• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Metakognitif - BAB II DYAH RATNA P. MATEMATIKA'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Metakognitif - BAB II DYAH RATNA P. MATEMATIKA'16"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Konseptual

1. Metakognitif

Menurut Flavell (1976) yang dikutip dari Yahaya (2005), menyatakan bahwa metakognisi merujuk pada kesadaran pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan proses kognitifnya. Pendapat lain dari Flavell (1979) yang dikutip dari Hacker (2009) tentang definisi metakognisi yang menyatakan bahwa “konsep dasar metakognisi adalah sebuah pemikiran tentang

pikirannya sendiri, berfikir bisa menjadi apa yang diketahui (pengetahuan metakognitif), apa yang sedang dilakukannya (keterampilan metakognitif), atau apa yang membedakan pemikiran seseorang tentang proses berfikirnya”. Oleh karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berfikir

tentang berfikir, pengetahuan tentang pengetahuan atau bagaimana menggunakannya.

Yahaya (2005) mengemukakan bahwa, “metakognisi menjelaskan

mengapa seseorang dalam berbagai tingkatan umur menyelesaikan tugas mereka dalam berbagai cara”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap

(2)

Lynch Dan Knight (2011), mengatakan bahwa metakognisi berkaitan dengan pembelajaran seseorang yang dapat membuat apa yang seseorang pelajari, bagaimana seseorang belajar dan mengapa seseorang belajar akan menjadi masuk akal. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Desmita (2009) yang menjelaskan bahwa metakognitif merupakan suatu kemampuan dimana individu dapat berdiri di luar kepalanya dan mencoba untuk memamahami cara berfikirnya yang dilakukan dengan melibatkan komponen-komponen perencanaan (fungsional planning), pengontrolan (self- monitoring), dan evaluasi (self-evaluation).

Mevarech (2012) mengatakan bahwa definisi metakognisi dari para ahli menjelaskan tentang komponen-komponen dari metakognisi yang dapat dilihat dari beberapa model utama metakognisi berikut.

a. Flavell’s model of cognitive monitoring

Pada model ini terdapat 4 komponen yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge), pengalaman metakognitif (metacognitive experiences), tujuan (goals or tasks), dan pengembangan

tindakan atau strategi (action or strategies). Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) didefinisikan oleh Flavell sebagai salah satu

pengetahuan atau kemampuan tentang faktor yang berkaitan dengan aktivitas kognitif. Terdapat tiga kategori pengetahuan metakognitif yaitu individu, tugas dan strategi.

(3)

mengacu pada proses sadar atau tidak sadar yang menyertai setiap keberhasilan maupun kegagalan dalam belajar atau aktivitas kognitif. Komponen ketiga adalah tujuan kognitif, komponen ini merujuk pada tujuan yang sebenarnya dari sebuah usaha kognitif. Komponen yang terakhir pengembangan tindakan atau strategi (action or strategies), komponen ini mengacu pada penggunaan teknik-teknik khusus yang dapat membantu dalam mencapai tujuan-tujuan tindakan. Keempat komponen di atas saling berpengaruh satu sama lain secara langsung atau tidak langsung yang dapat memantau dan mengontrol fungsi kognitif seseorang.

b. Brown’s model of metacognitive knowledge and regulation

Brown (1987) membagi metakognisi menjadi dua kategori yaitu: pengetahuan kognitif (knowledge of cognition) dan regulasi kognitif (regulation of cognition). Pengetahuan kognitif (knowledge of cognition)

(4)

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa metakognitif adalah sebuah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi, atau pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya. Metakognitif merupakan suatu proses yang dapat menggugah rasa ingin tahu karena kita menggunakan proses kognisi kita untuk merenungkan proses kognisi kita sendiri (Desmita, 2009). Oleh karena itu, kemampuan metakognitif ini mempunyai peran penting terhadap setiap aktivitas kognisi kita, karena pengetahuan tentang proses kognitif kita sendiri dapat memandu kita dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita.

Baker (Desmita, 2009), menyatakan bahwa bahwa aktivitas kognisi merupakan suatu aspek yang mencakup usaha-usaha siswa memonitor, mengontrol atau menyesuaikan proses kognitifnya dan merespon tuntutan sebuah tugas. Aktivitas kognisi juga dapat dikatakan sebagai upaya untuk meregulasi proses kognisi yang mencakup perencanaan (planning) tentang bagaimana menyeleksi suatu tugas, menyeleksi strategi kognitif yang akan digunakan, memonitor keefektifan strategi yang telah dipilih, dan mengubah strategi yang telah dipilih ketika menemui masalah (Pintrich 2000, dikutip dalam Desmita 2009). Jika siswa sudah mempunyai kesadaran akan setiap aktivitas kognisinya dapat dikatakan siswa tersebut memiliki keterampilan metakognitif.

(5)

keterampilan metakognitif (metacognitive skillful). Dimana pengetahuan metakognitif (metacognitive knowladge) mengacu pada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang dalam memecahkan masalah. Sedangkan keterampilan metakognitif mengacu pada keterampilan perencanaan (planning skills), keterampilan monitoring (monitoring skills), keterampilan evaluasi (evaluation skills) dan keterampilan prediksi (prediction skills) (Urena, 2008).

(6)

dibutuhkan, dimana pada kegiatan ini bertujuan untuk membimbing dan mengontrol sebuah pelaksanaan pengerjaan tugas. Sedangkan pada akhir kegiatan pengerjaan tugas ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu meliputi mengevaluasi kinerja berdasarkan tujuan, rekapitulasi dan refleksi pada proses pembelajaran yang diamati. Fungsi dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi dan menafsirkan hasil, dan belajar dari pengalaman tindakan untuk kegiatan selanjutnya.

A Nort Central Regional Educational Laboratory (NCREL, 1995) yang dikutip dari Lynch Dan Knight (2011), menyatakan bahwa dalam sebuah keterampilan metakognitif terdiri dari tiga unsur yaitu mengembangkan rencana aksi atau merencanakan penyelesaian, menjaga dan memantau rencana penyelesaian, serta mengevaluasi rencana penyelesaian.

a. Mengembangkan rencana aksi atau merencanakan penyelesaian.

Pada tahap ini siswa didorong untuk bertanya pada diri sendiri tentang pengetahuan apa yang sudah diperoleh sebelumnya yang dapat digunakan untuk membantu dalam menyelesaikan suatu tugas atau masalah tertentu, mengarahkan pemikiran sendiri untuk membawa pada penyelesaian tugas.

b. Menjaga dan memantau rencana penyelesaian

Pada tahap ini siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dalam pikirannya seperti:

(7)

- informasi apa yang penting untuk diingat?

- apa yang harus saya lakukan jika saya tidak mengerti? c. Mengevaluasi rencana penyelesaian

Pada tahap ini, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dalam pikirannya tentang seberapa baik langkah yang telah dilakukan, cara lain yang dapat dilakukan secara berbeda.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa keterampilan metakognitif adalah sebuah keterampilan seseorang dalam belajarnya yang mencakup bagaimana sebaiknya belajar dilakukan, apa yang sudah dan belum diketahui, yang terdiri dari tiga tahapan yaitu perencanaan, pemantauan dalam proses belajar yang sedang dia lakukan, serta evaluasi terhadap apa yang telah direncanakan, dilakukan, serta hasil dari proses tersebut. Sehingga dalam penelitian ini peneliti akan melihat gambaran keterampilan metakognitif siswa yang terdiri dari tiga tahapan yaitu:

a. Perencanaan b. Pemantauan c. Evaluasi.

Pernyataan di atas dapat digambarkan dalam diagram berikut.

Gambar 2.1

(8)

2. Pemecahan Masalah Matematika

Masalah pada umumnya merupakan sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Namun, tidak semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat dikatakan sebagai sebuah masalah. Menurut Shadiq (2004), sebuah pertanyaan akan menjadi sebuah masalah hanya jika pertanyaan tersebut menunjukkan adanya sebuah tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan atau diselesaikan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu,

dalam menyelesaikan sebuah masalah diperlukan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan proses pemecahan soal biasa.

Adjie (2007) mengemukakan bahwa permasalahan yang kita hadapi dapat dikatakan sebagai sebuah masalah jika permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan atau dijawab secara langsung dikarenakan harus menyeleksi informasi atau data, dan tentunya jawaban yang diperoleh bukanlah kategori masalah yang rutin. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebuah pertanyaan atau kondisi yang dihadapi seseorang dapat dikatakan sebagai sebuah masalah jika orang tersebut tidak bisa menemukan secara langsung prosedur atau langkah untuk mendapatkan jawaban atas masalah tersebut.

(9)

tidak dapat segera dicapai. Sedangkan Lenchner (Wardhani, 2010) menyatakan bahwa memecahkan masalah matematika adalah sebuah proses penerapan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi yang belum dikenal.

Menurut Polya (1973) langkah-langkah dalam pemecahan masalah matematika terdiri dari empat langkah, yaitu:

a. Memahami masalah (Understanding the Problem)

Memahami masalah dilakukan dengan meminta siswa untuk menjelaskan bagian terpenting dari pertanyaan tersebut meliputi: apa yang ditanyakan, apa yang diketahui, bagaimana syaratnya, dan sudah cukup untuk menentukan hal-hal yang belum diketahui.

b. Merencanakan penyelesaian (Devising a Plan)

Merencanakan penyelesaian ditandai dengan siswa mencoba mencari hubungan antara hal-hal yang diketahui dengan hal-hal yang ditanyakan. Soal yang pernah diselesaikan, konsep dan prinsip yang sudah pernah dimiliki sangat besar manfaatnya dalam menentukan hubungan yang terjadi antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Dengan hubungan tersebut maka disusunlah hal-hal atau rencana apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah atau soal tersebut.

c. Menyelesaikan rencana (Carrying Out the Plan)

(10)

d. Melihat kembali (Looking Back)

Melihat kembali jawaban/ hasil yang diperoleh dapat menguatkan pengetahuan dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, siswa harus mempunyai alasan yang tepat dan yakin jawabannya benar dan kesalahan akan mungkin terjadi sehingga pemeriksaan kembali diperlukan.

Dari beberapa pengertian pemecahan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan usaha nyata dalam rangka mencari jalan keluar atau suatu ide yang berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan tahapan proses pemecahan masalah matematika sebagai berikut.

a. Memahami masalah

b. Membuat rencana penyelesaian

c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana d. Memeriksa kembali hasil.

B. Alat Ukur Keterampilan Metakognitif dalam Memecahkan Masalah

Matematika

(11)

tahapan pada proses pemecahan masalah menurut Polya. Untuk mengetahui keterampilan metakognitif siswa, dari hasil tes pemecahan masalah akan dianalisis berdasarkan indikator keterampilan metakognitif pada setiap tahapan proses pemecahan masalah.

Berdasarkan deskripsi tentang keterampilan metakognitif dan pemecahan masalah matematika, peneliti menyimpulkan indikator yang akan digunakan dalam penelitian untuk mengetahui gambaran keterampilan metakognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika pada setiap tahapan proses pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

Indikator Keterampilan Metakognitif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika pada setiap Tahapan Proses Pemecahan Masalah

Tahapan Proses

Masalah Perencanaan - Menjelaskan apa yang diketahui. - Menjelaskan apa yang ditanyakan.

Membuat Rencana Penyelesaian

Perencanaan

- Memikirkan dan membuat rencana alur pemecahan masalah dengan cara menentukan rumus yang akan digunakan dalam memecahkan masalah.

Pemantauan - Memeriksa kesesuaian rumus yang akan digunakan dalam memecahan masalah.

Menyelesaikan Masalah Sesuai

Rencana

Perencanaan

- Memikirkan dan mengungkapkan/ menuliskan dari apa yang dipikirkan ketika melaksanakan pemecahan masalah dengan membuat langkah penyelesaian sesuai dengan rencana penyelesaian..

Pemantauan - Memeriksa pelaksanaan pemecahan masalah.

Memeriksa Kembali Hasil

Perencanaan

- Memikirkan dan mengungkapkan/ menuliskan cara yang digunakan untuk memeriksa kebenaran hasil.

(12)

Evaluasi - Membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan masalah.

C. Materi

Pokok bahasan yang akan diamati dalam penelitian ini adalah materi lingkaran pada kelas VIII. Silabus yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada silabus yang digunakan di SMP Negeri 1 Bukateja, yaitu dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2.2

Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator

Standar

1.2.1 Menyelesaikan permasalah yang berkaitan dengan keliling lingkaran.

1.2.2 Menyelesaikan permasalah yang berkaitan dengan luas lingkaran.

D. Penelitian Relevan

Di bawah ini adalah beberapa hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan masalah yang diteliti:

Sudia (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Profil Metakognisi

Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Open-Ended Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Siswa”, menyimpulkan bahwa pada saat memecahkan masalah

(13)

metakognisinya yaitu aktivitas perencanaan dan evaluasi. Sedangkan siswa dengan kemampuan matematika rendah, hanya melibatkan satu aktivitas metakognisinya yaitu aktivitas perencanaan untuk setiap pertahapan pemecahan masalah menurut Polya.

Putri (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Keterampilan

Metakognitif Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berbasis Polya Subpokok Bahasan Garis Singgung dan Sudut Kelas VII-C di SMP Negeri 1 Genteng Banyuwangi”, menyimpulkan bahwa keterampilan

metakognitif siswa dengan kemampuan matematika tinggi mampu memenuhi hampir semua indikator pada keterampilan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Siswa hanya kurang mampu dalam memprediksi waktu yang digunakan dengan baik pada soal. Siswa dengan kemampuan matematika sedang mampu memenuhi semua indikator keterampilan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Siswa tersebut kurang mampu menguasai indikator memikirkan penyelesaian dengan cara lain, memprediksi konsep yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan, dan melaksanakan dengan cara lain. Dan pada siswa berkemampuan matematika rendah belum dapat memenuhi sebagian besar indikator pada semua keterampilan.

E. Kerangka Pikir

(14)

pernah diperoleh sebelumnya yang dapat digunakan untuk membantu mereka dalam memecahkan masalah matematika. Siswa akan memikirkan cara yang tepat, langkah, dan juga strategi apa yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah matematika. Setelah selesai memecahkan masalah, siswa masih perlu memikirkan tentang seberapa baik langkah yang telah digunakan, serta memikirkan apakah jawaban yang diperoleh sudah benar atau belum. Aktivitas-aktivitas tersebut menggambarkan sebuah aktivitas dari keterampilan metakognitif.

Flavell (Hacker, 2009) menyatakan bahwa konsep dasar metakognisi adalah sebuah pemikiran tentang pikirannya sendiri, berfikir bisa menjadi apa yang diketahui (pengetahuan metakognitif), apa yang sedang dilakukannya (keterampilan metakognitif), atau apa yang membedakan pemikiran seseorang tentang proses berfikirnya. Oleh karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berfikir tentang berfikir, pengetahuan tentang pengetahuan atau bagaimana menggunakannya. Pengetahuan metakognitif mengacu pada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang dalam memecahkan masalah. Sedangkan keterampilan metakognitif dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa dalam memecahkan masalah matematika yang tercantum di atas.

(15)

memecahkan masalah matematika. Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Bukateja pada siswa kelas VIII H. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengelompokkan siswa menjadi 3 kelompok kemampuan berdasarkan prestasi, yaitu kelompok kemampuan prestasi tinggi, kelompok prestasi sedang, dan kelompok prestasi rendah yang diperoleh dari nilai UAS pada semester gasal tahun ajaran 2015/ 2016.

Gambar

Gambar 2.1 Keterampilan Metakognitif
Tabel 2.1 Indikator Keterampilan Metakognitif Siswa dalam Memecahkan
Tabel 2.2  Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator

Referensi

Dokumen terkait

konvensional dalam mendorong kemampuan pemecahan masalah matematis dan percaya diri siswa, sehingga diduga kemampuan pemecahan masalah matematis dan percaya diri

masalah matematika saling terkait untuk menggaris bawahi suatu materi. Adapun indikator kemampuan berpikir analitik matematis dalam penelitian

Mapping Mencari kesamaan informasi (data atau proses) antara masalah sumber dan masalah target yaitu kemampuan siswa mengetahui bahwa terdapat struktur yang sama yang

Dengan adanya dugaan perbedaan kemampuan tersebut maka pada penelitian ini akan melihat bagaimana kemampuan berpikir reflektif matematis siswa ditinjau dari gender yang

dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam.. bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar

belajar, pada langkah pertama digunakan untuk menentukan diri siswa. artinya jika siswa dalam diri siswa sudah ditanamkan kepercayaan

penemuan, guru berperan antara lain sebagai berikut. 1) Guru merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki

Guru yang baik hendaknya memiliki sikap dan perasaan yang menunjang proses pembelajran yang dilakukan, baik terhadap orang lain maupun terhadap diri