• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini - Test Repository"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

NOVEL PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH. DINI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh

DIAN ADI PERMANA

111 10 046

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

















































dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu

tidak akan sampai setinggi gunung. (Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat: 37)

Dan…

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Bapak dan Ibu tercinta, Sarmanta dan Sunarni yang telah mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.

2. Kakakku mas Aban yang selalu mendukungku untuk semua kegiatanku khususnya kuliah.

3. Pak dhe budhe dan semua saudaraku yang telah memberikan banyak motivasi dan nasehat bermanfaat, terimakasih juga atas doanya.

4. Almarhumah Bu Agustin guru SMA yang telah menjadi teladan baik dalam menjalankan kewajiban umat muslim untuk taat beribadah kepada Allah SWT.

5. Segenap keluarga besar STUDENT SPORT CLUB (SSC), terimakasih atas semua nilai dan kenangan yang indah untuk dikenang selama ini dan untuk seterusnya.

6. Mas Danang, mas Fahmi, mas Teguh, mas Ulil, mas Rifki, mas Rohmad, mas Baqi, mas Anwar, mas Asyuri, mas Rohman, mas Khoiruzad, mas Anad, mas Arifin, mbak Endang, mbak Erlina terimakasih selalu menjadi teman dan guru banyak hal dalam dunia perkuliahan maupun organisasi. 7. Teman-teman Futsal IAIN Salatiga (Zulfikar, Toyib, Daryanto, Barok,

Afrizan, Yusuf, Wildan, Megar, Taufan, Rafael, Arafat, Ardhani, Joko), terimakasih banyak sudah menjadi tim dan keluarga untuk berjuang bersama mengharumkan kampus kita IAIN Salatiga.

8. Sedulur-sedulur PKM I yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu, terimakasih telah menjadi teman dalam berproses.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam tercurah kepada khatamul anbiya Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH. DINI” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Dalam proses penulisan skripsi ini banyak bimbingan dan juga arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah meberikan bantuan-bantuannya, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

(9)

ix

6. Ibu dan Bapakku tercinta dan keluarga yang tak pernah berhenti

mendo’akan dan memberikan motivasi kepada penulis sehingga tugas ini

dapat terselesaikan dengan lancar

7. Teman-teman Student Sport Club (SSC) IAIN Salatiga

Semoga kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 07 September 2016 Peneliti

(10)

ABSTRAK

Permana, Dian Adi. 2016. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Imam Mas Arum, M.Pd.

Kata Kunci: Nilai Pendidikan Akhlak, Pertemuan Dua Hati, Nh. Dini.

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang penting, karena akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk lainnya, baik akan hilang derajat kemanusiaannya, kemudian jika suatu Negara yang masing-masing manusia sudah tidak berakhlak, maka kehidupan bangsa dan masyarakat menjadi rusak.

Tujuan skripsi ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat pada novel Pertemuan dua hati karya Nh. Dini, mendeskripsikan karakter tokoh utama pendidik yang patut diteladani, mendeskripsikan implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak pada kehidupan sehari-hari. Penulis pun memilih novel ini karena merupakan salah satu karya yang mampu menarik hati dan minat pembacanya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Novel Pertemuan Dua Hati ini menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi, sikap dan pandangan yang menggejala di masyarakat. Tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan memilih bahan, membaca dan memahami, mencari dan mengidentifikasi, dan memasukkan hasil identifikasi data ke dalam klasifikasi nilai pendidikan akhlak.

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN LOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Metode Penelitian ... 10

F. Penegasan Istilah ... 12

G. Sistematika Penulisan Skripsi... 13

(12)

B. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 22

C. Metode Pendidikan Akhlak ... 23

D. Biografi Nh. Dini ... 24

E. Karakteristik Novel Nh. Dini ... 28

F. Karya-karya Nh. Dini ... 29

G. Unsur Intrinsik Novel ... 32

H. Sinopsis Novel ... 41

BAB III HASIL TEMUAN A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak... 44

1. Akhlak manusia terhadap Allah SWT... 46

a. Tawakal ... 46

b. Khauf dan raja’ ... 47

c. Bertaubat ... 47

d. Bersyukur ... 47

2. Akhlak manusia terhadap sesama manusia ... 48

a. Shidiq ... 48

b. Amanah ... 48

c. Sabar ... 49

d. Khusnudzon ... 49

e. Optimis ... 51

f. Disiplin ... 52

g. Tanggung Jawab... 52

(13)

xiii

a. Menjaga dan Tidak Merusak ... 54

b. Memanfaatkan dengan Baik ... 55

B. Karakter tokoh utama pendidik ... 57

BAB IV ANALISIS DATA A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak ... 59

1. Akhlak Manusia terhadap Allah SWT ... 59

a. Tawakal ... 59

b. Khauf dan Raja’ ... 60

c. Bertaubat ... 63

d. Bersyukur ... 64

2. Akhlak Manusia terhadap Sesama Manusia ... 65

a. Shidiq ... 65

b. Amanah ... 66

c. Sabar ... 68

d. Khusnudzon ... 69

e. Optimis ... 70

f. Disiplin ... 71

g. Tanggung Jawab ... 72

3. Akhlak Manusia Terhadap Lingkungan ... 73

a. Menjaga dan Tidak Merusak ... 73

b. Memanfaatkan dengan Baik ... 74

B. Karakter Tokoh Utama Pendidik ... 76

(14)

a. Tidak mudah menyerah ... 76

b. Sabar ... 76

2. Waksito ... 76

a. Jahil ... 76

b. Mudah Emosi (Marah) ... 77

C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang penting, karena akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk lainnya, baik akan hilang derajat kemanusiaannya, kemudian jika suatu Negara yang masing-masing manusia sudah tidak berakhlak, maka kehidupan bangsa dan masyarakat menjadi rusak.

Untuk mencapai akhlak yang baik, manusia bisa mencapainya melalui dua cara. M. Yatimin Abdullah menjabarkannya sebagai berikut. Pertama, melalui karunia Tuhan yang menciptakan manusia dengan fitrahnya yang sempurna, akhlak yang baik, serta nafsu syahwat yang tunduk kepada akal dan agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah para nabi dan rasul Allah. Kedua, melalui cara berjuang secara bersungguh-sungguh (mujahadah) dan latihan (riyadhah), yakni membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia, ini yang dapat dilakukan oleh manusia biasa, yaitu dengan belajar terus menerus berlatih (M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur'an: 2007).

(16)

Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).

Dari definisi di atas tampak bahwa pendidikan akhlak merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pendidikan nasional. Sehingga sama penting dan tidak dipisahkan dengan aspek-aspek lainnya seperti spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan ketrampilan.

Pendidikan akhlak dalam ajaran agama Islam merupakan kaidah untuk mengerjakan perbuatan baik dan buruk yang tertera dalam Al-Qur’an dan hadits. Sesungguhnya sejalan dengan semangat ajaran Al-Qur’an dan hadits yang amat menekankan kepada perbaikan mental spiritual, moral, dan akhlak manusia.

Abuddin Nata mengatakan “bahwa inti dari ajaran Islam adalah akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Demikian ajaran yang dibawa Rasulullah SAW pada intinya adalah menyempurnakan akhlak yang mulia (Abuddin Nata, 1975: 8).

(17)

3

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S. al-Ahzab/33:21)

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan pula firman Allah SWT :







Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar (Muhammad) berbudi pekerti yang agung” (Q.S. Al-Qalam:4)

Pembentukan kepribadian muslim dalam pendidikan akhlak merupakan pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh dan berimbang. Pembentukan kepribadian mauslim sebagai individu adalah bentuk kepribadian yang diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan faktor dasar (bawaan) dan faktor ajar (lingkungan), dengan berpedoman kepada nilai-nilai keislaman.

(18)

Mengingat pentingnya pendidikan akhlak untuk terciptanya lingkungan yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai tersebut.

Selain Al-Qur’an dan hadits yang merupakan acuan utama dalam pendidikan akhlak terpuji, karya sastra juga dapat dijadikan rujukan, mengingat di dalam karya sastra sering termuat pesan atau amanat untuk berbuat baik.

Membaca karya sastra memungkinkan seseorang mendapatkan masukan tentang manusia atau masyarakat dan menimbulkan pikiran dan motivasi untuk berbuat sesuatu bagi manusia atau masyarakat itu, dalam diri manusia sebagai pribadi dan anggota masyarakat timbul kepedulian terhadap apa yang dihadapi masyarakat.

Imam Al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Zainuddin, dkk. Berpendapat bahwa kesustraan termasuk ke dalam salah satu faktor lingkungan. Karya sastra berupa buku-buku yang berisi cerita yang baik, benar dan mulia akan membawa pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan watak perilaku dan kepribadian anak (Zainuddin, 2001: Telaah Sastra).

(19)

5

Akan tetapi, jika diamati kenyataan pendidikan dewasa ini, tampak adanya gejala-gejala yang menunjukan rendahnya kualitas akhlak para peserta didik, dapat dilihat dari contoh berikut ini, tawuran antar pelajar, seks bebas para remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang di dalam usia sekolah. Banyak sekali realita penyimpangan akhlak yang kita jumpai baik itu dilingkungan sekitar maupun dari kabar berita, terutama pada kalangan siswa sekolah maupun pelajar. Mulai dari penyimpangan akhlak tercela yang terkecil hingga yang dianggap sudah melewati batas. Bisa kita ambil contoh dalam kehidupan sekitar kita yaitu pengaruh seks bebas ataupun pelecehan seksual. Seks bebas atau pelecehan seksual baru-baru ini sedang marak terjadi dimana-mana. Bukan hanya orang dewasa dan remaja yang menjadi korban pengaruh seks bebas dan pelecehan seksual, tapi hal tersebut sudah tidak memandang usia, anak dibawah umur sekalipun ikut menjadi korban seks bebas dan pelecehan seksual. Kejadian itu terjadi bukan hanya di lingkungan masyarakat, tapi sudah banyak terjadi juga di lingkungan sekolah. Guru yang seharusnya bertanggung jawab untuk mendidik siswa-siswanya menjadi pribadi yang berakhlak, banyak yang menjadi pelaku pelecehan seksual terhadap siswanya sendiri.

(20)

dalam memberikan pendidikan akhlak terhadap anak, perilaku akhlak terpuji sejak dini harus ditanamkan pada diri anak agar kelak dia bisa menjadi pribadi yang beriman dan barakhlak terpuji. Dan itu semua berkaitan erat dengan pendidikan agama Islam atau agama Islam sendiri yang berpedoman Al-Qur’an dan hadits. Faktor yang lain bisa datang dari pengaruh akses internet yang tidak terbatas bisa diakses melalui website-website yang bebas untuk dicari. Dari beberapa contoh penyimpangan ahklak di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa kejadian tersebut disebabkan karena minimnya pendidikan akhlak yang terpuji pada diri manusia.

Masalah di atas tentu memerlukan solusi. Dalam hal ini, suatu tindakan perlu ditempuh agar dapat menjaga individu kepada terjaminnya akhlak generasi penerus harapan bangsa serta dapat menciptakan dan sekaligus memelihara ketentraman dan kebahagiaan di tengah-tengah masyarakat.

(21)

7

Novel ini tidak hanya menghibur namun juga menyajikan kisah-kisah keteladanan dari para tokohnya yang bisa diambil nilai-nilainya bagi kehidupan khususnya pendidikan akhlak. Juga contoh keteladanan yang bisa diambil dari tokoh para pendidiknya seperti Ibu Suci guru yang penyabar dan pantang menyerah. Hal tersebut bisa dilihat dari petikan dalam novel Pertemuan Dua Hati berikut ini:

“Meskipun kemampuan otakku memadai, namun bapak tidak

menyanggupi untuk membiayai, adikku tiga orang dan kuputuskan

untuk bekerja guna menambah pemasukan uang” (Nh. Dini, 1997:10). Dari petikan novel di atas dapat dilihat bahwa sosok Ibu Suci pantang menyerah, ia tidak ingin membebani orang tuanya untuk membiayainya melanjutkan pendidikan. Dengan tekat dan kegigihannya ibu suci berniat dan memutuskan untuk bekerja agar bisa melanjutkan sekolah dan tidak memberatkan hidupnya kepada kedua orang tuanya. Ibu Suci adalah sosok yang sabar, adapun bukti kutipannya sebagai berikut:

“Beberapa kali ku tanya pada muridku, namun tetap tidak ada jawaban. Aku berusaha bersikap sebiasa mungkin, tanpa mendesak,

tanpa memperlihatkan keherananku” (Nh. Dini, 1997:26)

(22)

Dengan melihat realita dari novel Pertemuan Dua Hati yang penuh dengan pelajaran dan makna. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH. DINI sebagai sebuah karya sastra yang syarat dengan nilai-nilai pendidikan khususnya pendidikan akhlak.

B. Fokus Penelitian

Rumusan masalah berisi penegasan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya melalui penelitian. Didalamnya tercakup keseluruhan ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah (Maslikhah,2013:302). Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH. Dini?

2. Bagaimanakah karakter tokoh utama pendidik yang patut diteladani dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH. Dini?

3. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH. Dini?

C. Tujuan Penelitian

(23)

9

masalah. Perbedaannya terletak pada bentuk keilmuannya dalam rumusan masalah, kalimatnya berbentuk pertanyaan, maka dalam tujuan penelitian berbentuk kalimat pernyataan. (STAIN Salatiga, 2008:16).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimanakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH. Dini.

2. Untuk mendeskripsikan bagaimanakah karakter tokoh utama pendidik yang patut diteladani dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH. Dini.

3. Untuk mendeskripsikan bagaimanakah implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH. Dini pada kehidupan sehari-hari.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat, adapun beberapa manfaatnya yaitu:

1. Kegunaan bagi penulis adalah untuk memperkaya wawasan keilmuan, khususnya dalam bidang pendidikan akhlak.

2. Bagi para pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan dalam mengembangkan pendidikan akhlak di Indonesia.

(24)

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian

Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library reseach) dengan mengacu pada buku-buku, artikel, dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak. 2. Sumber Data

Sumber data merupakan tempat ditemukannya data-data yang akan ditulis. Adapun sumber data dalam penelitian ini berupa:

a. Data primer

Data primer merupakan literatur yang membahas secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini (PT Gramedia Pustaka Utama, 1997: cetakan kesepuluh)

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber penunjang yang dijadikan alat untuk membantu penelitian, yaitu berupa buku-buku atau sumber-sumber dari penulis lain yang berbicara tentang pendidikan, akhlak dan teori fiksi.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

(25)

11

yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Datanya berupa novel, maka peneliti mencoba menelaah isi novel. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam novel Pertemuan Dua Hati yaitu:

a. Membaca secara cermat novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini, b. Menentukan unsur intrinsik dalam novel Pertemuan Dua Hati, c. Mencatat kalimat yang menggambarkan adanya nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini, d. Menganalisis nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel Pertemuan

Dua Hati karya Nh. Dini. 4. Analisis Data

a. Metode Analisis Isi (Content Analysis)

Yaitu sebuah analisis yang digunakan untuk mengungkap, memahami, dan menangkap isi karya sastra. Dalam karya sastra, isi yang dimaksud adalah pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui karya sastranya. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra yang mampu mencerminkan pesan positif kepada para pembacanya.

b. Metode Deskriptif

(26)

tersebut diteliti isinya kemudian diklasifikasikan menurut kriteria atau pola tertentu. Yang hendak dicapai dalam analisis ini adalah menjelaskan pokok-pokok penting dalam sebuah manuskrip atau dokumen.

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman penafsiran terhadap penelitian di atas, maka penulis berusaha menjelaskan dari berbagai istilah pokok yang terkandung dalam judul tersebut, yaitu:

1. Nilai

Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Poerwadarminto, 1999:667). Nilai (value/qimah) dalam pandangan Brubacher tidak terbatas ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat erat dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks sehingga sulit ditentukan batasannya (Muhaimin, 1993:109).

Maksudnya kualitas yang membangkitkan respon penghargaan. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat (Muhaimin, 1993:110). Jadi manusia hidup di dunia tidak akan terlepas dari adanya ikatan nilai. Karena nilai itu merekat pada manusia dan mampu memberi arti bagi manusia.

2. Pendidikan Akhlak

(27)

Al-13

Qur’an dan hadits. Sesungguhnya sejalan dengan semangat ajaran Al

-Qur’an dan hadits yang amat menekankan kepada perbaikan mental

spiritual, moral, dan akhlak manusia. 3. Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif. Biasanya dalam bentuk cerita (Maslikhah, 2013:126). Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra prosa fiksi, mengandung beberapa unsur pokok, yaitu: pengarang atau narator, isi penciptaan, media penyampaian isi berupa bahasa, dan elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi suatu wacana. Pada sisi lain, dalam rangka memaparkan isi, pengarang akan memaparkannya melalui penjelasan atau komentar, dialog maupun monolog, dan melalui perbuatan atau action (Aminuddin, 1991:66).

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran.

(28)

Bab I Pendahuluan: Pada bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan penelitian.

Bab II Biografi Novel: Dalam bab ini akan di uraikan mengenai, Biografi NH. Dini, karakteristik novel NH. Dini, karya-karya NH. Dini, unsur-unsur intrinsik novel, Sinopsis Novel Pertemuan Dua Hati.

Bab III Hasil Temuan: Dalam bab ini akan di uraikan hasil temuan penulis mengenai: Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Novel Pertemuan Dua Hati dan karakter tokoh utama pendidik dalam Novel Pertemuan Dua Hati.

Bab IV Analisis Data: Dalam bab ini akan disajikan analisis mengenai: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam novel Pertemuan Dua Hati yang meliputi, Akhlak manusia terhadap Allah, akhlak manusia terhadap sesama manusia, akhlak terhadap lingkungan dan implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel Pertemuan Dua Hati di kehidupan sehari-hari.

(29)

15 BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik”, yang artinya

“memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan

kecerdasan pikiran” (KBBI, 2008: 425)

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 menyebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (UU RI No. 20, 2003: 2-3).

Sedangkan arti pendidikan menurut istilah yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan beraneka ragam. Di antaranya sebagai berikut:

Menurut Marimba sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir

pendidikan adalah “Bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik

terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama” (Ahmad Tafsir, 1994: 24)

Sementara itu, Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan sebagai

“pengembangan pribadi dalam semua aspeknya”. Dengan penjelasan

bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup

(30)

pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati. Jelasnya pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal (Ahmad Tafsir, 1994: 26-27)

Tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara sebagaimana dikutip oleh Abuddin nata berpendapat bahwa :

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan denngan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh kea rah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menururt alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memjukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan (Abuddin Nata, 2003: 11).

M. Ngalim Purwanto mendefinisiskan pendidikan sebagai “segala

usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk

memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kea rah kedewasaan.”

Atau lebih jelas lagi, pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat (M. Ngalim Purwanto, 2006: 10).

(31)

17

bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya.

Selanjutnya pengertian akhlak, ditinjau dari segi bahasa pengertian akhlak diambil dari bahasa arab khuluqun yang berarti perangai, tingkah

laku, adat atau tabi’at (Muhammad Alim, 2006: 151).

Adapun akhlak menurut istilah dapat dilihat menurut pendapat para pakar sebagai berikut:

Ibn Maskawih secara singkat mendefinisikan akhlak sebagai: “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan

perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan” (Rosihon Anwar, 2010: 13)

Menurut Imam al-Ghazali, akhlak ialah:

“Sikap yang mengakar dalam jiwa manusia yang darinya lahir berbagai

perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan

jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.” (Rosihan Anwar, 2010: 13).

Menurut Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa akhlak adalah: “Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak

ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak” (Ahmad Mustofa, 2007:

(32)

Sedangkan menurut M. Abdullah Diroz mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:

“Akhlak adalah suatu kesatuan dalam kehendak yang mantap, kekuatan

dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat) (Ahmad Mustofa, 2007: 14).

Selanjutnya menurut Abdullah Diroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:

a. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.

b. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan orang lain sehingga menimbulakan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya (Ahmad Mustofa, 2007: 14).

(33)

19

Dari definisi pendidikan dan akhlak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan akhlak ialah usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada peserta didik sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah.

2. Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar secara bahasa berarti “fundamen, pokok atau pangkal suatu

pendapat (ajaran,aturan), atau asas” (KBBI: 318). Lebih lanjut dikatakan

bahwa dasar adalah “landasan berdirinya sesuatu yang berfungsi

memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai” (Ramayulis, 1994: 12).

Adapun yang menjadi dasar akhlak dalam Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah.

a. Al-Qur’an

Secara etimologi Al-Qur’an artinya bacaan. Kata dasarnya qara-a, yang artinya membaca. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, akan tetapi isinya harus diamalkan. Oleh karena itu Al-Qur’an dinamakan kitab yang ditetapkan atau diwajibkan untuk dilaksanakan. Adapun pengertian Al-Qur’an dari segi istilah, para ahli memberikan definisi sebagai berikut:

(34)

Alim, 2006: 171-172). Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi manusia yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, kitab suci Al-Qur’an tidak pernah membisu untuk menjawab setiap permasalahan hidup manusia. Namun pertimbangan dan petunjuk

Al-Qur’an baru bisa ditangkap jika manusia secara bijak dan cermat dapat mengenal sifat-sifat yang dikandungnya dengan metode yang tepat.

Di antaranya ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah seperti ayat di bawah ini:

Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat

yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yng penting. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Q.S. Luqman/31 : 1-18)

Isi kandungan Al-Qur’an, pada garis besarnya mengandung pokok-pokok ajaran sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip akidah (keimanan), seperti iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha dan qadar.

(35)

21 3. Janji dan ancaman.

4. Ilmu pengetahuan.

5. Sejarah atau kisah masa lalu. b. Sunnah

Dasar pendidikan akhlak berikutnya adalah sunnah. Menurut

bahasa, sunnah berarti “perjalanan atau sejarah, baik atau buruk masih bersifat umum”. Sedangkan menurut istilah, sunnah berarti “segala

sesuatu yang disandarkan kepada Nabi atau kepada seorang sahabat atau seorang setelahnya (tabi’in), baik berupa perkataan, perbuatan,

persetujuan, dan sifat” (Abdul Majid Khon: 4-5).

Sebagai contoh kewajiban melaksanakan ibadah shalat dalam surat Al-baqarah ayat 43 Allah berfirman:

Artinya: “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku”.

(36)

Artinya: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta pendidikan akhlak terpuji sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Harus diteladani agar manusia dapat hidup sesuai dengan tuntunan syariat, yang bertujuan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mansusia itu sendiri. Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah contoh serta teladan jarkan sempurna bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak terpuji kepada umatnya.

B. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan terencana sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi sebagai titik pusat perhatian dalam melaksanakan kegiatan serta sebagai pedoman guna mencegah terjadinya penyimpangn dalam kegiatan.

(37)

23

diri untuk menahan diri dari berbagi syahwat, haji untuk memunculkan tenggang rasa dan kebersamaan dengan sesama (Rosihon Anwar, 2010: 25).

Rumusan yang sederhana namun cukup mengena ditawarkan oleh Zakiah Daradjat. Menurutnya, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk karakter muslim yang memiliki sifat-sifat terpuji. Zakiah pendapat bahwa dalam ajaran islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman tersebut pada perilaku, ucapan dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam perbuatan, yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata (Zakiah Darajat, 1993: 67-70).

Dalam hal ini, Zakiah menekankan bahwa akhlak implementasi dari iman. Tujuan pendidikan akhlak dengan demikian adalah untuk membuat peserta didik mampu megimplementasikan keimanan dengan baik.

C. Metode Pendidikan Akhlak

(38)

Selanjutnya pendapat kedua mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh.Kelompok yang mendukung pendapat kedua ini umumnya berasal dari ulama-ulama Islam yang cenderung pada akhlak. Ibn Miskawaih, Ibn Sina, dan Al-Ghazali termasuk di antara kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha (muktasabah) (Abuddin Nata, 2010: 156).

Imam Al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, misalnya mengtakan bahwa:

Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah

fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadits

Nabi yang mengatakan ‘perbaikilah akhlak kamu sekalian” (Abuddin Nata,

2010: 157).

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada banyak usaha yang dilakukan olaeh manusia untuk membentuk akhlak yang terpuji. Bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak semakin memperkuat pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih.

D. Biografi Nh. Dini

(39)

25

itu yang paling akrab dengan Dini adalah Teguh Asmar karena keduanya sama-sama seniman. Nh. Dini juga dekat dengan ayahnya yang telah membimbingnya dalam mencintai seni. Sebelum meninggal, ayahnya berpesan agar Dini belajar menari dan memukul gamelan yang tujuannya untuk mendidiknya supaya memahami kelembutan dalam kehidupan. Itulah sebabnya, mengapa tokoh utama wanita dalam novelnya pada sebuah kapal sangat menonjol kelembutannya. Nh. Dini juga berdarah Bugis, selain Jawa.

Tahun 1960 Nh. Dini dipersunting seorang diplomat Prancis bernama Yves Coffin pada saat itu sedang bertugas di Indonesia selama empat tahun. Setelah menikah, mereka pindah ke Jepang. Setahun kemudian, yaitu tahun 1961 lahir anak pertamanya yang diberi nama Marie Glarie Lintang. Dari Jepang mereka pindah ke Kamboja tahun 1967 lahir pula anak kedua

(40)

Dalam hal keyakinan, Nh. Dini tidak tegas memeluk salah satu agama, hanya diakuinya bahwa dia pernah mendapat pendidikan agama Islam Jawa. Kepada anaknya dia juga tidak memaksakan agama apa yang harus mereka anut walaupun dia mengirim anak-anaknya ke gereja ketika mereka masih kecil. Dini memberikan kebebasan memilih agama kepada anak-anaknya, hanya pendidikan tentang budaya yang harus dianut anak-anaknya dia berikan. Mereka diberi kesempatan untuk mendengarkan Indonesia, seperti gamelan Jawa, Bali, Sunda, di samping menari.

Dini tidak sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi karena ketika usianya tiga belas tahun, ayahnya meninggal dunia. Akan tetapi, dia sangat haus akan ilmu. Oleh karena itu, setiap ada kesempatan, dia menyempatkan diri mengikuti pendidikan, seperti mengikuti pendidikan untuk menjadi pegawai GIA. Di samping itu, dengan kelincahannya dia juga mengikuti Kursus BI Sejarah dan bahasa asing pada tahun 1957.

Nh. Dini pernah bekerja sebagai penyiar RRI Semarang. Setelah lulus pendidikan GIA, dia bekerja sebagai pramugari di Jakarta (1957-1960). Akan tetapi, setelah bersuami pada tahun 1960, Dini berhenti dari pekerjaannya karena mengikuti suami.

(41)

27

sekolah mengatakan bahwa tulisannya merupakan yang terbaik di antara tulisan kawan-kawannya dan tulisannya dijadikan sebagai contoh tulisan yang baik. Dia memupuk bakatnya dengan selalu mengisi majalah dinding di sekolahmya. Dia juga menulis esai dan puisi secara teratur dalam buku hariannya. Tahun 1952 puisi Nh, Dini dimuat dalam majalah Budaja dan Gadjah Mada di Yogyakarta dan juga dibacakan pada acara “Kuntjup Mekar” di Radio Jakarta. Cerpennya dimuat dalam majalah Kisah dan Mimbar

Indonesia, seperti “Kelahiran” (1956), “Persinggahan” (1957), dan “Hati yang Damai” (1960). Di dalam lembar kebudayaan majalah Siasat dimuat

cerita pendek yang berjudul “Penungguan” (1955), “Pagi Hudjan” (1957),

Pengenalan” (1959), “Sebuah Teluk” (1959), “Hati yang Damai” (1959),

dan “Seorang Paman” (1960).

Bakat kesenimanannya tidak terbatas pada karya sastra. Bersama

kakaknya, Teguh Asmar, Nh. Dini mendirikan perkumpulan seni “Kuntjup Seri” yang kegiatannya berlatih karawitan atau gamelan, bermain sandiwara,

dan menyanyi, baik lagu-lagu Jawa maupun lagu Indonesia. Di samping aktif dalam kegiatan itu, Nh. Dini juga masih sempat bekerja sebagai anggota

(42)

Ada juga cerita pendeknya yang sudah diterbitkan dalam kumpulan cerita pendek.

Tentang kesusastraannya, A. Teeuw berpendapat dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II, 1989 bahwa Nh. Dini adalah pengarang sastra prosa Indonesia terkemuka. Menurut Teeuw, novel-novelnya sangat mengesankan, baik jumlah maupun mutunya. Karya-karyanya dipuji sebagai karya yang menunjukkan jejak-jejak kecenderungan dan pengalaman internasional sang pengarang, bukan sebagai novelis pertama-tama. Walaupun demikian, dia hamper tidak terpengaruh oleh penulisan novel Barat Modern, tetapi berpegang pada pribadinya.

E. Karakteristik Novel Nh. Dini

Ciri khas penulis bernama asli Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin ini adalah selalu mengangkat hal-hal sederhana dari realita kehidupan, pengalaman pribadi, dan kepekaan terhadap lingkungan kedalam tulisannya yang mampu menggugah hati pembaca. Bahkan, tak jarang menguras air mata. Sederhana namun sarat pesan dan makna. Maka tidak mengherankan jika rata-rata karyanya mampu mencapai penjualan yang lumayan banyak.

(43)

29

berada di genggaman kita”. Sederhana dan sangat menginspirasi. Karena kesederhanaanlah yang mampu membuka hati, ketika hati sudah terbuka maka akan sangat mudah setiap pesan-pesan positif itu sampai.

Begitulah karakteristik novel karya Nh. Dini. Sederhana dan menginspirasi sehingga mudah dipahami oleh pembaca dan pesan yang ingin disampaikan dalam novel dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca. Sehingga dapat memberikan manfaat yang besar setelah membaca karya-karyanya.

Salah satunya adalah novel Pertemuan Dua Hati yang menjadi bahan penelitian ini. Novel ini diceritakan secara sederhana dengan kalimat-kalimat yang menarik dan penuh keteladanan, menginspirasi dan sarat dengan nilai pendidikan khususnya pendidikan akhlak.

F. Karya-karya Nh. Dini

Nh. Dini adalah salah satu penulis di Indonesia yang produktif dalam menghasilkan karya sastra yang sebagian besar diantaranya adalah novel, termasuk novel yang menjadi bahan penelitian ini.

Berikut ini penulis sedikit menuliskan karya-karya NH. Dini yang telah diterbitkan dan sudah tersebar di Indonesia yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan moral:

1. Pada Sebuah Kapal (Penerbit Pustaka Jaya, 1972).

(44)

yang tidak berarti tamat ketika dua orang telah menikah. Pernikahan dan

percintaan adalah dua hal yang sama sekali berbeda tapi tersaji dalam

piring yang sama. Jatuh cinta lagi dan menjalani percintaan yang

romantis pada sebuah kapal yang jauh dari "kapal" rumah tangganya,

telah menyeret tokoh Dini sekaligus pembaca pada pengalaman yang

berbeda. Percintaan yang saya enggan menyebutnya dengan

perselingkuhan antara dini dan mualim kapal menggambarkan betapa

cinta selalu mencari jalannya, bahkan jalan diantara celah sempit rumah

tangga.

2. La Barka (Penerbit Pustaka Jaya, 1975).

Novel La Barka ini mengangkat berbagai permasalahan wanita ke

permukaan, seperti perceraian, hidup menjanda, mendidik dan

memelihara anak seorang diri, berpacaran, dan keraguan terhadap

lembaga perkawinan. Secara bertahap, novel ini menyajikan keadaan

wanita dan sikap pria yang tidak saling menghargai. Akibatnya, mereka

tidak saling mengisi dan saling menghargai. Pria tampak dominan

sebagai makhluk yang egois, kaku, dan tidak menghargai sesuai dengan

kodrat dan potensi wanita. Aneka ragamnya karakter tokoh novel ini

(Monique, Francine, Sophie, Yvonne, Cristine, dan Rina) membuat novel

ini menarik. Selain itu, yang tak kalah menarik adalah latar Prancis yang

disajikan pengarang. Dengan membaca novel ini, seakan-akan pembaca

(45)

31

3. Namaku Hiroko (Penerbit PT Dunia Pustaka Jaya, 1977)

Novel ini bercerita tentang seorang gadis Jepang yang memiliki

cita-cita tinggi (ambisius) meskipun dia tidak mempunyai tingkat

pendidikan yang tinggi. Hidupnya di mulai dengan menjadi seorang

pembantu rumah tangga di sebuah keluarga kelas menengah di Jepang.

Dan sejak itulah dia tahu bagaimana mendapatkan apa yang dia mau.

Hiroko adalah seorang wanita yang tegar dan tahu apa yang dia inginkan.

Tidak peduli betapa kerasnya hidup dan jalan yang harus dilalui, dia

tidak pernah mengeluh.

4. Orang-orang Tran (Penerbit Sinar Harapan, 1983)

(46)

5. Hati yang Damai (Penerbit Gramedia, 1998)

Dalam novel ini, menceritakan tentang kehidupan suami istri, dimana sang suami adalah seorang pilot tentara. Maka seringkali sang suami meninggalkan sang istri. Saat suaminya sedang bertugas, masa lalu sang istri muncul kembali. Bukan hanya cinta segitiga saat dulu pernah menimpa sang istri, sekarang menjadi cinta segiempat. Bagaiamana sang istri berusaha untuk menemukan kembali kedamaian sebelum masa lalu muncul dihadapannya.

G. Unsur Intrinsik Novel

Di bawah ini akan dipaparkan struktur novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini yang terdiri atas tema, tokoh, alur, latar (setting), sudut pandang, dan gaya bahasa.

1. Tema

Tema yang diangkat dari novel Pertemuan Dua Hati ini adalah menceritakan tentang penyatuan hati dan masalah yang sangat berlainan menjadi satu titik. Selain itu, novel Pertemuan Dua Hati ini memiliki tema lain yaitu tanggung jawab seorang guru SD dalam menjalankan kehidupannya dengan pilihan hidup yang harus dia hadapi. Hal ini dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut:

(47)

33

Dari kutipan di atas, tergambar bahwa Ibu Suci benar-benar menjalani hidupnya dengan berat.

2. Tokoh

Cerita dalam sebuah novel tidak akan ada tanpa tokoh yang menggerakkan cerita dan memmbentuk alur dengan segala macam permasalahan yang dialaminya. Hal ini menunjukkan bahwa tokoh merupakan hal penting dalam sebuah novel.

a. Orang tua Ibu Suci: Baik

Adapun bukti kutipan sebagai berikut:

“Ibu dan ayahku membujukku untuk memilih bersekolah

sebagai guru, kemudian ayahku mengantarkanku ke Semarang untuk mendaftarkan diri di sekolah pendidikan guru walaupun berkeberatan, tapi kini aku tidak menyesal mengambil karir

sebagai guru” (Nh. Dini, 1997: 10).

Dari kutipan di atas tergambar bahwa orang tua selalu memilihkan yang terbaik untuk anaknya, dan Ibu Suci pun ternyata mulai menerima keputusan orang tuanya.

b. Ibu Suci

1) Tidak mudah menyerah

Adapun bukti kutipannya sebagai berikut:

“Meskipun kemampuan otakku memadai, namun bapak tidak menyanggupi untuk membiayai, adikku tiga orang dan kuputuskan untuk bekerja guna menambah pemasukan uang” (Nh. Dini, 1997: 10).

(48)

memutuskan untuk bekerja agar bisa melanjutkan sekolah dan tidak memberatkan hidupnya kepada kedua orang tuanya.

2) Sabar

Adapun bukti kutipannya sebagai berikut:

“Beberapa kali kutanya kepada muridku, namun tetap tidak ada jawaban. Aku berusaha bersikap sebiasa mungkin, tanpa mendesak, tanpa memperlihatkan keherananku” (Nh. Dini, 1997: 26).

Dari kutipan tersebut, maka bisa terlihat bahwa bu Suci tidak ingin mendesak para muridnya untuk memberikan informasi. Ia memilih untuk bersabar dan mengganti cara lain, agar semua pertanyaan di pikirannya dapat terjawab.

c. Waksito 1) Jahil

Adapun bukti kutipannya sebagai berikut:

“Di tengah-tengah waktu pelajaran terdengar suara benda kecil sebentuk kelereng jatuh. Itulah Waksito mengganggu teman-temannya dengan melempari kapur. Setelah berkali-kali, seorang murid perempuan berani mengatakan keluhan.

“ah, Waksito! Kenapa sih kamu!” (Nh. Dini, 1997: 55). Dari kutipan tersebut, tokoh Waksito memang sangat senang mengganggu temannya.

2) Mudah emosi

Adapun bukti kutipannya sebagai berikut:

“Dalam tanya jawab yang ku paksakan itu dia mengaku bahwa dia marah karena kawan-kawanya mengejek tanaman miliknya yang kurang subur, kalah dari

(49)

35

Bukti kutipan itu menjelaskan tentang salah satu sifat Waksito yaitu mudah marah, karena setiap kali ada teman yang mengejeknya ia langsung melampiaskan kemarahan itu tanpa mengoreksi didiri terlebih dahulu.

3. Alur

Alur yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini yakni alur maju. Karena dalam novel tersebut diceritakan tentang masalah yang selalu menghampiri hidup tokoh Ibu Suci dan Ia dituntut untuk memecahkan masalahnya hingga akhir.

Berikut ini pemaparan alur dalam novel Pertemuan Dua Hati: a. Tahap Perkenalan

Tahap pertama dari sebuah alur yaitu perkenalan. Dalam novel ini Ibu Suci memulai cerita dengan memilih profesi sebagai guru, hal ini terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Bapak mengantarkan aku ke Semarang untuk mendaftarkan

diri ke sekolah pendidikan guru, lalu kesempatan libur aku gunakan untuk menengok keluarga di Purwodadi. Sesudah bertahun-tahun mengajar aku tidak menyesal telah menuruti

nasehat orang tuaku, aku merasa senang dengan pekerjaanku”

(Nh. Dini, 1997: 10).

Dari kutipan di atas, Ibu Suci memulai hidupnya dengan mengabdi sebagai guru ia belajar di kota Semarang dan sesekali ia pulang sebagai obat rindu kepada keluarga dan kampung halaman. b. Konflik

(50)

untuk hijrah dari desanya yaitu Purwodadi menuju ke Semarang. Hal ini dapat di pahami dari kutipan sebagai berikut:

“Aku turut gembira dengan kenaikan pangkat suamiku, aku

dan anak-anakku harus meninggalkan Purwodadi dan tempat kerjaku selama ini, kantor di kota memerlukan suamiku sebagai ahli mesin dan pengawas bengkel, dia harus mengawasi kelancaran jalannya semua kendaraan angkutan

yang keluar dari bengkel. Ini sangat penting bagi dirinya”

(Nh. Dini, 1997: 12).

Berdasarkan kutipan di atas, karena suaminya pindah bekerja maka mereka semua memutuskan untuk pindah di tempat kerja baru suaminya yaitu Semarang.

c. Klimaks

Pada tahap ini Bu Suci dihadapkan pada sekolah baru, dimana ia masih belum mengenal secara detail kondisi para muridnya. Namun, disisi lain ia juga dihadapkan pada masalah keluarga dengan munculnya penyakit yang berada pada tubuh anak keduanya. Hal ini dibuktikan pada kutipan sebagi berikut:

“Hari ke empat pelajaran pertama, anak adikku yang bernama

Waksito belum juga masuk, kutanya pada seisi kelas, tak satupun menjawab seolah-olah ada sesuatu yang mengganjal dalam hati mereka. Saat ku ulangi ucapanku semua anak baru mau berbicara, dan yang membuatku aneh tak ada satupun anak yang mau menengok, justru mereka lebih memilih waksito tidak masuk atau bahkan ia lebih baik pindah saja. Sampai di rumah aku mencoba menghilangkan nama dan masalah tentang Waksito petang itu suamiku menyampaikan sampul perusahaan, isinya lembaran-lembaran kertas hasil pemeriksaan kesehatan kami sekeluarga, sepintas tak ada yang aneh dengan kesehatan kami, namun tercantum nama dokter lain, dengan tulisan ahli syaraf yang ditujukan pada

(51)

37

Berdasarkan kutipan tersebut, bu Suci merasa heran dengan semua sikap muridnya kepada Waksito, ia terus memikirkan masalah ini hingga ia sampai di rumah, sesampainya di rumah, ia dan suaminya terkejut melihat hasil kesehatan, tertulis perintah dari dokter ahli syaraf untuk anak keduaku yang harus segera dibawa ke neurology secepat mungkin.

d. Anti Klimaks

Dalam tahap anti klimaks, bu Suci menemui masalah terhadap muridnya yang selalu membuat ulah dan keributan di kelas, ditambah lagi ia harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya terkena penyakit yang sangat kronis. Bukti kutipan sebagai berikut:

“Meskipun dia yang berbuat kesalahan, tetapi ia masih

terkekang oleh kebiasaannya pemarah. Dia tidak akan

meminta maaf, kalau betul itu salahnya salahnya” (Nh. Dini,

1997: 82).

“Orang tua mana tidak terkejut mendengar anaknya

mengidap penyakit yang bagaimanapun juga bisa dikatakan jarang. Anggapan sekeliling yang rendah terhadap penderita beberapa jenis penyakit semakin membikin hati kami kecil

hati” (Nh. Dini, 1997: 48).

Dari pernyataan tersebut, tokoh mengalami kondisi yang sangat kacau, dimana tokoh bu Suci menghadapi kenyataan tentang keluarganya, namun disisi lain ia juga masih memikirkan kodisi muridnya yaitu Waksito.

e. Penyelesaian

(52)

dengan pengawasan yang ekstra pada anak keduanya, akhirnya kondisi anak Bu Suci semakin membaik. Hal ini tercantum dalam kutipan sebagai berikut:

“Rapot berikutnya, berisi angka-angka normal, ia kini meraih penghargaan sebagai murid biasa. Akhir tahun pelajaran. Bu De nya datang kesekolah dia berterima kasih kepada kepala sekolah, para guru, dan kepadaku sendiri. Aku menjawab

bahwa aku gembira dapat menolong Waksito” (Nh. Dini,

1997: 85).

“Ketabahan itu berkat kelegaan pertama karena telah

selesainya seruntutan test bagi anakku, kami tinggal menuruti nasehat dokter ahli syaraf sambil meneruskan perawatan melalui obat-obatan. Tidak berhentinya aku bersyukur, ke hadirat Illahi karena kemudahan-kemudahan yang kami

terima selama itu” (Nh. Dini, 1997: 58).

Dari kutipan di atas, maka kita ketahui bahwa bagaimana kuatnya hati bu Sucilah usahanya itu dalam menghadapi dan menyikapi setiap masalah dalam hidupnya, dengan segala usahanya itu maka segala masalah akhirnya dapat terselesaikan satu persatu. 4. Sudut Pandang

Sudut pandang yang dipakai dalam novel Pertemuan Dua Hati adalah sudut pandang pertama pelaku utama. Bisa dilihat dalam kutipan di bawah ini:

“Tuhan memberikan percobaan dua sekaligus kepadaku, penyakit

anakku dan murid sukar. Hal itu kurenungkan baik-baik. Beban berat yang bersamaan datangnya barangkali mengandung maksud

tertentu” (Nh. Dini, 1997: 74).

(53)

39

antara murid dan anaknya sendiri, tokoh Aku merasa bingung kemudian memutuskan untuk menyatukan dua pikiran yang terpisah menjadi satu. 5. Latar

Dalam latar novel Pertemuan Dua Hati, terdapat tiga latar yaitu tempat, waktu dan suasana. Adapun latar-latar tersebut di paparkan secara lebih jelas dalam beberapa pembagian sebagai berikut.

a. Latar Tempat

Novel Pertemuan Dua Hati mempunyai dua latar tempat, yang pertama di tempat asal tokoh utama yaitu bu Suci, dan latar tempat yang kedua dimana latar ini yang menjadi tempat utama terjadinya berbagai permasalahan yang selalu membayangi hidup sang tokoh bu Suci. Adapun latar tempatnya adalah sebagai berikut: 1) Purwodadi

Purwodadi merupakan tempat dimana bu Suci menjalani keseharian dan aktivitasnya semasa ia masih kecil. Hal ini di buktikan pada kutipan di bawah ini:

“Purwodadi kota kecil, gersang, tanpa daya tarik. Tetapi

itu adalah kota kelahiranku. Bagaimanapun jeleknya, aku biasa hidup di sana. Aku mengenalnya seperti mengenal

orang tuaku sendiri” (Nh. Dini, 1997: 9).

Dari kutipan di atas, maka jelas tergambar bahwa saat ibu Suci datang ke Purwodadi, memori masa lalunya muncul kembali. 2) Semarang

(54)

“Semarang sudah kukenal ketika aku bersekolah di sana.

Seperti kota-kota pesisir lain, kepadatan penduduk amat dikuasai pengaruh golongan Tionghoa” (Nh. Dini, 1997: 11).

Dari kutipan tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa kota Semarang merupakan aktivitas keluarga bu Suci pada masa itu. b. Latar Waktu

Cerita Pertemuan Dua Hati merupakan sebuah novel yang di terbitkan antara tahun 1980-an, maka kejadian waktu yang di ceritakan berkisar antara tahun 1970-an. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut:

“Sejak tahun 1975, ternyata pelaksanaan kurikulum baru

dimulai pada tahun 1976. Kepala sekolah menunjunjukkan

programnya kepadaku” (Nh. Dini, 1997: 19).

Dari kutipan di atas, menunjukkan rencana kepala sekolah tentang perubahan kurikulum yang seharusnya dilaksanakan pada tahun lalu, namun dilaksanakan baru tahun ini, tepatnya pada tahun 1976.

c. Latar Suasana

Beberapa suasana yang terjadi dalam cerita ada banyak sekali, namun tempat yang paling mempengaruhi cerita ini terbagi menjadi beberapa suasana, adapun pembagian suasananya sebagai berikut:

1) Menyedihkan

(55)

41

“Dari pola EEG itulah dokter mengetahui dan memastikan bahwa anakku menderita penyakit sawan atau ayan. Orang tua mana yang tak terkejut mendengar anaknya mengidap penyakit yang bagaimanapun juga

dapat di katakan jarang” (Nh. Dini, 1997:48).

Dari bukti kutipan tersebut, tokoh bu Suci sangat terpukul dan terkejut mendengar bahwa anaknya harus menderita penyakit yang sangat tidak diharapkan. Maka dapat kita ketahui bahwa saat itu suasana hati bu Suci sangat sedih dan syok.

2) Menegangkan

Bukti kutipannya sebagai berikut:

“Aku berjalan menuju ke kelas, Wahyudi mencegatku.

“Waksito bu”. Hanya itulah pemberitahuannya. Apalagi

ini!, juntungku berdebar keras, sambil mempercepat

langkah aku bertanya: “mengamuk lagi dia” (Nh. Dini,

1997: 80).

Dari kutipan di atas, maka jelas terlihat bagaimana gambaran perasaan bu Suci saat mengetahui Waksito berbuat ulah kembali.

H. Sinopsis Novel

(56)

Namun, semua yang dibayangkan itu menjadi sirna ketika diterima disebuah sekolah dasar yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Bahkan, ia dipercaya memegang dua kelas sekaligus.

Sejak saat itu Bu Suci menjadi guru disekolah tersebut. Ia mendapat sambutan yang hangat dari rekan-rekan sesama guru. Ia tidak mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Pada hari ke empat, Bu Suci baru menyadari bahwa salah seorang muridnya bernama Waksito tidak pernah masuk sekolah tanpa ada keterangan yang pasti. Tak ada satu muridpun yang mengetahui alasan ketidakhadiran Waksito. Ketika ia menanyakan tentang murid tersebut kepada rekan guru, ia mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan hatinya. Bahkan, ia diminta untuk tidak memperdulikan ketidakhadiran Waksito karena kedatangan anak itu disekolah hanya akan menambah masalah bagi dirinya. Kenakalannya terkadang melewati batas. Tentu saja sebagai seorang guru, hati Bu Suci terpanggil untuk melakukan pendekatan intensif kepadanya. Menurutnya, anak semacam Waksito perlu mendapatkan perhatian ekstra darinya.

(57)

43

mengalami penderitaan yang panjang karena kurang mendapat perhatian darinya sehingga masa depannya akan menjadi suram. Diantara kebimbangan itulah, ia memutuskan untuk memilih keduanya. Ia tetap memperhatikan anak bungsunya, namun ia juga berusaha melakukan pendekatan dengan Waksito. Pada mulanya usaha Bu Suci tidak sia-sia karena Waksito mulai rajin sekolah dan tidak menampakkan kenakalannya. Namun, beberapa hari kemudian ia kembali pada sifat semula. Bu Suci mulai membenarkan pendapat rekan-rekan sesama guru bahwa Waksito tidak akan pernah berubah menjadi murid yang baik karena ia telah terbiasa dimanja dengan harta.

(58)

BAB III HASIL TEMUAN

A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

Manusia hidup di dunia ini tidak akan terlepas dari adanya ikatan nilai. Karena nilai itu merekat pada manusia dan mampu memberi arti pada manusia. Begitu juga pendidikan yang memberi makna bagi pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia.

Pendidikan akhlak adalah salah satu komponen dalam dunia pendidikan. Karena manusia membutuhkan tidak hanya pengetahuan saja namun juga kekuatan spiritual keagamaan agar terbentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma islam. Pengertian pendidikan sendiri menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

1. Menurut M. Noor Syam, pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani dan jasmani.

2. Menurut Poerbakawatja dan Harahap seperti dikutip Muhibbin Syah, pendidikan adalah suatu usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.

(59)

45

bertindak dengan tujuan agar mampu mempengaruhi perkembangan anak 23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sehingga mampu menjadi manusia secara utuh.(http://skripsi-tarbiyahpai.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-pendidi

kan-akhlak-menurut.html).

Sedangkan pengertian akhlak menurut para ahli adalah sebagi berikut: 1. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan

buruk. Misalnya, apabila kebiasaan dalam hidup sehari-hari itu baik, maka disebut akhlaqul karimah. Sebaliknya, apabila dalam kehidupan sehari-hari senantiasa berbuat yang tidak baik, maka disebut akhlaqul madzmumah.

2. Soegarda Poerbakawatja mendefinisikan akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan, dan kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar.

3. Imam al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan petimbangan terlebih dahulu.(

https://kamaliaida.wordpress.com/2013/12/16/pengertian-akhlak/)

(60)

baik dari segi jasmani maupun rohani, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah.

Merujuk dari pendapat beberapa ahli tersebut, maka penulis akan menjabarkan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini ini dalam tiga cakupan besar nilai-nilai pendidikan akhlak yaitu akhlak manusia terhadap Allah SWT, akhlak manusia terhadap sesama manusia, akhlak manusia terhadap lingkungan.

Berikut di bawah ini nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini.

1. Akhlak manusia terhadap Allah SWT a. Tawakal

(1) “Kami percaya kepada Tuhan dan yakin bahwa Dia selalu

membantu kami selama kami bekerja keras.” (Nh. Dini, 1997: 14) (2) “Namun di samping itu, aku percaya, bahwa Tuhan selalu

mendengarkan dan memperhatikan yang mencintaiNya. Semoga Dia memberi kekuatan kepadaku, dan melimpahkan kesejahteraan kepada keluargaku. Dengan kepercayaan serta keyakinan ini aku akan mulai bekerja kembali.” (Nh. Dini, 1997: 21)

(3) “Ketika sembahyang subuh, kurasakan kedinginan yang

menunjam.” (Nh. Dini, 1997: 22)

(4) “Aku ingin, dan aku minta kepada Tuhan, agar diberi kesempatan mencoba mencakup tugasku di dua bidang. Sebagai ibu dan sebagai guru. Dengan pertolonganNya, pastilah aku akan berhasil. Karena Dia Mahabisa dalam segala-galanya.” (Nh. Dini, 1997: 47)

(5) “Sebelum kembali tidur, aku hendak langsung berhadapan dengan

Dia. Aku melakukan sembahyang Tahajud untuk mencari jalan terang.” (Nh. Dini, 1997: 47)

(6) “Mudah-mudahan Tuhan selalu menolongku dalam melaksanakan

(61)

47

b. Khauf dan Raja’

(1) “Kini Tuhan meberiku percobaan lain. Keluargaku terlibat, dan aku harus memilih. Manakah yang lebih penting?” (Nh. Dini, 1997: 46)

(2) “Dan setiap akan berangkat, hatiku langsung berbicara kepada Tuhan: apakah yang akan terjadi hari ini? Berikanlah kekuatan serta jalan guna merampungkan tugas sehari itu dengan baik.” (Nh. Dini, 1997: 58)

(3) “Berangkat dari kekuatan dasar agama dan kebudayaan, anak-anak yang normal dapat diharapkan tumbuh dewasa utuh mewakili kepribadian yang berasal-usul.” (Nh. Dini, 1997: 64)

(4) “Waksito sangat menderita batinnya karena kekurangan

perhatian. Untuk mengimbanginya, Tuhan memberi hiburan benda-benda tersebut.” (Nh. Dini, 1997: 66)

(5) “Tuhan memberikan dua percobaan sekaligus kepadaku: penyakit

anakku dan murid sukar.” (Nh. Dini, 1997: 74)

(6) “Tuhan mengetahui bahwa aku prihatin memikirkan kedua anak tersebut.” (Nh. Dini, 1997: 74)

(7) “Prihatinku dalam hal ini hampir menghilang ketika tiba-tiba suatu hari tuhan mengingatkannya.” (Nh. Dini, 1997: 79)

c. Bertaubat

(1) “Dalam sujudku menghadap Tuhan sebelum dinihari tiba, rasa kerendahan diriku semakin kutekan. Kami ini manusia sangat hina, kecil dan tak berdaya jika Tuhan tidak menghendaki keunggulan kami!” (Nh. Dini, 1997: 71)

d. Bersyukur

(1) “kami berterima-kasih kepada Tuhan karena dikaruniai anak pertama perempuan yang lembut dan cepat mengerti.” (Nh. Dini, 1997: 13)

(2) “kami bersyukur mempunyai jam dinding itu.” (Nh. Dini, 1997: 18)

(3) “Aku berterima kasih kepada Tuhan karena teringat kepada nasib beberapa bekas kawan sekolahku.” (Nh. Dini, 1997: 25)

(4) “Tidak berhentinya aku bersyukur kehadirat Illahi karena kemudahan-kemudahan yang kami terima selama itu.” (Nh. Dini, 1997: 58)

(62)

(6) “Siang sewaktu tiba kembali dengan selamat di bawah atap rumah keluarga, aku bersyukur menyebut nama Tuhan.” (Nh. Dini, 1997: 72)

(7) “Aku bersyukur kepada Tuhan telah menemukan jalan yang

menuju ke pertemuanku dengan hati dan perasaan Waksito.” (Nh. Dini, 1997: 78)

2. Akhlak manusia terhadap sesama manusia a. Shidiq

(1) “Dia mencintai cucunya. Aku ingin membantu dia. Dia juga akan

dapat membantuku untuk mengenal bagaimana Waksito itu. Aku teringat kepada ibuku sendiri. Seandainya dia menemukan kesukaran semacam itu, tentulah kebingungannya sama besarnya dengan yang dialami nenek Waksito.” (Nh. Dini, 1997: 33)

(2) “Karena ya, benarlah aku merasa seolah-olah hati kami berdua telah bertemu.” (Nh. Dini, 1997: 78)

b. Amanah

(1) “Tarikan Waksito sedemikian besar bagiku, karena jauh di lubuk hati, aku menyadari bahwa aku harus mencoba menolong anak itu. Demi menyelamatkan seorang anggota masyarakat, tetapi barangkali juga demi kepuasan pribadiku.” (Nh. Dini, 1997: 46)

(2) “Kawanku itu mau memperdulikan kegemaran Waksito, maka dia

berhasil memecah kelakuan sifat murid sukarku itu.” (Nh. Dini, 1997: 64)

(3) “Saya berani berjanji kepada guru-guru lain bahwa selama sebulan akan dicoba lagi kemampuan saya, apakah dapat memiliki murid-murid yang berdisiplin, berbudi dan berprestasi.” (Nh. Dini, 1997: 71)

(4) “Kalau kamu naik kelas, kelak kubawa ke kota kecil kami. Di sana masih ada sungai yang berair jernih. Ikannya banyak sekali! Kita bersama-sama memancing. Keluargaku juga suka makan ikan hasil jerih payah sendiri!” (Nh. Dini, 1997: 78)

(5) “Bu Suci berusaha memberi didikan kerendahan hati dan menahan

perasaan kepada murid-murid. Hingga saat ini kamu berhasil mendapat pujian para guru dan Kepala Sekolah. Pertahankanlah ini! Jangan selalu membuat seisi kelas dan aku ketakutan semacam tadi.” (Nh. Dini, 1997: 84-85)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di wilayah Kabupaten Bogor..

The Problems of guiding services at Mangkunegaran Palace are the monotonous presentation, the mastery of foreign languages, the discipline of the guide, the

Penelitian ini merupakan penelitian yang membahasa tentang analisis tingkat pemahaman penulisan sokuon pada kosakata gairaigo, khususnya gairaigo yang diambil dari bahasa

Emissions remain low on October at the fertilization plot (N1 and N2). It increased on November and December following the rain events with a similar magnitude for all N

Manfaat dari penelitian ini adalah memperoleh hasil uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun jawer kotok terhadap bakteri Gram positif pada kulit wajah

- Direktur perusahaan hadir langsung, apabila diwakilkan membawa surat tugas dan mendapat kewenangan penuh untuk mengambil keputusan. Demikian untuk menjadikan periksa

[r]

Subjek penelitian adalah para wanita yang berada dalam kondisi tidak lagi tinggal satu rumah bersama dengan anak- anaknya, karena anak-anak mereka meninggalkan rumah