0
PENINGKATAN KETERAMPILAN SISWA MENGUBAH TEKS
WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI MEDIA
AUDIO VISUAL KELAS VII SMP NEGERI 4 KERINCI
JURNAL
AL PADLI
NPM. 1210018512004PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
1 PENINGKATAN KETERAMPILAN SISWA MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL KELAS VII SMP
NEGERI 4 KERINCI
Al Padli1, Yetty Morelent2, Yusrita Yanti2
1
Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana
2
Universitas Bung Hatta, 2Universitas Bung Hatta. Email: al.padli@ymail.com
Abstrak
Rendahnya hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri 4 Kerinci, khususnya dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi merupakan suatu hal yang perlu dicarikan solusinya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses dan peningkatan hasil belajar siswa kelas VIIc dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi dengan menggunakan media audio visual. Aspek yang dinilai dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dalam belajar dan hasil belajar siswa melalui tes. Sejumlah teori yang digunakan adalah konsep teoretis tentang menulis (Purwo, 1990), karangan narasi (Keraf, 2005), teks wawancara (Herdiansyah, 2013), media pembelajaran (Djamarah dan Zain. 2006), dan penggunaan media audio visual (Arsyad, 2007). Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang terdiri dari dua siklus. Subjek penelitian ini, siswa kelas VIIc SMP Negeri 4 Kerinci. Berdasarkan analisis data disimpulkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terhadap keterampilan menulis siswa kelas VIIc dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi melalui penggunaan media audio-visual, dengan rentan peningkatannya dari prasiklus ke siklus 1 sebesar 48%, pada siklus 1 ke siklus 2 meningkat sebesar 33%. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa (1) penggunaan media audio visual dapat memotivasi siswa dalam belajar, (2) penggunaan media audio Visual mempermudah siswa dalam mengingat pelajaran, dan (3) penggunaan media dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mengubah teks wawancara ke dalam karangan narasi. Oleh karena itu disarankan agar guru dapat menggunakan media pembelajaran audio-visual untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Kata kunci:menulis, karangan narasi, teks wawancara, media audio-visual
Abstract
2 use of audio-visual media can motivate students in learning process, the use of audio-visual media facilitates students in remembering the lessons, and the use of media such as TV can improve students’ skill in writing a narrative essay. As suggestion, teachers can use audio-visual media to improve students’ skills in learning Bahasa Indonesia.
Keywords: writing, narrative essay, interview texts, audio-visual media.
1. Pendahuluan
Menulis merupakan suatu
keterampilan dalam berbahasa.
Berdasarkan urutan pemerolehan
keterampilan berbahasa, menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang terahir dipelajari setelah menyimak, berbicara dan membaca. Seorang yang hendak melakukan kegiatan menulis setidaknya harus menguasai salah satu dari tiga keterampilan berbahasa lainnya terlebih dahulu (menyimak, berbicara dan menulis).
Jika dikaitkan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Keempat keterampilan ini
menjadi faktor pendukung dalam
menyampaikan pikiran, gagasan, dan pendapat, baik secara lisan maupun secara tertulis, sesuai dengan konteks komunikasi yang harus dikuasai oleh pemakai bahasa.
Dari empat keterampilan tersebut,
keterampilan menulis merupakan
kemampuan yang paling sulit untuk dikuasai siswa dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Selain itu, pembelajaran keterampilan menulis
tampaknya belum menggembirakan.
Salah satu realita konkret yang
mendukung pernyataan tersebut adalah
kondisi pembelajaran keterampilan
menulis di kelas VII SMP Negeri 4 Kerinci.
Berdasarkan pengalaman guru dan hasil observasi terhadap keadaan pembelajaran menulis di sekolah tersebut serta wawancara awal yang dilakukan dengan sejumlah guru bahasa Indonesia, diperoleh informasi bahwa motivasi dan kemampuan menulis, termasuk menulis karangan narasi siswa masih sangat rendah yang ditandai dengan siswa sering merasa jenuh jika disuruh mengarang,
tidak ada siswa yang mempunyai
kemampuan yang menonjol dalam
pembelajaran mengarang, dan hasil
karangan narasi siswa sangat
memperihatinkan. Hal ini dibuktikan dengan hasil tes mengarang siswa berikut ini.
3 ide/gagasan siswa kurang berkembang,
kosa kata yang digunakan sederhana dan
terbatas, penggunaan kalimat dan
organisasi tulisan narasi siswa juga masih kurang terarah dan diketahui bahwa nilai ulangan harian siswa masih jauh di bawah kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan. Berikut hasil ulangan harian siswa kelas VII SMP Negeri 4 Kerinci.
Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Nilai Ulangan Harian Bahasa Indonesia Siswa
Kelas VII SMP Negeri 4 Kerinci
Kelas Jumlah yang ditetapkan. Banyaknya siswa yang tidak tuntas dalam ujian menunjukkan
bahwa tujuan pembelajaran belum
tercapai. Ketidaktercapaian itu
disebabkan oleh rendahnya motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 4 Kerinci.
Fenomena lain yang tampak berdasarkan observasi awal di sekolah yang diteliti adalah sistem pembelajaran menulis yang diterapkan oleh guru cenderung monoton (didominasi oleh
penggunaan metode ceramah),
pembelajaran dengan sistem klasikal yang mengarah pada komunikasi satu arah (guru dan siswa), dan lebih
berorientasi penghapalan materi
pembelajaran. Keberhasilan pencapaian
kompetensi suatu mata pelajaran
bergantung kepada beberapa aspek. Salah satu aspek yang sangat mempengaruhi
keberhasilan pencapaian kompetensi
yaitu cara guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Kecenderungan yang
terjadi pada proses pembelajaran saat ini adalah kegiatan belajar masih berpusat pada guru, yaitu guru lebih banyak bercerita atau berceramah. Siswa tidak banyak aktif terlibat dalam proses
pembelajaran, guru tidak/jarang
menggunakan media pembelajaran
sehingga proses pembelajaran menjadi pasif dan kurang bermanfaat.
Banyak jenis media yang dapat digunakan oleh guru dalam mengajar.
Media tersebut bisa berupa media audio,
media visual, dan media audio-visual.
Penulis beranggapan bahwa media
audio-visual merupakan salah satu media yang cocok digunakan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Arsyad
(2011:10) yang dikutipnya berdasarkan
pendapat Dale menyatakan bahwa
perkiraan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%.
4 merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dengan penguasaan keterampilan
menulis, diharapkan siswa dapat
mengungkapkan gagasan, pikiran, dan
perasaan yang dimilikinya setelah
menjalani proses pembelajaran dalam berbagai jenis tulisan, baik fiksi maupun
nonfiksi. Asumsinya, pengungkapan
tersebut merupakan peresapan,
pemahaman, dan tanggapan siswa
terhadap berbagai hal yang diperoleh dalam proses pembelajaran. Dengan
demikian, segala informasi, ilmu
pengetahuan, dan berbagai kecakapan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran tidak akan sekedar menjadi hafalan yang mudah dilupakan sesaat setelah siswa menjalani tes.
Berdasarkan keterangan di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana keaktifan dan hasil belajar
siswa jika dalam belajar guru
menggunakan media audio-visual. Dalam penelitian ini, penulis memilih kelas VIIc karena menurut Bapak Hidayat minat belajar siswa kelas tersebut lebih rendah daripada kelas lainnya. Untuk itu, penulis
memberi judul penelitian ini
“Peningkatan Keterampilan Menulis
Siswa Kelas VIIc dalam Mengubah Teks Wawancara Menjadi Karangan Narasi Melalui Media Audio Visual SMP Negeri
4 Kerinci”. Penulis berharap dengan
menggunakan media audio-visual
khususnya pada SK dan KD menulis, siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar dan hasil belajar bahasa Indonesia siswa dapat meningkat.
2. KAJIAN TEORETIS
Keterampilan menulis sangat
penting, pengembangan pembelajaran menulis perlu ditingkatkan. Peningkatan pembelajaran menulis dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan. Purwo (1990: 166-171) mengatakan bahwa kegiatan pengembangan pembelajaran menulis
dapat dilakukan dengan kegiatan
mengembangkan logika, melatih daya
imajinasi, merangkai kata menjadi
kalimat, dan merangkai kalimat menjadi paragraf. Hal ini dilakukan untuk mengaktifkan daya kreatif siswa dalam mengasah kecerdasan mareka.
Untuk memperoleh keterampilan menulis yang dilakukan dalam bentuk
latihan-latihan, sebelumnya seorang
penulis harus memiliki kemampuan dalam menulis. Kemampuan menulis
sangat membantu dalam
mengkomunikasikan ide dan gagasan dalam tulisan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rusyana (1994:191) bahwa kemampuan menulis mencakup
berbagai kemampuan seperti:
kemampuan menguasai gagasan yang
akan dikemukakan, kemampuan
menggunakan unsur-unsur bahasa,
kemampuan menggunakan bentuk
karangan, kemampuan menggunakan
gaya, dan kemampuan menggunakan
ejaan dan tanda baca. Adapun
kemampuan yang yang harus dimiliki
oleh seorang penulis, menurut Syafi’ie
(1998:45-47), adalah (1) kemampuan menemukan masalah yang akan ditulis; (2) kepekaan terhadap kondisi bacaan; (3) menyusun perencanaan penulisan; (4)
kemampuan menggunakan bahasa
5 Selanjutnya Akhadiah, (1997:1)
menyatakan keterampilan menulis
merupakan pengetahuan yang kompleks yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Dapat dikatakan bahwa kualitas tulisan seseorang ditentukan oleh seberapa banyak informasi berkualitas yang diperolehnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, terlihat bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Dengan penguasaan
keterampilan menulis, diharapkan siswa dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan yang dimilikinya setelah menjalani proses pembelajaran dalam berbagai jenis tulisan, baik fiksi maupun
nonfiksi. Asumsinya, pengungkapan
tersebut merupakan peresapan,
pemahaman, dan tanggapan siswa
terhadap berbagai hal yang diperoleh dalam proses pembelajaran. Dengan
demikian, segala informasi, ilmu
pengetahuan, dan berbagai kecakapan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran tidak akan sekedar menjadi hafalan yang mudah dilupakan sesaat setelah siswa menjalani tes. Tujuan pembelajaran menulis belum dicapai secara maksimal oleh siswa. Menurut Trimantara (2005:1), penyebab terhadap tidak tercapainya tujuan pembelajaran menulis meliputi: (1) rendahnya tingkat penguasaan kosa kata sebagai akibat rendahnya minat baca; (2)
kurangnya penguasaan keterampilan
mikrobahasa, seperti penggunaan tanda baca, kaidah-kaidah penulisan, diksi, penyusunan kalimat dengan struktur yang benar, sampai penyusunan paragraf; (3)
kesulitan menemukan metode
pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa; serta (4)
ketiadaan atau keterbatasan media
pembelajaran menulis yang efektif. Menulis narasi merupakan salah satu pembelajaran kemampuan menulis yang diajarkan kepada siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama). Hal ini terlihat pada SK 12 dan KD 12.1
“Mengungkapkan berbagai informasi
dalam bentuk narasi dan pesan singkat dan mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan cara memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak
langsung”.
Narasi merupakan salah satu jenis karangan yang bersifat menceritakan sebuah peristiwa. Keraf (2005:136) mengemukakan bahwa narasi adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam kesatuan waktu, atau narasi adalah
bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi.
Menurut Keraf
(2005:136-139),Narasi dibedakan menjadi dua, narasi ekspositoris dan narasi sugestif. narasi ekspositoris adalah narasi yang bertujuan untuk menggugah pikiran pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah
rasio, yaitu berupa perluasan
pengetahuan pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi sugestif adalah narasi yang merupakan sesuatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam
sehingga merangsang daya khayal
pembaca. Pembaca mengambil makna tersirat yang diungkapkan oleh penulis. Makna itu dapat diperoleh dan dipahami setelah membaca narasi tersebut.
Stuktur narasi dapat dilihat dari
6 membentuknya, seperti penokohan, latar,
sudut pandang, perbuatan (konflik), serta dapat pula dianalisis berdasarkan alurnya (Keraf 2005:145). Dalam penelitian hasil tes menulis karangan narasi siswa dinilai dari dua indikator, yaitu berdasarkan bentuk dan karakteristik narasi. Indikator karakteristik dibuat berdasarkan pendapat Keraf (2005:138-139) mengenai unsur pokok yang ada di dalam karangan narasi.
Dari segi bentuknya, indikator penilaian keterampilan menulis karangan narasi terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu dari segi bahasa dilihat dari ejaan dan tanda baca, sedangkan dari segi isi dilihat dari kekoherensian atau kepaduan ide dalam karangan.
Menurut Keraf (2005:138-139), narasi ekspositoris mempunyai empat
karakteristik yaitu: (1) memperluas
pengetahuan, (2) menyampaikan
informasi mengenai suatu kejadian, (3)
didasarkan pada penalaran untuk
mencapai kesepakatan rasional dan, (4) bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotatif.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Moleong (dikutip oleh Herdiansyah, 2013:29). (Herdiansyah, 2013:30) yang dikutip berdasarkan pendapat Stewart dan Cash mengemukakan bahwa wawancara
merupakan suatu interaksi yang
didalamnya terdapat pertukaran/sharing
aturan, tanggung jawab, perasaan,
kepercayaan, motif dan informasi.
Sejalan dengan pendapat di atas
Herdiansyah (2013:31) mengemukakan
bahwa wawancara adalah sebuah
kegiatan interaksi komunikasi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam seting
alamiah, dimana arah pembicaraan
mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan mengendepankan trust sebagai landasan utama dalam proses memahami.
Media pembelajaran adalah alat yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Setiap pelajaran memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Ada mata pelajaran yang tidak memerlukan media dan ada mata pelajaran yang memerlukan media untuk mempermudah pemahaman siswa. Mata pelajaran yang tingkat kesukarannya tinggi akan menyebabkan kejenuhan bagi siswa. Untuk itu, guru harus bijaksana dalam melakukan proses pembelajaran.
Djamarah dan Zain (2006:120)
menjelaskan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan
sebagai alat penyalur pesan guna
mencapai tujuan pengajaran.
Menurut Sadiman, dkk (2007:6) yang dikutipnya berdasarkan pendapat Briggs bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
merangsang siswa untuk belajar.
Pendapat yang senada dikemukakankan oleh Sadiman, dkk (2007:7) yang
dikutipnya berdasarkan Asosiasi
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
media merupakan bentuk-bentuk
komunikasi baik tercetak maupun
7
Media audio-visual merupakan
media yang dapat dijadikan sebagai media komunikasi. Pada prinsipnya,
media audio-visual melibatkan indera
pendengaran dan indera penglihatan dari khalayak sasaran. Dengan menggunakan
media audio-visual ini, siswa dapat
memperoleh pengalaman yang lebih banyak, mengesankan, lebih jelas, dan
lebih kongkret. Dengan media
audio-visual bersuara siswa, dapat memperoleh informasi dari suara yang didengarkan. Untuk bagian yang lebih sulit, siswa dapat memahaminya dari gambar yang dilihat.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan
dari Classroom Action Researc adalah
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil
belajar siswa menjadi meningkat
(Wardhani, 2007:1.4). Menurut Arikunto,
dkk, dkk (2010: 3), ”penelitian tindakan
kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi di dalam sebuah kelas secara
bersamaan”. Penelitian tindakan kelas
merupakan penelitian yang dilakukan
berulang-ulang atau siklus. Tujuan
penelitian tindakan kelas adalah untuk
memperbaiki kelemahan-kelema
handalam pembelajaran dan menemukan jalan keluarnya.
Proses belajar diharapkan adanya hasil yang akan diperoleh oleh peserta didik. Hasil yang diharapkan dalam
proses pembelajaran meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain tiga ranah tersebut, proses belajar juga menuntut adanya keterampilan yang
dimiliki oleh siswa. Keterampilan
tersebut berupa kesiapan mental siswa dan kepribadian siswa yang meliputi keterampilan berbicara dalam proses
belajar. Keterampilan yang ingin
diperoleh adalah keterampilan siswa untuk mngubah teks wawancara dalam bentuk dialog menjadi karangan narasi yaitu narasi ekspositoris.
Penelitian ini dilaksanakan
berdasarkan model yang dikembangkan oleh Arikunto, dkk (2006:16), yaitu penelitian terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap yakni; (1)
perencanaan; (2) pelaksanaan; (3)
pengamatan; dan (4) refleksi. Pada penelitian ini, penelitian dilakukan dalam dua siklus.
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dibagi dua yakni instrumen utama dan instrumen penunjang. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri, yang juga berperan sebagai pelaksana pembelajaran di kelas. Selain itu, peneliti juga dibantu oleh guru bahasa Indonesia sebagai kolaborator dan juga sebagai perencana.
Penggunaan instrumen penunjang berguna untuk mengetahui keadaan yang sudah terkondisi di sekolah baik oleh guru maupun oleh siswa. Peneliti menggunakan instrumen penunjang yang
disesuaikan dengan tahap-tahap
penelitian.
Secara umum, data perencanaan,
data pelaksanaan, dan data hasil
8 teknik dokumentasi untuk memperoleh
data. Kegiatan dalam pengumpulan data
adalah sebagai berikut. Pertama, peneliti
secara intensif mengikuti kegiatan belajar mengajar pada saat observasi awal sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan
dan ketika pelaksanaan tindakan
dilakukan. Kedua, pada proses kegiatan
belajar mengajar berlangsung, peneliti
melakukan pengamatan langsung
terhadap kondisi kelas. Sementara itu, lembaran observasi diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap kegiatan guru (peneliti) dan kegiatan siswa oleh
observer (kolaborator). Ketiga, hasil tes
yang dilakukan untuk mengukur sejauh
mana kemampuan mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi siswa pada setiap akhir siklus diperiksa sesuai aspek dan kriteria penilaian yang
telah ditetapkan sebelumnya. Keempat,
melakukan wawancara langsung dengan siswa pada setiap akhir siklus lalu dicatat kemudian dianalisis untuk mengetahui persepsi siswa mengenai pendayagunaan media audio visual dalam pembelajaran
menulis. Kelima, mendokumentasikan
kegiatan dan data di lapangan selama penelitian berlangsung.
Teknik analisis data terbagi dua, yaitu (1) data hasil belajar siswa berupa nilai menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara, dan (2) data aktivitas siswa selama proses belajar mengajar.
Pengumpulan data dilakukan
melalui penelitian tindakan kelas dengan melakukan pengamatan secara langsung. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus yang berlangsung selama tiga minggu. Penelitian ini dilakukan dua kali dalam satu minggu, dimulai pada tanggal 15 Oktober sampai tanggal 30 Oktober 2014.
4.
Pembahasan
Hasil penelitian tindakan kelas ini diperoleh melalui tes dan non-tes berupa observasi. Hasil tes bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi melalui media audio
visual. Sedangkan hasil observasi
bertujuan untuk melihat keseriusan dan
aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran yang disajikan melalui media audio-visual.
Pada kegiatan prasiklus ini guru menjelaskan pengertian karangan narasi, menjelaskan mengenai wawancara, dan mengubah teks wawancara menjadi
karangan narasi. Selanjutnya guru
melakukan kegiatan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai
karangan narasi. Pada saat guru
menjelaskan materi, siswa terlihat malas
dan tidak bersemangat mengikuti
pelajaran. Sebagian siswa sibuk dengan aktivitas lain (menggambar, mencoret meja, dan berbicara dengan teman), ada juga siswa yang sepertinya serius
mendengarkan namun saat ditanya
mereka tidak mampu menjawab
pertanyaan guru, dan sebagian siswa keluar masuk kelas.
Selanjutnya guru memberikan
sebuah teks wawancara kepada siswa. Guru menjelaskan isi teks wawancara
tersebut dan mencontohkan cara
mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi. Sebelum membuat karangan narasi, guru meminta siswa
untuk menentukan pokok-pokok
informasi yang diperoleh dari teks
wawancara tersebut. Kegiatan ini
9 Banyak kendala yang terlihat saat proses
pembelajaran. Kendala ini terlihat karena kurangnya motivasi siswa untuk belajar. Saat guru memberi tugas, siswa terlihat bingung dan malas mengerjakannya. berikut hasil karangan narasi siswa pada prasiklus.
Setelah dikumpulkan dan
dilakukan penilaian terhadap latihan tersebut, nilai tes mereka sangat jauh dari yang diharapkan atau KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 70.
Hasil tes pada prasiklus terlihat bahwa kemampuan kelas VIIc SMP Negeri 4 Kerinci dalam menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara masih jauh dari KKM yang telah ditetapkan. Pernyataan ini dapat terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1 Hasil Tes Mengubah Wawancara Menjadi Karangan Narasi
pada Prasiklus
Diketahui bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa hanya 42,5 dan berada dalam kualifikasi buruk. Siswa yang mendapat nilai di atas KKM pada pratindakan ini hanya sebanyak 2 orang memperoleh nilai 75 dengan pesentase 9,5%.
Setelah mengamati permasalahan yang terjadi pada prasiklus, maka penulis menjadikan data tersebut sebagai bahan refleksi dalam merencanakan tindakan
pembelajaran selanjutnya, yaitu
pembelajaran pada siklus I. Dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan
kompetensi dasar mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi, peneliti memilih video acara Kick Andy yang berjudul animator Indonesia.
Pertemuan pertama pada siklus I dilaksanakan pada hari Rabu, 22 Oktober 2014, dengan rangkaian kegiatan sebagai
berikut. Pada tahap awal guru
10
melakukan kegiatan mengubah
teswawancara menjadi karangan narasi. Dari pertanyaan tersebut terjadilah tanya jawab antara siswa mengenai wawancara dan melakukan latihan mengubah teks wawancara menjadi narasi bedasarkan video pada acara 360 yang berjudul kulkas tanpa listrik dan freon. Setelah latihan dirasa cukup guru menutup
pembelajaran dengan menyampaikan
materi yang akan di bahas pada pertemuan selanjutnya dan mengucapkan hamdalah.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Oktober 2014. Pada pertemuan ini penulis selaku guru menanyakan materi yang telah dibahas
pada pertemuan sebelumnya untuk
melihat pemahaman siswa mengenai materi yang telah dipelajari. Selanjutnya guru menjelaskan teknik mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi dan memeberikan tes kepada siswa.
Pada siklus I pertemuan kedua diawali dengan menggali pemahaman siswa, tanya jawab, mengulas materi yang belum dipahami siswa, melakukan tes dilakukan dengan menggunakan video pada acara Kick Andy yang berjudul Animator Indonesia. Berikut video yang telah diubah menjadi bentuk gambar.
Dari 21 siswa yang mengikuti tes, 12 siswa sudah mengarah pada menulis karangan narasi, Namun 9 siswa masih belum paham dengan menulis karangan narasi. Berikut hasil karangan narasi siswa pada siklus I.
Berdasarkan lembar hasil tes maka diproleh skor dan nilai seperti yang digambarkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Hasil Tes Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi pada
11 Dari hasil tes mengubah teks
wawancara menjadi narasi, dapat dilihat nilai rata-rata kelas VII.c SMP Negeri 4 Kerinci dalam satu kali tes adalah 71,5 dengan persentase ketuntasan siswa 57% dan berada dalam kualifikasi cukup dari nilai maksimal 100. Dari 21 siswa yang mengikuti tes terdapat 12 siswa yang memperoleh nilai di atas KKM.
Dari rincian data terlihat jelas bahwa tidak ada siswa yang mencapai nilai dengan kualifikasi sempurna. Siswa yang memenuhi KKM pada siklus I ini sudah mengalami peningkatan sebesar 48% dari jumlah siswa yang tuntas pada pratindakan. Meskipun hasil tes siswa mengalami peningkatan, namun peneliti merasa penelitian harus dilanjutkan.
Pelaksanaan pada siklus II masih sama dengan pelaksanaan pada siklus I. Pertemuan pertama Guru atau peneneliti tidak menuliskan teks wawancara, oleh sebab itu peneliti memberikan latihan berdasarkan tayangan video acara Kick Andi yang berjudul perjalanan hidup dahlan. Dalam proses pembelajaran kegiatan siswa tidak hanya melihat apa
yang ditayangkan, tetapi aspek
mendengar juga ditonjolkan dalam
kegiatan ini. Siswa diminta untuk mendengarkan dialog yang dilakukan
oleh pewawancara dan narasumber
kemudian menuliskan kembali dalam bentuk karangan narasi berdasarkan apa yang didengar oleh siswa.
Selanjutnya, pada siklus II
pertemuan kedua, proses pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi juga dilakukan dengan
menggunakan media audio-visual.
Meskipun telah terjadi peningkatan nilai siswa dari prasiklus ke siklus I, namun
peneliti masih belum merasa puas karena nilai rata-rata siswa masih berada pada kualifikasi cukup. Oleh sebab itu peneliti melanjutkan penelitian pada siklus II pertemuan dua.
Pada tahap ini tes dilakukan berdasarkan video pada acara hitam putih
yang berjudul anak SMP yang
menghidupi neneknya yang berusia 92 tahun. Berikut cuplikan video wawancara yang telah di ubah ke bentuk gambar.
Dari 20 siswa yang mengikuti tes, 18 siswa sudah mengarah pada menulis karangan narasi. Namun 2 siswa masih belum paham dan dibawah target KKM karangan narasi. Berikut hasil menulis
karangan narasi berdasarkan video
12
Setelah dikumpulkan lembar
karangan siswa dilakukan penyekoran untuk memperoleh nilai. Skor dan
nilai-nilai siswa secara keseluruhan
digambarkan ke dalam bentuk tabel berikut ini.
Tabel 4.3 Hasil Tes Mengubah Teks wawancara Menjadi Narasi pada Sikus
II
Berdasarkan hasil tes mengubah tes wawancara menjadi narasi, dapat dilihat nilai rata-rata kelas VIIc SMP Negeri 4 Kerinci dalam satu kali tes adalah 79,7 dengan persentase ketuntasan siswa 90% dan berada dalam kualifikasi baik sekali dari nilai maksimal 100. Dari 20 siswa yang mengikuti tes terdapat 18 siswa yang memperoleh nilai di atas KKM atau tuntas. Dengan demikian persentase ketuntasan meningkat hingga 33% dari persentase ketuntasan pada siklus I.
Berdasarkan data yang didapat dan diberi dinilai pada setiap siklus
terbukti meningkat dengan peningkatan yang signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.4 Hasil Peningkatan Nilai Siswa
Berdasarkan tabel 4.5. data pada prasiklus menunjukkan bahwa sebagian besar kemampuan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi pada aspek menulis masih sangat rendah. Pernyataan tersebut dikuatkan dengan hasil tes prasiklus yang nilai rata-ratanya jauh di bawah KKM dan berada dalam kualifikasi kurang sekali.
Melihat keadaan tersebut, peneliti mencoba mengatasi dengan media
audio-visual. Dengan media audio-visual
13 terlihat lebih bersemangat dan hasil
belajar siswa pun semakin meningkat.
Oleh sebab itu, berdasarkan
analisis data menunjukkan bahwa dalam setiap tindakan pembelajaran terjadi peningkatan nilai belajar siswa. Pada pratindakan nilai rata-rata siswa 42,3 dengan persentase ketuntasan 9,5%, pada siklus I nilai rata-rata siswa 71,5%
dengan persentase ketuntasan 57%,
meningkat dari nilai persentase pada prasikus dengn rentan 48%, dan pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat
menjadi 79,7 dengan persentase
ketuntasan 90%, dengan rentan
peningkatan 33% dari siklus 1.
5. SIMPULAN
Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
audio-visual dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman siswa dalam pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi. Siswa berhasil mencapai nilai di atas KKM yang ditentukan yaitu 70.
Proses pembelajaran prasiklus diawali guru menjelaskan pengertian karangan narasi, menjelaskan mengenai
wawancara, dan mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi. Selanjutnya guru melakukan kegiatan
tanya jawab untuk mengetahui
pemahaman siswa mengenai karangan narasi.
Setelah penjelasan materi dirasa cukup, selanjutnya guru memberikan tes kepada siswa tanpa menggunakan media
audio-visual, berdasarkan teks
wawancara yang telah dibagikan
sebelumnya. Dari 21 orang siswa hanya 2 orang siswa yang mencapai target KKM
dengan nilai rata-rata 42,3 dengan persentase 9,5%.
Pada siklus I diawali dengan
menanyakan pengetahuan siswa
mengenai wawancara dan narasi,
menjelaskan materi, tanya jawab dan melakukan latihan menggunakan video wawancara yang berjudul kulkas tanpa listrik dan Freon.
Pertemuan kedua pada siklus I, Materi yang dibahas merupakan materi lanjutan dari materi pertemuan pertama dan pemberian tes. Pada pertemuan kedua ini, guru membahas kesulitan-kesulitan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi dan memberikan tes berdasarkan video wawancara yang berjudul animator Indonesia. pada siklus I ini diperolah nilai rata-rata siswa 71,5 dengan persentase 57% meningkat dari nilai rata-rata pada prasiklus dengan rentan 48%, dan telah mencapai KKM. Dalam proses pembelajaran 4 siswa aktif bertanya, 11 siswa aktif dalam menjawab pertanyaan guru, dan 3 siswa siswa aktif menanggapi.
Proses pelaksanaan pembelajaran siklus II pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan proses pembelajaran siklus I, hanya saja yang berbeda adalah pada saat latihan menggunakan video wawancara yang berjudul perjalanan hidup Dahlan Iskan dan tes menggunakan video wawancara yang berjudul seorang anak SMP yang menghidupi neneknya yang berumur 92 tahun.
14 siswa aktif dalam menjawab pertanyaan
guru, 7 siswa aktif menanggapi.
Oleh sebab itu penerapan media audio-visual dalam proses pembelajaran secara siginifikan dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh: (1) penggunaan media audio visual dalam proses pembelajaran merupakan hal yang menarik bagi siswa sehingga dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia; (2) penggunaan media audio visual mempermudah siswa dalam mengingat pelajarannya; (3) penggunaan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiyah, Sabarti, dkk. 1997. Menulis.
Jakarta: Depdikbud.
Arikunto, dkk, Suharsimi. dkk. 2010.
Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arsyad, Azhar. 2007. Media
Pembelajaran. Jakarta: Grafindo Persada.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan
Zain. 2006. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Herdiansyah, Haris. 2013. Wawancara,
Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Instrumen Penggalian
Data Kualitatif. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Indriana, Dina. 2011. Ragam Alat Bantu
Media Pengajaran. Jogjakarta:
Diva Press.
Keraf, Goryz. 2005. Argumentasi dan
Narasi. Jakarta: PT. Gramedia.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1990.
Pragmatik dalam Pengajaran
Bahasa. Yogyakarta: Karnisius.
Rusyana, Yus. 1994. Bahasa dan Sastra
dalam Gumitan Pendidikan. Bandung: Diponegoro.
Sadiman, Arief S. dkk. 2007. Media
Pendidikan. Jakarta: Grafindo
Persada.
Syafi’ie, Imam. 1998. Retorika Dalam Menulis. Jakarta: Dirjen Dikti P2LPTK.
Trimantara, Petrus. 2005. ”Metode
Sugesti-Imajinasi dalam
Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu”. Jurnal Pendidikan Penabur, No.05/ Th.IV: 2-5.
Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Materi