• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG ELOT DAN ENZIM DIGESTIF DENGAN KADAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA Oreochromis niloticus ANGGA KURNIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG ELOT DAN ENZIM DIGESTIF DENGAN KADAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA Oreochromis niloticus ANGGA KURNIAWAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG ELOT DAN ENZIM DIGESTIF DENGAN KADAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN

NILA Oreochromis niloticus

ANGGA KURNIAWAN

SKRIPSI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG ELOT DAN ENZIM DIGESTIF DENGAN

KADAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis

niloticus)

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Februari 2010

ANGGA KURNIAWAN C14051352

(3)

RINGKASAN

ANGGA KURNIAWAN. Pengaruh Pemberian Tepung Elot dan Enzim Digestif dengan Kadar yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh DEDI JUSADI dan WIDYATMOKO.

Tingkat efisiensi pakan yang tinggi dan biaya pakan yang murah merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan keuntungan usaha akuakultur. Mahalnya harga pakan yang beredar di pasaran akibat dari tingginya harga bahan baku penyusunnya karena sebagian besar hasil impor. Oleh karena itu harus dicari bahan baku yang lebih murah sehingga dapat menurunkan harga pakan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan sumber karbohidrat sebagai penyedia energi bagi pertumbuhan ikan. Salah satu sumber karbohidrat yang banyak digunakan adalah jagung. Namun, di dalam jagung terdapat kandungan aflatoksin yang berbahaya bagi ikan, sehingga penggunaannya dalam pakan menjadi terbatas. Kandungan aflatoksin dalam jagung di Indonesia bervariasi antara 20 – 2.000 ppb (Tangendjaja dan Rachmawati, 2006). Oleh karena itu, perlu dicari sumber bahan baku lokal yang relatif mudah didapatkan, murah, jumlahnya melimpah, aman dan kontinuitas baik. Salah satu bahan baku lokal yang dapat digunakan adalah tepung elot. Eliasson (2004) menyebutkan bahwa tepung elot memiliki rasio amilosa dan amilopektin sebesar 17/83, rendahnya rasio amilosa menyebabkan kecernaan bahan tersebut rendah. Salah satu usaha untuk mengatasi kecernaan karbohidrat yang rendah adalah penggunaan enzim digestif. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian tepung elot serta enzim digestif dalam terhadap pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL) dengan 4 perlakuan pakan. Pakan perlakuan terdiri atas pakan A (Elot5%+Ez0,05%), B (Elot10%+Ez0,05%), C (Elot5%+Ez0,1%), D (Elot10%+Ez0,1%). Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang memiliki bobot 8,1 ± 0,46 g/ekor. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari yakni pada pukul 08.00, 13.00, dan 17.00 WIB. Dalam penelitian ini dievaluasi nilai kecernaan total, selain itu juga dilakukan evaluasi parameter-parameter kinerja pertumbuhan yang meliputi jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pakan (EP), retensi lemak, retensi protein dan survival rate (SR). Data diuji dengan analisis ragam dan uji lanjut dengan Uji Duncan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung elot dan enzim digestif dalam pakan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh ikan nila. Hal ini ditunjukkan dengan nilai jumlah konsumsi pakan, retensi protein dan kecernaan total yang relatif sama. Nilai laju pertumbuhan spesifik mengalami penurunan seiring bertambahnya tepung elot dalam pakan, hal ini terjadi diduga karena seiring bertambahnya tepung elot dalam pakan energi pakan cenderung mengalami penurunan. Peningkatan penambahan tepung elot dalam pakan menjadi 10% mengakibatkan retensi lemak yang menurun, hal ini disebabkan kadar lemak dalam pakan yang cenderung menurun,. Berdasarkan evaluasi ekonomi pakan perlakuan pakan C (Elot5%+Ez0,1%) merupakan pakan yang paling menguntungkan karena memiliki

(4)

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG ELOT DAN ENZIM DIGESTIF DENGAN KADAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN

NILA (Oreochromis niloticus)

ANGGA KURNIAWAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

Judul skripsi : Pengaruh Pemberian Tepung Elot Dan Enzim Digestif Dengan Kadar Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Judul skripsi : Pengaruh Pemberian Tepung Elot Dan Enzim Digestif Dengan Kadar Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Nama Mahasiswa : Angga Kurniawan Nomor Pokok : C14051352

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dedi Jusadi Ir. Widyatmoko, M.Sc NIP.196210261988031001

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Indra Jaya NIP. 19610410198601 1 002

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas berkah, rahmat dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Tepung Elot Dan Enzim Digestif Dengan Kadar Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” ini, sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis megucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Sutopo, S.Sos. MM, Pem. Ibunda Sri Purwanti, Adinda Savira Putri Ramadhani dan seluruh keluarga tercinta atas semangat, doa, kasih sayang dan dukungan yang diberikan.

2. Bapak Dr. Dedi Jusadi sebagai Pembimbing I Skripsi yang telah banyak memotivasi, memberikan pengarahan serta mendidik selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Widyatmoko, M.Sc sebagai Pembimbing II Skripsi yang telah memberikan banyak pengarahan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Bapak P. Hidayat dari PT. Suri Tani Pemuka atas Kerjasamanya di dalam penelitian ini. 5. Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum yang telah bersedia menjadi Pembimbing Akademik

serta Dosen Penguji atas arahan serta motivasi yang diberikan kepada penulis. 6. Bapak Wasjan dan Ibu Retno atas bimbingannya selama di laboratorium 7. Bapak Maryanta dan Ibu Yuli saat mengurus administrasi studi.

8. Keluarga MT. Al-furqon atas semangat, ilmu dan dorongan yang diberikan.

9. Keluarga BDP 42, khususnya Johan yang selalu membantu dari mulai proses penelitian hingga penulisan skripsi ini.

10. Keluarga besar BDP 43 serta 44 atas semua dukungan yang diberikan.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Februari 2010

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Agustus 1987 dari pasangan Bapak Sutopo dan Ibu Sri Purwanti. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 35 Jakarta tahun 2005, penulis melanjutkan studi di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Majelis Ta’lim Al-Furqon. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada beberapa mata kuliah yaitu Nutrisi Ikan (2008), Teknologi Produksi Plankton, Benthos dan Alga (2008) dan Industri Pembenihan Organisme Akuatik (2009).

Penulis juga pernah melakukan praktek pembenihan udang vaname Litopenaeus vannamaei di PT. CPB Lampung. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul “PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG ELOT DAN ENZIM DIGESTIF DENGAN KADAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)”.

(8)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat efisiensi pakan yang tinggi dan biaya pakan yang murah merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan keuntungan usaha akuakultur. Mahalnya harga pakan yang beredar di pasaran akibat dari tingginya harga bahan baku penyusunnya karena sebagian besar hasil impor. Oleh karena itu harus dicari bahan baku yang lebih murah sehingga dapat menurunkan harga pakan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan sumber karbohidrat sebagai penyedia energi bagi pertumbuhan ikan. Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan jumlahnya melimpah (Shimeno et al., 1995).

Salah satu sumber karbohidrat yang banyak digunakan adalah jagung. Namun, di dalam jagung terdapat kandungan aflatoksin yang berbahaya bagi ikan, sehingga penggunaannya dalam pakan menjadi terbatas. Kandungan aflatoksin dalam jagung di Indonesia bervariasi antara 20 – 2.000 ppb (Tangendjaja dan Rachmawati, 2006). Oleh karena itu, perlu dicari sumber bahan baku lokal yang relatif mudah didapatkan, murah, jumlahnya melimpah, aman dan kontinuitas baik. Salah satu bahan baku lokal yang dapat digunakan adalah tepung elot.

Tepung elot merupakan limbah dari industri tapioka, komponen elot merupakan bagian sisa pati yang tidak terekstrak serta komponen non pati yang terlarut dalam air. Eliasson (2004) menyebutkan bahwa tepung elot memiliki rasio amilosa dan amilopektin sebesar 17/83, rendahnya rasio amilosa menyebabkan kecernaan bahan tersebut rendah. Salah satu usaha untuk mengatasi kecernaan karbohidrat yang rendah adalah penggunaan enzim digestif. Enzim digestif yang digunakan adalah Digestive Enzyme 610F, enzim ini dapat menghilangkan toksin, meningkatkan bioavailabilitas pakan, meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup serta aman bagi lingkungan. Enzim ini berisi beberapa enzim diantaranya amilase, katalase, selulase, protease lipase dan lain-lain. Berdasarkan informasi tersebut, maka dibuat kombinasi jumlah tepung elot dan enzim digestif dalam formulasi pakan, sehingga diketahui seberapa banyak tepung elot dan enzim digestif

(9)

dapat digunakan didalam pakan tanpa mengurangi pertumbuhan ikan dan secara ekonomi lebih menguntungkan.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian tepung elot serta enzim digestif dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus).

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan membutuhkan energi untuk dapat tumbuh dan berkembang, dimana energi tersebut berasal dari nutrien yang dikonsumsi oleh ikan. Menurut Lovell (1989) faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrien pada ikan diantaranya adalah jumlah dan jenis asam amino esensial, kandungan protein yang dibutuhkan, kandungan energi pakan dan faktor fisiologis ikan. Campuran yang seimbang dari bahan penyusun pakan serta kecernaan pakan merupakan dasar untuk penyusunan formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan (Cho dan Watanabe, 1983). Ikan nila akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik apabila diberi formulasi pakan yang seimbang, dimana didalamnya terkandung bahan-bahan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan serat (Fitzsimmons, 1997).

Halver (1989) menyebutkan bahwa protein merupakan komponen organik terbesar dalam jaringan tubuh ikan, sekitar 65 - 75 % dari total bobot tubuh ikan terdiri dari protein. Menurut Webster dan Lim (2002) kadar protein yang optimal untuk menunjang pertumbuhan ikan nila berkisar antara 28-50%, nilai ini akan menjadi lebih rendah apabila pemeliharaan dilakukan di kolam dengan mempertimbangkan kehadiran pakan alami yang juga dapat memberikan konstribusi protein dalam jumlah tertentu.

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang relatif murah harganya. Pemberian energi yang optimal pada pakan ikan adalah penting karena kelebihan atau kekurangan energi yang dapat menyebabkan pertumbuhan berkurang (Lovell, 1988). Energi untuk pemeliharaan tubuh dan aktivitas lain harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum energi untuk pertumbuhan. Ikan karnivora umumnya dapat memanfaatkan karbohidrat secara optimal pada kadar 10-20 % sedangkan ikan omnivor rata-rata pada kadar 30-40 % (Furuichi dalam Watanabe, 1988). Sedangkan ikan nila dapat memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 45 % (Shimeno et al., 1997).

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang tinggi dalam pakan ikan. Lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E ,K dan sumber asam lemak

(11)

esensial. Menurut Chou dan Shiau (1996), kadar lemak 5 % dalam pakan sudah mencukupi kebutuhan ikan nila namun kadar lemak dalam pakan sebesar 12 % akan menghasilkan perkembangan yang maksimal. Pakan yang mengandung suplemen vitamin yang diberikan ke spesies ikan lain, ternyata ketika pakan tersebut diberikan kepada ikan tilapia menunjukkan hasil yang baik.

2.2 Tepung Elot

Tepung elot merupakan limbah dari industri tapioka, komponen elot merupakan bagian sisa pati yang tidak terekstrak serta komponen non pati yang terlarut dalam air oleh karena itu tepung tapioka merupakan komponen pati yang hampir murni. Menurut Greenfield (1965) dalam Yurisaputra (1997) elot bersifat kaya akan bahan organik seperti pati, serat, protein, gula dan sebagainya. Limbah padat tapioka berupa ampas, sedangkan limbah cair (elot) berupa larutan koloid yang berwarna putih sampai kuning. Warna tersebut ditentukan oleh jenis ubi yang digunakan. Elot berasal dari proses pencucian dan pengendapan pati dalam proses pengolahan tapioka. Elot yang berasal dari proses pengendapan pati berwarna putih (Ciptadi dan Sutamihardja, 1984 dalam Yurisaputra, 1997).

(12)

Ubi Kayu

Pengupasan Kulit

Pencucian Umbi

Pemerasan dan Penyaringan

Pengendapan Pati Limbah Cair (Elot)

Pengeringan

Penggilingan dan Pengayakan

Pengemasan

Gambar 1. Skema Proses Pengolahan Tapioka (Partoatmodjo, 1984 dalam Yurisaputra, 1997)

Pati merupakan molekul utama penyusun karbohidrat. Kebanyakan pati merupakan campuran antara amilosa dan amilopektin (Vam Beynum dan Roels, 1985 dalam Broody, 1999). Amilosa dan amilopektin adalah 2 jenis polimer glukosa yang terdapat dalam pati, amilosa terdiri dari rantai D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang sedangkan amilopektin terdiri dari rantai D-glukosa yang panjang dengan struktur bercabang (Lehninger, 1993). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) karena perbedaan struktur rantainya maka amilosa lebih mudah dicerna daripada amilopektin. Menurut Cheftel (1990) dalam Cruz-Suarez et al. (1994) perbedaan rasio amilosa/amilopektin dapat menimbulkan perbedaan kecernaan karbohidrat pakan. Semakin besar kandungan amilosa dan semakin kecil kandungan amilopektin suatu bahan, maka bahan tersebut semakin mudah dicerna karbohidratnya. Adapun kadar nutrisi yang terdapat dalam tepung elot adalah sebagai berikut :

(13)

Komposisi Proksimat Kadar (%)

Tepung elot Tepung tapioka*

Protein 3,4 1,29 Lemak total 0,54 0,25 Karbohidrat / BETN 80,72 85,71 Serat kadar 1,5 0 Abu 1,32 0.34 Kadar Air 12,52 12,41

* sumber : Sunaryanto, Rofic et. al.,(2001).

Tabel 2. Rasio Amilosa Dan Amilopektin

Jenis bahan Amilosa (%) Amilopektin (%)

Jagung 28 72

Kentang 21 79

Gandum 28 72

Elot 17 83

Beras 17 83

Sumber :(Vam Beynum dan Roels, 1985 dalam Broody, 1999)

2.3 Tepung Gaplek

Tepung gaplek merupakan hasil pengolahan dari ubi kayu yang dikeringkan, kemudian digiling dalam bentuk tepung. Penggunaan tepung gaplek kurang dari 5 % dalam komposisi pakan ikan dimanfaatkan sebagai perekat dalam pembuatan pakan pelet dan crumble (Murtidjo, 2001). Kandungan nutrisi yang terkandung dalam tepung gaplek diantaranya protein 1,1%, lemak 0,5%, karbohidrat 88,2% (Soetanto, 2008). Ubi kayu mengandung asam sianida (HCN) yang pada kadar tertentu dapat berbahaya bagi organisme yang memakannya, HCN merupakan komplek toksik yang terdapat pada ubi kayu dalam bentuk glukosida sianogenik (Suryani, 2001). Sifat toksiknya dapat timbul apabila terhidrolis oleh aktivitas enzim linamarinase.

Pengolahan ubikayu menjadi tepung gaplek dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, yakni : 1. pengupasan kulit ubi kayu; 2. pencincangan ubi kayu; 3. perendaman pada larutan garam 5 % selama 24 jam; 4. penjemuran; 5. penggilingan menjadi tepung. Melalui proses tersebut ternyata dapat mengurangi kandungan HCN

(14)

sampai batas aman jika digunakan sebagai pakan ikan (Murtidjo, 2001). Dalam pembuatan pakan ikan, gaplek yang telah kering digiling menggunakan hammer mill atau grinding kemudian dimasukkan ke dalam pellet mill di mana sebelumnya dilewatkan melalui conditioner yang memberi uap panas (steam).

2.4 Jagung

Jagung merupakan salah satu sumber karbohidrat yang sering digunakan dalam pembuatan pakan ikan. Jagung merupakan hasil penepungan dari biji jagung yang telah direndam selama 4 jam, kemudian ditiriskan, digiling halus dan dikeringkan. Setelah dikeringkan biasanya dilakukan pengayakan sehingga didapat jagung yang lebih halus.

Penggunaan jagung dalam pakan dibatasi oleh adanya kandungan aflatoksin pada jagung. Aflatoksin merupakan komponen metabolit sekunder kapang Aspergillus sp. umumnya efek yang ditimbulkan karena mengkonsumsi aflatoksin pada hewan ternak adalah rendahnya pertumbuhan, kerusakan hati, gangguan pembekuan darah, menurunkan respon terhadap imun, dan meningkatkan kematian (Lovell, 1989).

Negara beriklim tropis seperti Indonesia merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan jamur. Kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban, sangat berperan dalam munculnya kontaminasi aflatoksin. Kandungan aflatoksin dalam jagung di Indonesia bervariasi antara 20 – 2.000 ppb (Tangendjaja dan Rachmawati, 2006). Pada ikan channel catfish, dosis yang mematikan (LD50) berkisar antara 15 – 30 ppm.

2.5 Kecernaan

Pencernaan pakan meliputi hidrolisis protein menjadi asam amino atau polipeptida sederhana, karbohidrat menjadi gula sederhana dan lipid menjadi gliserol atau asam lemak. Pada proses pencernaan baik proses fisika maupun kimia berperanan penting. Hidrolisis nutrien makro dimungkinkan dengan adanya enzim pencernaan seperti protease, karbohidrase dan lipase (Huisman, 1987).

(15)

Daya cerna didefinisikan sebagai bagian pakan yang diserap oleh hewan-hewan kecil (Lovell 1989). Pengetahuan tentang kemampuan cerna bahan pakan sangat diperlukan dalam mempelajari kebutuhan energi ikan dan penilaian dari berbagai bahan pakan yang berbeda. Selama pakan berada dalam usus ikan, nutrien yang dicerna oleh berbagai enzim menjadi bentuk yang dapat diserap oleh dinding usus dan masuk ke dalam sistem peredaran darah (Talbot dalam Tyler dan Calow 1985). Kemampuan cerna ikan terhadap bahan baku pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat kimia air, suhu air, jenis pakan, ukuran, umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi pemberian pakan, sifat fisika dan kimia pakan serta jumlah dan macam enzim pencernaan yang terdapat di dalam saluran pencernaan ikan (NRC 1993).

Nilai kemampuan cerna nutrien dalam pakan dapat ditentukan melalui pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung sulit dilakukan karena berkaitan erat dengan pengukuran konsumsi pakan dan pengumpulan feses secara kuantitatif, serta dapat pula dilakukan dengan memisahkan feses dari air/sisa pakan. Pengukuran secara tidak langsung relatif lebih mudah sehingga lebih sering digunakan, yaitu pengukuran dengan menggunakan indikator (Talbot dalam Tyler dan Calow 1985). Indikator yang digunakan harus bersifat tidak dapat dicerna, tidak berubah secara kimia, tidak beracun bagi ikan, dapat dianalisa dengan baik dan dapat melalui usus secara keseluruhan bersama dengan bahan tercerna lainnya (Lovell 1989). Indikator yang biasa digunakan adalah chromium oxide (Cr2O3) sebanyak 0,5-1,0 % dalam pakan dengan asumsi bahwa semua Cr2O3 yang dikonsumsi oleh ikan akan keluar dari saluran pencernaan dan akan tampak dalam feses. Perubahan relatif dari presentase Cr2O3 pada pakan dan feses akan menggambarkan persentase dari pakan yang dicerna oleh ikan (NRC 1993).

Prosedur pengukuran daya cerna secara tidak langsung pada ikan dengan menggunakan Cr2O3 sebagai indikator. Feses ikan menggambarkan jumlah pakan yang tidak dicerna ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung (Talbot dalam Tyler dan Calow 1985). Metode tidak langsung digunakan oleh Cho et al (1983) dengan cara mengumpulkan feses dari air dengan menggunakan wadah yang

(16)

dirancang secara khusus. Selain itu feses dapat dikumpulkan dari akuarium dengan menggunakan jaring halus, penyiponan, saluran filtrasi, saluran pengumpul dan mechanically rotating filter screens (Talbot dalam Tyler dan Calow, 1985).

2.6 Enzim Digestif

Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein, yang disintesis di dalam sel dan dikeluarkan dari sel yang membentuknya melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan ke luar sel digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau ”extra cellular digestion”, sedangkan enzim yang dipertahankan di dalam sel digunakan untuk pencernaan di dalam sel itu sendiri atau disebut ”intra cellular digestion” (Affandi et al. 1992).

Enzim digestif yang digunakan adalah Digestive Enzyme 610F, enzim ini dapat menghilangkan toksin, meningkatkan bioavailabilitas pakan, meningkatkan pertumbuhan dan survival rate serta aman bagi lingkungan. Enzim ini berisi beberapa enzim diantaranya amilase, katalase, selulase, protease, lipase dan lain-lain.

Enzim protease menguraikan rantai-rantai peptida dari protein. Berdasarkan letak ikatan peptida pada tengah atau akhir molekul, peptidase diklasifikasikan menjadi endopeptidase dan eksopeptidase. Endopeptidase menghidrolisis protein dan peptida-peptida rantai panjang menjadi peptida-peptida pendek. Endopeptidase penting antara lain pepsin yang dihasilkan dari zimogen pepsinogen, tripsin dari tripsinogen, dan kimotripsin dari kimotripsinogen. Eksopeptidase menghidrolisis peptida menjadi asam-asam amino. Karboksipeptidase, aminopeptidase, dan dipeptidase termasuk dalam kelompok eksopeptidase. Alfa amilase adalah enzim yang bertanggung jawab menghidrolisis pati menjadi glukosa. Enzim ini memutuskan ikatan 1,4--glukosidik dan mengubah pati menjadi glukosa dan maltosa. Sedangkan lipase adalah enzim penting dalam pencernaan lemak. Lipase memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Steffens 1989; Hepher 1990).

(17)

2.7 Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor yang sangat penting mendukung dalam suatu kegiatan budidaya. Lingkungan hidup yang baik dapat mengoptimalkan pertumbuhan ikan dalam wadah budidaya, sehingga produktivitas kegiatan budidaya dapat meningkat. Beberapa parameter kunci dalam kualitas air diantaranya adalah suhu, oksigen, pH, alkalinitas, nitrit dan amonia. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan, secara umum laju pertumbuhan akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu dan pada keadaan ekstrim suhu dapat menekan kehidupan ikan bahkan dapat menyebabkan kematian (Kordi dan Tancung, 2007). Boyd (1982) menyatakan ikan tropis dan sub-tropis tidak dapat tumbuh dengan baik saat suhu air dibawah 26oC atau 28oC. Kebutuhan oksigen bergantung pada ukuran ikan, suhu air dan oksigen terlarut (DO) (Boyd, 1982). Kandungan oksigen terlarut dalam air yang baik untuk budidaya yaitu berkisar antara 4-5 ppm. pH didefinisikan yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan (Kordi dan Tancung, 2007), pH air yang baik untuk pertumbuhan ikan yaitu berkisar antara 6,5-9 (Kordi dan Tancung, 2007).

Alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur-unsur basa yang terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/l atau setara dengan kalsium karbonat (CaCO3) (Kordi dan Tancung, 2007). Unsur-unsur alkalinitas dapat berfungsi sebagai buffer (penyangga) pH air. Perairan mengandung alkalinitas 20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Menurut The European Inland Fisheries Advisory Commission (1937) dalam Boyd (1982), konsentrasi beracun amonia terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7 – 2,4 mg/liter. Effendi (2003) menyatakan bahwa ammonia yang terukur diperairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+), yang terdiri dari amonia bebas tidak terionisasi (NH3) dan amonium terionisasi (NH4+), serta hubungan diantaranya dipengaruhi oleh nilai pH dan suhu.

(18)

III. METODE 3.1 Pakan Penelitian

Pada penelitian ini digunakan empat jenis perlakuan pakan buatan yang memiliki perbedaan dalam komposisi bahan baku tepung tapioka. Perlakuan pakan uji tersebut adalah :

1. Perlakuan A : Formulasi pakan dengan penambahan tepung elot 5 % dan enzim digestif 0,05%

2. Perlakuan B : Formulasi pakan dengan penambahan tepung elot 10 % dan enzim digestif 0,05 %

3. Perlakuan C : Formulasi pakan dengan penambahan tepung elot 5 % dan enzim digestif 0,1 %

4. Perlakuan D : Formulasi pakan dengan penambahan tepung elot 10 % dan enzim digestif 0,1 %

Bahan penyusun pakan dicampurkan dan dicetak dalam bentuk pelet dengan ukuran diameter 2 mm. Pakan yang sudah jadi disimpan dalam freezer sebelum digunakan. Komposisi bahan dan hasil analisa proksimat pakan disajikan dalam Tabel 1.

3.2 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila yang berasal dari Balai Ikan Air Tawar Sempur berbobot awal 8,1 ± 0,46 g/ekor. Wadah yang digunakan berupa akuarium masing-masing berukuran 60 x 50 x 40 cm. Akuarium tersebut digunakan sebagai wadah uji biologis dengan padat penebaran 10 ekor ikan/wadah. Uji biologis dilakukan untuk mengetahui efisiensi pakan dan pertumbuhan ikan. Setiap akuarium diisi air sekitar 111 liter dan diberi aerasi. Air yang digunakan berasal dari IPB yang sebelumnya ditampung dalam bak tandon dan diendapkan selama 24 jam. Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu dilakukan persiapan wadah, pakan dan ikan. Penyiapan wadah meliputi pembersihan akuarium dan tandon air, pengaturan letak wadah, penyiapan aerasi, desinfeksi menggunakan

(19)

kaporit dengan dosis 70 mg/l, serta pengisian air. Ikan uji terlebih dahulu diaklimatisasi selama 5 hari kemudian dipelihara untuk adaptasi kemudian diberi perlakuan. Pada awal perlakuan, ikan dipuasakan selama sehari. Setelah itu ditimbang untuk mengetahui bobotnya (W0) dan dicatat, kemudian ikan dimasukkan kembali ke dalam akuarium. Setiap 15 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pertambahan bobot tubuh ikan. Pakan diberikan kepada ikan secara at satiation dengan frekuensi pemberian sebanyak 3 kali/hari. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyiponan sebelum pemberian pakan, pemasangan heater pada setiap akuarium, pergantian air setiap satu minggu serta dilakukan pengecekan kualitas air setiap 15 hari.

Kualitas air selama pemeliharaan berada pada kisaran normal untuk kehidupan ikan nila. Suhu berkisar antara 29-300C, pH 6,77-7,67, DO 6,03-8,31, alkalinitas 95,7-108,9 mg/L, TAN 0,402-0,593.

Tabel 3. Komposisi Pakan Perlakuan

Bahan Pakan Perlakuan (% tepung elot dan enzim)

A(E5+Ez0,05) B(E10+Ez0,05) C(E5+Ez0,1) D(E10+Ez0,1)

Komposisi (%)

Jagung local 15,84 10,84 15,84 10,84

Tepung gaplek 15 15 15 15

Tepung elot 5 10 5 10

Tepung ikan 14,2 14,2 14,2 14,2

Tepung ikan local 2,8 2,8 2,8 2,8

MBM 10 10 10 10 Liquid enzyme 0,05 0,05 0,1 0,1 Wheat bran 11,8 11,8 11,8 11,8 SBM 17,4 17,4 17,4 17,4 HCFM 1 1 1 1 Borax 0,015 0,015 0,015 0,015 Kalsium propionate 0,05 0,05 0,05 0,05 DL-methionine 0,046 0,046 0,046 0,046 Poultry by product 5 5 5 5

Minyak ikan local 1,6 1,6 1.6 1,6

Vitamin Premix 0,197 0,197 0,197 0,197

(20)

Tabel 4. Komposisi Proksimat Pakan

Komposisi Proksimat

Perlakuan (% tepung elot dan enzim)

A(E5+Ez0,05) B(E10+Ez0,05) C(E5+Ez0,1) D(E10+Ez0,1)

Protein 31,14 31,50 31.48 31,58 Lemak 5,43 5,35 5,56 5,43 Kadar abu 10,42 10,72 10,34 10,80 Serat kasar 2,95 3,13 2,51 3,21 BETN 50,07 50,24 50,23 49,92 GE (kkal/100gr)1 482,16 480,98 485,11 481,29 C/P (kkal/100g)2 13,87 13,77 13,84 13,77 Keterangan :

BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. *GE = Gross Energy.

1 gram protein = 5,6 kkal GE 1 gram karbohidrat/BETN = 4,1 kkal GE

1 gram lemak = 9,4 kkal GE (Watanabe, 1988). ** C = energi ; P = protein.

3.3 Pengamatan Kecernaan

Pengukuran kecernaan dilakukan pada akhir penelitian. Pada hari ke lima setelah hewan uji diberi pakan. Pakan yang diberikan ke ikan telah mengandung 0,6% Cr2O3. Feses ikan mulai dikumpulkan 4-6 jam setelah pemberian pakan, kemudian disimpan dalam wadah plastik tertutup. Feses yang sudah terkumpul tersebut disimpan dalam freezer untuk menjaga kesegarannya. Pengumpulan feses dilakukan selama 4 minggu pemeliharaan. Tiap perlakuan pakan serta pengujian kecernaan pakan dilakukan pada satu buah akuarium dengan padat tebar 10 ekor ikan/akuarium. Feses yang telah terkumpul dikeringkan di dalam oven bersuhu 110 °C selama 4-6 jam. Selanjutnya dilakukan analisis Cr2O3 terhadap feses yang sudah dikeringkan tadi dengan bantuan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 350 nm. Pengukuran kadar Cr2O3 dalam feses dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Metode analisis Cr2O3 terdapat pada Lampiran 4.

(21)

3.4.1. Analisis Kimia

Analisis proksimat dilakukan terhadap bahan dan pakan perlakuan. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, air, dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) serta analisa kadar Cr2O3. Keseluruhan analisis proksimat dilakukan di Laboratorium PT. Suri Tani Pemuka unit Cirebon.

Analisis proksimat untuk protein kasar dilakukan dengan metode Kjeldahl, lemak kering dengan metode Soxchlet, lemak basah dengan metode Folch, abu dengan pemanasan sampel dalam tanur bersuhu 600 °C, serat kasar menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan, dan kadar air dengan metode pemanasan dalam oven bersuhu 105-110 °C (Takeuchi,1988). Jumlah ikan yang diproksimat untuk setiap perlakuan yaitu tiga ekor ikan/perlakuan. Metode analisis proksimat dijelaskan pada Lampiran 1.

3.5 Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 perlakuan dengan 2 kali ulangan. Dari hasil analisis tersebut dilakukan uji lanjutan BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk menentukan kadar tepung elot dan enzim yang mempengaruhi pertumbuhan ikan nila. Peubah yang digunakan untuk mengevaluasi perbedaan antar perlakuan meliputi laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, retensi protein, serta retensi lemak.

3.5.1. Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik dapat diketahui dari data bobot akhir dan bobot awal selama pemeliharaan. Laju pertumbuhan spesifik dapat diketahui dengan menggunakan rumus dari Huisman (1987):

Wt = W0 (1 + 0,01 α)t

Keterangan : Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (gr)

W0 = bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (gr) α = laju pertumbuhan harian individu (%)

(22)

t = waktu pemeliharaan

3.5.2. Efisiensi Pakan (EP) (Zonneveld et al., 1991)

Efisiensi Pakan dihitung dengan menggunakan rumus : EP = {[( Wt + D) - W0] / F} x 100% Keterangan : Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (gr)

W0 = bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (gr) F = jumlah total pakan yang diberikan (gr)

D = bobot total ikan yang mati selama pemeliharaan (gr)

3.5.3. Retensi Protein (RP) (Zonneveld et al., 1991)

Retensi protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus : RP = [(F – L) / P] x 100%

Keterangan : F = kandungan protein tubuh pada akhir pemeliharaan (gr) L = kandungan protein tubuh pada awal pemeliharaan (gr) P = jumlah protein yang dikonsumsi ikan (gr)

3.5.4. Retensi Lemak (RL) (Zonneveld et al., 1991)

Retensi lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus : RP = [(F – L) / P] x 100%

Keterangan : F = kandungan lemak tubuh pada akhir pemeliharaan (gr) L = kandungan lemak tubuh pada awal pemeliharaan (gr) P = jumlah lemak yang dikonsumsi ikan (gr)

3.5.5. Kecernaan Total

Nilai kecernaan total dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh NRC (1993), yaitu:

Kecernaan total = [1-a/a’] x 100% Keterangan:

(23)

a’ = % Cr2O3 dalam feses

3.5.6 Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan ditentukan dengan mengurangi jumlah pakan total awal dengan jumlah pakan yang tersisa pada akhir pemeliharaan.

3.5.7 Derajat Kelangsungan Hidup SR =  ikan akhir x 100%  ikan awal

Keterangan :

(24)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Hasil penelitian (Lampiran 3) dengan menggunakan empat jenis pakan uji beda komposisi tepung elot 5%+Ez 0.05%, 10%+Ez 0.05%, 5%+Ez 0.1%, 10%+Ez 0.1% menunjukkan adanya pertumbuhan pada ikan nila. Perubahan bobot biomassa ikan nila setelah dipelihara hingga 60 hari terlihat pada Gambar 2. Penambahan bobot biomassa akhir rata-rata dari bobot biomassa awal rata-rata pada perlakuan pakan A adalah 7,5 kali atau tumbuh sebesar 603 gram, perlakuan pakan B adalah 6,7 kali atau tumbuh sebesar 545 gram, perlakuan pakan C adalah 7,8 kali atau tumbuh sebesar 631 gram, perlakuan pakan D adalah 7,2 kali atau tumbuh sebesar 590 gram.

Gambar 2. Bobot rata-rata awal sampai akhir ikan uji.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan jumlah penggunaan tepung elot dan enzim digestif dalam pakan, tidak menyebabkan pengaruh yang berbeda pada jumlah konsumsi pakan, retensi protein,efisiensi pakan, dan

0 100 200 300 400 500 600 700 0 1 2 3 4 5 6 B io m asa (g) Sampling Ke-A(E5+Ez0.05) B(E10+Ez0.05) C( E5+Ez0.1) D(E10+Ez0.1)

(25)

kelangsungan hidup (P>0,05). Sedangkan terdapat perbedaan yang nyata pada parameter laju pertumbuhan harian dan retensi lemak. Berikut hasil parameter yang diukur selama penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan survival rate (SR), kecernaan total ikan nila selama pemeliharaan 60 hari

Parameter Perlakuan A (E 5 + Ez 0.05) B (E 10 + Ez 0.05) C (E 5 + Ez 0.1) D (E 10 + Ez 0.1) JKP (gram) 770,8±61,04 751,2±45,09 774,4±9,62 723,5±143,83 LPS (%) 3,6±0,02a 3,3±0,09b 3,5±0,06a 3,44±0,11b EP (%) 68,03±5,05 61,86±1,18 71,21±2,10 70,61±3,09 RP (%) 38,98±3,79 34,98±2,45 39,63±0,83 39,77±0,52 RL (%) 105,98±0,66 a 84,79±5,12 b 95,71±2,98 a 88,81±9,53 b KT (%) 56,4±3,55 54,4±3,55 56,0±4.49 58,8±2,08 SR (%) 80,0±0,00 85,0±21,21 90,0±0,00 85,0±7,07 1. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0.05)

2. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata + simpangan baku.

4.2 Pembahasan

Kualitas pakan yang baik serta didukung ketersediaan bahan baku pakan secara kontinu sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi ikan yang akan digunakan dalam pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan (Millamena et al., 2002). Apabila energi yang terkandung dalam pakan tinggi, maka jumlah pakan yang dikonsumsi ikan relatif rendah. Sebaliknya, jika energi pakan rendah, maka jumlah konsumsi pakan akan meningkat. Efektivitas suatu formulasi pakan berdasarkan energi yang dapat dicerna dan kandungan nutrisi dapat dievaluasi melalui pertambahan bobot, efisiensi pakan atau konversi pakan, dan komposisi tubuh ikan (Watanabe, 1988). Nilai retensi protein dan lemak sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas protein dan lemak yang tersedia di dalam pakan.

Tepung elot merupakan produk sampingan dari pembuatan tapioka. Tepung ini memiliki karakter yang hampir sama dengan tepung tapioka, akan tetapi kualitasnya kurang bagus sehingga tepung ini juga sering disebut sebagai lindur atau pati yang kualitasnya kurang bagus (Anonim, 2004). Dikatakan kualitasnya kurang

(26)

bagus karena tidak seperti tepung tapioka yang berwarna putih, tepung elot memiliki warna agak kekuningan yang disebabkan masih tersisanya campuran getah singkong pada tepung ini. Akan tetapi, tepung elot masih mengandung karbohidrat (pati) sebesar 80,72% yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber energi. Oleh karena itu, tepung ini masih memiliki potensi yang sama dengan tepung tapioka sebagai sumber karbohidrat dalam pakan.

Eliasson (2004) menyebutkan bahwa tepung elot memiliki rasio amilosa dan amilopektin sebesar 17/83, rendahnya rasio amilosa menyebabkan kecernaan bahan tersebut rendah. Salah satu usaha untuk mengatasi kecernaan karbohidrat yang rendah adalah penggunaan enzim digestif. Enzim digestif yang dapat digunakan adalah Digestive Enzyme 610F, enzim ini dapat menghilangkan toksin, meningkatkan bioavailabilitas pakan, meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup serta aman bagi lingkungan.

Pemeliharaan ikan selama 60 hari memperlihatkan bahwa penggunaan tepung elot hingga kadar 10% yang dikombinasikan dengan enzim digestif menurunkan laju pertumbuhan spesifik ikan nila (Tabel 5). Subtitusi tepung jagung dengan tepung elot, dimana bertambahnya tepung elot dalam pakan diiringi penurunan presentase tepung jagung ternyata cenderung menurunkan nilai energi dalam pakan (Tabel 4). Nilai energi pakan yang cenderung menurun diduga menyebabkan laju pertumbuhan spesifik ikan nila menjadi menurun. Hal ini sejalan dengan pernyataan NRC (1993), pertumbuhan ikan sangat tergantung kepada pasokan energi dalam pakan dan pembelanjaan energi. Pasokan energi yang berfluktuasi berpengaruh terhadap besarnya energi yang dikonsumsi oleh ikan sehingga menyebabkan adanya peningkatan dan penurunan pertumbuhan.

Hasil pengujian selama 60 hari pemeliharaan menunjukkan bahwa adanya penambahan kombinasi tepung elot dengan enzim digestif dalam pakan tidak menyebabkan adanya pengaruh yang berbeda nyata pada kecernaan pakan total. Nilai kecernaan pakan dari masing-masing pakan perlakuan juga tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 54,4 – 58,8 %. Hal inilah yang menyebabkan efisiensi pakan pada masing-masing perlakuan menjadi tidak berbeda nyata. Efisiensi pakan berkisar

(27)

antara 61.86 - 71.21%. selain itu masing-masing pakan uji memiliki nilai nutrisi seperti protein, lemak, BETN, dan kandungan energi pakan (gross energy) yang relatif sama (Tabel 4).

Pada Tabel 5 terlihat bahwa nilai konsumsi pakan antar perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, hal ini diduga dipengaruhi palatibilitas dari pakan. Penambahan tepung elot yang dikombinasikan dengan enzim diduga dapat meningkatkan palatabilitas ikan terhadap pakan sehingga menyebabkan jumlah konsumsi pakan relatif sama antar perlakuan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widy (2009) yaitu pakan dengan campuran enzim dapat meningkatkan palatabilitas dari ikan, dimana palatabilitas ini terkait dengan atraktan yang dapat meningkatkan nafsu makan ikan.

Retensi protein menggambarkan banyaknya jumlah protein pakan yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh ikan untuk membangun dan memperbaiki sel tubuh yang rusak, serta metabolisme harian (Halver, 1989). Hasil pengujian terhadap retensi protein dari keempat jenis pakan uji menunjukkan bahwa penambahan tepung elot 5-10% yang dikombinasikan dengan enzim digestif 0,05-0,1% tidak memberikan pengaruh terhadap retensi protein dari ikan uji. Hal ini dikarenakan nilai kecernaan dari keempat pakan perlakuan memiliki nilai yang relatif sama.

Nilai retensi lemak menggambarkan presentase lemak yang dapat disimpan dalam tubuh ikan. Pemeliharaan ikan selama 60 hari memperlihatkan bahwa penambahan tepung elot pada kadar 5-10% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap retensi lemak. Retensi lemak menurun seiring bertambahnya tepung elot di dalam pakan, penambahan tepung elot pada kadar 5-10% diiringi dengan berkurangnya presentase jagung dalam pakan. Rasio amilosa dan amilopektin pada jagung sebesar 28/72 lebih besar dibandingkan tepung elot 17/83 menyebabkan pemecahan pati menjadi glukosa lebih banyak terjadi pada pakan yang memiliki presentase jagung lebih banyak. Hal ini menyebakan pada pakan yang memiliki presentase jagung yang lebih besar dengan kadar tepung elot 5% kadar glukosa darah meningkat, peningkatan glukosa darah memungkinkan terjadinya proses lipogenesis (pembentukan lemak) dalam tubuh. Brauge et al., 1994 dalam Usman (2002)

(28)

menyatakan proses biokonversi karbohidrat terjadi bila kadar glukosa dalam darah meningkat, sehingga glukosa tersebut akan diubah menjadi glikogen yang disimpan di hati dan otot. Kemampuan hati dan otot menyimpan glikogen sangat terbatas, sehingga bila glukosa darah masih tinggi maka selanjutnya terjadi proses lipogenesis (pembentukan lemak). Selain itu penambahan tepung elot 5-10% cenderung menurunkan kadar lemak pakan (Tabel 4). Hasibuan (2007) menyatakan retensi lemak dipengaruhi oleh kadar lemak dalam pakan.

Kemampuan dalam mengelola pakan sangat menentukan keberhasilan meningkatkan keuntungan budidaya karena biaya pakan dapat mencapai 70%. Dengan menekan penambahan biaya pakan untuk menghasilkan biomassa tiap kilogram daging ikan, maka akan dapat meningkatkan keuntungan usaha. Pada Lampiran 8, dapat dilihat bahwa penggunaan 5% tepung elot dengan enzim 0,1 dalam formulasi pakan, memiliki penambahan biaya (gain cost) yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan penambahan biaya perlakuan pakan lainnya untuk menghasilkan tiap kilogram daging ikan. Perlakuan pakan C (Elot5%+Ez0,1%) menghasilkan gain cost yang lebih rendah yaitu sebesar Rp 9995. Dengan demikian, berdasarkan evaluasi ekonomi penggunaan pakan dengan perlakuan pakan C (Elot5%+Ez0,1%) dalam formulasi pakan lebih menguntungkan.

(29)

V. SIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi biologi, perlakuan pakan A dan C, yakni penambahan tepung elot 5% dan enzim digestif masing-masing 0,05 dan 0,1%, memberikan pengaruh yang paling baik terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan nila. Namun secara evaluasi ekonomi, penggunaan pakan perlakuan C lebih menguntungkan, karena kebutuhan biaya pakan untuk produksi tiap kg ikan paling rendah. Dengan demikian perlakuan pakan C merupakan perlakuan terbaik karena memiliki nilai tertinggi, baik dari aspek biologi maupun ekonomi

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 1992. Fisiologi Ikan (Pencernaan). Bogor : Institut Pertanian Bogor, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.

Anonim. 2004. Pengolahan dan Penanganan Limbah Tapioka. Forum Tani Kelopas. (http://forumtani.kelopas.com/viewtopic.php ?p=22&sid= 30d2 c1b8b911deb227b2e947e96cc9a|). [Juli 2009]

Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company, New York.

Broody, Tom. 1999. Nutritional Biochemistry Second Edition. Academic Press. San Diego USA.

Cho, C. Y. and Watanabe, T. 1983. Fin fish Nutrition in Asia. Methodological Approach to Research and Development. 154 pp.

Chou, B. S. dan Shiau, S. Y. 1996. Optimal Dietary Lipid Level for growth of Juvenile Hybrid Tilapia Oreochromis niloticus X Oreochromis aureus in Nutrient Requirement and Feeding of Fin Fish for Aquaculture. CABI Publishing. New York.

Cruz-Suarez, L. E., D. Ricque-Marie, J. D. Pinal-Marcilla dan P. Wesche-Ebelling. 1994. Effect of Different Carbohydrate Source on The Growth of Penaeus vannamei : economical impact. Aquaculture, 123: 349 – 360.

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta

Elliasson, A. C. 2004. Starch in Food. Woodhead Publishing in Food Science and Technology. England. 605pp.

Fitzsimmons, K. 1997. Introduction to Tilapia Nutrition in Tilapia Aquaculture. Proceeding from The Fourth International Symposium on Tilapia Aquaculture. Orlando, Florida vol (1) : 9 – 12.

Halver, J. E. 1989. Fish Nutrition. Academic Press, Inc. California.

Hasibuan, R. D. 2007. Penggunaan Meat Bone Meal (MBM) Sebagai Bahan Substitusi Tepung Ikan Dalam Pakan Ikan Patin Pangasius sp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor.

(31)

Hepher, B. 1990. Nutrition of Pond Fishes. New York : Cambridge, Cambridge University Press.

Huisman, E. A. 1987. Principles of Fish Production. Department of Fish Culture and Fisheries Wageningen Agricultural University.

Kordi, M. G. H. dan Tancung, A. B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta.

Lehninger, A. L. 1993. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Alih Bahasa Maggy Thena Widjaja. Erlangga: Jakarta. 369 hal.

Lovell, T. 1988. Nutrition and Feeding of Fish. Auburn University. Published by Van Nostrand Reinhold, New York. 260 pp.

Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding Of Fish. An A VI Book Published by Van Nostrand Reinhold, New York.

Millamena, Oseni M.. 2002. Introduction to Nutrition in Tropical Aquaculture. Dalam Nutriotion InTropical Aquac. Southeast Asian Fisheries Development Center. Tigbauanm Iloilo, Philippines.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Murtidjo, B. A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius : Yogyakarta.

National Research Council (NRC). 1993. Nutrient Requirements of Fish. Washington DC : National Academy of Sciences.

Soetanto, N. E. 2008. Tepung Cassava dan Olahannya. Kanisius : Yogyakarta. http://books.google.co.id/books?id=eESlFL20XsQC&pg= PA12&dq=tepung +gaplek&lr=&ei=y5UDS7ahF5nUkgSSltXnDg&client=firefox-a#v=onepage &q=nutrisi%20komposisi%20tepung%2 0gaplek &f=false). [november 2009]

Sunaryanto, R. Irawadi, T. T. Suryani, A. Marasabesy, A. 2001. Pengaruh Kadar Air Awal dan Campuran Dedak : Tapioka Terhadap Produktivitas Enzim Glukoaminnase. Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Tangerang.

Steffens, W. 1989. Principles of fish nutrition. Halsted Press: a division of John Wiley & Sons. New York. 384 pp.

Stickney, RR. & Shumway, SE. 1974. Occurrence of cellulose activity in the stomachs. Journal of Fish Biology 6, 779-790.

(32)

Stickney, R. R. 1993. Culture of Non Salmonid Freshwater Fishes. Second Edition. CRC Press Inc. Florida.

Suryani, Asri. 2001. Pengaruh Pemasakan Tepung Singkong sebagai Sumber Karbohidrat Terhadap Kecernaan dan Efisiensi Pakan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor.

Tangendjaja, B. dan S. Rachmawati. 2006. Mycotoxin levels in corn and feed collected from Indonesian feedmills. Proc. ISTAP IV, Jogyakarta.

Tyler, P. and Calow, P. 1985. Fish Energetics. Baltimore. MD : The John Hopkins University Press.

Usman.2002. Pengaruh Jenis Karbohidrat Terhadap Kecernaan Nutrien Pakan, Kadar Glukosa Darah, Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Yuwana Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Biosciences. Tokyo University of Fisheries. JICA. 233 pp.

Webster, C. C, Lim. 2002. Nutrient Requirement and Feeding of Fin fish for Aquaculture. CABI Publishing. UK.

Widy, W. 2009. Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila Oreochromis niloticus yang Diberi Berbagai Dosis Enzim Cairan Rumen pada Pakan Berbasis Daun Lamtorogung Leucaena leucocephala. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor.

Yurisaputra, Otto. 1997. Toksisitas Limbah Cair Tapioka Terhadap Kelangsungan Hidup Limnodrilus (oligochaeta : Tubificae). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor.

Zonneveld N., Huisman L. A. and Boon J. H. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(33)
(34)

Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat (Takeuchi, 1988) Lampiran 1.1. Prosedur analisis kadar air

Kadar Air =

1

 2 100% A

X A X

Lampiran 1.2 Prosedur analisis kadar serat kasar

Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 O C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan timbang (X1)

Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

lalu dimasukkan ke dalam cawan

Cawan dan bahan dipanaskan selama 4 jam pada suhu 105-110 OC, didinginkan dan ditimbang (X2)

Bahan ditimbang 0,5 gram (A)

lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N lalu

dipanaskan di atas hotplate

Setelah 30 menit ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N lalu dipanaskan kembali selama 30 menit

Kertas saring dipanaskan pada labu Buchner yang telah terhubung dengan vacumm pump

Kertas saring dipanaskan dalam oven, dinginkan, dan ditimbang (X1)

Dilakukan penyaringan larutan bahan dengan pembilasan secara berurutan sebagai berikut :

1. 50 ml air panas 2. 50 ml H2SO4 0,3 N

3. 50 ml air panas 4. 25 ml Aceton

Kertas saring hasil penyaringan dimasukkan ke dalam cawan porselin

Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 oC selama

1 jam lalu didinginkan

Dipanaskan pada suhu 105-110 oC selama 1 jam, didinginkan, dan ditimbang (X2)

Dianaskan dalam tanur pada suhu 600 oC hingga berwarna putih, didinginkan, dan ditimbang (X3)

(35)

Kadar Serat Kasar =

2  1 3

100% A

X X X

Lampiran 1.3. Prosedur analisis kadar protein

Tahap oksidasi Tahap destruksi Tahap titrasi Kadar protein = 0.0007

6.25 20 100% * * *      A Vs Vb Keterangan :

Vb = ml 0.05 N titran NaOH untuk blanko Vs = ml 0.05 N titran NaOH untuk sampel A = bobot sampel (gram)

Bahan ditimbang 0,5 gram (A) Katalis ditimbang 3 gram H2SO4 pekat 10 ml

Dimasukkan dalam Labu Kjedhal dan dipanaskan hingga berwarna hijau bening, didinginkan, dan diencerkan hingga volume 100 ml

5 ml larutan hasil oksidasi dimasukkan ke dalam labu destilasi

10 ml H2SO4 0,05 N 2-3 tetes indikator Phenolpthalein

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Didestruksi selama 10 menit dari tetesan pertama

BLANKO

SAMPLE

Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N

Dititrasi hingga 1 tetes setelah larutan menjadi bening

(36)

* = setiap ml 0.05 NaOH ekivalen dengan 0.0007 gram N ** = Faktor Nitrogen

Lampiran1.4. Prosedur analisis kadar lemak

Kadar lemak = 2  1 100% A

X X

Lampiran 1.5. Prosedur analisis kadar abu

Kadar abu =

2 1

100%

A X X

Labu dipanaskan pada suhu 104-110 O C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)

Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

lalu dimasukkan ke dalam selongsong

Labu dipanaskan di atas hotplate hingga larutan perendam selongsong dalam Sochlet berwarna bening

Dimasukkan ke dalam tabung Sochlet dan beri 100-150 ml N-Hexan hingga selongsong terendam. Sisa N-Hexan dimasukkan ke dalam labu

Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 menit, didinginkan, lalu ditimbang (X2)

Cawan dipanaskan pada suhu 105-110 O C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)

Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

lalu dimasukkan ke dalam cawan

Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 600 OC, didinginkan dan ditimbang (X2)

(37)

Lampiran 2. Prosedur analisis Cr2O3 (Takeuchi, 1988)

Persamaan hubungan Cr2O3 dengan absorbansi adalah sebagai berikut: y = 0,2089x + 0,0032 Keterangan: x = Cr2O3 (mg) y = nilai absorbansi didinginkan Didinginkan Bahan ditimbang 0,1 gram

Dimasukkan dalam Labu Kjedhal

Ditambahkan 5 ml HNO3

Dipanaskan hingga larutan tersisa ± 1 ml

Diencerkan hingga volume 100 ml Dipanaskan kembali hingga berwarna jingga

Ditambahkan 3 ml HClO4

Diukur nilai absorban bahan dengan spektrofotometer λ = 350 nm (Y)

(38)

Lampiran 3. Jumlah konsumsi pakan, Survival rate, Laju pertumbuhan spesifik, Efisiensi Pakan

Parameter Ulangan Perlakuan

A (E 5 & Ez 0.05) B (E 10 & Ez 0.05) C (E 5 & Ez 0.1) D (E 10 & Ez 0.1) Biomassa ikan awal (g) 1 80.44 82.79 80.26 81.64 2 80.52 79.84 81.03 81.15 80.48±0.06 81.32±2.09 80.65±0.55 81.40±0.35 Biomassa ikan akhir (g) 1 531.3 560.68 595.41 474.83 2 540.79 405.96 573.86 581.98 536.05±6.71 483.32±109.40 584.64±15.24 528.41±75.77 Pakan Ikan : Jumlah Konsumsi pakan (g) 1 727.63 783.1 767.56 621.83 2 813.96 719.34 781.16 825.23 Rata-rata JKP 770.80 ± 61.04 751.22 ± 45.09 774.36 ± 9.62 723.53 ± 143.83 SR (%) 1 80 100 90 80 2 80 70 90 90 Rata-rata SR 80 ± 0.00 85 ± 21.21 90 ± 0.00 85 ± 7.07 Laju Pertumbuhan Spesifik 1 3.58 3.24 3.58 3.36 2 3.61 3.36 3.5 3.52 Rata-rata LPS 3.60 ± 0.02 3.30 ± 0.09 3.54 ± 0.06 3.44 ± 0.11 EP (%) 1 69.23 61.03 72.69 72.8 2 64.46 62.69 69.72 68.43 Rata-rata EP 66.85 ± 3.37 61.86 ± 1.17 71.21 ± 2.10 70.62 ± 3.09

Lampiran 4. Kecernaan total ikan nila

Pakan Uji Ulangan

Cr2O3 Cr2O3 Kecernaan

Pakan (%) Feses (%) Total (%)

A 1 0.6 1.44 58.36 (E5+Ez0,05) 2 0.6 1.29 53.39 B 1 0.6 1.21 50.49 (E10+Ez0,05) 2 0.6 1.4 57.24 C 1 0.6 1.43 57.95 (E5+Ez0,1) 2 0.6 1.27 52.81 D 1 0.6 1.38 56.59 (E10+Ez0,1) 2 0.6 1.48 59.49

(39)

Lampiran 5. Retensi protein kannila

Parameter (kering) Ulangan

Perlakuan

A(E5+Ez0.05) B(E10+Ez0.05) C( E5+Ez0.1) D(E10+Ez0.1)

Bobot ikan awal (g) 1 18.47 19.01 18.43 18.75

2 18.49 18.33 18.61 18.63

Bobot ikan akhir (g) 1 185.37 59.48 183.11 153.11

2 184.62 162.35 194.07 202.67

Protein Ikan :

kadar protein tubuh awal % 1 54.00 54.00 54.00 54.00

2 54.00 54.00 54.00 54.00

kadar protein tubuh akhir % 1 56.30 57.86 56.96 57.14

2 55.25 57.34 56.13 56.58

Protein tubuh total awal (g) 1 9.97 10.26 9.95 10.12

2 9.98 9.90 10.05 10.06

protein tubuh total akhir (g) 1 104.36 92.27 104.30 87.49

2 102.00 93.09 108.94 114.66

Jumlah protein 1 94.39 82.01 94.35 77.37

disimpan dalam tubuh 2 92.01 83.20 98.89 104.60

Pakan Ikan :

Konsumsi pakan (g) 1 651.88 706.51 689.12 560.52

2 729.23 648.99 701.33 743.86

Kadar protein Pakan (%) 1 34.76 34.92 35.06 35.03

2 34.76 34.92 35.06 35.03

Jumlah protein Pakan 1 226.59 246.71 241.61 196.35 yang dikonsumsi ikan (g) 2 253.48 226.63 245.89 260.57

Retensi protein(%) 1 41.66 33.24 39.05 39.40

2 36.30 36.71 40.22 40.14

Rata-rata 38.98 34.98 39.63 39.77

(40)

Lampiran 6. Retensi Lemak

Parameter (kering) Ulangan

Perlakuan

A(E5+Ez0.05) B(E10+Ez0.05) C( E5+Ez0.1) D(E10+Ez0.1)

Bobot ikan awal (g) 1 18.47 19.01 18.43 18.75

2 18.49 18.33 18.61 18.63

Bobot ikan akhir (g) 1 185.37 159.48 183.11 153.11

2 184.62 162.35 194.07 202.67

Lemak Ikan :

kadar Lemak tubuh awal % 1 8.69 8.69 8.69 8.69

2 8.69 8.69 8.69 8.69

kadar Lemak tubuh akhir % 1 23.55 22.36 23.66 19.15

2 26.13 21.94 21.77 21.91

Lemak tubuh total awal (g) 1 1.60 1.65 1.60 1.63

2 1.61 1.59 1.62 1.62

Lemak tubuh total akhir (g) 1 43.65 35.66 43.32 29.32

2 48.23 35.62 42.25 44.41

Jumlah Lemak 1 42.05 34.01 41.72 27.70

disimpan dalam tubuh 2 46.63 34.02 40.63 42.79

Pakan Ikan :

Konsumsi pakan (g) 1 651.88 706.51 689.12 560.52

2 729.23 648.99 701.33 743.86

Kadar Lemak Pakan (%) 1 6.06 5.93 6.19 6.02

2 6.06 5.93 6.19 6.02

Jumlah Lemak Pakan 1 39.50 41.90 42.66 33.74

yang dikonsumsi ikan (g) 2 44.19 38.49 43.41 44.78

Retensi Lemak (%) 1 106.44 81.17 97.81 82.08

2 105.51 88.41 93.60 95.55

Rata-rata 105.98 84.79 95.71 88.81

(41)

Lampiran 7. Hasil analisis statistik survival rate (SR), jumlah konsumsi pakan (JKP), efisiensi pakan (EP), laju pertumbuhan spesifik (LPS), retensi protein, dan retensi lemak dan kecernaan total pakan pada ikan nila

Survival Rate

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F enzim 1 50.00000000 50.00000000 0.40 0.5614 elot 1 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000 enzim*elot 1 50.00000000 50.00000000 0.40 0.5614

Jumlah Konsumsi Pakan

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F enzim 1 2661.216012 2661.216012 1.58 0.2777 elot 1 4943.659613 4943.659613 2.93 0.1623 enzim*elot 1 123.952513 123.952513 0.07 0.7999

Laju Pertumbuhan Spesifik

Sourc DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

enzim 1 0.00349559 0.00349559 0.60 0.4827 elot 1 0.07721912 0.07721912 13.20 0.0221 enzim*elot 1 0.01963128 0.01963128 3.36 0.1409

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for LPS

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.00585

Number of Means 2 Critical Range .1502

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N elot

A 3.56668 4 5 B 3.37019 4 10

Efisiensi Pakan

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

enzim 1 16.55897377 16.55897377 1.02 0.3697 elot 1 0.17525733 0.17525733 0.01 0.9223 enzim*elot 1 0.17525733 0.17525733 0.01 0.9223

(42)

Retensi Protein

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

enzim 1 14.85125000 14.85125000 2.78 0.1706 elot 1 7.48845000 7.48845000 1.40 0.3017 enzim*elot 1 8.56980000 8.56980000 1.61 0.2738 Retensi Lemak

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

enzim 1 19.5000125 19.5000125 0.62 0.4758 elot 1 394.1028125 394.1028125 12.49 0.0241 enzim*elot 1 102.1735125 102.1735125 3.24 0.1463

The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for RL

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 31.55594

Number of Means 2 Critical Range 11.03

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N elot

A 100.840 4 5 B 86.803 4 10 Kecernaan Total

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

enzim 1 6.77120000 6.77120000 0.52 0.5125 elot 1 0.21125000 0.21125000 0.02 0.9052 enzim*elot 1 10.90445000 10.90445000 0.83 0.4138

Lampiran 8. Gain Cost Pakan

(43)

A (E 5 & Ez 0.05) B (E 10 & Ez 0.05) C (E 5 & Ez 0.1) D (E 10 & Ez 0.1) Harga pakan 7212 7117 7212 7117 (Rp/kg) Efisiensi pakan (%) 68.03 61.86 71.21 70.61 Biaya produksi 10461 11465 9995 10043 ikan/kg (Rp)

Gambar

Gambar 1. Skema Proses Pengolahan Tapioka   (Partoatmodjo, 1984 dalam Yurisaputra, 1997)
Tabel 3.  Komposisi Pakan Perlakuan
Tabel  5.  Jumlah  konsumsi  pakan  (JKP),  laju  pertumbuhan  spesifik  (LPS),  efisiensi  pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan survival rate (SR),  kecernaan total ikan nila selama pemeliharaan 60 hari

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh Subhanahu Wata Ala oleh karena segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi dengan judul:

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Alhamdulillah hirabbil „alamin, puji syukur penulis ucapkan atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya Allah Subhanahu wa Ta‟ala, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta‟ala, yang telah melimpahkan berkah, rahmat, taufik, hidayah dan juga inayah- Nya sehingga penulis

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Aktivitas