HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DAN KOMITMEN PADA WANITA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN DI
YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Jane Ginza Ayu Permatasari NIM : 099114102
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
~ Tak akan pernah ada rasa bahagia dan kesuksesan, tanpa usaha dan penderitaan di dalamnya. Semua yang dikerjakan atas nama Tuhan pasti akan indah tepat pada waktu yang telah ditentukan – Nya.~
“ Jagalah aku, ya Allah, sebab pada- Mu aku berlindung,
Aku berkata kepada Tuhan : Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau! “
v
Kupersembahkan karya ilmiah yang sangat sederhana ini untuk :
o Tuhan Yesus Kristus yang tak pernah lelah menjaga dan
mendampingiku
o Orangtua dan keluargaku terkasih
vii
HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DAN KOMITMEN PADA WANITA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN DI
YOGYAKARTA Jane Ginza Ayu Permatasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta. Subjek penelitian adalah wanita dewasa awal yang berpacaran dengan rentang usia 18 hingga 34 tahun sebanyak 203 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara kelekatan tidak aman dan komitmen. Semakin tinggi rasa tidak aman seseorang atau kelekatan tidak aman seseorang maka semakin rendah komitmennya, begitu pula sebaliknya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif korelasional. Sampling dalam penelitian ini menggunakan incidental sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan skala. Alat pengambilan data menggunakan dua skala, yaitu skala ECR – R (Experiences in Close Relationship Questionnaire – Revised) dengan reliabilitas 0.880 dan skala komitmen dengan reliabilitas 0.821. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dan didapatkan koefisien korelasi sebesar – 0.552 dengan taraf signifikansi 0.000. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian, yang menyebutkan bahwa terdapat korelasi negatif antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta, diterima.
viii
THE CORRELATION BETWEEN INSECURE ATTACHMENT AND COMMITMENT AMONG DATING EARLY ADULTHOOD WOMEN IN
YOGYAKARTA Jane Ginza Ayu Permatasari
ABSTRACT
This research aimed to know the relationship between insecure attachment and commitment among dating eary adult women in Yogyakarta. Subjects in this study were dating early adult aged between 18-34 years old as much as 203 people. The hypothesis in this research was that there is
negative correlation between insecure attachment and commitmnet. The higher person’s insecure
attachment, the lower of commitment, conversely. The type of the study was a correlational quantitative research. The sampling method in this study using incidental sampling. The research method used in this study is spread the scale. The instruments of this research used two measurements which is a ECR – R (Experiences in Close Relationship Questionnaire – Revised) scale with reliabilty coefficient is 0.880 and commitment scale with reliability coefficient is 0.821.
the research data was analyzed using Product Moment’s Correlation be found coefficient correlations is – 0.552 on significantly 0.000. The result showed that the hypothesis, there is a negative correlation between insecure attachment and commitment among dating eary adult women in Yogyakarta, acceptable.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkah, perlindungan,
serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi di
Universitas Sanata Dharma. Penulis sadar bahwa banyak kesalahan dan
kekurangan dalam skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal
yang tidak berkenan selama proses penulisan skripsi ini.
Penulis memiliki banyak keterbatasan dalam menulis skripsi ini, sehingga
dengan bantuan berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M. Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. PSi. selaku Ketua Program Studi Psikologi,
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Y. Heri Widodo, M. Psi. selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar
membimbing penulis.
4. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M. Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membimbing selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
5. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M. Psi dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho,
M.Psi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran maupun kritik
xi
6. Semua Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.
7. Mas Muji dan Mas Doni yang selalu membantu penulis dalam kegiatan
praktikum ataupun ketika menjadi asisten praktikum.
8. Mas Gandung, Bu Nanik, dan Pak Gie yang sudah membantu penulis
selama berada di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
9. Kedua orangtuaku yang tak hentinya mendoakanku sehingga aku bisa
menyelesaikan semua ini. Makasih ma, pa, semoga aku bisa buat kalian
sedikit merasa bangga.
10. Eyang kakungku yang udah ada di surga. Maaf ya eyang belum bisa bikin
eyang bahagia, semoga eyang bisa lihat dari surga dan tersenyum untukku.
11. Budhe ku yang tak pernah lelah bekerja demi aku dan keluarga. Love u
mami....
12. Tanteku yang menemani ngerjain mesti sambil tertidur di kursi. Makasih
mbak...
13. Eyang putriku yang diam-diam selalu merapalkan namaku dalam doanya,
pakdheku yang selalu memperhatikanku, terimakasih banyak.
14. Kedua sepupuku yang menghiburku dan buat ku tersenyum ketika stress
mengerjakan skripsi.
15. Kekasihku yang tak pernah lelah antar kesana kemari, bantuin segala
sesuatu, support dan dukung aku dengan kasih. Terimakasih banyak sayang.
Berkat bantuan dan dukunganmu aku bisa kuat dan menyelesaikan semua
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR BAGAN ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoritis ... 9
xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Dewasa Awal ... 10
1. Pengertian Dewasa Awal ... 10
2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 10
3. Ciri-ciri Perkembangan Dewasa Awal ... 12
4. Pacaran ... 13
B. Komitmen ... 13
1. Pengertian Komitmen ... 13
2. Tipe Komitmen ... 14
3. Kriteria Komitmen ... 15
4. Faktor Penyebab Komitmen ... 16
5. Dampak Komitmen ... 19
C. Kelekatan Tidak Aman ... 20
1. Pengertian Kelekatan Tidak Aman ... 20
2. Tipe Kelekatan ... 25
3. Dimensi Kelekatan ... 27
4. Faktor Penyebab Kelekatan ... 28
5. Dampak Kelekatan ... 30
D. Dinamika Hubungan Kelekatan Tidak Aman dan Komitmen ... 35
E. Hipotesis Penelitian ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
A. Jenis Penelitian ... 41
xv
C. Definisi Operasional ... 41
1. Kelekatan Tidak Aman ... 42
2. Komitmen ... 42
D. Subjek Penelitian ... 43
E. Sampling Penelitian ... 43
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 43
1. Metode Pengambilan Data ... 43
2. Alat Pengambilan Data... 45
G. Kredibilitas Alat Ukur ... 47
1. Validitas ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 53
B. Data Demografis Subjek Penelitian ... 53
C. Uji Asumsi ... 55
1. Uji Normalitas ... 55
2. Uji Linearitas ... 56
D. Hasil Penelitian ... 57
xvi
2. Statistik Deskriptif... 60
E. Pembahasan ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 66
1. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 66
2. Bagi Subjek Penelitian ... 67
3. Bagi Pasangan ... 67
4. Bagi Orangtua ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Penskoran Jawaban Skala ECR - R ... 44
Tabel 3.2 : Penskoran Jawaban Skala Komitmen ... 45
Tabel 3.3 : Blue Print Skala ECR – R (Uji Coba) ... 46
Tabel 3.4 : Blue Print Skala Komitmen (Uji Coba) ... 47
Tabel 3.5 : Blue Print Skala ECR – R (Setelah Uji Coba I) ... 49
Tabel 3.6 : Blue Print Skala ECR – R (Setelah Uji Coba II) ... 50
Tabel 3.7 : Blue Print Skala Komitmen (Setelah Uji Coba) ... 50
Tabel 4.1 : Data Usia Subjek Penelitian ... 54
Tabel 4.2 : Data Lama Hubungan Subjek Penelitian... 54
Tabel 4.3 : Hasil Uji Normalitas ... 55
Tabel 4.5 : Hasil Uji Linearitas ... 56
Tabel 4.6 : Hasil Korelasi Kelekatan tidak Aman dengan Komitmen ... 58
Tabel 4.7 : Hasil Korelasi Kelekatan Anxiety dengan Komitmen ... 59
Tabel 4.8 : Hasil Korelasi Kelekatan Avoidance dengan Komitmen ... 60
Tabel 4.9 : Mean Anxiety dan Mean Avoidance ... 62
xviii
Daftar Bagan
Bagan 2.1 : Tipe Kelekatan Dewasa ... 27
Bagan 2.2 : Dinamika Hubungan Kelekatan Tidak Aman dan Komitmen 39
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Laporan Survei Awal Penelitian ... 74
Lampiran 2 : Data Statistik Jumlah Perceraian di DIY ... 81
Lampiran 3 : Skala Uji Coba ... 88
Lampiran 4 : Reliabilitas dan Korelasi Aitem Total (Uji Coba) ... 101
Lampiran 5 : Reliabilitas dan Korelasi Aitem Total (Setelah Uji Coba) 105 Lampiran 6 : Skala Penelitian ... 111
Lampiran 7 : Uji Normalitas ... 118
Lampiran 8 : Uji Linearitas ... 121
Lampiran 9 : Uji Hipotesis ... 123
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah bisa
dipisahkan dari orang lain. Mereka akan aktif dalam menjalin relasi
dengan orang lain, baik sebagai teman, sebagai keluarga, sebagai teman
kerja, sebagai pacar, dan lain sebagainya. Individu akan tinggal bersama
orang lain, bermain dan bekerja bersama, saling menolong satu sama lain,
maupun bahagia dan sukses bersama (Kassin, Fein, & Markus, 2010).
Selain itu, individu memiliki motivasi untuk membangun hubungan akrab
dan penuh perhatian dengan orang lain. Motivasi tersebut didorong karena
adanya kebutuhan akan memiliki dan cinta (Maslow, 1968). Kebutuhan
yang dimiliki individu berbeda-beda sesuai dengan tugas perkembangan
yang berbeda pula pada setiap tahap perkembangannya (Erikson dalam
Santrock, 2007). Pada masa dewasa awal, individu dihadapkan pada tugas
perkembangan keintiman dan keterkucilan dalam menjalin relasi dengan
sesama. Pada masa ini, individu dihadapkan untuk menjalin relasi intim
dengan orang lain (Erikson dalam Santrock, 2007).
Relasi merupakan suatu hubungan atau interaksi yang dibentuk
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam kehidupan
sehari-hari. Relasi yang telah kita bangun akan menjadi semakin dekat
biasa saja, seperti teman atau rekan kerja, hingga relasi yang utama, seperti
relasi romantis antara satu dengan yang lain (Delamater & Daniel, 2011).
Kegiatan sehari-hari yang dialami oleh manusia selalu melibatkan interaksi
interpersonal dengan orang lain. Hal ini mengakibatkan relasi
interpersonal menjadi penting (Dwyer, 2000).
Relasi interpersonal yang sering dibangun ketika seseorang telah
memasuki masa dewasa awal adalah relasi romantis atau cinta (Dwyer,
2000). Relasi romantis merupakan suatu hubungan antar manusia yang
lebih kompleks bila dibandingkan dengan relasi yang lain. Kompleksitas
relasi romantis nampak dari adanya jenis emosi yang tidak terdapat dalam
relasi lainnya. Emosi tersebut adalah gairah dan nafsu (Mikulincer & Gail,
2006). Sejalan dengan hal tersebut, Sternberg (dalam Santrock, 2007)
menyatakan bahwa salah satu dimensi utama dalam cinta adalah gairah.
Seseorang yang memiliki gairah dalam hubungannya akan mengalami
cinta yang kuat dan dapat bertahan lama. Selain itu, cinta yang kuat dan
bertahan lama juga dapat terbentuk karena adanya komitmen dalam
hubungan tersebut.
Komitmen merupakan penilaian kognitif yang dilakukan individu
atas hubungan yang telah mereka jalin dan niat individu untuk dapat
mempertahankan hubungan bahkan ketika hubungannya sedang dalam
suatu masalah (Sternberg dalam Santrock, 2007). Dalam hal ini, komitmen
membuat seseorang menjaga dan memelihara hubungannya secara terus
komitmen juga menjadi salah satu ciri khas suatu hubungan romantis yang
langgeng atau bertahan lama (Weigel, 2010). Hal ini sesuai dengan Shane
(2008) yang menyatakan bahwa komitmen merupakan rasa saling
memiliki ikatan psikologis dalam menjalin relasi antara satu orang dengan
yang lain termasuk keinginan untuk mempertahankan relasi ketika relasi
itu sedang dalam keadaan baik maupun ketika relasi itu sedang dalam
keadaan buruk (Lopez, 2008). Selain itu, tokoh lain menyatakan bahwa
komitmen merupakan hal yang terkait dengan masa depan dalam suatu
hubungan. Masa depan yang dimaksud adalah keinginan dari
masing-masing pasangan untuk membangun masa depan dengan pasangan mereka
(dedikasi) dan hadirnya faktor-faktor yang memperkuat mereka untuk
tetap bersama tanpa memperhatikan keinginan mereka (Rhoades, Scott, &
Howard, 2010).
Seseorang yang tidak dapat memegang erat komitmennya sangat
mudah untuk mengkhianati pasangannya dengan berselingkuh.
Perselingkuhan merupakan salah satu bentuk pengingkaran komitmen
dalam hubungan yang menjadi alasan seseorang dalam mengakhiri
hubungannya, baik pacaran maupun pernikahan (Egan & Angus, 2004).
Penyebab dari perselingkuhan ini ada berbagai macam, diantaranya adalah
adanya perasaan kesepian dalam diri pasangan, kebutuhan yang berlebih
akan perhatian dari orang lain, ketidakpuasan dalam menjalin hubungan,
melunturnya kesetiaan karena mulai bosan dengan pasangan, dan sedang
Pada suatu situasi tertentu, seorang wanita dalam masa
perkembangan dewasa awal memiliki kecenderungan berselingkuh lebih
besar dibandingkan kaum pria. Salah satu penyebab wanita berselingkuh
karena mereka membutuhkan perhatian yang lebih besar pula
dibandingkan kaum pria (Subotnik & Harris, 2005). Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang menyatakan bahwa kaum wanita banyak melakukan
tindakan perselingkuhan dan lebih terbuka untuk mengeksplor
perselingkuhan mereka ketika mereka berpisah jarak atau berada jauh dari
pasangan mereka bila dibandingkan dengan kaum pria (Le, Korn,
Crockett, & Loving, 2010). Penelitian lain menemukan bahwa lebih
banyak wanita yang tidak setia dibandingkan dengan pria. Wanita lebih
cenderung untuk memutuskan hubungannya setelah melakukan
kebohongan dan menyatakan alasan mereka dalam berbohong adalah
adanya tekanan dalam hubungan yang mereka jalin seperti merasa tidak
bahagia dalam hubungan yang telah dijalin tersebut (Brand, Markey, Mills,
& Hodges, 2007).
Sejalan dengan penelitian tersebut, Pengadilan Agama Daerah
Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa pengajuan permohonan cerai lebih
banyak diajukan oleh wanita daripada laki-laki. Pada tahun 2011, kasus
perceraian yang diterima oleh Pengadilan Agama Daerah Istimewa
Yogyakarta sebanyak 583 perkara, 429 perkara diajukan oleh perempuan
dan 154 perkara diajukan oleh laki-laki. Pengadilan Agama Daerah
diajukan oleh perempuan dan 125 perkara diajukan oleh laki-laki. Pada
tahun 2012, kasus perceraian yang diterima oleh Pengadilan Agama
Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 593 perkara, 424 perkara diajukan
oleh kaum perempuan dan 169 perkara diajukan oleh kaum laki-laki.
Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta memutuskan sebanyak
539 perkara, 398 perkara diajukan oleh perempuan dan 141 perkara
diajukan oleh laki-laki. Selain itu, penelitian awal yang dilakukan oleh
peneliti menunjukkan bahwa 53.4 % (35.9 % jarang berselingkuh, 12.6 %
sering berselingkuh, dan 4.9 % sangat sering berselingkuh) dari 103
mahasiswi dari berbagai Perguruan Tinggi dan Universitas di Yogyakarta
telah melakukan perselingkuhan dari pasangan mereka (Prawitasari,
Viasti, Danastri, Permatasari, dan Nugrahaeni, 2013).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa banyak perempuan yang
melakukan tindak perselingkuhan akibat kondisi sulit yang mereka hadapi,
seperti kekerasan seksual yang dilakukan oleh pasangannya ketika
menjalin relasi intim (Goetz & Shackelford, 2009). Penelitian lain
menyebutkan bahwa salah satu penyebab terbesar seorang wanita
berselingkuh adalah adanya kekerasan seksual ketika mereka masih
anak-anak (Whisman & Snyder, 2007). Selain itu, Pengadilan Agama Daerah
Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa faktor penyebab perceraian lebih
banyak diakibatkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan
tersebut terkait dengan tidak adanya tanggung jawab dari pasangan,
ekonomi. Pada tahun 2011, Pengadilan Agama Daerah Istimewa
Yogyakarta mencatat bahwa sebanyak 216 dengan latar belakang
kekerasan. Pada tahun 2012, Pengadilan Agama Daerah Istimewa
Yogyakarta mencatat bahwa terdapat 217 kasus dengan kekerasan sebagai
faktor penyebab perceraian.
Komitmen dapat muncul karena adanya kesetiaan, keinginan untuk
hidup bersama, dan memberikan upaya terbaik pada pasangan (Fehr dalam
Baumgardner & Marie, 2008). Selain itu, kriteria dalam pembentukan
komitmen antara lain, keinginan untuk mengakhiri hubungan dalam waktu
dekat, durasi hubungan yang telah dibina, durasi hubungan yang mereka
inginkan, komitmen dalam hubungan mereka, daya pikat dari pasangan,
dan tingkat kelekatan (attachment) dalam hubungan mereka (Rusbult, 1980). Berdasarkan hasil penelitian pada LDR (Long Distance Relationship) dan GCR (Geographically Close Relationship), didapatkan bahwa kelekatan berkontribusi pada komitmen dari seseorang yang
menjalin hubungan GCR. Seseorang yang memiliki kelekatan aman pada
hubungan GCR yang dijalin akan memiliki komitmen yang tinggi dalam
hubungannya (Pistole, Amber, & Jonathan, 2010). Penelitian lain
menyatakan bahwa seseorang dengan tipe kelekatan aman memiliki level
komitmen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang dengan
tipe kelekatan tidak aman (Nosko, Tieu, Lawford, & Pratt, 2011).
Kelekatan merupakan berbagai perilaku yang mengakibatkan
dirinya yang akan berbeda antara satu orang dengan yang lain (Bowlby
dalam Feeney & Noller, 1996). Tipe kelekatan seseorang mempengaruhi
relasi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memiliki
tipe kelekatan tidak aman dengan pengasuh utama mereka sejak kecil akan
menemui berbagai kesulitan ketika membangun keintiman di masa depan
(Cassidy & Shaver, 2008). Kelekatan yang pernah dialami seseorang akan
menunjukkan perbedaan perilaku interpersonal seseorang (misalnya
mencari hubungan dekat atau menghindari hubungan intim), perbedaan
sistem operasi dalam perilaku (misalnya caregiving, seks), serta memberikan kontribusi terhadap kualitas interaksi sosial dalam suatu
hubungan yang umum maupun hubungan yang dekat (Mikulincer &
Philip, 2007).
Karakteristik individu dan sifat yang muncul dari relasi individu
ketika menjalin hubungan dekat menjadi sangat penting untuk dilihat.
Individu yang memiliki sejarah hubungan yang negatif atau memiliki
kelekatan yang tidak aman akan menghalangi kemampuannya dalam
mengatasi suatu permasalahan yang mengancam, namun level komitmen
dari diri sendiri dan pasangan dapat menghindari adanya hasil yang negatif
dari suatu hubungan serta membatasi kecenderungan berperilaku negatif
maupun destruktif (Tran & Simpson, 2009). Seseorang yang memiliki tipe
kelekatan amanakan memiliki komitmen yang besar serta kepuasan dalam
berelasi. Seseorang yang memiliki tipe kelekatan tidak aman memiliki
waktu, sehingga mereka mengakhiri hubungan dalam waktu yang sangat
singkat, tidak lebih dari empat bulan (Adam & Jones, 1999).
Hubungan antara kedua pasangan akan mempengaruhi komitmen
yang mereka miliki. Komitmen yang tinggi terjadi ketika pasangan
memiliki kelekatan aman dalam kehidupan relasinya karena adanya emosi
dan perilaku positif dalam relasi mereka. Komitmen yang rendah
merupakan efek dari kelekatan tidak aman, baik anxious attachment
maupun avoidant attachment. Bila seseorang memiliki tipe attachment anxious dan avoidant, maka mereka memiliki sedikit perilaku yang konstruktif. Bila seseorang memiliki avoidant attachment, maka mereka akan berperilaku dengan lebih destruktif lagi (Tran & Simpson, 2009).
Seorang dewasa awal yang memiliki tipe kelekatan aman dengan
orangtuanya pada masa kanak-kanak akan mencari hubungan emosional
yang amanjuga ketika menjalin relasi romantis (Santrock, 2007).
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kaitan atau hubungan antara
kelekatan tidak aman dengan komitmen pada wanita dewasa awal yang
sedang berpacaran di Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada
hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang
berpacaran.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta
menambah pengetahuan dan informasi dalam disiplin ilmu Psikologi
Klinis, khususnya terkait dengan konsep baru mengenai kelekatan
tidak aman yang dapat mempengaruhi komitmen seseorang dalam
menjalin relasi romantis.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi dan
evaluasi untuk para dewasa awal, khususnya wanita agar dapat
membantu mereka mengembangkan relasi yang sehat dan matang.
Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada wanita dewasa awal mengenai kelekatan dengan pasangan,
sehingga mereka dapat menciptakan komitmen yang baik pada
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dewasa Awal
1. Pengertian Dewasa Awal
Dewasa berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau untuk tumbuh matang (Hurlock, 1953). Masa dewasa
awal merupakan masa transisi dari masa remaja menuju masa
dewasa. Masa dewasa awal bermula pada akhir usia belasan tahun
atau awal usia dua puluhan tahun dan berakhir pada usia tiga
puluhan tahun. dengan kata lain, masa dewasa awal dimulai pada
usia 18 hingga 22 tahun dan berakhir pada usia kira-kira 34 tahun
(Santrock, 2007).
2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal
a. Teori Psikososial Erikson
Pada masa dewasa awal, seseorang dihadapkan pada
tugas perkembangan keintiman dan keterkucilan dalam menjalin
relasi dengan sesama. Pada masa ini, individu dihadapkan untuk
menjalin relasi intim dengan orang lain (Erikson dalam
Santrock, 2007). Dewasa awal harus mengembangkan
kapasitasnya untuk bersama dan peduli pada orang lain tanpa
b. Kognitif
K. Warner Schaie (1977) menyatakan bahwa seorang
dewasa awal mengalami perubahan kognitif dari masa ke masa.
Dewasa awal mengalami fase mencapai prestasi (achieving stage) yang merupakan fase yang melibatkan penerapan intelektual pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam
mencapai tujuan jangka panjang, seperti dalam menentukan
karier dan pengetahuan (Santrock, 2007).
c. Sosio Emosi
Seseorang yang mengalami masa dewasa awal
dihadapkan pada kenyataan bahwa dia harus mandiri secara
ekonomi dan mandiri dalam pembuatan keputusan. Mandiri
secara ekonomi ditunjukkan ketika orang tersebut mendapatkan
pekerjaan tetap untuk mencukupi kebutuhannya. Mandiri dalam
pembuatan keputusan mencakup karier, nilai-nilai, keluarga dan
hubungan, serta gaya hidup (Santrock, 2007).
Seseorang dalam masa dewasa awal mengalami
kejenuhan (burnout) dengan kegiatan yang mereka lakukan.
Burnout ini banyak dialami oleh mahasiswa yang merupakan dewasa awal. Burnout merupakan suatu perasaan putus asa dan tidak berdaya yang diakibatkan stress berlarut-larut berkaitan
3. Ciri - ciri Perkembangan Dewasa Awal
Seseorang yang sedang mengalami masa perkembangan
dewasa awal akan memiliki ciri-ciri sosio emosi (Santrock, 2007)
antara lain :
a. Menjalin hubungan intim
Keintiman merupakan perasaan emosional yang dimiliki
terhadap pasangan mengenai kehangatan, kedekatan, dan
berbagi dalam suatu hubungan romantis
b. Pernikahan dan keluarga
Seorang dewasa awal akan meninggalkan rumah dan
menbangun suatu kehidupan keluarga yang baru melalui sebuah
pernikahan.
c. Mandiri.
Kemandirian merupakan kemampuan untuk berpikir
untuk dirinya sendiri dan melakukan segala sesuatu tanpa selalu
harus mengikuti apa yang dikatakan atau dilakukan oleh orang
lain. Mandiri meliputi mandiri secara ekonomi dan mandiri
dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, Havighurst (Hurlock, 1953), menyatakan ada
beberapa ciri khas dalam masa perkembangan dewasa awal, antara
lain :
a. Memilih pasangan
c. Memulai keluarga
d. Memulai sebuah pekerjaan
e. Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan
4. Pacaran
Pacaran merupakan suatu bentuk hubungan intim atau dekat
antara laki-laki dan perempuan (Ardhianita & Andayani, 2005).
Selain itu, Papalian dan Olds (dalam Nisa & Sedjo, 2010)
menyatakan bahwa pacaran merupakan proses membentuk dan
membangun hubungan personal dengan lawan jenis. Hubungan ini
biasanya dimulai pada masa perkembangan dewasa awal.
B. Komitmen
1. Pengertian Komitmen
Komitmen merupakan penilaian kognitif yang dilakukan
individu atas hubungan yang telah mereka jalin dan niat individu
untuk dapat mempertahankan hubungan bahkan ketika hubungannya
sedang dalam suatu masalah (Sternberg dalam Santrock, 2007). Selain itu,
komitmen juga diartikan sebagai rasa saling memiliki ikatan psikologis
dalam menjalin relasi antara satu orang dengan yang lain termasuk
keinginan untuk mempertahankan relasi ketika relasi sedang dalam
keadaan baik maupun ketika relasi itu sedang dalam keadaan buruk
(Lopez, 2008). Pengertian lain menyebutkan bahwa komitmen merupakan
keinginan untuk tetap menjalin suatu hubungan, kelekatan (attachment)
hubungan yang dibangun (Le & Agnew, 2003). Hal ini sesuai dengan Le,
Korn, Crockett, dan Loving (2010) yang menyatakan bahwa komitmen
merupakan kelekatan psikologis terhadap pasangan, orientasi jangka
panjang terhadap hubungan, dan suatu tujuan untuk bertahan dalam relasi
yang dibangun.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa komitmen merupakan keinginan untuk dapat
mempertahankan suatu hubungan, tetap memiliki kelekatan secara
psikologis terhadap pasangan, dan memiliki orientasi jangka panjang
dalam menjalin suatu hubungan.
2. Tipe Komitmen
Menurut Johnson (1991) dalam (Johnson, Caughlin, &
Huston, 1999) komitmen terbagi atas tiga tipe, yaitu:
a. Personal Komitmen
Personal komitmen merupakan suatu pilihan dari internal
atau dari dalam diri pribadi itu sendiri untuk ada atau tidak
dalam sebuah hubungan. Personal komitmen ini terdiri dari tiga
komponen, yaitu daya tarik terhadap pasangan (cinta), daya tarik
terhadap hubungan (kepuasan relasi), dan status pasangan.
b. Moral Komitmen
Komitmen moral mengacu pada sebuah rasa tanggung
jawab bahwa untuk masih ada dalam suatu hubungan dan
mempertanggung jawabkan hubungan tersebut, seperti di dalam
komponen, yaitu kewajiban dalam hubungan, kewajiban moral
pribadi, dan nilai konsistensi dalam suatu hubungan.
c. Struktural Komitmen
Komitmen struktural merupakan komitmen yang sudah
melibatkan tekanan sosial dalam melanjutkan hubungan.
Komitmen ini lebih menekankan pada kerugian atau dampak
negatif yang muncul dalam suatu hubungan bila harus
dilanjutkan. Komitmen struktural terdiri dari empat komponen,
yaitu alternatif dalam hubungan, tekanan sosial, prosedur dalam
mengakhiri hubungan, dan investasi yang tidak dapat diperoleh
dari pihak lain.
3. Kriteria Komitmen
Rusbult (1980), menyatakan terdapat enam kriteria yang
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat komitmen seseorang,
yaitu :
a. Keinginan seseorang untuk mengakhiri hubungannya di waktu
dekat
b. Kemungkinan durasi hubungan yang telah mereka bentuk
c. Durasi hubungan yang mereka inginkan
d. Komitmen dalam hubungan mereka
e. Daya pikat dari pasangan
4. Faktor Penyebab Komitmen
Komitmen dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
a. Kepuasan
Kepuasan dalam menjalin relasi merupakan salah satu
faktor dalam membangun komitmen. Kepuasan merupakan efek
positif versus negatif dalam suatu hubungan (Rusbult, 1980).
Kepuasan dipengaruhi oleh tingkat masing-masing pasangan
dalam memenuhi kebutuhan yang paling penting (Rusbult,
Martz, Agnew, 1998). Pasangan yang memiliki kepuasan tinggi
akan merasa bahagia sehingga memiliki nilai komitmen yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasangan yang tidak
bahagia atau tidak puas dalam menjalin relasi (Rusbult &
Buunk, 1993).
b. Nilai dari suatu hubungan
Nilai dari suatu hubungan ini terkait dengan nilai hadiah
dari suatu hubungan dan nilai kerugian dari suatu hubungan.
Nilai ini berhubungan dengan kepercayaan orang terhadap
hubungan yang dibangunnya. Nilai hadiah dilihat dari sejauh
mana seseorang percaya bahwa hubungan mereka memiliki
atribut-atribut yang bernilai atau baik dan sifat-sifat positif yang
dimiliki oleh pasangannya. Nilai ini dapat dilihat dari penilaian
daya tarik fisik terhadap pasangan, pemenuhan kebutuhan,
kecerdasan, rasa humor, kemampuan untuk mengkoordinasi
kegiatan, dan kepuasan seksual. Hal-hal tersebut dapat
dipergunakan untuk melihat sejauh mana hubungan mereka
bermanfaat dan menguntungkan bagi mereka. Nilai kerugian
merupakan sejauh mana seseorang percaya bahwa hubungan
yang mereka miliki memiliki atribut-atribut yang buruk dan
pasangan meraka memiliki sifat serta kualitas yang negatif. Nilai
ini dapat dilihat dari sikap menyerah untuk melakukan kegiatan
yang menyenangkan, kerugian dalam hubungan, kendala waktu,
perilaku yang memalukan, kepribadian pasangan yang tidak
menarik, keras kepala, mengingkari perjanjian, adanya konflik,
dan kurangnya kesetiaan. Nilai-nilai tersebut dapat
memperkirakan sejauh mana seseorang akan mempertahankan
hubungan mereka (Rusbult, 1980).
c. Pilihan Alternatif dari suatu hubungan
Pilihan alternatif dari suatu hubungan merupakan
kualitas alternatif terbaik yang tersedia untuk memulai
hubungan dengan orang lain, kencan dengan beberapa orang
lain, atau menghabiskan waktu sendirian. Nilai ini dapat dilihat
dari menilai daya tarik fisik dari beberapa pilihan, sulit untuk
menggantikan seseorang, kencan yang menarik dari beberapa
orang, pentingnya hubungan romantis, dan kebahagiaan yang
kualitas pilihan yang baik akan memilih teman kencan yang
cerdas, menarik sacara fisik, lucu, memiliki kepribadian yang
baik, akan memiliki hubungan yang lebih menyenangkan
dibandingkan dengan individu yang memiliki nilai pilihan yang
lebih rendah (Rusbult, 1980).
d. Ukuran investasi dari suatu hubungan
Ukuran investasi dapat dilihat dari sejauh mana pasangan
telah menampatkan segala sesuatu dalam hubungan mereka atau
adanya benda / peristiwa / orang / kegiatan yang berkaitan
dengan hubungan mereka. Tiga dasar dari ukuran investasi
adalah durasi hubungan, rata-rata jumlah jam setiap minggu
yang dihabiskan bersama, dan jumlah anak yang lahir dari
hubungan mereka. Nilai ini dapat dilihat dengan tingkat
keekslusifan dari hubungan mereka, teman yang dimiliki
bersama, kenangan bersama, investasi, berbagi harta benda,
kegiatan yang berhubungan dengan pasangan, investasi
emosional, dan pengungkapan diri (Rusbult, 1980).
Ukuran investasi dalam suatu hubungan merupakan salah
satu alasan bagi pasangan untuk menjaga komitmennya. Ukuran
investasi ini merupakan segala sumber daya yang melekat pada
hubungan yang akan menghilang ketika hubungan yang dijalin
tersebut berakhir. Sumber daya intrinsik dalam suatu hubungan
informasi pribadi, dan identitas seseorang dari hubungan yang
telah dibangun. Sumber daya ekstrinsik dari suatu hubungan
antara lain hubungan sosial, status sosial, dan harta atau materi
dalam hubungan tersebut (Le & Agnew, 2003).
e. Kelekatan (attachment)
Kelekatan merupakan salah satu faktor dalam
pembentukan komitmen. Seseorang yang memiliki kelekatan
aman akan memiliki komitmen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan seseorang yang memiliki kelekatan tidak aman (Tran &
Simpsom, 2009).
5. Dampak Komitmen
a. Pemeliharaan Hubungan
Komitmen yang tinggi akan membuat seseorang menjaga
hubungan mereka secara terus menerus atau memelihara
hubungan mereka, misalnya dengan bersedia berkorban untuk
pasangan. Selain itu, komitmen juga membuat seseorang
berperilaku lebih konstruktif (Tran & Simpson, 2009).
b. Dukungan dan Kepercayaan dari pasangan
Komitmen yang tinggi mengakibatkan adanya dukungan
yang baik dan kepercayaan yang tinggi terhadap pasangan.
Selain itu, seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi akan
melakukan tindakan nyata dalam kehidupannya, seperti
ditunjukkan dengan memberikan segala informasi dengan sikap
murah hati dan sikap memberi untuk pasangan (Wieselquist,
Rusbult, Foster, & Agnew, 1999).
C. Kelekatan Tidak Aman
1. Pengertian Kelekatan Tidak Aman
Bowlby melakukan berbagai penelitian dengan tujuan utama
untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaimana seorang bayi
menjadi emosional pada pengasuh utama mereka dan tertekan secara
emosional ketika mereka terpisah dari pengasuh utama (Hazan &
Shaver, 1987). Bowlby (1973) menyatakan bahwa kelekatan
merupakan berbagai perilaku yang mengakibatkan seseorang
mencapai atau mempertahankan orang untuk dekat dengan dirinya
yang akan berbeda antara satu orang dengan yang lain (Feeney &
Noller, 1996). Selain itu, Bowlby berpendapat bahwa seorang bayi
dengan kelekatan aman akan merasa bahwa pengasuh merupakan
sumber kenyamanan dan perlindungan ketika kebutuhan mereka
muncul. Sedangkan seorang bayi dengan kelekatan tidak aman, tidak
mengalami kenyamanan dan perlindungan secara konsisten ketika
suatu ancaman muncul (Cassidy & Shaver, 2008). Bowlby (1973)
menyatakan bahwa hubungan yang dibuat antara orangtua dan anak
masa depan, baik dalam menjalin pertemanan maupun relasi
romantis (Nosko, Tieu, Lawford, & Pratt, 2011).
Sejalan dengan Bowlby, Ainsworth (1978) melakukan
penelitian untuk mengetahui tipe kelekatan yang didasarkan pada
reaksi bayi ketika berpisah dari pengasuh utamanya dan ketika
bertemu kembali dengan pengasuh utamanya (Feeney & Noller,
1996). Ainsworth menyatakan bahwa untuk melihat perbedaan
individu dalam kualitas kelekatan hubungan yang telah mereka jalin,
dibagi menjadi dua kategori dasar yaitu kelekatan aman dan
kelekatan tidak aman. Kategori kelekatan tersebut tidak hanya
menggambarkan perilaku dari seorang bayi kepada pengasuhnya,
melainkan persepsi seorang bayi kepada tersedianya pengasuh atau
tanggapan bayi terhadap pengasuh (Cassidy & Shaver, 2008).
Bowlby dan Ainsworth membuat pernyataan yang
menyatakan bahwa kelekatan sangat penting dalam kehidupan
dewasa (Crowell & Treboux dalam Clulow, 2001). Sejalan dengan
hal tersebut, Cassidy & Shaver (2008) menyatakan bahwa seseorang
yang memiliki tipe kelekatan tidak aman dengan pengasuh utama
mereka ketika kecil, akan menemui berbagai kesulitan ketika mereka
membangun keintiman di masa depan (Cassidy & Shaver, 2008).
Bowlby berpendapat bahwa kelekatan memiliki peran penting dari
seseorang itu dilahirkan hingga orang tersebut meninggal nantinya.
aman dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Crowell &
Treboux dalam Clulow, 2001). Ainsworth (1989) menyatakan bahwa
kelekatan dewasa merupakan ikatan afeksi, tekanan untuk menjalin
hubungan dekat dengan orang lain (mencari rasa aman dan nyaman)
yang sangat unik dan individual serta tidak dapat ditukarkan antara
satu dengan yang lain (Feeney & Noller, 1996).
Hazan and Shaver (1987) memiliki argumen dasar bahwa
cinta yang romantis dapat dikonseptualisasikan sebagai sebuah
proses kelekatan. Mereka menyatakan bahwa cinta yang romantis
terdiri dari empat hal utama, yaitu cinta sebagai sebuah emosi,
hubungan antara cinta dan kelekatan, konsep cinta sebagai integrasi
dari sistem perilaku, dan perbandingan dari kelekatan dengan konsep
cinta. Mereka menemukan bahwa seseorang yang memiliki
kelekatan aman akan mudah untuk menjalin hubungan dekat dengan
orang lain dan merasa nyaman bergantung pada orang lain.
Sedangkan seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, baik
avoidant attachment maupun anxious/ambivalent attachment akan merasa tidak nyaman dengan hubungan yang mereka jalin.
Seseorang dengan tipe avoidant attachment akan merasa tidak nyaman bergantung dengan orang lain, sulit percaya pada orang lain,
dan sulit menerima pasangan. Selanjutnya, orang dengan tipe
kecemburuan yang lebih pada pasangan dan merasa takut ketika
pasangan meninggalkannya (Feeney & Noller, 1996).
Bartholomew & Horowitz mengembangkan kelekatan
menjadi empat tipe serupa dengan tiga tipe kelekatan yang
diungkapkan oleh Hazan & Shaver (Feeney & Noller, 1996).
Adult attachment is positive and negative working models of self and relationship partners. Adult attachment in which two underlying dimensions, the person's perspective internal model of the self (positive or negative) and the person's perspective internal model of others (positive or negative), were used to define four attachment patterns. (1991, p. 240)
Menurut Bartholomew & Horowitz (1991) kelekatan dewasa
memiliki dua dimensi yang mendasar, yaitu perspektif seseorang
terhadap diri sendiri (baik positif maupun negatif) dan perspektif
seseorang terhadap orang lain (baik positif maupun negatif).
Bartholomew juga menyatakan bahwa kelekatan tidak aman
merupakan model kerja negatif dari diri seseorang layak mendapat
cinta dan perhatian dari orang lain (anxiety attachment) atau orang lain sebagai orang yang menyediakan cinta dan perhatian (avoidance attachment) yang dikembangkan dari pola pengasuhan yang pernah didapatkan (Mikulincer & Goodman, 2006). Model kerja negatif
terkait dengan kekurangan seseorang terhadap dukungan dan
perhatian dari pasangan. Mereka enggan berkomunikasi dengan
kepercayaan, kurangnya keterbukaan, serta sensitif terhadap
penolakan (Bartholomew dalam Mikulincer & Goodman, 2006).
Feeney and Noller (1991) menyatakan bahwa kelekatan
dewasa menjadi prediktor yang kuat untuk melihat kualitas dari
suatu hubungan. Feeney dan Noller melakukan pengukuran dengan
dua pertanyaan mendasar. Pertanyaan pertama terkait dengan isu-isu
yang berkaitan dengan kelekatan, antara lain keterbukaan, kedekatan, ketergantungan, komitmen, dan kasih sayang. Pertanyaan
kedua terkait dengan tipe-tipe kelekatan dewasa sesuai dengan yang
telah dilakukan oleh Hazan dan Shaver (Feeney & Noller, 1996).
Kelekatan dewasa merupakan perbedaan individu dalam cara
mereka untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam hubungan
dekat yang mereka bangun dan dipengaruhi oleh hubungan yang
telah mereka bangun sebelumnya (Fraley, Niendenthal, Marks,
Brumbaugh, & Vicary, 2006).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kelekatan dewasa merupakan referensi atas diri
sendiri dan orang lain atas ikatan afeksi dalam menjalin relasi untuk
mencari rasa aman dan nyaman yang bersifat unik dan individual
dalam cara berpikir, merasakan, dan berperilaku berdasarkan
hubungan kelekatan yang dibangun antara anak dan orangtua dan
hubungan-hubungan dekat sebelumnya. Sedangkan kelekatan tidak
dari pola pengasuhan seseorang di masa kecil terhadap tersedianya
cinta dan perhatian dari figur lekat atau figur lekat sebagai penyedia
cinta dan perhatian.
2. Tipe Kelekatan
Bartholomew dan Horowitz (Feeney & Noller, 1996)
membagi adult attachment menjadi empat tipe, yaitu : a. Secure Attachment
Seseorang yang memiliki tipe kelekatan ini relatif mudah
untuk menjalin relasi dekat secara emosional dengan orang lain.
Dia akan merasa nyaman apabila tergantung pada orang lain
maupun bila orang lain tergantung padanya. Dia tidak akan
merasa khawatir apabila harus sendiri atau ada orang lain yang
tidak menerimanya.
b. Dismissing Attachment
Seseorang yang memiliki tipe kelekatan ini akan merasa
nyaman bila mereka tidak menjalin relasi dekat secara
emosional dengan orang lain. Dia akan membuat dirinya bebeas
dan sendiri. Dia lebih suka untuk tidak tergantung pada orang
lain atau orang lain tergantung padanya.
c. Preoccupied Attachment
Seseorang yang memiliki tipe kelekatan ini ingin
memiliki relasi karib secara emosional secara penuh dengan
memiliki relasi dekat sesuai dengan yang diinginkannya. Dia
merasa tidak nyaman bila tidak menjalin relasi dekat tetapi
terkadang dia khawatir bahwa orang lain tidak menilai dia sama
seperti dia menilai orang lain.
d. Fearful Attachment
Seseorang yang memiliki tipe kelekatan ini akan merasa
sedikit tidak nyaman ketika menjalin relasi dekat. Dia ingin
menjalin relasi dekat secara emosional tetapi dia merasa sulit
untuk mempercayai orang lain secara penuh atau tergantung
pada orang lain. Dia terkadang khawatir bahwa dia akan terluka
jika menuruti keinginannya untuk menjalin relasi dekat dengan
Bagan 2.1
Merasa nyaman dengan
keintiman dan otonomi
Preoccupied
Asyik dengan hubungan
yang dijalain
Fraley dan Waller (1998) fokus pada dua dimensi utama dari
kelekatan yaitu avoidance dan anxiety daripada tipe-tipe kelekatan. Alasan mereka menggunakan dimensi untuk memahami kelekatan
adalah, pertama analisis taxonomy yang mereka lakukan
menunjukkan bahwa pola dari kelekatan bersifat dimensional, bukan
kawan-kawan. Seseorang akan dianggap memiliki kelekatan aman
ketika mereka memiliki nilai yang rendah dari dua dimensi ini
(Fraley & Shaver, 1998). Dua dimensi tersebut antara lain :
a. Avoidance
Avoidance terkait dengan variasi kecenderungan seseorang untuk menarik diri melawan adanya keterikatan
dengan orang lain. Seseorang yang memiliki avoidance yang tinggi akan merasa tidak nyaman dengan hubungan dekat dan
ketergantungan di dalam hubungan yang romantis (Brambaugh
& Fraley, 2010).
b. Anxiety
Anxiety mengacu pada variasi tingkat sensitivitas seseorang terhadap perhatian atau penolakan dari orang lain.
Seseorang yang memiliki anxiety yang tinggi akan merasa khawatir ditinggalkan oleh pasangannya dan merasa kurang
memiliki hubungan dekat dalam hubungan yang telah
dibangunnya (Brambaugh & Fraley, 2010).
4. Faktor Penyebab Kelekatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tipe kelekatan seseorang
antara lain (Mikulincer & Shaver, 2007) :
a. Kurangnya perhatian, penolakan, atau respon marah yang
ditunjukkan oleh figur kelekatan
c. Kekerasan atau perilaku kasar yang dilakukan oleh figur
kelekatan
Penganiayaan dan kekerasan fisik maupun seksual ketika
masa kanak-kanak akan mengakibatkan seseorang memiliki
insecure attachment pada masa dewasanya.
d. Tuntutan untuk menjadi lebih mandiri dan keterbatasan
pengungkapan kebutuhan.
e. Kehilangan orangtua
Kehilangan orangtua akibat kematian juga
mempengaruhi kelekatan yang dibangun pada masa dewasa.
Seseorang yang ditinggalkan orangtuanya sebelum mereka
berumur 4 tahun akan memiliki kelekatan yang lebih aman bila
dibandingkan dengan seseorang yang ditinggalkan orangtuanya
ketika berumur lebih dari 4 tahun.
f. Perceraian orangtua
Perceraian orangtua cenderung mengakibatkan seorang
dewasa awal lebih memiliki kelekatan dengan tipe insecure.
Orangtua yang bercerai dan memilih untuk menikah kembali
membuat seorang anak tumbuh dengan kelekatan yang lebih
aman ketika dewasa bila dibandingkan dengan orangtua yang
g. Orangtua yang kecanduan alkohol
Kecanduan alkohol membuat orangtua memiliki perilaku
kompulsive yang dapat mengarah pada kekerasan fisik dan
kekerasan seksual. Perilaku kompulsive ini membuat seorang
anak merasa tidak aman dan berdampak pada attachment yang digunakannya ketika dewasa nanti (insecure attachment).
5. Dampak Kelekatan
a. Komitmen
Seseorang dengan tipe kelekatan aman akan memiliki
level komitmen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tipe
kelekatan yang lain dalam menjalin suatu hubungan romantis.
Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, baik anxiety attachment maupun avoidance attachment memiliki komitmen yang lebih rendah bila dibandingkan dengan seseorang yang
memiliki tipe kelekatan aman. Seseorang dengan tipe kelekatan
anxiety memiliki rasa tidak aman dengan komitmen dari pasangan mereka dan berharap hubungan yang lebih dekat.
Sedangkan seseorang yang memiliki tipe kelekatan avoidance
memilih untuk menjauh dari pasangannya (Nosko, Tieu,
Lawford, & Pratt, 2011). Penelitian lain menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki anxiety attachment memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada seseorang dengan tipe
akan memiliki level komitmen yang rendah karena mereka lebih
memiliki ketertarikan yang besar pada pilihan alternatif dan
perselingkuhan. Sedangkan pada anxiety attachment, mereka tidak memiliki ketertarikan yang tinggi pada pilihan alternatif
dan tidak suka menipu pasangan serta berkomitmen pada
pasangan. Meskipun demikian, seseorang dengan tipe kelekatan
tidak aman memiliki komitmen lebih rendah dibandingkan
seseorang dengan tipe kelekatan aman (DeWall, Lambert,
Slotter, Pond, Deckman, Finkel, Luchies, Fincham, 2011).
b. Perasaan terhadap keintiman
Seseorang dengan tipe kelekatan aman akan mudah
untuk menjalin keintiman dan memiliki rasa nyaman bergantung
dengan orang lain (Hazan & Shaver dalam Feeney & Noller,
1996). Sedangkan seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman
akan merasa tidak nyaman dengan keintiman yang mereka
bangun. Seseorang yang memiliki tipe anxiety attachment akan merasa khawatir untuk berpisah dengan pasangannya, mereka
merasa kurang nyaman dengan keintiman yang telah dibangun.
Mereka juga sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada
keintiman. Mereka merasa tidak bahagia dengan hubungan yang
telah dibangun (Fraley & Shaver, 2000).
c. Strategi mengatasi konflik
Individu yang memiliki tipe kelekatan yang berbeda
akan mengevaluasi dan mengatasi situasi yang menekan dengan
cara yang berbeda pula (Mikulincer & Florian, 1998; Tran &
Simpsom, 2009). Seseorang yang memiliki kelekatan aman akan
memiliki strategi yang lebih konstruktif dalam menghadapi
permasalahan dan memiliki emosi positif dibandingkan
seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman (Tran & Simpsom,
2009). Penelitian lain mengatakan bahwa seseorang dengan tipe
kelekatan aman akan menggunakan cara mengatasi konflik yang
lebih strategis dengan kompromi dan integrasi bila dibandingkan
dengan orang yang memiliki kelekatan tidak aman (Pistole,
dalam Cassidy & Shaver, 2008). Selain itu, seseorang dengan
tipe kelekatan tidak aman akan merasa sangat tertekan bila
berada pada situasi yang menekan mereka (Tran & Simpsom,
2009). Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety akan berperilaku defensif dan destruktif, seringkali mereka
menunjukkan kemarahan yang tinggi, permusuhan, atau
berusaha mencari ketentraman hati. Seseorang dengan tipe
konflik yang konstuktif (Tran & Simpsom, 2009). Seseorang
dengan tipe kelekatan aman tidak menunjukkan strategi yang
destruktif dan defensif dalam mengatasi situasi yang penuh
konflik (Gaines et al dalam Cassidy & Shaver, 2008).
d. Kebahagiaan dalam menjalin relasi
Seseorang yang memiliki secure attachment akan mengalami kebahagiaan yang baik ketika mereka menjalin
hubungan percintaan (Feeney & Noller, 1996). Hal ini sesuai
dengan pendapat Hazan & Shaver (1987) yang mengemukakan
bahwa seseorang dengan tipe kelekatan aman akan bahagia
dengan hubungan yang telah dibangun. Demikian pula
sebaliknya, seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, baik
anxiety maupun avoidance memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah terhadap hubungan yang telah mereka bangun
(Mikulincer & Goodman, 2006).
e. Investasi dalam hubungan
Menurut Gangestad & Simpson (dalam Cassidy dan
Shaver, 2008), wanita mengembangkan keputusan untuk
menikah berdasarkan dua dimensi, yaitu kelangsungan hidup
(kesehatan atau atribut yang dimiliki pasangan) dan potensi
investasi (baik dalam relasi romantis ataupun pada keturunan
yang akan dihasilkan). Seseorang dengan tipe kelekatan
investasi dari pasangan mereka karena kemandirian dan
ketidakpercayaan mereka. Seseorang dengan tipe kelekatan
anxiety berharap dan menuntut investasi yang sangat besar dari pasangan karena kekhawatiran akan kehilangan hubungan dan
ditinggalkan yang terjadi secara terus menerus.
f Kepercayaan terhadap pasangan
Seseorang dengan tipe kelekatan aman akan
mengembangkan kepercayaan dan keintiman yang besar
terhadap pasangan (Simpson dalam Cassidy dan Shaver, 2008).
Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman akan memiliki
kepercayaan yang tidak baik terhadap pasangannya. Seseorang
dengan kelekatan anxiety akan memiliki kepercayaan yang berlebih pada pasangan sebagai sarana untuk mendapatkan cinta
dan dukungan dari pasangan. Sedangkan seseorang dengan tipe
kelekatan avoidance akan cenderung memiliki kepercayaan yang rendah dengan pasangan. Mereka menilai bahwa
kepercayaan mencerminkan dominasi dan kontrol, serta cara
manipulatif untuk mengendalikan seseorang (Mikulincer dalam
Mikulincer dan Shaver, 2007).
g Ketergantungan
Seseorang dengan tipe kelekatan aman akan merasa
nyaman ketika harus bergantung pada orang lain. Seseorang
penolakan dan ditinggalkan sehingga mereka memiliki
ketergantungan yang sangat tinggi pada pasangannya. Seseorang
dengan tipe kelekatan avoidance akan membatasi diri dari keintiman dan ketergantungan pada orang lain. Salah satu faktor
ketergantungan yang terjadi ini karena adanya ikatan emosional
dalam hubungan (Mikulincer dan Goodman, 2006).
D. Dinamika Hubungan Kelekatan Tidak Aman dan Komitmen
Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman akan merasa tidak
nyaman dengan keintiman yang telah mereka bangun (Fraley & Shaver,
2000). Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety akan merasa khawatir untuk berpisah dengan pasangannya, sedangkan seseorang dengan tipe
kelekatan avoidance tidak peduli dengan perubahan yang terjadi pada hubungan yang mereka bangun sehingga mereka tidak bahagia (Fraley &
Shaver, 2000). Pasangan yang tidak bahagia akan memiliki kepuasan yang
rendah dalam hubungan mereka sehingga nilai komitmen dalam hubungan
mereka menjadi rendah (Rusbult dan Buunk, 1993). Sebaliknya, seseorang
dengan tipe kelekatan aman akan merasa nyaman dengan keintiman
(Hazan dan Shaver dalam Feeney dan Noller, 1996). Mereka akan
merasakan kebahagiaan serta kepuasan. Kepuasan berelasi merupakan
salah satu faktor penyebab terbentuknya komitmen (Rusbult, 1980).
Seseorang yang dengan tipe kelekatan tidak aman memiliki tingkat
(Mikulincer & Goodman, 2006). Kebahagiaan dapat menggambarkan
kepuasan seseorang dalam menjalin hubungan (Rusbult & Buunk, 1993).
Kebahagiaan yang rendah pada seseorang dengan tipe kelekatan tidak
aman membuat mereka memiliki kepuasan berelasi yang rendah pula. Hal
ini mengakibatkan komitmen yang dalam hubungan mereka juga rendah.
Sebaliknya, seseorang dengan tipe kelekatan aman akan merasa bahagia
dengan hubungan mereka (Feeney dan Noller, 1996). Hal ini
mengakibatkan kepuasan dalam hubungan mereka tinggi sehingga
komitmen mereka juga tinggi.
Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety berharap dan menuntut investasi yang sangat besar dari pasangannya. Seseorang dengan tipe
kelekatan avoidance akan mengharapkan dan membutuhkan sedikit investasi dari pasangan (Gangestad & Simpson dalam Cassidy dan Shaver,
2008). Ukuran investasi dalam suatu hubungan merupakan salah satu
penyebab adanya komitmen (Le & Agnew, 2003). Meskipun seseorang
dengan tipe anxiety memiliki investasi yang lebih tinggi dibandingkan tipe
avoidance, komitmen yang dibentuk sama-sama rendah. Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, baik anxiety maupun avoidance, memiliki komitmen yang rendah (Nosko, Tieu, Lawford, & Pratt, 2011). Demikian
pula sebaliknya, seseorang dengan tipe kelekatan aman akan memiliki
nilai investasi yang tinggi dalam hubungannya sehingga memiliki
Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman akan memiliki
kepercayaan yang tidak baik terhadap pasangannya. Seseorang dengan
kelekatan anxiety akan memiliki kepercayaan yang berlebih pada pasangan. Seseorang dengan tipe kelekatan avoidance akan cenderung memiliki kepercayaan yang rendah dengan pasangan (Mikulincer dalam
Mikulincer dan Shaver, 2007). Kepercayaan merupakan suatu hal yang
dapat menggambarkan nilai dari suatu hubungan (Rusbult, 1980).
Seseorang dengan kepercayaan yang tidak baik akan menghasilkan nilai
negatif dalam hubungan. Nilai negatif dalam hubungan menyebabkan
rendahnya komitmen dalam hubungan tersebut. Demikian sebaliknya,
seseorang dengan tipe kelekatan aman akan memiliki kepercayaan
terhadap pasangan (Simpson dalam Cassidy dan Shaver, 2008). Hal ini
menunjukkan adanya nilai positif dalam hubungan yang mengakibatkan
tingginya komitmen dalam hubungan tersebut.
Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada pasangannya. Seseorang dengan tipe kelekatan
avoidance akan membatasi diri dari keintiman dan ketergantungan pada orang lain. Ketergantungan tersebut muncul karena adanya ikatan emosi
dalam hubungan (Mikulincer dan Goodman, 2006). Ikatan emosinal
merupakan salah satu bentuk dalam ukuran investasi dari suatu hubungan.
Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, memiliki komitmen lebih
rendah dibandingkan seseorang dengan tipe kelekatan aman (Nosko, Tieu,
kelekatan aman akan merasa nyaman bergantung dengan pasangan
sehingga mereka memiliki investasi emosi yang cukup tinggi dengan
pasangan. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang dengan tipe kelekatan
aman memiliki ukuran investasi yang tinggi sehigga komitmen dalam
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif
antara kelekatan tidak aman dengan komitmen. Semakin tinggi rasa tidak
aman seseorang (kelekatan tidak aman) maka semakin rendah komitmen
seseorang. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah rasa tidak aman
seseorang (kelekatan tidak aman) maka semakin tinggi komitmen yang
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif korelasional.
Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang lebih menekankan
analisis pada data-data numerik. Data-data ini kemudian diolah
menggunakan penghitungan statistik (Azwar, 2009). Penelitian
korelasional memiliki tujuan untuk melihat hubungan antara suatu variabel
dengan variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009).
B. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel tergantung, yaitu sebagai berikut :
Variabel bebas (X) : Kelekatan tidak aman
Variabel tergantung (Y) : Komitmen
C. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan untuk menjelaskan kedua
variabel diambil dari karakteristik variabel, skala yang digunakan, dan
1. Kelekatan Tidak Aman
Kelekatan tidak aman merupakan persepsi dan model kerja
negatif yang berkembang dari pola pengasuhan seseorang di masa
kecil terhadap tersedianya cinta dan perhatian dari figur lekat atau
figur lekat sebagai penyedia cinta dan perhatian.
Skala yang digunakan untuk mengukur kelekatan tidak aman
adalah ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire - Revised). Skala tersebut dapat menunjukkan tipe kelekatan yang dimiliki oleh subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek
maka semakin tidak amanpula kelekatan yang dibangun oleh subjek.
Sebaliknya, jika semakin rendah skor yang dimiliki subjek maka
kelekatan yang dimiliki subjek semakin aman.
2. Komitmen
Komitmen merupakan keinginan untuk dapat
mempertahankan suatu hubungan, tetap memiliki kelekatan
psikologis terhadap pasangan, dan memiliki orientasi jangka panjang
dalam menjalin hubungan. Komitmen memiliki enam kriteria, yaitu
keinginan seseorang untuk mengakhiri hubungan di waktu dekat,
kemungkinan durasi hubungan yang telah mereka bentuk, durasi
hubungan yang mereka inginkan, komitmen dalam hubungan
mereka, daya pikat dari pasangan, serta tingkat kelekatan dalam
Skala yang digunakan untuk mengukur komitmen adalah
skala komitmen. Skor tinggi yang diperoleh dalam skala tersebut
menunjukkan bahwa subjek memiliki komitmen yang tinggi.
Sebaliknya, jika skor yang diperoleh subjek dalam skala komitmen
rendah maka komitmen yang dimiliki subjek juga rendah.
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah :
1. Wanita
2. Berpacaran
3. Dewasa awal dengan rentang usia 18 hingga 22 tahun
4. Mahasiswi (sedang menempuh pendidikan di Universitas atau
Perguruan Tinggi)
5. Berdomisili di Yogyakarta
E. Sampling Penelitian
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
incidental sampling.
F. Metode dan Alat Pengambilan Data 1. Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan
yaitu skala ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire - Revised) dan skala komitmen. Tipe soal dalam kedua skala tersebut adalah Likert. Pernyataan yang diberikan dalam
kedua skala tersebut terdiri dari pernyataan favorable dan
unfavorable. Pilihan jawaban untuk skala ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire – Revised) bergerak dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Agak Tidak Setuju (ATS),
Netral (N), Agak Setuju (AS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS).
Sedangkan pada skala komitmen, pilihan jawaban bergerak dari
angka 0 hingga 8. Jawaban yang diberikan subjek menggambarkan
tingkat kesetujuan terhadap aitem yang disajikan.
Tabel 3.1
Penskoran Jawaban Skala ECR - R
Jawaban
Item
STS TS ATS N AS S SS
Favorable 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 3.2
Penskoran Jawaban Skala Komitmen
Jawaban
Item
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Favorable 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Unfavorable 8 7 6 5 4 3 2 1 0
2. Alat Pengambilan Data
a. Skala ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire - Revised)
Peneliti menggunakan skala ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire - Revised) dari R. Chris Fraley yang telah di adaptasi dengan proses terjemahan oleh
Cornelius Siswa Widyatmoko, S.Psi. Jumlah aitem dalam skala
ini adalah 36 aitem yang kemudian di uji cobakan. Aitem