• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DENGAN KEPUASAN BERELASI PADA PEREMPUAN YANG MENJALIN

HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DI YOGYAKARTA

Beatrich Rani Danastri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah ada hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang berpacaran. Konteks yang dipakai dalam penelitian ini adalah hubungan berpacaran jarak jauh. Data untuk penelitian ini dihasilkan dari skala yang disebarkan kepada 111 orang mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta. Skala yang digunakan untuk mengukur kelekatan tidak aman adalah Experience in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) yang dikembangkan oleh Fraley, Brennan, dan Waller (2000). Penelitian ini juga menggunakan skala milik Hendrick (1988), yaitu

Relationships Assessment Scale untuk mengukur variabel kepuasan berelasi. Hasil penelitian diolah menggunakan SPSS 16.0 dan menunjukkan korelasi negatif sebesar -.534 dengan p=0.000. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi.

(2)

CORRELATION BETWEEN INSECURE ATTACHMENT WITH RELATIONSHIP SATISFACTION TO WOMEN WHO TWINE

LONG-DISTANCE DATING RELATIONSHIP IN YOGYAKARTA

Beatrich Rani Danastri

ABSTRACT

This study aimed to determine whether there is a relationship between insecure attachment with relationship satisfaction to dating women. The context that used in this study is long-distance dating relationship. Datas in this study was resulted from scale that alloted to 111 college students who twine long-distance dating relationship in Yogyakarta. The scale that used to measure insecure attachment is Experiences in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) that developed by Fralet, Brennan,and Waller (2000). Besides that, this study used Hendrick’s Relationship Assessment Scale (1988) to measure relationship satisfaction variable. The result was processed by SPSS 16.0 and showed negative correlation in the amount of -.534 with p=0.000. This condition proved that there is negative correlation between insecure attachment with relationship satisfaction.

Keywords : insecure attachment, relationship satisfaction, long-distance dating relationship

(3)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN

DENGAN KEPUASAN BERELASI PADA PEREMPUAN YANG

MENJALIN HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DI

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Beatrich Rani Danastri NIM : 099114098

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

HALAMAN MOTTO

Hakuna matata. These two words will solve all your problems.

Pumbaa (The Lion King Movie) –

You try. You fail. You try. You fail. But the only true failure is when you stop

trying.

– Madame Leota (Haunted Mansion) -

The past can hurt. But the way I see it, you can either run from it, or learn from it.

- Rafiki (The Lion King Movie) -

Don’t limit yourself. Many people limit themselves to what they think they can do.

You can go as far as your mind lets you. What you believe, remember, you can

achieve.

(7)

Dengan penuh syukur, skripsi ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus yang Mahakasih,

Kedua orang tua-ku, Ignatius Djoko dan Teresa Maria,

Kedua adikku, Dipta dan Kristo,

Dan sahabat, teman-teman, serta semua pihak yang senantiasa memberikan doa,

(8)
(9)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DENGAN KEPUASAN BERELASI PADA PEREMPUAN YANG MENJALIN

HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DI YOGYAKARTA

Beatrich Rani Danastri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukanapakah ada hubungan antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi pada perempuan yang berpacaran. Konteks yang dipakai dalam penelitian ini adalah hubungan berpacaran jarak jauh. Data untuk penelitian ini dihasilkan dari skala yang disebarkan kepada 111 orang mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta. Skala yang digunakan untuk mengukur kelekatan tidak aman adalah Experience in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) yang dikembangkan oleh Fraley, Brennan, dan Waller (2000). Penelitian ini juga menggunakan skala milik Hendrick (1988), yaitu

Relationships Assessment Scale untuk mengukur variabel kepuasan berelasi. Hasil penelitian diolah menggunakan SPSS 16.0 dan menunjukkan korelasi negatif sebesar -.534 dengan p=0.000. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kelekatan tidak aman dengan kepuasan berelasi.

(10)

CORRELATION BETWEEN INSECURE ATTACHMENT WITH RELATIONSHIP SATISFACTION TO WOMEN WHO TWINE

LONG-DISTANCE DATING RELATIONSHIP IN YOGYAKARTA

Beatrich Rani Danastri

ABSTRACT

This study aimed to determine whether there is a relationship between insecure attachment with relationship satisfaction to dating women. The context that used in this study is long-distance dating relationship. Datas in this study was resulted from scale that alloted to 111 college students who twine long-distance dating relationship in Yogyakarta. The scale that used to measure insecure attachment is Experiences in Close Relationships Questionnaire-Revised (ECR-R) that developed by Fralet, Brennan,and Waller (2000). Besides that, this study used Hendrick’s Relationship Assessment Scale (1988) to measure relationship satisfaction variable. The result was processed by SPSS 16.0 and showed negative correlation in the amount of -.534 with p=0.000. This condition proved that there is negative correlation between insecure attachment with relationship satisfaction.

(11)
(12)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, penulis ingin memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Antara Kelekatan Tidak Aman dengan Kepuasan Berelasi pada Perempuan yang Menjalin Hubungan Pacaran Jarak Jauh di Yogyakarta”.

Skripsi ini juga tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi, sekaligus Dosen Pembimbing Akademik, Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M.Psi., yang sudah membantu selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku mantan Dosen Pembimbing Akademik, yang telah memberikan kritik saran dalam proses pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Heri Widodo, M.Psi., selaku dosen pembimbing yang senantiasa menyediakan waktu untuk mendampingi dan membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

4. Profesor Susan Hendrick yang sudah membantu memberikan sumber bacaan untuk penelitian ini.

(13)

6. Karyawan sekretariat Fakultas Psikologi: Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gik,yang sudah berkenan membantu penulis dan memfasilitasi berbagai keperluan selama proses perkuliahan.

7. Mama dan Bapak selaku orang tua di rumah. Terima kasih atas segala doa, dukungan, dan penguatan yang diberikan dari jauh. Makasih ya ma, pak..

8. Dipta dan Kristo yang selalu bisa memberikan tawa dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini. Makasih ya dek..

9. Pak Darmanto, guru bahasa Inggris SMA Santa Ursula, yang sudah berkenan membantu peneliti menerjemahkan skala dalam penelitian ini. 10.Teman-teman seperjuangan : Ginza, Stenny, Laksmi, Elok. Terima kasih

banyak untuk kerja keras, bantuan, dukungan, semangat, dan kerja samanya selama proses penyusunan skripsi ini. We finally do finish this!

11.Ginza, Lala, Rea, Kak Evi, Vera, Bangbo, Abet, sahabat sepermainan dan belajar yang selalu memberikan tawa dan kelegaan dalam setiap kegalauan sehari-hari. Terima kasih untuk waktu yang pernah kita habiskan bersama

12.Bapak-Ibu dan teman-teman kos Anggrek : Dara, Tiwi, Deny, Agnes, Rani, Hani, Grace, Wiwik, Ria, Elin. Terima kasih banyak karena sudah menjadi tempat aku pulang, tempat berbagi semangat dan keletihan. Sekian tahun tinggal bersama kalian sungguh menyenangkan!

(14)

membuat hariku penuh warna. Terima kasih untuk hangatnya kekeluargaan yang membuat aku selalu semangat untuk kerja, bertemu, dan berbagi kisah dengan kalian. Hidup shelving!

14.Sahabat dan saudara semenjak 8 tahun yang lalu: Debo, Nemo, Orne, Vicky, Patty. Thanks for supports and smiles you gave in this distance. Love you all, sisters :)

15.Zefan, Boni, Yosua, Putri, Angga, teman-teman yang penuh keunikan. Terima kasih untuk kesempatan berbagi tawa dan tangis dengan kalian. 16.Pingkan, Sherly, Regina, Uli, Sheila, Martha, Nova, dan teman-teman lain

di PSF yang rajin banget ngingetin untuk nyekrip. Buruan nyusul!

17.Teman-teman di peer partner : Miss Tata, Diyan, Nino, Putri, Matheus, dan peer lainnya. Terima kasih untuk kesempatan dan pengalaman baru, serta dukungan yang semakin memberiku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

18.Semua teman di Universitas Sanata Dharma dan pihak-pihak lain yang memberikan dukungan, bantuan, semangat, dan doa untuk terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih untuk proses berdinamika bersama kalian.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoretis ... 8

(16)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Dewasa Awal ... 9

1. Pengertian ... 9

2. Tugas Perkembangan ... 9

a. Tahap Psikososial Erikson ... 9

b. Fase Perkembangan (Kognitif) Schaie ... 10

3. Ciri-ciri Sosio-Emosi ... 11

a. Karakteristik Sosio-Emosi Masa Dewasa Awal ... 11

b. Karakteristik Sosio-Emosi Perempuan ... 14

4. Pacaran ... 15

B. Kepuasan Berelasi ... 16

1. Pengertian Kepuasan Berelasi ... 16

2. Aspek Kepuasan Berelasi ... 16

3. Kaitan Kepuasan Berelasi di Berbagai Bidang ... 19

a. Perilaku ... 19

b. Kognitif ... 20

4. Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Berelasi ... 21

a. Kemampuan Manajemen Konflik ... 21

b. Sikap Memaafkan ... 22

c. Pengungkapan Diri dan Komunikasi Afeksi ... 22

d. Kelekatan Tidak Aman ... 23

5. Dampak Kepuasan Berelasi ... 23

(17)

b. Ketergantungan pada Pasangan (dalamteori

interdependensi) ... 23

c. Kepuasan Hidup ... 24

C. Kelekatan (Attachment) ... 24

1. Pengertian Kelekatan ... 24

2. Tipe Kelekatan Dewasa ... 25

3. Faktor Penyebab ... 29

a. Pola Kelekatan di Masa Anak-anak ... 29

b. Sensitivitas dan Responsivitas Pasangan ... 30

4. Dampak ... 30

a. Manajemen Konflik ... 30

b. Sikap Trust ... 30

c. Tingkat Kemandirian ... 31

d. Konsep Diri ... 32

e. Kontrol Emosi ... 33

f. Kepuasan Berelasi ... 33

D. Dinamika ... 34

E. Hipotesis ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Variabel Penelitian ... 38

1. Variabel Independen ... 38

(18)

C. Definisi Operasional ... 38

D. Subjek Penelitian ... 39

E. Metode Pengambilan Sampel ... 39

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 40

1. Metode Pengumpulan Data ... 40

2. Alat Pengumpulan Data ... 40

a. Experience in Close Relationships Questionnaire-Revised ... 41

b. Relationship Assessment Scale ... 42

G. Kredibilitas Alat Pengumpulan Data ... 43

1. Validitas ... 43

2. Reliabilitas ... 44

3. Seleksi Aitem ... 45

a. Cetak Biru Kelekatan Setelah Diuji Coba Tahap I ... 45

b. Cetak Biru Kelekatan Setelah Diuji Coba Tahap II ... 46

c. Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba ... 46

H. Metode Analisis Data ... 47

1. Uji Asumsi ... 47

2. Uji Korelasi ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Pelaksanaan Penelitian ... 50

B. Analisis Hasil Penelitian ... 50

(19)

2. Uji Asumsi ... 51

2.1 Uji Normalitas ... 51

2.2 Uji Linearitas ... 52

3. Hasil Penelitian ... 53

4. Sumbangan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ... 53

5. Statistik Deskriptif ... 54

a. One Sample T-test ... 54

b. Paired Sample T-test ... 55

C. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

1. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 60

2. Saran Bagi Subjek ... 62

3. Saran Bagi Orang Tua ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Sebelum Diuji Coba ... 42 Tabel 3.2 Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Sebelum Diuji Coba ... 43 Tabel 3.3 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba

Tahap I ... 45 Tabel 3.4 Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba

Tahap II ... 46 Tabel 3.5 Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba ... 47

Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 50 Tabel 4.2 Deskripsi Jarak Hubungan Berpacaran Subjek

dengan Pasangan ... 51 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian ... 51

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 69

Lampiran 2 Skala Penelitian ... 75

Lampiran 3 Reliabilitas ... 81

Lampiran 4 Uji Normalitas dan Linearitas ... 83

Lampiran 5 Uji Korelasi ... 87

Lampiran 6 Statistik Deskriptif ... 89

Lampiran 7 Laporan Hasil Pra-Penelitian ... 93

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai mekanisme untuk mengembangkan relasi dan bekerja sama dengan orang lain (Buss & Kenrick, 1998; Reis, Collins, & Berscheid dalam Campbell & Loving, 2012). Mekanisme ini didorong oleh salah satu kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Maslow, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan cinta (Schultz, 1991). Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan mengembangkan relasi yang dekat dengan orang lain.

(23)

termasuk ketika mereka menjadi mahasiswa di perguruan tinggi (Santrock, 1995). Oleh karena itu, topik mengenai relasi romantis pada mahasiswa menjadi penting untuk dibahas lebih lanjut.

Mahasiswa perguruan tinggi memiliki dinamika yang penuh dengan tekanan. Permasalahan mengenai relasi romantis menjadi salah satu pemicu yang membuat mahasiswa merasa tertekan (Berscheid & Fei dalam Santrock 1995). Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti terhadap 75 subjek yang berpacaran, permasalahan dalam relasi romantis menjadi penyebab terbesar kedua munculnya permasalahan akademis.

Relasi romantis dengan kualitas yang baik salah satunya disebabkan karena adanya kepuasan dalam relasi tersebut (Clark & Grote, 2003). Kepuasan dalam relasi akan mempengaruhi kondisi mood dan emotional well-being pada diri individu (Chung et al. dalam Steuber, 2005). Kepuasan berelasi merupakan suatu evaluasi positif individu terhadap suatu hubungan dengan merujuk pada kondisi dirinya sendiri (Rusbult & Buunk dalam Miller & Tedder, 2011). Dengan kata lain, kepuasan berelasi lebih melibatkan fungsi karakteristik sifat individu sendiri, bukan karakteristik pasangan (Smith, Heaven, & Ciarrochi, 2008).

(24)

Munculnya rasa tidak puas dalam berelasi dapat menimbulkan berbagai persoalan terkait dengan dinamika kehidupan mahasiswa. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pasangan dalam hubungan romantis memiliki kemungkinan memunculkan depresi yang lebih tinggi dibandingkan teman biasa (Berscheid & Fei dalam Santrock, 1995). Selain itu, ketidakpuasan yang dialami dalam hubungan romantis menimbulkan dampak negatif bagi kesejahteraan fisik maupun psikis (Hawkins & Booth, 2005). Ketidakpuasan juga menimbulkan emosi negatif yang mempengaruhi respon individu terhadap stres, kekerasan, dan permasalahan akademis (Creasey, Kershaw, & Boston; Creasey & Hesson-McInnus dalam Steuber, 2005). Sebuah survei yang dilakukan oleh Komnas Perempuan Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran menduduki peringkat kedua setelah kekerasan dalam rumah tangga(Kompas.com). Di samping itu, salah satu wujud ketidakpuasan berelasi adalah munculnya konflik karena masalah komunikasi (komunikasi kurang efektif). Penyelesaian konflik pun dapat terhambat, salah satunya karena dibatasi oleh lokasi yang berjauhan dan kontak fisik yang intensitasnya relatif sedikit (Gulledge, Gulledge, & Stahmann, 2003).

(25)

jauh (Long-Distance Dating Relationship). Hubungan pacaran jarak jauh (Long-Distance Dating Relationship) menjadi fenomena pada masa sekarang ini. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian The Center for the Study of Long Distance Relationship di Amerika pada tahun 2005, menunjukkan bahwa ada sekitar 4,4 juta pasangan mahasiswa belum menikah di Amerika (20-40% dari total keseluruhan mahasiswa) yang sedang menjalani hubungan jarak jauh. Berkaitan pula dengan pembahasan sebelumnya, perkembangan mobilisasi yang memungkinkan semakin terbukanya kesempatan peluang pendidikan, memberikan pengaruh tingkat hubungan pacaran jarak jauh yang semakin meningkat pula. Kondisi ini pun terlihat di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 167 orang mahasiswa di Yogyakarta yang sedang berpacaran, sekitar 30% dari mereka menjalin hubungan berpacaran jarak jauh. Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 31 mahasiswi yang menjalin hubungan jarak jauh menunjukkan bahwa 32% mengaku tidak puas dalam menjalani hubungan yang mereka jalani saat ini. (Danastri, Permatasari, Prawitasari, Viasti, Nugrahaeni, 2013). Oleh karena itu, hubungan berpacaran jarak jauh menjadi salah satu konteks yang menarik dalam membahas topik mengenai kepuasan berelasi.

(26)

dalam mempertahankan hubungan jarak jauhnya. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan untuk mempertahankan hubungan meskipun mereka merasa tidak puas.

Persoalan-persoalan dalam menjalin relasi dapat dihindari dan dapat dengan lebih mudah diatasi bila pasangan merasakan kepuasan dalam relasi mereka. Kepuasan berelasi merupakan suatu konstruk dimensional yang memiliki berbagai faktor penentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepuasan berelasi memiliki kaitan dengan rasa percaya, keintiman, dan komitmen (Lydon, Pierce, O’regan, 1997) dalam suatu hubungan. Kecerdasan emosional juga merupakan faktor yang memiliki kaitan positif dengan kepuasan berelasi (Schutte et al, 2001). Selain itu, kepuasan berelasi terkait dengan kepuasan seksual pada pasangan (Lewandowski & Schrage, 2010).

Dari berbagai hal yang terkait dengan kepuasan berelasi, attachment

(27)

Individu dikatakan memiliki kelekatan yang aman ketika individu mempunyai persepsi bahwa figur lekat dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki kelekatan tidak aman ketika individu kurang memiliki persepsi bahwa figur lekat akan hadir dan responsif terhadap kebutuhan individu, sehingga individu tidak mendapatkan rasa aman dan nyaman dari figur lekat (Cassidy dalam Cassidy & Shaver, 2008).

(28)

Cassidy & Shaver, 2008). Semakin tinggi kelekatan tidak aman yang dimiliki individu, maka semakin rendah pula kepuasan berelasinya.

Beragam hasil penelitian menunjukkan bahwa kelekatan tidak aman memiliki kaitan yang cukup penting dengan variabel yang bersinggungan dengan relasi. Oleh karena itu, hasil interaksi yang salah satunya adalah kepuasan dalam suatu relasi, menjadi hal yang cukup penting untuk dipelajari kaitannya dengan kelekatan, secara khusus pada relasi romantis.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait kepuasan berelasi dalam hubungan romantis, secara lebih spesifik hubungan berpacaran jarak jauh. Peneliti ingin melihat apakah kelekatan tidak aman pada masa dewasa memiliki hubungan dengan kepuasan berelasi, secara khusus pada mahasiswi yang menjalani hubungan berpacaran jarak jauh di Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Apakah kelekatan tidak aman mempunyai hubungan dengan kepuasan berelasi pada mahasiswi yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

(29)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu dalam bidang psikologi klinis dan perkembangan, khususnya berkaitan dengan kepuasan dalam relasi romantis pada masa dewasa awal.. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bacaan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan kepuasan berelasi.

2. Manfaat Praktis

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dewasa Awal 1. Pengertian

Masa dewasa awal merupakan masa perpindahan dari remaja menuju dewasa yang ditandai oleh kemandirian dalam ekonomi dan membuat keputusan (Keniston dalam Santrock, 1995). Menurut Erikson (1950), apabila individu telah mencapai identitas diri pada masa remaja, pada masa dewasa awal individu akan mengembangkan relasi khusus dengan orang tertentu tanpa menghilangkan jati dirinya (Bertrand & Lachman, 2003). Masa dewasa awal memiliki rentang usia dari 18 – 35 tahun (Havighurst dalam Lemme, 1995).

2. Tugas Perkembangan

a. Tahap Psikososial Erikson

(31)

b. Fase Perkembangan (Kognitif) Schaie

Menurut Schaie (1977), masa dewasa awal dilalui oleh 2 fase perkembangan kognitif. Secara umum, individu akan mengalami perubahan dalam cara berpikir atau pemrosesan informasi. Fase yang pertama adalah fase pencapaian prestasi (achieving stage). Fase ini melibatkan intelektualitas dalam situasi yang memiliki konsekuensi tinggi dan untuk tujuan jangka panjang seperti pencapaian karir. Fase perkembangan kognitif yang kedua adalah fase

tanggung jawab (the responsibility stage). Fase ini dialami individu ketika individu mulai membentuk keluarga dan memberikan perhatian bagi pemenuhan kebutuhan keluarga dan keturunan (Schaie dalam Santrock 1995).

(32)

bekal mendapatkan pekerjaan yang baik merupakan beberapa hal yang banyak menimbulkan stres dan depresi pada mahasiswa (Santrock, 1995).

3. Ciri-ciri Sosio-Emosi

a. Karakteristik Sosio-Emosi Masa Dewasa Awal

Beberapa ciri sosio-emosi yang melekat pada masa dewasa awal adalah :

1. Berkembangnya keinginan untuk mengenal orang lain secara lebih dekat.

Keinginan ini muncul dari rasa ketertarikan yang didasarkan pada arah dan penilaian interpersonal individu terhadap orang lain. Perkenalan terbentuk karena ada kontak fisik yang dekat dengan orang lain, individu mengalami emosi yang positif, dan adanya kebutuhan untuk menjalin suatu hubungan (kebutuhan afiliasi) di antara keduanya (Baron & Byrne, 1987).

Selanjutnya, perkenalan dapat membentuk hubungan pertemanan atau persahabatan di antara individu. Hubungan ini muncul karena beberapa hal sebagai berikut :

a. Ketertarikan fisik (physical attractiveness)

(33)

bersifat subjektif. Meskipun demikian, ada pandangan umum berkaitan dengan fisik yang menarik bagi individu. Perempuan yang menarik bagi laki-laki adalah perempuan yang secara umum memiliki bagian-bagian fisik berukuran sedang (Kleinke & Staneski; Wiggins, Wiggins, & Conger dalam Baron & Byrne, 1987). Selanjutnya, laki-laki yang menarik bagi perempuan adalah laki-laki dengan thin legs, thin waist, berbahu lebar, dan berbadan tinggi (Beck, Ward-Hull, & McLear; Horvath; Lavrakas; Gillis & Avis dalam Baron & Byrne, 1987).

Adapula beberapa hal lain yang membuat individu tertarik untuk berelasi dengan orang lain. Perilaku yang tampak, misalnya senyuman,juga dapat menimbulkan ketertarikan. Individu yang tersenyum membuat orang lebih tertarik untuk berelasi dengannya (S. Lau; Mueser et al. dalam Baron & Byrne, 1987). Selain itu, nama seseorang juga dapat mempengaruhi persepsi ketertarikan individu (Garwood et al. dalam Baron & Byrne, 1987).

b. Kesamaan (similarity)

(34)

individu yang lain saling berbagi cerita, dimana dalam cerita tersebut akan ada topik tertentu, seperti sekolah, pekerjaan, musik, dan sebagainya. Penelitian Byrne & Nelson (1965) menemukan bahwa semakin tinggi proporsi kesamaan pandangan mengenai suatu topik, maka individu akan lebih tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain tersebut (Baron & Byrne, 1997).

c. Kondisi timbal balik (reciprociy)

Ketika individu merasa bahwa ia dipandang positif oleh orang lain, ia akan lebih cenderung berperilaku positif dan menimbulkan ketertarikan orang lain terhadap dirinya. Hasil penelitian Curtis & Miller (1986) menyebutkan bahwa orang yang merasa dirinya dievaluasi positif oleh orang lain akan lebih terbuka, mengembangkan perilaku yang positif, dan berbicara dengan nada yang lebih hangat dibandingkan individu yang merasa dirinya dievaluasi negatif oleh orang lain (Baron & Byrne, 1997).

(35)

individu untuk berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan tertentu (Berndt & Perry dalam Santrock, 1995). Salah satu hubungan dekat yang dikembangkan pada masa dewasa awal adalah relasi romantis.

Relasi romantis menjadi wadah yang penting bagi tercapainya tugas perkembangan menurut Erikson, yaitu keintiman. Keintiman merupakan suatu penemuan diri sekaligus kehilangan diri dalam diri orang lain. Individu akan mengurangi keegoisan diri dan mengembangkan rasa saling berbagi dengan pasangannya. Individu yang intim akan merasakan kehangatan dan kedekatan dengan pasangan (Santrock, 1995).

b. Karakteristik Sosio-Emosi Perempuan

(36)

4. Pacaran

Pacaran merupakan salah satu jenis hubungan yang menyerupai hubungan persahabatan, tapi melibatkan unsur seksual. Meskipun melibatkan unsur seksual, tipe hubungan ini berbeda dengan pernikahan. Hubungan berpacaran belum melibatkan lembaga sosial yang legal untuk mensahkan hubungan tersebut (Duck, 1991).

Wisnuwardhani (2012) mengemukakan bahwa pacaran memiliki fungsi untuk mengembangkan interaksi individu dengan lawan jenisnya. Pacaran juga menjadi sarana untuk memperoleh dan mengembangkan persahabatan, dukungan emosional, kasih sayang, dan eksplorasi seksual (Wisnuwardhani, 2012). Selain itu, pacaran juga berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berelasi dengan orang lain dan menghormati satu sama lain (Duvan & Miller dalam Wisnuwardhani, 2012)

Menurut Wisnuwardhani, ada beberapa tujuan dan arti dari perilaku berpacaran, di antaranya :

a. Pacaran menjadi tanda bahwa seseorang memiliki pasangan untuk menikah.

b. Pacaran melibatkan aturan penting yang umumnya berasal dari orang tua, untuk melindungi keperawanan perempuan, kehormatan keluarga, dan pernikahan yang tidak diinginkan.

(37)

B. Kepuasan Berelasi

1. Pengertian Kepuasan Berelasi

Kepuasan berelasi merupakan afeksi positif maupun negatif yang ada dalam suatu hubungan, terkait dengan bagaimana respon pasangan terhadap ekspektasi atau kebutuhan individu (Rusbult, 1980; Rusbult, Martz, Agnew, 1998). Jika respon pasangan sesuai atau lebih tinggi dari ekspektasi individu, maka individu dapat mengalami kepuasan berelasi yang tinggi. Sebaliknya, jika respon pasangan terhadap individu lebih rendah dari ekspektasi individu, individu dapat mengalami kepuasan berelasi yang rendah. Hal ini juga didukung oleh Sternberg & Hojjat (1997) yang menyatakan bahwa kepuasan dalam hubungan yang dekat merujuk pada skala penilaian individu terhadap hubungan dekatnya.

Secara umum, kepuasan berelasi adalah afeksi positif maupun negatif yang dirasakan individu terkait dengan respon pasangan terhadap pemenuhan kebutuhannya.

2. Aspek Kepuasan Berelasi

Menurut Hendrick (1988), ada beberapa hal yang penting dalam menentukan kepuasan berelasi, yaitu :

a. Pemenuhan kebutuhan

(38)

harga diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang paling berkenaan dengan relasi romantis adalah kebutuhan dimiliki dan cinta.

Kebutuhan dimiliki dan cinta merupakan kebutuhan yang bersinggungan dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial. Individu sangat peka terhadap kesendirian, penolakan dari lingkungan, dan kehilangan seseorang yang dikasihinya. Oleh karena itu, kebutuhan untuk diterima dan dicintai merupakan hal yang penting untuk mencapai perasaan yang sehat dan berharga.

Selain itu, menurut Maslow, kegagalan pemenuhan kebutuhan dimiliki dan cinta ini menjadi penyebab dari hampir semua bentuk psikopatologi (Alwisol, 2009).

b. Kepuasan dalam hubungan secara umum

Setiap individu memiliki penilaian tertentu terhadap relasi yang sedang mereka jalani. Bagaimana penilaian individu terhadap hubungan tersebut, positif maupun negatif secara umum, tanpa melihat aspek-aspek lain yang lebih spesifik, dapat menjadi salah satu hal yang menggambarkan kepuasan terhadap relasinya.

c. Kualitas relasi

(39)

pasangan yang mendukung juga dapat menciptakan interaksi yang baik dan menjadi kontributor utama untuk mencapai kualitas relasi (Mikulincer & Goodman, 2006).

d. Keinginan menghentikan relasi

Setiap individu yang membina relasi tentunya memiliki harapan bahwa relasi tersebut dapat terjalin dengan baik. Pada kenyataannya, ada relasi yang terjalin dengan kurang baik karena beberapa persoalan tertentu. Akibatnya, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memiliki kemungkinan keinginan untuk menghentikan relasi tersebut karena sudah tidak membawa pengaruh yang positif dalam kehidupan mereka. Seberapa sering keinginan untuk menghentikan atau berharap relasi tersebut tidak pernah ada, menjadi salah satu penentu puas atau tidaknya seseorang terhadap relasi yang sedang dijalaninya.

e. Pemenuhan harapan

(40)

f. Kuantitas rasa cinta

Manusia menjalin relasi romantis karena adanya ketertarikan dan mengembangkan cinta satu sama lain. Salah satu pembahasan mengenai cinta yang banyak dikenal oleh orang adalah teori Cinta Triangular menurut Sternberg. Menurut Sternberg (1988, 1995), cinta memiliki tiga bentuk, yaitu keintiman, komitmen, dan gairah (Santrock, 1995). Besarnya rasa cinta yang dirasakan oleh individu menjadi salah satu penentu kepuasan berelasi yang dirasakan individu (Santrock, 1995).

g. Kuantitas masalah dalam hubungan

Suatu hubungan tidak mungkin lepas dari permasalahan. Seberapa sering suatu permasalahan muncul dan bagaimana respon individu dan pasangan dalam menghadapinya turut menentukan kepuasan individu dalam relasi mereka.

3. Kaitan Kepuasan Berelasi diBerbagai Bidang a. Perilaku

(41)

&Gottman dalam Steuber, 2005). Perilaku yang menunjukkan validation adalah keterbukaan, penerimaan, dan rasa saling menghargai terhadap sudut pandang pasangan yang mungkin saja berlawanan dengan sudut pandang individu (Shapiro & Gottman dalam Steuber 2005).

b. Kognitif

Unsur kognitif merupakan salah satu konstruk kepuasan berelasi yang sudah banyak diteliti dalam beberapa studi. Salah satu bagian dari unsur kognisi yang banyak diteliti adalah mengenai keyakinan individu di dalam hubungan.

(42)

bahwa kualitas partner tersebut adalah kualitas partner yang ideal bagi mereka, begitu juga sebaliknya (Fincham & Beach, 2006).

Keyakinan ini berkaitan dengan persepsi terhadap pasangan dan standar idealnya (Campbell, Simpson, Kashy, & Fletcher dalam Fincham & Beach, 2006). Marcel Zentner, PhD, seorang profesor psikologi di University of Geneva di Swiss, melakukan penelitian mengenai hal tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pasangan akan menunjukkan kepuasan yang tinggi ketika ada kesesuaian antara karakteristik pasangan ideal mereka dengan persepsi mereka terhadap pasangan.

Pada penelitian lain, Murray dan teman-temannya (2002) menemukan bahwa ketika individu menduga adanya kesamaan dengan pasangan, padahal hal tersebut belum terlihat kebenarannya, merupakan karakteristik awal tercapainya kepuasan berelasi (Fincham & Beach, 2006)

4. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Berelasi a. Kemampuan Manajemen Konflik

(43)

yang sering mendiskusikan dan mencari pemecahan konflik dalam hubungan akan lebih merasa puas dalam hubungannya, dibandingkan pasangan yang menghindari konflik (Miller & Tedder, 2011).

b. Sikap Memaafkan

Sikap memaafkan menjadi salah satu perilaku yang dapat mempengaruhi kepuasan dalam berelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang dapat memaafkan pasangannya memiliki tingkat kepuasan berelasi yang tinggi (Kachadourian, Fincham, & Davila dalam Baumeister & Bushman, 2011). Individu yang mampu memaafkan kesalahan pasangannya lebih merasakan kepuasan daripada yang tidak mampu memaafkan, kurang lebih enam bulan setelah perilaku memaafkan terjadi.

c. Pengungkapan Diri dan Komunikasi Afeksi

(44)

d. Kelekatan Tidak Aman

Afeksi negatif yang dirasakan oleh individu karena kurangnya responsivitas dan kehadiran figur lekat saat dibutuhkan membuat individu mengalami kepuasan berelasi yang rendah. Selain itu, individu dengan kelekatan tidak aman cenderung mengatasi konflik dengan cara yang kurang konstruktif, sehingga komunikasi bisa lebih memburuk (Feeney dalam Cassidy & Shaver 2008).

5. Dampak Kepuasan Berelasi a. Komitmen

Kepuasan yang dirasakan individu terhadap relasinya memberikan beberapa dampak. Salah satu dampak dari kepuasan berelasi adalah komitmen dalam hubungan itu sendiri. Kepuasan dalam relasi akan membuat relasi tersebut menjadi lebih menyatu, sehingga komitmen dapat lebih tercapai (Lawler dalam Cook, 2006). b. Ketergantungan pada Pasangan (dalam Teori Interdependensi)

(45)

terhadap pasangan, juga mempengaruhi ketergantungan terhadap pasangan (Rusbult, Martz, Agnew, 1998). Jika ketiga hal tersebut dimiliki oleh masing-masing individu dengan pasangannya, maka akan tercipta saling-tergantung satu sama lain.

c. Kepuasan Hidup (Life Satisfaction)

Kepuasan dalam berelasi dapat meminimalisir munculnya gangguan-gangguan fisik maupun psikis pada individu. Pada akhirnya, kondisi ini dapat menimbulkan kepuasan hidup pada individu (Troll dalam Lemme, 1995)

C. Kelekatan (Attachment) 1. Pengertian Kelekatan

(46)

lekat dan lingkungan, dimana representasi mental ini memungkinkan individu untuk mampu mengantisipasi situasi dan rencana di masa depan (Cassidy & Jude, 2008). Kelekatan tidak aman merupakan perasaan tidak aman atau terancam, yang muncul karena individu kurang memiliki representasi mental yang baik terhadap kehadiran figur lekat karena suatu pengalaman tertentu (Kobak & Madsen, 2008). Selain itu, Bowlby mendukung Freud yang menyatakan bahwa tipe kelekatan pada masa bayi mempengaruhi perilakunya pada relasi romantis di masa dewasa (Crowell & Treboux, 2001).

Secara umum, kelekatan tidak aman merupakan sistem kerja individu yang cenderung lebih mudah merasa terancam karena pengalaman ketidakhadiran figur lekat saat individu membutuhkannya.

2. Tipe Kelekatan Dewasa

(47)

relasi romantis yang mereka jalani. Teori yang dikembangkan oleh Hazan dan Shaver ini kemudian mengalami revisi oleh Bartholomew menjadi empat tipe kelekatan. Berdasarkan penelitiannya, Bartholomew menemukan bahwa individu dengan tipe kelekatan menghindar (avoidant attachment) menunjukkan dua kelompok karakteristik yang berbeda. Kondisi ini membuat Bartholomew membagi kelekatan menghindar menjadi dua tipe lagi, yaitu gaya kelekatan takut – menghindar (fearful-avoidant attachment) dan kelekatan menolak (dismissing attachment).

(48)

Bartholomew dan Horowitz (1991) menyatakan teori yang cukup berbeda dibandingkan tokoh-tokoh sebelumnya. Menurut mereka, terdapat empat tipe kelekatan dewasa dengan melihat pandangan positif dan negatif terhadap diri dan figur lekat, yaitu :

MODEL TERHADAP DIRI

(49)

Beberapa deskripsi diri individu dengan empat tipe kelekatan di atas, diantaranya :

Secure : Saya mudah dekat dengan orang lain dan merasa nyaman memiliki rasa saling ketergantungan dengan orang lain. Saya juga tidak takut menjadi sendiri atau merasa kesepian dan tidak diterima oleh orang lain.

Preoccupied : Saya ingin bisa dekat secara emosional dengan orang lain namun saya merasa terkadang mereka enggan untuk dekat dengan saya. Saya merasa tidak nyaman bila tidak menjalin hubungan yang dekat, tapi saya takut mereka meninggalkan saya.

Dismissing : Saya merasa nyaman tanpa adanya kedekatan emosional. Saya mengutamakan kemandirian, sehingga saya tidak suka bergantung pada orang lain atau orang lain bergantung pada saya.

Fearful : Saya sebenarnya ingin menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain tetapi saya kurang bisa percaya. Saya takut saya akan tersakiti bila terlalu dekat dengan mereka.

(50)

memiliki dua dimensi, yakni avoidant dan anxiety(Fraley, Brennan, & Waller, 2000). Avoidant adalah gaya kelekatan Kecenderungan kelekatan yang aman ditunjukkan ketika individu memiliki tingkat kelekatan yang rendah pada kedua dimensi tersebut. Dimensiavoidant

adalah dimensi kelekatan dimana individu mengembangkan sikap tidak percaya terhadap orang lain, sikap mandiri yang berlebihan, dan memberi jarak kedekatan emosi dengan orang lain. Selanjutnya, dimensiAnxiety adalah dimensi kelekatan dimana individu khawatir pasangan tidak ada saat ia membutuhkannya dan hal ini diantisipasi dengan cara yang berlebihan (Mikulincer & Goodman, 2006).Fraley menerapkan sudut pandang ini karena dua alasan, yaitu (1) penelitian-penelitian yang akhir-akhir ini dilakukan menunjukkan bahwa pola kelekatan bersifat dimensional, bukan kategorikal, dan (2) dua dimensi ini dapat memperlihatkan konsep yang lebih relevan dari teori Ainsworth dan teman-temannya (Fraley & Shaver, 1998). Pembahasan kelekatan dari Fraley inilah yang dijadikan landasan dalam penelitian ini.

3. Faktor Penyebab

a. Pola Kelekatan di Masa Anak-anak

(51)

terhadap kelekatan dewasa, terlebih pada relasi romantis (Bowlby dalam Crowell & Treboux, 2011).

b. Sensivitas dan Responsivitas Pasangan

Kelekatan dewasa salah satunya disebabkan oleh sensitivitas dan responsivitas pasangan. Ketika pasangan mampu memberikan perhatian, peka terhadap kondisi individu, dan mempunyai respon yang baik terhadap kebutuhan individu, individu akan memiliki kelekatan dewasa yang aman (secure attachment). Sebaliknya, ketika pasangan tidak peduli dan kurang 30esponsive terhadap kebutuhan kedekatan individu, dapat muncul kelekatan cemas (anxious attachment) (Mikulincer & Shaver, 2007).

4. Dampak

a. Manajemen Konflik

Individu yang memiliki kelekatan aman (secure attachment) mampu memanajemen konflik dengan baik (Pistole dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Oleh karena itu, individu dapat mengembangkan perilaku yang lebih konstruktif dibandingkan individu dengan kelekatan tidak aman (insecure attachment).

b. Sikap Trust

(52)

individu merasa takut kehilangan sosok orang lain, terlebih pasangan. Hal ini membuat individu cenderung mengontrol pasangan sesuai dengan keinginannya (Mikulincer & Goodman, 2006).

Hal yang hampir sama terjadi pada individu dengan kelekatan menghindar. Individu kurang dapat mengembangkan

trust, sehingga individu menghindari kedekatan dengan orang lain karena kurang nyaman pula dengan keintiman (Mikulincer & Goodman, 2006).

Berkebalikan dengan itu, individu dengan tipe kelekatan aman mampu mengembangkan trust terhadap orang lain, sehingga membuatnya mudah untuk menjalin relasi dekat dengan orang lain (Mikulincer & Shaver dalam Mikulincer & Goodman, 2006). 5. Tingkat Kemandirian

Individu dengan tipe kelekatan preokupasi memiliki tingkat kemandirian yang rendah. Semakin cemas individu, ia akan semakin mencari kontak dan kedekatan dengan orang lain (Simpson, Rholed, Nelligan dalam Mikulincer & Goodman, 2006). Kondisi ini membuat individu cenderung kompulsif, terlebih kepada pasangan karena akan menuntut kehadiran pasangan secara berlebihan (Mikulincer & Shaver, 2007).

Di sisi lain, individu dengan tipe kelekatan dismissing

(53)

(Mikulincer & Goodman, 2006). Berkaitan pula dengan hal tersebut, individu memandang bahwa relasi dekat bukanlah hal yang penting, sehingga individu kurang tertarik untuk menjalin relasi dekat dengan orang lain (Alford, Lyddon, Schreiber, 2006). Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan aman memiliki

tingkat kemandirian yang seimbang. Individu tidak segan untuk meminta pertolongan orang lain bila membutuhkan (Mikulincer & Goodman, 2006), namun merasa nyaman pula dengan otonominya sendiri (Bartholomew & Horowitz, 1991)

6. Konsep Diri

Individu dengan tipe kelekatan cemas memiliki konsep diri yang lebih negatif. Individu menempatkan kepantasan dirinya berdasarkan penerimaan dari orang lain. Oleh karena itu, individu menjalin kedekatan dalam relasi yang tidak mengancam kepantasan dirinya (Feeney; Collins & Read dalam Mikulincer & Goodman, 2006).

Hal yang berbeda terjadi pada individu dengan tipe kelekatan menghindar. Individu merasa tidak pantas dan kurang nyaman untuk mengembangkan keintiman. Hal ini dikarenakan individu menghindari penolakan terhadap dirinya dalam suatu hubungan (Bartholomew & Horowitz, 1991).

(54)

dirinya dihargai dan pantas disayangi oleh orang lain. Selain itu, individu merasa bahwa figur lekat adalah sosok yang pantas untuk disayangi dan dihargai (Mikulincer & Goodman, 2006). Individu juga memiliki kepercayaan diri yang baik, sehingga membuatnya lebih mampu untuk berdinamika dalam lingkungannya (Mikulincer & Shaver, 2007).

7. Kontrol Emosi

Individu dengan tipe kelekatan tidak aman memiliki kontrol emosi yang kurang baik. Hal ini dikarenakan individu memiliki emosi yang lebih negatif dibandingkan individu dengan tipe kelekatan aman (secure attachment) (Mikulincer & Shaver dalam Mikulincer & Goodman, 2006).

8. Kepuasan Berelasi

(55)

D. Dinamika

*Ax. : Takut kehilangan pasangan *Av. : Takut keintiman

Avoidant

Manajemen konflik yang baik

INSECURE

Manajemen konflik kurang baik Lebih mudah mengembangkan

trust

Mampu mandiri tetapi juga mau meminta bantuan orang lain bila membutuhkan.

*Ax. : Sikap mandirirendah (dependensi tinggi) *Av. : Sangat mengutamakan kemandirian

(56)

Dinamika hubungan antara variabel kelekatan tidak aman dan kepuasan berelasi didasari oleh pemikiran Bartholomew terhadap tipe kelekatan yang berakar dari pandangan individu terhadap diri dan figur lekat, baik secara positif maupun negatif.

Individu dengan tipe kelekatan tidak aman (insecure attachment) lebih sering mengalami konflik dan kurang dapat mengelolanya dengan baik, sehingga mengalami tingkat kepuasan berelasi yang rendah (Steuber, 2005). Sebaliknya, individu dengan tipe kelekatan yang aman (secure attachment) memiliki keyakinan (belief) yang lebih adaptif terhadap orang-orang di sekitarnya, sehingga ia memiliki skema yang positif terhadap lingkungannya (Mikulincer & Goodman, 2006). Hal ini membuatnya mampu memanajemen konflik dengan baik. Individu mampu menghadapi konflik dengan sikap yang lebih konstruktif (Kobak & Hazan, 1991). Kemampuan mengelola konflik menjadi salah satu faktor penyebab yang dapat memunculkan kepuasan.

(57)

mengembangkan rasa percaya yang lebih besar terhadap orang lain. Rasa percaya yang dikembangkan terhadap orang lain ini membuat individu tidak takut untuk menjalin relasi yang dekat dengan orang lain (Mikulincer & Goodman, 2006). Dengan demikian, individu dapat merasakan kepuasan dalam hubungannya.

Di sisi lain, individu dengan tipe kelekatan tidak aman juga memiliki tingkat kemandirian yang ekstrim tinggi dan ekstrim rendah. Individu dengan tipe avoidant attachment cenderung memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Berkebalikan dengan itu, individu dengan tipe anxious attachment memiliki tingkat kemandirian yang rendah, sangat tergantung dengan orang lain. Berbeda dengan kedua hal tersebut, individu dengan kelekatan aman memiliki kemandirian yang seimbang. Individu tidak bergantung pada orang lain, tetapi tidak segan untuk meminta pertolongan orang lain bila memang dibutuhkan (Mikulincer & Goodman, 2006). Ketika individu mau dan mampu mengungkapkan apa yang ia butuhkan terhadap orang lain dengan cara yang sewajarnya, individu dapat merasakan kepuasan dalam berelasi.

(58)

Selain itu, individu dengan tipe kelekatan yang tidak aman memiliki emosi dan sikap yang lebih negatif terhadap pasangannya dibandingkan individu dengan tipe kelekatan tidak aman. Individu kurang mampu memberikan kasih sayang dan dukungan emosional yang tepat saat pasangan membutuhkannya (Kunce & Shaver dalam Mikulincer & Goodman, 2006).

E. Hipotesis

(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-korelasional. Penelitian ini adalah penelitian yang melihat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Pada penelitian ini, akan dilihat hubungan antara kelekatan tidak aman (insecure attachment) dengan kepuasan berelasi (relationship satisfaction).

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kelekatan tidak aman (insecure attachment).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan berelasi (relationship satisfaction).

C. Definisi Operasional

(60)

akan diukur dengan skala Experience in Close RelationshipQuestionnaire-Revised (ECR-R) (Fraley, Brennan, Waller, 2000). Skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan semakin tinggi kelekatan tidak aman seorang individu.

Kepuasan berelasi (relationship satisfaction) adalah afeksi positif maupun negatif yang dirasakan individu terkait dengan respon pasangan terhadap pemenuhan kebutuhannya, yang akan diukur dengan Relationship Assessment Scale (RAS) (Hendrick, 1988). Skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan seseorang terhadap hubungannya.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah : 1. Perempuan

2. Dewasa awal, dengan rentang usia 18-35 tahun.

3. Sedang menempuh perkuliahan dan saat ini berdomisili di Yogyakarta 4. Sedang menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya

E. Metode Pengambilan Sampel

(61)

dengan memberikan skala, baik secara langsung maupun secara

online,kepada subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert untuk mengumpulkan data. Skala yang digunakan pada penelitian ini akan mengukur kepuasan berelasi dan kelekatan dewasa pada mahasiswi di Yogyakarta yang sedang menjalin hubungan berpacaran jarak jauh.

Skala tersebut diuji coba terlebih dahulu sebelum digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya. Hasil dari skala yang telah diuji coba kemudian dianalisis reliabilitas dan korelasi aitem totalnya. Setelah dianalisis, diperoleh aitem dengan korelasi aitem total yang baik (≥ 0.3). Aitem dengan korelasi aitem total yang baik inilah yang digunakan untuk pengambilan data pada penelitian yang sesungguhnya.

Pada kedua skala terdapat aitem yang bersifat favorable dan

unfavorable. Aitem favorable adalah aitem yang mendukung variabel yang ingin diukur, sedangkan aitem unfavorable adalah aitem yang bertolak belakang dengan variabel yang ingin diukur.

2. Alat Pengumpulan Data

(62)

kepuasan berelasi dan Experiences in Close Relationship Questionnaire-Revised (ECR-R)untuk mengukur kelekatan dewasa, khususnya tipe kelekatan avoidant dan anxiety.

a. Experience in Close Relationship Questionnaire-Revised

Proses adaptasi skala ECR-R dilakukan oleh Bapak Siswa Widyatmoko, salah satu dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, dengan melakukan proses terjemahan bolak-balik.

Pada Experiences in Close Relationship Questionnaire-Revised, jawaban skala terdiri dari 7 alternatif pilihan, yaitu STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), N (Netral), AS (Agak Setuju), S (Setuju), dan SS (Sangat Setuju). Aitem favorable diberi penilaian dari angka terkecil, yaitu 1 (STS), sampai angka terbesar, yaitu 7 (SS). Penilaian untuk aitem

unfavorable dilakukan mulai dari angka terbesar, yaitu 7 (STS) sampai angka terkecil, yaitu 1 (SS).

(63)

Tabel3.1

Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Sebelum Diuji Coba

Indikator

b. Relationship Assessment Scale

Proses adaptasi dilakukan oleh peneliti sendiri dan meminta bantuan penerjemah, guru Bahasa Inggris SMA, untuk mengkonfirmasi hasil terjemahan. Setelah itu, peneliti mengkonsultasikan hasil tersebut kepada pembimbing penelitian.

Pada Relationship Assessment Scale, jawaban skala terdiri dari 5 alternatif pilihan. Penilaian dimulai dari angka terkecil sampai terbesar, yaitu 1 sampai 5, untuk aitem favorable. Untuk aitem

(64)

Aitem skala adaptasi Relationship Assessment Scale sebelum diuji coba berjumlah 7 buah aitem.

Tabel3.2

Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Sebelum Diuji Coba

Indikator

Aitem

Jumlah

Favorable Unfavorable

Pemenuhan Kebutuhan 1 1 Kepuasan secara umum 2 1

Kualitas relasi 3 1

Kuantitas ketidakpuasan 4 1 Pemenuhan harapan 5 1 Kuantitas rasa cinta 6 1 Kuantitas masalah 7 1

G. Kredibilitas Alat Pengumpulan Data 1. Validitas

(65)

memberikan penilaian adalah dosen pembimbing dan profesor Susan Hendrick, pembuat skala. Selain itu, peneliti menyusun cetak biru (blue print) aitem-aitem yang akan digunakan. Aitem-aitem tersebut kemudian diuji coba kepada subjek dan dianalisis menggunakan program SPSS (Supratiknya, 1998).

2. Reliabilitas

Reliabilitas berkaitan dengan keajegan atau kekonsistenan alat ukur, tanpa memperhatikan apa yang akan diukur. Reliabilitas pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan pendekatan koefisien

Alpha Cronbach yang dapat melihat korelasi aitem total. Reliabilitas suatu penelitian memiliki rentang dari 0 – 1. Semakin mendekati 1, maka reliabilitasnya semakin tinggi.

Berdasarkan penghitungan menggunakan SPSS 16.0, ditemukan bahwa :

(66)

3. Seleksi Aitem

a. Cetak Biru Kelekatan Dewasa Setelah Diuji Coba Tahap I

Aitem diuji coba pada 46 orang subjek dan dianalisis menggunakan SPSS dengan melihat Korelasi Aitem Total (Rit).

Aitem yang memiliki Rit ≥0.3 dipandang memiliki daya diskriminasi

yang baik (Azwar, 2013). Aitem yang gugur berjumlah 9, yaitu aitem 1, 9, 17, 21, 27, 30, 31, 32, 33. Aitem yang tersisa kemudian dianalisis kembali sampai didapatkan semua aitem memiliki daya diskriminasi yang baik.

Tabel3.3

Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba Tahap I

(67)

b. Cetak Biru Kelekatan Dewasa Setelah Diuji Coba Tahap II

Analisis yang kedua dilakukan dengan melihat batas Rit ≥0.3.

Setelah dianalisis, diperoleh aitem lain yang gugur, yaitu aitem 3, 6, dan 29. Pada akhirnya, jumlah aitem yang gugur berjumlah 12, sehingga jumlah aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data penelitian yang sesungguhnya adalah 24 buah aitem.

Tabel3.4

Cetak Biru Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba Tahap II

Indikator

c. Cetak Biru Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba

Aitem diuji coba pada 46 orang subjek dan dianalisis menggunakan SPSS dengan melihat Korelasi Aitem Total (Rit).

Aitem yang memiliki Rit ≥0.25, yaitu aitem 1, 2, 3, 5, 6, 7,

(68)

menghindari keguguran aitem yang terlalu banyak. Pada akhirnya, hanya 6 aitemlah yang akan digunakan untuk pengambilan data penelitian yang sesungguhnya.

Tabel3.5

Cetak Biru Skala Kepuasan Berelasi Setelah Diuji Coba

Indikator

Aitem

Jumlah

Favorable Unfavorable

Pemenuhan Kebutuhan 1 1 Kepuasan secara umum 2 1

Kualitas relasi 3 1

Kuantitas ketidakpuasan 4 1 Pemenuhan harapan 5 1 Kuantitas rasa cinta 6 1

H. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

(69)

data yang tidak normal (Santoso, 2010). Selain itu, nilai p juga menunjukkan diterima atau tidaknya hipotesis nol. Bunyi hipotesis nol adalah tidak ada perbedaan antara sebaran data yang ada dalam penelitian dengan sebaran data normal pada populasi (Santoso, 2010). Bila nilai p > 0.05 maka hipotesis nol diterima, begitu pula sebaliknya.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas ditujukan untuk melihat apakah hubungan antara dua variabel menyerupai garis lurus. Bentuk hubungan garis lurus ini menunjukkan bahwa peningkatan kuantitas salah satu variabel akan diikuti oleh peningkatan kuantitas variabel yang lain. Begitu juga apabila salah satu variabel mengalami peningkatan kuantitas dan diikuti oleh penurunan variabel yang lain, demikian pula sebaliknya. (Santoso, 2010).

2. Uji Korelasi

(70)
(71)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2013 – 27 Juli 2013 dengan menyebarkan 120 buah skala. Penyebaran skala dilakukan secara cetak maupun elektronik. Dari 120 skala yang disebarkan, 9 diantaranya gugur karena tidak diisi secara lengkap dan sesuai, sehingga hanya 111 skala yang dianalisis oleh peneliti.

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini merupakan mahasiswi dengan rentang usia 18-35 tahun yang saat ini berkuliah di Yogyakarta dan menjalin hubungan berpacaran jarak jauh (Long-Distance Dating Relationship). Berikut disajikan tabel deskripsi subjek penelitian :

Tabel 4.1

Deskripsi Usia Subjek Penelitian

(72)

Tabel 4.2

Deskripsi Jarak Hubungan Berpacaran Subjek dengan Pasangan

Jarak

Total 24-80 km 80-160 km 160-800 km ≥800 km

14 orang 13 orang 55 orang 29 orang 111 orang

2. Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS, ditemukan bahwa Asymp. Sig. (2-tailed), yang merupakan nilai p, pada variabel X dan Y dalam penelitian ini memiliki nilai di atas 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki sebaran data normal. Selain itu, kondisi ini juga menunjukkan bahwa hipotesis nol diterima.

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian

Pengukuran p Keterangan Xtotal 0.749

Sebaran data normal Y total 0.178

(73)

b. Uji Linearitas

Berdasarkan penghitungan menggunakan SPSS 16.0, ditemukan bahwa besar nilai p sebesar 0.000 yang menunjukkan bahwa kedua variabel membentuk satu garis lurus yang signifikan.

Gambar 4.1 Scatterplot

(74)

kelekatan kecemasan dan menghindar, semakin rendah kepuasan berelasi yang dialami oleh subjek.

3. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis korelasi menggunakan SPSS 16.0,

ditemukan bahwa besar korelasi variabel X dan Y pada penelitian ini sebesar -0.534. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki korelasi negatif yang kuat (Sujarweni & Endrayanto, 2012).

Selanjutnya, korelasi antara kelekatan cemas dan menghindar dengan kepuasan berelasi, masing-masing diukur kembali. Korelasi antara kelekatan cemas dengan kepuasan berelasi menghasilkan koefisien korelasi sebesar -0.401. Hampir berdekatan dengan nilai tersebut, koefisien korelasi antara kelekatan menghindar dengan kepuasan berelasi menunjukkan angka sebesar -0.476. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua dimensi kelekatan memiliki korelasi negatif yang kuat dengan kepuasan berelasi.

4. Sumbangan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen

Besarnya kontribusi yang diberikan oleh variabel independen, yaitu kelekatan tidak aman, terhadap variabel dependen, yaitu kepuasan berelasi, adalah :

(75)

Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kelekatan tidak aman memberikan kontribusi sebesar 28.5156% dalam menyebabkan munculnya kepuasan berelasi. Sisanya, yaitu sebesar 71.4844% berarti diberikan oleh faktor-faktor lain selain kelekatan tidak aman.

5. Statistik Deskriptif (Hasil Tambahan)

a. One Sample T-test

Teknik ini digunakan untuk melihat apakah nilai mean teoritis lebih besar atau lebih kecil daripada mean empiris. Mean teoritis dicari dengan rumus:

Tabel 4.4

Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif

(76)

Berdasarkan nilai p pada tabel di atas, terlihat bahwa p< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mean yang signifikan antara dua kelompok pembanding.

Berdasarkan perbandingan nilai mean empiris dan teoritis, dapat disimpulkan bahwa

1. Keseluruhan subjek cenderung memiliki kelekatan aman yang lebih tinggi daripada kelekatan tidak aman.

2. Subjek yang cenderung memiliki kelekatan cemas, mengarah pada kelekatan cemas yang lebih aman.

3. Subjek yang cenderung memiliki kelekatan menghindar, mengarah pada kelekatan menghindar yang lebih aman.

b. Paired Sample T-test

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 16.0, terlihat bahwa rata-rata anxiety (28.66) lebih rendah daripada rata-rata avoidant

(39.63). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini didominasi oleh subjek dengan karakteristik kelekatan menghindar.

C. Pembahasan

Hasil analisis korelasi Pearson menggunakan program SPSS 16

(77)

kelekatan dewasa tidak aman (insecure adult attachment) dengan kepuasan berelasi (relationship satisfaction). Dengan demikian, semakin tinggi kelekatan tidak aman seseorang, maka ia akan cenderung mengalami ketidakpuasan dalam relasinya. Oleh karena itu, hipotesis pada penelitian ini yang berbunyi : “Ada hubungan yang negatif antara kelekatan dewasa tidak aman dengan kepuasan berelasi. Semakin tinggi kelekatan seseorang, maka semakin rendah pula kepuasan berelasi yang dirasakannya dan sebaliknya”, diterima.

Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya dan teori-teori yang menjadi landasan diadakannya penelitian ini. Beberapa penelitian menyatakan bahwa individu dengan tipe kelekatan tidak amanmemiliki kepuasan berelasi yang rendah (Levy, Davis, Simpson dalam Cassidy & Shaver, 2008). Cozzareli, Hoekstra, Bylsma, Cowan, & Cowan (dalam Mikulincer & Goodman, 2006) juga menyatakan bahwa kelekatan yang aman menjadi kunci penentu kepuasan berelasi. Secara tidak langsung, dikatakan bahwa kelekatan tidak aman pada individu cenderung membuatnya mengalami ketidakpuasan dalam relasi.

(78)

juga mengembangkan rasa tidak percaya kepada orang lain, sehingga tidak tertarik menjalin interaksi dengan orang lain (Alford, Lyddon, Schreiber, 2006). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, yaitu semakin tinggi kelekatan tidak aman seseorang, maka semakin rendah pula kepuasan berelasinya.

Selain itu, kepuasan berelasi yang rendah juga dapat disebabkan oleh kemampuan memanajemen konflik yang kurang baik (Guerrero, Anderson, & Afifi dalam Miller & Tedder, 2011). Individu dengan tipe kelekatan tidak aman cenderung menyelesaikan konflik dengan cara yang kurang konstruktif, sehingga menimbulkan kepuasan berelasi yang rendah (Steuber, 2005). Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, yakni semakin tinggi kelekatan tidak aman seseorang, semakin rendah pula kepuasan berelasinya.

Kepuasan berelasi juga dipengaruhi oleh pengungkapan diri oleh individu terhadap orang lain atau figur lekat (Floyd dalam Miller & Tedder, 2011). Karena kurangnya rasa percaya, individu menjadi kurang terbuka dengan orang lain, termasuk pasangan. Sikap kurang terbuka ini menimbulkan rasa ketidakpuasan dalam berelasi (Sprecher & Hendrick dalam Miller & Tedder, 2011). Berkaitan dengan penelitian ini, terlihat kesesuaian bahwa kelekatan tidak aman yang tinggi pada diri seseorang dapat membuatnya memiliki kepuasan berelasi yang rendah.

(79)

menghindar pada kontinum yang rendah, sehingga lebih cenderung ke arah kelekatan yang aman (secure).

(80)
(81)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, ditunjukkan bahwa kelekatan dewasa memiliki hubungan dengan kepuasan berelasi pada mahasiswi yang berpacaran jarak jauh. Kelekatan dewasa yang tidak aman (insecure adult attachment) memiliki korelasi yang negatif dengan kepuasan berelasi. Semakin tidak aman kelekatan seseorang, ia akan semakin mengalami ketidakpuasan dalam relasi, begitu pula sebaliknya.

B. Saran

1. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

(82)

interpretasi aitem menurut peneliti. Dengan demikian, sebaiknya, penyebaran alat pengukuran data dilakukan langsung dan didampingi oleh peneliti sendiri, sehingga dapat memperkecil bias.

Selain itu, penelitian selanjutnya dapat dilakukan terhadap subjek yang sudah menikah karena dampak dari ketidakpuasannya lebih kompleks. Ketidakpuasan pada subjek yang sudah menikah akan berdampak pada keluarganya, baik pasangan maupun anak-anaknya.

Saran yang selanjutnya adalah berkaitan dengan variabel penelitian. Variabel dalam penelitian ini, yaitu kelekatan tidak aman dan kepuasan berelasi, memiliki konsep yang tampaknya terlalu dekat, sehingga ketika hasil korelasi keduanya tinggi dapat menimbukan kecurigaan adanya konsep yang tumpang tindih. Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk memperhatikan apakah aitem yang digunakan bisa membedakan kedua variabel tersebut.

(83)

Selain itu, penggunaan kalimat yang negatif pada judul, yaitu ‘kelekatan tidak aman’ berkaitan dengan penggunaan alat ukur yang memang digunakan untuk mengukur kelekatan tidak aman, meskipun pada beberapa bagian dibahas mengenai kelekatan aman dan sebagian besar subjek memiliki kelekatan yang cenderung aman. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya lebih mengkhususkan isi penelitian mengenai kelekatan tidak aman dan mengantisipasi agar pengambilan subjek sesuai dengan judul penelitian, yaitu subjek dengan kecenderungan kelekatan tidak aman.

2. Saran Bagi Subjek

(84)

Selain itu, penyelesaian konflik dengan cara yang tepat dan tidak ditunda-tunda dapat pula mengembangkan kelekatan yang aman. Hal ini dapat dilakukan dengan mencoba untuk menerima segala alternatif solusi dan mempertimbangkannya dengan baik. Keterbukaan dalam melihat berbagai sudut pandang permasalahan akan membuat individu lebih dinamis dalam menanggapi suatu situasi.

3. Saran Bagi Orang Tua

(85)

DAFTAR PUSTAKA

Alford, Daryls J., Lyddon, William J., Schreiber, Roxanne. (2006). Adult Attachment and Working Models of Emotion.Counseling Psychology Quarterly, 19(1), 45-56

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang : UMM Press

Arditti, Joyce A. & Melissa Kauffman. (2004). Staying Close When Apart : Intimacy and Meaning in Long Distance Relationship. Journal of Couple & Relationship Therapy, 3 (1)

Baron, Robert A., Byrne, Donn. (1987). Social Psychology: Understanding Human Interaction (ed. ke-5). Massaschusetts : Allyn & Bacon.

Bartholomew, K., & Horowitz, L. M. (1991). Attachment styles among young adults: A test of a four-category model. Journal of Personality and Social Psychology, 61, 226-244.

Baumeister, Roy F. & Bushman, Brad J. (2011). Social Psychology and Human Nature(ed. ke-2). Canada : Wadsworth Cengage Learning.

Bertrand, Rosanna M. & Lachman, Margie E.. (2003). Personality Development in Adulthood and Old Age.In Richard M. Lerner, M. Ann Eaterbrooks, Jayanthi Mistry (Ed.), Handbook of Psychology, Vol. 6 Developmental Psychology. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Campbell, Lorne & Loving, Timothy J.. (2012). Interdisciplinary Research On Close Relationships – The Case for Integration. Washington : American Psychological Association

Cassidy, Jude (2008). The Nature of the Child’s Ties. InPhillip R. Shaver, Jude Cassidy (Ed.),Handbook of Attachment 2nd edition, Theory, Research, and Clinical Application. New York : The Guilford Press.

Clark, Margaret S. & Grote, Nancy K.. (2003). Close Relationships. InTheodore Milon, Melvin J. Lerner, & Irving B. Weiner (Ed.), Handbook of Psychology, Vol. 5 Personality and Social Psychology. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Gambar

Tabel 3.4  Cetak Biru Skala Kelekatan Tidak Aman Setelah Diuji Coba
Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek Penelitian
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian
Gambar 4.1 Scatterplot
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

yaran uiiuk msnsujudkai perayaiai ke5ej.!. ke:ejahrs.aan

Penelitian ini memiliki judul “Pengaruh Tax Planning Atas Pajak Penghasilan Sebagai Upaya Meminimalkan Pembayaran Pajak Pada Perusahaan X”.Penelitian ini bertujuan untuk

Beberapa transaksi hukum yang menggunakan konsep-konsep nominee di Indonesia, yang paling tegas melarang terdapat di Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

a) Karena melihat latar belakang Rujihan Sahibul Aqla yang berasal dari pondok pesantren, sehingga Rujihan Sahibul Aqla sudah menguasai dan memahami materi yang

Pasal 18 ayat (5) UU ITE menyatakan bahwa, jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau

[r]

Bidang Studi Keuangan Negara dan Daerah. NELA