• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya kelekatan sebagai prediktor tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gaya kelekatan sebagai prediktor tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal - USD Repository"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Claresa Wahyu Vebrianingsih NIM: 06 9114 047

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Hidup ini adalah tentang siapa yang kau cintai dan sakiti,

tentang bagaimana perasaanmu tentang dirimu sendiri,

tentang kepercayaan, kebahagiaan dan belas kasih.

Hidup adalah tentang menghindari rasa cemburu, mengatasi rasa

tidak peduli, dan membina kepercayaan,

tentang apa yang kau katakan dan kau maksudkan,

tentang menghargai orang apa adanya dan bukan karena apa yang

dimilikinya.

Dan yang terpenting, hidup ini adalah tentang memilih

menggunakan hidupmu untuk menyentuh hidup orang lain dengan

cara yang tak bisa digantikan dengan cara lain.

Hidup adalah tentang pilihan-pilihan itu

(5)

v

Dengan rasa syukur, skripsi ini kupersembahkan bagi:

Tuhanku Yesus Kristus Yang Maha Mulia,

Kedua orangtuaku Ignatius Wiyono dan Brigitta Sri Kartini,

Kedua saudaraku Mas Wahyu dan Hanes,

Dan orang-orang di sekitarku yang selalu mencintai dan memberikan

(6)
(7)

vii

DEWASA AWAL

Claresa Wahyu Vebrianingsih

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal dapat diprediksi oleh gaya kelekatan aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan takut-menghindar, dan gaya kelekatan menolak. Variabel prediktor dalam penelitian ini adalah gaya kelekatan yang terdiri dari empat sub variabel, yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan takut-menghindar, dan gaya kelekatan menolak. Variabel kriterumnya adalah tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berkuliah di Yogyakarta dan sedang menjalani hubungan berpacaran. Jumlah subjek penelitian adalah 64 mahasiswa yang sedang dalam hubungan berpacaran. Alat ukur yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data adalah skala gaya kelekatan aman, skala gaya kelekatan terpreokupasi, skala gaya kelekatan takut-menghindar, skala gaya kelekatan menolak, dan skala tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran yang dibuat sendiri oleh peneliti. Keempat skala gaya kelekatan disusun berdasarkan indikator gaya kelekatan menurut Bartholomew & Horowitz (1991), sedangkan skala tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran disusun berdasarkan aspek-aspek keintiman menurut Reis & Shaver (1988), Prager (1995), dan Clack & Wilkinson (2006). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi parsial yang dibantu dengan Software Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 15,0 for Windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis 1 diterima, yaitu gaya kelekatan aman mampu memprediksi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu dewasa awal (p=0,010 ; p<0,05), sedangkan ketiga hipotesis yang lain, yang menyatakan bahwa gaya kelekatan terpreokupasi mampu memprediksi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal (p>0,05), gaya kelekatan takut-menghindar mampu memprediksi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal (p>0,05), dan gaya kelekatan menolak mampu memprediksi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal (p>0,05), ditolak.

(8)

viii

Claresa Wahyu Vebrianingsih

ABSTRACT

This study aimed to determine whether the level of intimacy in dating relationships on individuals in early adulthood can be predicted by secure attachment, preoccupied attachment, avoidant-fearful attachment, and dismissing attachment. The Predictor variable in this study was the attachment style that consist of four sub-variables, which included secure attachment, preoccupied attachment, avoidant-fearful attachment, and dismissing attachment. The criterium variable was the level of intimacy in dating relationships. The subjects of the study were university students who enrolled in Yogyakarta and undergoing a dating relationships. The amount of subjects are 64 university students who are undergoing dating relationships. The instruments of the measurement which used for collecting the data are secure attachment scale, preoccupied attachment scale, avoidant-fearful attachment scale, dismissing attachment scale, and the level of intimacy in dating relationship scale that made by researchers. The four attachment style scale based on The Bartholomew & Horowitz attachment style indicators (1991), while the level of intimacy in dating relationship scale based on aspects of intimacy according to Reis & Shaver (1988), Prager (1995), and Clack & Wilkinson (2006). Methods of data analysis used in this study is partial regression analysis aided by Software Statistical Package for Social Sciences (SPSS) version 15,0 for Windows. The analysis showed that only a secure attachmentis able to significantly predict the level of intimacy in dating relationship on individuals in early adulthood. The hypothesis one accepted, that was secure attachment can predict the level of intimacy in dating relationships on individuals in early adulthood, while another three hypotheses, which stated that preoccupied attachment able to predict the level of intimacy in dating relationships on individuals in early adulthood (p>0,05), the avoidant-fearful attachment able to predict the level of intimacy in dating relationships on individuals in early adulthood (p>0,05), and the dismissing attachment able to predict the level of intimacy in dating relationships on individuals in early adulthood (p>0,05), rejected.

(9)
(10)

x

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang telah dikaruniakan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya dengan judul “Gaya Kelekatan Sebagai Prediktor Tingkat Keintiman Dalam Hubungan Berpacaran Pada Individu Di Masa Dewasa Awal”. Penulisan ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Terselesaikannya penulisan ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan kritik yang membangun dari orang-orang disekitar penulis. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang kepada :

1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani. M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi. 2. Ibu A. Tanti Arini, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktu, tenaga serta pikiran dan dengan penuh kesabaran selalu membimbing penulis hingga proses penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

3. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Si. dan Agnes Indar E., S.Psi., Psi., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lebih baik.

(11)

xi Psikologi tercinta ini.

6. Karyawan Fakultas Psikologi : Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung, Mbak Nanik, dan Pak Giek, atas segala bantuan fasilitas selama proses perkuliahan.

7. Bapak, dan Ibu selaku orangtua yang telah membantuku tanpa pamrih dari segi materil, maupun non materil, yang selalu memberikan semangat dan kepercayaan penuh padaku. Makasih ya Pak.. Bu..

8. Mas Wahyu, Hanes, Mba Dewi, Rere. Makasih yee buat dukungannye. 9. Andreas ‘Ucoxs’ Tambunan yang telah menemani, membantu dan

mendukung selama lebih dari 3 tahun hidupku di Jogja, khususnya dalam proses menyusun skripsi ini. Terimakasih untuk cinta yang boleh ku terima selama ini.

10. Keluarga di Jogja, Titang, Ngering, Kintelan, Solo, Semarang, dan Magelang untuk kasih sayang dan pengalaman yang begitu banyak sehingga aku tidak merasa sendirian di Jogja.

11. Mba Sisca, Bapak, dan Tresia. Terimakasih karena boleh menjadikan Wisma Gorreti sebagai rumahku di Jogja.

(12)

xii

dukungan dan kepercayaannya hingga aku bisa menyelesaikan ini. love u all.

14. Teman-teman SMA (Liedya, Manyu, CA, Cocobi, Ririe, Junet$, Nindi, Rizky, Ervans, Coco) untuk dukungannya walau dari jauh. Makasih banyak ya guys. Akhirnya kita bisa kumpul lagi di Tangerang.

15. Seluruh teman-teman di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma untuk seluruh pengalamannya berdinamika bersama.

16. Terima kasih pula bagi semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang diberikan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi yang membacanya.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR BAGAN ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

(14)

xiv

2. Manfaat praktis ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Masa Dewasa Awal ... 9

1. Individu di masa dewasa awal ... 9

2. Karakteristik individu dewasa awal ... 10

3. Tugas-tugas perkembangan dewasa awal ... 12

B. Hubungan Berpacaran ... 15

1. Pengertian hubungan berpacaran ... 15

2. Pentingnya hubungan berpacaran bagi individu masa dewasa awal ... 16

3. Tahap-tahap berpacaran ... 17

a. Rapport ... 17

b. Pengungkapan diri... 18

c. Ketergantungan satu sama lain ... 18

d. Keintiman yang saling melengkapi ... 18

C. Keintiman Dalam Hubungan Berpacaran ... 19

1. Definisi keintiman dalam hubungan berpacaran ... 19

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keintiman ... 19

a. Kualitas komunikasi ... 20

b. Struktur keluarga ... 20

(15)

xv

b. Pengungkapan diri ... 23

c. Responsivitas pasangan ... 25

d. Pengungkapan diri pasangan ... 26

e. Kehadiran ... 26

4. Tujuan keintiman ... 26

D. Kelekatan ... 28

1. Definisi kelekatan ... 28

2. Sikap yang membentuk kelekatan ... 29

3. Gaya kelekatan ... 30

a. Gaya kelekatan aman ... 31

b. Gaya kelekatan terpreokupasi ... 32

c. Gaya kelekatan takut-menghindar ... 34

d. Gaya kelekatan menolak ... 35

4. Indikator gaya kelekatan ... 37

E. Prediksi Gaya Kelekatan bagi Tingkat Keintiman dalam Hubungan Berpacaran pad aIndividu di Masa Dewasa Awal ... 38

(16)

xvi

3. Prediksi gaya kelekatan takut-menghindar bagi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada

Individu di masa dewasa awal ... 43

4. Prediksi gaya kelekatan menolak bagi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal ... 44

F. Bagan Prediksi Gaya Kelekatan bagi Tingkat Keintiman Dalam Hubungan Berpacaran pada Indvidu di Masa Dewasa Awal ... 46

G. Hipotesis Penelitian ... 50

BAB III. METODE PENELITIAN ... 51

A. Jenis Penelitian ... 51

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 51

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 51

1. Tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran ... 51

2. Gaya kelekatan ... 53

a. Gaya kelekatan aman ... 53

b. Gaya kelekatan terpreokupasi ... 53

c. Gaya kelekatan takut-menghindar ... 54

d. Gaya kelekatan menolak ... 55

(17)

xvii

E. Subjek Penelitian ... 59

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ... 60

1. Uji coba alat pengumpulan data ... 60

2. Validitas ... 61

3. Reliabilitas ... 62

4. Uji analisis butir ... 62

G. Hasil Uji Coba ... 64

1. Hasil uji coba skala gaya kelekatan aman ... 64

2. Hasil uji coba skala gaya kelekatan terpreokupasi ... 65

3. Hasil uji coba skala gaya kelekatan takut-menghindar .... 66

4. Hasil uji coba skala gaya kelekatan menolak ... 68

5. Hasil uji coba skala tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran ... 70

H. Metode Analisis Data ... 72

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Orientasi Kancah ... 73

B. Pelaksanaan Penelitian ... 73

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74

D. Analisis Data ... 75

1. Uji asumsi ... 75

(18)

xviii

d. Uji homokedastisitas ... 79

e. Uji non autokorelasi ... 80

2. Uji hipotesis ... 81

E. Pembahasan ... 83

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(19)

xix

Tabel 1 Cetak Biru Skala Gaya Kelekatan Aman ... 57

Tabel 2 Cetak Biru Skala Gaya Kelekatan Terpreokupasi ... 58

Tabel 3 Cetak Biru Skala Gaya Kelekatan Takut-Menghindar ... 58

Tabel 4 Cetak Biru Skala Gaya Kelekatan Menolak ... 58

Tabel 5 Cetak Biru Skala Tingkat Keintiman dalam Hubungan Berpacaran ... 59

Tabel 6 Distribusi Skala Gaya Kelekatan Aman dengan Nomor Butir Baru ... 64

Tabel 7 Distribusi Skala Gaya Kelekatan Terpreokupasi dengan Nomor Butir Baru ... 65

Tabel 8 Distribusi Skala Gaya Kelekatan Takut-Menghindar dengan Nomor Butir Baru ... 67

Tabel 9 Distribusi Skala Gaya Kelekatan Menolak dengan Nomor Butir Baru ... 68

Tabel 10 Distribusi Skala Tingkat Keintiman dalam Hubungan Berpacaran dengan Nomor Butir Baru ... 71

Tabel 11 Jumlah Subjek, Standar Deviasi, Data Minimum, Data Maksimum, dan Range ... 74

Tabel 12 Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 75

Tabel 13 Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Pacaran ... 75

(20)

xx

(21)

xxi

(22)

xxii

keintiman dalam hubungan berpacaran ... 46 Bagan 2 Bagan prediksi gaya kelekatan terpreokupasi bagi

tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran ... 47 Bagan 3 Bagan prediksi gaya kelekatan takut-menghindar bagi

tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran ... 48 Bagan 4 Bagan prediksi gaya kelekatan menolak bagi tingkat

(23)

xxiii

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 101 Lampiran 2 Skala Penelitian ... 110 Lampiran 3 Seleksi Aitem Skala Gaya Kelekatan Aman ... 117 Lampiran 4 Seleksi Aitem Skala Gaya Kelekatan Terpreokupasi ... 119 Lampiran 5 Seleksi Aitem Skala Gaya Kelekatan Takut-Menghindar ... 123 Lampiran 6 Seleksi Aitem Skala Gaya Kelekatan Menolak ... 125 Lampiran 7 Seleksi Aitem Skala Tingkat Keintiman dalam Hubungan

(24)

1

A. Latar Belakang

Individu di masa dewasa awal memiliki tugas perkembangan, yaitu membentuk relasi yang intim dengan orang lain (Erikson, 1968, dalam Santrock, 2002). Keberhasilan individu dalam menjalani tugas perkembangan ini akan mempengaruhinya dalam menjalani tugas-tugas hidup selanjutnya. Oleh sebab itu, mereka akan menjalin hubungan intim dengan lawan jenis yang dimulai dengan menjalani hubungan berpacaran sebelum mereka melanjutkan ke tahap pernikahan.

Keintiman merupakan kemampuan untuk mengembangkan kedekatan dalam hubungan cinta (Erickson dalam Halonen & Santrock, 1999). Erikson menggambarkan keintiman sebagai penemuan diri sendiri tanpa kehilangan diri sendiri pada orang lain (Erikson, 1968, dalam Santrock, 2002). Sepasang kekasih yang memiliki keintiman akan merasakan adanya kedekatan di antara mereka dan kekuatan dari ikatan yang menahan mereka bersama. Pasangan yang memiliki derajat keintiman yang tinggi, mempedulikan kesejahteraan dan kebahagiaan satu sama lain, saling menghargai, menyukai, bergantung, dan memahami satu sama lain (Baron & Byrne, 2003).

(25)

diri. Hal tersebut diperkuat oleh adanya tujuan-tujuan keintiman yang ingin dicapai dalam suatu hubungan, yaitu mendapatkan kepuasan secara emosional bagi kedua individu yang berpasangan, mendapatkan dukungan dalam mengatasi krisis diri sendiri, mendapat dukungan agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh, belajar mengenali diri sendiri, belajar mendengar aktif, dan menjadikannya sebagai pengalaman yang menyenangkan dan mengesankan (Cox, 1984).

Individu cenderung akan melakukan berbagai cara untuk mencapai keintiman dengan pasangan mereka. Suatu kasus di Cina yang dilaporkan oleh Antara News, pada Sabtu, 6 Februari 2010, menyebutkan bahwa seorang perempuan Cina rela melakukan operasi plastik besar agar terlihat seperti aktris Amerika Serikat, Jessica Alba, idola kekasihnya. Hal ini dilakukan oleh perempuan tersebut agar ia dapat memperoleh kembali kekasihnya. Apabila operasi plastik ini tidak berhasil membuat pacarnya kembali padanya, ia akan

memilih untuk hidup melajang

ini, terlihat adanya ketakutan dalam diri perempuan tersebut bila ia ditinggalkan oleh kekasihnya sehingga ia melakukan usaha-usaha tertentu agar ia dapat kembali kepada kekasihnya tersebut.

(26)

ketidakpercayaan baik terhadap dirinya maupun pada pasangan. Ketidakpercayaan inilah yang dapat mengganggu tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran yang mereka jalani.

Pada kasus yang lain, ada pula sepasang kekasih yang dapat mempercayai dan tidak khawatir bahwa pasangannya akan meninggalkannya sehingga mereka dapat membangun hubungan yang intim dengan pasangan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Shaver dan Brennan (1992, dalam Baron & Byrne, 2003) menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pasangan, mampu membangun keintiman dan komitmen dengan pasangan sehingga mereka dapat membentuk hubungan yang berlangsung lama dan mencapai kepuasan dalam hubungan. Penelitian yang lain mengatakan bahwa individu yang memiliki kepercayaan pada pasangannya juga akan merasakan kepuasan yang tinggi hingga tahap pernikahan (Banse, 2004).

(27)

dirasakan seseorang ditentukan oleh bagaimana ia mempersepsikan dirinya maupun orang lain, apakah positif atau negatif.

Seseorang dengan gambaran diri yang positif mengharapkan agar disukai dan diterima sehingga merasa mudah untuk menjalin relasi. Gambaran diri yang negatif mendorong ke arah harapan bahwa orang lain akan merespon secara negatif. Di sisi lain, gambaran yang positif mengenai orang lain mengakibatkan harapan yang positif mengenai kepercayaan terhadap orang lain. Sebaliknya, gambaran negatif mengenai orang lain mengakibatkan harapan yang negatif mengenai apa yang diinginkan oleh orang lain, yaitu ketidakpercayaan. Kombinasi yang terjadi antara sikap terhadap diri yang positif-negatif dan sikap terhadap orang lain yang positif-negatif menghasilkan empat gaya kelekatan. Keempat gaya kelekatan tersebut adalah gaya kelekatan aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan takut-menghindar dan gaya kelekatan menolak (Bartholomew & Horowitz, 1991).

Individu dengan gaya kelekatan aman memiliki pandangan yang positif mengenai diri sendiri dan harapan yang positif juga pada orang lain. Individu ini memiliki harga diri yang tinggi dan positif terhadap orang lain, mencari kedekatan interpersonal tetapi juga memberikan otonomi pada pasangannya (Baron & Byrne, 2003).

(28)

memiliki kecemasan dan rasa malu karena mereka merasa tidak pantas menerima cinta dari orang lain (Lopez dkk, 1997, dalam Baron & Byrne, 2003).

Individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar memiliki harga diri yang rendah dan pandangan yang negatif mengenai orang lain. Individu ini sangat menginginkan kedekatan dengan orang lain tetapi memiliki ketakutan yang sangat tinggi akan disakiti dan mendapat penolakan dari orang lain (Feneey & Noller, 1996).

Individu dengan gaya kelekatan menolak memiliki karakteristik gambaran diri yang sangat positif dan terkadang tidak realistis. Orang-orang dengan gaya kelekatan ini akan menjaga dirinya dari kekecewaan akan hubungan romantis dengan cara menghindari hubungan romantis dan menjaga kualitas kemandirian dengan selalu mengandalkan diri sendiri sehingga tak mudah disakiti oleh orang lain (Baron & Byrne, 2003).

(29)

mengenai diri mempengaruhi keterbukaan dari orang lain dan persepsi mengenai reaksi dari pasangan.

Penelitian yang dilakukan Clack & Wilkinson (2006) tersebut secara khusus mengukur hubungan setiap aspek keintiman pada masing-masing gaya kelekatan sehingga belum dapat menggambarkan bagaimana tingkat keintiman dari suatu hubungan berdasarkan seluruh aspek dari keintiman tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai tingkat keintiman dan masing-masing gaya kelekatan, yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan takut-menghindar, dan gaya kelekatan menolak.

Beberapa penelitian lain juga telah dilakukan di Indonesia. Salah satunya yaitu studi deskriptif yang dilakukan oleh Purba (2006) mengenai tingkah laku intim dari empat pola kelekatan dewasa pada individu menikah dengan usia pernikahan di bawah lima tahun di Bandung. Subjek dalam penelitian Purba ini berjumlah 59 orang. Hasil dari penelitian Purba (2006) adalah tingkah laku yang ditampilkan oleh keempat pola kelekatan dewasa dalam pernikahan ternyata tidak jauh berbeda. Pola aman menampilkan tingkah laku intim yang paling optimal. Pola terpreokupasi, menolak, dan takut-menghindar menunjukkan tingkah laku intim yang cukup baik dalam pernikahannya karena pada ketiga pola ini sebagian besar dimensi tingkah laku intim memiliki persentasi skor yang besar dalam kategori tinggi.

(30)

dibangun sejak masa pacaran. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya perlu dilakukan pada kelompok subjek yang sedang menjalani masa berpacaran untuk mengetahui bagaimana prediksi masing-masing gaya kelekatan pada keintiman di individu yang sedang menjalani hubungan pacaran.

Kedua penelitian di atas merupakan penelitian yang sudah dilakukan untuk melihat interaksi yang terjadi antara keintiman dan masing-masing gaya kelekatan pada individu yang berpasangan. Akan tetapi, peneliti masih merasa perlu untuk menambah kajian tentang keintiman dan masing-masing gaya kelekatan pada individu yang berpasangan. Kontribusi khusus yang ingin diberikan oleh peneliti adalah penelitian ini khusus memprediksi masing-masing gaya kelekatan, yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan takut-menghindar, dan gaya kelekatan menolak terhadap tingkat keintiman pada individu yang berada dalam tahap dewasa awal yang sedang menjalani hubungan berpacaran.

B. Rumusan Masalah

(31)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah apakah gaya kelekatan aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan takut-menghindar, dan gaya kelekatan menolak dapat menjadi prediktor bagi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan di bidang Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan, khususnya mengenai gaya kelekatan dan keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal.

2. Manfaat Praktis

(32)

9

A. Masa Dewasa Awal

1. Individu di masa dewasa awal

Masa dewasa awal merupakan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa. Hurlock (1980) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada usia delapan belas tahun sampai dengan empat puluh tahun. Oleh karena itu, menurut Daylan (dalam Santrock, 2000), masa dewasa awal menjadi masa untuk bekerja dan masa untuk percintaan dengan menyisakan sedikit waktu untuk hal-hal lainnya. Santrock (2002) memperkuat hal ini dengan menyatakan bahwa individu yang termasuk dalam masa dewasa awal adalah mereka yang telah lulus sekolah menengah atas dan langsung bekerja atau melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Pada masa ini individu akan mencari pasangan hidup dan membentuk keluarga karena ini adalah masa bagi individu untuk menjalin percintaan.

(33)

kehidupan mereka. Ketika mereka menghadapi pertentangan ini, individu masa dewasa awal akan mengembangkan pemahaman etis, yang dianggap Erikson sebagai tanda kedewasaan (Erikson dalam Papalia, et. al, 2008).

Dari uraian di atas, kesimpulan yang dapat diambil untuk mendefinisikan individu dewasa awal adalah individu yang berada pada masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa yang dimulai dari usia delapan belas tahun sampai empat puluh tahun yang telah lulus sekolah menengah atas dan sedang dalam tugas perkembangan menghadapi masa bekerja dan menjalin hubungan percintaan dengan membuat komitmen dengan pasangan.

2. Karakteristik individu dewasa awal

Individu yang berada dalam masa dewasa awal memiliki karakteristik tertentu yang membedakan diri mereka dengan individu yang berada pada tahap perkembangan yang lain. Menurut Arnett (dalam Santrock, 2009), 5 kunci yang mencirikan masa dewasa awal, yaitu:

(34)

awal ini berada dalam usia produktif (Hurlock, 1980). Oleh karena itu, mereka akan membuat komitmen dengan pasangan mereka dan mengambil peran sebagai orang tua.

b. Ketidakstabilan. Puncak perubahan-perubahan dalam hidup terjadi pada masa dewasa awal. Pada masa ini sering terjadi ketidakstabilan dalam hal cinta, pekerjaan, dan pendidikan. Hal ini dikarenakan individu pada masa dewasa awal menghadapi penyesuaian terhadap pola hidup yang baru. Penyesuaian yang dilakukan antara lain ialah penyesuaian pada pekerjaan, kehidupan perkawinan, peran sebagai orang tua, atau hubungan dalam keluarga (Hurlock, 1980).

c. Fokus diri. Individu pada masa ini memiliki pemikiran bahwa mereka memiliki peran yang kecil untuk melaksanakan kewajiban sosial, tugas-tugas dan komitmen dengan orang lain. Oleh karena itu, individu pada masa ini memiliki otonomi untuk menjalani kehidupannya sendiri dan memfokuskan perhatian pada perkembangan dan penyesuaian dirinya sendiri.

(35)

orang tua atau lembaga pendidikan demi pekerjaan pilihan mereka (Hurlock,1980).

e. Masa di mana ada banyak kemungkinan keberuntungan bagi individu untuk mengubah hidup mereka. Ada dua hal yang menunjukkan bahwa individu di masa dewasa awal memiliki kemungkinan-kemungkinan keberuntungan, yaitu banyaknya individu masa dewasa awal yang optimis akan masa depan mereka dan bagi individu yang mengalami waktu-waktu sulit saat tumbuh, mereka memberikan kesempatan untuk mengarahkan diri mereka sendiri pada tujuan-tujuan yang lebih positif (Schulenberg & Zarrett, 2006 dalam Santrock, 2009).

3. Tugas-tugas perkembangan dewasa awal

Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada tiap tahap perkembangannya sebelum tahap perkembangan itu berakhir (Hurlock, 1980). Tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan oleh individu dewasa awal menurut Dariyo (2003), yaitu: a. Mencari dan menemukan calon pasangan hidup

(36)

dan membentuk kehidupan rumah tangga. Mereka akan menentukan kriteria-kriteria tertentu untuk memilih pasangan hidupnya.

b. Membina kehidupan rumah tangga

Individu dewasa awal akan berusaha untuk membuktikan bahwa diri mereka sudah mandiri secara ekonomi dan tidak bergantung pada orang tua. Sikap ini mereka jadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Mereka dituntut untuk dapat membentuk, membina dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Oleh karena itu, individu dewasa awal harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup mereka. Mereka juga memiliki kewajiban untuk dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga. Individu dewasa awal juga diharapkan mampu untuk tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara.

(37)

membantu mereka untuk membangun kehidupan ekonomi rumah tangga yang mantap dan mapan. Masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Mereka akan sangat bersemangat dan penuh idealisme. Oleh karena itu, mereka akan bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya untuk menunjukkan perestasi kerja. Individu dewasa awal akan berusaha untuk mencapai prestasi kerja yang terbaik sehingga mampu untuk memberi kehidupan yang makmur dan sejahtera bagi keluarganya.

d. Menjadi warga negara yang bertanggung jawab

(38)

B. Hubungan Berpacaran

1. Pengertian hubungan berpacaran

Skolnick (1983) mengatakan bahwa hubungan berpacaran adalah hubungan antara dua individu yang menekankan pada keintiman dan komitmen yang dibangun oleh kedua pribadi tersebut. Penjelasan ini sejalan dengan definisi yang pernah diutarakan oleh Adimassana (2001), yaitu pacaran merupakan hubungan antara dua orang yang secara serius melihat atau menjajagi dan memikirkan kemungkinan mereka dapat menikah. Dariyo (2004) juga mengatakan bahwa pacaran adalah masa pendekatan antar individu dari kedua lawan jenis yang ditandai dengan saling mengenal masing-masing pribadi baik kekurangan dan kelebihan dari masing-masing individu. Oleh karena itu, hubungan berpacaran merupakan suatu hubungan yang personal dan intim.

(39)

kuat dalam hubungan cinta. Komitmen adalah keputusan yang diambil seseorang bahwa dia mencintai orang lain dan secara berkesinambungan akan tetap mempertahankan cinta tersebut. Ketiga komponen ini berperan bersama dalam suatu hubungan cinta walaupun sifat perannya tidak selalu sama.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan berpacaran adalah suatu hubungan cinta yang dibangun secara serius dan personal oleh dua orang yang mengandung komponen keintiman, gairah dan komitmen di dalamnya.

2. Pentingnya hubungan berpacaran bagi individu masa dewasa awal

Salah satu tugas individu masa dewasa awal adalah mencari dan menemukan pasangan hidup. Individu akan menjalin relasi dengan lawan jenis untuk melaksanakan tugas perkembangannya tersebut. Untuk menemukan pasangan hidup, sebagian besar individu pada masa dewasa awal akan melalui proses hubungan berpacaran. Penelitian yang dilakukan oleh Berscheid, Snyder, & Omoto (dalam Santrock, 2002) menemukan bahwa lebih dari separuh mahasiswa laki-laki dan perempuan yang diteliti menyebutkan bahwa hubungan dekat yang mereka miliki adalah hubungan dengan kekasih romantis.

(40)

membangun cinta. Lebih dari separuh laki-laki dan perempuan masa kini mengatakan bahwa tidak mencintai adalah alasan yang cukup untuk memutuskan ikatan pernikahan (Simpson,Campbell, & Berscheid, dalam Santrock, 2002). Sebelumnya, Cate & Lloyd (1992) juga telah menyatakan pentingnya pacaran sebelum pernikahan. Menurut mereka, pacaran dapat mempengaruhi kualitas dan kestabilan perkawinan karena hal-hal yang penting dalam sebuah pernikahan bisa dibangun lebih dulu selama masa berpacaran.

3. Tahap-tahap berpacaran

Hubungan cinta atau berpacaran melewati beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut fokus pada proses-proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tugas perkembangan dewasa awal, yaitu pemilihan pasangan hidup. Rheiss (dalam Bercheid dan Walster, 1986) menyebutkan bahwa ada empat tahap dalam hubungan berpacaran, yaitu:

a. Rapport

(41)

lebih baik dan lebih mudah, jika kedua individu memiliki persamaan latar belakang dan sikap.

b. Pengungkapan diri

Setelah berhasil melalui masa rapport, kedua individu akan memasuki tahap berikutnya yaitu pengungkapan diri. Pada masa ini kedua individu akan mengungkapkan nilai-nilai yang dianutnya, seperti politik, agama, dan lain-lain.

c. Ketergantungan satu sama lain

Setelah individu mampu untuk mengungkapkan diri mereka kepada pasangannya, mereka akan menjadi lebih tergantung pada pasangannya. Ketergantungan ini terjadi antara satu sama lain. Mereka mulai mengandalkan pasangannya untuk mendapatkan penghargaan yang belum tentu didapat dari orang lain. Kedua individu mulai menerima sesuatu yang lebih istimewa dan bersifat khusus dari pasangannya. Latar belakang kebudayaan juga mempengaruhi jenis penghargaan yang membuat individu tergantung pada pasangannya. Ketergantungan di antara pasangan juga disebabkan oleh adanya gairah antar individu tersebut.

d. Keintiman yang saling melengkapi

(42)

C. Keintiman dalam Hubungan Berpacaran

1. Definisi keintiman dalam hubungan berpacaran

Santrock (2002) mendefinisikan keintiman sebagai perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam hubungan. Sejalan dengan Santrock, Baron & Byrne (2003) juga menyebutkan bahwa keintiman merupakan kedekatan yang didasarkan pada dua orang dan kekuatan dari ikatan yang menahan mereka bersama. Keintiman merupakan tahap perkembangan psikososial keenam dari delapan tahap yang diajukan Erikson. Pada tahap perkembangan ini, terdapat kutub bipolar yaitu intimacy versus isolation. Keberhasilan pada tahap tugas perkembangan ini adalah terbentuknya orientasi pada keintiman. Mereka mampu untuk mengikatkan diri dalam suatu relasi seperti halnya hubungan berpacaran dan di dalamnya memiliki tingkat komunikasi yang tinggi disertai keterbukaan dan kedekatan yang merupakan ciri khas dari relasi ini (Orlofsky, 1993).

Berdasarkan definisi di atas, definisi keintiman dalam hubungan berpacaran adalah kedekatan dan kekuatan ikatan yang menahan dua orang untuk bersama yang di dalamnya terdapat perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam hubungan berpacaran.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keintiman

(43)

a. Kualitas komunikasi

Kualitas komunikasi berkaitan dengan kualitas waktu yang digunakan dalam menjalin hubungan berpacaran. Kualitas waktu didefinisikan sebagai waktu yang fokus dan tidak terputus dengan pasangan (Lingren, 1998, dalam Emmers-Sommers, 2004). Kualitas waktu memberikan kesempatan untuk melakukan percakapan yang bermakna dan melakukan aktivitas bersama yang bermanfaat. Penelitian yang dilakukan oleh Emmers-Sommers (2004) menunjukkan bahwa kualitas komunikasi menjadi indikator yang lebih baik daripada kuantitas komunikasi untuk suatu keintiman dalam hubungan.

b. Struktur keluarga

Struktur keluarga berkaitan dengan keutuhan keluarga, yaitu keberadaan ayah dan ibu dalam keluarga. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bruce, Flora, & Stace (2004) menunjukkan bahwa individu yang berasal dari keluarga yang utuh memiliki tingkat keintiman yang lebih tinggi dengan pasangannya daripada individu yang berasal dari keluarga bercerai. Hal ini disebabkan individu yang berasal dari keluarga yang bercerai memiliki tingkat ketakutan yang lebih tinggi untuk membangun hubungan yang intim dengan pasangan daripada individu yang berasal dari keluarga yang utuh.

c. Gender

(44)

identitas dan keintiman. Hal tersebut dikarenakan wanita memfokuskan diri pada keintiman dan perhatian. Para wanita juga cenderung mendefinisikan diri mereka dalam konteks hubungan dengan orang lain, sedangkan pria cenderung untuk mendefinisikan diri mereka dalam konteks otonomi dan pekerjaan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Heller & Wood (1998) menunjukkan bahwa pria dan wanita berbeda secara signifikan dalam merasakan keintiman dengan pasangannya. Wanita merasakan tingkat keintiman yang lebih tinggi kepada pasangannya daripada pria.

3. Aspek-aspek keintiman

(45)

keberadaan, keintiman kognitif, keintiman afeksi, komitmen, dan mutuality.

Aspek-aspek yang telah diungkapkan oleh tokoh-tokoh di atas memiliki sifat yang saling mendukung. Hal ini dikarenakan baik aspek-aspek yang telah diungkapkan oleh Clack & Wilkinson (2006) maupun oleh Prager (1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009), merupakan bagian dari aspek yang telah diungkapkan sebelumnya oleh Reis & Shaver (1988, dalam Laurenceau, Pietromonaco, & Barrett, 1998). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan lima aspek pembentuk keintiman sebagai hasil dari penggabungan aspek-aspek yang telah diungkapkan sebelumnya. Kelima aspek tersebut, adalah:

a. Intimacy goals

(46)

kuat pula akan kepaduan dan hubungan (Prager, 1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009).

b. Pengungkapan diri

Pengungkapan diri adalah suatu bentuk komunikasi verbal mengenai informasi, pemikiran-pemikiran, dan perasaan-perasaan kepada individu lain secara pribadi (Reis & Shaver, 1988, dalam Laurenceau, Pietromonaco, & Barrett, 1998). Pengungkapan diri juga termasuk menghilangkan batas antara seseorang dan pasangannya (secara fisik dan psikis) sehingga menjadi satu dalam hidup pasangannya atau membiarkan pasangannya berada dalam hidupnya (Prager, 1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009). Penyatuan antar pasangan merupakan hal yang inti dalam hubungan intim. Prager (1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009) menyebutnya sebagai mutuality. Mutuality adalah suatu persepsi bahwa antar pasangan saling bertaut dalam berbagai hal. Mutuality berasal dari proses pertukaran, keadaan saling tergantung, dan harapan akan timbal-balik di antara pasangan (Prager, 1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009).

(47)

menurut Prager (1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009), dalam suatu keintiman hubungan terdapat pula komunikasi non verbal di antara pasangan. Komunikasi non verbal adalah komunikasi melalui tindakan, ekspresi wajah serta kedekatan secara fisik atau sentuhan (Prager, 1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009). Adanya komunikasi non verbal ini menunjukkan bahwa dalam suatu hubungan berpacaran ada keintiman fisik. Keintiman fisik adalah sentuhan fisik di antara pasangan yang berkisar dari kedekatan secara fisik sampai kontak seksual (Prager, 1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009).

(48)

Pengungkapan diri emosional adalah pengungkapan mengenai perasaan-perasaan, opini-opini, dan penilaian-penilaian pribadi (Laurenceau, Pietromonaco, & Barrett, 1998). Pada aspek yang disebutkan oleh Prager (1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009), pengungkapan diri emosional merupakan suatu bentuk adanya keintiman afeksi dalam suatu hubungan. Keintiman afeksi adalah suatu bentuk ekspresi emosi. Keintiman afeksi berisi tentang perasaan yang dikarakteristikkan dengan kedalaman cinta, perhatian, perasaan kasihan, dan daya tarik positif kepada pasangan (Prager, 1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009).

c. Responsivitas pasangan

(49)

pengungkapan diri pasangan memberikan efek yang lebih kuat pada keintiman setelah aspek responsivitas pasangan ikut berinteraksi di dalamnya.

d. Pengungkapan diri pasangan

Pengungkapan diri pasangan adalah komunikasi verbal yang diberikan oleh pasangan mengenai informasi-informasi, pemikiran-pemikiran, dan perasaan-perasaan pribadi sebagai respon atas pengungkapan diri yang diberikan oleh individu (Reis & Shaver, 1988, dalam Laurenceau, Pietromonaco, & Barrett, 1998). Menurut Dindia (2002, dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009)) pengungkapan diri yang dilakukan oleh individu kepada pasangannya akan cenderung dibalas dengan pengungkapan diri dari pasangannya.

e. Kehadiran

Kehadiran adalah perasaan subyektif mengenai kehadiran orang lain baik secara fisik maupun non fisik. Perasaan kehadiran dapat digerakan dengan tindakan-tindakan simbolis dari ketidakhadiran seseorang atau perasaan yang muncul secara spontan tanpa disebabkan oleh faktor eksternal (Prager, 1995, dalam Eryilmaz & Atak, 2009).

4. Tujuan keintiman

(50)

tersebut diperkuat oleh adanya tujuan-tujuan dalam keintiman. Menurut Cox (1984), tujuan keintiman dari suatu hubungan meliputi:

a. Kepuasan emosional

Kepuasan emosional itu meliputi perasaan, seperti: merasa dihargai dan berguna. Kepuasan emosi juga terjadi saat ada proses pemberian dan penerimaan afeksi yang timbal balik.

b. Mengatasi krisis-krisis

Bila salah satu pihak sedang mengalami krisis, maka pihak tersebut akan menceritakannya pada pasangannya. Begitu pula sebaliknya, pasangannya akan memberikan dukungan, misalnya dengan bertanya atau menawarkan nasehat.

c. Sebagai dukungan agar dapat tumbuh dan berkembang secara utuh Bila salah satu pihak ingin berubah dalam arah yang positif maka menjalin keintiman merupakan salah satu cara untuk menunjukkan dukungan.

d. Belajar mengenali diri sendiri (self knowledge)

Melalui pengungkapan diri, pasangan akan lebih mengenal diri masing-masing serta masalah-masalah yang dihadapi.

e. Belajar untuk mendengar aktif

(51)

memahami perasaan pasangannya yang seringkali terungkap melalui simbol-simbol non-verbal, seperti gerakan tubuh.

f. Menjadikannya sebagai pengalaman yang menyenangkan dan mengesankan

Kegembiraan tercipta karena individu dapat merasa dekat dengan pasangannya.

D. Kelekatan

1. Definisi kelekatan

Bowbly (1991) mendefinisikan kelekatan sebagai suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya. Ainsworth (1978) mengatakan bahwa kelekatan merupakan ikatan kasih sayang yang dibentuk oleh seseorang kepada orang tertentu. Menurutnya, kelekatan bersifat khusus. Setiap orang bisa memiliki hubungan dengan orang lain, tetapi kelekatan tidak selalu ada di antara hubungan tersebut. Kelekatan memiliki pengaruh yang kompleks dan bervariasi dari waktu ke waktu. Pengaruh positif dari kelekatan sering kali memberikan dampak yang lebih besar bagi seseorang dibandingkan dampak negatif yang muncul. Dampak positif ini diartikan sebagai afeksi dan cinta (Ainsworth, 1978).

(52)

hubungan romantis di masa dewasa memiliki fungsi yang sama dengan ikatan emosional antara anak dengan pengasuhnya. Kedua hubungan tersebut didasari oleh perasaan aman ketika individu yang lainnya di dekat mereka dan merespon setiap tindakan mereka. Selain itu, Hazan dan Shaver (1987) juga mengatakan bahwa hubungan cinta pada masa dewasa awal merupakan proses kelekatan atau proses untuk dekat dengan orang lain. Proses ini akan dialami secara berbeda-beda oleh setiap individu. Hal ini dikarenakan sejarah pembentukan kelekatan setiap individu bervariasi.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelekatan pada masa dewasa awal adalah ikatan kasih sayang dan cinta yang khusus antara dua individu.

2. Sikap yang membentuk kelekatan

(53)

dipercaya dan diharapkan untuk memberikan dukungan dan perlindungan yang dibutuhkan.

Bartholomew & Horowitz (1991) mengemukakan bahwa dua sikap dasar tersebut tidak berhubungan satu sama lain dan dapat dibedakan secara positif dan negatif. Seseorang dengan representasi mental akan diri yang positif mengharapkan agar disukai dan diterima sehingga merasa mudah untuk menjalin relasi, sedangkan representasi mental akan diri yang negatif mendorong ke arah harapan bahwa orang lain akan merespon secara negatif. Representasi mental akan orang lain yang positif mengakibatkan harapan yang positif mengenai kepercayaan terhadap orang lain, sedangkan representasi mental akan orang lain yang negatif mengakibatkan harapan yang negatif mengenai apa yang diinginkan oleh orang lain, yaitu ketidakpercayaan. Kombinasi dari representasi mental akan diri yang positif atau negatif serta representasi mental akan orang lain yang positif atau negatif menghasilkan empat gaya kelekatan dalam hubungan romantis dewasa (Bartholomew & Horowitz, 1991).

3. Gaya kelekatan

(54)

seseorang positif atau negatif dan sejauh mana representasi mental mengenai orang lain positif atau negatif. Bowbly (1991) mengatakan bahwa gaya kelekatan berawal pada masa bayi dan proses pembentukannya dipengaruhi oleh pengalaman dan peristiwa yang berasal dari kesadaran bayi terhadap keberadaan pengasuhnya sebagai figur kelekatan dan akhirnya menimbulkan kepercayaan dan harapan akan kehadiran dan pemberian dukungan darinya. Oleh karena itu, gaya kelekatan yang ditunjukkan seseorang saat dewasa dibentuk oleh pengalaman masa kecil individu tersebut dengan pengasuhnya yang akan mempengaruhi perilaku interpersonal individu sepanjang hidup. Berikut macam-macam gaya kelekatan yang diuraikan oleh Bartholomew & Horowitz (1991), yaitu:

a. Gaya kelekatan aman (secure attachment)

(55)

dkk., 1997, dalam Baron & Byrne, 2003). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa individu dengan gaya kelekatan aman akan menjadi individu yang mandiri namun tidak pernah ragu meminta pertolongan orang lain jika memang membutuhkannya.

Di dalam menjalin hubungan interpersonal, individu dengan gaya kelekatan aman relatif mudah untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Mereka juga tidak khawatir bila ada orang lain yang ingin dekat dengan mereka atau meninggalkan mereka (Shaver, Hazan, and Bradshaw, 1988, dalam Weber & Harvey, 1994). Oleh karena itu, individu dengan gaya kelekatan aman akan mudah menjalin komunikasi dengan setiap orang, begitu juga dengan pasangan mereka. b. Gaya kelekatan terpreokupasi (preoccupied attachment)

(56)

Byrne, 2003). Hal tersebut mereka lakukan dengan cara mendapatkan pengakuan dan penilaian yang tinggi dari pasangan romantisnya. Ini membuat individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi menjadi tergantung dengan pasangannya (Bartholomew & Horowitz, 1991).

Feeney & Noller (1996) mengatakan bahwa individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi merasa nyaman akan kedekatan dengan pasangannya dan sangat cemas akan keberlangsungan hubungan dengan pasangannya. Kesimpulannya adalah individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi akan menjadi individu yang sangat tergantung dengan orang lain terutama pasangannya.

(57)

c. Gaya kelekatan takut-menghindar (avoidant-fearful attachment)

Individu dengan kelekatan takut-menghindar memiliki representasi mental akan diri yang negatif dan representasi mental akan orang lain yang negatif. Oleh karena itu, individu dengan gaya kelekatan ini mengembangkan self-esteem yang rendah dan negatif (Baron & Byrne, 2003). Individu ini memiliki tingkat ketergantungan terhadap pasangan yang tinggi disertai pula dengan tingkat menghindari kedekatan dengan orang lain yang tinggi. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya individu ini menilai dirinya tidak pantas untuk dicintai, melihat tidak terdapatnya cinta dari orang lain, dan justru mengharapkan mendapat penolakan dari pasangan romantisnya.

(58)

Individu dengan kelekatan takut-menghindar akan merasa tidak nyaman saat menjalin kedekatan dengan orang lain. Mereka juga sering sulit untuk mempercayai orang lain sepenuhnya (Shaver, Hazan, and Bradshaw, 1988, dalam Weber & Harvey, 1994). Oleh karena itu, individu ini sering merasa cemas dan cenderung untuk bersikap menghindar saat menjalin hubungan interpersonal dengan pasangannya sehingga komunikasi yang terjalin di antara mereka pun tidak dapat berjalan dengan baik.

d. Gaya kelekatan menolak (dismissing attachment)

Individu dengan kelekatan menolak memiliki representasi mental akan diri yang positif dan representasi mental akan orang lain yang negatif. Individu ini memiliki tingkat ketergantungan yang rendah terhadap pasangan dan tingkat menghindari kedekatan dengan orang lain yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh self-esteem yang tinggi tetapi ia sangat menjaga dirinya dari kekecewaan akan hubungan romantis dengan cara menghindari hubungan romantis, menjaga kualitas kemandirian dengan selalu mengandalkan dirinya sendiri sehingga tak mudah disakiti oleh orang lain (Baron & Byrne, 2003).

(59)

menolak akan menjadi individu yang sangat mandiri dan tidak membutuhkan orang lain.

Individu yang memiliki gaya kelekatan menolak akan sering mengalami konflik saat menjalin hubungan dengan orang lain. Hal tersebut dikarenakan individu ini merasa layak memperoleh hubungan akrab namun tidak mempercayai pasangan yang potensial. Akibatnya adalah kecenderungan untuk menolak orang lain pada suatu titik di dalam hubungan untuk menghindari diri agar tidak menjadi seseorang yang ditolak (Baron & Byrne, 2003). Oleh karena itu, individu dengan kelekatan menolak akan sulit mencapai komunikasi yang mendalam dengan pasangan mereka. Individu ini akan menghindari interaksi langsung berhadapan dan lebih memilih kontak impersonal seperti catatan atau e-mail (McGowan, Daniels, & Byrne, 2000, dalam Baron & Byrne, 2003).

(60)

hubungan, dan menghindari kedekatan karena kurang menganggap penting suatu hubungan.

Berbeda dengan individu gaya kelekatan menolak, individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar menilai dirinya tidak berharga sehingga mereka mencari harga dirinya dari penilaian positif orang lain terhadap dirinya. Hal ini membuat ia sangat tergantung pasangan dan membuat mereka sangat cemas terhadap hubungan yang dibina. Hal ini dikarenakan mereka juga sangat takut ditinggalkan oleh pasangannya (Griffin & Bartholomew, 1994).

4. Indikator gaya kelekatan

Bartholomew dan Horowitz (1991) menyusun indikator-indikator yang menjadi prototip bagi masing-masing gaya kelekatan. Indikator-indikator tersebut ialah:

a. Indikator dari gaya kelekatan aman adalah menghargai kedekatan dalam hubungan pertemanan dan kemampuan membangun hubungan yang dekat tanpa kehilangan otonomi pribadi.

(61)

c. Indikator gaya kelekatan takut-menghindar adalah menghindari hubungan dekat karena takut akan penolakan, perasaan akan diri yang tidak aman, dan tidak percaya pada orang lain.

d. Indikator gaya kelekatan menolak adalah mengecilkan pentingnya hubungan dekat, emosi yang dibatasi dan penekanan pada kebebasan dan otonomi diri.

E. Prediksi Gaya Kelekatan bagi Tingkat Keintiman dalam Hubungan

Berpacaran pada Individu di Masa Dewasa Awal

Individu yang berada dalam masa dewasa awal adalah mereka yang berada pada masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa yang dimulai dari usia delapan belas tahun sampai empat puluh tahun yang telah lulus sekolah menengah atas dan sedang dalam tugas perkembangan menghadapi masa bekerja dan menjalin hubungan percintaan dengan membuat komitmen dengan pasangan. Individu dewasa awal akan mencari pasangan hidup dan membentuk komitmen dengan pasangannya agar dapat membina hubungan rumah tangga sebagai tugas perkembangan hidupnya. Erikson (dalam Santrock, 2002) menyebut tahap dewasa awal sebagai tahap keintiman versus keterkucilan karena apabila individu tidak mampu memenuhi tugas perkembangan ini, ia akan menghadapi rasa terisolasi dan keterpurukan pada kegiatan dan pikiran mereka sendiri.

(62)

Hubungan berpacaran adalah suatu hubungan cinta yang dibangun secara serius dan personal oleh dua orang yang mengandung komponen keintiman, gairah dan komitmen di dalamnya. Keintiman dalam hubungan berpacaran didefinisikan sebagai kedekatan yang didasarkan pada dua orang dan kekuatan dari ikatan yang menahan mereka bersama yang di dalamnya terdapat perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam hubungan. Terbentuknya keintiman dalam suatu hubungan berpacaran dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya yaitu kualitas komunikasi. Kualitas komunikasi memberikan kesempatan untuk melakukan percakapan yang bermakna dan melakukan aktivitas yang bermanfaat bersama pasangan.

Kualitas komunikasi diterapkan pertama kali pada hubungan antara ibu dan anak. Walker (1999, dalam Emmers-Sommers, 2004) berpendapat bahwa kualitas waktu lebih penting daripada kuantitas waktu dalam menjalin hubungan antara ibu dan anak. Komunikasi yang terjalin antara ibu dan anak dari sejak bayi akan membentuk ikatan kasih sayang di antara mereka berdua yang disebut dengan kelekatan. Kelekatan bersifat khusus (Ainsworth, 1978). Kelekatan itu sendiri merupakan suatu proses yang akan dijalani oleh individu sejak ia lahir sampai meninggal dan dapat berkembang selama masa dewasa (Bowbly, 1991).

(63)

empat gaya kelekatan. Keempat gaya kelekatan tersebut adalah gaya kelekatan aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan takut-menghindar, dan gaya kelekatan menolak.

1. Prediksi gaya kelekatan aman bagi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal

Individu dengan gaya kelekatan aman yang kuat memiliki representasi mental akan diri yang positif dan akan orang lain yang positif juga. Individu ini akan mencari kedekatan interpersonal tetapi juga memberikan otonomi pada pasangan (Baron & Byrne, 2003). Individu dengan gaya kelekatan ini akan mudah merasa nyaman akan hubungan dengan pasangannya karena mereka memiliki kepercayaan yang penuh pada pasangan mereka. Saat menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, individu dengan gaya kelekatan ini mudah membangun kedekatan dengan orang lain, begitu juga dengan pasangan mereka. Kepercayaan yang penuh terhadap pasangan membuat mereka merasa tenang dan tidak khawatir bila tidak sedang bersama pasangan mereka (Shaver, Hazan, and Bradshaw, 1988, dalam Weber & Harvey, 1994).

(64)

terhadap pasangannya memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan banyak aktivitas bersama yang bermanfaat. Selain itu, individu dengan gaya kelekatan aman juga akan memiliki waktu yang fokus dan tidak terputus dengan pasangannya. Oleh sebab itu, individu dengan gaya kelekatan ini diharapkan memiliki komunikasi yang berkualitas dengan pasangan mereka. Terbentuknya komunikasi yang berkualitas akan meningkatkan keintiman dalam hubungan di antara individu dan pasangannya (Emmers-Sommers, 2004). Oleh sebab itu, individu ini dimungkinkan untuk memiliki tingkat keintiman yang tinggi dengan pasangannya.

2. Prediksi gaya kelekatan terpreokupasi bagi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal

(65)

sering merasa enggan karena individu dengan gaya kelekatan ini selalu menuntut pasangannya untuk dekat dan bersama mereka (Shaver, Hazan, and Bradshaw, 1988, dalam Weber & Harvey, 1994).

(66)

3. Prediksi gaya kelekatan takut-menghindar bagi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal

Individu yang memiliki gaya kelekatan takut-menghindar yang kuat memiliki representasi mental akan diri yang negatif dan representasi mental akan orang lain yang negatif. Feeney & Noller (1996) mengatakan bahwa individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar sebenarnya sangat menginginkan keintiman tetapi ia memiliki ketakutan yang sangat tinggi akan disakiti dan mendapat penolakan. Saat menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, ketakutan yang mereka alami sering membuat mereka merasa tidak nyaman. Individu dengan gaya kelekatan ini sulit untuk mempercayai pasangannya (Shaver, Hazan, and Bradshaw, 1988, dalam Weber & Harvey, 1994). Oleh karena itu, individu ini sering merasa cemas dan cenderung untuk bersikap menghindar saat menjalin hubungan dengan pasangan mereka.

(67)

fokus. Oleh sebab itu, kualitas komunikasi dengan pasangan pun kurang dapat dibangun dengan baik. Maka, kemungkinan tingkat keintiman yang dimiliki antara individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar dan pasangannya menjadi rendah.

4. Prediksi gaya kelekatan menolak bagi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal

Individu dengan kelekatan menolak yang kuat memiliki representasi mental akan diri yang positif dan representasi mental akan orang lain yang negatif. Individu ini akan sangat menjaga dirinya dari kekecewaan akan hubungan romantis dengan cara menghindari hubungan romantis dan menjaga kualitas kemandirian dengan selalu mengandalkan dirinya sendiri sehingga tak mudah disakiti oleh orang lain (Baron & Byrne, 2003). Saat membangun hubungan interpersonal, individu yang memiliki gaya kelekatan menolak sering mengalami konflik. Hal tersebut dikarenakan individu ini merasa layak memperoleh hubungan akrab namun tidak mempercayai pasangannya. Akibat dari hal tersebut adalah kecenderungan untuk menolak orang lain pada suatu titik di dalam hubungan untuk menghindari diri agar tidak menjadi seseorang yang ditolak (Baron & Byrne, 2003).

(68)

gaya kelekatan menolak yang kuat akan sulit melakukan percakapan yang bermakna dan aktifitas bersama yang bermanfaat karena kecenderungannya untuk menjauhi pasangan. Individu ini juga sulit membangun waktu yang fokus dan tidak terputus dengan pasangan karena sikapnya yang sulit mempercayai pasangannya walaupun ia merasa dirinya layak memperoleh hubungan yang akrab. Hal tersebut membuat individu ini tidak akan mampu membangun kualitas komunikasi yang baik dengan pasangan mereka. Maka, kemungkinan tingkat keintiman yang dimiliki oleh individu dengan gaya kelekatan menolak dan pasangannya tergolong rendah.

(69)

F. Bagan Prediksi Gaya Kelekatan bagi Tingkat Keintiman dalam

Hubungan Berpacaran pada Individu di Masa Dewasa Awal

1. Bagan Prediksi gaya kelekatan aman bagi tingkat keintiman dalam

hubungan berpacaran

Representasi mental diri positif dan representasi mental

orang lain positif

saat memiliki pasangan

− Mencari kedekatan interpersonal dan juga memberikan otonomi − Nyaman akan hubungan

− Memiliki kepercayaan penuh − Mudah membangun kedekatan

− Tetap tenang dan tidak mudah khawatir saat ditinggal pergi

Saat membangun komunikasi dengan pasangan

− Mudah membangun komunikasi dengan pasangan − Banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas bersama Memiliki waktu yang fokus dan tidak terputus dengan

pasangan

Memiliki komunikasi yang berkualitas dengan pasangan

Tingkat keintiman dengan pasangan tinggi

Faktor yang mempengaruhi tingkat keintiman Individu dengan gaya

(70)

2. Bagan prediksi gaya kelekatan terpreokupasi bagi tingkat keintiman

dalam hubungan berpacaran

Individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi yang kuat

Representasi mental diri negatif dan representasi mental orang lain positif

saat memiliki pasangan

− Malu karena merasa “tidak pantas” menerima cinta tetapi sangat membutuhkan cinta dan kedekatan

− Memiliki ketergantungan yang tinggi − Cemas dan khawatir akan ditinggalkan

− Menuntut pasangan untuk selalu dekat dengan mereka

Saat membangun komunikasi dengan pasangan

− Komunikasi tidak berjalan baik

− Terpaku pada kelangsungan hubungan karena khawatir akan ditinggalkan

− Selalu menanyakan cinta pasangan untuk memastikan mereka tidak akan ditinggalkan

− Sulit melakukan aktivitas bersama yang bermanfaat dan membangun waktu yang fokus dengan pasangan

Kurang memiliki komunikasi yang berkualitas dengan pasangan

Faktor yang mempengaruhi tingkat keintiman

(71)

3. Bagan prediksi gaya kelekatan takut-menghindar bagi tingkat

keintiman dalam hubungan berpacaran

Individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar yang kuat

Representasi mental diri negatif dan representasi mental orang lain negatif

saat memiliki pasangan

− Sangat ingin keintiman tetapi takut disakiti dan ditolak − Sering merasa tidak nyaman

− Sulit mempercayai pasangan

− Sering merasa cemas dan cenderung menghindari pasangan − Terkadang mendekati dan terkadang menjauhi pasangan

Saat membangun komunikasi dengan pasangan

− Sulit membangun komunikasi yang baik − Sulit melakukan percakapan yang bermakna − Sulit melakukan aktifitas bersama yang bermanfaat

− Kesempatan untuk bersama pasangan terputus-putus dan waktu menjadi tidak fokus

Kurang memiliki komunikasi yang berkualitas dengan pasangan

Faktor yang mempengaruhi tingkat keintiman

(72)

4. Bagan prediksi gaya kelekatan menolak bagi tingkat keintiman dalam

hubungan berpacaran

Individu dengan gaya kelekatan menolak yang kuat

Representasi mental diri positif dan representasi mental orang lain negatif

saat memiliki pasangan

− Menjaga diri dari kecewaan akan hubungan romantis

− Menjaga kualitas kemandirian dengan selalu mengandalkan diri sendiri

− Merasa layak memiliki hubungan dekat tetapi tidak mempercayai pasangan

− Menolak pasangan pada titik tertentu dalam hubungan agar tidak menjadi orang yang ditolak

Saat membangun komunikasi dengan pasangan

− Membatasi komunikasi yang dijalin dengan pasangan − Sulit melakukan aktivitas bersama yang bermanfaat dan

percakapan yang bermakna

− Sulit membangun waktu yang fokus dan tidak terputus dengan pasangan

Kurang memiliki komunikasi yang berkualitas dengan pasangan

Faktor yang mempengaruhi tingkat keintiman

(73)

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan oleh penelitian ini adalah:

1. Gaya kelekatan aman mampu memprediksi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal. Semakin kuat gaya kelekatan aman yang dimiliki individu maka akan semakin tinggi tingkat keintimannya dalam hubungan berpacaran.

2. Gaya kelekatan terpreokupasi mampu memprediksi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal. Semakin kuat gaya kelekatan terpreokupasi yang dimiliki individu maka akan semakin rendah tingkat keintimannya dalam hubungan berpacaran.

3. Gaya kelekatan takut-menghindar mampu memprediksi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu di masa dewasa awal. Semakin kuat gaya kelekatan takut-menghindar yang dimiliki individu maka akan semakin rendah tingkat keintimannya dalam hubungan berpacaran.

(74)

51 A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan menggunakan paradigma kuantitatif korelasional. Penelitian korelasional adalah suatu penelitian yang menguji teori secara objektif dengan menguji hubungan atau relasi antara dua variabel (Creswell, 1994).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel prediktor : Gaya kelekatan, yang terdiri dari empat sub variabel, yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan takut-menghindar, dan gaya kelekatan menolak

Variabel kriterium : tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi Operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran

(75)

a. Intimacy goals, yang diukur dengan melihat seberapa besar hasrat yang dimiliki oleh subjek untuk membentuk ikatan yang intim dalam hubungannya dengan pasangan berdasarkan laporan subjek penelitian b. Pengungkapan diri, yang diukur dengan melihat seberapa dalam subjek

melakukan komunikasi verbal mengenai informasi, pemikiran-pemikiran, dan perasaan-perasaannya kepada pasangannya secara pribadi berdasarkan laporan subjek penelitian.

c. Responsivitas pasangan, yang diukur dengan melihat seberapa kuat subjek merasa mendapat respon dari pasangan, seperti pengungkapan dan ekspresi emosi, yang menunjukkan suatu bentuk komunikasi, kebutuhan-kebutuhan, harapan dan aksi dari pasangan berdasarkan laporan subjek penelitian.

d. Pengungkapan diri pasangan, yang diukur dengan melihat seberapa dalam komunikasi verbal yang disampaikan pasangan kepada subjek mengenai informasi-informasi, pemikiran-pemikiran, dan perasaan-perasaan pribadi sebagai respon atas pengungkapan diri yang diberikan oleh subjek berdasarkan laporan subjek penelitian.

(76)

2. Gaya kelekatan

Gaya kelekatan dalam penelitian ini diukur dari seberapa kuat bentuk ikatan emosional antara subjek dan orang lain yang bersifat khusus yang dipengaruhi oleh sejauh mana representasi mental subjek positif atau negatif dan sejauh mana representasi mental mengenai pasangan positif atau negatif. Gaya kelekatan ini terdiri dari empat sub variabel gaya kelekatan, yaitu:

a. Gaya kelekatan aman

Gaya kelekatan aman diukur dari seberapa kuat bentuk ikatan emosional antara subjek dan orang lain yang bersifat khusus yang dipengaruhi oleh sejauh mana representasi mental subjek positif dan sejauh mana representasi mental mengenai pasangan positif yang dilihat dari skor total subjek pada skala gaya kelekatan aman. Indikator gaya kelekatan aman diukur dari:

i. Seberapa besar penghargaan subjek terhadap kedekatannya dengan orang lain dalam hubungan pertemanan yang dilihat dari laporan subjek penelitian.

ii. Seberapa kuat kemampuan subjek dalam membangun hubungan yang dekat tanpa kehilangan otonomi pribadi yang dilihat dari laporan subjek penelitian.

b. Gaya kelekatan terpreokupasi

(77)

dipengaruhi oleh sejauh mana representasi mental subjek negatif dan sejauh mana representasi mental mengenai pasangan positif yang dilihat dari skor total subjek pada skala gaya kelekatan terpreokupasi. Indikator gaya kelekatan terpreokupasi diukur dari:

i. Seberapa berlebihan keterlibatan subjek dalam suatu hubungan dekat yang dilihat dari laporan subjek penelitian.

ii. Seberapa kuat subjek merasa tergantung pada penerimaan orang lain untuk rasa kesejahteraan diri yang dilihat dari laporang subjek penelitian. iii. Seberapa kuat kecenderungan subjek untuk mengidealisasikan orang lain

yang dilihat dari laporan subjek penelitian. c. Gaya kelekatan takut-menghindar

Gaya kelekatan takut-menghindar diukur dari seberapa kuat bentuk ikatan emosional antara subjek dan orang lain yang bersifat khusus yang dipengaruhi oleh sejauh mana representasi mental subjek negatif dan sejauh mana representasi mental mengenai pasangan negatif yang dilihat dari skor total subjek pada skala gaya kelekatan takut-menghindar. Indikator gaya kelekatan takut-menghindar diukur dari:

i. Seberapa jauh subjek menghindari hubungan dekat karena takut akan penolakan yang dilihat dari laporan subjek penelitian.

ii. Seberapa kuat subjek memiliki perasaan akan diri yang tidak aman yang dilihat dari laporan subjek penelitian.

(78)

d. Gaya kelekatan menolak

Gaya kelekatan menolak diukur dari seberapa kuat bentuk ikatan emosional antara subjek dan orang lain yang bersifat khusus yang dipengaruhi oleh sejauh mana representasi mental subjek positif dan sejauh mana representasi mental mengenai pasangan negatif yang dilihat dari skor total subjek pada skala gaya kelekatan menolak. Indikator gaya kelekatan menolak diukur dari:

i. Seberapa kuat subjek mengecilkan pentingnya hubungan dekat dengan orang lain yang dilihat dari laporan subjek penelitian

ii. Seberapa kuat subjek membatasi emosinya yang dilihat dari laporan subjek penelitian.

iii. Seberapa kuat subjek mampu mmberikan penekanan pada kebebasan dan otonomi dirinya yang dilihat dari laporan subjek penelitian.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

1. Metode pengumpulan data

(79)

efektif dan efisien karena dalam waktu singkat dapat memperoleh data yang banyak serta ekonomis, terutama dari segi biaya.

Sebelum digunakan pada penelitian sesungguhnya, skala yang akan digunakan diujicobakan terlebih dahulu. Data dari hasil uji coba dianalisis secara statistik untuk menentukan validitas dan reliabilitas alat ukur. Skala yang telah memenuhi kualifikasi validitas dan reliabilitas inilah yang akan dipakai dalam penelitian, dengan asumsi bahwa alat ukur tersebut dapat secara tepat mengungkap apa yang ingin diungkap, serta ajeg dalam penelitian.

2. Alat pengumpulan data

Gambar

Tabel 1, 2, 3, dan 4 menyajikan cetak biru dari skala-skala gaya
Tabel 2 Cetak Biru Skala Gaya Kelekatan Terpreokupasi
Tabel 5 Cetak Biru Skala Tingkat Keintiman dalam Hubungan Berpacaran
 Tabel 6  Distribusi Skala Gaya Kelekatan Aman dengan Nomor Butir Baru
+7

Referensi

Dokumen terkait