A.Pendahuluan
Aktivitas hukum sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah tindakan disebut perbuatan hukum jika mempunyai akibat yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Hukum merupakan suatu himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat. Banyak sekali dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran tata tertib masyarakat, mulai dari yang
ringan hingga yang berat, dimana setiap pelanggaran yang dilakukan pasti ada akibatnya yaitu berupa penjatuhan sanksi.1 Pelanggaran ringan yang sering terjadi salah satunya adalah tentang pelanggaran lalu lintas tertentu atau tilang. Permasalahan ini sudah tidak asing lagi terjadi di masyarakat. Pelanggaran lalu lintas tertentu (tilang) sudah membudaya di kalangan masyarakat, sehingga setiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya yang dilakukan oleh polisi lalu lintas, pasti banyak terjaring kasus pelanggaran lalu lintas tertentu (tilang), tidak sedikit pengendara yang mengabaikan
1 Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana
II. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 27
ANALISIS HUKUM PENEGAKAN TINDAK PIDANA
PELANGGARAN BIDANG LALU LINTAS
T o n i, SH. MH.* Said Fikri *
Abstract
Traffic and Road Transportation Vehicle is defined as motion in space and the Road Traffic, Forms of violations that often do the people of Indonesia in daily life is a traffic violation. This problem is familiar among the people already entrenched even, so that each time the orderly operation of traffic carried on the highway by traffic police, definitely many netted traffic violations.
Keyword : traffic, traffic violations.
* Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
* Tulisan ini merupakan ringkasan penelitian penulis, Penerapan Pasal 6 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Kompetensi Pejabat Yang Melaksanakan Fungsi Di Bidang Lalu Lintas, Fakultas Hukum UBB, 2012
keselamatan dan kenyamanan saat di jalan raya serta tidak menyadari bahwa kecelakaan bermula dari pelanggaran lalu lintas.2
Transportasi adalah pergerakan manusia, barang dan informasi dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, cepat, murah dan sesuai dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.3 Maka berdasarkan hal itu untuk pergerakan tersebut haruslah dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia dan atau mesin. Transportasi juga digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari sehingga dalam proses interaksi sosialnya dapat dengan mudah terlaksana sebagaimana mestinya.
Lebih lanjut ditambahkan bahwa timbulnya transportasi berdasarkan pada persoalan : 4 1. Kebutuhan manusia akan
barang, jasa dan informasi dalam proses kehidupannya.
2 Harian Bangkapos. Senin, 25 Juli 2011,
Pelanggaran Lalu Lintas Masih Tinggi. 56 Berkas Disidangkan, hlm. 4.
3 Arif Budiarto dan Mahmudah, Rekayasa
Lalu Lintas, UNS Press, 2007,hal. 1.
4
Ibid, hlm. 3.
2. Barang, jasa dan informasi tidak berada dalam satu kesatuan dengan tempat tinggalnya.
Dua hal pokok tersebut menyebabkan terjadinya arus manusia, barang dan informasi dari suatu zona asal menuju ke zona tujuan melalui berbagai prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Dalam kehidupan saat ini, manusia tidak dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya hanya dari tempat tinggalnya saja. Pemenuhan
kebutuhan tersebut
mengakibatkan terjadinya arus pergerakan sehingga muncul permasalahan transportasi.
Manusia sebagai
makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada dalam diri individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi indiviud hanya sebutan yang tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan rohaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, keutuhan raga dan jiwanya.5
5 Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.9.
Masalah transportasi atau
perhubungan merupakan
masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Permasalahan transportasi yang dijumpai pada masa sekarang mempunyai tingkat kualitas yang lebih parah dan kuantitas yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya baik kecelakaan, kemacetan, polusi udara serta pelanggaran lalu lintas.6
Akibat kecelakaan lalu lintas selain menimbulkan korban jiwa dan harta juga menimbulkan kerugian secara finansial / materiil serta sangat memprihatinkan apabila tidak dilakukan langkah-langkah strategis guna meningkatkan keselamatan dan kepatuhan hukum lalu lintas masyarakat, maka akan menambah daftar panjang korban jiwa dan kerugian secara materiil. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia juga sangat berpengaruh terhadap masalah lalu lintas secara
6 Arif Budiarto dan Mahmudah, Op.cit,
hlm.5.
umum. Sebagai contoh
peningkatan jumlah kendaraan bermotor, dimana peningkatan ini tidak diimbangi dengan penambahan panjang dan pelebaran jalan yang memadai.
B.Pokok Permasalahan
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka
yang menjadi pokok
permasalahan adalah : “Bagaimana proses hukum yang perlu dilakukan agar lalu lintas berjalan dengan tertib dan aman?”
C.Pembahasan
I. Pengertian Pelanggaran Lalu Lintas
Lalu lintas di dalam Undang-Undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan / atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.
Hukum pidana mengenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan adalah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Contohnya mencuri dan membunuh. Pelanggaran adalah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak
memakai helm, tidak
menggunakan sabuk pengaman
dalam berkendara dan
sebagainya. Pada prinsipnya, setiap pelanggaran terhadap aturan hukum pidana dapat diambil tindakan oleh aparat penegak hukum tanpa ada pengaduan atau laporan dari pihak yang dirugikan, kecuali pelanggaran terhadap aturan hukum pidana tersebut termasuk dalam delik aduan (klach delic)
seperti pencurian dalam rumah tangga atau kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga dan sebagainya.
Bentuk pelanggaran yang sering dilakukan masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari adalah pelanggaran
lalu lintas (tilang). Permasalahan ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat bahkan sudah membudaya, sehingga setiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya yang dilakukan oleh polisi lalu lintas, pasti banyak terjaring kasus pelanggaran lalu lintas (tilang). Pelanggaran lalu lintas (tilang) merupakan kasus dalam ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJR)
Dalam Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJR) menyatakan penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan secara nasional sangatlah penting supaya keselamatan dan masalah kepatuhan hukum lalu lintas masyarakat dapat ditangani secara baik serta tidak ada tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian setiap pelanggaran tentang lalu lintas. Penegak hukum yang dimaksud adalah Kepolisian Republik
Indonesia, Kejaksaan, Pengadilan, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang lalu lintas.
Perhatian pemerintah terhadap masalah keselamatan dan kepatuhan hukum lalu lintas masyarakat dinilai masih sangat kurang, karena masalah keselamatan dan kepatuhan hukum lalu lintas masyarakat belum ditangani secara serius, sementara kasus-kasus lain bagi
pemerintah memberikan
perhatian yang begitu besar, tapi tidak pada masalah lalu lintas.
Dengan demikian sudah saatnya masalah keselamatan dan kepatuhan hukum lalu lintas masyarakat perlu penanganan secara lebih serius dan komprehensif, integral serta strategis oleh pihak-pihak terkait.
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari
bentuk penyalahgunaan
kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar
masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.7
Ditinjau dari sudut pelanggaran, pelanggaran lalu lintas dapat dibagi dalam:8 a. Pelanggaran Lalu Lintas
Tidak bergerak (standing violation), misalnya pelanggaran tanda-tanda larangan parkir.
b. Pelanggaran Lalu Lintas Bergerak (moving violation)
misalnya melampaui batas kecepatan, melebihi kapasitas muatan dan sebagainya.
Kalau ditinjau dari akibat yang ditimbulkan
pelanggaran dapat
dibedakan atas :
7 Wirjono Prodjo Dikoro, Asas Hukum
Pidana Di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung, 2002, hlm.14
8
Agus Salim, Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial: Dari Denzin Dan Penerapannya, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2001, hlm. 3
a. Pelanggaran yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas, misalnya kelebihan muatan orang ataupun barang, melebihi kecepatan dan sebagainya. b. Pelanggaran yang tidak
menimbulkan kecelakaan lalu lintas, misalnya tidak membawa surat-surat kelengkapan, pelanggaran rambu larangan parkir dan sebagainya.
Suatu pelanggaran terkait dengan pelanggaran lalu-lintas jalan sendiri merupakan suatu jenis pelanggaran yang masuk dalam Tindak Pidana Pelanggaran Tertentu. Dalam aturan hukum di Indonesia setiap tindak pidana baik yang menyangkut tindak pidana kejahatan maupun pelanggaran tetap harus diproses dengan aturan hukum yang ada. Hal tersebut juga berlaku bagi siapapun yang melakukan tindak pidana pelanggaran tidak terkecuali tindak pidana
ringan. Banyaknya
pelanggaran di bidang lalu lintas merupakan akibat dari
kurang disiplinnya
masyarakat dalam budaya berlalu lintas di jalan raya. Adapun tindakan hukum bagi para pelanggar lalu lintas ini tentu saja berupa tindakan pemberian sanksi berupa denda ataupun yang sering dikenal dengan istilah tilang.
Pengaturan mengenai pemberian tilang ataupun denda tersebut pada dasarnya sudah ada aturan khususnya, yaitu:9
1. Pelanggar dapat
menitipkan pembayaran denda atau tilang kepada petugas dalam hal ini adalah Polisi lalu-lintas; 2. Membayar sendiri denda
tersebut kepada Bank; 3. Mengikuti atau menjalani
sidang pengadilan yang telah ditentukan hari waktunya berdasarkan surat tilang yang diberikan petugas pada saat pelanggar ditilang.
Adapun faktor-faktor
penyebab pelanggar
melakukan pelanggaran lalu
9
Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana 2. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 27
lintas adalah sebagai berikut :10
a. Faktor disengaja
b. Faktor ketidaksengajaan c. Faktor ketidakfahaman
(tidak mengerti) tentang aturan marka jalan
d. Faktor jalan
II. Masalah Lalu Lintas
Ditinjau dari sudut pelanggaran, pelanggaran lalu lintas dapat dibagi dalam: 11
a. Pelanggaran Lalu Lintas Tidak bergerak (standing violation),
misalnya pelanggaran tanda-tanda larangan parkir.
b. Pelanggaran Lalu Lintas Bergerak
(moving violation) misalnya melampaui batas kecepatan, melebihi kapasitas muatan dan sebagainya. Kalau ditinjau dari akibat yang ditimbulkan pelanggaran dapat dibedakan atas :
c. Pelanggaran yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas, misalnya kelebihan muatan orang ataupun barang, melebihi kecepatan dan sebagainya.
10 Ibid, hlm. 7
11
Agus Salim, Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial: Dari Denzin Dan Penerapannya, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2001, hal 3
d. Pelanggaran yang tidak menimbulkan kecelakaan lalu lintas, misalnya tidak membawa surat-surat kelengkapan, pelanggaran rambu larangan parkir dan sebagainya.
Suatu pelanggaran terkait dengan pelanggaran lalu lintas jalan sendiri merupakan suatu jenis pelanggaran yang masuk
dalam Tindak Pidana
Pelanggaran Tertentu. Dalam aturan hukum di Indonesia setiap tindak pidana baik yang menyangkut tindak pidana kejahatan maupun pelanggaran tetap harus diproses dengan aturan hukum yang ada. Hal tersebut juga berlaku bagi siapapun yang melakukan tindak pidana pelanggaran tidak terkecuali tindak pidana ringan. Banyaknya pelanggaran di bidang lalu lintas merupakan akibat dari kurang disiplinnya masyarakat dalam budaya berlalu lintas di jalan raya. Adapun tindakan hukum bagi para pelanggar lalu lintas ini tentu saja berupa tindakan pemberian sanksi berupa denda ataupun yang sering dikenal dengan istilah tilang.12
12
Berpedoman dari beberapa pengertian tentang pelanggaran dan pengertian lalu lintas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan manusia yang mengemudi kendaran umum atau kendaraan
bermotor juga pejalan
kaki, berjalan umum ialah tidak mematuhi peraturan-peraturan perundang-undangan lalu lintas yang berlaku.
Baik pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan sengaja (kesengajaan) maupun dengan kealpaan, diharuskan untuk
mempertanggungjawabkan
perbuatan karena
kesengajaan atau kealpaan merupakan unsur kesalahan, yang terdapat dalam Pasal 316 Undang-Undang nomor 22 tahun 2009, yang berbunyi :
”Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283,Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290,Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal
295, Pasal 296, Pasal 297,Pasal 298, Pasal 299, dan Pasal 300, adalah pelanggaran”.
A t a s d a s a r P a s a l 3 1 6 U n d a n g - U n d a n g n o m o r 2 2 t a h u n 2 0 0 9 d a p a t diketahui pasal-pasal mana yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang
dikategorikan sebagai
pelanggaran lalu lintas. Dari ketentuan pasal 3 1 6 i n i d a p a t d i s i m p u l k a n b a h w a s e s e o r a n g d i k a t e g o r i k a n m e l a k u k a n pelanggaran lalu lintas apabila melanggar ketentuan-ketentuan
Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 yang diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut: Pasal 274 ayat (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Ayat (2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap
orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2). Pasal 275 ayat (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan
yang mengakibatkan
gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat l alu lintas, f a s i l i t a s p e j a l a n k a k i , d a n a l a t p e n g a m a n p e n g g u n a j a l a n .
Suatu pameo klasik memberikan alternatif yang dilematis, antara materi hukum yang bagus dijalankan oleh aparat penegak hukum yang jelek, atau materi hukum yang cacat dijalankan oleh aparat penegak hukum yang bagus, maka akan terpilih alternatif kedua, karena output nya akan lebih baik daripada memilih alternatif pertama. Kondisi idealnya adalah baik materi hukum maupun aparat penegak hukumnya bagus. Hal ini menunjukkan pentingnya
“Kualitas moral dan etika aparat penegak hukum”
khususnya Polri dan PPNS yang
diberi wewenang untuk melakukan dan mengambil tindakan dalam rangka
penegakan hukum akan
berdampak pada kinerja yang profesional.
Kualitas moral dan etika penegak hukum yang tinggi guna terwujudnya kinerja penegak hukum yang baik. Kenyataan dalam proses ini penyelenggaraan penegakan hukum di bidang lalu lintas, bahwa masing-masing aparat
belum bekerja secara
profesional, hal ini bisa dilihat dari beberapa hal sebagai berikut : 1. Penegakan Hukum a. Penerapan hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 maupun peraturan pemerintah yang ada tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, seperti penerapan terhadap pasal-pasal ancaman pidana Pasal 273 sampai dengan Pasal 317 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, maupun pasal-pasal yang mengatur tentang
Pendidikan pengemudi seperti yang tertera pada Pasal 78 sampai Pasal 79 juncto Pasal 87 sampai dengan Pasal 89 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009.
b. Penjatuhan vonis oleh hakim terhadap pelaku pelanggaran lalu litas masih mengacu pada tabel tilang (kesepakatan
Diljapol) tidak
mengindahkan ancaman pidana yang tercantum pada ketentuan yang diatur pada pasal-pasal yang tertera pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dengan nominal denda yang relatif sangat ringan sehingga vonis yang
dijatuhkan tidak
memberikan efek jera bagi pelanggar yang dihukum. c. Sistem tilang dan
mekanisme proses
peradilan terhadap pelanggaran lalu lintas tidak dilaksanakan sebagaimana mekanisme sidang pengadilan yang benar, bahkan terkesan asal-asalan.
d. Konsistensi dalam pelaksanaan penegakan
hukum belum
diproyeksikan pada upaya peningkatan keselamatan lalu lintas dan kepatuhan
hukum masyarakat
walaupun telah ada konsep tentang penindakan dengan pola Sistem Potensial Point Target (SPPT) dan pelaksanaan kawasan tertib lalu lintas (KTL).
e. Penerapan Perda yang bertentangan dengan
ketentuan hirarki
perundang-undangan. f. Pemanfaatan teknologi dan
laboratorium forensik
dalam bidang
pengungkapan kasus kecelakaan lalu lintas utamanya kasus-kasus kecelakaan yang menonjol belum dilaksanakan. 2. Sikap Penegak Hukum
a. Lemahnya etika moral dan profesionalisme sebagai aparat penegak hukum serta sikap arogansi yang masih melekat dalam melaksanakan tugas penegakan hukum.
b. Banyaknya penyimpangan yang dilakukan dengan cara melampaui batas
wewenang, pungli,
bertindak kasar dan tidak mencerminkan sebagai
sosok pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat.
c. Lemahnya koordinasi antar aparat penegak hukum baik sesama aparat penegak hukum di jalan maupun dengan unsur
Criminal Justice System
(CJS).
d. Pelaksanaan penegakan hukum oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Departemen Perhubungan / LLAJR terhadap pelanggaran yang
sesuai dengan
kewenangannya tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada.
e. Penanganan dan
pengelolaan trayek angkutan umum baik angkutan umum antar propinsi maupun trayek didalam satu propinsi sering menimbulkan
terjadinya protes akibat adanya tumpang tindih perijinan trayek serta tidak rasionalnya pemberian trayek pada daerah tertentu dengan dalih otonomi daerah.
f. Traffic Education belum dilaksanakan dengan baik dan kontinue.
g. Proses pemberian surat ijin mengemudi (SIM) tidak dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada.
3. Sarana dan Prasarana
a. Terbatasnya sarana dan
prasarana yang
mendukung terlaksananya penegakan hukum di bidang lalu lintas antara lain :
1) Perlengkapan jalan seperti: rambu-rambu,
marka jalan,
penerangan jalan dan tanda-tanda lalu lintas lain dirasakan masih sangat kurang.
2) Mobilitas aparat penegak hukum yang tidak mengimbangi hakekat ancaman.
3) Alat teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk tugas penegak hukum, belum bisa dioperasionalkan secara yuridis.
b. Tidak berfungsinya jalan
sebagaimana mana
mestinya, akibatnya penggunaan untuk kaki lima, parkir pada badan jalan, bangunan pada daerah manfaat jalan dan sebagainya.
c. Rendahnya disiplin dan budaya tertib para pemakai jalan, sebagaimana akibat kualitas disiplin yang rendah, pemahaman aturan yang kurang, dan pengaruh manajemen transportasi yang tidak sehat.
d. Belum adanya organisasi khusus yang bertanggung
jawab terhadap
keselamatan lalu lintas di negeri ini dalam wadah / badan koordinasi di bidang lalu lintas yang ada di wilayah-wilayah belum mencerminkan kinerja yang terfokus pada masalah keselamatan lalu lintas.
D. Kesimpulan
Proses hukum yang perlu dilakukan agar lalu lintas berjalan dengan tertib dan aman adalah pengguna jalan harus mentaati rambu-rambu lalu lintas, safety riding (helm atau sabuk pengaman) ketika berlalu lintas, menggunakan kecepatan yang tidak terlalu berlebihan dalam berkendaraan, dan lain sebagainya. Sementara itu upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dalam rangka mewujudkan kepatuhan hukum masyarakat terhadap undang-undang lalu lintas harus menunjukkan kesungguhan yang berarti hal ini terlihat dari langkah-langkah sosialisasi Undang-undang Lalu Lintas harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk penerapan UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Raya (LLAJR) harus
dilaksanakan sebagaimana mestinya yakni melakukan koordinasi kepada instansi terkait seperti dinas perhubungan, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan yang berhubungan dengan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang
lalu lintas dan angkutan jalan secara nasional sehingga koordinasi ini sangatlah penting supaya keselamatan dan masalah kepatuhan hukum lalu lintas masyarakat dapat ditangani secara baik serta tidak ada tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian setiap pelanggaran tentang lalu lintas.
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana 2. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Agus Salim, Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial : Dari Denzin Dan Penerapannya, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta.
Arif Budiarto Dan Mahmudah,
Rekayasa Lalu Lintas, Penerbit : UNS Press, 2007. Harian Bangkapos. Senin, 25 Juli
2011, Pelanggaran Lalu Lintas Masih Tinggi. 56 Berkas Disidangkan. Jacobus Ranjabar, Sisitem Sosial Budaya Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Muhammad Ikhsan, Masalah Lalu Lintas dan Solusi
Mengatasinya di
Indonesia, Aditya Bakti, Bandung, tp.
Satjipto Raharjo, Menuju Kepolisian Republik Indonesia Mandiri yang Profesional,
Jakarta, Yayasan Tenaga Kerja, 2000.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya Wirjono Pradjo Dikoro, Asas Hukum
Pidana Di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung, 2002.