1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Proyek
Setiap manusia akan melalui masa pertumbuhan dan mengalami siklus kehidupan dari kecil hingga lanjut usia. Menurut Carl Gustav Jung, daur kehidupan terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama yang berlangsung sampai kira-kira 40 tahun yang terdiri atas bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa awal; dan tahap kedua yang disebut tahap dewasa akhir ataupun lanjut usia yang berlangsung setelah umur 40 tahun hingga orang tersebut meninggal dunia. Siklus tersebut sifatnya terjadi secara alami dan tidak dapat ditunda atau dilawan. Siklus penuaan ini bersifat
universal dan dialami setiap individu.
Di Indonesia, jumlah lansia cukup tinggi dan terus meningkat. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18.1 juta jiwa pada 2010 atau 9.6% dari jumlah penduduk.
Berdasarkan data Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011:1), diproyeksikan pada tahun 2025, jumlah penduduk Indonesia mencapai 273 jiwa dan hampir seperempat dari jumlah penduduk tersebut (sekitar 62.4 juta jiwa) tergolong lansia. Bahkan, jika menggunakan model proyeksi penduduk PBB, jumlah lansia pada 2050 menjadi dua kali lipat atau sekitar 120 juta jiwa lebih.
Berikut terdapat data-data yang mencatat bahwa jumlah lansia terlantar yang terdapat di daerah Jakarta berjumlah 5991 orang pada tahun 2014. Lansia dengan jumlah yang cukup besar dan terus meningkat tidak seimbang dengan jumlah panti werdha yang mewadahi lansia. Hal ini dapat dilihat dari data BPS dalam Jakarta in
Figures (2014:235) yang mencatat bahwa jumlah panti werdha, baik dari dinas sosial
maupun masyarakat hanya berjumlah 11 dan mampu menampung 1383 jumlah lansia. Perbedaan angka tersebut menunjukkan banyak lansia yang belum diwadahi oleh suatu sarana yang dapat menampung lansia dengan baik.
Tabel 1. Jumlah Lansia Terlantar di Jakarta
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
Tabel 2. Jumlah Panti Werdha di Jakarta
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
Menurut Ayu Diah Amalia (2013), seorang peneliti dari Kementerian Sosial Republik Indonesia, di Jakarta telah terjadi perubahan nilai sosial di masyarakat, dengan adanya kecenderungan perubahan struktur keluarga dari keluarga luas (extended family) ke keluarga inti (nuclear family). Perubahan struktur keluarga tersebut yang berdampak pada lansia sehingga lansia mengalami masalah sosial yaitu
social isolation dan loneliness.
Tingginya tingkat kaum lansia seiring berkembangnya perkembangan zaman dan teknologi, menyebabkan terjadinya perubahan sosial yang menyebabkan pola hubungan antara orang tua dan anak yang kurang, terlebih pada masyarakat kota seperti Jakarta. Hal ini dipengaruhi banyaknya aktivitas yang padat dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Sebagian juga karena sikap individualisme yang tinggi sehingga banyak orang tua yang mulai kurang mendapat perhatian dari
anak-anaknya, bahkan ditinggalkan. Banyak lansia yang dalam keluarga seperti merasa bahwa mereka tidak berguna atau hanya merupakan pengganggu. Tidak sedikit pula jumlah lansia yang terlantar karena faktor-faktor diatas.
Hal ini kemudian berdampak terhadap jumlah lansia yang terlantar dan membutuhkan panti werdha sebagai suatu sarana yang dapat mewadahi aktivitas mereka dalam keseharian hidup mereka, khususnya bagi lansia yang tidak memiliki keluarga atau ditinggalkan oleh keluarga mereka.
1.1.2 Latar Belakang Topik
Meningkatnya kebutuhan panti werdha tidak menjadikan standar kenyamanan, keamanan dan kesehatannya terpenuhi. Banyak masalah yang masih perlu diatasi, baik dari segi fisik maupun psikologis terhadap kaum lansia selaku pengguna.
Pemilihan topik mengambil konsep Healthy and Liveable Human Settlement dengan alasan bahwa lansia sebagai pengguna membutuhkan lingkungan yang sehat dan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka sekaligus menunjang dan memfasilitasi mereka dengan aman dan nyaman, dengan mengutip pernyataan dari UN Habitat, bahwa “untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan kehidupan semua individu, khususnya mereka yang hidup dalam kemiskinan...., meningkatkan kondisi hunian untuk mengurangi tingkat resiko kesehatan dan keamanan, khususnya resiko terhadap wanita, orang tua, anak-anak dan orang cacat, terkait dengan aktivitas-aktivitasnya di huniannya.”
Orang tua pada dasarnya sama dengan orang dewasa umumnya, yang memerlukan aktivitas, berkumpul, dan bersenang-senang, berinteraksi dengan sesama. Menurut buku Bulding Type Basics for Senior Living, desain untuk lansia memiliki tantangan tersendiri karena perubahan kondisi fisik dan psikologis sehingga seorang arsitek perlu menghabiskan waktu untuk lebih mengenal perilaku dan gaya hidup lansia (Bradford, 2004:246). Atas dasar-dasar tersebut, desain panti werdha untuk lansia menggunakan pendekatan arsitektur perilaku guna menghasilkan lingkungan yang baik untuk lansia. Ilmu hubungan perilaku-lingkungan itu sendiri bertujuan membentuk suatu hubungan yang saling menunjang antara manusia sebagai individu ataupun kelompok dan lingkungan fisiknya guna meningkatkan kualitas kehidupan melalui kebijakan perencanaan dan perancangan (Moore, 1976). Perancangan memperhatikan aspek-aspek tersebut dan mencari solusi desain yang baik dengan pendekatan arsitektur perilaku terhadap pengguna.
Perancangan panti werdha untuk lansia sangat dibutuhkan sebagai sarana untuk mewadahi dan memfasilitasi orang tua (lanjut usia) agar mereka tidak lagi merasa diasingkan atau hanya merupakan pengganggu saja. Diharapkan dengan desain panti werdha yang baik dapat membuat paradigma yang baru untuk masyarakat, dimana panti werdha bukan merupakan tempat pembuangan bagi orang tua yang tidak dirawat, tetapi merupakan sebuah komunitas baru yang menunjang dan memfasilitasi kaum lansia untuk terus beraktivitas selayaknya masyarakat pada umumnya.
1.1.3 Latar Belakang Lokasi
Di Jakarta, BkkbN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2011) mencatat bahwa jumlah lansia berdasarkan area Jakarta dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
Tabel 3. Data Jumlah Lansia di Jakarta
Sumber: www. bkkbn.go.id: http://www.bkkbn.go.id/Home.aspx/ diakses tanggal 17 Januari 2015
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah lansia di Jakarta Barat merupakan jumlah populasi tertinggi di Jakarta. Hal ini didukung oleh data Tabel 1 dalam BPS tahun 2014 dengan jumlah total lansia di Jakarta Barat sebesar 1398 orang, dan merupakan jumlah terbesar dibanding angka di wilayah daerah Jakarta lainnya.
Pemilihan lokasi disesuaikan dengan peruntukan wilayah pada peta zonasi untuk perancangan panti werdha dan didasari oleh syarat dan kriteria ideal penempatan panti werdha menurut Noverre, Husson dan Helen Heusinveld di dalam bukunya yang berjudul Building For The Elderly (Putri, 2014). Di dalamnya, dibahas bahwa lokasi ideal untuk panti werdha adalah terletak di dekat lingkungan pemukiman, mudah diakses, bangunan berlokasi di daratan, dan memiliki perlengkapan utilitas yang lengkap. Kondisi tanah pada lokasi yang dipilih datar
sehingga sesuai untuk perancangan panti werdha yang baik untuk lansia selaku pengguna.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana merancang ruang bagi lansia yang aman dan sesuai standar dengan memperhatikan kebutuhan dan aktivitasnya dalam segi arsitektural?
2. Bagaimana wujud perencanaan lingkungan pada panti werdha yang menunjang kebutuhan dan aktivitas lansia?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menciptakan suatu bangunan yang berfungsi menjawab kebutuhan ruang dan aktivitas kaum lansia dengan desain yang aman dan sesuai dengan standar dalam segi arsitektural melalui pendekatan arsitektur perilaku.
2. Menghasilkan suatu wujud lingkungan dengan perencanaan desain panti werdha yang dapat menunjang dan memfasilitasi kebutuhan serta aktivitas lansia.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup wilayah dan materi studi dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.4.1 Lingkup Wilayah Studi
Lokasi studi merupakan wilayah Jakarta, khususnya di Jakarta Barat. Hal ini didukung oleh data BPS pada tahun 2014 dengan lansia sejumlah 1398 orang dan data BkkbN dimana persentase lansia di Jakarta Barat merupakan wilayah yang memiliki populasi lansia tertinggi, yaitu 98.08% dari total penduduk wilayah (perbandingan dilakukan hanya terhadap balita, remaja dan lansia).
Penempatan lokasi panti werdha disesuaikan dengan peta zonasi Jakarta Barat dimana peruntukan bangunan yang ditentukan, tepatnya di Kecamatan Kebon Jeruk, Kelurahan Sukabumi Selatan blok 2 dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebesar 60, KLB 1.20 dengan jalan yang memiliki lebar rencana kurang lebih 8m, dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) sebesar 4m.
Gambar 1. Peta Zonasi Jakarta Barat, Kec. Kebon Jeruk
Sumber: https://www.google.co.id/maps/ diakses tanggal 7 Februari 2015
Gambar 2. Peta Zonasi Jakarta Barat, Kec. Kebon Jeruk, Kel. Sukabumi
Sumber: http://www.sosialisasirdtrdkijakarta.com/ diakses tanggal 2 Februari 2015
Tabel 4 Regulasi Lokasi Proyek
Sumber: http://www.sosialisasirdtrdkijakarta.com/ diakses tanggal 2 Februari 2015
Peruntukan: zona perumahan KDB sedang-tinggi Luas Kawasan: 6655.9 m2
KDB: 60% x 6655.9 m2 = 3993.54 m2 KLB: 1.20 x 6655.9 m2 = 7987.08 m2
KB: 2 KDH: 20
Ketinggian max: 7987.08 : 3993.54 = 2 lantai Lebar rencana jalan: ±8m
1.4.2 Lingkup Materi Studi
Lingkup materi studi membahas konsep Healthy and Liveable Human
Settlement yang dikhususkan kepada kaum lansia dengan pendekatan arsitektur
perilaku, khususnya Person Centered Map dan Place Centered Map. Penelitian ini dibatasi pada kaum lansia terlantar secara sosial umur diatas 60 tahun di Jakarta Barat, dimana panti werdha berfungsi untuk menunjang dan memfasilitasi kebutuhan dan aktivitas lansia di wilayah Jakarta Barat. Batasan umur disesuaikan dengan peraturan yang dicatat dalam Undang – Undang RI No. 13 tahun 1998.