• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1 Sejarah BPJS Ketenagakerjaan

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara - untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara. Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social

security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas

pada masyarakat pekerja di sektor formal.

Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947 dan UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada

(2)

tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.

(3)

Kiprah Perusahaan PT Jamsostek (Persero) yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di Indonesia dengan memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya terus berlanjutnya hingga berlakunya UU No 24 Tahun 2011.

Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015.

Menyadari besar dan mulianya tanggung jawab tersebut, BPJS Ketenagakerjaan pun terus meningkatkan kompetensi di seluruh lini pelayanan sambil mengembangkan berbagai program dan manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja dan keluarganya.

Kini dengan sistem penyelenggaraan yang semakin maju, program BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya memberikan manfaat kepada pekerja dan pengusaha saja, tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi

(4)

peningkatan pertumbuhan ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

4.1.2 Logo BPJS Ketenagakerjaan

Gambar 4.1 Logo BPJS Ketenagakerjaan

4.1.3 Visi dan Misi BPJS Ketenagakerjaan

Visi: Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkelas dunia, terpercaya, bersahabat, dan unggul dalam operasional dan pelayanan.

Misi: Sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang memenuhi perlindungaan dasar bagi tenaga kerja serta menjadi mitra terpercaya bagi:

• TenagaKerja: Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan keluarga

(5)

• Pengusaha: Menjadi mitra terpercaya untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas

• Negara: Berperan serta dalam pembangunan

4.1.4 Filosofi BPJS Ketenagakerjaan

• BPJS Ketenagakerjaan dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia.

• Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas kasihan orang lain.

• Agar pembiayaan dan manfaat optimal, pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.

4.1.5 Motto Perusahaan

(6)

4.1.6 Struktur BPJS Ketenagakerjaan Gambar 4.2

Struktur BPJS Ketenagakerjaan

Sumber: Job Description BPJS Ketenagakerjaan

v Direktorat Utama Komite Investasi dan Risiko Dewan Pengawas Satuan Pengawas Direktur Pembina Divisi Kepatuhan dan Hukum Direktorat Umum & SDM Direktorat Investasi Direktorat Keuangan Direktorat Renstra & TI Direktorat Pelayanan dan Pengaduan Direktorat Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga Divisi Sekretaris Badan Divisi Analisa Portofolio DivisiPerluasa nKepesertaan Divisi Komunikasi Divisi Pengembangan Jaminan Divisi Keuangan Divisi Sumber Daya Manusia Divisi Perencanaan

Strategis Management Change Office Divisi Akuntansi Divisi Pengelolaan dan Pengembangan Kompetensi Divisi Pengelolaan Kepesertaan Divisi Investasi Langsung Divisi Pengembang an Teknologi Informasi Staf Senior Manajemen Divisi Pelayanan dan Pengaduan Divisi Pengelolaan Aset dan Layanan

Umum

Divisi Hubungan Antar Lembaga dan Kemitraan Divisi Pasar

Uang dan Pasar

Modal Divisi Operasional Teknologi Informasi Divisi Manajemen Risiko Divisi Sumber Daya Manusia Divisi Sumber Daya Manusia Divisi Sumber Daya Manusia

(7)

4.1.7 Visi dan Misi Divisi Komunikasi

Visi: Menjadi divisi terbaik dalam menunjang visi BPJS Ketenagakerjaan untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja.

Misi: Menjadi wadah utama komunikasi BPJS Ketenagakerjaan dengan Stakeholders dalam mendukung misi BPJS Ketenagakerjaan melalui:

1. Pelaksanaan program komunikasi dan pencitraan 2. Peningkatan brand equity

3. Penunjang peningkatan kepesertaan dan pelayanan

4.1.8 Fungsi Divisi Komunikasi

1. Merencanakan, mengarahkan, dan mengendalikan, komunikasi badan/institusi dengan pihak internal dan eksternal;

2. Mengimplementasikan program tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL);

3. Menjalin dan membina hubungan baik dengan pihak internal dan eksternal;

4. Menciptakan tata kelola informasi yang handal dan sistimatis sebagai bagian dari penciptaan citra positif badan/institusi bagi para pemangku kepentingannya/stakeholder.

(8)

4.1.9 Peran Divisi Komunikasi

1. Memberikan support untuk mengkomunikasikan kegiatan Institusi kepada stakeholders dalam rangka sosialisasi dan edukasi program BPJS ketenagakerjaan.

2. Mengkomunikasikan brand BPJS Ketenagakerjaan kepada internal dan eksternal.

3. Memberikan kemudahan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan bagi internal dan eksternal.

4.1.10 Struktur Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Gambar 4.3

Stuktur Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

Sumber: Job Description BPJS Ketenagakerjaan

Divisi Komunikasi Sekretaris Divisi Komunikasi Urusan Komunikasi Internal Urusan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) Penata Muda Dokumentasi Penata Madya Komunikasi Internal Penata Utama Komunikasi Internal Urusan Komunikasi Eksternal Penata Utama Komunikasi Pemasaran Penata Utama Komunikasi Badan Penata Madya Komunikasi Pemasaran Penata Madya Komunikasi Badan

(9)

4.2 Hasil Penelitian

Setelah peneliti melakukan penelitian melalui pendekatan kualitatif, diperoleh data-data yang didapatkan melalui wawancara mendalam (indepth

interview) yang dilakukan di lapangan tempat objek penelitian yaitu BPJS

Ketenagakerjaan yang bertempat di Jl. Gatot Subroto No. 79, Jakarta Selatan, 12930.

Narasumber pada penelitian ini terdiri dari 1 key informan dan 2 informan, key informannya adalah Ibu Maria Emmy Maharjati selaku Penata Madya Komunikasi Internal yang diwawancarai pada tanggal 12 Februari 2015, dan dua informan yaitu Bapak Ariyanto selaku Penata Muda Komunikasi Internal yang diwawancarai pada tanggal 12 Februari 2015 dan Bapak Harri Kuswanda selaku Kepala Urusan Komunikasi Internal yang diwawancarai pada tanggal 23 Februari 2015. Ketiga narasumber tersebut adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap sosialisasi rebranding PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Selain melalui data primer, hasil penelitian ini juga diperoleh dari data sekunder yaitu proposal kegiatan brand engagement workshop dan hasil laporan evaluasi brand engagement workshop.

Berdasarkan fokus penelitian, Humas Internal Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan dalam sosialisasi PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan menggunakan Manajemen Public Relations yang meliputi tahap-tahap mendefinisikan problem, perencanaan dan pemograman, melakukan tindakan dan berkomunikasi dan mengevaluasi program sebagai berikut:

(10)

4.2.1 Mendefinisikan Masalah

Langkah pertama dalam manajemen public relations ini adalah mendefinisikan masalah, artinya humas mencari tahu apa masalah-masalah yang timbul dalam keadaan saat ini terhadap perusahaan atau organisasi. Humas berusaha mencari tahu masalah dan dirumuskan menjadi suatu latar belakang sehingga dapat diketahui seberapa pentingnya suatu kegiatan dan dapat menuntun seorang humas dalam membuat suatu perencanaan atau pemograman kedepannya.

Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada saat ini terhadap perusahaan/organisasi, dilakukan sebuah riset atau penelitian. Humas BPJS Ketenagakerjaan tidak melakukan riset secara langsung tetapi dibantu oleh pihak konsultan sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibu Maria Emmy:

Humas tidak ‘terjun’ langsung ke lapangan karena permasalahan

waktu dan biaya. Kita bekerja sama dengan pihak konsultan DM-ID Holland yang membantu melakukan wawancara ke lapangan atau langsung wawancara dengan masyarakat dan mengkaji, dan menganalisa pengetahuan karyawan juga dan dari data-data yang ada di kantor

wilayah dan kantor cabang.”1

Pihak konsultan DM-ID Holland melakukan riset ke lapangan untuk melakukan wawancara pada masyarakat, bukan hanya itu tetapi Humas internal juga melakukan riset dengan cara mapping berita melalui surat kabar dan akun social media sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Ariyanto:

1

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy M. pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(11)

Riset dilakukan dengan cara melihat berita tentang BPJS Ketenagakerjaan di surat kabar seperti Koran dan berita online, lalu melihat di akun media sosial Twitter dan Facebook BPJS Ketenagakerjaan lalu disusun dalam bentuk kliping. Riset tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat mengenai

transformasi BPJS Ketenagakerjaan.”2

Gambar 4.4

Mapping media (Berita media online)

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/04/04/n3h4oq-kesadaran-perusahaan-daftar-jamsostek-dinilai-masih-rendah

2

Hasil wawancara dengan Bapak Ariyanto pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(12)

Gambar 4.5

Mapping media (Media sosial twitter)

Sumber: https://twitter.com/search?f=realtime&q=beda%20jamsostek&src=typd

Transformasi yang terjadi pada PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan menimbulkan upaya perubahan merek yang dinamakan rebranding, pengertian dari rebranding itu sendiri dijelaskan oleh Ibu Maria Emmy sebagai berikut:

Rebranding adalah suatu upaya melakukan perubahan yang

bukan hanya merubah identitas saja tetapi juga merubah persepsi di

masyarakat luas.”3

Dari hasil riset ditemukan fakta-fakta yang menjelaskan apa saja masalah-masalah yang terjadi pada BPJS Ketenagakerjaan yaitu masalah internal yang terjadi yaitu kurangnya pemberian informasi dan juga dari hasil analisa pengetahuan para karyawan ditemukan masih banyak pihak internal yang kurang akan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi

3

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy M. pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(13)

pada perusahaan dan juga kurangnya rasa semangat perubahan. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Ibu Maria Emmy:

Transformasi pada BPJS Ketenagakerjaan bukan hanya logo saja

yang berubah, bukan hanya warna yang berubah tapi apa yang ada di dalamnya. Jadi seperti tagline ‘Jembatan Menuju Kesejahteraan Pekerja’ itu juga diinformasikan. Jadi bagaiman kita mau meningkatkan diri kita sebagai jembatan para pekerja bila kita tidak menginformasikan kepada

para karyawan BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri.”4

Sosialisasi perihal rebranding dan esensinya diharapkan mampu dipahami oleh seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan dari kantor pusat sampai dengan kantor cabang, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Maria Emmy:

Pada saat transformasi tanggal 1 Januari 2014, PT Jamsostek

(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) yang mengharuskan transformasi ini terjadi. Perubahan ini menimbulkan perbedaan persepsi di kalangan masyarakat dan pihak internal harus mengetahui hal tersebut dan bisa dipahami oleh mereka. Hal itu tidak berlaku di kantor pusat saja tetapi juga di kantor wilayah dan kantor cabang. Apa isi dari perubahan itu harus di ‘getok tularkan’ kepada seluruh karyawan BPJS Ketenagakerjaan baik kantor pusat maupun kantor daerahnya. Jadi karena itulah kita harus melakukan

sosialisasi.”5

Perubahan transformasi dari PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan yang menimbulkan perbedaan persepsi di masyarakat luas harus diketahui oleh seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan baik untuk di kantor pusat maupun kantor daerah. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Bapak Ariyanto:

4

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy M. pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

5

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy M. pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(14)

Sosialisasi dilakukan karena adanya Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 yang mengharuskan PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Perubahan tersebut harus diketahui oleh pihak internal

maupun pihak eksternal demi terjalinnya hubungan yang baik.”6

Selain karena dilatarbelakangi oleh adanya transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan yang menimbulkan perbedaan persepsi pada masyarakat, Bapak Harri Kuswanda juga mengatakan bahwa:

Program sosialisasi ini memang awalnya didasarkan pada

Undang-undang yang mengharuskan namanya berubah dari Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, jadi dibuat brand baru. Selain itu, karena adanya perubahan jaman, dimana kami dituntut untuk bisa mengubah diri menjadi lebih responsif terhadap perubahan itu sendiri. Bagaimana kita

mau mengubah karyawannya bila tidak dilakukan sosialisasi.”7

Dari ketiga pernyataan tersebut menjelaskan bahwa sosialisasi

rebranding ini memang dilakukan karena transformasi Jamsostek menjadi

BPJS Ketenagakerjaan yang menyebabkan adanya perubahan yang terjadi dan menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada masyarakat dan hal tersebut harus diinformasikan dan diketahui oleh pihak internal BPJS Ketenagakerjaan terlebih dahulu dengan tujuan agar bisa mengubah diri menjadi lebih baik yaitu menjadi lebih respon terhadap perubahan yang terjadi itu sendiri, dengan begitu pihak internal BPJS Ketenagakerjaan dapat memperbaiki diri dan melakukan sosialisasi lebih baik lagi.

Jadi dalam mendefinisikan problem, Humas BPJS Ketenagakerjaan kantor pusat melakukan riset yang dibantu oleh pihak konsultan untuk

6

Hasil wawancara dengan Bapak Ariyanto pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

7

Hasil wawancara dengan Bapak Harri Kuswanda pada tanggal 23 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(15)

mencari tahu apa saja yang terjadi pada saat ini terkait tentang transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan yang terjadi dari awal tahun 2014. Dilakukan wawancara dan melakukan mapping media untuk mengetahui persepsi masyarakat, apakah masih banyak perbedaan persepsi mengenai BPJS Ketenagakerjaan atau tidak. Dari riset-riset yang telah dilakukan dan dirumuskannya suatu latar belakang permasalahan maka bisa dibuat suatu perencanaan atau pemograman suatu kegiatan untuk mendukung dan memecahkan permasalahan yang terjadi pada perusahaan atau organisasi.

4.2.2 Perencanaan dan Pemograman

Setelah mendefinisikan masalah, ditemukan masalah-masalah yang tengah dihadapi oleh institusi dan dibuat latar belakang suatu perencanaan kegiatan. Humas melakukan suatu upaya dalam membentuk program yang akan diimplementasikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi untuk pihak internal BPJS Ketenagakerjaan seperti yang dijelaskan oleh Ibu Maria Emmy:

Dalam rebranding kita mensosialisasikan dengan membuat Brand

Engagement Wokrshop. Alasan dibuat kegiatan tersebut karena kita ingin menggetoktularkan informasi tentang perubahan transformasi kepada

pihak internal BPJS Ketenagakerjaan.

Dari hasil wawancara, peneliti menemukan bahwa kegiatan Brand

Engagement Workshop adalah salah satu bentuk kegiatan yang

direncanakan oleh humas internal BPJS Ketenagakerjaan untuk mensosialisasikan rebranding sebagai upaya humas dalam memberikan

(16)

pengetahuan serta informasi-informasi mengenai transformasi BPJS Ketenagakerjaan lebih menyeluruh dan mendalam kepada pihak internal BPJS Ketenagakerjaan.

Pernyataan dari Ibu Emmy tentang implementasi sosialisasi

rebranding lebih dijelaskan lagi oleh Bapak Ariyanto:

Brand Engagement Workshop adalah kegiatan yang paling efektif

untuk menginformasikan kepada pihak internal BPJS Ketenagakerjaan. Brand Engagement adalah ‘pengentalan’ brand pada internal. Brand engagement dilakukan agar internal memahami filosofi identitas merek BPJS Ketenagakerjaan dan membentuk nilai budaya perusahaan yang baru dengan hadirnya merek baru serta membangun kerjasama di internal

BPJS Ketenagakerjaan.”8

Brand Engagement Workshop ini dibuat dengan tujuan agar pihak

internal BPJS Ketenagakerjaan dapat memahami filosofi dan membentuk nilai budaya BPJS Ketenagakerjaan yang baru serta dapat membangun kerja sama yang baik antar sesama pihak internal BPJS Ketenagakerjaan.

Dari tujuan dan cara pengimplementasian program rebranding, humas memerlukan perencanaan dan pemograman yang jelas sehingga memudahkan humas untuk melakukan tahap selanjutnya. Berikut adalah penjelasan dari Ibu Emmy tentang kegiatan Brand Engagement Workshop:

Brand Engagement Workshop dilakukan dengan beberapa tahap,

tahap pertama ini dilakukan diselenggarakan di 4 kota yaitu Surabaya, Bandung, Medan dan Semarang. Para pesertanya adalah PIC dari kantor

wilayah dan kantor cabang dan dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni”9

Pada tahap pertama, kegiatan workshop akan dilaksanakan di 4 kota dan para pesertanya adalah hanya beberapa orang dan menjadi

8

Hasil wawancara dengan Bapak Ariyanto, pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

9

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy M. pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(17)

perwakilan dari beberapa kantor wilayah dan kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan.

Humas sebelumnya juga sudah menetapkan tujuan yang jelas dan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegitatannya. Tujuan kegiatan tersebut diungkapkan oleh Ibu Maria Emmy:

Kegiatan Brand Engagement Workshop itu yang pertama ingin

menghidupkan semangat perubahan di kantor pusat, kantor wilayah dan kantor cabang. Menghidupkan kembali semangat perubahan, karena hasil riset yang telah ditemukan adalah suatu keinginan dari pihak eksternal dan pihak internal yang mengharuskan Jamsostek ini berubah, bukan hanya logonya saja yang berubah tapi juga isi di dalamnya harus berubah. Lalu mempermudah sosialisasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, memastikan keterlibatan kantor wilayah dan kantor cabang dengan menumbuhkan rasa memiliki karena kita akan mencintai

kantor kita kalau karyawannya juga mempunyai rasa memiliki.”10

Tujuan diadakannya kegiatan sosialisasi rebranding melalui kegiatan Brand Engagement Workshop adalah mempererat dari hubungan para karyawan dengan menumbuhkan rasa saling memiliki, membangkitkan rasa perubahan yang terjadi pada perusahaan, dan perusahaan ingin para pihak internal atau para karyawan dapat lebih baik dalam mensosialisasikan perubahan yang terjadi kepada masyarakat luas atau kepada pihak eksternal.

Anggaran biaya sangat penting dalam melaksanakan kegiatan, untuk kegiatan sosialisasi biaya yang diperlukan tidaklah sedikit dan butuh perencanaan yang baik sehingga tidak salah perhitungan. Jumlah anggaran

10

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy M. pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(18)

dan sumber anggaran biaya yang ditetapkan oleh humas internal BPJS Ketenagakerjaan dijelaskan oleh Ibu Maria Emmy:

Untuk kegiatan Brand Engagement Workshop, rencana anggaran

biayanya sekitar 1 Miliar rupiah dan berasal dari rencana anggaran

tahunan Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat.”11

Besarnya anggaran biaya yang ditentukan oleh humas internal BPJS Ketenagakerjaan kantor pusat adalah sekitar Rp 1.000.000.000,- (1 Miliar Rupiah) dan sumber dananya berasal dari internal yaitu anggaran tahunan Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat dan tidak ada sumber dana dari luar atau lainnya.

4.2.3 Melakukan Tindakan dan Berkomunikasi

Dalam strategi melakukan tindakan dan komunikasi, Humas Internal BPS Ketenagakerjaan menggunakan strategi yang sudah disusun dalam perencanaan sebelumnya dan menerapkannya dalam kegiatan Brand

Engagement Workshop.

Untuk mencapai tujuan kegiatan diperlukan pesan yang mudah dimengerti dan dipahami oleh para peserta. Pesan yang ingin disampaikan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam Brand Engagement Workshop diungkapkan oleh Bapak Ariyanto sebagai berikut:

Pihak Internal BPJS Ketenagakerjaan diajak untuk aktif tidak

hanya pada pemahaman mengenai pelayanan saja tetapi juga untuk membangun prinsip dan kunci dasar sebagai jalan menuju kesuksesan

masa depan karyawan bersama BPJS Ketenagakerjaan.”12

11

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

12

Hasil wawancara dengan Bapak Ariyanto pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(19)

Pesan yang ingin disampaikan oleh pihak penyelenggara adalah ingin meningkatkan rasa memiliki dan kinerja dari para karyawan serta meningkatkan lagi semangat meskipun perusahaan telah mengalami suatu perubahan.

Pesan-pesan yang ingin disampaikan BPJS Ketenagakerjaan tersebut disampaikan melalui berbagai media, media digunakan untuk mendukung dari suatu kegiatan untuk menyampaikan informasi dan pesan-pesan yang ingin disampaikan dari pihak penyelenggara. Media yang digunakan humas internal BPJS Ketenagakerjaan kantor pusat dalam mendukung kegiatan sosialisasi yaitu dari para peserta Brand Engagement

Workshop itu sendiri dan dengan buku pedoman visual seperti yang

diungkapan Bapak Harri Kuswanda:

Media yang digunakan untuk sosialisasi adalah dari peserta

yang ikut dalam workshop, mereka akan memberikan informasi, paling tidak pada perilaku mereka yang akan mencerminkan brand BPJS Ketenagakerjaan. Peserta workshop juga membuat janji-janji untuk tindak lanjut yang akan mereka informasikan kepada karyawan lainnya dengan menunjukkan contoh-contoh perilaku misalkan bagaimana mereka datang tepat waktu, kemudian bagaimana mereka bangga menggunakan seragam BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri dan menggunakan arahan dengan adanya penyebaran informasi melalui buku pedoman visual yang

disebarkan ke seluruh kantor BPJS Ketenagakerjaan.”13

Pentingnya kerjasama dan inisiatif dari para peserta yang mengikuti kegiatan Brand Engagement Workshop itu sendiri dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki untuk disebarluaskan kepada karyawan BPJS Ketenagakerjaan lainnya.

13

Hasil wawancara dengan Bapak Harri Kuswanda pada tanggal 23 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(20)

Selain itu, media pendukung yang digunakan juga berupa media fisical seperti Office Branding dan juga melalui website, budaya kerja, email korporat, intranet dan PIC Kehumasan yang mengikuti kegiatan Brand

Engagement Workshop seperti pernyataan dari Ibu Emmy:

Kita mencoba melalui fisical yaitu pembaharuan kantor melalui

Office Branding. Lalu melalui website www.bpjsketenagakerjaan.go.id,

melalui budaya kerja “TOPAS”, melalui email korporat yaitu dengan mengirimkan pesan broadcast email khusus, melalui intranet dan PIC

Kehumasan yang mengikuti kegiatan Brand Engagement Workshop.”14

Gambar 4.6

Office Branding: Ruang Pelayanan

14

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy M. pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(21)

Gambar 4.7

Office Branding: Back Office

Gambar 4.8

(22)

Penjelasan tentang media yang digunakan dalam mendukung kegiatan sosialisasi juga dijelaskan oleh pernyataan dari Bapak Ariyanto:

Jadi semua itu kita buatkan brand guideline nya dan garis

besarnya BPJS Ketenagakerjaan seperti apa, alasannya adalah buku pedoman atau buku guideline tersebut sudah lengkap dan mencakup seluruh perubahan-perubahan yang harus dirubah dan harus diterapkan pada seluruh personil BPJS Ketenagakerjaan dan dengan adanya buku tersebut diharapkan seluruh karyawan dapat mengikuti, menerapkan dan membuat pelayanan dan manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan menjadi

lebih baik lagi.”15

Buku pedoman visual yang telah dibagikan ke seluruh kantor BPJS Ketenagakerjaan diharapkan dapat membantu memberikan informasi serta pengetahuan yang lengkap atau detil tentang BPJS Ketenagakerjaan dan dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh pihak internal sebagaimana mestinya.

Gambar 4.9

Buku Manual Panduan Identitas Vissual

15

Hasil wawancara dengan Bapak Ariyanto pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(23)

Materi atau isi dari suatu kegiatan haruslah jelas dan tersusun agar kegiatan dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan tujuan diadakannya kegiatan tersebut. Brand Engagement Workshop memiliki agenda kegiatan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Ibu Emmy yang mengatakan bahwa:

Kegiatan Brand Engagement Workshop diadakan di 4 kota dari

bulan Mei sampai dengan bulan Juni memiliki agenda atau materi yang berbeda. Agenda di hari pertama adalah membahas tentang Our Dream Excellence, New Brand Sneak Peak dan Special Delivery. Sedangkan agenda di hari kedua yaitu The Art of Communication, Winning Together, Motivation, Thet Net dan Group Pledge & Individual Commitment. Semua isi materi disusun dengan rapi dan dikemas dengan komunikasi yang

mudah dicerna bagi peserta workshop.”16

Gambar 4.10

Suasana saat Brand Engagement Workshop

16

Hasil wawancara dengan Ibu Maria Emmy M. pada tanggal 12 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(24)

Gambar 4.11

Suasana saat Brand Engagement Workshop

Menurut data proposal Workshop Brand Engagement BPJS Ketenagakerjaan 2014, kegiatan Brand Engagement Workshop diadakan di 4 kota yaitu kota Bandung pada tanggal 20 Mei 2014, kota Surabaya pada tanggal 24 Mei 2014, kota Semarang tanggal 10 Juni 2014 dan yang terakhir di Kota Medan tanggal 14 Juni 2014.

Dalam pelaksanaan kegiatan, terdapat pihak-pihak yang mempunyai tanggung jawab dan terlibat di dalamanya. Pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan Brand Engagement

Workshop adalah Humas Internal atau Urusan Komunikasi Internal BPJS

Ketenagakerjaan Kantor Pusat. Hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Ariyanto:

Kegiatan ini adalah tanggung jawab dari seluruh personil Divisi

Komunikasi tetapi Urusan Komunikasi Internal atau Humas Internal yang mempunyai job title yang lebih mengarah dan lebih spresifik dalam

(25)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa Humas Internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat sangat memegang peran penting dalam kegiatan sosialisasi rebranding karena mereka adalah pihak yang bertanggung jawab dan karena berdasarkan job title atau tugas yang telah ditetapkan perusahaan.

Strategi dibutuhkan untuk mencapai tujuan kegiatan, strategi yang tepat akan mempermudah pelaksanaan kegiatan. Strategi yang digunakan dalam kegiatan Brand Engagement Workshop dijelaskan oleh Ibu Maria Emmy sebagai berikut:

Untuk sosialisasi ke BOD dan eselon 1 kita menggunakan cara

yang berbeda, karena BOD dan eselon 1 berpikir secara strategic tapi pada saat kita mengajarkan rebranding ke kepala cabang atau staff itu beda. Kalau BOD dan eselon 1 lebih diajarkan konsepnya tapi untuk kepala cabang atau staff lebih ke bagaimana teknisnya, misalnya

bagaimana cara menghadapi consumer yang melakukan complain.”

Dalam kegiatan sosialisasi, humas internal menggunakan strategi yang berbeda dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan kepada setiap peserta kegiatan. Bahwa pengarahan untuk pihak internal untuk tingkat Direksi berbeda dengan pengarahan untuk pihak internal tingkat staff atau karyawan.

4.2.4 Mengevaluasi Program

Langkah yang dilakukan setelah melakukan tindakan dan komunikasi adalah melakukan mengevaluasi program. Langkah ini adalah untuk mengkaji organisasi dan ketepatan program serta strategi dan taktik pesan. Humas Internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat melakukan

(26)

evaluasi dengan membuat daftar pertanyaan yang diberikan kepada peserta

workshop dan mengumpulkan laporan tersebut menjadi 1. Hal ini sesuai

dengan yang dinyatakan oleh Ibu Emmy:

Ada laporan penyelenggaraan peserta Brand Engagement

Workshop BPJS Ketenagakerjaan. Jadi waktu pada saat pelaksanaan workshop, mereka diminta untuk mengisi beberapa pertanyaan di dalam kolom-kolom pertanyaan yang sudah disediakan berisi tentang rencana kerja selama 30 hari ke depan, kemudian kendala apa saja yang dihadapi dan hasil apa yang diharapkan para peserta. Setelah 30 hari kami

kumpulkan menjadi 1 laporan.”17

Berikut adalah bentuk tabel lembar rencana kerja yang diberikan pada para peserta workshop yang dibagikan dan harus diisi para peserta setelah usai mengikuti kegiatan workshop:

No. Rencana Kerja 30 Hari Keberhasilan Kendala

Tabel 4.1

Bentuk Lembar Rencana Kerja Peserta Brand Engagement Workshop

Hasil dari kegiatan yang dilaksanakan oleh praktisi humas adalah hal yang penting untuk dijadikan bahan evaluasi, apakah kegiatan dapat dikatakan berhasil atau tidak dan tercapai atau tidaknya tujuan dari

17

(27)

kegiatan tersebut. Hasil yang di dapatkan dari kegiatan sosialisasi

rebranding melalui kegiatan Brand Engagement Workshop yang sudah

dilaksanakan oleh Humas Internal BPJS Ketenagakerjaan kantor pusat diutarakan oleh Ibu Emmy sebagai berikut:

Secara keseluruhan hasilnya menunjukkan bahwa para peserta

antusias dengan kegiatan workshop tersebut, jadi mereka mengerti dan tahu apa kendala dan mereka menginginkan hasil yang baik. Mereka juga aware terhadap transformasi berdasarkan visi dan misi BPJS

Ketenagakerjaan.”18

Berbeda dengan hasil yang dipaparkan oleh Ibu Maria Emmy yang menjelaskan bahwa kegiatan Brand Engagement Workshop telah berhasil, Bapak Harri Kuswanda menjelaskan hasil dari kegiatan Brand

Engagement Workshop BPJS Ketenagakerjaan sebagai berikut:

Kalau untuk keberhasilan dari kegiatan workshop saya kira perlu

dievaluasi lagi karena menurut hasil evaluasi yang kemarin dirasa belum berhasil, perlu dibuat lagi kegiatan-kegiatan yang lain dengan tujuan

untuk mendukung kegiatan brand engagement.”19

Selain itu evaluasi juga dilakukan dengan cara humas internal BPJS Ketenagakerjaan kantor pusat melakukan inspeksi langsung dengan mendatangi para karyawan baik di kantor pusat maupun di kantor wilayah dan kantor cabang. Inspeksi dilakukan bila ada kegiatan berkunjung ke kantor pusat atau kantor wilayah/kantor cabang dan dilakukan pada waktu tertentu. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh ibu Maria Emmy:

Bisa terjadi miss communication, hal tersebut diketahui saat saya

sendiri mengunjungi kantor cabang dalam rangka Best Service Awards, ditemukan bahwa terdapat kantor yang tidak memiliki buku pedoman

18

Ibid

19

Hasil wawancara dengan Bapak Harri Kuswanda pada tanggal 23 Februari 2015, bertempat di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat

(28)

visual, dan ketidaktahuan karyawan bahwa informasi yang ada di dalam buku tersebut harus disebarluaskan karena surat edarannya tidak

dibaca.”

Tabel 4.2

Hasil report peserta Brand Engagement Workshop

Rencana 30 Hari Keberhasilan Kendala

- Meningkatkan kompetensi - Mempelajari tentang BPJS Ketenagakerjaan secara komperhensif - Melakukan perubahan perilaku agar lebih baik dalam berkomunikasi - Lebih aktif mensosialisasikan program-program BPJS Ketenagakerjaan - Mengajak

rekan-rekan kerja agar lebih disiplin waktu

- Dapat melakukan sosialisasi dengan baik

- Bangga dan cinta terhadap BPJS Ketenagakerjaan - Peserta menjadi lebih paham tentang BPJS Ketenagakerjaan dan program BPJS Ketenagakerjaan - Masih sulit meninggalkan persepsi paradigma lama bahwa BPJS Ketenagakerjaan sama dengan Jamsostek dan juga ada yang menganggap BPJS Ketenagakerjaan sama dengan BPJS Kesehatan - Masih banyak perusahaan yang harus disosialisasikan program-program BPJS Ketenagakerjaan

Dari data laporan feedback para peserta Brand Engagement

Workshop, para peserta mempunyai rencana kerja untuk 30 hari ke depan

dengan tujuan menjadikan BPJS Ketenagakerjaan menjadi lebih baik lagi, dengan pencapaian keberhasilannya yaitu sudah lebih paham dengan BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri dan tahu program-programnya, melakukan sosialisasi dengan baik dan bangga serta cinta kepada BPJS Ketenagakerjaan. Meskipun terdapat kendala-kendala seperti masih banyaknya perbedaan persepsi yang menganggap bahwa BPJS

(29)

Ketenagakerjaan itu sama dengan BPJS Kesehatan dan juga masih sering menyebutkan BPJS Ketenagakerjaan dengan Jamsostek.

Dalam pelaksanaan kegiatan Brand Engagement Workshop terdapat hambatan-hambatan yang menjadi kendala dalam pencapaian tujuan kegiatan, beberapa hambatan tersebut dijelaskan oleh Ibu Maria Emmy:

Yang pertama pasti kendala waktu, dengan jumlah personil yang

tidak banyak tetapi kita harus mencapai ke seluruh kantor wilayah dan kantor cabang. Lalu kendala biaya, dan juga buku pedoman visual yang sudah dibagikan ke seluruh kantor bisa saja tidak diterima di kantor

wilayah ataupun kantor cabang karena adanya miss communication.

Selain karena hambatan karena kendala waktu, biaya dan adanya

miss communication pada karyawan, keinginan atau kemauan dari pihak

karyawan untuk mempelajari brand BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri dan kurangnya kerja sama pada peserta workshop dengan tidak menyampaikan pesan dan informasi dari kegiatan tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Harri Kuswanda:

Pertama hambatannya adalah keinginan dari pihak karyawan

dan karyawati BPJS Ketenagakerjaan untuk lebih tahu tentang brand itu sendiri. Yang kedua adalah apakah nanti mereka akan meneruskan informasi mengenai esensi dan lain sebagainya dalam workshop kepada seluruh karyawan BPJS Ketenagakerjaan lainnya atau tidak.”

Kendala yang dihadapi adalah seberapa besar keinginan dari pihak internal BPJS Ketenagakerjaan untuk mencari tahu serta memahami tentang BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri dan terdapat keraguan bahwa bisa saja informasi dan pemahaman yang dimiliki oleh peserta workshop tidak diberitahukan atau tidak diajarkan kepada karyawan BPJS

(30)

Ketenagakerjaan lainnya karena humas internal berharap bahwa para peserta yang ikut dalam kegiatan workshop dapat menyebarluaskan informasi serta pemahamannya ke seluruh karyawan BPJS Ketenagakerjaan

Untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada, sosialisasi

rebranding BPJS Ketenagakerjaan harus dilakukan secara kontinyu atau

terus-menerus dan secara konsisten hingga pihak internal benar-benar memahami serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari seperti yang dikatakan oleh Bapak Harri:

Sosialisasi rebranding ini tidak dapat dilakukan hanya satu kali

saja, artinya harus dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan sehingga pihak karyawan pada akhirnya bisa memperesentasikan itu, bahkan secara konsisten nanti bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Humas internal BPJS Ketenagakerjaan juga mempunyai cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi pada kegiatan sosialisasi

rebranding agar kegiatan dapat berjalan dan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Berdasarkan dari data proposal kegiatan Brand Engagement

Workshop setelah kegiatan dilaksanakan, terdapat anggaran biaya untuk

kegiatan workshop di 4 kota seperti di tabel di berikut ini:

Biaya Kegiatan

No. Uraian Jumlah Biaya

(31)

2. Kota Surabaya Rp. 155.099.000,-

3. Kota Semarang Rp. 152.066.400,-

4. Kota Medan Rp. 168.732.200,-

Total Biaya Rp. 613.797.600,-

Tabel 4.3

Biaya Kegiatan Brand Engagement Workshop

Dari tabel anggaran biaya kegiatan Brand Engagement Workshop pada bulan Mei-Juni di 4 kota dapat diketahui bahwa total biaya penyelenggaraan sejumlah Rp 613.797.600,- yang berarti lebih rendah dibandingkan dengan total biaya yang dicantumkan dan ditetapkan dalam perencanaan kegiatan.

4.3 Pembahasan

Hasil pembahasan sesuai dengan yang peneliti dapatkan bahwa dijelaskan mengenai tujuan dari penelitian ini. Tujuan tersebut untuk mengetahui dan menggambarkan tahapan Manajemen Public Relations dalam sosialisasi

rebranding PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan oleh Humas Internal

Kantor Pusat.

Tahapan Manajemen Public Relations yang dilakukan oleh Humas Internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat meliputi mendefinisikan problem, perencanaan dan pemograman, tindakan dan komunikasi dan mengevaluasi program, dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

Tugas pertama adalah menyusun semua fakta melalui riset sehingga langkah itu dapat dijelaskan dan dijustifikasi. Langkah selanjutnya adalah

(32)

merencanakan pengumuman. Timming adalah penting. Berita harus cepat disampaikan, sebelum rumor muncul. Berita itu harus diberikan secara stimultan ke semua pihak yang terkena dampaknya, dan mengkomunikasikannya sedemikian rupa untuk menjelaskan secara memuaskan tentang keharusan dan manfaat dari perubahan itu.

Proses mencari atau mendefinisikan masalah Public Relations yang terjadi merupakan proses yang dilaksanakan sebelum membuat perencanaan, dimana di dalamnya humas membuat identifikasi masalah. Humas Internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat tidak dapat membuat rencana yang baik untuk pelaksanaan sosialisasi rebranding apabila tidak mengetahui apa masalah yang terjadi. Oleh karena itu, Humas Internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat melakukan riset atau penelitian untuk dapat mengidentifikasi masalah. Permasalahan yang didapat berdasarkan fakta dan data tentang masalah yang terjadi, kemudian mengkaji dan mengidentifikasi sikap yang terlibat baik publik internal maupun pihak eksternal.

Berdasarkan hasil wawancara dan data yang diperoleh oleh peneliti, Humas Internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat dalam mendefinisikan masalah yaitu ditemukan masalah banyaknya perbedaan persepsi pada masyarakat mengenai BPJS Ketenagakerjaan karena transformasi yang terjadi pada intitusi tersebut yang mulai resmi berubah pada tanggal 1 Januari 2014 dari Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini esensinya harus dipahami terlebih dahulu oleh pihak internal BPJS Ketenagakerjaan baik di kantor pusat maupun kantor wilayah dan kantor cabang. Hal tersebut adalah antisipasi agar informasi yang

(33)

sampai kepada msayarakat nantinya adalah informasi yang tepat dan akurat serta adanya tuntutan para karyawan BPJS Ketenagakerjaan untuk bisa lebih responsif terhadap perubahan transformasi itu sendiri.

Permasalahan-permasalaham tersebut ditemukan dengan melakukan riset ke lapangan atau melakukan wawancara kepada masyarakat dengan pihak konsultan DM-ID Holland, dan Humas internal melakukan riset di dalam melalui

mapping media dengan melihat akun media sosial Facebook, Twitter, dan media

berita online dan melalui analisa pengetahuan para karyawan dan dari data-data yang didapatkan dari kantor wilayah dan kantor cabang.

Perencanaan strategis dalam PR melibatkan pembuatan keputusan tentang tujuan dan sasaran program, mengidentifikasi publik kunci, menentukan kebijakan atau aturan untuk memandu pemilihan strategi, dan menentukan strategi. Harus ada kaitan erat antara tujuan program keseluruhan sasaran yang ditentukan untuk masing-masing publik, dan strategi yang dipilih. Poin utamanya adalah bahwa strategi dipilih untuk mencapai hasil tertentu.

Setelah melakukan analisis terhadap pihak internal dan pihak eksternal, dapat diketahui apa permasalahan yang terjadi dan dengan begitu maka humas dapat membuat perencanaan dan pemograman strategis yang dapat dilakukan. Dalam perencanaan dan pemograman tersebut dirumuskan langkah-langkah atau strategi apa yang akan digunakan agar dapat dijalankan secara efektif dan efisien, sehingga tujuan diadakannya program dapat tercapai.

Dalam tahap perencanaan dan pemograman ini harus memberikan gambaran lebih jauh sebelum melaksanakan program tersebut. Humas internal

(34)

BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat mempertimbangkan sasaran, strategi yang akan digunakan, anggaran biaya serta evaluasi. Kegiatan yang dibuat oleh Humas internal adalah merencanakan kegiatan sosialisasi bernama Brand Engagement

Workshop, kegiatan tersebut digunakan untuk mempererat dan mengedukasi para

karyawan tentang BPJS Ketenagakerjaan lebih dalam lagi dan tujuannya adalah agar internal dapat memahami filosofi dari identitas BPJS Ketenagakerjaan dan dapat membentuk nilai budaya perusahaan serta dapat membangun kerjasama di internal BPJS Ketenagakerjaan.

Pelaksanaan Brand Engagement Workshop ini adalah kegiatan tahap pertama yang diselenggarakan di 4 kota yaitu Surabaya, Bandung, Medan dan Semarang dengan para pesertanya yaitu perwakilan atau PIC dari tiap-tiap kantor wilayah dan kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan, dengan konfigurasi peserta mulai dari kepala wilayah, kepala bidang, kepala cabang serta perwakilan pegawai cabang dan mereka yang akan menjadi role model – BPJS Ketenagakerjaan Brand

Ambassador di tempat kerja masing-masing.

Setelah program disusun dalam sebuah perencanaan, maka kini Humas Internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat dapat mengkomunikasikan program tersebut dengan sebaik mungkin dalam rangka mengimplementasikan kegiatan yang telah direncanakan.

Praktisi PR harus membingkai pesan mereka agar menjadi pesan yang bernilai berita (newsworthy), berdasarkan standar apa pun (dan karenanya praktisi harus mengenal media dan awak medianya). Pesan juga harus dapat dipahami – tidak rumit, bebas dari jargon, dan mudah ditangkap. Pesan harus mengandung

(35)

topik dan bersifat lokal agar audien tertarik dengan informasi yang dekat dengan mereka. Tetapi, yang terpenting adalah pesan harus dapat ditindaklanjuti segera. Pesan harus saling menguntungkan sebagaimana halnya strategi aksi. Isi pesan harus disusun sedemikian rupa sehingga informasinya menjawab pertanyaan audien, merespons kepentingan dan perhatian audien, dan memberdayakan audien untuk bertindak berdasarkan kepentingan dan perhatian mereka.

Pesan yang ingin disampaikan pada para peserta Workshop adalah perusahaan ingin meningkatkan rasa memiliki dan meingkatkan kinerja dan semangat dari para karyawan BPJS Ketenagakerjaan.

Media yang digunakan untuk mendukung kegiatan sosialisasi adalah para peserta yang telah mengikuti kegiatan workshop itu sendiri dengan memberikan informasi dan menjadi contoh kepada yang lainnya berdasarkan pengetahuan yang mereka punya untuk diajarkan kepada para karyawan lainnya. Selain itu, media yang digunakan adalah dengan menggunakan Offfice Branding, yaitu

mem-branding perusahaan dengan bentuk tampilan dari kantor BPJS Ketenagakerjaan,

mulai dari logo yang berada di depan gedung maupun dengan bentuk ruangan pelayanan kantor, lalu menggunakan media website perusahaan, email korporat, intranet dan melalui budaya kerja.

Kegiatan workshop diadakan di 4 kota yaitu di kota Bandung pada tanggal 20 Mei 2014, selanjutnya di kota Surabaya pada tanggal 24 Mei 2014, di Kota Semarang pada tanggal 10 Juni 2014 dan yang terakhir di Kota Surabaya pada tanggal 14 Juni 2014 dengan tanggung jawab Humas internal BPJS

(36)

Ketenagakerjaan Kantor Pusat dalam pelaksanaannya dari awal hingga akhir kegiatan diselenggarakan.

Setelah perencanaan dan pelaksanaan telah dilakukan, maka perlu dilakukannya evaluasi atas program yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan humas internal agar dapat mengetahui efektivitas kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Humas internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat melakukan evaluasi dengan cara memberikan lembar kerja kepada seluruh para peserta Brand

Engagement Workshop untuk diisi dan dikembalikan setelah 30 hari kerja. Format

dari lembar kerja yang diberikan yaitu apa rencana kerja untuk 30 hari ke depan, apa keberhasilan yang telah dicapai dan apa saja kendala dalam pekerjaan yang telah direncanakan.

Seluruh lembar kerja para peserta dikumpulkan dan dijadikan satu untuk ditinjau dan dievaluasi. Menurut Ibu Maria Emmy selaku Penata Madya Komunikasi Internal BPJS Ketenagakerjaan Kantor Pusat yang menjadi penyelenggara acara, menyimpulkan bahwa kegiatan sosialisasi rebranding melalui Brand Engagement Workshop yang telah dilaksanakan sudah berhasil karena antusiasme dari para peserta yang cukup tinggi. Tetapi hal tersebut berbeda dengan apa diungkapkan oleh Bapak Harri Kuswanda selaku Kepala Urusan Komunikasi Internal yang mengatakan bahwa berdasarkan hasil evaluasi yang telah diterima menunjukkan bahwa kegiatan workshop yang telah dilaksanakan belum berhasil dan masih perlu dievaluasi lagi. Sedangkan menurut data sekunder yaitu report lembar rencana kerja para peserta Brand Engagement Workshop

(37)

menunjukkan bahwa para peserta mempunyai rencana kerja yang pasti untuk 30 hari ke depan serta dapat mencapai keberhasilan dari rencana kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Meskipun terdapat kendala-kendala yang menyatakan bahwa masih sulit meninggalkan persepsi paradigma lama bahwa BPJS Ketenagakerjaan sama dengan Jamsostek dan banyak juga yang mengatakan bahwa BPJS Ketenagakerjaan sama dengan BPJS Kesehatan.

Hambatan yang dihadapi oleh Humas Internal adalah kendala waktu dan biaya dan adanya miss communication antar para karyawan yaitu para karyawan yang menjadi peserta kegiatan Brand Engagement Workshop tidak menyampaikan pesan atau informasi yang didapatkannya mengenai sosialisasi rebranding kepada karyawan lainnya. Cara humas internal mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah dengan merencanakan sosialisasi rebranding yang akan dilakukan atau dilaksanakan secara kontinyu atau terus-menerus hingga pihak internal dan pihak eksternal dapat mempunyai persepsi yang sama terhadap BPJS Ketenagakerjaan.

Dan dari hasil evaluasi anggaran biaya dengan anggaran biaya yang ada dalam perencanaan menunjukkan bahwa jumlah biaya yang digunakan jauh lebih rendah daripada yang telah direncanakan. Hai ini dapat dikatakan baik karena dapat menghemat biaya dan dapat digunakan untuk kegiatan humas lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat atau spasme. Retinopatia arteriosklerotika pada

Dalam penelitian ini, pendekatan kuantitatif dipergunakan untuk mengukur kesesuaian Pasal 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, sebagai produk kebijakan fiskal

KEEMPAT : Taman di Perairan Teluk Moramo di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana dimaksud diktum KETIGA dengan batas koordinat sebagaimana tercantum dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian melalui studi pustaka maupun penelitian

Kompensasi non finansial menurut Simamora terdiri atas kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri dan lingkungan psikologis atau fisik di mana

Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di titik C pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6, tanah tanpa perkuatan kolom T-shape, mengalami pengembangan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan yang wajib ditempuh oleh mahasiswa S1 UNY program kependidikan karena orientasi utamanya adalah kependidikan. Dalam

Realisasi pembangunan perumahan di Salatiga bukan hanya pembangunan perumahan dalam arti sempit, namun juga mencakup pembangunan infrastruktur dasar perumahan pemukiman,