• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGGUNAAN CRUDE FISH OIL (CFO) PADA PAKAN TERHADAP KANDUNGAN RETENSI LEMAK DAN RETENSI ENERGI KEPITING BAKAU (Scylla serrata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGGUNAAN CRUDE FISH OIL (CFO) PADA PAKAN TERHADAP KANDUNGAN RETENSI LEMAK DAN RETENSI ENERGI KEPITING BAKAU (Scylla serrata)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGGUNAAN CRUDE FISH OIL (CFO) PADA PAKAN TERHADAP KANDUNGAN RETENSI LEMAK DAN RETENSI ENERGI

KEPITING BAKAU (Scylla serrata)

Oleh : SITI HADIJAH

SURABAYA-JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2016

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini : N a m a : Siti Hadijah N I M : 141211132003

Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 24 Maret 1994

Alamat : Jalan Ngagel Tirto gang 2 nomer 6 Surabaya Telp./HP 0822 3134 9877

Judul Skripsi : Penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada Pakan terhadap Kandungan Retensi Lemak dan Retensi Energi Kepiting Bakau (Scylla serrata).

Pembimbing : 1. Agustono, Ir., M.Kes.

2. Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, drh., MP.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Mandiri / Proyek Dosen / Hibah / PKM (coret yang tidak perlu). Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :

1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi;

3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

(3)

SKRIPSI

PENGGUNAAN CRUDE FISH OIL (CFO) PADA PAKAN TERHADAP KANDUNGAN RETENSI LEMAK DAN RETENSI ENERGI

KEPITING BAKAU (Scylla serrata)

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh : SITI HADIJAH NIM. 141211132003

(4)

SKRIPSI

PENGGUNAAN CRUDE FISH OIL (CFO) PADA PAKAN TERHADAP KANDUNGAN RETENSI LEMAK DAN RETENSI ENERGI

KEPITING BAKAU (Scylla serrata)

Oleh: SITI HADIJAH NIM. 141211133068

Telah diujikan pada

Tanggal : 16 Agustus 2016

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Mirni Lamid, drh., MP Anggota : Dr. M. Anam Al-Arif, drh., MP.

Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. Agustono, Ir., M.Kes

Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, drh., MP

(5)

v

RINGKASAN

SITI HADIJAH. Penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada Pakan terhadap Kandungan Retensi Lemak dan Retensi Energi Kepiting Bakau (Scylla serrata). Dosen Pembimbing Agustono, Ir., M.Kes. dan Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, drh., MP.

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan biota air payau yang memiliki potensi pasar yang cukup luas di dalam negeri maupun luar negeri, hal tersebut dikarenakan kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki rasa yang lezat, enak dan bergizi tinggi. Pakan alami kepiting bakau adalah ikan rucah, salah satu contoh yaitu ikan kuniran yang memiliki kandungan gizi sebesar protein 15,43%, lemak 0,46%, air 84,29% dan abu 0,77%. Kebutuhan lemak pakan kepiting adalah 4,8-10,8%, namun ikan kuniran memiliki lemak 0,46% sehingga membutuhkan lemak tambahan. Penggunaan lemak dalam pakan ikan sangat penting dalam menunjang laju pertumbuhan ikan. Ikan membutuhkan lemak sebagai sumber energi. Hal inilah yang menyebabkan biaya produksi meningkat untuk penyediaan pakan yang membutuhkan kandungan lemak yang efisien oleh karena itu, perlu dilakukan upaya menambahkan minyak ikan Crude Fish Oil (CFO) yang merupakan salah satu sumber asam lemak kaya manfaat karena terkandung lemak kasar sebesar 55,8791%.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan berpengaruh terhadap retensi lemak dan retensi energi kepiting bakau (Scylla serrata). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – April di Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga. Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap. terdiri atas lima perlakuan dan empat kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah penambahan Crude Fish Oil (CFO) 0%, 2%, 4%, 6% dan 8% pada pakan. Analisis data yang digunakan adalah statistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa retensi lemak dan retensi energi antar perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Dari hasil penelitian disimpulkan penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan tidak memberikan peningkatan terhadap retensi lemak dan retensi energi kepiting bakau (Scylla serrata).

(6)

vi SUMMARY

SITI HADIJAH. Addition of Crude Fish Oil (CFO) Towards Feed of the Fat and Energy Retention of Mud Crabs (Scylla seratta). Academic Advisor Agustono, Ir., M.Kes. and Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, drh., MP.

Mud Crab (Scylla serrata) is brackish water organism that has quite big market potential in and out of the country, that because mud crab (Scylla serrata) has tasty flavour and high gizi. Natural feed of mud crab is trash fish, one of the example is kuniran fish that has gizi content such a 15.43% of protein, 0.46% of fat, 84.29% water and ash 0.77%. Crab needed fat in feed as big as 4.8-10.8%, but kuniran fish has 0.46% fat so need additional fat. Uses of fat in fish feed is very important to support fish’s growth rate. Fish need fat as an energy source. That is the reason why production cost increase for feed supply that need efficient fat content so need the addition of fish oil Crude fish Oil (CFO) as one of fatty acids source that have 55.8791% extract ether.

Purpose of this research is to know Crude Fish Oil (CFO) in feed affect fat retention and energy retention of mud crab (Scylla serrata). Research methods used was experimental methods with randomly complete design, included five treatments and four replication. Treatments used were addition of Crude Fish Oil (CFO) 0%, 2%, 4%, 6% and 8% in feed. Data was analyzed by statistic.

The result of this reasearch showed that fat retention and energy retention of each treatments has no significantly different (p>0.05). From the results of this study can be concluded that the use of Crude Fish Oil (CFO) in feed didn’t give enhancement to fat retention and energy retention of mud crab (Scylla serrata).

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian Skripsi tentang Penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada Pakan terhadap Kandungan Retensi Lemak dan Retensi Energi Kepiting Bakau (Scylla serrata). Laporan ini disusun berdasarkan hasil Penelitian Skripsi yang telah dilakukan selama bulan Maret sampai April 2016. Penulis haturkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga yang telah mendo’akan, mendidik dan memberikan motivasi hingga terselesaikannya Penelitian Skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Penulis menyadari bahwa Penelitian Skripsi ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis demi perbaikan dan kesempurnaan Penelitian Skripsi ini. Penulis berharap laporan Penelitian Skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi perikanan, khususnya Budidaya Perairan.

Surabaya, 25 Juli 2016

Penulis

(8)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Saya ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan limpahan karuniaNya sehingga Penelitian Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Mirni Lamid Ir., MP. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

2. Bapak Prayogo, S.Pi., MP. selaku Dosen Wali yang banyak memberi saran. 3. Bapak Agustono, Ir., M.Kes. selaku Pembimbing utama yang telah memberikan masukan serta bimbingan selama proses berlangsungnya penelitian hingga selesai dan Ibu Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, drh., MP. selaku dosen pembimbing serta yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, arahan dan nasehat sejak penyusunan usulan penelitian hingga penyelesaian laporan penelitian ini dengan penuh kesabaran.

4. Ibu Dr. Mirni Lamid, drh., MP., Bapak Dr. M. Anam Al-Arif, drh., MP. dan Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga atas segala ilmu yang telah bapak dan ibu berikan selama ini. 6. Ibunda Foniyem dan Almarhum Ayahanda Soeparlan selaku orang tua dan

keluarga yang telah menyayangi, mencintai, mendukung dan memotivasi sepenuh hati.

7. Seluruh staf kependidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga atas segala bantuannya.

8. Angkatan Barracuda 2012 yang berjuang bersama memberi semangat selama pengerjaan Laporan Penelitian.

9. Sahabat dan teman-teman yang selalu membantu dalam penyusunan Laporan Penelitian ini terutama Gusti Ragil Pamungkas Kohar, Mustika Alifa, Putri Kumala Eka Dewi, Purnama Cahya Jatmiko, Gigih Bintara Putra, Intan Rizky Gunawan, Ayu Herdianti Primashita, Kemala Hudita,

(9)

ix

Catherine Sabila, Mashita Vivi Mahargiani, Tomi Wijaya, G. Bima, Anggita, Faurina, Ataina, Deni, Elly, Anita, Any, laillatul, Mas Fajar (Kirun), Mbak Shela, Mas Bagus (Jemblung), Rita Ardianti (mbah), Vania Ardelia, Nona Vicky, Alfinaocta, Anggraita Arindra, Cherry Ramadhani, Dina Arie, Mega Laras, Riezka Gianina, Sherty Putri, Yussrina Harmadani, Ika Puji, Dia Ayu, Fitri Yuni, Tawaffa Fifin, Lita Oktasari, Dini Arivina, Ika Helwandi, Vika Jessy, Sabrina, Indah Puspita, Dwi Indah,Lukman, Gumelar, Emir, Iman, Okky dan Rachmat.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan maupun penyelesaian penelitian skripsi. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat-Nya dan membalas segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... v

SUMMARY ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMAKASIH ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kepiting Bakau (Scylla serrata) ... 4

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi ... 4

2.1.2 Kandungan Nutrien Kepiting Bakau ... 6

2.1.3 Kebiasaan Makan Kepiting Bakau ... 7

2.1.4 Kebutuhan Nutrien Kepiting Bakau ... 7

2.2 Crude Fish Oil (CFO) Ikan Lemuru ... 8

2.3Retensi Pada Daging Kepiting Bakau ... 10

2.3.1 Retensi Lemak ... 10

2.3.2 Retensi Energi ... 11

III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS ... 14

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 14

(11)

xi

3.2 Hipotesis Penelitian ... 18

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 19

4.1 Tempat dan Waktu ... 19

4.2 Materi Penelitian ... 19

4.2.1 Peralatan Penelitian ... 19

4.2.2 Bahan Penelitian ... 19

a. Hewan Uji ... 19

b. Media Pemeliharaan ... 20

c. Bahan Pakan ... 20

4.3 Metode Penelitian ... 20

4.3.1 Prosedur Kerja ... 20

a. Persiapan Alat dan Bahan ... 20

b. Pakan Kepiting Bakau ... 21

4.3.2 Rancangan Penelitian... 21

4.3.3 Variabel Penelitian... 22

a. Variabel Penelitian... 22

b. Deskripsi Variabel ... 23

c. Parameter Pendukung ... 24

4.3.4 Analisis Data ... 24

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1Hasil ... 26

5.1.1 Retensi Lemak Kepiting Bakau (Scylla serrata)... 26

5.1.2 Retensi Energi Kepiting Bakau (Scylla serrata) ... 26

5.1.3 Kualitas Air ... 27

5.2Pembahasan ... 27

5.2.1 Retensi Lemak Kepiting Bakau (Scylla serrata) ... 27

5.2.2 Retensi Energi Kepiting Bakau (Scylla serata) ... 30

5.2.3 Kualitas Air ... 32

VI SIMPULAN DAN SARAN ... 34

6. 1Simpulan ... 34

6. 2Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

LAMPIRAN ... 41

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan asam lemak pada Crude Fish Oil (CFO) ... 10

2. Rata-rata retensi lemak. ... 26

3. Rata-rata retensi energi ... 27

4. Nilai kisaran kualitas air ... 27

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kepiting Bakau (Scylla serrata)... 4

2. Anatomi Kepiting Bakau (Scylla serrata)... 6

3. Proses perombakan pakan menjadi energi ... 12

4. Pembagian energi ikan yang diperoleh dari pakan ... 13

5. Diagram alir kerangka konsep ... 17

6. Denah pengacakan perlakuan ... 22

7. Diagram alir prosedur penelitian ... 25

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1a. Hasil analisis proksimat lengkap daging ... 41

1b. Hasil analisis proksimat dengan disamakan bahan kering ... 43

2. Berat rata-rata kepiting awal, akhir dan pakan yang dikonsumsi ... 44

3. Perhitungan retensi lemak dan energi kepiting (scylla serrata) ... 45

4. Hasil ANOVA kandungan retensi lemak ... 50

5. Hasil ANOVA kandungan retensi energi... 52

6. Hasil ANOVA transformasi kandungan retensi lemak ... 54

7. Hasil ANOVA transformasi kandungan retensi energi... 56

8. Data berat badan kepiting bakau ... 58

9. Hasil ANOVA kandungan berat badan kepiting bakau ... 59

10. Data pakan yang dikonsumsi ... 61

11. Kualitas air pemeliharaan Kepitng Bakau ... 62

12. Dokumentasi penelitian ... 64

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Badan Pusat Statistik/BPS (2016) jumlah penduduk di Indonesia tahun 2015 mencapai 252.370.792, sehingga konsumsi masyarakat meningkat seiring dengan kebutuhan protein hewani yang meningkat pula. Protein hewani yang berasal dari perairan saat ini berkembang dengan baik.

Pengembangan budidaya lebih banyak mengarah ke ikan-ikan ekonomi tinggi, sementara di perairan Indonesia masih banyak biota-biota air payau yang dapat dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi salah satunya adalah kepiting bakau. Menurut Pramudya dkk. (2013) kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki potensi pasar yang cukup luas di dalam negeri maupun luar negeri, hal tersebut dikarenakan kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki rasa yang lezat, enak dan bergizi tinggi.

Aslamyah dan Fujaya (2010a) menyatakan bahwa kepiting bakau mempunyai kandungan gizi yaitu abu 30%, protein 37,6%, lemak 6,34%, serat kasar 10,8%, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 14,36% dan glikogen otot 11,42 mg/g. Hasil analisis proksimat pada daging kepiting bakau mengandung protein 44,85-50,58%, lemak 10,52-13,08% dan energi 3,579-3,724 kkal/g (Karim, 2005). Pakan alami kepiting bakau adalah ikan rucah, salah satu contoh yaitu ikan kuniran yang memiliki kandungan gizi antara lain protein 15,43%, lemak 0,46%, air 84,29% dan abu 0,77% (Novian, 2005). Kebutuhan lemak pakan kepiting adalah 4,8-10,8% (Catacutan et al., 2003), namun ikan kuniran memiliki lemak 0,46% sehingga membutuhkan lemak tambahan.

(16)

Penggunaan lemak dalam pakan ikan sangat penting dalam menunjang laju pertumbuhan ikan. Retensi lemak merupakan perbandingan antara banyaknya lemak yang tersimpan dalam bentuk jaringan di tubuh ikan dan banyaknya lemak pakan yang dikonsumsi. Ikan membutuhkan lemak sebagai sumber energi dan untuk mempertahankan bentuk dan fungsi-fungsi jaringan. Retensi energi merupakan perbandingan antara banyaknya energi yang tersimpan dalam bentuk jaringan di tubuh ikan dan banyaknya energi dalam pakan yang dikonsumsi (Subekti dkk., 2011). Hal inilah yang menyebabkan biaya produksi meningkat untuk penyediaan pakan yang membutuhkan kandungan lemak yang efisien oleh karena itu, perlu dilakukan upaya menambahkan minyak ikan yang merupakan salah satu sumber asam lemak kaya manfaat karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak jenuh (Panagan dkk., 2012).

Kaban dan Daniel (2005) menyatakan bahwa minyak ikan mengandung asam lemak tak jenuh seperti Eicosapentaenoic Acid (EPA), Docosahexaenoic Acid (DHA), dan asam linoleat yang sangat bermanfaat. Hasil analisis Crude Fish Oil (CFO) menunjukkan kandungan lemak kasar sebesar 55,8791%, asam lemak omega-3 EPA sebesar 10,7173% dan DHA sebesar 7,0108% (Lokapirnasari, 2013). Kandungan lemak pada minyak ikan diharapkan dapat berpengaruh terhadap retensi lemak dan retensi energi daging kepiting pada penambahan pakan alami kepiting.

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1 Apakah penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan berpengaruh

terhadap retensi lemak kepiting bakau (Scylla serrata)?

2 Apakah penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan berpengaruh terhadap retensi energi kepiting bakau (Scylla serrata)?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari latar belakang diatas, tujuan penelitian ini adalah :

1 Mengetahui pengaruh penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan terhadap retensi lemak kepiting bakau (Scylla serrata).

2 Mengetahui pengaruh penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan terhadap retensi energi kepiting bakau (Scylla serrata).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pengaruh dosis pemberian Crude Fish Oil (CFO) pakan yang berpengaruh terhadap retensi lemak dan retensi energi kepiting bakau sehingga bisa digunakan oleh pembudidaya kepiting untuk menghasilkan produk yang sehat. Hasil penelitian ini diharapkan bisa diterapkan dalam budidaya kepiting bakau dengan tujuan menghasilkan produk yang aman bagi konsumen.

(18)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepiting Bakau (Scylla serrata) 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

Kepiting bakau memiliki nama latin (Scylla serrata). Klasifikasi kepiting bakau menurut Keenan (1999) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Mandibulata Class : Crustacea Subclass : Malacostraca Ordo : Decapoda Subordo : Pleocyemata Infraorder : Branchyura Superfamili : Portunoidea Famili : Portunidae Genus : Scylla

Spesies : Scylla serrata

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis crustacea dari famili Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi, dapat dimakan dan merupakan salah satu spesies yang mempunyai ukuran paling besar dalam genus Scylla (Kuntiyo, 1994 dalam Agus, 2007). Kepiting bakau (Scylla serrata) terdapat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kepiting Bakau (Scylla serrata) (Monoarfa, 2014).

(19)

Menurut Monoarfa (2014) secara umum morfologi kepiting bakau dapat dikenali dengan ciri sebagai berikut: Seluruh tubuhnya tertutup oleh cangkang, terdapat 6 buah duri diantara sepasang mata, 9 duri disamping kiri dan kanan mata, mempunyai sepasang capit, pada kepiting jantan dewasa cheliped (kaki yang mencapit) dapat mencapai ukuran 2 kali panjang karapas, mempunyai 3 kaki jalan, mempunyai sepasang kaki renang dengan bentuk pipih, kepiting jantan mempunyai abdomen yang berbentuk sedikit lancip menyerupai segi tiga sama kaki, sedangkan pada kepiting betina dewasa sedikit membundar dan melebar, Scylla serrata dapat dibedakan dengan jenis lainnya, karena mempunyai ukuran paling besar, disamping itu Scylla serrata mempunyai pertumbuhan yang paling cepat dibandingkan ketiga spesies lainnya.

Scylla serrata, memiliki warna relatif sama dengan warna lumpur, yaitu warna coklat kehitam-hitaman pada karapasnya dan putih kekuning-kuningan pada abdomennya. Propudus bagian atas terdapat sepasang duri yang runcing dan 1 buah duri pada propudus bagian bawah, selain itu habitat kepiting bakau spesies ini sebagian besar di hutan-hutan bakau di perairan Indonesia (Agus, 2007).

Scylla serrata, memiliki chella dan kaki-kakinya memilki pola poligon yang sempurna untuk kedua jenis kelamin dan pada abdomen betina. Warna bervariasi dari ungu, hijau sampai hitam kecoklatan. Duri pada dahi tinggi, sempit, dan agak tumpul, dasar cekungan (lembah) diantara dua duri membulat. Duri pada bagian luar cheliped sepasang duri tajam pada carpus dan dua duri tajam pada propodus dibagian tepi atas, di belakang dactilus (Keenan, 1999). Anatomi kepiting bakau (Scylla serrata), dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(20)

Gambar 2.2 Anatomi Kepiting Bakau (Scylla serrata) (Suryani, 2006).

Keterangan 1. Lebar karapas, 2. Mata, 3. Kaki jalan, 4. Panjang Karapas, 5. Karapas, 6. Merus, 7. Basiischium, 8. Kaki renang, 9. Carpus, 10. Propodus, 11. Capit.

2.1.2 Kandungan Nutrien Kepiting Bakau

Kepiting bakau mempunyai kandungan gizi yaitu protein 62,72%, lemak 0,83%, abu 7,5% dan kadar air 9,9% (Sulaiman dan hanafi, 1992 dalam Winestri dkk., 2014). Hasil analisis proksimat (%bahan kering), serta kadar glikogen hepatopankreas dan otot kepiting (mg/g) setelah 15 hari yaitu abu 36,35%, protein 34,56%, lemak 6,54%, serat kasar 12,43%, BETN 10,12%, glikogen hepatopankreas 7,56 mg/g dan glikogen otot 6,36 mg/g (Aslamsyah dan Fujaya, 2010b).

Menurut Aslamyah dan Fujaya (2010a), kandungan gizi cangkang kepiting yaitu protein 19%, lemak 7%, BETN 55,97%, serat kasar 11,5%, abu 6,53% dan air 7,04%. Kulit kepiting mengandung protein 15,6-23,9%, kalsium karbonat 53,7-78,4% dan kitin 18,7-32,2% (Darmawan dkk., 2007).

(21)

2.1.3 Kebiasaan Makan Kepiting Bakau

Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebaran terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolam di setiap perairan. Sebagian besar kepiting banyak hidup di perairan payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang hidup dalam ekosisitem ini adalah Hermit crab, Uca sp., Mud lobster dan kepiting bakau (Prianto, 2007).

Kepiting bakau baru keluar dari persembunyiannya beberapa saat setelah matahari terbenam dan bergerak sepanjang malam terutama untuk mencari makan. Kepiting bakau ketika matahari akan terbit, kembali membenamkan diri sehingga kepiting bakau digolongkan hewan malam (nocturnal). Kepiting bakau dalam mencari makan lebih suka merangkak, walaupun kepiting juga dapat berenang ke permukaan air. Kepiting dewasa dapat dikatakan pemakan segala (omnivora) dan pemakan bangkai (scavanger). Kepiting menggunakan capitnya untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Kepiting mempunyai kebiasaan unik dalam mencari makan, bila di daerah kekuasaannya di ganggu musuh, maka kepiting dapat saja menyerang musuhnya dengan ganas (Soim, 1996).

2.1.4 Kebutuhan Nutrien Kepiting Bakau

Pakan dalam usaha budidaya kepiting bakau dapat berupa pakan alami dan pakan buatan. Ikan rucah merupakan pakan alami atau pakan segar yang umumnya digunakan sebagai pakan utama dalam usaha budidaya kepiting bakau, karena dianggap dapat menghasilkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan pakan buatan (Aditya dkk., 2012). Keunggulan pakan alami atau ikan rucah

(22)

dibandingkan dengan pakan buatan, diantaranya adalah pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan bobot dan lebar karapas kepiting bakau (Herlinah dkk., 2010).

Menurut Hartono (2014), ikan yang digunakan untuk pakan alami kepiting adalah ikan kuniran yang memiliki kandungan protein 15,37%, abu 2,0632%, serat kasar 0,0481%, Ca 2,27%, BETN 0,27%, lemak kasar 2,59% dan Metabolizable Energi (ME) 709,53(Kcal/kg). Kebutuhan nutrien kepiting meliputi protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Kisaran komposisi kebutuhan nutrien untuk kepiting adalah protein 45%, lemak berkisar 9-12% dan vitamin C 12-24 mg/100g pakan (Suwirya, 2003 dalam Marzuqi dkk., 2006). Hasil penelitian Aslamyah dan Fujaya (2010b) menunjukan bahwa pakan buatan dengan kadar karbohidrat 48,89% dan lemak 7,2% memberikan respon persentase molting tertinggi.

Ikan rucah memiliki masa simpan yang cukup pendek, tanpa pendingin ikan rucah akan cepat membusuk khususnya didaerah tropis. Bahkan dengan pendingin, nilai nutrisi ikan rucah akan menurun dalam beberapa minggu, sehingga pembudidaya memerlukan freezer untuk menyimpan ikan rucah agar tidak mudah membusuk (Sim et al., 2005).

2.2 Crude Fish Oil (CFO) Ikan Lemuru

Minyak ikan yang sangat berpotensial di Indonesia adalah minyak ikan lemuru. Minyak ikan lemuru merupakan hasil sampingan pembuatan tepung ikan dan pengalengan ikan lemuru (Sardinella longiceps). Produksi ikan lemuru di Indonesia rata-rata mencapai ±15,84% pertahun dari produksi total semua jenis

(23)

ikan. Muncar sebagai daerah penangkapan utama ikan lemuru, produksi rata-rata pertahun ±81,37% dari total ikan lemuru di Jawa Timur. Kandungan lemak atau minyak dari lemuru sekitar 4,5-11,8% (Bandie, 1982 dalam Rusmana dkk., 2008). Salah satu alternatif minyak yang dapat dijadikan pakan sumber energi yang tidak bersaing dengan manusia adalah minyak ikan lemuru. Minyak ikan lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari proses pengalengan maupun penepungan ikan lemuru. Proses pengalengan ikan diperoleh rendaman berupa minyak sebesar 5% dan proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan 1 ton ikan lemuru akan diperoleh 50 kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari 1 ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh ±100kg hasil samping berupa minyak ikan lemuru (Setiabudi, 1990 dalam Rusmana dkk., 2010).

Minyak ikan juga mengandung vitamin A dan D, dua jenis vitamin yang larut dalam lemak dalam jumlah tinggi. Kadar vitamin A dalam minyak ikan 1.000-1.000.000 SI (Standar Internasional) per gram, sementara vitamin D sekitar 50-30.000 SI (Standar Internasional) per gram (Komariyah dan Aries, 2009).

Crude Fish Oil (CFO) menurut Rasyid (2003) adalah minyak ikan yang didapatkan dari hasil ekstraksi dan belum dimurnikan. Dijelaskan lebih lanjut oleh Rasyid (2003) bahwa tahapan pertama unutuk menghasilkan minyak ikan yaitu proses pengukusan pada temperatur 95° C dilanjutkan dengan pemisahan fase cair dan fase padat kemudian dilakukan proses pemurnian.

Minyak ikan merupakan sumber lemak hewani dan mengandung asam lemak omega-3 dalam jumlah banyak (Agustono dkk., 2015). Crude Fish Oil (CFO) memiliki kandungan 12 asam lemak yang dapat dilihat pada tabel 2.1.

(24)

Tabel 2.1 Kandungan Asam Lemak pada Crude Fish Oil (CFO) (ULP, 2016). NO Macam Analisis Asam-asam Lemak (%) Hasil Analisis

1. Lauric acid (C12:0) 0,890

2. Myristic acid (C14:0) 4,937

3. Pentadecanoid acid (C15:0) 0,258

4. Palmitoleic acid (C16:1) 3,685

5. Palmitic acid (C16:0) 35,057

6. Margaric acid (C17:0) 0,296

7. Linoleic acid (C18:2) 6,886

8. Oleic acid (C18:1) 30,570

9. Octadecenoic acid 1,466

10. Stearic acid (C18:0) 6,171

11. Eicosatetraenoic acid (C20:4) 0,379 12. Eicosapentaenoic acid (C20:5) 3,622

13. Eicosenoic acid (C20:1) 0,905

14. Eicosanoic acid (C20:0) 0,363

15. Docosahexaenoic acid (C22:6) 3,556

16. Docosenoic acid (C22:0) 0,969

2.3 Retensi Pada Daging Kepiting Bakau 2.3.1 Retensi Lemak

Subandiyono (2009) menyatakan bahwa lemak merupakan salah satu komponen makro-nutrien dengan kandungan energi terbesar dibandingkan dengan protein maupun karbohidrat. Setiap gram lemak mengandung energi 2,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan energi dalam setiap gram protein maupun karbohidrat. Komponen penting lemak adalah trigliserida, fosfolipid, wax (lilin), sterol dan sfingomielin. Kecernaan lemak bervariasi tergantung jumlah dalam pakan, tipe dari lemak, suhu air, derajat kejenuhan lemak dan panjang rantai karbonnya. Lipida adalah kelompok lemak yang terdapat dalam jaringan tanaman maupun hewan (Fahy et al., 2005).

Fungsi secara umum adalah sebagai sumber energi metabolik (Adenosin Trifosfat/ATP), sebagai sumber asam lemak esensial (Essensial Fatty Acid/EFA),

(25)

merupakan komponen esensial dari membran seluler dan sub-seluler dan sebagai sumber sterol yang berperan dalam fungsi biologis penting seperti mempertahankan sistem membran, transport lemak dan prekursor sebagai hormon steroid (Subandiyono, 2009).

Retensi lemak menggambarkan kemampuan ikan menyimpan dan memanfaatkan lemak pakan (Agustono dkk., 2011). Tingkat kencernaan lemak yang tinggi menghasilkan kecernaan protein yang tinggi pula, begitupula sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena asam lemak yang ada pada lemak yang digunakan dapat memberikan kontribusi pada metabolisme ikan hingga mempengaruhi tingkat kecernaan dari protein (Marzuqi dan Dewi, 2013).

2.3.2 Retensi Energi

Penggunan lemak dalam pakan ikan sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ikan, lemak merupakan sumber energi yang memiliki nilai yang cukup tinggi dibanding karbohidrat dan protein. Penggunan lemak sebagai sumber energi sebenarnya hanya sebagai “protein sparing” yaitu lemak mempunyai fungsi untuk menggantikan protein sebagai sumber energi, sehingga penggunaan protein dapat dihemat untuk memaksimalkan pertumbuhan (Djajasewaka, 1990 dalam Komariyah dan Aries, 2009).

Penggunaan energi pada ikan dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. Energi diperoleh dari perombakan ikatan kimia melalui proses reaksi oksidasi terhadap komponen pakan, yaitu protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana (asam amino, asam lemak dan glukosa) sehingga dapat diserap oleh tubuh untuk digunakan atau disimpan, apabila akan digunakan

(26)

senyawa tersebut akan mengalami perombakan lagi hingga terbentuk karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi dapat dilihat pada gambar 2.3 (Afrianto dan Liviawaty, 2005).

Gambar 2.3 Proses perombakan pakan menjadi energi (Afrianto dan Liviawaty, 2005).

Lemak sebagai komponen penyedia energi, aktifitas harian mulai dari berenang, mencari makan, menghindari musuh, metabolisme, pertumbuhan dan ketahanan tubuh memerlukan energi. Lemak mengandung asam-asam lemak dan umumnya ikan tidak dapat membentuknya sendiri sehingga harus diberikan dalam pakan tambahan. Asam lemak mengandung energi tinggi (menghasilkan banyak ATP) karena itu kebutuhan lemak dalam pakan sangat diperlukan (Komariyah dan Aries, 2009).

Menurut Haryati dkk. (2011) retensi energi adalah besarnya energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat disimpan dalam tubuh. Linder (1992) dalam Sukmaningrum dkk. (2014) menyatakan energi dalam pakan secara fisiologis digunakan untuk pemeliharaan dan metabolisme, apabila terdapat sisa akan dideposisi sebagai jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan dan untuk sintesa produk reproduksi.

(27)

Pembuangan energi melalui urin, insang dan produksi panas tergantung pada makanan dan pemberian pakan. Energi terbuang melalui urin dan insang dari penyerapan nutrien yang tidak dimetabolisme oleh ikan. Energi yang tersimpan digunakan sebagai energi pertumbuhan dan untuk sintesa produk reproduksi (Smith, 1989). Pembagian energi ikan yang diperoleh dari pakan dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pembagian energi ikan yang diperoleh dari pakan (Afrianto dan Liviawaty, 2005).

Energi total dalam pakan

Energi fecal Energi yang dapat dicerna

Produk berbentuk gas Energi urin Energi metabolisme

Energi bersih Peningkatan suhu

Energi

produksi Energi pemeliharaan

(28)

III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Menurut Badan Pusat Statistik/BPS (2016) jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan tahun 2010-2014 sebanyak 1,4% per tahun. Jumlah penduduk Indonesia bertambah sekitar 3,5 juta jiwa per tahun dalam kurun waktu sepuluh tahun ini dengan laju pertumbuhan penduduk (Muntok, 2011).

Konsumsi masyarakat meningkat, terlihat dari peningkatan jumlah penduduk per tahun. Produksi ikan di Indonesia pada tahun 2012 mencapai lebih dari 15 jutan ton, sementara produksi sumber protein hewani lainnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi ikan. Sumber daya perikanan yang besar ini, menjadikan kepiting berpeluang tinggi dalam memberikan kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia, khususnya sumber protein hewani (Kementrian Kelautan dan Perikanan/KKP, 2016).

Kepiting bakau termasuk jenis crustacea bernilai ekonomi penting karena harga cukup tinggi dan mempunyai prospek untuk dibudidayakan di tambak (Marzuqi, 2006). Volume ekspor kepiting pada tahun 2014 mencapai 28.090 ton dengan nilai US$ 414,3 juta (Direktur Jendral Perikanan Budidaya/ DJPB, 2014).

Permintaan kepiting yang terus menerus meningkat dikarenakan daging kepiting bercita rasa lezat serta memiliki kandungan gizi yang tinggi, berdasarkan hasil proksimat diketahui daging kepiting bakau mengandung lemak 0,7g (lemak jenuh 31% dari total lemak, lemak tunggal tidak jenuh 31% dari total lemak dan lemak majemuk tidak jenuh 38% dari total lemak), kolestrol 45 mg dan protein 65,75% (Tunisem dkk., 2010). Pakan alami kepiting bakau adalah ikan rucah jenis

(29)

ikan kuniran yang memiliki kandungan gizi protein 60,8%, lemak 2,9%, abu 4,3% dan kadar air 1,4% (Boris, 2008), namum komposisi kebutuhan nutrien dalam kepiting adalah protein 32-40%, lemak 6-12% dan energi 14,7-17,6 mj/kg (Catacutan, 2002). Kebutuhan lemak pakan kepiting adalah 6-12%, namun ikan kuniran memiliki lemak 2,9% sehingga membutuhkan tambahan lemak.

Minyak ikan jenis Crude Fish Oil (CFO) atau minyak ikan kasar yang berasal dari ikan lemuru yang salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya manfaat, didalamnya mengandung sekitar 57,9% yang terdiri dari DHA 22,8% dan EPA 35,10% (Hendrasaputra, 2008).

Menurut Mulyani (2008) triasilgliserol atau trigliserida adalah senyawa lipid utama yang terkandung dalam bahan makanan dan sebagai sumber energi yang penting khususnya bagi hewan. Di usus halus enzim pankreas lipase mendegradasi triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol diabsorbsi ke dalam mukosa usus. Dalam mukosa usus asam lemak dan gliserol disintesis kembali menjadi triasilgliserol. Komponen ini kemudian diangkut menuju sel-sel target. Dalam sel otot (myocyte) asam lemak dioksidasi untuk energi dan di dalam sel adiposa (adipocyte) asam lemak diesterifikasi untuk disimpan sebagai triasilgliserol.

Energi diperoleh dari asam lemak dalam sel otot (myocyte) dioksidasi dalam proses oksidasi beta. Asam lemak harus diaktifkan dengan adanya ATP dan Koenzim-A dengan dikatalisir oleh enzim asil-KoA sintetase (tiokinase) menjadi asil-KoA. Reaksi β-oksidasi terjadi di mitokondria, β-oksidasi terjadi 4 tahapan. 1. Dehidrogenasi I, yaitu dehirogenasi asil-KoA oleh enzim asil KoA dehidrogenase.

(30)

Menghasilkan Trans-Δ2-Enoil-KoA, FAD bertindak sebagai koenzim direduksi menjadi FADH2, FADH2 dapat menghasilkan 2 ATP. 2. Hidratasi, yaitu ikatan rangkap pada KoA dihidratasi menjadi 3-hidroksiasil-KoA oleh enzim enoil-KoA hidratase. 3. Dehidrogenase II, yaitu 3-hidroksiasil-enoil-KoA oleh enzim β-hidroksil-KoA dehidrogenase menghasilkan β-ketoacil-KoA, NAD+ bertindak sebagai koenzim direduksi menjadi NADH+H+, NADH+H+ dapat menghasilkan 3 ATP. 4. Pemecahan molekul β-ketoacil-KoA dengan enzim β-ketoacil-KoA tiloasi menghasilkan asetil-KoA. Asetil–KoA dalam jalur input akan masuk kedalam siklus asam sitrat sehingga menghasilkan energi (Nugroho, 2009).

Penambahan Crude Fish Oil (CFO) atau minyak ikan kasar pada pakan alami (ikan rucah) kepiting bakau diharapkan dapat meningkatkan retensi lemak dan retensi energi. Retensi lemak menggambarkan kemampuan ikan menyimpan dan memanfaatkan lemak pakan (Agustono dkk., 2011). Retensi energi (RE) menunjukan besarnya kontribusi energi pakan yang dikonsumsi terhadap pertambahan energi tubuh ikan (Haryati dkk., 2011). Kerangka konsep dapat dilihat pada gambar 3.1.

(31)

Gambar 3.1 Diagram alir kerangka konsep.

: Aspek yang diteliti : Aspek yang tidak di teliti Usus

Perkembangan kepiting bakau (Scylla serrata)

Kandungan lemak pada pakan rendah

Upaya peningkatan dengan lemak melalui

pakan

Penambahan Crude Fish Oil (CFO)

Lemak

Fosfolipid Wax Trigliserida Sterol Sfingomielin

Asam lemak Monogliserida

Gliserol

Gliserol Asam lemak

Asil KoA

(32)

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diambil pada penelitian ini adalah :

H 1. Dosis penggunaan Crude Fish Oil (CFO) yang berbeda pada pakan berpengaruh terhadap retensi lemak kepiting bakau (Scylla serrata).

H 2. Dosis penggunaan Crude Fish Oil (CFO) yang berbeda pada pakan berpengaruh terhadap retensi energi kepiting bakau (Scylla serrata).

(33)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2016 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya. Analisis proksimat bahan baku pakan dan analisis proksimat pada kepiting dilakukan di Laboratorium Pakan Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Analisis kandungan asam lemak pada Crude Fish Oil (CFO) dilakukan di Laboratorium, Unit Layanan Pengujian (ULP) Universitas Airlangga.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi 60 buah akuarium, selang penyipon, aerator, selang aerasi, 60 buah batu aerasi, bak plastik besar, gelas ukur, timbangan digital, pH test kit, termometer, DO test kit dan amonia test kit, tandon, sendok, jangka sorong, saringan, chopper, nampan, pisau, telenan dan pipet ukur.

4.2.2 Bahan Penelitian A. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah kepiting bakau (Scylla serrata) berjenis kelamin jantan dengan ukuran 70-75 gram per ekor sebanyak 60 ekor.

B. Media pemeliharaan

(34)

Media pemeliharaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air payau dengan volume 2,5 liter pada akuarium yang berukuran 25x20x30 cm3.

C. Bahan pakan

Pakan yang akan digunakan dalam penelitian adalah ikan rucah jenis ikan kuniran yang di campur dengan Crude Fish Oil (CFO) dan tepung tapioka.

4.3 Metode Penelitian 4.3.1 Prosedur Kerja A. Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan penelitian dengan membersihkan peralatan yang akan digunakan. Air payau yang akan digunakan sebelumnya dilakukan penandonan dengan pemberian aerasi agar meningkatkan oksigen terlarut dan menghilangkan bahan kimia yang tidak diiginkan. Peralatan yang digunakan berupa akuarium pemeliharaan, tong plastik dan baskom dicuci menggunakan sabun dibilas dan dikeringkan. Akuarium yang sudah kering diisi dengan air payau pada setiap akuariumnya. Setelah dilakukan pengkondisian air akuarium maka dilakukan aerasi selama 1x24 jam untuk meningkatkan oksigen terlarut dan menghilangkan bahan kimia yang tidak diinginkan yang masih ada di dalam akuarium. Kemudian kepiting bakau yang sudah disiapkan dimasukkan kedalam akuarium dan dipuasakan selama satu hari untuk menghilangkan pengaruh pakan yang diberikan sebelumnya.

B. Pakan Kepiting Bakau

(35)

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan rucah. Ikan rucah yang digunakan sebagai pakan untuk kepiting adalah jenis ikan kuniran yang diambil bagian daging kemudian dilumatkan menggunakan chopper. Selanjutnya ditambahkan Crude Fish Oil (CFO)dan binder berupa tepung tapioka dengan dosis sesuai dengan perlakuan ke dalam pakan ikan rucah. Pakan ikan rucah yang telah ditambahkan Crude Fish Oil dan tepung tapioka tersebut di oven dengan suhu 45-50oC selama 1 jam sebelum diberikan pada kepiting bakau.

4.3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebab dalam penelitian ini hanya memiliki satu sumber keragaman yaitu Crude Fish Oil (CFO). Rancangan acak lengkap memiliki satu sumber keragaman yaitu perlakuan disamping pengaruh acak, sehingga hasil perbedaan antar perlakuan hanya disebabkan oleh pengaruh perlakuan dan pengaruh acak saja (Kusriningrum, 2012). Penelitian ini menggunakan 5 macam perlakuan dengan 4 ulangan pada setiap perlakuan. Perlakuan yang dilakukan adalah:

Perlakuan P0: Ikan rucah + 0 % Crude Fish Oil. + 1% tepung tapioka

Perlakuan P1: Ikan rucah + 2 % Crude Fish Oil. + 1% tepung tapioka

Perlakuan P2: Ikan rucah + 4 % Crude Fish Oil + 1% tepung tapioka

Perlakuan P3: Ikan rucah + 6 % Crude Fish Oil + 1% tepung tapioka

Perlakuan P4: Ikan rucah + 8 % Crude Fish Oil + 1% tepung tapioka

(36)

Penetepan dosis didasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Agustono dkk. (2015). Denah penempatan tiap perlakuan dan ulangan penelitian setelah dilakukan pengacakan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

B1 C2 E2 D1

A4 B2 C3 E1

D3 A1 B4 B3

E3 D2 A3 C1

C4 E4 D4 A1

Gambar 4.1 Denah pengacakan perlakuan

Keterangan A: Perlakuan kontrol, B: Perlakuan penambahan CFO 2%, C: Perlakuan penambahan CFO 4%, D: Perlakuan penambahan CFO 6% dan E: Perlakuan penambahan CFO 8%

Kepiting bakau dipelihara dalam akuarium dengan ukuran 25x20x30 cm3 sebanyak 1 ekor selama 35 hari. Pemberian pakan ikan rucah dilakukan dua kali sehari jam 09.00 dan jam 16.00 dengan dosis 5% dari berat tubuh kepiting setiap hari (Catacutan, 2002). Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Hartono (2014) bahwa pemberian pakan ikan rucah dengan dosis 5% dari berat tubuh kepiting memberikan pertumbuhan kepiting yang optimal. Selama pemeliharaan dilakukan penyiponan pada pagi hari untuk membersihkan pakan yang tersisa dan kotoran-kotoran yang ada.

4.3.3 Variabel Penelitian A. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu dosis Crude Fish Oil dalam pakan yaitu 0 %, 2%, 4%, 6% dan 8%.

(37)

2. Variabel tergantung pada penelitian ini yaitu kandungan retensi lemak dan retensi energi dalam daging kepiting bakau.

3. Variabel kendali pada penelitian ini yaitu jenis kepiting, umur kepiting, jenis kelamin, ukuran akuarium dan Kualitas air.

B. Deskripsi Variabel

Pengambilan sampel berasal dari 4 ulangan dalam 1 perlakuan. Kepiting bakau yang telah dipelihara selama 35 hari, dibunuh terlebih dahulu dengan cara menusuk bagian abdomen menggunakan pisau. Kepiting yang telah mati selanjutnya diambil seluruh daging yang ada di seluruh tubuhnya. Daging kepiting yang telah terkumpul dihaluskan terlebih dahulu, selanjutnya ditimbang sebanyak 5 gram. Sampel yang telah ditimbang selanjutnya dimasukkan kedalam botol schoot dan packing dalam sterofoam yang telah berisi es batu, selanjutnya siap untuk dilakukan pengiriman untuk dilakukan uji analisis proksimat. Pengujian analisis proksimat lemak dan energi dilakukan di Laboratorium Pakan Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Retensi energi (RE) yang dirumuskan Thung and Shiau (1991) dalam Yudiarto dkk. (2012) sebagai berikut:

RE = (Energi tubuh akhir-Energi tubuh awal)kkal×100% Total energi pakan yang diberikan (kkal)

Retensi lemak (RL) dirumuskan oleh Viola and Rappaport (1979) dalam Yudiarto dkk. (2012) sebagai berikut:

RL = (bobot lemak tubuh akhir-bobot lemak tubuh awal)g×100% Total lemak pakan yang diberikan (g)

(38)

C. Parameter pendukung

Parameter pendukung pada penelitian ini adalah suhu, salinitas, kandungan oksigen dan pH. Pengukuran suhu dilakukan dengan mengunakan termometer, sedangkan salinitas diukur menggunakan refraktometer. Kandungan oksigen diukur menggunakan DO test kit dan pH air diukur menggunakan pH test kit. Pengukuran parameter suhu dan DO, pH, amonia dan salinitas dilakukan 7 hari sekali. Kualitas air yang optimum untuk kepiting adalah Dissolved oxygen >5 ppm, pH 7,5-9, suhu 25-350C, Salinitas 10-25 ppt dan Total amonia nitrogen (TAM) <3 ppm (Anon, 2006).

Setiawati (2014) menyatakan bahwa hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan kepiting bakau selama 35 hari masa pemeliharaan, kepiting menghasilkan pertambahan bobot. Pertambahan panjang dan lebar karapas pada kepiting terjadi karena adanya peningkatan ukuran biomassa.

4.3.4 Analisis Data

Analisis statistik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan, jika terdapat hasil yang signifikan maka perhitungan dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) (Kusriningrum, 2012). Diagram alir penelitian dapat di lihat pada Gambar 4.2.

(39)

Gambar 4.2 Diagram alir prosedur penelitian Persiapan media

Kepiting bakau Pakan (ikan

kuniran) dan CFO proksimat Analisis Air payau

Pengambilan sampel daging pada akhir pemeliharaan

Analisis proksimat lemak kasar dan ME P0

Retensi lemak Retensi energi

Pemeriksaan kualitas air dan Pertumbuhan

(40)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Retensi Lemak Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Hasil rata-rata retensi lemak kepiting bakau terdapat pada Tabel 5.1. dan hasil retensi lemak kepiting bakau selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 dengan pemeliharaan 32 hari. Hasil uji statistik penggunaan Crude Fish Oil (CFO) yang berbeda pada pakan menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) diantara perlakuan terhadap nilai retensi lemak kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dilihat pada Lampiran 4 dan transformasi retensi lemak tercantum pada Lampiran 6.

Tabel 5.1 Rata-rata retensi lemak (%) kepiting bakau (Scylla serrata) pada perlakuan selama 32 hari.

Perlakuan Retensi Lemak (%) ± SD Transformasi √y+0,5 (%) ± SD

Keterangan: Superskrip pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).

5.1.2 Retensi Energi Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Hasil rata-rata retensi energi kepiting bakau terdapat pada Tabel 5.2. dan hasil retensi energi kepiting bakau selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 dengan pemeliharaan 32 hari. Hasil uji statistik penggunaan Crude Fish Oil (CFO) yang berbeda pada pakan menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) diantara perlakuan terhadap nilai retensi energi kepiting bakau (Scylla serrata)

(41)

dapat dilihat pada Lampiran 5 dan transformasi retensi energi tercantum pada Lampiran 7.

Tabel 5.2 Rata-rata retensi energi (%) kepiting bakau (Scylla serrata) pada perlakuan selama 32 hari.

Perlakuan Retensi Energi (%) ± SD Transforamsi √y (%) ± SD A (Kontrol)

B (CFO 2%) C (CFO 4%) D (CFO 6%) E (CFO 8%)

26,77 ± 9,79 29,66 ± 4,26

29,04 ± 1,58 32,12± 9,82 29,25 ± 0,20

5,13 ± 0,96 5,44 ± 0,38 5,39 ± 0,15 5,30± 0,98 5,41 ± 0,02

Keterangan: Superskip pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).

5.1.3 Kualitas Air

Hasil kisaran kualitas air kepiting bakau terdapat pada Tabel 5.3. dan hasil kualitas air kepiting bakau selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan pemeliharaan 32 hari.

Tabel 5.3 Nilai kisaran kualitas air media pemeliharaan kepiting bakau (Scylla serrata) selama 32 Hari

Perlakuan Data Kualitas Air

Salinitas (ppt) pH Suhu (oC) DO (ppm) Amonia (ppm)

A 15-21 7,5-8,5 28-29 4 0,09-0,27

B 16-19 7,5-8 28-29 4 0,09

C 16-21 8-8,5 28-29 4 0,09-0,27

D 15-20 8-8,5 28-29 4 0,09-0,27

E 16-21 8-9,0 28-29 4 0,09-0,27

(42)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Retensi Lemak Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Retensi lemak menggambarkan kemampuan ikan dalam menyimpan dan memanfaatkan lemak pakan. Nilai retensi lemak diperoleh dari perbandingan antara banyaknya lemak yang tersimpan dalam bentuk jaringan di tubuh ikan dan banyaknya lemak pakan yang dikonsumsi. Perhitungan nilai retensi lemak menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dari hasil penambahan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan perlakuan percobaan. Perlakuan B(CFO 2%) memiliki nilai yang rendah namun tidak berbeda dengan perlakuan A(CFO 0%), C(CFO 4%), D(CFO 6%), E(CFO 8%) rata-rata retensi lemak tercantum pada Tabel 5.1. Perubahan nilai retensi lemak terjadi sesuai dengan peningkatan pakan yang dikonsumsi, pertumbuhan dan penambahan jumlah CFO yang ditambahkan pada pakan. Lipid yang terdapat pada pakan akan dicerna dan diserap pada organ pencernaan dan ditransport menuju sel untuk disimpan atau digunakan (Plascencia et al., 2000). Hasil pencernaan enzim dimasukkan ke bagian posterior dan berakhir pada tubules dari hepatopankreas untuk selanjutnya dicerna dan diserap (Lovell, 1998 dalam Riyadhi, 2014).

Analisis proksimat menunjukkan kadar lemak rata-rata yang dapat disimpan pada daging kepiting bakau hasil perlakuan A (CFO 0%) 7,75%, B (CFO 2%) 7,59%, C (CFO 4%) 6,62%, D (CFO 6%) 8,24% dan E (CFO 8%) 7,78%. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Aslamyah dan Fujaya (2010a) yang menyatakan kadar lemak kepiting bakau yang dipelihara sebesar 6,34%. Penyimpanan dan pemanfaatan lemak dalam tubuh kepiting memiliki hasil yang

(43)

berbeda-beda sebab kandungan lemak pada pakan setiap perlakuan memiliki perbedaan persentase penambahan CFO sebagai sumber lemak pakan. Analisis proksimat kandungan lemak dan bahan kering (BK) awal dan akhir kepiting bakau percobaan tercantum pada Lampiran 1a. Analisis proksimat dengan persamaan bahan kering (BK) tercantum pada Lampiran 1b.

Rendahnya kandungan lemak pada daging kepiting bakau dapat dijadikan kesimpulan bahwa, pakan yang dikonsumsi paling rendah, sehingga lemak yang diserap dari proses pencernaan digunakan oleh kepiting sebagai sumber energi dan proses metabolisme lain. Lipid yang tersimpan ditransportasikan pada beberapa organ dan jaringan selama waktu tertentu (Priya et al., 2013). Lemak dari pakan digunakan untuk energi dan memaksimalkan protein untuk proses pertumbuhan (Boonyaratpalin, 1996).

Kandungan retensi lemak yang tinggi pada perlakuan D (CFO 6%) ini diduga disebabkan karena enzim lipase yang bertugas untuk menghidrolisis lemak jumlahnya terbatas,sehingga penyerapan lemak tidak dapat dilakukan secara maksimal yang akan menimbulkan sisa lemak yang diretensi jumlahnya lebih banyak. Tingginya lemak yang dikonsumsi ikan dan yang tidak digunakan sebagai sumber energi kemudian disimpan sebagai lemak tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Aslamyah (2008) yang mengatakan bahwa salah satu fungsi dari lemak atau lipid adalah penghasil energi, tiap gram lipid menghasilkan sekitar 9-9,3 kalori, energi yang berlebihan dalam tubuh disimpan dalam jaringan adiposa sebagai energi potensial.

(44)

Hasil percobaan menunjukkan adanya kecenderungan penurunan peresentase retensi lemak seiring dengan kurangnya pakan yang dikonsumsi, pemberian lemak pakan yang rendah dan pertambahan berat tubuh yang tidak maksimal, tidak sesuai dengan pernyataan Riyadhi (2014) bahwa penurunan persentase retensi lemak seiring dengan peningkatan kandungan lemak pakan pada udang vaname.

5.2.2 Retensi Energi Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Retensi energi menggambarkan kemampuan ikan dalam menyimpan dan memanfaatkan energi pakan. Nilai retensi energi diperoleh dari perbandingan antara banyaknya energi yang tersimpan dalam bentuk jaringan di tubuh ikan dan banyaknya energi pakan yang dikonsumsi. Perhitungan nilai retensi energi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dari hasil penambahan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan perlakuan percobaan. Perlakuan A(CFO 0%) memiliki nilai yang rendah namun tidak berbeda dengan perlakuan B(CFO 2%), D(CFO 6%), C(CFO 4%), E(CFO 8%) rata-rata retensi energi tercantum pada Tabel 5.2.

Kandungan energi yang rendah pada daging kepiting bakau percobaan (A atau CFO 0%) dapat dijadikan kesimpulan bahwa, lemak pada pakan yang diserap dari proses pencernaan digunakan kepiting sebagai sumber energi sesuai dengan penelitian Riyadhi, (2014) bahwa hasil pemecahan lemak pakan yang diserap oleh udang digunakan sebagai sumber energi untuk proses metabolisme.

Buttery and Landsay (1980) dalam Subekti (2011) menyatakan bahwa retensi energi normal adalah 60-68%, sedangkan dari hasil penelitian persentasenya lebih kecil yaitu 17,99-30,14%. Hal ini terjadi karena energi yang dihasilkan

(45)

banyak dikeluarkan oleh tubuh dalam bentuk panas. Menurut Ville and Barnes (1988) dalam Subekti (2011) energi yang disimpan dapat dimafaatkan dalam sintesis komponen sel dan digunakan sebagai bahan bakar produksi energi sel.

Lemak pakan merupakan salah satu sumber energi, hal ini sesuai dengan pendapat Aslamyah (2008) pakan yang mengandung lemak, protein dan karbohidrat yang sebagai sumber energi. Penambahan kandungan lemak dan karbohidrat dalam pakan dapat ditingkatkan untuk digunakan menjadi sumber energi, sehingga protein pakan dapat lebih efisien dalam metabolisme, pergantian sel atau jaringan yang rusak, aktifitas reproduksi, biosintesis dan pertumbuhan. Hal tersebut didukung oleh Djajasewaka, 1990 dalam Komariyah dan Aries (2009) penggunan lemak sebagai sumber energi sebenarnya hanya sebagai “protein sparing” yaitu lemak mempunyai fungsi untuk menggantikan protein sebagai sumber energi, sehingga penggunaan protein dapat dihemat untuk memaksimalkan pertumbuhan.

Nilai retensi energi merupakan hasil perhitungan dari kadar energi tubuh dengan berat badan. Perhitungan nilai pertumbuhan berat badan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dari hasil penambahan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan perlakuan percobaan, namun perlakuan B(CFO 2%) memiliki nilai yang rendah namun tidak berbeda dengan perlakuan A(CFO 0%), D(CFO 6%), E(CFO 8%), C(CFO 4%) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

5.2.3 Kualitas Air

(46)

Kualitas air merupakan faktor penting dalam menunjang budidaya ikan. Kualitas air yang diukur pada penelitian ini meliputi salinitas, pH, suhu, Dissolved oxygen (DO) dan amonia rata-rata kualitas air tercantum pada tabel 5.3 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

A. Salinitas

Pemerikasaan kadar garam perairan pada penelitian menunjukkan kondisi salinitas yang stabil antara 15-21 ppt sesuai pernyataan Anon (2006) salinitas yang optimum untuk pemeliharaan kepiting bakau yaitu 10-25 ppt. Salinitas air pemeliharaan disesuaikan dengan salinitas asal untuk menghindari terjadinya stress pada kepiting akhibat perubahaan salinitas perairan.

B. pH

Kondisi pH air pada pemeliharaan selama penelitian berada pada kisaran 7,5-9 sesuai dengan kualitas air yang optimal (Anon, 2006). pH air pemeliharaan tetap stabil dimungkinkan pada air pemeliharaan kondisi parameter kualitas air lainnya stabil sehingga tidak terjadi fluktuasi pH yang besar. Fluktuasi harian nilai pH menggambarkan dinamika proses kimiawi air yang melibatkan proses fotosintesis, dekomposisi atau perubahan komposisi air dari pengaruh luar (Widigdo, 2013).

C. Suhu

Suhu air media pemeliharaan selama penelitian berada pada kisaran 28-29oC, kisaran suhu tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap tingkat nafsu makan kepiting. Fluktuasi suhu air tidak banyak terjadi sebab pada tempat pemeliharaan

(47)

dilakukan pengkondisian lingkungan untuk menjaga kestabilan suhu dengan cara memberikan penutup pada akuarium dengan jaring warna hitam.

D. Dissolved oxygen (DO)

Oksigen terlarut atau Dissolved oxygen (DO) pemeliharaan selama penelitian yaitu 4 ppm, namun tidak sesuai dengan kualitas air oksigen terlarut yang optimal >5 ppm bagi kepiting (Anon, 2006). Oksigen dibutuhkan seperti makanan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan (Lucas and Southgate, 2003).

E. Amonia

Kandungan amonia air pemeliharaan selama penelitian diketahui antara 0,09-0,27 mg/L. Sifat toksik amonia mulai terjadi pada konsentrasi 0,6-2 mg/L (Widigdo, 2013). Kondisi air dengan kandungan amonia yang tinggi akan berpengaruh terhadap kondisi fisiologi kepiting sehingga untuk mempengaruhi resiko peningkatan kandungan amonia dilakukan penyiponan sisa pakan dan feses pada pagi hari.

(48)

VI SIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan

3 Penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan tidak memberikan peningkatan terhadap retensi lemak kepiting bakau (Scylla serrata).

4 Penggunaan Crude Fish Oil (CFO) pada pakan tidak memberikan peningkatan terhadap retensi energi kepiting bakau (Scylla serrata).

6. 2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk menambahkan dosis yang lebih tinggi Crude Fish Oil (CFO) dan memilih kualitas Crude Fish Oil (CFO) yang lebih baik pada pakan kepiting bakau (Scylla serrata), dikarenakan lemak pakan kurang dimanfaatkan sebagai pengganti protein sparing untuk sumber energi.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, B.P., Sunaryo dan A. Djunaedi. 2012. Pemberian Pelet dengan Ukuran Berbeda terhadap Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskal, 1775). Journal of Marine Research, I(1):146-152.

Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 9-77. Agus, M. 2007. Analisis Carryng Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Universitas Diponegoro. Semarang.

Agustono, H. Setyono, T. Nurhajati, M. Lamid, M.A. Al-Arief dan W.P. Lokapirnasari. 2011. Petunjuk Praktikum Nutrisi Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Agustono., W. P. Lokapirnasari dan A. Riyadh. 2015. Pengaruh Penambahan Crude Fish Oil (CFO) Pada Pakan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) terhadap Kandungan Kolesterol dan Retensi Lemak Daging. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, VII(1):95-99.

Anon. 2006. Australia Prawn Farming Manual. Health Management for Profit. The State of Queensland, Department of Primary Industries and Fisheries. 157 pp.

Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia Nutrisis. Universitas Hasanudin. Makasar.

Aslamsyah, S. dan Y. Fujaya. 2010a. Stimulasi Molting dan Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla sp.) melalui Aplikasi Pakan Buatan Berbahan Dasar Limbah Pangan yang Diperkaya dengan Ekstrak Bayam. Ilmu Kelautan, XV(3):170-178.

Aslamyah, S. dan Y. Fujaya. 2010b. Respon Molting, Pertumbuhan, dan Komposisi Kimia Tubuh Kepiting Bakau pada Berbagai Kadar Karbohidrat-Lemak Pakan Buatan yang Diperkaya dengan Vitomolt. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Badan Pusat Statistik. 2016. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2010 dan 2015. www.bps.go.id akses pada 20 Januari 2016.

Boonyaratpalin, M. 1996. Nutritional Requirements of Commercially Important Shrimp in the Tropics. Proceedings of the National Seminar-Workshop on

(50)

Fish Nutritional and Feeds. SEAFDEC Aquaculture Department, Iloilo, Philippines.

Boris. 2008. Desain Produk Fillet Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) Kering Tipis Tanpa Garam. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Catacutan, M.R. 2002. Growth and Body Compasition of Juvenile Mud Crab, Scylla serrata, Fed different Dietary Protein and Lipid Levels and Protein to Energy Ratios. Aquaculture 208, 113-123 pp.

Catacutan, M.R., P.S. Eusebio and S. Teshina. 2003. Apparent Digestibility of Selected Feed Stuffs by Mud Crab, Scylla serrata, Aquaculture 2016, 253-261 pp.

Darmawan, E., S. Mulyaningsih dan F. Firdaus. 2007. Karakteristik Khitosan yang Dihasilkan dari Limbah Kulit Udang dan Daya Hambatan terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Logika, IV(2):28-40.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya. 2014. Produksi Benih Kepiting dan Rajungan BPBAP Takalar Mendukung Perikanan Bekelanjutan. http://www.djpb.kkp.go.id. 15 Oktober 2015.

Fahy, E., Subramaniam, S., Brown, H., Glass, C.K., Alfred, H., Merrill, Jr., Murphy, R.C., Raetz, C.R.H., Russell, D.W., Seyama, Y., Shaw, W., Shimizu, T., Spener, F., Gerrit, van Meer, VanNieuwenhze, M.S., White, S.H., Witztum, J.L., and Dennis, E.A., 2005. A comprehensive classification system for lipids. Journal of Lipid Research, XLVI:839 – 861. Hariyati, E. Saade dan A. Pranata. 2011. Pengaruh Tingkat Subtitusi Tepung Ikan dengan Tepung Maggot terhadap Retensi dan Effisien Pemanfaatan Nutrisi pada Tubuh Ikan Bandeng (Chanos chanos).

Hartono. 2014. Pengaruh Pemberian Kitosan dari Limbah Kepiting pada Pakan Ikan Rucah terhadap Kandungan Kolesterol dan Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla Serrata). Skripsi Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Hendrasaputra, D. 2008. Optimasi Proses Kristalisasi Urea pada Pembuatan Konsentrat Asam Lemak Omega-3 dari Minyak Hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Herlinah, Sulaeman dan A. Tenriulo. 2010. Pembesaran Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Tambak dengan Pemberian Pakan Berbeda. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur, hal 169-175.

(51)

Kaban, J. dan Daniel. 2005. Sintesis n-6 Etil Ester Asam Lemak dari Beberapa Minyak Ikan Tawar. Jurnal Komunikasi Penelitian, XVII(2):16-23.

Karim, M.Y. 2005. Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata Forsskal) pada Berbagai Salinitas. Media dan Evaluasi pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal 30-37.

Keenan, C. P. 1999. The Fourth Species of Scylla. Australian Centre for International Agricultural Research. Canberra.

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2016. Usulkan Hari Ikan Nasional untuk Mendukung Upaya Peningkatan Gizi Masyarakat Indonesia. http://www.wpi.kkp.go.id. 28 Januari 2016.

Komariyah dan A.I. Setiawan. 2009. Pengaruh Penambahan Berbagai Dosis Minyak Ikan yang Berbeda pada Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Patin (Pangasius pangasius). PENA Akuatik, I(1):19-29. Kusriningrum, R. S. 2012. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press.

Surabaya.

Lokapirnasari, W.P. 2013. Potensi Inokulan Selulolitik Enterobacter cloacae dan Minyak Ikan untuk Meningkatkan Kualitas Pakan serta Implikasinya terhadap Penampilan Produksi dan Kualitas Daging Broiler. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran. Fakultas Kedokteran. Universitas Airlangga. Surabaya.

Lucas, J. S. and P. C. Southgate. 2003. Aquaculture Farming Aquatic Animal and Plants Blackwell Publising Company. Oxford. UK.

Marzuqi, M., I. Rusdi, N.A. Giri dan K. Suwirya. 2006. Pengaruh Proporsi Minyak Cumi dan Minyak Kedelai sebagai Sumber Lembaga dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Juvenil Kepiting Bakau (Scylla paramamosain). Jurnal Perikanan (J. Fish Sci), VIII(1):101-107.

Marzuqi, M. dan D.N. Anjusary. 2013. Kecernaan Nutrien Pakan dengan Kadar Protein dan Lemak Berbeda pada Juvenil Ikan Kerapu Pasir (Epinephelus corallicola). Jurnal Ilmu dna Teknologi Kelautan Tropis, V(2):311-323. Monoarfa, S. 2014. Analisis Parameter Dinamika Populasi Kepiting Bakau (Scylla

serrata) di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

(52)

Muntok. 2011. Kompas-Penduduk Indonesia Tambah 3,5 Juta Jiwa Per Tahun. http://nasional.kompas.com. 28 Januari 2016.

Mulyani, S. 2008. Modul 4: Metabolisme Lipid.

Novian, U. 2005. Karakteristik Miofibril Kering Ikan Kuniran (Upeneus sp.) Diekstrak Menggunakan Enzim Papain dengan Metode Press Panas. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Nugroho, H.S.W. 2009. Metabolisme Lipid Disajikan dalam Bahan Kuliah Biokimia bagi Mahasiswa D III Kebidanan. www.heruswn.weebly.com akses 18 Februari 2016.

Panagan, A.T., H. Yohandini dan M. Wulandari. 2012. Analisis Kualitatif dan Kuantitatf Asam Lemak Tak Jenuh Omega-3, Omega-6 dan Karakteristik Minyak Patin (Pangasius pangasius). Jurnal Penelitian Sains, XVI(3C):102-106.

Plascencia G. Y., F. V. Albores and I. H. Ciaparra.2000. Penaeid Shrimp Hemolymph Lipoprotein. Aquaculture 191:171-189.

Pramudya, T.P., C.A. Suryono dan E. Supriyantini. 2013. Kandungan Kolestrerol Kepiting Bakau (Scylla serrata) Jantan dan Betina pada Lokasi yang Berbeda. Journal of Marine Research, II(1):48-53.

Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.

Priya, E. R., K. L. J. Kala, S. Ravichanran and M. Chandran. 2013. Variation of Lipid Concentration in Some Edible Crabs. Journal of Fish and Marine Scinces 5(1):110-112.

Rasyid, A. 2003. Asam Lemak Omega 3 dari Minyak Ikan. Bidang sumber Daya Laut-Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI. Jakarta.

Riyadhi, Azharur. 2014. Pengaruh Penambahan Crude Fish Oil (CFO) pada Pakan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) terhadap Kandungan Kolesterol dan Retensi Lemak Daging. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.

Rusmana, D., W.G. Pilang, A. Setiyono dan S. Budijanto. 2008. Minyak Ikan Lemuru dan Suplementasi Vitamin E dalam Ransum Ayam Broiler sebagai Imunomudulator. Animal Production, X(2):110-116.

Gambar

Tabel
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kepiting Bakau ( Scylla serrata) (Monoarfa, 2014).
Gambar 2.2 Anatomi Kepiting Bakau (Scylla serrata) (Suryani, 2006).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berikut adalah tampilan dari halaman fungsi Supply and Distribution dimana pada halaman ini berisi data-data pegawai yang terdapat dalam fungsi tersebut, data umum pegawai

Saya mengesahkan bahawa satu Jawatankuasa Peperiksaan Tesis telah berjumpa pada untuk menjalankan peperiksaan akhir bagi Farah Hanan binti Aminallah bagi menilai tesis beliau

Ternyata Islam melalui Alquran telah menggariskan bahwa konsep akuntansi yang harus diikuti oleh para pelaku transaksi dan pembuat laporan keuangan adalah

Mendorong Pemprov di seluruh Indonesia untuk menerbitkan Perda/Pergub untuk melindungi usaha kecil &amp; menegah, melalui pendekatan, audiensi dan pertemuan dengan pemerintah

Para lansia tersebut mempertimbangkan kenyamanan fisik maupun psikologis dari anak anaknya, karena dengan perawatan cucu ditangani oleh mereka maka dapat sedikit

Manusia mulai bertempat tinggal tetap (sedenter). Tempat tinggalnya perlahan-lahan berbentuk ke bentuk yang lebih baik. Mulai mengenal kepercayaan animisme dan

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang diperoleh penulis dari penelitian yaitu mengenai ketentuan asuransi atas benda sebagai objek jaminan fidusia