TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1
SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam
Bidang Bimbingan dan Konseling
Promovendus: Riana Mashar
1008954
SEKOLAH PASCASARJANA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Teknik Konseling Metafora untuk
Meningkatkan Tanggung Jawab Siswa Kelas 1 di SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota
Magelang” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak
melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu
yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung
resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada
klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Riana Mashar. 2015. Teknik Konseling Metafora untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Siswa 6-7 Tahun di Kelas 1 SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang. Disertasi. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd (Promotor); Dr. Suherman, M.Pd (Ko-Promotor); dan Dr. M. Solehuddin, M.Pd.,MA (Anggota Promotor). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil studi pendahuluan mengenai karakter khususnya tanggung jawab siswa kelas 1 di SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang yang masih rendah. Pentingnya tanggung jawab sebagai nilai karakter universal memerlukan penanganan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Teknik Konseling Metafora untuk meningkatkan tanggung jawab siswa kelas 1 di SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang, Jawa Tengah. Penelitian menggunakan rancangan penelitian eksperimen kuasi
untreated control group design with pretest and posttest samples. Empat puluh tujuh subjek
penelitian terlibat sebagai subjek penelitian yang terdiri dari 21 subjek kelompok eksperimen dan 26 subjek kelompok kontrol. Pengumpulan data kuantitiatif tanggung jawab siswa dilakukan dengan teknik ceklis observasi dan kecerdasan diukur dengan Skala Raven seri SPM, sedangkan pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan observasi partisipan, wawancara semi terstruktur, dan focus group discussion. Analisis data penelitian dilakukan dengan Anacova (analysis of
Covariance) dan Anava serta analisis kualitatif tematik. Penelitian ini menghasilkan beberapa
temuan. Pertama, Teknik Konseling Metafora efektif untuk meningkatkan tanggung jawab siswa. Kedua, Teknik Konseling Metafora lebih efektif untuk mengembangkan tanggung jawab sosial siswa. Ketiga, tidak terdapat perbedaan efektivitas Teknik Konseling Metafora dalam meningkatkan tanggung jawab ditinjau dari kecerdasan siswa; Keempat, tidak terdapat perbedaan efektivitas Teknik Konseling Metafora dalam meningkatkan tanggung jawab ditinjau dari jenis kelamin siswa. Dengan demikian, Konseling Metafora dapat dipertimbangkan sebagai alternatif program peningkatan tanggung jawab siswa kelas satu dan dapat diterapkan pada siswa dengan berbagai tingkatan kecerdasan, serta efektif bagi laki-laki maupun perempuan. Kelima, terdapat perubahan peningkatan tanggung jawab siswa menurut pengamatan orang tua, dan guru.
Keenam, terdapat variasi keterlibatan siswa dalam proses konseling yang mempengaruhi
perubahan tanggung jawab siswa.
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Riana Mashar. 2015. The Metaphora Counseling Technique to Increase 6-7 Years Old First Grade Student’s Responsibility at SD Muhammadiyah 1 Alternatif Magelang. Dissertation Supervised by: Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M. Pd (Promotor); Dr. Suherman, M.Pd (Co-Promotor); and Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A (Member). Guidance and Counseling Programm, Post-Graduate School, Educational University of Indonesia.
This study was based on preliminary research on early childhood’s characters at Elementary
School in Magelang. The study showed that children’s responsibilities need to be increased. Responsibilities as the universal character value can be improved by the appropriate intervention. The research aims at investigating the effectiveness of the metaphor counseling to
increase children’s responsibilities. Quasi experiment research had been employed as the
guideline for this research with untreated control group design by providing pre-test and post-test sample design. The research population were the students at first grade elementary school at SD Muhammadiyah 1 Alternatif Magelang. The research sample involved 47 students classified into experiment group (21 students) and control group (26 students). This research employed observation checklists in collecting the data. The quantitative data obatained from observation and intelligence tests were analyzed by Anacova (Analysis of Covariance) and anova. While those belonging to qualitative ones obtained from participant observation, semi-structured interview, and focus group discussion were analyzed by using thematic analysis.
The results indicated that (1) the metaphor counseling technique had increased students’ responsibilities; (2) children’s intelligence had no significant difference on the effectiveness of
metaphor counseling; and (3) children’s sex did not have any significant difference on the effectiveness of metaphor counseling technique; (4) Parent, teacher, and observer conclude that
children’s responsibility had differences before and after treatment; (5) There’re students
involment variations that influence responsibility change.
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN... i
PERNYATAAN... ii
ABSTRAK... iii
ABSTRACT... iv
KATA PENGANTAR... v
UCAPAN TERIMA KASIH... ix
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GRAFIK... xvii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian... 9
C. Tujuan Penelitian... 12
D. Hipotesis Penelitian... 13
E. Manfaat Penelitian... 14
E. Struktur Organisasi Disertasi... 15
BAB II. TEKNIK KONSELING METAFORA DALAM MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB ANAK... 17 A. Tanggung Jawab Anak... 17 1. Pengertian Tanggung Jawab Anak... 17 2. Tanggung Jawab sebagai Nilai Karakter... 21 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Tanggung Jawab... 30 4. Tahap-Tahap Perkembangan Tanggung Jawab... 35
7. Empati Sebagai Dasar Pembentukan Tanggung Jawab... 36
8. Strategi Pengembangan Tanggung Jawab... 42 B. Konsep Bimbingan Dan Konseling Anak... 45 1. Hakikat dan Tujuan Bimbingan dan Konseling Anak... 45 2. Karakteristik Bimbingan dan Konseling Anak... 46 C. Teknik Konseling Metafora ... 57
1. Pengertian Metafora
...
57
2. Konsep Teori yang Mendasari Metafora sebagai Teknik Konseling...
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Manfaat Metafora Bagi
Anak...
62
4. Metafora sebagai Teknik Konseling... 66
5. Bentuk Metafora dalam Konseling Metafora………... 70
6. Tahapan Metafora dalam Konseling... 72
D. Konseling Metafora untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Anak... 76
E. Penelitian yang Relevan... 80 F. Asumsi Penelitian... 85
F. Kerangka Pemikiran... 86
Bab III. Metode Penelitian... A. Pendekatan Dan Desain Penelitian... B. Lokasi dan Subjek Penelitian... 89 93 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 96
D. Teknik Pengumpulan Data, Pengembangan Instrumen, dan Tahap Penelitian 99 1. Teknik Pengumpulan Data... 99
2. Pengembangan Instrumen Penelitian... 100 3. Tahap Penelitian... 127
E. Teknik Analisis Data... 130
Bab IV. Temuan Dan Pembahasan... 136
A. Temuan Penelitian... 136
1. Gambaran Subjek Penelitian... 136
2. Pengujian Hipotesis... 145
3. Hasil Analisis Kualitatif Kelompok Eksperimen Pada Subjek Dengan Skor Ekstrim... 151 B. Pembahasan... 166
1. Diskusi hasil penelitian... 166
2. Keterbatasan penelitian... 185
BAB V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI... 187
A. Simpulan... 187
B. Rekomendasi... 188
DAFTAR PUSTAKA... 190
1
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
Bab I memuat latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi disertasi. Berikut uraian
masing-masing sub bab secara lebih rinci.
A. Latar Belakang Penelitian
Usia sekolah dasar (selanjutnya disingkat dengan SD) merupakan usia yang
penting bagi tahap perkembangan di masa berikutnya. Havighurst (dalam Hurlock,
1993) menguraikan beberapa tugas perkembangan anak usia SD yang terdiri dari
kemampuan anak untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan dalam beriman dan
bertakwa kepada Tuhan, perkembangan keterampilan dasar membaca, menulis dan
berhitung, perkembangan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari,
belajar bergaul dan bekerja kelompok, belajar menjadi pribadi yang mandiri,
perkembangan kata hati, moral, dan nilai, membina hidup sehat, menjalankan peran
sosial sesuai dengan jenis kelamin, serta mengembangkan peran dan sikap awal untuk
merencanakan masa depan. Tugas perkembangan tersebut tidak jauh berbeda dengan
tujuan pendidikan dasar yakni meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta ketampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut (Permendiknas No. 23/2006). Keberhasilan dalam pencapaian tugas
perkembangan masa tersebut akan memberikan kebahagiaan dan sebaliknya
ketidakmampuan mencapai tugas perkembangan akan menghambat pencapaian di
tugas perkembangan tahap berikutnnya.
Keberhasilan dalam mencapai tugas perkembangan dan tujuan pendidikan
ditentukan oleh keterlibatan orang dewasa di sekitar anak dan potensi yang dimiliki
anak. Salah satu potensi penting adalah karakter. Karakter merupakan integrasi
potensi akal, hati, dan perilaku yang dibutuhkan individu untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sehingga mampu meraih kesuksesan dalam hidup (Lickona,
2
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Nilai karakter yang perlu dikembangkan sejak dini adalah tanggung jawab
(Lickona, 1991). Tanggung jawab merupakan nilai moralitas utama yang berlaku
secara universal dan inti dari berbagai nilai karakter lain. Individu yang bertanggung
jawab memiliki kemampuan untuk menyadari setiap tindakan yang dilakukan dan
bersedia menerima semua konsekuensi dari tindakannya. Dalam kehidupan
sehari-hari, tanggung jawab dapat diamati dari kemampuan individu untuk mengutamakan
hal-hal yang dianggap penting, menyelesaikan pekerjaan atau kewajiban dalam
keluarga, sekolah, maupun masyarakat, mencoba melakukan sesuatu dengan beragam
cara guna mendukung satu sama lain, merespon sesuai dengan yang diharapkan orang
lain, menunjukkan perhatian dan keperdulian, meringankan beban, dan membuat
dunia atau lingkungan menjadi lebih baik bagi semua orang, serta bersedia berkorban.
Peran tanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosial telah terbukti
menentukan kesuksesan individu di masa dewasa (Werner dan Smith, 1989), dan
menjadi ciri orang yang sehat secara psikologis (Glasser dan Zennin dalam Latipun,
2008; Corey, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Escar, Gutierrez, Pascual, dan Llopis (2010)
membuktikan bahwa kelompok siswa SD yang mendapat perlakuan program
Teaching Personal and Social Responsibility menunjukkan peningkatan efikasi
regulasi diri yang signifikan dibanding kelompok yang tidak mendapat perlakuan,
dan menumbuhkan kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan teman sebaya dan
perilaku antisosial. Selain itu, tanggung jawab yang terbentuk sejak usia sekolah
dasar (SD) akan membentuk anak sebagai a self -directed learning (Ministry of
Education Singapore, 2014), dan membuat anak diterima secara lebih positif oleh
orang dewasa dan teman sebayanya (Tucker, 1994).
Pentingnya tanggung jawab dijadikan sebagai salah satu tujuan keberhasilan
pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UURI No. 20 /2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Mendikbud (dalam Antaranews, 2010) menindaklanjuti
tujuan pendidikan nasional dengan mencanangkan Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Mendikbud menyatakan bahwa pendidikan
3
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pendidikan, namun porsinya akan lebih besar di sekolah dasar (SD). Dunia
pendidikan diharapkan menjadi motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan
karakter bangsa.
Kendati demikian, pada kenyataannya tidak mudah untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Pemberitaan akhir-akhir ini menunjukkan berbagai
permasalahan pembentukan karakter bangsa termasuk tanggung jawab. Permasalahan
rendahnya tanggung jawab dapat dicermati dari berbagai kasus pada siswa SD. Kasus
bullying di SD Bukittinggi (Sudiaman, 2014), penggeroyokan oleh siswa SD di Jawa
Barat (Tirta, 2013), dan Makasar (PRFM News Chanel, 2014) merupakan fenomena
permasalahan karakter yang penting untuk segera ditindaklanjuti.
Permasalahan tanggung jawab sehari-hari dapat pula diketahui dari hasil
penelitian awal pada tanggal 23 April sampai 09 Juni 2012 di tiga sekolah dasar di
Kota Magelang yang terdiri dari SD Muhammadiyah 1 Alternatif (selanjutnya disebut
sebagai SD Mutual), SD Negeri Kemiri Rejo, dan SD Katholik Tarakanita. Penelitian
dilakukan dengan mengamati enam dimensi character streght menurut Selligman dan
Peterson (2004) terhadap 92 siswa kelas satu dari tiga sekolah dan survey persepsi
guru mengenai karakter anak. Siswa kelas satu dipilih karena merupakan kelas awal
yang menjadi fondasi bagi keberhasilan siswa di kelas-kelas berikutnya. Hasil
penelitian memberikan gambaran bahwa karakter kemanusiaan (humanity), keadilan,
temperance, dan transendence masih belum optimal. Kekuatan karakter siswa yang
paling rendah adalah keadilan yang salah satu indikatornya adalah perilaku
tanggung jawab siswa.
Survey lain mengenai nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan pada
siswa kelas satu SD dengan melibatkan 77 guru kelas satu SD swasta di Kabupaten
Magelang dilaksanakan pada bulan Desember 2012. Survey memperoleh hasil
sebagai berikut: 57% guru menganggap nilai karakter yang paling penting untuk
dikembangkan adalah tanggung jawab, 25% disiplin, 11% religius, dan 7% nilai
karakter lainnya. Berdasar hasil survey tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar
guru menganggap tanggung jawab merupakan nilai yang penting untuk
4
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
beberapa alasan, di antaranya guru menganggap siswa yang bertanggung jawab akan
dapat dengan mudah mengikuti proses pembelajaran di kelas dan melaksanakan
tugas-tugas yang diberikan, mandiri, identik dengan anak yang jujur dan mau
mengakui kesalahan, rajin mengerjakan apa yang diperintahkan guru, dan dapat
menerima konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan.
Hasil penelitian awal ditindaklanjuti dengan melakukan wawancara dengan
kepala sekolah serta para guru di SD Mutual Kota Magelang serta observasi
terhadap perilaku tanggung jawab siswa di sekolah secara langsung. Perilaku
tanggung jawab diobservasi secara lebih mendalam karena tanggung jawab siswa di
sekolah tersebut menunjukkan skor terendah dibanding dimensi karakter lainnya dan
hasil wawancara dengan guru dan kepala sekolah juga menganggap tanggung jawab
merupakan karakter yang paling penting untuk dikembangkan di kelas satu. Berdasar
pengamatan terhadap siswa dan wawancara dengan guru tersebut diketahui bahwa
masih banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas dari guru, mencontek pekerjaan
teman, bermain atau bercanda dengan teman saat guru menjelaskan pelajaran, tidak
mengakui kesalahan dengan melemparkan kesalahan kepada teman lain, kurang
perduli dengan kebersihan lingkungan, berkelahi dengan teman, datang terlambat,
sholat tidak tepat waktu, terlambat dalam menyelesaikan tugas, serta mengeluarkan
kata-kata kasar. Berbagai fakta tersebut menunjukkan bahwa ada kegagalan pada
institusi pendidikan di Indonesia dalam hal menumbuhkan manusia Indonesia yang
berkarakter atau berakhlak mulia (Megawangi, 2010).
Rendahnya tanggung jawab dalam diri siswa perlu segera ditangani dengan
seksama, karena “failure to learn responsibility is related to failure in school, work, and relationship” (Tucker, 1994:1). Sebaliknya tanggung jawab yang terbentuk sejak dini akan menjadi dasar bagi pembentukan nilai karakter lain dan mengantarkan anak
pada keberhasilan di sekolah, pribadi, dan sosial. Jones (2006) membuktikan bahwa
pembentukan tanggung jawab pada anak sejak di SD memberi dampak positif
terhadap anak dan menciptakan etos kelas yang lebih kondusif. Pembentukan
tanggung jawab meningkatkan kepatuhan anak terhadap aturan sekolah,
5
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan guru. Pembentukan tanggung jawab berkorelasi dengan kemampuan anak dalam
menyelesaikan tugas, berpartisipasi secara sukarela dalam bentuk perilaku prosocial
yang ditunjukkan (Thomas, 2011), serta mengembangkan self-reliant, mudah
menolong, dan kemampuan untuk bekerja sama (Ochs dan Izquierdo, 2009).
Namun, perhatian terhadap pembentukan karakter khususnya pembentukan
tanggung jawab siswa masih sangat terbatas dan perilaku tanggung jawab siswa
masih rendah. Pembentukan tanggung jawab dipengaruhi oleh beragam faktor.
Tucker (1994) menyatakan bahwa anak belajar tanggung jawab dari orang tua,
sekolah, teman sebaya, dan masyarakat. Selain faktor eksternal, pembentukan
tanggung jawab dipengaruhi pula oleh faktor internal. Piaget dan Kohlberg (Santrock,
2002; Beck, 2004) merupakan tokoh kognitif yang menekankan pentingnya
kecerdasan dalam membentuk moral karakter anak. Sedangkan Hoffman, Eisenberg,
dan Nodding lebih mengamati peran afeksi atau emosi dalam pembentukan moral
karakter (Kurtines & Gerwitz, 1992; Nodding: 2008; Eisenberg, 2000). Hoffman
(dalam Kurtines & Gerwitz, 1992) menyatakan bahwa empati menjadi dasar
perbuatan moral terutama berkaitan dengan motivasi dalam melakukan tindakan
moral. Selain faktor kecerdasan dan empati, pembentukan perilaku moral karakter
dipengaruhi pula oleh jenis kelamin. Gilligan (1982, dalam Walker, 2006) meyakini
bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan berpengaruh terhadap pembentukan
karakter anak. Laki-laki lebih menekankan pada penalaran keadilan yang berorientasi
pada kognitif, sedangkan perempuan lebih menekankan pada kepedulian yang
berorientasi pada emosi.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan tanggung jawab
mengakibatkan munculnya beragam kendala dalam mengembangkannya. Solehuddin
(2012) mengamati beberapa masalah utama yang terjadi dalam pendidikan karakter di
Indonesia baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam
lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi laboratorium yang kondusif bagi
perkembangan karakter anak, keluarga telah kehilangan banyak fungsi. Pengetahuan,
kesadaran, dan ketrampilan orang tua yang rendah, serta tekanan sosial ekonomi telah
6
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berdampak terhadap kegagalan keluarga dalam menciptakan lingkungan yang baik
bagi pendidikan karakter anak di rumah.
Kondisi tersebut menjadi peluang bagi sekolah untuk berperan sebagai
partner keluarga dalam melanjutkan pembelajaran karakter terutama di jenjang SD.
Bennett, dkk (1995) mengemukakan bahwa usia SD merupakan usia penting yang
akan membantu anak mengembangkan kebiasaan dan nilai-nilai yang akan terus
mereka bawa dalam keseharian mereka. SD merupakan dasar bagi keberhasilan
pendidikan di masa-masa selanjutnya, karena kesuksesan di setiap level tergantung
pada persiapan sebelumnya.
Yusuf dan Nurihsan (2008) menjelaskan bahwa pendidikan yang bermutu
adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu
bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikuler, serta
bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling). Secara operasional Kartadinata,
dkk (2007) menjelaskan wilayah layanan bimbingan dan konseling (BK) dalam jalur
pendidikan formal sejajar dengan layanan manajemen pendidikan dan layanan
pembelajaran. Kartadinata (2011) juga menegaskan bahwa tujuan BK pada
hakekatnya sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya normatif. BK adalah
upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya
kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai potensi yang dimilikinya. Dengan
demikian, BK menjadi suatu keharusan dalam sebuah proses pendidikan formal di
Indonesia, mengingat pembentukan karakter sebagai salah satu tujuan pendidikan
nasional tidak dapat terbentuk hanya dengan proses pengajaran akademik.
Berikut ini terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat mendukung
pentingnya peran BK dalam pembentukan karakter di SD. Hasil studi longitudinal
Watson (2006) mengenai keterlibatan anak SD dalam proyek pendidikan karakter
(Child Development Project:CDP) menunjukkan dampak positif sampai mereka
berada di tingkat SLTA. Prince dan Ho (2010) meneliti dampak program intervensi
berbasis ketrampilan hidup sekolah dalam meningkatkan penyesuaian sosial dan
sekolah pada siswa-siswa SD yang berisiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan
7
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peningkatan kompetensi sosial dan penyesuaian sekolah yang lebih tinggi dibanding
kelompok yang tidak mendapat perlakuan.
Larson (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pendidikan
karakter yang baik di sekolah akan menginspirasi siswa meningkatkan prestasi
akademik, interaksi pribadi dan sosial yang ditunjukkan dengan kemampuan
berbicara dengan penuh penghargaan kepada orang lain, secara suka rela menjadi
anggota masyarakat, menjadi warga negara yang bertanggung jawab, dan mampu
memiliki ketrampilan membuat keputusan dan memecahkan masalah.
Berbagai hasil penelitian tersebut menguatkan pentingnya pemberian layanan
BK di SD. Namun pada kenyataannya, untuk jenjang SD di Indonesia, layanan BK
belum terwujud sesuai dengan harapan dan belum ada konselor yang diangkat di SD,
kecuali mungkin di sekolah swasta tertentu (Kartadinata, dkk, 2007). Kondisi ini
sesuai dengan hasil survei awal terhadap 77 guru kelas satu SD di Kabupaten
Magelang pada tanggal 6 Desember 2012. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa
tidak ada satupun SD di Kabupaten Magelang yang memiliki konselor sekolah secara
khusus. Para guru menyadari bahwa peran BK sangat diperlukan dalam mengatasi
berbagai permasalahan para peserta didik, namun para guru kelas yang mengemban
tugas untuk memberi layanan BK belum pernah mendapat pelatihan ke-BK-an secara
khusus. Ketidakmampuan guru kelas di SD dalam menerapkan prinsip-prinsip
ke-BK-an berdampak pada kurang optimalnya pemberian bidang layanan pribadi dan
sosial, sehingga pembentukan karakter tanggung jawab siswa masih belum optimal.
Berdasar hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SD Mutual diketahui
bahwa belum ada program khusus pembentukan tanggung jawab anak selain yang
berkaitan dengan tanggung jawab akademik dan ibadah sholat serta mengaji. Kepala
sekolah menyatakan bahwa waktu di sekolah terlalu sempit untuk membuat program
khusus pembentukan karakter karena target kurikulum yang terlalu padat.
Selama ini, upaya peningkatan tanggung jawab siswa telah dilakukan oleh
guru melalui berbagai cara, baik berupa pemberian hukuman, surat peringatan,
nasehat, maupun pembiasaan, namun penanganan terhadap siswa lebih banyak
8
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berdampak negatif karena anak akan membenci dirinya dan orang lain (Escarti,
Gutierrez, Pascual, dan Llopis, 2010), sehingga mengakibatkan anak semakin merasa
kesepian dan ditolak oleh lingkungan sosialnya (McGinnis dan Goldstein, 2003; Katz
2012). Kondisi tersebut perlu ditindaklanjuti dengan pemberian layanan bimbingan
dan konseling yang sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan anak.
Konseling pada anak tidak dapat dilakukan seperti konseling pada orang
dewasa. Gerald dan Geldard (2011:5) menyatakan bahwa:
...we counsel adults by sitting down with them and inviting them to talk with us, if we were to try to use the same strategy with children....those children would be unlikely to tell us anything importance, they would probably become bored...withdrawn into silence.... as counsellors, we are to engage children so that they will talk freely about their painful issues, then we need to use verbal counselling skills in conjuction with other strategies. For example, we might involve the child in play, or in the use of media such as miniature animals, clay or various forms of art. Alternatively, we might involve the child in storytelling, or take them on an imaginary journey. As a consequence the use of verbal counselling skills with the use of media or some other strategy, we are able to create an opportunity for the child to join with us in a therapeutically useful counselling process.
Sejalan dengan Geldrad dan Geldrad, Muro dan Kottman (1995) menyatakan
bahwa konseling untuk anak memiliki karakteristik berbeda dengan tahapan usia
selanjutnya. Karakteristik anak usia tujuh tahun sebagai masa bermain, berpikir
konkrit, kreatif, berorientasi pada permainan imajinatif, dan masa belajar melalui
interaksi dengan guru dan teman dalam interaksi sosial (Anna Freud dalam Overby,
2010; Vygotsky dalam Santrock, 2003; Muro dan Kottman, 1995) menjadi dasar
bagi pemberian teknik konseling metafora.
Burn (2005) menyatakan bahwa teknik konseling metafora bagi anak identik
dengan cerita. Hal ini didasari dengan prinsip umum mengenai kecintaan anak
terhadap cerita. Penggunaan cerita metafora membantu anak menciptakan jembatan
hubungan personal antara anak dengan konselor, juga membantu anak merasa
nyaman dalam berkomunikasi. Penggunaan cerita metafora dapat membantu anak
9
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Conte (2009) memaparkan bahwa penggunaan metafora dalam konseling
dapat memudahkan konselor memasukkan pesan dan membuka penerimaan konseli
terhadap ide-ide yang ada dalam cerita. Cerita yang didengar konseli menghubungkan
sesuatu yang lebih dalam pada diri mereka. Dalam istilah psychological state, kondisi
ini disebut sebagai narrative transport, yakni suatu kondisi yang membuat emosi
konseli terikat kuat dengan emosi karakter dalam cerita. Kondisi tersebut tidak hanya
membuat konseli menangkap isi cerita tetapi mereka juga bergerak ke dalam
perjalanan emosional sesuai karakter dalam cerita. Hal tersebut ditegaskan pula oleh
Close (1998:16) yang menyatakan bahwa:
Stories address a different level of conciousness than conceptual replies. They elicit a different level of response. Stories trend to be more believable than “objective” statements... A metaphor is not presented as something to be evaluated, but rather as a work of art. It is to be enjoyed and experienced on the basis of its own criteria. Metaphors have impressive staying power.
Berdasar paparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa urgensi tanggung
jawab sebagai fondasi keberhasilan pribadi dan sosial anak perlu dibentuk sejak usia
dini. Namun keterbatasan guru SD kelas satu dalam memberikan layanan BK untuk
membentuk tanggung jawab yang sesuai dengan tahap perkembangan anak perlu
segera diatasi. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti teknik konseling metafora
guna meningkatkan tanggung jawab siswa kelas 1 SD.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasar paparan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat
diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut.
Pertama, tanggung jawab merupakan nilai moral utama yang menjadi dasar
bagi kesuksesan individu (Werner dan Smith, 1989; Escarti, Gutierrez, Pascual, dan
Llopis, 2010; Lickona, 1991). Namun fenomena permasalahan karakter khususnya
mengenai tanggung jawab yang ditunjukkan melalui berbagai perilaku negatif anak
semakin meningkat dan meluas. Berdasar hasil pengamatan terhadap siswa dan
10
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengerjakan tugas dari guru, mencontek pekerjaan teman, bermain atau bercanda
dengan teman saat guru menjelaskan pelajaran, tidak mengakui kesalahan dengan
melemparkan kesalahan kepada teman lain, kurang perduli dengan kebersihan
lingkungan, berkelahi dengan teman, datang terlambat, sholat tidak tepat waktu,
terlambat dalam menyelesaikan tugas, serta mengeluarkan kata-kata kasar. Berbagai
fakta tersebut menunjukkan bahwa ada kegagalan pada institusi pendidikan di
Indonesia dalam hal menumbuhkan manusia Indonesia yang berkarakter atau
berakhlak mulia (Megawangi, 2010). Kondisi ini memerlukan penanganan yang
terencana dan komprehensif, karena penanganan secara individual melalui pemberian
hukuman saja seringkali tidak berfungsi dan akan berdampak negatif yang
menyebabkan anak membenci dirinya dan orang lain (Escarti, Gutierrez, Pascual, dan
Llopis, 2010), sehingga mengakibatkan anak semakin merasa kesepian dan ditolak
oleh lingkungan sosialnya (McGinnis dan Goldstein, 2003; Katz 2012).
Kedua, rendahnya tanggung jawab anak dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
dari dalam diri maupun dari luar diri anak. Faktor dari dalam diri berupa kecerdasan,
motivasi, jenis kelamin, dan konsep diri. Faktor dari luar berupa pengaruh keluarga,
teman sebaya, sekolah, masyarakat, dan budaya. Pengaruh kecerdasan dan jenis
kelamin anak perlu dicermati dalam upaya meningkatkan tanggung jawab anak,
sehingga akan dapat diperoleh gambaran tentang cara memberi perlakuan yang tepat
sesuai dengan kecerdasan dan jenis kelamin anak.
Ketiga, peran sekolah dalam membentuk tanggung jawab anak masih
menemui beberapa kendala, salah satu kendala tersebut adalah pemberian layanan BK
di kelas satu SD yang masih sangat terbatas. Belum adanya konselor SD dan
minimnya pengetahuan guru kelas sebagai pemberi layanan BK bagi siswa di kelas
satu, berdampak pada tidak optimalnya pemberian pembinaan siswa, khususnya
dalam pembentukan karakter tanggung jawab siswa. Kelas satu sebagai awal sekolah
formal menjadi dasar penting bagi pembentukan tanggung jawab siswa untuk
kesuksesan di kelas-kelas berikutnya. Siswa kelas satu yang berusia 6-7 tahun
memiliki karakteristik perkembangan tertentu, diantaranya merupakan usia bermain,
11
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
teman sebaya dalam interaksi sosial. Pemberian layanan BK yang sesuai dengan
karakteristik perkembangan tersebut sangat diperlukan. Teknik konseling metafora
melalui cerita merupakan salah satu teknik konseling yang sesuai untuk diterapkan
bagi anak usia 6-7 tahun. Hal ini didasari dengan beberapa pertimbangan, yakni: (1)
setiap anak memiliki kecintaan pada cerita (Burn, 2005); (2) metafora berbentuk
cerita dalam proses konseling dapat meningkatkan kemampuan anak untuk fokus,
mengingat isi pesan, dan memahami konsep (Martin, Cummings, dan Hallberg,
1992); (3) cerita dapat membantu anak untuk mengidentifikasikan dirinya dengan
karakter, tema, atau peristiwa yang ada dalam cerita, ketertarikan anak terhadap
pemikiran, emosi, dan perilaku tokoh cerita akan membantu anak memproyeksikan
pikiran, emosi, dan perilaku yang ada pada dirinya (Geldrad dan Geldrad, 2011); (4)
metafora dalam bentuk cerita lebih diyakini dari pernyataan obyektif (Battino, 2002);
(5) meninggalkan pesan yang diingat kuat oleh konseli (Close, 1998); (6)
memudahkan penjelasan isi pesan, mudah dipahami, dan memotivasi siswa (Owen,
2004); serta (7) meningkatkan perubahan sikap sebagai persuasive effect of metaphor
(Sopory dan Dillard, 2002).
Keempat, hasil analisis beberapa penelitian di luar negeri membuktikan bahwa
intervensi yang diberikan sebagai bentuk layanan BK pada masa usia sekolah dasar
efektif meningkatkan pembentukan moral/karakter anak dan memiliki dampak jangka
panjang bagi perkembangan anak di masa-masa berikutnya. Meskipun demikian,
sepanjang pengetahuan peneliti di Indonesia saat ini belum terdapat penelitian yang
mengangkat tema mengenai peran BK dalam pembentukan karakter tanggung jawab
anak usia SD, khususnya mengenai peran teknik konseling metafora untuk
meningkatkan tanggung jawab anak SD. Penelitian mengenai peran BK dalam
pembentukan karakter anak memiliki perbedaan baik dalam variabel penelitian,
jenjang pendidikan, lokasi penelitian, dan jenjang usia subjek penelitian.
Dengan demikian, pengembangan teknik konseling yang sesuai dengan tahap
perkembangan anak merupakan suatu kebutuhan bagi upaya meningkatkan tanggung
jawab anak. Teknik konseling metafora dipilih karena pesan-pesan yang terkandung
12
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
membantu anak untuk mengidentifikasikan diri dengan karakter cerita, dan
meningkatkan perubahan sikap pada diri anak.
Setelah mencermati pemaparan permasalahan tersebut, rumusan masalah
utama dalam penelitian ini adalah apakah teknik konseling metafora efektif untuk
meningkatkan tanggung jawab siswa usia 6-7 tahun di Kelas 1 SD Muhammadiyah 1
Alternatif Kota Magelang. Rumusan masalah tersebut dideskripsikan secara
operasional dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran tanggung jawab siswa Kelas 1 di SD Mutual Kota
Magelang sebelum dan setelah perlakuan?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan skor tanggung jawab pada kelompok
eksperimen yang memperoleh perlakuan teknik konseling metafora dibanding
kelompok kontrol yang tidak memperoleh perlakuan?
3. Apakah terdapat perbedaan efektivitas teknik konseling metafora dalam
meningkatkan aspek tanggung jawab pribadi dan sosial pada kelompok
eksperimen?
4. Apakah terdapat perbedaan efektivitas teknik konseling metafora dalam
meningkatkan tanggung jawab ditinjau dari kecerdasan siswa?
5. Apakah terdapat perbedaan efektivitas teknik konseling metafora dalam
meningkatkan tanggung jawab ditinjau dari jenis kelamin siswa?
6. Apakah terdapat perubahan perilaku tanggung jawab menurut pengamatan
orang tua dan guru pada kelompok eksperimen yang memperoleh perlakuan
teknik konseling metafora sebelum dan setelah memperoleh perlakuan?
7. Bagaimana keterlibatan siswa selama proses konseling antara yang
mengalami peningkatan skor tanggung jawab dibanding siswa yang tidak
mengalami peningkatan skor pada kelompok eksperimen?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas konseling
metafora dalam meningkatkan tanggung jawab anak usia 6-7 tahun di kelas satu SD.
13
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Memperoleh gambaran tanggung jawab siswa usia 6-7 tahun di kelas 1 SD
Mutual Kota Magelang sebelum dan setelah perlakuan.
2. Memperoleh data empirik mengenai perbedaan peningkatan skor tanggung
jawab pada kelompok eksperimen yang memperoleh perlakuan teknik
konseling metafora dibanding kelompok kontrol yang tidak memeroleh
perlakuan.
3. Memperoleh data empirik mengenai perbedaan efektivitas teknik konseling
metafora dalam meningkatkan aspek tanggung jawab pribadi dan sosial pada
kelompok eksperimen.
4. Memperoleh data empirik mengenai perbedaan efektivitas teknik konseling
metafora dalam meningkatkan tanggung jawab ditinjau dari kecerdasan siswa.
5. Memperoleh data empirik mengenai perbedaan efektivitas teknik konseling
metafora dalam meningkatkan tanggung jawab ditinjau dari jenis kelamin
siswa.
6. Menghasilkan data kualitatif mengenai perubahan perilaku tanggung jawab
menurut pengamatan orang tua dan guru pada kelompok eksperimen yang
memperoleh perlakuan teknik konseling metafora sebelum dan setelah
memperoleh perlakuan
7. Menghasilkan data kualitatif mengenai keterlibatan siswa selama proses
konseling antara yang mengalami peningkatan skor tanggung jawab
dibandingkan dengan yang tidak mengalami peningkatan.
D. Hipotesis Penelitian
Dalam upaya menjawab pertanyaan penelitian nomor dua sampai dengan
lima, dirumuskan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut.
1. Hipotesis mayor
Terdapat perbedaan peningkatan skor tanggung jawab siswa kelompok
eksperimen yang memperoleh teknik konseling metafora dibanding kelompok
14
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Hipotesis minor
a. Terdapat perbedaan efektivitas teknik konseling metafora dalam meningkatkan
aspek tanggung jawab pribadi dan sosial pada kelompok eksperimen sebelum
dan setelah memperoleh konseling metafora.
b.Terdapat perbedaan efektivitas teknik konseling metafora dalam meningkatkan
tanggung jawab ditinjau dari kecerdasan siswa.
c. Terdapat perbedaan efektivitas teknik konseling metafora dalam meningkatkan
tanggung jawab ditinjau dari jenis kelamin siswa.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai pembentukan karakter anak dipandang penting untuk
dilaksanakan karena usia sekolah dasar menjadi tahap penting yang mempengaruhi
usia-usia selanjutnya, keberhasilan anak dalam menyelesaikan tugas perkembangan
khususnya dalam pembentukan karakter pada tahap ini akan mendukung anak untuk
memasuki masa perkembangan berikutnya secara lebih baik. Hasil penelitian
mengenai konseling metafora ini diharapkan mampu meningkatkan pembentukan
tanggung jawab anak dan dapat diimplementasikan sebagai salah satu bentuk layanan
bimbingan dan konseling di SD.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai
berikut.
a. Memberikan bukti empirik tentang efektivitas teknik konseling metafora untuk
meningkatkan pembentukan tanggung jawab anak dan diharapkan dapat
menjadi rujukan ilmiah dalam pengembangan perspektif ilmu bimbingan dan
konseling khususnya mengenai penggunaan konseling metafora bagi anak di
Indonesia yang masih belum banyak digunakan.
b.Hasil penelitian ini memperluas konsep tanggung jawab menurut Lickona
yang diimplementasikan pada anak usia 6-7 tahun. Impementasi konsep
tanggung jawab ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
15
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi para praktisi
dalam meningkatkan tanggung jawab anak secara lebih komprehensif. Secara
spesifik hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi:
a. Pihak sekolah mengingat kepala sekolah dan para guru kelas SD masih
memiliki keterbatasan dalam menerapkan prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling di SD, hasil penelitian ini dapat menjadi panduan praktis dalam
pelaksanaan teknik konseling metafora bagi siswa kelas 1 SD khususnya
dalam pembentukan tanggung jawab,
b. Bagi Universitas Muhammadiyah Magelang, penelitian ini dapat
dikembangkan sebagai “pilot project” program pengembangan karakter yang
diterapkan di sekolah-sekolah yang menjalin kerjasama dengan UMMagelang
dengan mengadakan pelatihan konseling bagi guru SD dan penggalian
nilai-nilai karakter lain yang perlu dikembangkan.
c. Bagi Dinas Pendidikan terkait diharapkan penelitian ini dapat mendorong
penciptaan kebijakan-kebijakan terkait pembentukan tanggung jawab di
sekolah, sehingga sekolah tidak hanya dibebani oleh penuntasan target
kurikulum akademik semata.
d. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat memperdalam kajian
mengenai tanggung jawab anak ditinjau dari berbagai variabel yang
mempengaruhi, menggali nilai-nilai karakter dalam diri anak, serta
memperluas penggunaan konseling metafora.
E. Struktur Organisasi Disertasi
Struktur penulisan disertasi ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi tentang
pemaparan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah,
16
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
merupakan kajian pustaka yang berisi landasan teoretik dalam penyusunan penelitian,
dilengkapi dengan kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab III berisi
penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian yang digunakan, dengan memuat
beberapa komponen sebagai berikut: lokasi dan subjek populasi, desain penelitian,
definisi operasional variabel, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan
data, tahap pelaksanaan penelitian, dan analisis data yang digunakan. Bab IV
merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini memuat dua hal utama, yakni:
pertama, mengenai pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan
berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, dan hipotesis penelitian.
Kedua, mengenai pembahasan atau analisis temuan yang mendiskusikan temuan
penelitian dikaitkan dengan dasar teoretik yang telah dibahas dalam kajian pustaka.
Bab yang terakhir adalah Bab V yang berisi kesimpulan penelitian dan rekomendasi
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 89
BAB III
METODE PENELITIAN
Penulisan Bab III mengenai metode penelitian menguraikan tentang proses
persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam proses persiapan diuraikan mengenai
desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel, serta penyusunan instrumen
penelitian. Tahap pelaksanaan penelitian meliputi prosedur penelitian, dan analisis
data penelitian. Secara rinci uraian dijabarkan sebagai berikut.
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas teknik konseling
metafora untuk meningkatkan tanggung jawab siswa Kelas 1 SD. Sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian maka pendekatan yang digunakan
dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif.
Terdapat tiga jenis variabel dalam penelitian, yaitu:
1.Variabel independen : Teknik Konseling Metafora
2.Variabel dependen : Tanggung jawab
3.Variabel moderator : IQ dan jenis kelamin
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah untreathed
control group design with dependent pretest and posttest samples (Cook &
Campbell, 1979; Heppner, Wampold, dan Kivlighan, 2008). Desain ini
menggunakan pengukuran sebanyak dua kali yang dikenakan pada kelompok
kontrol dan eksperimen sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Penggunaan
desain eksperimen dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam format sebagai
berikut.
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian Eksperimen Kuasi
Random O X O
Ekperimen R O1 X O2
Kontrol R O1 -X O2
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 90
Keterangan:
1. O1 : Pretest
2. O2 : Posttest
3. X : Perlakuan Teknik Konseling Metafora
4. -X : Tanpa Perlakuan Teknik Konseling Metafora
Kerlinger (1999) menyatakan bahwa syarat penelitian eksperimen murni
adalah: (1) adanya manipulasi minimal terhadap satu variabel; (2) pengambilan
subjek penelitian dilakukan secara acak; (3) pemberian perlakuan kepada kelompok
dilakukan secara acak pula. Jika dari persyaratan tersebut tidak terpenuhi karena
suatu alasan, maka penelitian disebut sebagai penelitian dengan rancangan
eksperimen kuasi. Berdasar uraian tersebut, maka penelitian ini menggunakan
desain eksperimen kuasi, yaitu eksperimen yang memiliki perlakuan, pengukuran
dampak, unit eksperimen, namun tidak menggunakan pengambilan subjek secara
acak dalam pemilihan subjek karena seluruh subjek dalam populasi digunakan.
Populasi subjek penelitian dipilih berdasar skor nilai karakter tanggung jawab
subjek yang berada dalam kategori skor sedang, rendah dan sangat rendah. Alasan
peneliti memilih eksperimen kuasi juga sejalan dengan pandangan Heppner,
Wampold, dan Kivlighan (2008;182) bahwa pemilihan responden secara acak sulit
dilakukan dalam setting pendidikan, terdapat pertimbangan etis dalam memberikan
layanan, kesulitan dalam melakukan pengontrolan secara penuh, dan kesulitan
dalam menetapkan kelompok kontrol yang tepat.
Dalam penelitian ini akan dikumpulkan dua jenis, yaitu data kuantitatif yang
digunakan untuk menguji efektivitas teknik konseling metafora dalam
meningkatkan tanggung jawab siswa. Setelah data kuantitatif diperoleh akan
ditindaklanjuti dengan pengumpulan data kualitatif yang digunakan sebagai
pendukung data kuantitatif untuk dapat lebih memberikan pemaknaan dan
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 91
dikumpulkan terhadap subjek-subjek penelitian yang memperoleh skor ekstrim
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
92
Terdapat dua jenis data kualitatif yang akan digali dalam penelitian ini yakni
data mengenai keterlibatan subjek dalam proses konseling dan data mengenai
perubahan tanggung jawab subjek menurut guru dan orang tua. Data kualitatif tentang
keterlibatan responden yang mendukung dan menghambat peningkatan tanggung
jawab selama proses perlakuan diperoleh dari hasil FGD dengan para observer asisten
peneliti yang mengamati proses konseling.
Berikut ini disajikan diagram pelaksanaan penelitian dengan menggunakan
desain penelitian eksperimen yang akan dilakukan.
(FGD)
Gambar 3.1 (Sumber: Adaptasi dari Creswell & Clark, 2007, Creswell, 2010)
Berdasar diagram tersebut dapat dijabarkan tahap penelitian kuantitatif dan
kualitatif sebagai berikut:
a.Tahap Kuantitatif dilakukan melalui pretes dan posttest. Pengukuran tanggung
jawab siswa sebelum perlakuan dilakukan selama satu pekan demikian pula
pengukuran setelah perlakuan dilakukan selama satu pekan. Data yang diperoleh HASIL DAN
INTERPRETASI
KESELURUHAN
QUANTITATIF kualitatif
PROSEDUR:
Dua kelompok:
kelompok kontrol & eksperimen
Hasil pengukuran: skor tanggungnjawab pre-test dan post-test
Observasi
PRODUK:
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
93
akan dianalisis secara statistik.
b.Tahap kualitatif dilakukan selama perlakuan dan setelah perlakuan selesai
dilakukan. Hasil analisis data kuantitatif pada tahap pertama menghasilkan
kasus-kasus ekstrem dan outlier (Creswell & Clark, 2007) yang kemudian
ditindaklanjuti dengan pengumpulan data kualitatif mengenai kasus-kasus
ekstrem tersebut. Dalam tahap ini data dikumpulkan dengan teknik observasi
langsung terhadap anak selama perlakuan dan setelah perlakuan, mengamati hasil
karya siswa selama perlakuan, wawancara semi terstruktur dengan guru dan
kepala sekolah, serta focus group discussion (FGD) yang melibatkan orang tua,
[image:30.612.136.554.303.651.2]observer, dan guru.
Tabel 3.2. Alur Pengumpulan Data Kuantitatif dan Kualitatif
METODE PROSES HASIL ANALISIS
Kuantitatif 1. Pre-test
Melakukan observasi berpedoman pada checklist observasi tanggung jawab yang telah disiapkan. Observasi dilakukan selama satu pekan sebelum perlakuan diberikan.
Skor pre-test Uji statistik: 1.Deskriptif 2.Anacova 3.Anava
2.Post-test
Melakukan observasi berpedoman pada checklist observasi tanggung jawab yang telah disiapkan. Observasi dilakukan selama satu pekan setelah perlakuan diberikan
Skor post-test
Kualitatif 1.Selama perlakuan berlangsung: Observasi partisipan dengan pencatatan naratif mengenai berbagai perilaku yang menghambat dan mendukung keterlibatan subjek penelitian dalam mengikuti konseling metafora.
Hasil observasi dalam bentuk narasi
Analisis kualitatif tematik
2.Setelah perlakuan:
a.Wawancara dengan guru dan kepala sekolah
b.FGD dengan guru dan orang tua.
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
94
B. Lokasi dan Subjek Penelitian 1.Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Muhammadiyah 1 Alternatif (SD Mutual) Kota
Magelang. Terdapat dua hal yang mendasari pemilihan SD tersebut sebagai lokasi
penelitian. Alasan yang utama berkaitan dengan hasil studi pendahuluan yang
menunjukkan masih rendahnya perilaku tangung jawab siswa kelas 1 berdasar
penilaian guru dan hasil pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti, serta peran
SD Mutual sebagai sekolah percontohan di wilayah Jawa Tengah yang perlu
dioptimalkan tidak hanya kualitas kognitif namun juga karakter siswa. Alasan
kedua berkaitan dengan pertimbangan praktis sebagai berikut: (1) SD Mutual
menyatakan kesediaan untuk bekerja sama dalam pelaksanaan penelitian, (2) SD
Mutual memiliki jumlah kelas 1 sebanyak 4 kelas, sehingga peneliti dapat
memperoleh jumlah subjek penelitian yang memadai sebagai kelompok kontrol dan
eksperimen; (3) SD Mutual menerapkan pembelajaran yang dimulai pukul 6.30.
Selama ini, waktu tersebut digunakan sebagai waktu pembiasaan ibadah, melalui
kegiatan mengaji dan sholat Dhuha. Periode waktu tersebut (06.30-07.15) memberi
kesempatan pada peneliti untuk memberi perlakuan tanpa mengganggu jam
pelajaran siswa.
2.Subjek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak yang berada pada
tahap perkembangan kanak-kanak tengah atau masa middle childhood (Papalia,
Olds, & Feldman, 2002:294), yang masih duduk di kelas 1 SD Mutual Kota
Magelang dan memiliki kategori skor tanggung jawab dalam kelompok sedang,
rendah dan sangat rendah. Usia midle childhood dipilih sebagai populasi
penelitian didasarkan pada pendapat Bennett, dkk (1999) yang menyatakan bahwa
usia SD merupakan usia penting untuk membantu anak mengembangkan kebiasaan
dan nilai-nilai yang akan terus dibawa dalam keseharian anak. SD merupakan dasar
bagi keberhasilan pendidikan di masa-masa selanjutnya.
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
95
sebagai partisipan yang akan dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Pemilihan populasi penelitian didasari oleh karakteristik yang telah peneliti
tentukan. Secara rinci karakteristik populasi penelitian adalah:
a. Siswa berusia 6-7 tahun.
b.Merupakan siswa Kelas 1 SD Muhammadiyah 1 Alternatif (SD Mutual)
Kota Magelang.
c. Tidak mengalami hambatan perkembangan dalam aspek kognitif dibuktikan
dari hasil tes IQ dan wawancara dengan guru.
d.Tidak mengalami hambatan perkembangan dalam aspek emosi yang
diketahui dari hasil wawancara dengan guru.
e. Memiliki skor tanggung jawab dalam kategori sedang, rendah atau sangat
rendah, berdasar hasil observasi awal dan keterangan dari guru.
Subjek penelitian dipilih berdasar hasil observasi tanggung jawab awal,
yaitu subjek dengan skor tanggung jawab dalam kategori sedang, rendah dan
sangat rendah. Kategori skor observasi dibuat berdasarkan model distribusi normal
rerata ideal dan standar deviasi ideal (Azwar, 2002; Koyan, 2012), sehingga
diperoleh kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, sebagai
[image:32.612.125.531.525.655.2]berikut:
Tabel 3.3 Standar Kategorisasi Perilaku Tanggung Jawab Siswa Berdasar Distribusi Normal Teoritik
Rentang Skor Kategori/Predikat Skor
Mi + 1,5 SDi < Mi + 3,0 SDi Sangat Tinggi ؤ 142
Mi + 0,5 SDi < Mi + 1,5 SDi Tinggi 111 s.d 143
Mi– 0,5 SDi < Mi + 0,5 SDi Sedang 79 s.d 111
Mi– 1,5 SDi < Mi– 0,5 SDi Rendah 47 s.d 79
Mi– 3,0 SDi < Mi– 1,5 SDi Sangat Rendah أ 46
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
96
menyeleksi siswa yang akan digunakan sebagai subjek penelitian berdasar skor
pengamatan awal. Selain dari hasil pengamatan, penentuan subjek penelitian juga
didasarkan pada hasil FGD dengan guru wali Kelas 1 SD Mutual. Berdasar proses
tersebut, diperoleh 51 jumlah siswa dari empat kelas yang dibagi dalam
kelompok kontrol dan eksperimen. Pembagian subjek dalam kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen dilakukan dengan menggunakan teknik sampling acak
sederhana (simple random sampling) dengan melakukan undian terhadap
masing-masing subjek. Hasil akhir pengundian diperoleh 25 subjek menjadi
kelompok eksperimen dan 26 subjek di kelompok kontrol. Berikut ini dapat
diketahui pengelompokan subjek penelitian berdasar norma kategori skor karakter
[image:33.612.128.554.342.520.2]tanggung jawab awal pada masing-masing kategori, sebagai berikut:
Tabel 3.4. Sebaran Subjek dalam Kelompok Penelitian
Kelompok Kategori Skor Subjek Penelitian Total
1 2 3 4 5
Eksperimen 5 14 6 0 0 25
Kontrol 1 19 6 0 0 26
Keterangan: 1 = sangat rendah 2 = rendah 3 = sedang 4 = tinggi 5 = sangat tinggi
Kelompok eksperimen akan mendapatkan perlakuan berupa teknik konseling
metafora sedangkan kelompok kontrol akan mendapat perlakuan yang sama dengan
kelompok ekperimen setelah penelitian selesai dilaksanakan (waiting list group).
Perlakuan kelompok kontrol sebagai waiting list group dilakukan untuk memenuhi
kode etik penelitian, sehingga semua subjek yang telah diketahui memiliki kategori
skor karakter tanggung jawab rendah akan dapat memperoleh perlakuan yang sama
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
97
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional dalam penelitian ini dirumuskan untuk menghindari
kesalahtafsiran terhadap makna, sebagai berikut.
1.Tanggung jawab
Tanggung jawab dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa yang dapat
diamati melalui perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pribadi dan sosial
siswa Kelas 1 SD Mutual selama berada di sekolah. Perilaku tanggung jawab
diamati berdasar indikator tanggung jawab pribadi dan sosial sebagai berikut. (a)
Tanggung jawab pribadi terdiri dari kemampuan anak untuk dapat memegang
komitmen pribadi yang ditunjukkan dalam kemampuan mengutamakan hal yang
dianggap penting, komitmen untuk melaksanakan kewajiban sepenuh hati,
mencoba melakukan sesuatu dengan berbagai cara, dan (2) Tanggung jawab sosial
yang terdiri dari kemampuan merespon apa yang diinginkan orang lain, perduli dan
memberi perhatian kepada orang lain, meringankan dan memberi yang terbaik,
menjadikan lingkungan menjadi lebih baik, dan bersedia berkorban untuk
kepentingan sesama. Pengukuran perilaku tanggung jawab dilakukan dengan
mengamati berbagai perilaku yang ditunjukkan selama anak di sekolah melalui
observasi partisipan dengan teknik time sampling pada pagi dan siang baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Skor tanggung jawab anak diperoleh dengan
menjumlah total frekuensi perilaku yang muncul dalam checklist yang telah
dikonversikan ke dalam skor interval.
2.Teknik Konseling Metafora
Teknik konseling metafora merupakan serangkaian kegiatan untuk anak
kelas satu di sekolah dasar yang dikemas dalam cerita-cerita metafora yang didasari
oleh penggunaan dua jenis metafora, yakni metafora bahasa dan visual atau
gambar. Teknik konseling ini dikemas dalam modul konseling yang diberi nama
STAR KIDS (Story Teach A Responsibility for Kids). Dalam teknik konseling
metafora, konselor memfasilitasi anak mengubah perilaku tidak bertanggung jawab
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
98
menimbulkan rasa empati pada diri anak, sehingga meningkatkan dorongan dalam
diri anak untuk berperilaku baik. Cerita metafora dalam seting kelompok
diterapkan bagi anak usia 6-7 tahun mengingat pada usia tersebut anak memiliki
kecintaan pada cerita, berada dalam masa imajinatif, bermain, dan belajar dari
interaksi dengan guru dan teman sebaya. Rangkaian kegiatan anak dalam teknik
konseling metafora meliputi tahapan berikut ini.
a.Penjelasan tentang tujuan kegiatan dan beragam kegiatan yang akan dilakukan
bersama.
b.Perumusan aturan yang disepakati bersama mengenai aturan kelompok selama
proses konseling berlangsung.
c.Perumusan konsekuensi yang akan diterima anak selama eksperimen
berlangsung. Konsekuensi yang digunakan lebih menekankan pada pemberian
token economy bagi anak yang mengikuti aturan yang telah disepakati.
d.Pelaksanaan teknik konseling metafora dalam proses konseling melalui empat
tahap, yaitu: mengenalkan penggunaan metafora dalam bentuk cerita;
mengeksplorasi penggunaan metafora; mentransformasi atau membingkai
kembali metafora dengan mendorong konseli (anak) melakukan perubahan
makna metafora secara positif; dan menghubungkan metafora dengan dunia
nyata (Secara rinci tahapan penerapan Teknik Konseling Metafora “STAR
KIDS” dapat dilihat pada lampiran modul).
Penerapan teknik konseling metafora akan dilakukan dengan dilengkapi oleh
seperangkat media konseling yang terdiri dari model pelaksanaan teknik konseling
metafora, modul konseling berisi kumpulan cerita metafora, buku kegiatan siswa,
buku laporan kegiatan siswa. Isi masing-masing media tersebut, sebagai berikut.
a.Model pelaksanaan teknik konseling metafora berisi rangkaian atau prosedur
berbagai kegiatan yang akan dilakukan konselor (peneliti) dan anak selama
proses perlakuan berlangsung. Model ini berisi pedoman umum operasional
konseling yang meliputi: (1) Rasional; (2) Visi dan Misi; (3) Deskripsi
Kebutuhan; (4) Tujuan; (5) Komponen Modul; (6) Sasaran Intervensi; (7)
Riana Mashar, 2015
TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
99
(10) Kualifikasi Konselor; dan (11) Penilaian atau Evaluasi.
b.Modul pelaksanaan konseling berisi kumpulan cerita metafora yang terdiri dari
15 cerita metafora yang telah dirangkum dari berbagai sumber yang sesuai
dengan tujuan meningkatkan tanggung jawab anak. Modul ini bertujuan untuk
memudahkan peneliti dalam menyampaikan cerita yang digunakan sebagai
media konseling dalam memberi perlakuan kepada siswa.
c.Buku kegiatan siswa berisi berbagai lembar kerja yang akan dilakukan anak
setelah mendengar cerita metafora sebagai bentuk eksplorasi penggunaan
metafora dalam bentuk metafora visual. Buku ini diharapkan dapat membantu
anak dalam mentransformasi atau membingkai metafora dengan mendorong
konseli (siswa) melakukan perubahan makna metafora secara positif; dan
menghubungkan metafora dengan dunia nyata.
d.Buku Laporan Kegiatan berisi hasil observasi dan penilaian peneliti mengenai
jalannya eksperimen. Buku ini akan memudahkan peneliti dalam mencatat
berbagai kejadian selama eksperimen berlangsung, sehingga dapat memudahkan
peneliti dalam melakukan refleksi hasil pelaksanaan eksperimen dan mengetahui
berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku tanggung jawab siswa
selama perlakuan.
Pelaksanaan konseling metafora dilaksanakan dalam 15 kali pertemuan di dalam
kelas, yang akan dipandu oleh seorang konselor, dibantu oleh co-konselor (asisten
konselor dan wali kelas) dan observer. Masing-masing pertemuan membutuhkan
waktu 30-60 menit. Rincian materi secara lengkap terdapat dalam Modul
Pelaksanaan Teknik Konseling Metafora “STAR KIDS”.
3.Kecerdasan (inteligensi) dalam penelitian ini mengacu pada konsep kecerdasan
umum berupa kemampuan persepsi dan berpikir logis sistematis yang ditunjukkan
dari kemampuan subjek dalam mencari hubungan gambar soal dan pilihan
jawaban. Pengukur kecerdasan (IQ) dilakukan dengan menggunakan tes skala
Raven seri SPM yang terdiri dari 60 soal berupa gambar-gambar dengan pola
hubungan dari tingkat yang paling mudah sampai paling sulit.