• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU TULIP WILAYAH RINDANG BENUA KELURAHAN PAHANDUT PALANGKARAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU TULIP WILAYAH RINDANG BENUA KELURAHAN PAHANDUT PALANGKARAYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

957

Vol. 1 No. 19 | Oktober 2015 (Hal 957 – 964) e-ISSN: 2527-7170

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU TULIP WILAYAH RINDANG BENUA KELURAHAN PAHANDUT PALANGKARAYA

Riasi Natalina1 Diyan Praba2 Kristiawati3

1 Rumah Sakit Kurun Surabaya 2 Universitas Erlangga Surabaya 3 Universitas Erlangga Surabaya

Abstrak: Kejadian gizi kurang, dipengaruhi oleh faktor langsung seperti makanan, penyakit infeksi, dan faktor tidak langsung seperti ketersediaan makanan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan, pelayanan kesehatan, dan sanitasi lingkungan. Pola pelayanan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak dan perbaikan status gizi masyarakat. Hasil survey pada 10 ibu yang memiliki anak, menunjukkan 70% diantara mereka menganggap bahwa pengasuhan ibu tidak mempengaruhi status gizi anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor pengasuhan dengan status gizi anak. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Populasi adalah ibu yang memiliki anak. Sampel diperoleh melalui Purposive Sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara p

ola pengasuhan dengan status gizi anak (p=0,041), sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara status gizi anak dengan pola pengasuhan orang tua. Dapat disimpulkan bahwa pola pengasuhan memiliki hubungan dengan status gizi pada anak. Disarankan kepada petugas kesehatan untuk melakukan aksi pencegahan gizi kurang pada anak dengan mengembangkan dan meningkatkan edukasi gizi untuk masyarakat baik di Posyandu, Puskesmas, maupun di tempat pelayanan kesehatan yang lain.

Kata kunci: Pola pengasuhan, Status gizi, Balita.

Abstract : The incident of malnutrition is influced by the direct factors such as food, infectious disease and

indirect factors such as family’s food availibility, caring pattern, health care, and envromental sanitation. The pattern of health care and food in the first year of life areessential for the development of toddlers and improvement of the nutritional status onthe community. The survey results on10 parents (mother) who have toddlers, it were 70% of people consider that the mother's parenting to todller has no effect against toddler nutrition. The porpose of this research was to know the relation betweenparenting a toddler and nutrion status. Method: This study used cross sectional study. The population was woman’s who have toddler. Sample was taken by purposive sampling according inclusions and exclusion criteria. Result: The result showed that there were correlation between caring pattern and nutrional state with p = 0,041, so that it could be stated that there was a meaning accepted about relationship between nutritional status and parenting toddlers.

Discussion: From this study, it could be concluded that caring patter had a correlation to nutritional state of

todller. The health service was suggested to take strategic action in preventing for nutrient status in the toddler, to improve and develop the nutrient education for the community either directly provided in Posyandu, in (Puskesmas)/health care centre and in the other health service institutions as well as doing advocation inimprovement of the nutrient status onthe toddler.

(2)

958

PENDAHULUAN(Introduction)

Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian bahwa berbagai masalah gizi lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan atau masyarakat yang padat penduduk yang hanya mengkonsumsi bahan pangan yang kurang baik dalam jumlah maupun mutunya. Ditingkat rumah tangga(keluarga), keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga/keluarga menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup dan ada banyak keluarga menganggap bahwa makanan yang mahal merupakan makanan yang mempunyai gizi tinggi dan sehat bagi anaknya serta pola asuh yang sangat kurang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pengetahuan, penghasilan dan keadaan kesehatan rumah tangga (Soekirman, 2000).

Salah satunya di Posyandu Tulip wilayah Rindang Benua yang memiliki banyak balita serta daerah yang padat penduduk dengan keterampilan dan pola asuh orang tua bervariasi. Hasil survei dari 10 orang tua (ibu) yang memiliki balita70% orang ibu menganggap bahwa pola asuh terhadap balita merupakan hal yang tidak ada pengaruhnya terhadap gizi, misalnya dalam hal memberi makan balita ibu sangat jarang memperhatikan soal gizi yang terdapat dalam makanan yang diberikan dan langsung memberikan makan yang seadanya kepada balitanya serta tidak memperhatikan soal kebersihan dalam memberi makan balita dan dari 70% orang ibu ada 10% ibu yang jarang membawa anaknya ke posyandu. Oleh sebab itu, ada berbagai penyebab timbulnya masalah gizi pada anak balita dan salah satunya adalah akibat pola asuh anak balita yang kurang memadai (Soekirman, 2000).

Pola pengasuhan balita berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, perawatan, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang, rasa aman dan sebagainya (Wiku, 2007). Hal ini berhubungan dengan keadaan ibu tentang kesehatan (fisik dan mental), status gizi,

pendidikan, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat dan sebagainya dari si ibu dan pengasuhnya (Sunarti, 2000). Balita masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan olehibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan balita (Santoso dkk, 2005).

Menurut Wiku (2007) berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Riskesdas (2010)

prevalensi kekurangan gizi pada anak balita

sebesar 17,9% dan kekurangan gizi pada waktu lama juga menyebabkan kecenderungan tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunting). Indonesia masih memiliki angka kematian balita yang cukup tinggi terutama masalah gizi yang dapat mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak (WHO, 2002). Data Departemen Kesehatan Indonesia tahun (2011) balita gizi kurang berjumlah 4,7 juta orang balita. Pada tahun 2009 tercatat di Kalimantan Tengah penderita gizi kurang sekitar 17,28 % dari jumlah balita 55.145 dan pada tahun 2007 prevalensi gizi kurang meningkat dari 12,7 % menjadi 13,9 % ditahun 2009 (Wirakencana, 2010). Oleh sebab itu, salah satu perbaikan gizi masyarakat yang difokuskan yaitu pada balita merupakan awal dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Syafiq, 2007). Hasil survei yang didapat pada bulan Desember 2012 dari posyandu Tulip wilayah Rindang Benua Kelurahan Pahandut Palangkaraya jumlah balita yang dibawa untuk dilakukan penimbangan berjumlah 40 orang balita yang terdiri dari gizi yang mendekati buruk 2,5%, gizi kurang 17,5%, gizi sedang 30%, gizi baik 42,5% dan gizi lebih 7,5%. Pola pengasuhan dalam menyediakan waktu, perhatian, dan dukunganterhadap balita agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik sangat minim sekali karena kesibukan orang tua (ibu) balita dalam bekerja dan juga kurangnya interaksi dengan balitanya.

(3)

959 Wilayah Posyandu Tulip merupakan daerah yang memiliki banyak balita.Masa balita adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Orang yang menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak tidak mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan (growth faltering)

secara dini dan orang tua juga perlu menaruh perhatian pada aspek pertumbuhan balita bila ingin mengetahui keadaan gizi mereka (Khomsan, 2002).

Kekurangan gizi pada masa balita dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan

intelektual yang sifatnya menetap dan terus

dibawa sampai anak menjadi dewasa.Secara lebih spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.Terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi kurang dan gizi buruk lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan asupan makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan gizi, pola asuh dan pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kekurangan gizi. Pada masa ini juga, balita masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan yang kurang dalam memberikan nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan kesehatan dasar, hygiene diri dan sanitasi lingkungan dapat mengakibat gangguannya gizi pada balita. Pola pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan balita dan meningkatkan status gizi masyarakat (Santoso dkk, 2005).

Ibu sebagai primary care yang mempunyai keterlibatan langsung dalam

perawatan, pola asuh, dan pemberian nutrisi untuk balita serta mempunyai peran yang sangat penting pada pemenuhan gizi balita. Sesuai dengan yang diungkapkan Wong (1995), bahwa dalam memberikan nutrisi, ibu yang mempunyai peran untuk merencanakan variasi makanan, menyediakan menu yang diperlukan anak dan keluarga, mengidentifikasi kebutuhan nutrisi yang diperlukan anak, maka penelitian tentang pola asuh ibu terhadap pemenuhan nutrisi balitanya sangat diperlukan. Meski terdapat beragam faktor langsung maupun tidak langsung yang bisa berpengaruh terhadap status gizi, akan tetapi berdasarkan data dan teori tersebut, peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan pola asuh dengan status gizi balita di posyandu Tulip di wilayah Rindang Benua Kelurahan Pahandut Palangkaraya”.

BAHAN DAN METODE (Methods)

Desain penelitian yang digunakan adalah studi korelasional, yang mengkaji hubungan antara variabel independen dan dependen secara cross sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balitadi Posyandu Tulip Wilayah Rindang Benua Kelurahan Pahandut Palangkaraya dengan jumlah besar sampel sebesar 36 responden, yang diperoleh dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling atau pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan oleh peneliti. Kriteria inklusi yang digunakan yaitu ibu yang mengasuh anaknya sendiri, balita yang dalam keadaan sehat baik fisik dan mental dan bersedia menjadi responden.

Variabel bebas (Independent) dalam penelitian ini adalah pola asuh yang pelaksanaannya mengikuti kegiatan posyandu, sedangkan variabel tergantung dalam penelitian ini yaitu status gizi balita. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel bebas yaitu menggunakan kuesioner dengan pengambilan score: kurang = <60%, sedang = 60%-80%, baik = >80% dan status gizi menggunakan tabel WHO-NCHS yang

(4)

960 dibagi dalam beberapa kriteria: gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang, dan gizi buruk. Data yang didapat kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan

Spearman Rank dengan tingkat kemaknaan

p ≤ 0,05.

HASIL (Result)

Tabel 5.11 Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Balita

Hasil uji statistik Spearman rho

didapatkan nilai probabilitas 0,041 yang lebih kecil daripada α = 0,05, sehingga dapat dinyatakan H1 diterima yang artinya terdapat hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita.

PEMBAHASAN (Discuss)

Hasil penelitian tentang pola asuh menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dapat dilihat pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Husin (2008) tentang pola asuh bahwa sebagian besar termasuk kategori sedang dan juga Qonita (2011) yang sebagian besar termasuk dalam kategori sedang.

Menurut Soetjiningsih (2002) pola asuh (kebutuhan fisik-biomedis) yang dibutuhkan oleh balita ada tiga yaitu nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan kesehatan dasar serta hygiene diri dan sanitasi lingkungan.

Nutrisi yang adekuat dan seimbang dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sedang. Nutrisi yang adekuat dan seimbang dilakukan dengan memperhatikan

pemberian makan balita dan pola makanan sehat balita yang bertujuan untuk mendapatkan zat gizi yang diperlukan dan digunakan oleh tubuh dan zat gizi berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan tiap hari. Zat gizi yang dibutuhkan balita yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral (Widjaja, 2007). Kegiatan sehari-hari balita rentan dengan penyakit terkait dengan sarana dan prasarana rumah tangga disekelilingnya, balita berinteraksi dengan teman sebayanya maka resiko terserang penyakit akan mudah.Untuk itu orang tua harus benar-benar memperhatikan prilaku balita pada usia ini. Banyak keluarga mempunyai balita yang keadaan status gizinya tidak sesuai dengan usiabalita. Hal tersebut diakibatkan kurangnya pengasuhan dalam pemberian nutrisi yang baik kepada anak balita. Juga banyak orang tua yang membiarkan anaknya untuk memilih makanan sendiri tanpa melihat gizi yang terdapat dalam makanan tersebut. Terbukti dengan banyak pengasuh yang menganggap anak seperti orang dewasa sehingga terkadang intensitas makan seperti orang dewasa yang hanya 1-2 kali sehari, juga makanan yang diberikan hanya yang tersedia saja. Dalam pemberian makanan selingan orang tua tidak memperhatikan gizi yang terdapat dalam makanan tersebut dan hanya menuruti akan kemauan anak dan berpikir asalkan anak tetap senang. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan dan faktor usia responden yang sebagian besar dewasa awal yang selalu melakukan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru, tingkat pendidikan yang sebagian besar sekolah menengah pertama, pendapatan keluargasebagian besar <Rp. 500.000,-/bulan dan jumlah anak yang lebih dari dua.

Perawatan kesehatan dasar menunjukkan bahwa lebih banyak responden termasuk dalam kategori baik. Praktek perawatan kesehatan anak yang baik dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasi dan upaya ibu dalam hal pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik,

Status Gizi Total

Lebih Baik Sedang Kurang

Pola Asuh B 0 (0,00%) 4 (100,00) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 4 (100,00) S 2 (7,69%) 8 (30,77%) 11 (42,31%) 5 (19,23%) 26 (100,00%) K 0 (0,00%) 2 (33,33%) 1 (16,67%) 3 (50,00%) 6 (100,00%) Total 2 (5,56%) 14 (38,89%) 12 (33,33%) 8 (22,22%) 36 (100,00%) Spearman rho (α= 0,05) p = 0,041, koefisien korelasi (r) = 0,342

(5)

961 puskesmas, polindes (Zetlin, 1990). Melaksanakan imunisasi yang lengkap, maka kita harapkan dapat mencegah timbulnya penyakit yang dapat menimbulkan kematian. Praktek keperawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit merupakan satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak balita. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu sangat memperhatikan ketika terjadi perubahan tingkah laku dan perubahan pada tubuh balita karena balita mudah terserang penyakit dan balita belum bisa mengenali/ memahami tempat yang rawan terhadap penyakit.

Hygiene diri dan sanitasi lingkungan

menunjukkan bahwa lebih banyak responden termasuk dalam kategori sedang. Kebersihan perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting pada tumbuh kembang anak. Keadaan lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai penyakit diare, cacingan, infeksi saluran pernafasan dan pencernaan (Suganda, 2008). Apabila anak menderita penyakit saluran pencernaan penyerapan zat gizi akan terganggu menyebabkan terjadinya kekurangan gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan anak terganggu. Selanjutnya dalam praktek kebersihan yang tidak baik, hal ini praktek kebersihan dalam keluarga perlu diupayakan dan dibiasakan sehingga terbebas dari penyakit. Banyak responden yang kurang memperhatikan pola asuh dalam hal hygiene diri dan sanitasi lingkungan dan menganggap bahwa tidak ada pengaruh terhadap status gizi balita. Terbukti dengan banyak responden yang sangat jarang membersihkan gigi anaknya, balita bermain diluar rumah jarang menggunakan alas kaki, dan sekitar rumah sangat jarang dibersihkan sehingga tampak terlihat banyak sampah yang berserakan. Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya informasi dan pengetahuan responden. Responden masih berpikir bahwa selama anak balita mereka tidak sakit berarti hal tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap status gizi balita. Oleh karena itu ibu perlu mempraktekkan dan mengembangkan sifat hidup sehat seperti mandi 2 kali sehari, cuci

tangan sebelum dan sesudah makan, menyikat gigi sebelum tidur, membuang sampah pada tempatnya, dan sesudah BAB cuci tangan memakai sabun.

Banyak responden (ibu) yang sulit dalam memenuhi nutrisi yang adekuat dan seimbang serta hygiene diri dan sanitasi lingkungan karena ada banyak kendala yang dialami seperti kurangnya informasi yang dimiliki ibu, rendahnya pendidikan yang sebagian besar sekolah menengah pertama sehingga mempengaruhi pengetahuan responden, dan jumlah anak yang lebih dari 2 menyebabkan perhatian ibu terpecah dalam memberikan pola asuh yang baik, serta kurangnya pendapatan. Jumlah anak balita lebih dari dua orang dalam satu ibusehingga perhatian ibu akan terpecah termasuk distribusi pemberian makan kepada balita yang tidak merata akan menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut mengalami kekurangan gizi. Tingkat pendapatan juga mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memilih macam bahan makanan, walaupun pemberian makan baik serta kebiasaan hidup sehat termasuk sanitasi lingkungan. Bahwa persediaan pangan yang terbatas menyebabkan anak menjadi kurang gizi. Pendapatan keluarga yang rendah merupakan masalah yang saling berinteraksi terhadap timbulnya masalah gizi kurang. Sehingga menyebabkan balita kurang dalam hal perhatian dan juga hanya bisa menikmati atau makan makanan yang hanya tersedia oleh keluarga tanpa melihat nutrisi atau gizi yang diperlukan oleh balita dalam masa pertumbuhannya. Responden yang kategori sedang ini memiliki banyak faktor predisposisi seperti kurangnya tingkat pendidikan responden yang hanya manyoritas lulusan sekolah dasar atausekolah menengah pertama, kurangnya pengalaman, kurangnya informasi, terbatasnya sosial ekonomi sehingga dalam mencukupi kebutuhan hidup sangat kurang, karena mayoritas pendapatan pengasuh (orang tua) <Rp. 500.000,-/bulan. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada

(6)

962 tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan balita oleh sebab itu pengasuh perlu memperhatikan kebutuhan dan perkembangan balitanya.

Berdasarkan hasil penelitian tentang status gizi menunjukkan bahwa mayoritas gizi balita yaitu baik. Sedang penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Husin (2008) bahwa mayoritas responden termasuk dalam kategori sedang.

Status gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai dengan kebutuhan untuk aktivitas tubuh. Hal ini diwujudkan dengan adanya keselarasan antara tinggi badan terhadap berat badan, berat badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi badan.Tingkat kesehatan gizi yang baik ialah kesehatan gizi yang optimal dan terdapat keseimbangan dan keserasian.Status gizi yang baik dapat diciptakan dengan melakukan susunan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh (Suhardjo, 1986).Oleh sebab itu, makanan bergizi sangat penting diberikan kepada balita karena untuk pertumbuhan dan perkembangann dengan tujuan pemberian makanan pada balita untuk mencukupkan kebutuhan nutrien dan memelihara kesehatan, cepat memulihkan kondisi tubuh, menjaga partumbuhan dan perkembangan fisik dan psikomotor (Widjaja, 2005).

Status gizi sedang maupun kurang bahkan buruk terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa macam zat gizi yang diperlukan tubuh. Gizi sedang dan kurang pada dasarnya merupakan gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Sedangkan status gizi buruk diakibatkan karena zat gizi yang seharusnya diperoleh tidak dapat tercukupi sehinggamengakibatkan status gizi menjadi buruk (Supariasa, 2002). Adapun kekurangan gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan asupan makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan gizi, pola asuh dan pengetahuan ibu juga merupakan

salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kekurangan gizi. Berbagai faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, informasi, dan keterampilan yang didapat, maka kemungkinan makin baik pula tingkat ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak yang baik dan keluarga, makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pengan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

Hasil yang menunjukkan bahwa gizi balita lebih banyak termasuk kategori baik, dapat dikatakan bahwa masyarakat tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi balita dengan optimal. Hal ini karena makanan yang bergizi bukan hanya makanan yang mahal tetapi tergantung dari seorang ibu dalam mengolah atau memilih bahan makanan yang sederhana tapi terdapat gizi yang bernilai tinggi didalamnya. Hal tersebut tergantung dari seorang ibu dalam hal menentukan dan memilih makanan yang bernilai gizi baik tetapi hargaterjangkau bagi keluarga. Oleh sebab itu sering kita lihat berbagai masalah gizi lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan atau masyarakat yang padat penduduk karena ditingkat rumah tangga (keluarga), keadaan gizi dipengaruhi oleh banyak keluarga yang menganggap bahwa makanan yang mahal merupakan makanan yang mempunyai gizi tinggi dan sehat bagi anaknya serta pola asuh yang sangat kurang dipengaruhi oleh berbagai faktor pendidikan, pengetahuan, pendapatan keluarga dan keadaan kesehatan rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pola asuh dengan status gizi balita bahwa terdapat hubungan yang rendah antara pola asuh dengan status gizi

(7)

963 balita. Sedangkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Husin (2008) bahwa terdapat hubungan yang sedang antara pola asuh dengan status gizi. Pola asuh merupakan cara orang tua mendidik dan membesarkan anak yang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain budaya, agama, kebiasaan, kepercayaan, dan kepribadian orang tua (pengasuh) serta pola asuh yang diterapkan pada anak biasanya sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang dialami orang tua semasa kecil. Pola pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan balita dan meningkatkan status gizi masyarakat (Santoso, 2005). Sesuai dengan yang diungkapkan Wong (1995), bahwa didalam memberikan nutrisi ibu yang mempunyai peran untuk merencanakan variasi makanan, menyediakan daftar menu yang diperlukan anak dan keluarga, mengidentifikasi kebutuhan nutrisi yang diperlukan anak maka penelitian tentang pola asuh ibu terhadap pemenuhan nutrisi balitanya sangat diperlukan. Setiap keluarga baik di kota maupun di desa berkewajiban mengasuh anak menuju kedewasaan dan kemandirian di masa depan. Pola asuh balita dalam keluarga tidak selalu sama seperti dalam mendidik anak, merawat, menjaga dan membimbing balita.

Semakin baik pola asuh yang diberikan akan semakin baik pula status gizi balita. Pola asuh yang sedang menghasilkan status gizi yang sedang juga serta status gizi sedang bisa menghasilkan status gizi baik terhadap balita karena informasi bisa didapatkan dari pendidikan formal dan informal misalnya dalam pendidikan informal yaitu responden sebelumnya sudah pernah mendapatkan penyuluhan dari petugas kesehatan tentang status gizi balita. Namun pola asuh yang sedang juga didapatkan gizi yang kurang hal ini karena kurangnya pengalaman, pendapatan yang rendah, jumlah anggota keluarga yang terlalu banyak sehingga terbatasnya pengetahuan atau kurangnya perhatian yang dimiliki tentang status gizi balita. Pola asuh kurang menghasilkan status gizi yang

kurang juga itu diakibatkan kurangnya kesadaran keluarga atau pengasuh tentang pentingnya pola asuh yang baik terhadap balita. Namun pola asuh yang kurang juga dapat menghasilkan status gizi yang baik dan sedang juga terhadap balita karena dalam hal memenuhi nutrisi yang baik bagi balita tidak selalu makanan yang mahal tetapi hal tersebut tergantung dari seorang ibu dalam hal memanfaat hasil alam yang ada dan memilih bahan makanan yang murah tetapi memiliki nilai gizi yang tinggi. Oleh sebab itu, ditingkat rumah tangga ibu mempunyai peran yang penting dalam hal menentukan makanan yang ada dirumah tangga.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara pola asuh dan status gizi dengan tingkat hubungan yang rendah, bahwa masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Oleh sebab itu merupakan suatu informasi bagi orang tua agar lebih memperhatikan pola asuh dalam hal nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan kesehatan dasar, hygiene diri dan sanitasi lingkungan juga selain hal tersebut banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi balita tersebut. Disamping ayah, ibu juga sebagai penentu kesejahteraan keluarga melalui kegiatan sehari-hari di dalam rumah tangga dan kegiatan di luar rumah baik mencari nafkah maupun kegiatan sosial. Peran pola asuh dalam pertumbuhan anak dapat di lihat dari status gizinya. Berbagai faktor yang mengakibatkan orang tua (pengasuh) yang kurang memperhatikan akan hal status gizi terhadap balitanya yaitu kurangnya informasi yang di dapat, tingkat pendidikan yang rendah, pekerjaan yang mayoritas ibu rumah tangga, rendahnya pendapatan sehingga membuat orang tua tidak terlalu perduli tentang pola asuh yang dibutuhkan saat masih balita. Juga banyak orang tua yang menganggap bahwa anak yang jarang sakit merupakan anak yang sehat dan baik. Oleh sebab itu, ibu sebagai

primary care yang mempunyai keterlibatan

langsung dalam perawatan, pola asuh, dan pemberian nutrisi untuk balita serta mempunyai peran yang sangat penting pada

(8)

964 pemenuhan gizi balita karena fungsi pokok ibu adalah sebagai ibu rumah tangga serta sebagai pelaku penting dalam kehidupan rumah tangga.

SIMPULAN DAN SARAN (Conclussion and Result)

Simpulan

Hasil penelitian yang didapatkan dari responden tentang pola asuh seperti: nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan kesehatan dasar, hygiene diri dan sanitasi lingkungan yaitu sebagian besar responden termasuk dalam kategori sedang. Status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kategori baik. Serta ada hubungan pola asuh dengan status gizi balita dengan tingkat hubungan yang rendah bahwa masih banyak faktor lain yang dapat mengganggu status gizi balita.

Saran

Petugas puskesmas lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan tentang pola asuh yang tepat pada balita. Bagi perawat agar lebih memaksimalkan perannya dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua tentang pentingnya pola asuh yang baik terhadap balita. Ibu balita agar lebih memperhatikan dalam memberikan pola asuh yang baik terhadap balita. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pola asuh yang tepat dan baik pada balitasupaya mendapatkan status gizi yang baik juga ada banyak faktor lain yang dapat menyebabkan status gizi balita terganggu.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di

Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta

Khomsan, A. 2002.Pangan dan Gizi Untuk

Kesehatan. PT. Grafindo Persada:

Jakarta

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Potter & Perry. 2009. Fundamental of

Nursing, Edisi 7 Buku .salemba

Medika: Jakarta

Syafiq A, et al. 2007. Gizi dan Kesehatan

Masyarakat. PT Raja Grafindo

Persada: Jakarta

Santoso, S. dkk. 2005. Kesehatan dan Gizi. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta

Soekirman.2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya

untuk Keluarga dan

Masyarakat.Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Soetjiningsih. 2002. Tumbuh Kembang Anak

dan Remaja, Jilid I. EGC: Jakarta

Supariasa, dkk.2012. Penilaian Status Gizi. Revisi Terbaru. EGC: Jakarta

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung

Wiku A. 2007. Sistem Kesehatan. Ed 1. FT Raja Grapindo Persada: Jakarta Wirakencana. 2010. Informasi Program

Perbaikan Gizi.

http://www.sigizi.com. (Tanggal 27 oktober 2012).

Whaley L.F & Wong D.L. 1995.Nursing

Care Of Infant And Children.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran drill dengan modifikasi bola dapat meningkatkan hasil belajar passing

pengembangan pada Kampung Pesindon. Pada tahun 2011, Kampung Pesindon ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata batik di Kota Pekalongan yang mengalami perubahan

Tabel IV.27 Tabulasi silang antara Usia dengan tingkat pengetahuan pengguna e-Lampid adalah layanan publik Pendaftaran

 Penyakit atau gangguan ginjal, misalnya infeksi ginjal, penyakit ginjal polikistik  Sumbatan saluran kemih untuk waktu lama, misalnya akibat pembesaran prostat,.. batu ginjal,

Daerah distribusi, Habitat dan Budidaya: Di Jawa tumbuh pada ketinggian sampai dengan 2700 m dpl, pada daerah-daerah terbuka atau setengah tertutup; rawa-rawa; pada tanah dengan

Tujuan dari penelitian dan perancangan kampanye ini untuk memberikan edukasi pada remaja Kota Semarang tentang bahaya minuman keras pada usia remaja sehingga dapat

Gerakan tanah atau dikenal dengan tanah longsor didefinisikan sebagai hasil proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan terjadinya perpindahan material pembentuk lereng

a) Nilai t hitung untuk variabel insentif terhadap kinerja karyawan diperoleh 4.597 dengan harga signifikansi 0.000 menunjukkan bahwa nilai t yang diperoleh