BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemimpinan
1. Pengertian pemimpin
Pemimpin dianggap sebagai sesuatu yang unik, dimiliki seseorang ketika ia dilahirkan atau karena seseorang tersebut mempunyai bakat untuk itu. Sampai saat ini pembahasan ilmiah mengenai kepemimpinan masih layak untuk diperdebatkan atau dibahas. Kepemimpinan juga membutuhkan banyak pengetahuan dan latihan kedisiplinan. Pemimpin hadir untuk menggerakkan para pengikut agar mereka mau mengikuti atau menjalankan apa yang diperintahkan atau dikehendaki oleh pemimpin (Sutikno, 2014).
Al Qur’an secara implisit menyebutkan kepemimpinan identik dengan istilah ulil amri yang sama maknanya dengan kata amir. Ulil amri berarti pemimpin tertinggi dalam masyarakat Islam. Dijelaskan dalam di Surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Fairchild dalam Kartono (2010) mengemukakan bahwa pemimpin dalam pengertian yang luas adalah seseorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Pengertian yang terbatas tentang pemimpin yaitu seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. Pemimpin harus benar-benar menjadi teladan dan tempat bercermin bagi orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang benar-benar dikatakan sebagai pemimpin setidaknya memiliki beberapa kriteria untuk menjadi seorang pemimpin.
2. Kriteria Pemimpin
Sutikno (2014) menjelaskan kriteria seorang pemimpin, yaitu : a. Memiliki pengikut
Memiliki pengikut merupakan sebuah kemutlakan bagi seorang pemimpin. Keberadaan pengikut menjadi salah satu bukti eksisnya suatu proses kepemimpinan dalam sebuah organisasi.
b. Memiliki kekuasaan
Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas, legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
c. Memiliki kemampuan
Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau keterampilan teknis dan sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa. Pemimpin harus memiliki
kemampuan untuk memimpin dan menjadi teladan bagi para pengikutnya.
3. Pengertian kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan faktor terpenting dalam organisasi. Sutikno (2014) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan.
Masalah kepemimpinan tidak terbatas pada organisasi atau lembaga tertentu. Kepemimpinan juga tidak hanya menjadi milik atau monopoli seseorang yang menyandang predikat sebagai kepala atau manajer dalam suatu perusahaan atau kantor. Kepemimpinan dapat dipergunakan oleh setiap orang dalam segala situasi dan segala tingkatan dalam organisasi. Hal ini berarti setiap pimpinan tertinggi sampai terendah diharapkan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi para bawahannya. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan efektif harus dijalankan sesuai dengan fungsinya.
4. Fungsi Kepemimpinan
Sutikno (2014) menjelaskan bahwa kepemimpinan yang efektif harus dipelajari dan diraih. Upaya untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka kepemimpinan tersebut harus dijalankan sesuai fungsinya. Secara operasional kepemimpinan dapat dbedakan menjadi lima fungsi pokok yaitu :
a. Fungsi instruktif
Fungsi instruktif ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa,
bagaimana, bilamana dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
b. Fungsi konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan apabila pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
c. Fungsi partisipasi
Pemimpin dalam hal ini berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.
d. Fungsi delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang atau menetapkan keputusan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi diwujudkan pemimpin untuk kemajuan dan perkembangan organisasinya tidak mungkin dijalankan pemimpin sendiri.
e. Fungsi pengendalian
Kepemimpinan yang sukses harus mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
5. Keterampilan Yang Harus Dimiliki Oleh Pemimpin
Robert katz dalam Veitzhal Rivai (2004) mengidentifikasi tiga keterampilan pemimpin yang mutlak diperlukan yaitu teknis, manusiawi, dan konseptual.
a. Keterampilan teknis, meliputi keterampilan mengaplikasikan pengetahuan khusus atau keahlian spesialisasi
b. Keterampilan manusiawi, dapat dipahami sebagai keterampilan bekerjasama, memahami dan memotivasi orang lain, baik perorangan maupun kelompok banyak orang secara teknis cakap, tetapi antarpribadi tidak kompeten.
c. Keterampilan konseptual, artinya pemimpin mempunyai keterampilan mental untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang rumit. Misalnya pengambilan keputusan, identifikasi alternatif masalah, mengoreksi, dan memilih alternatif yang paling tepat.
Upaya pemimpin untuk menggerakkan dan memotivasi bawahan agar melakukan tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan, pemimpin sendiri memiliki beberapa tipe kepemimpinan yang berbeda-beda.
6. Tipe kepemimpinan
White dan Lippit dalam Harbani (2008), mengemukakan tiga gaya kepemimpinan, yaitu :
a. Kepemimpinan Otokratis
Ciri khas tipe kepemimpinan ini yaitu pemimpin menentukan sendiri policy atau aturan. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya. Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka inginkan dan cenderung mengekspresikan kebutuhan- kebutuhan tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan. Pada kepemimpinan otokratis ini terdapat adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan pribadinya.
1) Keputusan dapat diambil secara tepat.
2) Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif, bergantung pada atasan kerja, dan kurang kecakapan.
3) Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin.
Kelemahannya adalah :
1) Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut.
2) Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahannya tersebut.
3) Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
4) Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan saja.
b. Kepemimpinan Demokrasi (Demokratis).
Gaya kepemimpinan demokrasi ini dapat diartikan bahwa pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Pemimpin mencoba mengutamakan human relation (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar.
Keunggulan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
1) Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk mengadakan kontrol terhadap supervisor.
2) Merasa lebih bertanggungjawab dalam menjalankan pekerjaan.
3) Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi memungkinkan.
4) Ada kesempatan/waktu yang diberikan pemimpin untuk mengisi kebutuhan pribadi bawahannya.
5) Lebih matang dan bertanggungjawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi.
Kelemahannya adalah :
1) Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi. 2) Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil
keputusan.
3) Memberikan persyaratan tingkat "skilled" (kepandaian) yang relatif tinggi bagi pimpinan.
4) Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena jika tidak dapat menimbulkan perselisihan.
c. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya kepemimpinan ini sering juga disebut gaya kendali bebas. yaitu suatu tugas/pekerjaan disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi. Pemimpin melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya karena meletakkan tanggung jawab dan keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya. Pemimpin hanya sedikit atau hampir tidak sama sekali dalam memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya.
1) Bawahan dapat mengembangkan kemampuannya serta daya kreativitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab.
2) Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih cepat.
Kelemahannya adalah :
1) Apabila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah tindakan dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman.
2) Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan tepisah dari bawahan.
3) Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.
Era globalisasi menuntut kehidupan manusia mengalami perubahan fundamental yang yang berbeda dengan tata kehidupan abad sebelumnya. Perubahan besar dan mendasar tersebut menuntut penanganan yang berbeda dengan sebelumnya, termasuk di bidang kepemimpinan. Banyak studi mengenai kemampuan kepemimpinan (leadership skills) yang dibahas dar berbagai perspektif oleh peneliti. Beberapa model kepemimpinan telah dirumuskan sesuai dengan karakter dan perspektif yang berbeda.
7. Model kepemimpinan
a. Model watak kepemimpinan (traits model of leadership)
Model watak kepemimpinan merupakan satu diantara beberapa model kepemimpinan yang kita kenal. Umumnya, studi tentang
kepemimpinan pada awalnya meneliti tentang watak individu yang melekat pada pemimpin. Bass dalam Sutikno (2014).
Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil studi yang lain. Watak pribadi bukanlah faktor yang dominan dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin.
b. Model transaksional
Kepemimpinan transaksional menurut Komariah & Triatna (2004) adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan. Pemimpin adalah seorang yang mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Yukl (2013), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin memberikan sesuatu yang diinginkan bawahan untuk ditukar dengan sesuatu yang diingikan oleh pemimpin. Burns dalam Yukl (2013) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut.
Robbins (2006) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.
Pengertian tersebut diringkas secara sederhana yaitu kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan dengan cara yang digunakan seorang pemimpin dalam menggerakkan anggotanya dengan menawarkan imbalan terhadap kontribusi yang diberikan oleh anggota kepada organisasi.
1) Pengadaan imbalan, pemimpin menggunakan serangkaian imbalan untuk memotivasi para anggotanya, imbalannya berupa kebutuhan tingkat fisiologis (maslow).
2) Eksepsi/pengecualian, dimana pemimpin akan memberi tindakan koreksi atau pembatalan imbalan atau sanksi apabila anggota gagal mencapai sasaran prestasi yang ditetapkan. Karakteristik pemimpin transaksionalis :
1) Mengetahui keinginan bawahan
2) Terampil memberikan imbalan atau janji yang tepat 3) Responsif terhadap kepentingan bawahan
c. Model kepemimpinan situasional
Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya bukan lagi watak kepribadian seorang pemimpin.Model ini menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya.
d. Model pemimpin yang efektif
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku pemimpin yang efektif. Tingkah laku pemimpin dikategorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan dan konsiderasi.
1) Dimensi struktur kelembagaan mengambarkan sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan
kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha pemimpin mencapai tujuan organisasi.
2) Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan. Misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja, dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi.
e. Model kepemimpinan visioner
Visi selalu berhubungan dengan masa depan, dan merupakan awal masa depan yang dicita-citakan. Visi merupakan sebuah gagasan atau gambaran terhadap masa depan yang lebih baik bagi organisasi. Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin untuk mencetuskan ide atau gagasan suatu visi selanjutnya melalui dialog yang kritis dengan unsur pimpinan lainnya merumuskan masa depan organisasi yang dicita-citakan yang harus dicapai melalui komitmen semua anggota organisasi melalui proses sosialisasi transformasi, implementasi gagasan-gagasan ideal oleh pemimpin organisasi (Rifai,2013).
f. Contingency model / model kepemimpinan kontingensi
Model kepemimpinan kontingensi memfokuskan lebih luas pada aspek-aspek yang berkaitan antara kondisi atau kondisi variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin.
g. Kepemimpinan transfomasional
Bass dan Riggio (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan harus dapat menggugah perasaan pengikut dengan kesadaran
sendiri untuk menumbuhkan komitmen dan keterlibatannya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Hal inilah yang membedakan kepemimpinan transformasional dan transaksional, dimana kepemimpinan transformasional mengandalkan cara-cara yang disebut dengan transactional exchange.
Kepemimpinan transformasional menurut Bass dan Riggio (2006) merupakan suatu kelanjutan dari kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional menekankan pada proses transaksi atau pertukaran (exchange) yang terjadi di antara pemimpin, kolega, dan bawahan. Transaksi atas dasar diskusi atau tawar menawar sesuai dengan tuntutan kebutuhan pihak-pihak yang terlibat, seperti tawaran reward yang dapat diterima dan memenuhi persyaratan yang disepakati.
Kepemimpinan transformasional berupaya membangun semangat bawahan atau pengikutnya (inspiring followers) untuk commited dalam menciptakan visi bersama dan tujuan bersama suatu organisasi ataupun unit kerja. Selanjutnya, menantang mereka untuk dapat menjadi innovative problem solver, dan developing follower leadership capacity melalui coaching dan mentoring. Hubungan antara kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan karismatik (charismatic leadership) adalah bahwa karisma merupakan bagian dari komponen kepemimpinan transformasional.
Ibrahim (2004) membedakan kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transaksional lebih bersifat mengelola atau mengupayakan organisasi mencapai tujuan masa kini secara lebih efisien, sehingga ada jalinan antara kinerja tugas atau jabatan dengan pemberian penghargaan yang bernilai dan meyakinkan pegawai dalam memperoleh sumber daya yang diperlukan agar dapat menyelesaikan tugas dan fungsinya secara baik. Kepemimpinan
transaksional ini lebih fokus pada perilaku pemimpin yang berupaya meningkatkan kinerja dan kepuasan pegawai/karyawannya.
Kest (2006) mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional pada prinsipnya mengalir dari teori-teori kepemimpinan terdahulu, seperti contingency theory, situational theory, dan path-goal theory. Teori-teori tersebut tujuan dan tugas-tugasnya ditetapkan oleh pemimpin dalam rangka menjalankan tugas yang harus diselesaikan dan bawahan dimotivasi atas dasar penghargaan dan hukuman (rewards and punishments), dan dengan jaringan komando yang jelas. Kelemahan utama pendekatan ini, dianggap kaku dan hanya cocok untuk waktu yang singkat dan tugas-tugas khusus.
Kepemimpinan transformasional bersifat mengubah, yaitu mengubah budaya dan strategi organisasi menjadi lebih sehat dan memiliki interaksi yang baik dengan lingkungan. Pemimpin transformasional merupakan agen perubahan yang memberi energi dan membimbing karyawan menuju serangkaian nilai dan perilaku yang baru di dalam organisasi. (Amin Ibrahim, 2004)
Kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin cenderung memberikan motivasi kepada bawahan untuk bekerja lebih baik serta menitikberatkan pada perilaku untuk membantu transformasi antara individu dengan organisasi (Yukl, 2013).
Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut, oleh karena itu, ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
1) Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha.
2) Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok.
3) Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Bernard Bass dalam Boyyet (2006) memberikan identifikasi karakteristik kepemimpinan transformasional menjadi empat komponen yaitu :
1) Idealized influence (pengaruh ideal), dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati, dan sekaligus mempercayainya.
2) Inspirational motivation (motivasi inspirasi), dalam dimensi ini pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan penghargaan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemostrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu mengunggah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan antusiasme dan optimisme.
3) Intelectual stimulation (stimulasi intelektual), pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahanpermasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
4) Individualized consideration (konsiderasi individu), dalam dimensi ini pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan dan pengembangan karir.
Pemimpin transformasional disini adalah membimbing atau memotivasi pengikutnya kearah tujuan yang telah ditentukan dengan cara menjelaskan ketentuan-ketentuan tentang peran dan tugas. Pemimpin transformasional memberikan pertimbangan bersifat individual, simulasi intelektual, dan memiliki kharisma.
h. Model kepemimpinan spiritual
Kepemimpinan spiritual menurut Tobroni (2010) adalah kepemimpinan yang berbasis pada etika religius atau kepemimpinan atas nama Tuhan atau kepemimpinan yang terilhami oleh perilaku etis Tuhan dalam memimpin makhlukNya.
B. Gender
Hingga saat ini, masih terjadi kerancuan mengenai pengertian gender dalam masyarakat. Sebagian masyarakat masih memandang bahwa gender identik dengan perempuan dan karena itu berpendapat bahwa persoalan gender hanya cocok dibahas identik dengan kalangan perempuan saja. Sebagian masyarakat lain memandang bahwa gender sama dengan emansipasi perempuan, yaitu upaya membebaskan perempuan dari ketertindasan laki-laki dan karena itu pejuang gender harus ditentang oleh laki-laki. Sebagian masyarakat yang lain lagi masih merancukan antara pengertian gender dengan jenis kelamin atau seks.
Istilah gender belum ada dalam perbendaharaan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kata gender berasal dari Inggris, gender berarti jenis kelamin (Shadily,2005). Gender dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan perilaku. Gender berbeda dari jenis kelamin biologis karena jenis kelamin biologis merupakan pemberian dan kodrat sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Jalan yang menjadikan kita maskulin atau feminim adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interprestasi biologis oleh kultur kita. Gender mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian,
bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga, dan sebagainya (Mosse, 2007). Pendapat ini sejalan dengan Puspitawati (2012) yang menyatakan bahwa gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati dan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dari satu waktu ke waktu lain, dapat berubah, dan dapat dipertukarkan pada satu manusia ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat.
Tabel 2.1 Perbedaan konsep jenis kelamin (sex)/kodrati dan gender/bukan kodrat beserta contoh-contohnya menurut Puspitawati (2012)
Jenis Kelamin (Seks) Contoh kodrati
Gender Contoh bukan kodrati Peran reproduksi kesehatan berlaku
sepanjang masa.
Peran sosial bergantung pada waktu dan keadaan.
Peran reproduksi kesehatan ditentukan oleh Tuhan atau kodrat.
Peran sosial bukan kodrat Tuhan tapi buatan manusia
Menyangkut perbedaan organ biologis laki-laki dan perempuan khususnya pada bagian alat-alat reproduksi.
Sebagai konsekuensi dari alat-alat reproduksi, maka perempuan mempunyai fungsi reproduksi seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; sedangkan laki-laki mempunyai fungsi membuahi (spermatozoid).
Menyangkut perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan atau hasil bentukan dari masyarakat. Sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan masyarakat, maka pembagian peran laki-laki adalah mencari nafkah dan bekerja di sektor publik, sedangkan peran perempuan di sektor domestik dan bertanggung jawab masalah rumah tangga.
Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan;tidak mungkin peran laki-laki melahirkan dan perempuan membuahi
Peran sosial dapat dipertukarkan. Untuk saat tertentu, bisa saja suami dalam keadaan menganggur tidak mempunyai pekerjaan sehingga tinggal di rumah mengurus rumah tangga, sementara istri
bertukar peran untuk bekerja mencari nafkah bahkan sampai ke luar negeri menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita)
Jenis Kelamin (Seks) Contoh kodrati
Gender Contoh bukan kodrati
Sakit prostat untuk laki-laki Mengangkat beban, memindahkan barang, membetulkan perabot dapur bisa dilakukan laki-laki maupun perempuan
Sakit kanker rahim untuk perempuan Menempuh pendidikan tinggi, menjadi pejabat publik, menjadi dokter, tentara, memilih studi SMK-Teknik, memilih studi memasak dan merias bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Instruksi Presiden (INPRES) R.I. No. 9 tahun 2000 menyebutkan bahwa gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial budaya masyarakat.
Terdapat dua sifat kepemimpinan di ranah publik yaitu sifat maskulin dan feminin dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya sendiri. Feminin secara konvensional dikaitkan dengan perempuan, pemikiran konvensional yang sesuai untuk perempuan atau anak perempuan. Maskulin adalah karakter yang dimiliki laki-laki tradisionil: sifat-sifat atau kualitas tradisionil yang dikaitkan dengan laki-laki atau anak laki-laki daripada dengan perempuan atau anak perempuan (Lisiani,2009).
C. KERANGKA TEORI
Sumber: Bass (2006) dan Mosse (2007) Skema 2.1 Kerangka Teori Gender Maskulin Feminin Kepemimpinan transformasional 1. Cara berfikir terpusat (rasional) 2. Mengandalkan akal untuk menyelesaikan sesuatu 1. Cara berpikir logika (emosional) 2. Memakai perasaan dalam memecahkan masalah
D. KERANGKA KONSEP
Skema 2.2 Kerangka Konsep
E. VARIABEL PENELITIAN
Variabel pada penelitian ini adalah gender dan kepemimpinan transformasional. Peneliti ingin lebih mengetahui apakah ada perbedaan gender pada kepemimpinan transformasional kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di RSUD Kota Semarang.
F. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan penelitian (Sugiyono, 2011). Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: Ada perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terhadap kepemimpinan transformasional kepala ruang yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di RSUD Kota Semarang.
Gender Kepemimpinan