• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RETURN ON ASSET, KARAKTER EKSEKUTIF, DAN DIMENSI TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK TERHADAP TAX AVOIDANCE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH RETURN ON ASSET, KARAKTER EKSEKUTIF, DAN DIMENSI TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK TERHADAP TAX AVOIDANCE"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RETURN ON ASSET, KARAKTER EKSEKUTIF, DAN DIMENSI TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK

TERHADAP TAX AVOIDANCE

Cahyaning Dewi Handayani1, Muhammad Abdul Aris2, dan Mujiyati3

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta email: cahyaningdh@gmail.com; muhammad.aris@ums.ac.id; mujiyati@ums.ac.id

Abstract

This study aims (1) to examine differences of tax avoidance activity between before and after income tax rate decreasing in 2008, (2) to examine the effect of return on asset, executive character and good corporate governance to tax avoidance in manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the period of 2007-2013. Sample was determined by purposive sampling method. From this method, there was collected 105 observations from 15 companies for 7 years. Analysis used different test with paired samples t-test and multiple linear regression. The results of this study indicate that tax avoidance had no differences between before and after income tax rate decreasing in 2008. Return on asset had negative significantly effect to tax avoidance. Executive character had positive significantly effect to tax avoidance. Whereas, good corporate governance consist of institutional ownership, the proportion of board independent commissioner, audit quality, and audit committe had no significantly effect to tax avoidance. This results were consistent to previous studies of Budiman and Setiyono (2012); Meilinda and Cahyonowati (2013); and Prakosa (2014).

Keywords: return on asset, executive character, good corporate governance, tax avoidance. A. PENDAHULUAN

Pertumbuhan penerimaan pajak rata-rata mencapai 15,30%, sedangkan pertumbuhan alamiahnya rata-rata mencapai 12,17% selama periode 2007 s.d 2013. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi penerimaan pajak tidak hanya didukung oleh faktor ekonomi, namun juga faktor-faktor nonekonomi. Salah satu faktor-faktor nonekonomi yang sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak adalah kebijakan perpajakan yang diambil pemerintah, seperti kebijakan tarif pajak (http://www.kemenkeu.go.id, 26 Januari 2015). Penurunan tarif pajak memberikan keuntungan

tersendiri terutama bagi perusahaan go public yang memenuhi syarat tertentu, karena memperoleh

tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif umum (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 2 huruf b j.o Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 pasal 2 ayat 1). Perubahan tarif

pajak yang semula tarif progresif menjadi tarif tunggal, yaitu (1) tarif maksimal 30% yang mulai

berlaku sejak tahun pajak 2008; (2) tarif 28% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2009; dan (3) tarif 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.

Pajak merupakan hal yang menjadi perhatian penting karena beban pajak akan mengurangi laba bersih dan sudah menjadi rahasia umum perusahaan menginginkan pembayaran pajak seminimal mungkin (Kurniasih & Sari, 2013; Prakosa, 2014). Fiskus menghendaki penerimaan pajak yang sebesar-sebesarnya, sementara manajemen perusahaan menghendaki laba perusahaan tinggi dengan beban pajak yang rendah (Prakosa, 2014). Oleh karena itu, perusahaan melakukan upaya efisiensi pembayaran pajak dengan meminimalkan beban pajak dalam batas yang tidak melanggar aturan melalui aktivitas penghindaran pajak (tax avoidance).

Penelitian ini menggabungkan penelitian sebelumnya yaitu Kurniasih dan Sari (2013) dan

Dewi dan Jati (2014) dengan menambah pembahasan mengenai fenomena aktivitas tax avoidance

antara sebelum dan sesudah penurunan tarif PPh Badan tahun 2008 (tarif pajak progresif 30% ke tarif pajak tunggal 28% dan 25%) dengan periode penelitian dari tahun 2007-2013. Penelitian ini

bertujuan menguji pengaruh perbedaan aktivitas tax avoidance antara sebelum dan sesudah

(2)

pengaruh dimensi tata kelola perusahaan yang baik terhadap aktivitas tax avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2013.

B. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

1. Terdapat perbedaan tingkat aktivitas tax avoidance antara sebelum dan sesudah penurunan tarif PPh Badan tahun 2008

Tax avoidance adalah strategi dan teknik penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan (Pohan, 2013: 13).

Metode dan teknik yang digunakan adalah dengan memanfaaatkan kelemahan (grey area) yang

terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.

Sejak reformasi perpajakan (tax reform) tahun 1983 hingga tahun 2008, salah satu perubahan

yang mencolok pada ketentuan pajak penghasilan yaitu perubahan tarif yang membedakan antara wajib pajak orang pribadi dengan wajib pajak badan dan perubahan lapisan penghasilan kena pajak. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 2 huruf b menyatakan bahwa wajib

pajak yang berbentuk perseroan terbuka yang telah go public dan paling sedikit 40% dari jumlah

keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di BEI mendapat fasilitas penurunan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku umum. Meilinda dan Cahyonowati (2013) menyatakan bahwa pemberian fasilitas ini jelas memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Keuntungan yang diperoleh perusahaan akan memberikan insentif bagi manajer untuk meminimalkan beban pajak.

Perubahan tarif pajak mempengaruhi aktivitas tax avoidance. Perubahan tarif pajak terjadi pada

tahun 2009 menjadi 28% dan tahun 2010 menjadi 25% (Masri & Martani, 2012). Perubahan tarif pajak akan mendorong perusahaan untuk meminimalkan pajak, dengan menunda pengakuan laba atau mempercepat pengakuan biaya pada tahun 2008, sehingga akan menunda pengakuan laba tahun 2008.

Hasil pengujian yang dilakukan oleh Meilinda dan Cahyonowati (2013) menunjukkan bahwa beda tarif pajak berpengaruh negatif terhadap pembayaran pajak, dimana terdapat penurunan tarif pajak efektif sebesar 2%. Namun, perubahan tarif pajak tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen pajak.

H1: Terdapat perbedaan tingkat aktivitas tax avoidance antara sebelum dan sesudah penurunan

tarif PPh Badan tahun 2008.

2. Pengaruh ROA terhadap aktivitas tax avoidance

Return on asset (ROA) merupakan satu indikator yang mencerminkan kinerja operasional perusahaan dan ROA dapat dijadikan sebagai pengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aset. Semakin tinggi nilai ROA, semakin tinggi produktivitas aset dan semakin tinggi

tingkat profitabilitas perusahaan. Chen et al, (2010) menyatakan perusahaan yang memiliki

tingkat profitabilitas tinggi memiliki kesempatan untuk melakukan upaya efisiensi dalam

kewajiban pembayaran pajak melalui aktivitas tax avoidance. Berbeda dengan Chen et al (2010),

hasil penelitian yang dilakukan oleh Prakosa (2014) dan Meilinda dan Cahyonowati (2013)

menunjukkan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap aktivitas tax avoidance. Prakosa (2014)

menyatakan jika ROA mengalami peningkatan maka aktivitas tax avoidance akan mengalami

penurunan, sedangkan Meilinda dan Cahyonowati (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang

beroperasi dengan efisien akan mendapatkan tax subsidy berupa tarif pajak efektif yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi dengan efisiensi rendah.

H2: ROA berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance.

3. Pengaruh karakter eksekutif terhadap aktivitas tax avoidance

Karakter eksekutif dibedakan menjadi dua yaitu risk taker dan risk averse yang tercermin dari

besar kecilnya risiko perusahaan. Eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah eksekutif

(3)

memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi. Sedangkan

eksekutif yang memiliki karakter risk averse adalah eksekutif yang cenderung tidak menyukai

risiko sehingga kurang berani dalam mengambil keputusan bisnis. Eksekutif risk averse jika

mendapatkan peluang maka dia akan memilih risiko yang lebih rendah. Maccrimon dan Wehrung

(1990) menyatakan bahwa eksekutif dengan karakter risk averse biasanya sudah berusia lebih tua,

sudah lama memegang jabatan, dan memiliki ketergantungan dengan perusahaan. Dibandingkan

dengan risk taker, eksekutif risk averse lebih menitik beratkan pada keputusan-keputusan yang

tidak mengakibatkan risiko yang lebih besar.

Hasil penelitian yang dilakukan Budiman dan Setiyono (2012); Dewi dan Jati (2014); Maharani dan Suardana (2014); dan Swingly dan Sukartha (2015) menunjukkan bahwa karakter

eksekutif berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance. Semakin eksekutif bersifat risk taker

maka akan semakin tinggi aktivitas tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan.

H3: Karakter eksekutif berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance. 4. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap aktivitas tax avoidance

Sugiarto (2009:17) menyatakan sistem hukum Indonesia lemah dalam hal proteksi hak investor, sedangkan konsentrasi kepemilikian sangat tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspita dan Harto (2014) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap aktivitas penghindaran pajak perusahaan. Mekanisme pemegang saham institusional dalam tata kelola perusahaan berfungsi sebagai penghambat keputusan penghindaran pajak. Hal ini disebabkan pemegang saham institusional cenderung kurang agresif dalam strategi perusahaan dan mengharapkan kontribusi perusahaan terhadap pembangunan dalam pembayaran pajak.

Hasil berbeda diungkapkan oleh Annisa dan Kurniasih (2012) dan Dewi dan Jati (2014),

kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance. Keberadaan investor

institusional mengindikasikan adanya tekanan dari pihak institusional kepada manajemen perusahaan untuk melakukan kebijakan pajak agresif dalam rangka memperoleh laba yang maksimal untuk investor institusional.

H4: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance.

5. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap aktivitas tax avoidance

Perusahaan-perusahaan Indonesia menganut hukum civil Belanda dan Eropa yang memiliki

struktur manajemen dua strata (two tier), yang memisahkan antara fungsi dewan direksi sebagai

eksekutif perusahaan dan fungsi dewan komisaris sebagai pengawas perusahaan (Sugiarto, 2009: 38). Komisaris independen didefinisikan sebagai seorang yang tidak terafiliasi dalam segala hal dengan pemegang saham pengendali (Annisa & Kurniasih, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prakosa (2014) menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh

negatif terhadap aktivitas penghindaran pajak, jika komisaris independen mengalami peningkatan

maka aktivitas penghindaran pajak akan mengalami penurunan, peningkatan proporsi dewan komisaris independen dapat mencegah terjadinya aktivitas penghindaran pajak.

Hasil berbeda diungkapkan oleh Annisa dan Kurniasih (2012); Hanum dan Zulaikha (2013); Kurniasih dan Sari (2013); Meilinda dan Cahyonowati (2013); Dewi dan Jati (2014); dan Puspita dan Harto (2014) bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap

aktivitas tax avoidance. Keberadaan dewan komisaris independen tidak efektif dalam upaya

pencegahan penghindaran pajak. Penambahan anggota dewan komisaris independen hanya untuk memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan, sementara pemegang saham mayoritas masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan komisaris tidak meningkat.

(4)

6. Pengaruh kualitas audit terhadap aktivitas tax avoidance

Kualitas audit dapat diartikan sebagai bagus tidaknya suatu pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor. Transparansi merupakan salah satu prinsip penting dalam tata kelola perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melaporkan hal-hal terkait dengan perpajakan pada pasar modal dan RUPS. Annisa dan Kurniasih (2012), dan Dewi dan Jati (2014) menyatakan bahwa kualitas audit bisa diukur berdasarkan besar kecilnya ukuran KAP yang melakukan audit pada suatu

perusahaan. Perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four terbukti tidak melakukan praktik

penghindaran pajak, karena auditor dari KAP The Big Four lebih kompeten dan profesional

dibandingkan dengan auditor dari KAP nonThe Big Four.

H6: Kualitas Audit berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance. 7. Pengaruh komite audit terhadap aktivitas tax avoidance

Komite audit adalah komite yang bertanggung jawab mengawasi audit eksternal perusahaan dan merupakan kontak utama antara auditor dengan perusahaan (Dewi & Jati, 2014). Annisa dan Kurniasih (2012), dan Dewi dan Jati (2014) menyatakan bahwa keberadaan komite audit memiliki

pengaruh terhadap aktivitas tax avoidance. Semakin tinggi keberadaan komite audit dalam

perusahaan akan meningkatkan kualitas tata kelola perusahaan, sehingga akan memperkecil

kemungkinan aktivitas tax avoidance yang dilakukan. Hasil berbeda diungkapkan oleh Kurniasih

dan Sari (2013), Hanum dan Zulaikha (2013), dan Prakosa (2014), keberadaan komite audit tidak

memiliki pengaruh terhadap kebijakan beban pajak yang terkait dengan aktivitas tax avoidance.

Jumlah anggota komite audit pada perusahaan tidak memberikan jaminan bahwa perusahaan tidak melakukan aktivitas tax avoidance.

H7: Komite Audit berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance.

C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory yang didesain untuk memperoleh kejelasan

fenomena yang terjadi di dunia empiris dan berusaha menjelaskan hubungan kausal (Sugiyono, 2012: 56) antara return on asset, karakter eksekutif, dan dimensi tata kelola perusahaan yang baik

terhadap aktivitas tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2013.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007-2013. Perusahaan manufaktur dipilih dengan kriteria karena mayoritas emiten di BEI adalah perusahaan manufaktur sehingga dimungkinkan untuk memperoleh variasi data (Dewi &

Jati, 2014). Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling. Kriteria penentuan

(5)

Tabel 1. Kriteria Penentuan Sampel

Kriteria Total

Perusahaan manufaktur yang terdaftar dan menerbitkan laporan keuangan auditan

berakhir pada tanggal 31 Desember berturut-turut selama periode 301

2007-2013

Dikurangi:

1. Laporan keuangan auditan tidak berakhir pada tanggal 31 Desember 7

2. Perusahaan dengan data tidak lengkap 133

3. Perusahaan yang menggunakan mata uang selain Rupiah 35

4. Perusahaan dengan nilai laba negatif 28

Sampel yang memenuhi kriteria 105

Dikurangi: Data outlier 9

Jumlah sampel setelah outlier 96

Sumber:www.idx.co.id

Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari laporan tahunan (Annual Report) dan laporan

keuangan perusahaan manufaktur yang diperoleh melalui situs www.idx.co.id dan situs

masing-masing perusahaan sampel. Adapun daftar perusahaan manufaktur didapat dari ICMD (Indonesian

Capital Market Directory) tahun 2008-2013.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode studi pustaka atau literature melalui

buku teks, jurnal ilmiah, artikel serta sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini terangkum dalam tabel berikut:

Tabel 2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

No Variabel Pengukuran

Dependen

1. Tax Avoidance Pembayaran Pajak

Laba Sebelum Pajak

Independen

1. Return on Asset (ROA) Laba Bersih x 100% Total Aset

2. Karakter Eksekutif (KAE)

3. Kepemilikan Institusional (KEI) Kepemilikan saham institusional

Total saham beredar

4. Proporsi Dewan Komisaris

Independen (DKI)

Jumlah Komisaris Independen Total Komisaris

5. Kualitas Audit (KUA) 1 jika diaudit oleh KAP The Big Four

0 jika diaudit oleh KAP nonThe Big Four

6. Komite Audit (KOA) 1 jika ada komite audit

0 jika tidak ada komite audit Sumber: Data sekunder diolah, 2015

(6)

Teknik Analisis Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif berfungsi mendeskripsikan atau memberi gambaran tentang suatu data yang

dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi yang dihasilkan dari

masing-masing variabel penelitian (Ghozali, 2012:19).

2. Uji Beda T-Test dengan Sampel Berpasangan (Paired Samples T-Test)

Paired samples t-test bertujuan menguji beda rata-rata antara dua sampel yang berpasangan

(Sunjoyo et al., 2013: 94). Penelitian ini menguji perbedaan rata-rata aktivitas tax avoidance

antara sebelum dan sesudah penurunan tarif PPh Badan tahun 2008. Rata-rata aktivitas tax

avoidance dikatakan terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah penurunan tarif PPh Badan tahun 2008 jika thitung > ttabel dengan nilai signifikansi < 0,05 (Ghozali, 2012: 68).

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan agar model regresi tidak terdapat masalah multikolinieritas, heteroskedadastisitas, autokorelasi, dan data terdistribusi normal. Jika asumsi klasik terpenuhi

maka akan menghasilkan estimator yang sesuai Best Linear Unbiased Estimator (BLUE), yang

artinya model regresi dapat digunakan sebagai alat estimasi penelitian (Widarjono, 2010: 75).

4. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh rasio return on asset,

karakter eksekutif, dan dimensi tata kelola perusahaan yang baik terhadap aktivitas tax avoidance.

Model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

TAV = α + β1ROA + β2KAE + β3KEI + β4DKI + β5KUA + β6KOA + ε

dimana :

TAV = Tax avoidance

α = Konstanta

ROA = Return on asset

KAE = Karakter eksekutif

KEI = Kepemilikan institusional

DKI = Proporsi dewan komisaris independen

KUA = Kualitas audit

KOA = Komite audit

ε = error term

D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Statistik Deskriptif

Berikut adalah statistik deskriptif dari data penelitian:

Tabel 3. Statistik Deskriptif

Keterangan N Min Max Mean Std. Dev

TAV 96 0,12 0,47 0,2739 0,07330 ROA 96 0,01 0,41 0,1373 0,08473 KAE 96 0,06 0,59 0,2234 0,10872 KEI 96 0,03 0,96 0,3043 0,18470 DKI 96 0,25 1,00 0,4631 0,17960 KUA 96 0,00 1,00 0,7292 0,44672 KOA 96 0,00 1,00 0,9896 0,10206

(7)

Tax avoidance (TAV) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,2739 yang berarti bahwa rata-rata

pembayaran pajak dari perusahaan sampel sebesar 27% dari laba sebelum pajak. Return on asset

(ROA) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,1373 yang berarti bahwa rata-rata kemampuan perusahaan sampel dalam menghasilkan laba sebesar 14% dari total aset yang digunakan. Karakter eksekutif (KAE) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,2234 yang berarti bahwa rata-rata eksekutif

pada perusahaan sampel memiliki kecenderungan risk taker, dimana nilai risiko lebih besar

dibandingkan deviasi standar risiko (0,2234>0,1077). Kepemilikan institusional (KEI) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,3043 yang berarti bahwa rata-rata kepemilikan institusional perusahaan sampel 30% dari total saham beredar. Proporsi dewan komisaris independen (DKI) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,4631 yang berarti bahwa rata-rata proporsi dewan komisaris independen yang ada di perusahaan sampel sebesar 46% dari jumlah total komisaris. Kualitas audit (KUA) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,7292 yang berarti bahwa rata-rata kualitas audit perusahaan sampel sebesar 73%. Komite audit KOA) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,9896 yang berarti bahwa rata-rata perusahaan sampel telah meningkatkan kualitas tata kelola perusahaan yang baik dilihat dari sisi keberadaan komite audit yang ada di perusahaan sampel.

2. Uji Beda T-Test dengan Sampel Berpasangan (Paired Samples T-Test)

Hasil uji paired samples t-test disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Hasil Paired Samples T-Test

Uji Beda thitung ttabel Sig. Keterangan

TAV08 – TAV09 -0,561 2,145 0,584 Tidak terdapat perbedaan

TAV09 – TAV10 1,167 2,145 0,263 Tidak terdapat perbedaan

Sumber: Data sekunder diolah, 2015

Uji beda TAV08–TAV09 memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (-0,561 < 2,145)

dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,584 > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata aktivitas tax avoidance antara sebelum penurunan

tarif PPh Badan tahun 2008 (TAV08) dengan sesudah penurunan tarif PPh Badan tahun 2008 (TAV09). Uji beda TAV09–TAV10 memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (1,167 < 2,145)

dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,263 > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata aktivitas tax avoidance sesudah penurunan tarif PPh

Badan tahun 2008 (TAV09 dan TAV10).

3. Uji Asumsi Klasik

Hasil uji asumsi klasik terangkum dalam tabel berikut:

Tabel 5. Hasil Uji Asumsi Klasik

Keterangan Uji Normalitas Uji Multikolinieritas Uji Heteroskedastisitas Uji Autokorelasi

Z UU Tolerance VIF Sig.

Unstandardized Residual 0,768 0,595 ROA 0,118 8,488 ,701 KAE 0,120 8,343 ,933 KEI 0,812 1,231 ,913 DKI 0,671 1,490 ,424 KUA 0,739 1,353 ,147 KOA 0,964 1,037 ,148 Durbin Watson 1,858

(8)

Besarnya nilai statistik Kolmogorov Smirnov adalah 0,768 dengan nilai U sebesar 0,595.

Dengan tingkat signifikansi α= 5% atau 0,05 maka Ulebih besar dari α (0,595 > 0,05) yang berarti

data residual terdistribusi normal dan model regresi layak untuk dipakai dalam penelitian ini. Nilai

tolerance > 1 dan VIF < 10 yang berarti data tidak terdapat masalah multikolinearitas. Keenam variabel independen memiliki nilai signifikansi > 0,05 yang berarti model regresi tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Hasil uji Durbin-Watson menunjukkan bahwa nilai d berada diantara dU dan 4-dU (1,8023 < 1,858 < 2,1977) yang berarti model regresi tidak terdapat masalah autokorelasi.

4. Analisis Regresi Linear Berganda

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan persamaan regresi linear berganda, sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Pengujian Regresi

Uji Statistik t B thitung ttabel Sig. Keterangan

Konstanta -0,946 -3,167 0,002

ROA -0,394 -3,224 1,987 0,002 Berpengaruh

KAE 0,385 2,282 1,987 0,025 Berpengaruh

KEI -0,001 -0,019 1,987 0,985 Tidak berpengaruh

DKI 0,191 1,933 1,987 0,056 Tidak berpengaruh

KUA -0,016 -0,236 1,987 0,814 Tidak berpengaruh

KOA -0,455 -1,715 1,987 0,090 Tidak berpengaruh

Uji Statistik F

Nilai F 3,001

Sig. 0,010

Uji Koefisien Determinasi

R Square 0,168

Adjusted R Square 0,112

Sumber: Data sekunder diolah, 2015

5. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

a. Terdapat perbedaan tingkat aktivitas tax avoidance antara sebelum dan sesudah penurunan tarif PPh Badan tahun 2008

Berdasarkan hasil paired samples test yang disajikan dalam tabel 4 diketahui bahwa rata-rata

nilai TAV08–TAV09 memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (-0,561 < 2,145) dengan nilai

signifikansi lebih dari 0,05 (0,584 > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara rata-rata aktivitas tax avoidance antara sebelum penurunan tarif PPh Badan

tahun 2008 (TAV08) dan sesudah penurunan tarif PPh Badan tahun 2008 (TAV09). Perubahan tarif pajak progresif 30% di tahun 2008 menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 (turun 2%) tidak

memicu manajemen untuk tidak melakukan aktivitas tax avoidance. Demikian juga dengan

rata-rata nilai TAV09–TAV10 memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (1,167 < 2,145) dengan

nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,263 > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara rata-rata aktivitas tax avoidance sesudah penurunan tarif PPh

Badan tahun 2008 (TAV09-TAV10). Perubahan tarif pajak tunggal 28% di tahun 2009 menjadi

25% di tahun 2010 (turun 3%) tidak memicu manajemen untuk tidak melakukan aktivitas tax

avoidance.

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang undang-undang yang merevisi tarif pajak di Indonesia dan berlaku efektif pada tahun 2009 dan 2010, menjadi pembahasan utama dalam penelitian ini, terutama untuk perubahan tarif pajak penghasilan badan. Adanya perubahan

(9)

public karena mendapat fasilitas penurunan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku umum (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 2 huruf b j.o Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 pasal 2 ayat 1). Keuntungan yang diperoleh perusahaan akan memberikan insentif

bagi manajer untuk meminimalkan pajak melalui aktivitas tax avoidance (Meilinda &

Cahyonowati, 2013).

Penelitian ini menolak hipotesis yang telah dikembangkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata

aktivitas tax avoidance antara sebelum dan sesudah penurunan tarif PPh Badan tahun 2008. Hasil

penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meilinda dan Cahyonowati (2013).

b. ROA berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance

Berdasarkan hasil pengujian regresi yang disajikan dalam tabel 6 diketahui bahwa return on

asset (ROA) memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (-3,224 < 1,985) dengan nilai

signifikansi kurang dari 0,05 (0,002 < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa return on asset

berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance namun dengan nilai koefisien negatif. Hal

ini berarti apabila ROA mengalami peningkatan maka aktivitas tax avoidance mengalami

penurunan. ROA merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sehingga ROA merupakan faktor penting dalam pengenaan pajak penghasilan bagi perusahaan. Demikian tingginya nilai ROA akan dilakukan perencanaan pajak yang matang sehingga menghasilkan pajak

yang optimal sehingga kecenderungan melakukan aktivitas tax avoidance akan mengalami

penurunan. Perusahaan yang beroperasi dengan efisiensi tinggi akan mendapatkan tax subsidy

berupa tarif pajak efektif yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi dengan efisiensi rendah (Meilinda & Cahyonowati, 2013). Penelitian ini gagal menolak hipotesis

yang telah dikembangkan bahwa return on asset berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meilinda dan Cahyonowati (2013) dan Prakosa (2014).

c. Karakter eksekutif berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance

Berdasarkan hasil pengujian regresi yang disajikan dalam tabel 6 diketahui bahwa karakter eksekutif (KAE) memiliki nilai thitung lebih besar dibanding ttabel (2,282 > 1,985) dengan nilai

signifikansi kurang dari 0,05 (0,025 < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa karakter eksekutif

berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance. Tinggi rendahnya nilai risiko perusahaan

mengindikasikan kecenderungan karakter eksekutif. Tingkat risiko yang tinggi mengindikasikan

bahwa eksekutif lebih bersifat risk taker yang lebih berani dalam mengambil risiko. Artinya

apabila eksekutif semakin bersifat risk taker maka akan semakin tinggi aktivitas tax avoidance

yang dilakukan oleh perusahaan. Aktivitas tax avoidance merupakan sesuatu yang legal (lawful)

namun juga merupakan sesuatu yang tidak menjadi selera pemerintah. Hanya pihak-pihak yang berani mengambil risiko yang mau melakukan hal tersebut, tentunya termasuk risiko yang tidak mendukung pembangunan nasional melalui pembayaran pajak (Budiman & Setiyono, 2012).

Penelitian ini gagal menolak hipotesis yang telah dikembangkan bahwa karakter eksekutif

berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Budiman dan Setiyono (2012); Dewi dan Jati (2014); Maharani dan Suardana (2014) dan Swingly dan Sukartha (2015).

d. Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance

Berdasarkan hasil pengujian regresi yang disajikan dalam tabel 6 diketahui bahwa kepemilikan institusional (KEI) memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (-0,019 < 1,985) dengan nilai

signifikansi lebih dari 0,05 (0,985 > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional

tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance. Keberadaan pemilik institusional

ikut berperan aktif mengawasi efektivitas dan efisiensi pengelolaan perusahaan sehingga dapat

(10)

mengindikasikan adanya tekanan dari pihak institusional kepada manajemen perusahaan untuk melakukan kebijakan pajak agresif dalam rangka memperoleh laba yang maksimal untuk pemilik institusional. Pemilik institusional mengharapkan perusahaan memberikan kontribusi untuk pembangunan dalam bentuk pembayaran pajak. Keberadaan pemilik institusional dalam mekanisme tata kelola perusahaan berfungsi sebagai penghambat keputusan penghindaran pajak (Puspita & Harto, 2014).

Penelitian ini menolak hipotesis yang telah dikembangkan bahwa kepemilikan institusional

berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Annisa dan Kurniasih (2012); Dewi dan Jati (2014) dan Maharani dan Suardana (2014).

e. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance

Berdasarkan hasil pengujian regresi yang disajikan dalam tabel 6 diketahui bahwa proporsi dewan komisaris independen(DKI) memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (1,933 < 1,985)

dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,056 > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa proporsi

dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tax avoidance.

Banyak sedikitnya jumlah dewan komisaris independen tidak mempengaruhi penurunan aktivitas

tax avoidance. Penambahan anggota dewan komisaris independen hanya untuk memenuhi ketentuan yang ditetapkan, sementara pemegang saham mayoritas masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan komisaris tidak meningkat (Dewi & Jati, 2014). Ketentuan yang dimaksud adalah Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 bahwa jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari seluruh anggota komisaris. Tidak

adanya pengaruh hubungan proporsi dewan komisaris independen dengan aktivitas tax avoidance

disebabkan peran dewan komisaris independen dalam mekanisme tata kelola perusahan tidak melakukan fungsi pengawasan yang cukup baik dalam pengambilan keputusan pajak di perusahaan (Hanum & Zulaikha, 2013).

Penelitian ini menolak hipotesis yang telah dikembangkan bahwa proporsi dewan komisaris

independen berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance. Hasil penelitian ini mendukung

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Annisa dan Kurniasih (2012); Hanum dan Zulaikha (2013); Kurniasih dan Sari (2013); Meilinda dan Cahyonowati (2013); Dewi dan Jati (2014); Puspita dan Harto (2014).

f. Kualitas audit berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance

Berdasarkan hasil pengujian regresi yang disajikan dalam tabel 6 diketahui bahwa kualitas

audit (KUA) memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (-0,236 < 1,985) dengan nilai

signifikansi lebih dari 0,05 (0,814 > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas audit tidak

berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance.

Alasan kualitas audit tidak berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance yaitu (1) Perusahaan

yang diaudit oleh KAP The Big Four memang lebih cenderung dipercayai oleh manajemen

perusahaan sebagai KAP yang mempunyai integritas kerja tinggi dengan selalu menerapkan peraturan-peraturan yang ada serta berkualitas. Namun, apabila perusahaan bisa memberikan keuntungan dan kesejahteraan yang banyak dan lebih baik terhadap KAP tersebut, maka bisa saja KAP yang bereputasi baik melakukan tindakan kecurangan untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka seperti kasus Enron tahun 2004. (2) Sebelum kasus Enron, pada umumnya laporan

keuangan yang diaudit oleh KAP The Big Four dipercaya lebih berkualitas sehingga menampilkan

nilai perusahaan yang sebenarnya sehingga memiliki tingkat kecurangan yang lebih rendah.

Namun, tidak dengan keadaan saat ini dimana publik menilai KAP The Big Four maupun KAP

non The Big Four bisa saja melakukan tindakan kecurangan apabila perusahaan bisa mensejahterakan KAP mereka karena kepercayaan publik berkurang pasca kasus Enron sehingga

(11)

dibanding KAP non The Big Four. Jadi, walaupun perusahaan diaudit oleh KAP The Big Four

maupun KAP nonThe Big Four bisa terjadi kecurangan (Fadhilah, 2014).

Penelitian ini menolak hipotesis yang telah dikembangkan bahwa kualitas audit berpengaruh

terhadap aktivitas tax avoidance. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Fadhilah (2014).

g. Komite audit berpengaruh terhadap aktivitas tax avoidance

Berdasarkan hasil pengujian regresi yang disajikan dalam tabel 6 diketahui bahwa variabel komite audit (KOA) memiliki nilai thitung lebih kecil dibanding ttabel (-1,715 < 1,985) dengan nilai

signifikansi lebih dari 0,05 (0,090 > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit

tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance. Keberadaan komite audit dalam

mekanisme tata kelola perusahaan kurang berperan aktif dalam penetapan kebijakan terkait besaran tarif pajak efektif perusahaan dan lebih cenderung untuk menjalankan tugasnya secara netral dan tepat berdasarkan regulasi yang telah ditetapkan (Hanum & Zulaikha, 2013).

Banyak sedikitnya jumlah anggota komite audit tidak memberikan jaminan dapat melakukan intervensi dalam peran penentuan kebijakan besaran tarif pajak efektif perusahaan. Penambahan anggota komite audit hanya untuk memenuhi Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-643/BL/2012 yang menetapkan komite audit terdiri dari paling kurang 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari komisaris independen dan pihak dari luar perusahaan (Hanum & Zulaikha, 2013).

Penelitian ini menolak hipotesis yang telah dikembangkan bahwa komite audit berpengaruh

terhadap aktivitas tax avoidance. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Hanum dan Zulaikha (2013); Kurniasih dan Sari (2013) dan Swingly dan Sukartha (2015).

E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata aktivitas tax avoidance antara sebelum dan sesudah

penurunan tarif PPh Badan tahun 2008. Perubahan tarif pajak progresif 30% di tahun 2008 menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 (turun 2%) tidak memicu manajemen untuk tidak

melakukan aktivitas tax avoidance. Demikian juga, perubahan tarif pajak tunggal 28% di tahun

2009 menjadi 25% di tahun 2010 (turun 3%) tidak memicu manajemen untuk tidak melakukan aktivitas tax avoidance.

2. Return on asset, karakter eksekutif, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, kualitas audit, dan komite audit berpengaruh secara simultan dalam memprediksi aktivitas tax avoidance.

3. Return on asset berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance namun dengan nilai koefisien negatif. Demikian tingginya nilai ROA akan dilakukan perencanaan pajak yang matang sehingga menghasilkan pajak yang optimal sehingga kecenderungan melakukan

aktivitas tax avoidance akan mengalami penurunan.

4. Karakter eksekutif berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat risiko yang tinggi mengindikasikan bahwa eksekutif lebih bersifat

risk taker yang lebih berani dalam mengambil risiko. Artinya apabila eksekutif semakin bersifat

risk taker maka akan semakin tinggi aktivitas tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan.

5. Kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance.

Pemilik institusional mengharapkan perusahaan memberikan kontribusi untuk pembangunan dalam bentuk pembayaran pajak. Keberadaan pemilik institusional dalam mekanisme tata kelola perusahaan berfungsi sebagai penghambat keputusan penghindaran pajak.

6. Proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax

(12)

aktivitas tax avoidance disebabkan peran dewan komisaris independen dalam mekanisme tata kelola perusahan tidak melakukan fungsi pengawasan yang cukup baik dalam pengambilan keputusan pajak di perusahaan.

7. Kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance. Jadi, walaupun

perusahaan diaudit oleh KAP The Big Four maupun KAP non The Big Four bisa terjadi

tindakan kecurangan.

8. Komite audittidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas tax avoidance. Banyak sedikitnya

jumlah anggota komite audit tidak memberikan jaminan dapat melakukan intervensi dalam peran penentuan kebijakan besaran tarif pajak efektif perusahaan.

Saran

Berdasarkan keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan saran yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan sektor industri lain, seperti

industri keuangan, jasa atau perbankan.

2. Pengukuran dimensi tata kelola perusahaan menggunakan proksi lain, seperti Corporate

GovernanceIndex (CGI).

REFERENSI

Annisa, N.A. dan L. Kurniasih. 2012. Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance.

Jurnal Akuntansi & Auditing. 8 (2): 95-189.

Budiman, J, dan Setiyono. 2012. Pengaruh Karakter Eksekutif terhadap Penghindaran Pajak (Tax

Avoidance). Proceeding Simposium Nasional Akuntansi XV. 25-28 September,

Banjarmasin, Indonesia. Hal. 1-22.

Chen, S, X. Chen, Q. Cheng, dan T. Shevlin. 2010. Are Family Firms More Tax Avoidance

Aggressive Than Non-Family Firms?. Journal of Financial Economics. 95: 41-61.

Dewi, K. dan I.K. Jati. 2014. Pengaruh Karakter Eksekutif, Karateristik Perusahaan, dan Corporate

Governance pada Tax Avoidance di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas

Udayana. 6 (2): 249-260.

Fadhilah, R. 2014. Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Tax Avoidance. Skripsi.

Universitas Negeri Padang.

Ghozali, I. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20. Edisi 6. Badan

Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Hanum, H.R. dan Zulaikha. 2013. Pengaruh Karakteristik Corporate Governance terhadap Effective Tax Rate. Diponegoro Journal of Accounting. 2 (2): 1-10.

http://www.kemenkeu.go.id/Kajian/kajian-dampak-perubahan-kebijakan-perpajakan terhadap-potensi-penerimaan-perpajakan-sektoral. Diakses tanggal 26 Januari 2015.

Kurniasih, T. dan R. Sari. 2013. Pengaruh Return on Asset, Leverage, Corporate Governance,

Ukuran Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal pada Tax Avoidance. Buletin Studi

Ekonomi. 18 (1): 58-66.

MacCrimon, K. R, dan D.A. Wehrung. 1990. Characteristics of Risk Taking Executives.

Management Science. Hal: 422.

Maharani, I.G.A.C. dan K.A. Suardana. 2014. Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas, dan

Karakteristik Eksekutif Tax Avoidance Perusahaan Manufaktur. E-Jurnal Akuntansi

Universitas Udayana. 9 (2): 525-539.

Masri, I. dan D. Martani. 2012. Pengaruh Tax Avoidance terhadap Cost of Debt. Proceeding

Simposium Nasional Akuntansi XV. 25-28 September, Banjarmasin, Indonesia. Hal. 1-23. Meilinda, M. dan N. Cahyonowati. 2013. Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen

Pajak. Diponegoro Journal of Accounting. 2 (3): 1-13.

Pohan, C.A. 2013. Manajemen Perpajakan: Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. PT Gramedia

(13)

Prakosa, K.B. 2014. Pengaruh Profitabilitas, Kepemilikan Keluarga, dan Corporate Governance

terhadap Penghindaran Pajak di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVII. 24-27

September 2014, Mataram, Indonesia. Hal. 1-27.

Puspita, S.R. dan P. Harto. 2014. Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Penghindaran Pajak.

Diponegoro Journal of Accounting. 3 (2): 1-13.

Republik Indonesia, Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: KEP-305/BEJ/07/2004). Sekretariat Negara. Jakarta.

______________, Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-643/BL/2012 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Sekretariat Negara. Jakarta.

________________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. Sekretariat Negara. Jakarta.

________________, Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sekretariat Negara. Jakarta.

Sari, R.N, R. Anugerah, dan R. Dwiningsih. 2010. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Kualitas Audit

dan Ukuran Perusahaan terhadap Transparansi Informasi. Pekbis. 2 (3): 326-335.

Sartori, N. 2010. Effect of Strategic Tax Behaviours on Corporate Governance. www.ssrn.com.

Diakses tanggal 23 Oktober 2014.

Sugiarto. 2009. Struktur Modal, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Permasalahan Keagenan &

Informasi Asimetri. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.

Sunjoyo., R.S., V. Carolina., N. Magdalena., dan A. Kurniawan. 2013. Aplikasi SPSS untuk

SMART Riset. Alfabeta. Bandung.

Swingly, C. dan I.M. Sukartha. 2015. Pengaruh Karakter Eksekutif, Komite Audit, dan Ukuran

Perusahaan, Leverage dan Sales Growth pada Tax Avoidance. E-Jurnal Akuntansi

Universitas Udayana. 10 (1): 47-62.

Widarjono, A. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Kriteria Penentuan Sampel
Tabel 3. Statistik Deskriptif
Tabel 4. Hasil Paired Samples T-Test
Tabel 6. Hasil Pengujian Regresi

Referensi

Dokumen terkait

Dalam distribusi hasil tanaman hortikultura jarang sekali ada pedagang perantara, karena sifat barangnya yang sangat mudah rusak dan juga gampang layu, maka pada umumnya para

jalur dari gerakan spreader yang paling optimal yaitu untuk kondisi yang paling. optimal adalah gerakan gabungan antara Hoist

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.. Field guide for fishery purposes: The marine fishery resources

,engingatkan kembali ke&#34;ada ibu tentang &#34;ers/nal $ygiene &#34;ada balita  dengan membiasakan kebiasaan 9u9i tangan setela$ melakukan aktiitas?.

 Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas

bandeng, kakap putih dan kerapu macan, juga telah berhasil dipijahkan dan diproduksi benihnya antara lain berbagai jenis kerapu kerapu lumpur (E. corallicola),

Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta kerabat dekat terhadap status anak

Sedangkan pada tabel 8 berdasarkan penurunan infeksi oportunistik unit cost obat ARV A (Rp 19.531.059) lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menggunakan