5 BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Nyeri
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan
dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam Teori Hierarki Kebutuhan
menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum), keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997).
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan individu. Kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan klien adalah nyeri. Menurut International Association for Study of Pain (1979) dalam Potter dan Perry (2005), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan bersifat actual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Nyeri dapat merupakan faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit.
1. Pengkajian
Menurut NIH (1986), McGuire (1992), dalam Potter dan Perry (2005), Pengkajian nyeri yang tepat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok, dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi. Walaupun pengkajian nyeri
6
merupakan aktivitas yang paling umum dilakukan perawat, pengkajian nyeri merupakan salah satu pengkajian yang sulit dilakukan. Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Penting untuk menginterpretasi secara cermat tanda-tanda nyeri mengingat komponen fisik dan psikologis dari suatu nyeri mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri.
Saat mengkaji nyeri, perawat harus sensitif terhadap tingkat kenyamanan klien. Apabila nyeri bersifat akut atau parah, ada kemungkinan klien dapat memberi penjelasan yang terinci tentang pengalaman nyerinya secara keseluruhan. Selama episode nyeri akut, tindakan perawat yang utama adalah mengkaji perasaan klien, menetapkan respon fisiologi klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri, tingkat keparahan, dan kualitas nyeri. Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif, perilaku dari pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri tersebut atau konteks nyeri tersebut.Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi pengkajian data subjektif dan data objektif.
1. Data Subjektif a. Intensitas (skala) nyeri
Karakteristik nyeri yang paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan, sedang, atau parah. Namun, makna istilah tersebut berbeda bagi klien dan perawat. Skala deskriptif merupakan pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale) merupakan sebuah garis yang terdiri dari lima kata pendeskripsi yaitu “tidak nyeri, sampai nyeri tidak tertahankan”. Skala Penilaian
7
Numerik (Numerical Rating Scale) lebih digunakan sebagai alat pengganti deskripsi kata yang menggunakan skala 0-10 dimana 0 mengindikasikan adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri yang sangat hebat.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak ada nyeri nyeri sedang nyeri berat Gambar Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10)
b. Karakteristik nyeri
Adapun karakteristik nyeri menggunakan metode P, Q, R, S, T diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Faktor pencetus (P: provocate) : perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan apa saja yang mencetuskan nyeri. 2. Kualitas (Q: quality) : kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang
diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan. Perawat sebaiknya tidak memberikan kata-kata deskriptif pada klien. Pengkajian akan lebih akurat apabila klien mampu mendeskripsikan sensasi yang dirasakannya setelah
8
perawat mengajukan pertanyaan terbuka. Misalnya, perawat dapat mengatakan, “Coba jelaskan pada saya, seperti apa nyeri yang Anda rasakan.” Perawat dapat memberikan klien daftar istilah untuk mendeskripsikan nyeri hanya apabila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakannya. McCaffery dan Beebe (1989) melaporkan bahwa kualitas menusuk (pricking), terbakar, dan sakit adalah bermanfaat mendeskripsi nyeri tahap awal. Pada kesempatan selanjutnya klien dapat memilih istilah yang lebih deskriptif.
3. Lokasi (R: region) : untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar). Dalam mencatat lokasi nyeri, perawat menggunakan titik-titik penandaan anatomic dan peristilahan yang deskriptif. Pernyataan “Nyeri terdapat di kuadran abdomen kanan atas,” adalah pernyataan yang lebih spesifik dibanding “Klien mengatakan bahwa nyeri terasa di abdomen.” Dengan mengetahui penyakit yang klien alami, membantu perawat dalam melokalisasi nyeri dengan lebih mudah. Nyeri, di klasifikasi menurut lokasi, mungkin superficial atau kutaneus, dalam atau viseral, atau teralih atau meradiasi.
4. Keparahan (S: Severe) : tingkat keperahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, sedang, berat. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan
9
sebuah garis yang terdiri dari tiga samppai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai”nyeri yang tidak tertahankan.”perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsi nyeri. Skala penilaian numeric (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terepeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasi patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
5. Durasi (T: Time) : perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “Kapan nyeri dirasakan?, apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?, seberapa sering nyeri kambuh?, atau yang lainnya dengan kata yang semakna.
Pengkajian dengan pendekatan PQRST dapat membantu perawat dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai (Muttaqin, 2011).
10
Tabel Pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST (Muttaqin, 2011)
Variabel Deskripsi dan Pertanyaan
Faktor Pencetus
(P: Provoking Incident)
Pengkajian untuk mengindentifikasi faktor yang menjadi predisposisi nyeri.
- Bagaimana peristiwa sehingga terjadi
nyeri?
- Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri?
Kualitas
(Q: Quality of Pain)
Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan secara subyektif. Karena sebagian besar deskripsi sifat dari nyeri sulit ditafsirkan.
- Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien?
- Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan pasien?
Lokasi (R: Region)
Pengkajian untuk mengindentifikasi letak nyeri secara tepat, adanya radiasi dan penyebabnya.
- Dimana (dan tunjukan dengan satu jari) rasa nyeri paling hebat mulai dirasakan? - Apakah rasa nyeri menyebar pada area
sekitar nyeri?
11
(S: Scale of Pain) rasa nyeri yang dirasakan pasien. Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan skal nyeri dan pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu keluhan nyeri bersifat subyektif.
- Seberapa berat keluhan yang dirasakan.
- Dengan menggunakan rentang 0-9.
Keterangan:
0 = Tidak ada nyeri 1-2-3 = Nyeri ringan 4-5 = Nyeri sedang 6-7 = Nyeri hebat 8-9 = Nyeri sangat 10 = Nyeri paling hebat Waktu
(T: Time)
Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
- Kapan nyeri muncul?
-Tanyakan apakah gejala timbul mendadak,
perlahan-lahan atau seketika itu juga?
-Tanyakan apakah gejala-gejala timbul
secara terus-menerus atau hilang timbul.
-Tanyakan kapan terakhir kali pasien
12
c. Faktor yang meredakan atau memperberat nyeri
Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang memperberat nyeri pasien misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres dan yang lainnya, sehingga dengan demikian perawat dapat memberikan tindakan yang tepat untuk menghindari peningkatan respon nyeri pada klien. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya. Akan sangat bermanfaat apabila perawat mengetahui apakah klien mempunyai cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri seperti merubah posisi, melakukan tindakan ritual (melangkah, berayun-ayun, menggosik) makan, meditasi, atau mengompres bagian yang nyeri dengan kompres dingi atau hangat. Metode klien seringkali juga berhasil digunaakan oleh perawat. Klien merasa nyaman apabila ia mengetahui bahwa perawat bersedia membantu menghilangkan nyeri. Copp (1990) menemukan bahwa klien mengembangkan metode untuk mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan terus menerus. Mereka menggunakan berbagai aktivitas yang menggunakan otot, metode verbal (berdoa atau mengutuk), dan melatih konsentrasi. Di rumah, perawat harus yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri (seperti meletakkan kantong es yang padat di lokasi nyeri) dilakukan dengan cara yang aman.
d. Efek nyeri terhadap klien
Klien yang merasakan nyeri setiap hari akan mengalami gangguan dalam kegiatan sehari-harinya. Apabila klien mengalami nyeri maka perawat perlu mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon verbal (meringis, menangis), gerakan wajah dan tubuh (meringis sambil mengguling ke kanan, melindungi area nyeri),
13
interaksi sosial klien, dan aktivitas klien. Pada aktivitas sehari-hari nyeri menyebabkan klien kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin. Seperti pada kehidupan sehari-hari, misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai.
e. Kekhawatiran klien tenteng nyeri
Kekhawatiran klien tentang nyeri dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.
f. Persepsi klien tentang nyeri
Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien tentang nyeri, bagaimana klien menghubungkan antara nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri atau lingkungan disekitarnya.
g. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri
Terkadang individu memiliki cara masing- masing dalam beradaptasi terhadap nyeri. Perawat dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia rasakan.
2. Data Objektif
Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien terhadap nyeri. Menurut Taylor (1997), respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan sebagai berikut.
a. Respons Perilaku
Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain,
14
atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat diobservasi. Respon perilaku yang ditunjukkan klien yang mengalami nyeri bermacam-macam. Perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon perilaku tersebut untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah nyeri yang dirasakan klien. Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain adalah merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit, menggertakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung, mengepalkan tangan, melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas, menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini beragam dari waktu ke waktu (Berger, 1992).
b. Respons Fisiologis
Respons fisiologis antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil, berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah (Berger, 1992). Respon fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada klien tidak sadar (Smeltzer & Bare, 2001). Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari repoon stres. Stimulus pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis.
15
Tabel Respons fisiologis terhadap nyeri Respons fisiologis terhadap nyeri
Respon simpatik Peningkatan frekuensi pernafasan
Dilatasi saluran bronkiolus
Peningkatan frekuensi denyut jantung Vasokontriksi perifer (pucat,
peningkatan tekanan darah)
Peningkatan kadar glukosa darah Diaforesis
Peningkatan tegangan otot Dilatasi pupil
Penurunan motilitas saluran cerna
Respon parasimpatik Pucat
Ketegangan otot
Penurunan denyut jantung atau tekanan darah
Pernafasan cepat dan tidak teratur Mual dan muntah
Kelemahan atau kelelahan
Perawat perlu untuk mengkaji klien berkaitan adanya perubahan-perubahan pada respon fisiologis terhadap nyeri di atas untuk mendukung diagnosa dan membantu dalam memberikan terapi yang tepat.
16 c. Respons Afektif
Respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri. Ansietas (kecemasan) perlu digali dengan menanyakan pada pasien seperti: “apakah saat ini Anda merasakan cemas?. Selain itu juga adanya depresi, ketidaktertarikan pada aktivitas fisik dan perilaku menarik diri dari lingkungan yang perlu diperhatikan. Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada klien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai nyeri kronis (Taylor, 1997).
2. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan untuk mengaitkan data dan menghubungkan data dengan keluhan yang dirasakan klien secara objektif, sehingga dapat diketahui apa masalah kesehatan ataupun masalah keperawatan yang dihadapi oleh klien. Penegakan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan analisa pengkajian yang dilakukan dengan cermat dan akurat. Dari pengkajian tersebut dapat dibuat analisa data untuk merumuskan masalah keperawatan (Prasetyo, 2010). Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan lainnya. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang
17
masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar itu digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien. Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk rumah sakit (initial assesment), selama klien dirawat secara
terus menerus (ongoing assesment), serta pengkajian ulang untuk
menambah/melengkapi data (re-assesment). Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.
Tujuan pengumpulan data
1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien. 2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien. 3. Untuk menilai keadaan kesehatan klien.
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya.
Menurut NANDA (2012), menyatakan bahwa batasan karakteristik untuk diagnosa keperawatan nyeri akut dan nyeri kronis adalah sebagai berikut.
Batasan karakteristik untuk nyeri akut -Perubahan selera makan
-Perubahan tekanan darah -Perubahan frekuensi jantung -Perubahan frekuensi pernapasan
18 -Laporan isyarat
-Diaforesis
-Perilaku distraksi (mis., berjalan mondar- mandir, mencari orang lain dan/ atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
-Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah)
-Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)
-Sikap melindungi area nyeri
-Fokus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang lain dan lingkungan)
-Indikasi nyeri yang dapat diamati
-Perubahan posisi untuk menghindari nyeri -Sikap tubuh melindungi
-Dilatasi pupil
-Melaporkan nyeri secara verbal -Fokus pada diri sendiri
-Gangguan tidur
Batasan karakteristik untuk nyeri kronis
-Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
-Anoreksia
-Atrofi kelompok otot yang terserang -Perubahan pola tidur
19 -Skala keluhan (mis., penggunaan skala nyeri) -Depresi
-Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)
-Letih
-Takut terjadi cedera berulang -Sikap melindungi area nyeri -Iritabilitas
-Perilaku protektif yang dapat diamati -Penurunan interaksi dengan orang lain -Keluhan nyeri
-Gelisah
-Berfokus pada diri sendiri
-Respons yang diperantarai saraf simpatis (mis., suhu dingin, perubahan posisi tubuh, hipersensitivitas)
3. Rumusan Masalah
Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien. Diagnosa keperawatan berfokus pada mendefinisikan kebutuhan dasar keperawatan dari klien (Gordon, 1994). Untuk mengidentifikasikan kebutuhan klien, perawat harus lebih dulu menentukan apa masalah kesehatan klien dan apakah masalah tersebut potensial atau aktual (Potter & Perry, 2005).
Terdapat dua diagnosa keperawatan utama yang dapat digunakan untuk menggambarkan nyeri pada klien yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Menurut
20
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2012), nyeri akut didefenisikan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial, dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dan intensitas yang ringan sampai berat, dapat diprediksi untuk berakhir dan durasi kurang dari enam bulan. Nyeri kronis didefenisikan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial, dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dari intensitas yang ringan sampai berat, tidak dapat diprediksi berakhirnya dan durasi lebih dari enam bulan (NANDA, 2012).
4. Perencanaan keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diperoleh, menurut Wilkinson dan Ahren (2012), intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa keperawatan nyeri akut dan nyeri kronis adalah:
1. Nyeri Akut Intervensi Keperawatan
a) Kaji nyeri yang meliputi lokasi, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya.
b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
c) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
21
d) Ajarkan penggunaan tehnik nonfarmakologis (misalnya, hipnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, kompres hangat atau dingin, dan masase sebelum, setelah dan jika memungkinkan selama aktivitas yang menimbulkan nyeri.
e) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape dan interaksi dengan pengunjung.
f) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan).
2. Nyeri Kronis
Intervensi Keperawatan
a) Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri
b) Tentukan dampak pengalaman nyeri pada kualitas hidup (misalnya, tidur, selera makan, aktivitas, kognisi, alam perasaan, hubungan, kinerja, dan tanggungjawab peran)
c) Tawarkan tindakan meredakan nyeri untuk membantu pengobatan nyeri (misalnya, tehnik relaksasi, dan masase punggung).
d) Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri
22
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), intervensi keperawatan dengan diagnosa nyeri adalah:
Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan: klien secara aktif akan
berpartisipasi dalam rencana pelaksanaan nyeri
Kriteria hasil: klien akan
-Melaporkan peredaan
nyeri yang diterima secara nyata dan bahwa pasien akan mendapat bantuan dalam meredakan nyeri -Melaporkan intensitas nyeri dan ketidaknyamanan nyeri menurun setelah intervensi digunakan -Melaporkan lebih
1. Yakinkan pasien bahwa anda mengetahui nyeri yang dialami pasien nyata dan akan membantunya dalam menghadapi nyeri tersebut. 2. gunakan skala pengkajian nyeri untuk mengidentifikasi intensitas nyeri dan ketidaknyamanan. 3. Kaji dan catat nyeri
dan karakteristiknya : lokasi, kualitas, frekuensi, dan durasi. 4. Berikan analgesik
sesuai yang
1. Ketakutan bahwa nyeri
akan tidak dapat diterima seperti peningkatan ketegangan dan ansietas yang nyata dan
menurunkan toleransi nyeri.
2. Berikan nilai dasar untuk mengkaji perubahan dalam tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi
3. Data membantu
mengevaluasi nyeri dan peredaan nyeri serta mengidentifikasi sumber- sumber multiple dan jenis nyeri.
4. Analgesik, lebih
efektifbila diberikan pada awal siklus nyeri.
23 sedikit gangguan dan
ketidaknyamanan akibat nyeri setelah pengunaan intevensi
-Menerima medikasi
nyeri sesuai yang diresepkan
-Menunjukkan
tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri akut (tidak merengut, menangis, waspada terhadap lingkungan sekitar, ikut serta dalam peristiwa dan aktivitas) -Mengidentifikasi keefektifan strategi peredaan nyeri -Memperagakan pengunaan strategi baru untuk meredakan nyeri dan melaporkan keefektifannya
diresepkan untuk meningkatkan peredaan nyeri yang optimal.
5. Berikan kembali skala pengkajian nyeri. 6. Catat keparahan nyeri
pasien pada bagan. 7. Identifikasi dan
dorong pasien untuk menggunakan strategi yang menunjukkan keberhasilan pada nyeri sebelumnya. 8. Ajarkan pasien strategi tambahan untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan : distraksi, imajinasi terbimbing, relaksasi. 9. Intruksikan pasien dan
keluarga tentang potensial efek
5. Memungkinkan
pengkajian terhadap keefektifan analgesik dan mengidentifikasi
kebutuhan terhadap tindak lanjut bila tidak efektif.
6. Membantu dalam
menunjukkan kebutuhan analgesik tambahan atau pendekatan alternatif terhadap peñatalaksanaan nyeri.
7. Mendorong penggunaan
strategi peredaan nyeri yang familiar dan dapat diterima oleh pasien.
8. Menggunakan strategi
ini sejalan dengan analgesia dapat
menghasilkan peredaan yang lebih efektif.
9. Mengantisipasi dan
mencegah efek samping memampukan pasien
24 -Mengalami efek
samping minimal dari analgesic tanpa gangguan untuk mengatasi efek samping
samping analgesik dan pencegahan serta penatalaksanaannya.
untuk melanjutkan penggunaan analgesik tanpa gangguan karena efek samping.
B. Asuhan Keperawatan Kasus 1. Pengkajian
Pada tanggal 18 Mei 2015 sampai dengan 22 Mei 2015 mahasiswa keperawatan USU melaksanakan praktek di lingkungan IX Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas. Hari pertama praktek tanggal 18 Mei 2015 pukul 10.00 ditemukan pasien kelolaan Ny. N, perempuan berusia 62 tahun, agama islam dan tinggal bersama anak, menantu dan cucunya. Ny. N adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama anaknya dan bekerja di rumah dengan menjahit pakaian di rumah, pendidikan terakhir adalah SMP, tinggal di Jalan Bajak 2H Lingkungan IX Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas.
Dari pengkajian tentang keluhan utama diperoleh data klien mengatakan sangat terganggu dengan nyeri yang dirasakannya, klien sering merasakan nyeri pada persendian tangan dan kaki di pagi hari setelah bangun tidur dan sore hari, karena itu klien kesulitan dalam beraktivitas dan bergerak. Pada pengkajian riwayat kesehatan ditemukan data pasien sering merasa sakit di bagian tangan dan kaki, nyeri tersebut seperti seperti ngilu dan berdenyut. Saat melakukan pengkajian didapati nyeri dengan skala 7 (0-10). Klien mengatakan nyeri muncul
25
ketika merubah posisi, terlalu lama duduk, dan apabila mandi sore. Klien merasa nyeri berkurang ketika mengkonsumsi obat analgetik yang dibeli dari apotek. Klien mengatakan nyeri yang dirasakannya tidak menyebar. Jika dilihat dari ekspresi wajahnya, ada rasa kesakitan yang ditahan oleh klien dank lien memegangi area yang sakit ketika di wawancara. Nyeri ada sudah sejak 1 tahun terakhir. Klien mengatakan seminggu yang lalu dari tanggal pengkajian, dia pernah mengecek asam urat ke bidan di dekat rumahnya dan diperoleh hasilnya 11,3 mg/dl. Karena nyeri yang dirasakannya, klien merasa terganggu dalam melakukan aktivitas. Apabila sudah duduk terlalu lama maka klien akan sulit untuk berdiri karena merasakan nyeri.
Pada pemeriksaan fisik muskuloskletal dengan cara inspeksi diperoleh data warna kulit memerah dan bengkak di bagian yang terasa sakit, terdapat tofi di sendi jari kaki, dan terlihat deformitas pada kaki kiri ketika klien berjalan. Pada pemeriksaan fisik muskuloskletal dengan cara palpasi diperoleh data bagian pergelangan kaki kiri teraba hangat dan lunak. Skala kekuatan otot kaki kiri 4, hanya mampu mendorong beban secara minimal.
Pengkajian riwayat kesehatan masa lalu diperoleh data pasien mengatakan pernah mengalami penyakit maag dan diare. Klien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit maag dan hanya mengkonsumsi obat generik yang dibeli dari warung ketika diare. Klien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit tapi tidak pernah melakukan tindakan operasi. Klien mengatakan lama perawatan di rumah sakit selama 1 minggu karena maag. Pada pemeriksaan fisik kepada pasien diperoleh data TD 160/80, Nadi 88x/menit, RR 22x/menit, suhu tubuh 36,8 °C, TB 160 cm, BB 75 kg dengan IMT 29,29 yang termasuk kategori berat
26
badan berlebih. Pada pemeriksaan wajah diperoleh data adanya kantung mata, terdapat katarak pada mata dan klien menggunakan kacamata untuk melihat jarak jauh.
Pada pemeriksaan integumen diperoleh data bahwa kebersihan integumen terjaga dengan baik karena pasien mandi dua kali sehari. Akral hangat, warna kulit sawo matang, tidak ada sianosis, CRT < 2 detik, kelembaban kulit baik, tidak ada kelainan pada kulit.
Pada pengkajian pola kebiasaan sehari hari klien diperoleh data bahwa klien makan 3x sehari yaitu pagi, siang, dan malam hari. Klien selalu menghabiskan porsi makanannya bahkan klien suka makan di malam hari. Klien minum sebanyak 4-5 gelas/ hari. Klien tidak memiliki masalah dalam BAK. Klien mengalami masalah dalam pola defekasi. Klien terakhir BAB seminggu yang lalu. Klien mengatakan nyeri ketika defekasi. Karakter feses yang dikeluarkan keras dan padat. Klien mengkonsumsi laksatif untuk merangsang BAB. Klien mengatakan tidak suka mengkonsumsi sayuran dan jarang mengkonsumsi buah.
2. Analisa Data
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 18 Mei 2015, dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek.
27
Tabel 2.1. Analisa data subjektif, data objektif, etiologi dan masalah keperawatan
No. Data Etiologi
Masalah Keperawatan
1. DS:
-P:klien mengatakan memiliki penyakit asam urat
- Q: klien menyatakan nyeri terasa seperti berdenyut
- R: klien menyatakan nyeri dirasakan pada sendi tangan dan kaki - S: klien menyatakan derajat nyeri pada angka 7
- T: klien menyatakan nyeri dirasakan
sepanjang hari pada saat pagi dan sore hari, semakin terasa saat digerakkan
penumpukan asam urat pada sendi
berkurangnya cairan sinovial pada sendi
kartilago saling bergesekan
respons inflamasi pada sendi
pembengkakan dan teraba hangat di area
sendi
Nyeri
28 DO: ekspresi wajah
meringis, gelisah,
perilaku melindungi area nyeri, pembengkakan dan teraba hangat di area nyeri, deformitas pada kaki kiri, skala nyeri 7, TD=160/80 mmHg; N= 88x/menit;T= 36,8 C RR= 22x/menit;
2. DS:
- Klien mengatakan jika sudah duduk lama akan sulit untuk berdiri karena terasa sakit pada kakinya DO: kekuatan otot kaki kiri 4, penghentakan kaki
saat berjalan,
ketidakseimbangan berdiri tegak.
Nyeri
keterbatasan pergerakan fisik tubuh pada ektremitas kiri bawah
perubahan cara berjalan, pergerakan lambat Hambatan mobilitas fisik Hambatan mobilitas fisik 3. DS: Klien mengatakan
susah untuk mandi,
Nyeri pada persendian Defisit
29 3. Rumusan Masalah
Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa
keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai masalah yaitu data subjek dan data objek yang telah di kaji. Dari hasil perumusan diperoleh diagnosa keperawatan yaitu:
1. Nyeri berhubungan dengan terjadinya respons inflamasi pada sendi ditandai dengan ekspresi wajah meringis dan skala nyeri 7.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan pergerakan fisik ekstremitas bawah, nyeri ditandai dengan kekuatan otot ekstremitas bawah kiri 4, penghentakan saat berjalan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hambatan mobilitas ekstremitas bawah.
makan, berpakaian,
toileting karena
merasakan nyeri DO: ketidakmampuan klien untuk mengambil perlengkapan mandi, mengambil makanan, menggunakan resteting pakaian belakang Hambatan mobilitas fisik Gangguan kemampuan melakukan perawatan diri
30 4. Perencanaan
Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dari data yang diperoleh dilakukan analisa dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. Pada saat itu juga perawat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk memberi asuhan keperawatan kepada Ny.N. Perencanaan keperawatan dan rasional dari setiap diagnosa dapat dilihat di tabel dibawah ini.
Tabel 1. Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa nyeri
berhubungan dengan terjadinya respons inflamasi pada sendi.
No. Dx Perencanaan Keperawatan
Dx.1:
Nyeri
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan:
Nyeri berkurang atau penurunan dalam intensitas nyeri
Kriteria Hasil:
- Klien menyatakan secara verbal nyeri berkurang
- Skala nyeri menurun
- Klien mampu mengendalikan nyeri
Rencana Tindakan Rasional
Pain management (Manajemen nyeri)
a. Lakukan pengkajian nyeri yang
komprehensif termasuk lokasi ,
karakteristik,durasi, frekuensi,
Pain management (Manajemen nyeri)
1. Membantu dalam
31
kualitas, intensitas nyeri dan faktor pencetus
b. Observasi isyarat nonverbal yang tidak nyaman, khususnya mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif
c. Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk menggali
pengalaman nyeri dan menerima respon pasien tentang nyeri
d. Kontrol faktor lingkungan yang
mungkin mempengaruhi respon ketidaknyamanan pasien (misal: suhu ruangan, cahaya, bising)
e. Kurangi faktor pencetus yang
meningkatkan pengalaman nyeri
(misal: ketakutan, kelelahan
menetap, kurang pengetahuan)
f. Kaji pengetahuan klien dan
keyakinan mengenai nyeri
g. Tentukan dampak pengalaman
nyeri terhadap kualitas hidup
(misal: tidur, nafsu makan,
aktivitas, pikiran, perasaan dan
ketidaknyamanan dan
kebutuhan klien
2. Memaksimalkan intervensi
3. Mengetahui pengaruh nyeri
dalam kehidupan klien
4. Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri eksternal
5. Menurunkan ketidaknyamanan
klien
6. Pengetahuan yang akan
dirasakan membantu
mengurangi nyerinya dan dapat
membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik
7. Memberiakan informasi
keefektifan intervensi
8. Takut masalah akan
meningkatkan tegangan otot menurunkan ambang persepsi nyeri
9. Meningkatkan relaksasi,
32 hubungan dengan yang lain)
h. Kaji faktor yang memperbaiki atau memperburuk nyeri
i. Ajarkan menggunakan teknik
nonfarmakologis (misal: relaksasi, distraksi, terapi musik, dan pijat)
meningkatkan kemampuan
koping
Tabel 2. Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan pergerakan fisik
ekstremitas bawah, nyeri.
No. Dx Perencanaan Keperawatan
Dx.2:
Hambatan mobilitas
fisik
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan :
Memperlihatkan mobilitas Kriteria Hasil :
- Klien mampu bergerak secara mandiri
- Klien mampu mempertahankan keseimbangan tubuh
- Klien mampu untuk mengubah letak tubuh secara mandiri
Rencana Tindakan Rasional
Positioning (Pengaturan posisi)
a. Instruksikan klien untuk
memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar
Positioning (Pengaturan posisi)
a. Menghindari cedera akibat jatuh
33
b. Dorong klien untuk melakukan
ROM pasif atau aktif
c. Hindari menempatkan klien dalam
posisi yang meningkatkan rasa sakit
d. Minimalkan gesekan dan gaya
geser ketika merubah dan
memutar posisi
e. Anjurkan klien menggunakan
postur dan mekanika tubuh yang benar saat melakukan aktivitas
b. Untuk mempertahankan
atau mengembalikan fleksibilitas sendi
c. Menurunkan resiko cedera
d. Menghilangkan tekanan
jaringan dan meningkatkan sirkulasi
e. Memaksimalkan fungsi
sendi, mempertahankan mobilitas
Tabel 3. Perencanaan tindakan keperawatan dengan defisit
perawatan diri berhubungan dengan hambatan mobilitas
ekstremitas bawah
No. Dx Perencanaan Keperawatan Dx.3:
Defisit Perawatan
Diri
Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan perawatan diri
Kriteria Hasil :
34
- Mampu menunjukkan dalam kebersihan pribadi, mandi, berpakaian, dandan, toilet dan makan
- Mampu menyediakan peralatan mandi pribadi yang diinginkan
- Mampu melakukan aktivitas normal sehari-hari dengan tingkat kemampuan
Rencana Tindakan Rasional
Self care assistance (Bantuan perawatan diri)
a. Monitor kemampuan klien dalam
perawatan diri secara mandiri
b. Pantau kebutuhan klien untuk
kebersihan pribadi, berpakaian,
toileting, dan makan
c. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas normal sehari- hari dengan tingkat kemampuan
d. Dorong kamandirian klien, namun
intervensi ketika klien tidak mampu melakukan
e. Ajarkan keluarga untuk mendorong kemandirian klien, namun campur tangan ketika klien tidak mampu melakukannya
Self care assistance (Bantuan perawatan diri)
a. Data dasar dalam intervensi
b. Mengarahkan klien dalam
kebersihan diri
c. Membantu dalam
mengantisipasi/
merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual
d. Meningkatkan kemandirian
dan harga diri
e. Meningkatkan perasaan
makna diri, menigkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu
35
f. Mampu membentuk rutinitas untuk
kegiatan perawatan diri
fisik kien
5. Implementasi dan Evaluasi
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/
Tanggal
No. Dx Tindakan keperawatan Evaluasi
Rabu / 20 Mei 2015
1.
Nyeri
Pain management (Manajemen nyeri)
a. Melakukan pengkajian nyeri
yang komprehensif termasuk lokasi , karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor pencetus
b. Mengobservasi isyarat
nonverbal yang tidak nyaman, khususnya mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif
c. Menggunakan strategi
komunikasi terapeutik untuk menggali pengalaman nyeri
S : klien mengatakan nyeri pada sendi jari- jari tangan, lutut dan jari- jari kaki
O : skala nyeri 7 TD: 160/80 mmHg N: 88x/menit RR: 22x/menit A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
36
dan menerima respon pasien tentang nyeri
d. Mengontrol faktor lingkungan
yang mungkin mempengaruhi
respon ketidaknyamanan
pasien (misal: suhu ruangan, cahaya, bising)
e. Mengurangi faktor pencetus
yang meningkatkan
pengalaman nyeri (misal:
ketakutan, kelelahan menetap, kurang pengetahuan)
f. Mengkaji pengetahuan klien
dan keyakinan mengenai
nyeri
g. Menentukan dampak
pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (misal: tidur,
nafsu makan, aktivitas,
pikiran, perasaan dan
hubungan dengan yang lain)
h. Mengkaji faktor yang
memperbaiki atau memperburuk nyeri - Melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor pencetus - Mengontrol faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi respon ketidaknyamanan pasien - Mengurangi faktor pencetus yang meningkatkan pengalaman nyeri - Mengajarkan menggunakan teknik nonfarmakologis
37
i. Mengajarkan menggunakan
teknik nonfarmakologis
(misal: relaksasi, distraksi, terapi musik, dan pijat)
2.
Hambatan mobilitas
fisik
Positioning (Pengaturan posisi) a. Menginstruksikan klien untuk
memperhatikan kesejajaran
tubuh yang benar
b. Mendorong klien untuk
melakukan ROM pasif atau aktif
c. Menghindari menempatkan
klien dalam posisi yang
meningkatkan rasa sakit
d. Meminimalkan gesekan dan
gaya geser ketika merubah dan memutar posisi
e. Menganjurkan klien
menggunakan postur dan
mekanika tubuh yang benar saat melakukan aktivitas
S : -
O : kekuatan otot kaki kiri 4, ketidakseimbangan saat berdiri A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan - Menginstruksikan klien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar - Mendorong klien untuk melakukan ROM pasif atau
38 aktif 3. Defisit Perawatan Diri
Self care assistance (Bantuan perawatan diri)
a. Memonitor kemampuan klien
dalam perawatan diri secara mandiri
b. Memantau kebutuhan klien
untuk kebersihan pribadi,
berpakaian, toileting, dan
makan
c. Mendorong klien untuk
melakukan aktivitas normal sehari- hari dengan tingkat kemampuan
d. Mendorong kamandirian
klien, namun intervensi ketika klien tidak mampu melakukan
e. Mengajarkan keluarga untuk
mendorong kemandirian
klien, namun campur tangan ketika klien tidak mampu melakukannya
f. Membantu membentuk
S : -
O : klien kooperatif, nyeri pada persendian kaki A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan - Memonitor kemampuan klien dalam perawatan
diri secara mandiri
- Mendorong klien
untuk melakukan
aktivitas normal
sehari- hari dengan tingkat kemampuan
39
rutinitas untuk kegiatan
perawatan diri - Mengajarkan keluarga untuk mendorong kemandirian klien, namun campur
tangan ketika klien
tidak mampu