitkan hal-hal atau benda-benda nyata berbentuk gambar pada pembelajaran. Namun, melihat kembali teori Dale yang menyebutkan bahwa “...terlampau banyak pengalaman

langsung, mungkin dapat menghambat ketercapaian pengertian yang lebih abstrak”, maka peneliti berupaya menggunakan jenis media berupa gambar diam

(konkret) untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang disajikan dengan media visual yang bersifat abstrak berupa bagan, diagram dan tabel. Hal ini didukung dengan teori Dale yang dijelaskan oleh Arsyad (2007:10-12) bahwa:

(41)

itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti grafik, bagan atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indera yang dilibatkan untuk menafsirkannya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan imajinatif semakin bertambah dan berkembang”.

Teori-teori tersebut mengindikasikan bahwa teori konstruktivisme dan kognitif Piaget memiliki hubungan yang erat dengan kerucut pengalaman Dale. Perkembangan kognitif siswa akan diikuti pembentukan pengetahuan yang baru diperoleh melalui pengalaman belajar sesuai tahap kognitifnya. Pengalaman belajar siswa pada tahap operasional konkret akan menjadi optimal ketika disertai dengan media visual dalam penyampaian materi ajar, khususnya IPS dalam penelitian ini. Siswa akan lebih mudah memaknai materi pelajaran yang disampaikan guru dengan bantuan media visual. Hal ini bertujuan sebagai usaha internalisasi pengetahuan lebih mendalam dengan adanya pengalaman langsung yang melibatkan indera penglihatan untuk melakukan kegiatan siswa dalam menyusun media visual.

2.1.3.3 Macam-macam Media Pembelajaran

(42)

berupa lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal. Media ini berkaitan dengan indera pendengaran. Terdapat beberapa jenis media yang termasuk media audio, diantaranya radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam dan laboratorium bahasa.

Jenis media yang terakhir yaitu media proyeksi diam yang memiliki persamaan dengan media grafik dalam menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Perbedaan antara media grafis dan media proyeksi adalah bentuk interaksi antara pengirim pesan, penerima pesan dan media. Jika pada media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan, maka pada media proyeksi pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat. Macam-macam media yang termasuk media proyeksi, diantaranya film bingkai (slide), film rangkai (film strip) dan overhead proyektor.

(43)

2.1.3.4Unsur-Unsur Media Visual

Menurut Munadi (2010:81-82), unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk, warna dan tekstur (seperti yang dikatakan Arsyad, 1997:109-110). Garis adalah kumpulan dari titik-titik. Terdapat banyak jenis garis, di antaranya adalah garis lurus horizontal, garis lurus vertikal, garis lengkung, garis lingkar dan garis zig-zag. Unsur bentuk memiliki pengertian sebah konsep simbol yang dibangun atas garis-garis atau gabungan garis dengan konsep-konsep lainnya. Lebih lanjut, warna digunakan untuk memberi kesan pemisahan atau penekanan, juga untuk membangun keterpaduan, bahkan dapat mempertinggi tingkat realisme dan menciptakan respon emosional tertentu. Sedangkan, tekstur digunakan untuk menimbulkan kesan kasar dan halus, juga untuk memberikan penekanan seperti halnya warna.

(44)

Pengaturan, dilakukan dengan menentukan unsur-unsur dan pola dasar yang digunakan dengan tujuan mengundang perhatian siswa dalam mengikuti tampilan media visual di sepanjang pembelajaran. Keseimbangan, dicapai ketika berat unsur-unsur dalam sebuah tampilan tersebar secara merata pada tiap sisi sebuah sumbu, entah secara horizontal atau vertikal atau keduanya. Dalam unsur warna, Pett & Wilson (dalam Smaldino, Lowther & Russell, 2011:83) memberikan alasan-alasan dalam penggunaan warna pada materi pelajaran, antara lain: menambah realitas, membedakan antara unsur-unsur sebuah visual, memfokuskan perhatian pada isyarat-isyarat yang relevan, mengodekan dan mengaitkan secara logis unsur-unsur yang berkaitan dan menarik perhatian dan menciptakan respons emosional. Lebih lanjut, kemudahan dibaca, ditunjukkan pada kemampuan siswa dalam melihat kata-kata dan gambar. Kemudahan dibaca bisa diperbaiki dengan meningkatkan ukuran, jenis huruf dan kontras di antara benda-benda dalam sebuah visual. Kontras terkait dengan warna juga berlaku untuk visual secara keseluruhan. Sedangkan unsur menarik ditunjukkan jika media visual yang digunakan dapat mempertahankan perhatian siswa sehingga memberikan efek tertentu bagi siswa tersebut.

(45)

terkait dengan kondisi lingkungan pembelajaran yang dapat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran tersebut.

2.1.3.5 Peran Visual dalam Pembelajaran

Berkaitan dengan unsur-unsur yang digunakan untuk merancang media visual pada pembelajaran, Smaldino, Lowther & Russell (2011:72-74) mengatakan bahwa “visual bisa memainkan banyak peran dalam proses belajar”,

antara lain:

1. Menyediakan acuan konkret bagi gagasan, yaitu bahwa kata-kata tidak tampak atau bersuara seperti hal-hal yang mereka wakili, tetapi visual bersifat ikonik yang memiliki kemiripan dengan hal-hal yang mereka wakili.

2. Membuat gagasan abstrak menjadi konkret 3. Memotivasi para pembelajar

Visual bisa meningkatkan ketertarikan pada sebuah mata pelajaran. Ketertarikan meningkatkan motivasi. Visual bisa memotivasi para pembelajar dengan menarik perhatian mereka, mempertahankan perhatian mereka dan menciptakan keterlibatan dalam proses belajar.

4. Mengarahkan perhatian

Penunjuk visual digunakan untuk menarik perhatian dan pemikiran terhadap bagian-bagian relevan dari sebuah visual. Penunjuk visual dapat berupa warna, kata, anak panah, ikon, arsiran dan animasi.

5. Mengulangi informasi dalam format-format yang berbeda

(46)

6. Mengingatkan kembali pada pembelajaran sebelumnya

Visual dapat digunakan untuk mengaktifkan pembelajaran sebelumnya yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Visual bisa digunakan untuk merangkum konten dari sebuah mata pelajaran.

7. Mengurangi usaha belajar

Visual bisa menyederhanakan informasi yang sulit dimengerti. Diagram dapat memudahkan untuk menyimpan dan mengambil kembali informasi tersebut. Mereka juga bisa menjalankan fungsi pengatur dengan menggambarkan hubungan di antara elemen, seperti pada diagram alur (time lines). Mayer & Moreno mengatakan bahwa “sering kali konten bisa dikomunikasikan lebih

mudah dan efektif secara visual” (dalam Smaldino, Lowther & Russell, 2011:74-75).

(47)

seperti gambar, diagram, bagan, tabel dan model dengan pertimbangan efektivitas proses pembelajaran. Macam-macam media visual yang digunakan oleh peneliti tersebut digunakan untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 1.

2.1.3.6 Macam-macam Media Pembelajaran Visual yang Tidak Diproyeksikan

Menurut Anitah (2009:7-37), “media visual yang tidak diproyeksikan merupakan media yang sederhana, tidak membutuhkan proyektor dan layar untuk memproyeksikan perangkat lunak”. Selanjutnya, Anitah (2009:7-37) memaparkan macam-macam media yang termasuk dalam kelas media visual yang tidak diproyeksikan, meliputi gambar mati atau gambar diam (still picture), ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta datar, realia dan model serta berbagai jenis papan. Peneliti menggunakan 4 macam media visual yang tidak diproyeksikan pada penelitiannya, yaitu gambar mati atau gambar diam (still picture), bagan, diagram dan model dengan pertimbangan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran di SD Negeri Karangwuni 1.

2.1.3.6.1 Gambar mati atau gambar diam (still picture)

(48)

karena tidak membutuhkan peralatan, 4) relatif tidak mahal, dan 5) dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi. Jadi, peneliti dapat mengungkapkan bahwa gambar mati atau gambar diam (still picture) merupakan sarana komunikasi yang secara umum banyak digunakan oleh para pelaku pendidikan dalam pembelajaran.

Pada umumnya para guru menggunakan media gambar karena relatif murah dan mudah dijangkau baik bagi guru maupun siswa sebagai penerima informasi. Namun, di sisi lain media gambar memiliki kelemahan, diantaranya adalah 1) terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar, 2) karena gambar mati adalah gambar dua dimensi, maka untuk menunjukkan dimensi yang ketiga harus digunakan satu seri gambar dari objek yang sama tetapi dari sisi yang berbeda, 3) tidak dapat menunjukkan gerak, dan 4) pembelajar tidak selalu mengetahui cara membaca gambar (interpretasi). Setelah mengetahui kelebihan dan kelemahan penerapan media gambar, perlu diketahui juga manfaat dari penerapannya pada proses pembelajaran, yaitu: 1) menimbulkan daya tarik bagi pembelajar, 2) mempermudah pengertian pembelajar, 3) memperjelas bagian-bagian yang penting, dan 4) menyingkat suatu uraian panjang.

Menurut Dale (dalam Anitah, 2009:8), “gambar dapat mengalihkan

pengalaman belajar dari taraf belajar dengan lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkrit (pengalaman langsung)”. Pendapat tersebut mengindikasikan bahwa

(49)

gambaran nyata dalam ingatan siswa selama gambar yang digunakan sesuai dengan isi materi ajar yang disampaikan. Anitah (2009:9-10) menjelaskan ciri-ciri gambar yang baik dalam penggunaannya, meliputi:

1. Cocok dengan tingkatan umur dan kemampuan pembelajar

2. Bersahaja dalam arti tidak terlalu kompleks, karena dengan gambar itu pembelajar mendapat gambaran yang pokok. Kalau gambar kompleks, perhatian pembelajar terbagi, akibatnya ada sesuatu yang justru penting tetapi tidak tertangkap oleh pembelajar.

3. Realistis, maksudnya gambar itu seperti benda yang sesungguhnya atau sesuai dengan apa yang digambar, perbandingan ukuran juga harus diperhatikan

[image:49.595.101.515.250.592.2]

4. Gambar dapat diperlakukan dengan tangan. Ada yang menganggap bahwa gambar adalah sesuatu yang suci, tetapi sebagai media pembelajaran, gambar harus dapat dipegang, diraba oleh pembelajar.

(50)

Hal ini memberikan dampak positif bagi siswa berupa perolehan pengalaman bermakna yang bermanfaat bagi tersimpannya pengetahuan baru dalam jangka waktu panjang.

2.1.3.6.2 Bagan

Anitah (2009:14) mengemukakan bahwa “bagan adalah gambaran dari sesuatu yang dilukiskan dengan garis, gambar dan kata-kata. Maksudnya untuk memperagakan suatu pokok pelajaran yang menunjukkan adanya hubungan, perkembangan atau perbandingan tentang sesuatu”. Lebih lanjut, Munadi

(51)

2.1.3.6.3 Diagram

Menurut Anitah (2009:21), “diagram adalah suatu gambaran terbuka dari

suatu objek atau proses. Maksudnya adalah sesuatu yang diterangkan irisannya atau penampangnya dengan gambar, garis dan kata-kata”. Dalam hal ini, peneliti menggunakan diagram untuk mempermudah ketika menjelaskan proses perkembangan suatu fenomena tertentu. Diagram yang digunakan disertai gambar, garis dan kata-kata sehingga terlihat proses perkembangan pada fenomena tertentu ataupun langkah-langkah yang disusun secara berurutan dengan pertimbangan tertentu pada mata pelajaran IPS.

2.1.3.6.4 Realia dan Model

Realia atau disebut juga objek adalah benda yang sebenarnya dalam bentuk utuh. Sedangkan, model adalah media tiga dimensi yang mewakili benda yang sebenarnya (Anitah, 2009:25). Berdasarkan pengertian dari ahli tersebut, peneliti dapat mengatakan bahwa media visual yang digunakan dalam pembelajaran IPS pada penelitiannya berupa model. Model yang digunakan berbentuk tiga dimensi sehingga dapat disusun berbaris tegak. Selain itu, model yang digunakan peneliti juga disertai gambar untuk memberikan gambaran tentang materi yang diajarkan.

2.1.3.6.5 Tabel

Tabel adalah kumpulan data yang disusun berdasarkan baris dan kolom. Baris dan kolom ini berfungsi untuk menunjukkan data terkait keduanya”

(Putro:2012). Selanjutnya, Kusnadi (2012) menjelaskan bahwa “tabel adalah

(52)

kata-kata maupun bilangan yang tersusun dengan garis pembatas”. Kedua pendapat ahli tersebut mengindikasikan bahwa tabel merupakan sejumlah data yang berupa kata-kata maupun bilangan yang tersusun dengan baris dan kolom dengan tujuan menunjukkan hubungan keterkaitan di antara informasi-informasi tersebut.

Peneliti menggunakan tabel dalam penerapan media visual pada kegiatan pembelajaran siswa dengan melibatkan jenis media visual lain yaitu gambar mati atau gambar diam (still picture). Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa berupa pengklasifikasian gambar mati atau gambar diam (still picture) ke dalam tabel. Gambar diam yang diklasifikasikan tersebut disertai dengan unsur kata-kata. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

2.1.4 Belajar

2.1.4.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian (Suyono & Hariyanto, 2011:9). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:23) belajar adalah “berusaha memperoleh kepandaian

(53)

Menurut Suyono & Hariyanto (2011:126), “unsur-unsur belajar merupakan faktor-faktor yang menjadi indikator keberlangsungan proses belajar”. Lebih lanjut Suyono & Hariyanto (2011) mengemukakan bahwa:

“para konstruktivis memaknai unsur-unsur belajar meliputi tujuan belajar, proses belajar dan hasil belajar. Tujuan belajar yaitu membentuk makna yang diciptakan para pembelajar dari yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Proses belajar adalah konstruksi makna yang berlangsung terus menerus, setiap kali berhadapan dengan fenomena atau pengalaman baru diadakan rekonstruksi, baik secara kuat atau lemah. Pengalaman pelajar sebagai hasil interaksi dengan dunia fisik dan lingkungannya akan mempengaruhi hasil belajar seseorang” (hal.127).

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, peneliti dapat mengambil kesimpulan tentang pengertian belajar. Belajar dilakukan seseorang demi memperoleh pengalaman, informasi dan pengetahuan baru. Hasil belajar seseorang akan dipengaruhi oleh bagaimana ia mampu mengikuti proses belajar yang berlangsung sehingga mencapai tujuan belajar yang diharapkan pada proses belajar tertentu. 2.1.5 Keaktifan Belajar

2.1.5.1 Pengertian Keaktifan Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:31) keaktifan berarti kegiatan, kesibukan. Menurut Dimyati & Mudjiono (2006:44), “belajar tidak bisa

(54)

yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah” (seperti dikatakan John

Dewey, dalam Davies, 1973:31). Lebih lanjut Dimyati & Mudjiono (2006:44-45), mengatakan bahwa “menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa

yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi (seperti dikatakan Gage & Berliner, 1984). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu”.

Pengertian keaktifan dari data tersebut menunjukkan bahwa keaktifan meliputi segala kegiatan yang harus dilakukan oleh pembelajar sendiri dan keinginan untuk mengolah informasi serta mengadakan transformasi muncul dari dalam diri sendiri karena belajar tidak dapat dilimpahkan. Proses belajar aktif dalam hal ini adalah siswa mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.5.2Macam-Macam Keaktifan Belajar

(55)

menyimpulkan hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain”. Kedua jenis keaktifan tersebut menunjukkan bahwa siswa dikatakan aktif tidak hanya dilihat dari satu aspek saja, melainkan melihat keterkaitan aspek yang lain sehingga membentuk suatu keaktifan belajar yang utuh. Pada penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan, peneliti menilai keaktifan belajar siswa secara langsung melalui proses pembelajaran. Penilaian keaktifan belajar siswa secara utuh dilihat dari aktivitas siswa secara fisik dari kegiatan siswa dalam pengerjaan tugas, sedangkan aktivitas secara psikis terlihat dari kemampuan siswa dalam mencapai prestasi belajar tertentu.

2.1.5.3Pengertian Keaktifan Belajar

Menurut Dimyati & Mudjiono (2006:44), “belajar tidak bisa dipaksakan

oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri. Selanjutnya, “belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,

meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian” (Suyono & Hariyanto, 2011:9). Pendapat dua ahli tersebut mengindikasikan bahwa keaktifan belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi atau pengetahuan yang melibatkan pribadi siswa itu sendiri secara langsung.

2.1.5.3 Indikator Keaktifan Belajar

(56)

penilaian. Kesiapan diri untuk menghadapi pembelajaran terletak pada tata tertib di kelas dan mencatat hal-hal penting yang dijelaskan guru. Mengemukakan gagasan dapat dikatakan suatu kegiatan aktif ketika siswa mampu mempertanyakan kembali gagasan, mengemukakan gagasan secara spontan dan menyanggah gagasan. Di lain hal, indikator melakukan penilaian terletak pada penilaian terhadap teman dan penilaian terhadap pembelajaran guru.

Dimyati & Mudjiono (2006:45) menjelaskan indikator keaktifan mencakup, di antaranya mencatat atau sekedar mendengarkan pemberitahuan guru dan memperhatikan hal-hal yang dijelaskan guru. Siswa yang mencatat tugas yang diberikan dan mengerjakan tugas rumah juga dapat dimasukkan dalam suatu kegiatan aktif. Selain itu, berdiskusi dalam kelompok, melibatkan diri dalam proses tanya jawab dan terlibat dalam menyimpulkan pembelajaran merupakan kegiatan-kegiatan yang menunjukkan keaktifan belajar siswa menurut ahli tersebut.

(57)

melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru kemudian menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis dan menggunakan kesempatan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

(58)

pembelajaran karena kegiatan tersebut tidak mampu menunjukkan keaktifan siswa melainkan minat siswa terhadap pembelajaran.

Indikator 1 dapat diindikasikan dengan melihat indikator lain yang meliputi melibatkan diri dalam proses tanya jawab dimana siswa mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Selan itu, siswa mampu bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya. Pada indikator 2, mengemukakan pendapat ketika berdiskusi kelompok dapat diindikasikan dengan melihat indikator lain di antaranya melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru dan mengemukakan gagasan. Mengemukakan gagasan dapat dikatakan suatu kegiatan aktif ketika siswa mampu mempertanyakan kembali gagasan, mengemukakan gagasan secara spontan, dan menyanggah gagasan. Indikator 3 yang digunakan adalah mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Indikator lain yang mampu mewakili ketercapaian indikator 3, meliputi partisipasi siswa saat melaksanakan tugas belajarnya dan berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan persoalan yang sedang dihadapinya. Jadi, peneliti menggunakan tiga indikator keaktifan tersebut berdasarkan jenis-jenis aktivitas belajar yang mampu menunjukkan keaktifan dalam proses pembelajaran.

2.1.6 Prestasi Belajar

2.1.6.1 Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1101),“prestasi belajar

(59)

melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru”. Menurut Surya (2004:16-17), “hasil proses pembelajaran ialah perubahan perilaku individu. Individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dan sebagainya. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, konatif, dan motorik”.

Prestasi belajar berdasarkan dua pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil atau capaian atas proses belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga diperoleh skor atau nilai setelah melewati proses evaluasi. Aspek-aspek tersebut jika dilakukan evaluasi akan diketahui tingkat kemampuan siswa terhadap suatu materi pelajaran setelah mempelajarinya. Tujuan menilai prestasi belajar secara utuh ditinjau dariaspek-aspek tersebut adalah untuk mengetahui dariaspek-aspek tertentu yang harus ditingkatkan ataupun diperbaiki oleh siswa dalam proses pembelajaran. Sama halnya yang dikatakan Surya (2004:17) bahwa:

“hal yang harus diingat ialah bahwa perubahan perilaku sebagai hasil

pembelajaran adalah perubahan perilaku secara keseluruhan, bukan hanya salah satu aspek saja. Pembelajaran belum dikatakan lengkap apabila hanya menghasilkan perubahan satu atau dua aspek saja”.

2.1.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

(60)

mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi baik terhadap proses maupun hasil belajar, baik ditinjau dari faktor internal maupun eksternal.

Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis. Pada umumnya, faktor fisiologis nampak dari kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya, yang secara keseluruhan akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Sedangkan, pada faktor psikologis, setiap manusia atau anak didik memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis, tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing.

Faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan instrumental. Lingkungan dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban, dan sebagainya. Belajar dengan kondisi ventilasi udara di tengah hari dalam suatu ruangan, tentunya akan berbeda dengan suasana belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan di dalam ruangan yang cukup mendukung untuk bernafas lega. Pada faktor instrumental, faktor yang keberadaannya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental meliputi kurikulum, sarana dan fasilitas dan guru. Lebih lanjut, Suyono & Hariyanto (2011:77) mengatakan bahwa:

(61)

individu yang diperlukan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal serta kognitif yang terjadi dalam diri individu. Sedangakan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan luar yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran”.

Pendapat ahli tersebut mampu menunjukkan bahwa seseorang yang akan belajar tentang suatu pengalaman baru perlu memperhatikan unsur kesiapan dan kematangan diri untuk menerima suatu pengalaman belajar yang baru tersebut. Hal ini tentu disesuaikan dengan tahap perkembangan kognisinya yang terletak pada kondisi internal setiap orang. Selanjutnya, kondisi eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang adalah lingkungan di sekitar pebelajar yang mampu menciptakan atau memfasilitasi suasana belajar yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.7 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2.1.7.1 Pengertian IPS

Menurut Sapriya (2009:7), “mata pelajaran IPS merupakan sebuah nama

mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya”. Lebih lanjut, Sapriya (2009:12) mengatakan

bahwa “pendidikan IPS pada sekolah (satuan pendidikan), pada hakikatnya merupakan mata pelajaran wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39”. Supardi

(62)

menurut Somantri (2001:92), “pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu -ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Sama halnya

yang dikatakan oleh Sapriya (2009:12) bahwa:

“pendidikan IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk

mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik”.

Jadi, menurut pengertian beberapa ahli tersebut, peneliti dapat mengemukakan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji seluruh fenomena sosial yang terjadi di lingkungan sekitar dengan tujuan pembentukan pribadi yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan hingga nilai dan sikap sebagai bekal hidup bermasyarakat.

2.1.7.2 Dimensi Pendidikan IPS

Sapriya (2009:48-56) menjelaskan bahwa dimensi program pembelajaran IPS meliputi dimensi pengetahuan (knowledge), dimensi keterampilan (skills), dimensi nilai dan sikap (values and attitudes) dan dimensi tindakan (action). 1. Dimensi pengetahuan (knowledge)

(63)

peristiwa, objek dan hal-hal yang bersifat konkret. Oleh karena itu, guru perlu mempersiapkan fakta sesuai karakteristik siswa.

2. Dimensi Keterampilan (skills)

Dimensi ini terdiri atas empat keterampilan yang diperlukan sehingga menjadi unsur dalam dimensi IPS dalam proses pembelajaran, yaitu keterampilan meneliti data, keterampilan berpikir, keterampilan partis

Gambar

Gambar II.1 Kerucut Pengalaman Dale
gambar adalah sesuatu yang suci, tetapi sebagai media pembelajaran, gambar
gambar hitam putih belum meningkatkan prestasi belajar siswa sehingga
gambar yang digunakan tidak membosankan (hitam putih).
+7

Referensi

Dokumen terkait

[Data Input Kota] [Data Negara] [Data Propinsi] [Data Kota] Admin_Pusat 5 Kota 4 Propinsi 3 Negara 7 Cabang 10 Tipe_Produk 8 Merk 9 Kategori 1.1 Memelihara Data Negara 1.2 Memelihara

JUMLAH ITEM IMMUNlSASI DASAR PADA BAYI DAN TINGKAT KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE.. Astri

Faktor pendukung yang menonjol dalam kepemimpinan kepala sekolah di SD Negeri Balerejo 1 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak, adalah dukungan guru walaupun guru

- Mklumt pengetahuan sns mengenai apa, kemahiran proses sains mengenai bagaimana tntang sains.. - Mmebolehkn mrd bina soalan & cari jwpn scara

Mekanisme Pembayaran Gaji dan Tunjangan Pada Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Barat. Bidang Studi Keuangan Negara dan Daerah Dilaksanakan dan

Pentransferan energi dari stator ke rotor dari satu motor induksi adalah besaran induksi elektromagnetik, karenanya motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan

2) Actual Product atau a) perilaku tertentu yang kita promosikan, seperti sikat gigi 2 x per hari,penggunaan pasta gigi dan sikat gigi sudah benar seperti yang disarankan

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN PETA KONSEP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu