• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP PRODUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP PRODUK"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP

PRODUK RUSAK PADA CV. MENARA KUDUS

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh :

May Puguh Saputra 3351402516

FAKULTAS EKONOMI

(2)

skripsi pada :

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Rusdarti, M.Si Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si NIP. 131411053 NIP. 131993879

Mengetahui, Ketua Jurusan Akuntansi

Drs. Sukirman. M.Si NIP. 131967646

(3)

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas

Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 21 Agustus 2007

Penguji Skripsi

Drs. Partono Thomas, M.S NIP. 131125640

Anggota I Anggota II

Prof. Dr. Rusdarti, M.Si Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si NIP. 131411053 NIP. 131993879

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ekonomi

Drs. Agus Wahyudin, M. Si NIP. 131658236

(4)

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Juli 2007

May Puguh Saputra NIM. 3351402516

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas

Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :

Hari :

Tanggal :

Penguji Skripsi

...

(5)

MOTTO :

1. Perilaku hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.

2. Berusaha dan berdoa adalah jalan menuju kesuksesan.

3. Jangan merasa putus asa ketika gagal karena dibalik kegagalan pasti akan ada

keberhasilan.

PERSEMBAHAN

1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu

memberikan do’a restu pada penyusunan

skripsi ini (Terima kasih)

2. Teman-teman seperjuangan

3. Almamaterku

(6)

dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Dalam penulisan skripsi ini penulis

banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sejak persiapan hingga tersusunnya

penulisan skripsi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Agus Wahyudin, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Sukirman, M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Semarang.

4. Prof. Dr. Rusdarti, M.Si, Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan

memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Pimpinan CV. Menara Kudus yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan penelitian di perusahaan yang dipimpinnya.

7. Bapak M. Suyono, Kepala Bagian Personalia CV. Menara Kudus yang

membimbing dan membantu perolehan data penelitian.

8. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(7)

semoga mendapat berkah dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya dalam

penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran dari

pembaca sangat penulis harapkan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya

dan bagi mahasiswa akuntansi pada khususnya.

Semarang Juli 2007

Penulis

(8)

Kata Kunci : Biaya kualitas, produk rusak.

Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif, perusahaan dituntut untuk dapat ikut serta dalam persaingan. Salah satu usaha yang dilakukan perusahaan agar dapat bersaing adalah meningkatkan kualitas hasil produksinya. Jika kualitas produk meningkat maka akan mengurangi terjadinya produk rusak sehingga mengakibatkan biaya-biaya yang terus menurun dan pada akhirnya meningkatkan laba. Biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan kualitas disebut biaya kualitas. Menurut Hansen dan Mowen biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian mempunyai pengaruh negatif terhadap produk rusak, sedangkan Feigenbaum menyatakan kenaikan dalam biaya pencegahan mengakibatkan turunnya kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek positif pada biaya penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya kebutuhan akan aktivitas-aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin. Pada CV. Menara Kudus telah melakukan progam perbaikan kualitas namun belum melakukan pengelompokan dan pelaporan biaya kualitas, sehingga pihak manajemen tidak dapat mengontrol pengeluran biaya kualitas secara optimal. Mengacu dari uraian di atas, maka pokok permasalahan adalah seberapa besar pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak baik secara simultan maupun parsial pada CV. Menara Kudus?

Objek penelitian ini adalah CV. Menara Kudus. Variabel yang diteliti adalah biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya penilaian) dan produk rusak. Data diambil dengan metode dokumentasi dan studi pustaka. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan biaya pencegahan dan biaya penilaian berpengaruh signifikan terhadap produk rusak pada CV. Menara Kudus, dengan nilai F hitung 11,422 dan nilai signifikan 0 (nol) pada tingkat signifikan 0,05 serta koefisien determinasi sebesar 0,409 yang berarti biaya pencegahan dan biaya penilaian memberi pengaruh secara simultan terhadap produk rusak sebesar 40,9% sedangkan sisanya sebesar 59,1% produk rusak dipengaruhi oleh faktor lain. Secara parsial biaya pencegahan dan biaya penilaian juga berpengaruh signifikan terhadap produk rusak. Biaya pencegahan berpengaruh negatif terhadap produk rusak dan biaya penilaian berpengaruh positif terhadap produk rusak.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa biaya pencegahan, biaya penilaian dan produk rusak mengalami fluktuasi dalam batas kewajaran, tetapi ada beberapa yang melampaui batas kewajaran sehingga perlu perhatian dari manajemen.. Maka disarankan kepada CV. Menara Kudus memperhatikan biaya pencegahan dan biaya penilaian, karena berdasarkan penelitian biaya pencegahan bila dinaikkan dapat mengurangi jumlah produk rusak, sedangkan biaya penilaian bila diturunkan dapat mengurangi jumlah produk rusak.

(9)

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN... iv

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Permasalahan... 6

1.3 Penegasan Istilah... 7

1.4 Tujuan Penelitian... 7

1.5 Manfaat Penelitian... 8

BAB II LANDASAN TEORI

2.2.3 Faktor-faktor Mendasar yang Mempengaruhi Kualitas 15 2.3 Biaya Kualitas ... 17

2.3.1 Definisi Biaya Kualitas ... 17

2.3.2 Pengelompokan Biaya Kualitas ... 18

(10)

2.4.1 Definisi dan Prinsip Total Quality Managment ... 28

2.4.2 Pedoman Pengimplementasian TQM... 29

2.4.3 Peran dan Tantangan TQM bagi Akuntansi Manajemen... 33

2.5 Produk Rusak ... 36

2.6 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Produk Rusak ... 37

2.7 Kerangka Berfikir... 38

2.8 Hipotesis ... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 41

3.2 Variabel Penelitian ... 41

3.2.1 Variabel Bebas (X)... 41

3.2.2 Variabel Terikat (Y)... 42

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4 Metode Analisis Data ... 43

3.4.1 Analisis Deskriptif. ... 43

3.4.2 Analisis Inferensial. ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 51

4.1.1Gambaran Umum Perusahaan... 51

4.1.2Deskripsi Variabel Penelitian... 57

4.2 Hasil Analisis Data... 66

4.3 Pembahasan... 73

(11)

5.1 Simpulan ... 77

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

Tabel 1.1 Data Produk Jadi dan Produk Rusak Tahun 2004-2006 ... 6

Tabel 4.1 Data Biaya Perencanaan Produk Tahun 2004-2006 ... 59

Tabel 4.2 Data Biaya Pemeliharaan Mesin Tahun 2004-2006 ... 60

Tabel 4.3 Data Biaya Inspeksi Tahun 2004-2006... 62

Tabel 4.4 Data Biaya Pemeriksaan Distribusi Produk Tahun 2004-2006 ... 64

Tabel 4.5 Data Produk Rusak Tahun 2004-2006 ... 65

Tabel 4.6 Data Ringkasan Hasil SPSS 13.00 for windows ... 68

(13)

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 40

Gambar 3.1 Statistik d Durbin Watson ... 50

Gambar 4.1 Control Chart Biaya Perencanaan produk ... 59

Gambar 4.2 Control Chart Biaya Pemeliharaan Mesin ... 61

Gambar 4.3 Control Chart Biaya Inspeksi ... 63

Gambar 4.4 Control Chart Biaya Pemeriksaan Distribusi Produk ... 64

Gambar 4.5 Control Chart Produk Rusak ... 66

Gambar 4.6 Normal P-P Plot of Regression Srandarized Residual ... 67

Gambar 4.7 Scatterplot ... 71

Gambar 4.8 Statistik d Durbin Watson dalam Penelitian ... 72

(14)

Lampiran Tabel Tabulasi Penelitian ... 81

Lampiran Hasil Analisis Statistik ( SPSS 13 ) ... 82

Lampiran Data Produk Rusak dan Data Produk Jadi... 88

Lampiran Data Biaya Perencanaan Produk dan Data Biaya Pemeliharaan Mesin ... 89

Lampiran Data Biaya Inspeksi dan Biaya Pemeriksaan Distribusi Produk ... 90

Lampiran Data Biaya Pencegahan dan Data Biaya Penilaian... 91

Lampiran Bagan Struktur Organisasi... 92

Lampiran Surat Keterangan Penelitian ... 93

(15)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap

perusahaan dituntut untuk dapat ikut serta dalam persaingan. Salah satu

usaha yang dilakukan perusahaan agar dapat bersaing adalah meningkatkan

kualitas hasil produksinya. Dengan hasil produksi yang berkualitas, maka

diharapkan para pelanggan/konsumen akan tertarik dan membeli hasil

produksi yang ditawarkan oleh perusahaan.

Menurut Hansen dan Mowen (2005: 5) kualitas adalah derajat atau

tingkat kesempurnaan, dalam hal ini kualitas merupakan ukuran relatif dari

kebaikan. Secara operasional, produk atau jasa yang berkualitas adalah yang

memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Untuk memenuhi harapan

pelanggan tersebut dapat melalui atribut-atribut kualitas atau sering disebut

dengan dimensi kualitas. Ada delapan dimensi kualitas, yaitu kinerja,

estetika, kemudahan perawatan dan perbaikan, fitur, keandalan, tahan lama,

kualitas kesesuaian dan kecocokan penggunaan.

Untuk mencapai produk yang berkualitas, perusahaan harus selalu

melakukan pengawasan dan peningkatan terhadap kualitas produknya,

sehingga akan diperoleh hasil akhir yang optimal. Kualitas yang meningkat

akan mengurangi terjadinya produk rusak sehingga mengakibatkan

biaya-biaya yang terus menurun dan pada akhirnya meningkatkan laba. Biaya yang

(16)

dikeluarkan dalam kaitannya dengan usaha peningkatan kualitas produk

disebut biaya kualitas.

Menurut Tjiptono dan Diana (2003: 34) biaya kualitas adalah biaya

yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas yang buruk. Jadi,

biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan,

pengidentifikasian, perbaikan dan pencegahan kerusakan. Biaya kualitas

dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu biaya pencegahan,

biaya deteksi/penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan

eksternal.

Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan

produk yang dihasilkan. Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk

menentukan apakah produk dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan

kualitas. Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ada

ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang dan jasa

tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan). Biaya kegagalan eksternal

adalah biaya yang terjadi karena produk atau jasa gagal memenuhi

persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan

kepada para pelanggan.

Golongan biaya kualitas yang dikeluarkan untuk mencegah produk dari

kerusakan adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian, sedangkan biaya

kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal tidak dikeluarkan untuk

mencegah produk dari kerusakan karena biaya kegagalan dikeluarkan

(17)

Menurut Hansen dan Mowen (2005: 13) biaya pencegahan dan biaya

penilaian meningkat berarti menunjukkan jumlah unit produk rusak

menurun dan sebaliknya jika biaya pencegahan dan biaya penilaian menurun

menunjukkan jumlah unit produk rusak meningkat. Di lain pihak, biaya

kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal naik jika jumlah unit

produk rusak meningkat dan sebaliknya biaya kegagalan internal dan biaya

kegagalan eksternal turun jika jumlah unit produk rusak turun. Hal ini

menunjukkan bahwa biaya pencegahan dan biaya penilaian berpengaruh

terhadap produk rusak sedangkan biaya kegagalan internal dan biaya

kegagalan eksternal dipengaruhi oleh unit produk rusak. Sedangkan menurut

Feigenbaum (1992: 104) kenaikan dalam biaya pencegahan mengakibatkan

turunnya kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek positif pada

biaya penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya kebutuhan

akan aktivitas-aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin. Dari

pendapat Feigenbaum dapat dipahami bahwa biaya pencegahan berpengaruh

negatif terhadap produk rusak sedangkan biaya penilaian berpengaruh positif

terhadap produk rusak. Hal ini dikarenakan biaya pencegahan dan biaya

penilaian dikeluarkan sebelum terjadinya produk rusak sehingga dapat

mempengaruhi besarnya jumlah produk rusak.

Dengan demikian biaya kualitas dapat dipakai oleh perusahaan sebagai

pengukur keberhasilan program perbaikan kualitas. Hal ini berkaitan dengan

kebutuhan perusahaan yang harus selalu memantau dan melaporkan

(18)

melakukan program perbaikan kualitas, maka perusahaan harus

mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan pada masing-masing dari

keempat kategori biaya dalam sistem pengendalian kualitas (Gaspersz, 2005:

172). Untuk itu suatu perusahaan perlu membuat laporan biaya kualitas.

Informasi yang ada dalam laporan biaya kualitas secara garis besar

memberikan manfaat (1) Sebagai alat untuk mengukur kinerja (2) Sebagai

alat analisis mutu proses (3) Sebagai alat pemprograman (4) Sebagai alat

penganggaran yaitu untuk membuat anggaran pengeluaran dalam mencapai

program pengendali mutu (5) Sebagai alat peramal yaitu untuk

mengevaluasi dan menjamin prestasi produk dalam memenuhi persaingan

pasar (Feigenbaum, 1992: 119).

CV. Menara Kudus merupakan salah satu unit usaha dari Menara

Group yang bergerak di bidang percetakan, penerbitan dan toko buku.

Perusahaan didirikan pada tahun 1951 ini, dalam pertumbuhannya

mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan

semakin banyaknya cabang-cabang atau kantor perwakilan yang tersebar di

seluruh Indonesia. Perkembangan yang pesat ini menunjukkan bahwa

pemasaran produk CV. Menara Kudus cukup luas, yang berarti juga bahwa

volume produksi yang tinggi mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang percetakan, penerbitan

dan toko buku, CV. Menara Kudus mempunyai keterkaitan yang sangat erat

dengan dunia pendidikan. Hal ini menjadi salah satu tujuan perusahaan yang

(19)

suatu tanggung jawab moral dalam keikutsertaannya pada masalah

peningkatan kecerdasan masyarakat. Dengan demikian, perusahaan harus

mampu menghasilkan produk berupa buku-buku yang berkualitas. Hal ini

dapat dilihat dari keberadaan bagian quality control yang bertugas

melakukan pengawasan terhadap kualitas produk yang dihasilkan.

Produk-produk yang berhasil diterbitkan antara lain: buku-buku untuk kepentingan

umum, buku dan kitab untuk madrasah dan ponpes.

Dalam proses produksinya, CV. Menara Kudus masih terdapat

penyimpangan yaitu berupa produk rusak. Jika produk rusak tersebut

jumlahnya terus meningkat maka dapat berdampak pada peningkatan harga

pokok produksi per unit barang. Hal ini akan berdampak buruk pada tingkat

persaingan di dunia usaha. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut,

perusahaan harus dapat menekan jumlah produk rusak seminimal mungkin.

Alternatif yang dapat digunakan perusahaan dalam mengendalikan jumlah

produk rusak yaitu dengan mengeluarkan biaya kualitas yang terdiri dari

biaya pencegahan dan biaya penilaian. Dari hasil survei pendahuluan yang

peneliti lakukan, jumlah produk rusak pada CV. Menara Kudus jumlahnya

selalu berfluktuatif dalam setiap bulannya. Persentase produk rusak yang

terjadi di CV. Menara Kudus yaitu antara 2% - 4% dari produk jadi (lihat

tabel 1.1). Kecenderungan produk rusak dalam perusahaan ini adalah

terletak di bagian finishing yaitu bagian lipat potong, cetakan dan pada saat

(20)

Tabel 1.1 Data Produk Jadi dan Produk Rusak Tahun 2004-2006

Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006

Bulan

September 117865 3456 2,93 117943 3822 3,24 118040 3318 2,81

Oktober 117880 3386 2,87 117974 3690 3,13 118029 3970 3,36

November 117835 4574 3,88 117977 3782 3,21 118037 3254 2,76

Desember 117852 4970 4,22 117980 3920 3,32 118042 3120 2,64

Sumber: Data produk jadi dan produk rusak CV. Menara Kudus yang diolah.

Produk yang dikategorikan rusak oleh CV. Menara Kudus sudah dibuat

laporan tersendiri yang menyajikan jumlah produk rusak yang telah

diproduksi pada setiap kali proses produksi. Laporan ini digunakan sebagai

evaluasi kinerja perusahaan yang terlepas dari konsep teoritis mengenai

biaya kualitas. Namun walaupun sudah membuat laporan tersendiri

mengenai jumlah produk rusak untuk setiap kali proses produksi, laporan

produk rusak tersebut belum dapat dievaluasi untuk kepentingan manajemen

perusahaan, untuk itu harus dibandingkan dengan penyebab produk rusak

yaitu biaya kualitas. Pada dasarnya biaya kualitas dikeluarkan untuk

mengurangi produk dari kerusakan. Perusahaan belum mempunyai laporan

biaya kualitas yang disajikan secara tersendiri, meskipun perusahaan telah

mengeluarkan sejumlah biaya yang dipergunakan untuk peningkatan

kualitas. Biaya-biaya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas tersebut

berasal dari anggaran total yang masih tersebar dalam laporan biaya

(21)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Produk Rusak pada CV.

Menara Kudus”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh biaya

kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap

produk rusak baik secara simultan maupun parsial pada CV. Menara Kudus?

1.3 Penegasan Istilah

Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi

ruang lingkup permasalahan yang diteliti, sehingga jelas batas-batasnya,

menghindari kesalahan-kesalahan dalam penafsiran judul skripsi,

memudahkan dalam isi dan maknanya serta sebagai pedoman dalam

pelaksanaan penelitian. Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Biaya Kualitas

Biaya kualitas (cost of quality) adalah biaya-biaya yang timbul karena

mungkin atau telah terdapat produk yang buruk kualitasnya (Hansen dan

Mowen, 2005: 7). Biaya kualitas dalam penelitian ini adalah komposisi

biaya-biaya yang timbul sebagai akibat dari kegiatan perbaikan kualitas

yang dapat mempengaruhi produk rusak di CV. Menara Kudus, terdiri

(22)

2. Produk Rusak

Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang

telah ditetapkan yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi

produk yang baik (Mulyadi, 1993: 324).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

besarnya pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan

biaya penilaian terhadap produk rusak baik secara simultan maupun parsial

pada CV. Menara Kudus.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan dalam menyusun perencanaan dan pengendalian

biaya kualitas, mengetahui tingkat penyimpangan produk yang terjadi,

mengetahui pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan

dan biaya deteksi/penilaian terhadap produk rusak.

2. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai

pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya

deteksi/penilaian terhadap produk rusak.

3. Bagi Pihak Lain

Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk pemecahan masalah

(23)

LANDASAN TEORI

2.1 Biaya

2.1.1 Definisi Biaya

Menurut Mulyadi (1993: 8) biaya adalah pengorbanan sumber

ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau

kemungkinan telah terjadi untuk tujuan tertentu. Ada empat unsur

pokok dalam definisi biaya tersebut, yaitu :

1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.

2. Diukur dalam satuan uang

3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi

4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

2.1.2 Penggolongan Biaya

Menurut Mulyadi (1993: 14) biaya dapat digolongkan

berdasarkan :

1. Obyek pengeluaran

Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran

merupakan dasar penggolongan biaya, misalnya nama obyek

pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang

berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”.

2. Fungsi pokok dalam perusahaan

(24)

Dalam perusahaan manufaktur biaya dapat dikelompokkan

menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Biaya produksi

Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk

mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk

dijual. Menurut obyek pengeluarannya biaya produksi ini

dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung

dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku dan biaya tenaga

kerja langsung disebut juga biaya utama (primer cost).

Sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead

pabrik disebut pula biaya konversi (conversion cost), yang

merupakan biaya untuk mengkonversi bahan baku menjadi

produk jadi.

b. Biaya pemasaran

Biaya pemasaran merupakan biaya yang terjadi untuk

melaksanakan kegiatan pemasaran produksi.

c. Biaya administrasi dan umum

Biaya administrasi dan umum merupakan biaya untuk

mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produksi

(Mulyadi, 1993 : 14).

3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai

Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat

(25)

a Biaya langsung (direct cost)

Biaya langsung merupakan biaya yang terjadi, yang penyebab

satu-satunya adalah karena sesuatu yang dibiayai. Biaya

produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya

tenaga kerja langsung.

b Biaya tidak langsung (indirect cost)

Biaya tidak langsung merupakan biaya yang terjadi tidak hanya

disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung

dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah

biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik

(Mulyadi, 1993 : 15).

4. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume

kegiatan.

Dalam hubunganya dengan perubahan volume kegiatan, biaya

dapat digolongkan menjadi:

a Biaya variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah

sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

b Biaya semi variabel

Biaya semi variabel merupakan biaya yang berubah tidak

sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

(26)

Biaya semi tetap merupakan biaya yang tetap untuk tingkat

volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang

konstan pada volume produksi tertentu.

d Biaya tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam

kisaran volume kegiatan tertentu (Mulyadi, 1993: 16).

5. Jangka waktu manfaat

Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi

menjadi dua yaitu:

1. Pengeluaran modal (capital expenditure)

Merupakan biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu

periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu

tahun kalender). Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya

dibebankan sebagai harga pokok aktiva dan dibebankan

dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan

cara depresiasi, diamortisasi atau deplesi.

2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure)

Merupakan biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam

periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada

saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan

sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang

diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut (Mulyadi, 1993:

(27)

2.2 Kualitas

2.2.1 Definisi Kualitas

Secara umum, beberapa pakar mendefinisikan kualitas sebagai

berikut:

1 Philip B. Crosby

Crosby berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian terhadap

persyaratan (Suardi, 2003: 2).

2 W. Edwards Deming

Deming berpendapat bahwa kualitas berarti pemecahan masalah

untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus (Suardi, 2003: 3).

3 Joseph M. Juran

Juran berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian dengan

penggunaan (Suardi, 2003: 3).

4 K. Ishikawa

Ishikawa berpendapat bahwa kualitas berarti kepuasan pelanggan

(Suardi, 2003: 3).

Kualitas menurut ISO 9000:2000 adalah derajat atau tingkat

karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi

persyaratan/keinginan. Maksud derajat atau tingkat adalah selalu ada

peningkatan setiap saat. Sedangkan karakteristik berarti hal-hal yang

dimiliki produk, yaitu: karakteristik fisik (elektrikal, mekanikal,

biologikal), karakteristik perilaku (kejujuran, kesopanan), karakteristik

(28)

2.2.2 Dimensi Kualitas

Menurut Hansen dan Mowen (2005: 5-6) produk atau jasa yang

berkualitas adalah yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan

dalam delapan dimensi berikut :

1. Kinerja (performance)

Merupakan tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk.

2. Estetika (aesthetics)

Berhubungan dengan penampilan produk serta jasa.

3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (serviceability)

Berhubungan dengan tingkat kemudahan merawat dan

memperbaiki produk.

4. Fitur (features)

Merupakan karakteristik produk yang berbeda secara fungsional

dari produk-produk sejenis.

5. Keandalan (reliability)

Merupakan probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsi yang

dimaksudkan dalam jangka waktu tertentu.

6. Tahan lama (durability)

Merupakan umur manfaat dari fungsi produk.

7. Kualitas kesesuaian (quality of conformance)

Merupakan ukuran mengenai apakah sebuah produk atau jasa telah

(29)

8. Kecocokan penggunaan (fitnes for use)

Merupakan kecocokan dari sebuah produk menjalankan

fungsi-fungsi sebagaimana yang diiklankan.

2.2.3 Faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas

Menurut Feigenbaum (1992: 54-55) faktor-faktor mendasar yang

mempengaruhi kualitas adalah sembilan bidang dasar yang sering

disebut 9M, antara lain sebagai berikut :

1 Market (pasar)

Pada masa sekarang pasar mempunyai lebih luas ruang lingkupnya

dan bahkan secara fungsional lebih terspesialisasi di dalam barang

dan jasa yang ditawarkan. Dengan bertambah banyaknya

perusahaan, pasar menjadi bersifat internasional dan bahkan

mendunia. Akibatnya, setiap perusahaan harus saling bersaing

meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

2 Money (uang)

Untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, perusahaan

memerlukan adanya biaya. Biaya yang digunakan untuk usaha

meningkatkan kualitas disebut biaya kualitas.

3 Management (manajemen)

Manajemen yang berkualitas adalah manajemen yang mampu

mengalokasikan tanggung jawab setiap manajer di bidangnya

masing-masing secara tepat untuk mengoreksi penyimpangan dari

(30)

4 Men (manusia)

Dengan adanya manusia yang mempunyai keahlian di bidangnya

masing-masing, perusahaan akan merencanakan, menciptakan dan

mengoperasikan berbagai sistem yang akan menjamin suatu hasil

yang diinginkan.

5 Motivation (motivasi)

Pemberian motivasi yang baik kepada para pekerja maka para

pekerja bekerja dengan benar sesuai dengan yang diinginkan

perusahaan, hal ini berakibat baik untuk peningkatan kualitas

produksi perusahaan.

6 Material (bahan)

Produk yang berkualitas akan diperlukan bahan yang berkualitas

pula, maka dalam penyediaan bahan perlu diadakan pengujian yang

lebih ketat.

7 Machines (mesin) dan mechanization (mekanisasi)

Permintaan perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan

volume produksi untuk memuaskan pelanggan dalam pasar yang

bersaing ketat telah mendorong penggunaan perlengkapan pabrik

beserta mekanisasinya.

8 Modern information methods (metode informasi modern)

Informasi pada saat sekarang ini merupakan hal yang sangat

penting, misalnya informasi tentang tanggapan para pelanggan atas

(31)

perusahaan guna bahan pertimbangan pengambilan keputusan.

Untuk itu diperlukan metode informasi modern guna memperoleh

informasi secara cepat dan akurat.

9 Mounting product requirements (persyaratan proses produksi)

Kemajuan yang pesat di dalam kerumitan perekayasaan rancangan,

yang memerlukan kendali yang jauh lebih ketat pada seluruh

proses produksi, telah membuat “hal-hal kecil” yang sebelumnya

terabaikan menjadi penting secara potensial. Meningkatnya

kerumitan dan persyaratan-persyaratan prestasi yang lebih tinggi

bagi produk telah menjadikan keamanan dan keterandalan produk.

2.3 Biaya Kualitas

2.3.1 Definisi Biaya Kualitas

Menurut Blocher dkk (2000: 220) biaya kualitas adalah

biaya-biaya yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian,

perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas rendah dan dengan

opportunity cost dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai

akibat rendahnya kualitas.

Ada beberapa definisi mengenai biaya kualitas yang lain yaitu :

1. Biaya kualitas didefinisikan sebagai biaya-biaya yang terjadi

karena adanya kualitas yang rendah

2. Biaya kualitas adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan karena

(32)

3. Biaya kualitas adalah biaya yang dikeluarkan karena adanya

aktivitas-aktivitas yang tidak diperlukan secara langsung untuk

mendukung tujuan departemen.

Biaya kualitas adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk

mencapai suatu kualitas (Adnan, 2000: 119).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

biaya kualitas adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki

kualitas produk.

2.3.2 Pengelompokan Biaya Kualitas

Pada dasarnya biaya kualitas dapat dikategorikan ke dalam empat

jenis, yaitu:

1. Biaya pencegahan adalah pengeluaran-pengeluaran yang

dikeluarkan untuk mencegah terjadinya cacat kualitas. Biaya

pencegahan ini terdiri dari:

a. Biaya pelatihan kualitas

Biaya pelatihan kualitas adalah pengeluaran-pengeluaran untuk

program-program pelatihan internal dan eksternal, yang

meliputi upah dan gaji yang dibayarkan dalam pelatihan, biaya

instruksi, biaya staf klerikal dan macam-macam biaya dan

bahan habis pakai untuk menyiapkan pegangan dan manual

instruksi.

(33)

Biaya perencanaan kualitas adalah upah dan overhead untuk

perencanaan kualitas, lingkaran kualitas, desain prosedur baru,

desain peralatan baru untuk meningkatkan kualitas,

kehandalan, dan evaluasi supplier.

c. Biaya pemeliharaan peralatan

Biaya pemeliharaan peralatan adalah biaya yang dikeluarkan

untuk memasang, menyesuaikan, mempertahankan,

memperbaiki dan menginspeksi peralatan produksi, proses, dan

sistem.

d. Biaya penjaminan supplier

Biaya penjaminan supplier adalah biaya yang dikeluarkan

untuk mengembangkan kebutuhan dan pengukuran data,

auditing, dan pelaporan kualitas.

2. Biaya penilaian (deteksi) dikeluarkan dalam rangka pengukuran

dan analisis data untuk menentukan apakah produk atau jasa sesuai

dengan spesifikasinya. Biaya-biaya ini terjadi setelah produksi

tetapi sebelum penjualan. Biaya penilaian ini terdiri dari:

a. Biaya pengujian dan inspeksi

Biaya pengujian dan inspeksi adalah biaya yang dikeluarkan

untuk menguji dan menginspeksi bahan yang datang, produk

dalam proses dan produk selesai atau jasa.

(34)

Peralatan pengujian adalah pengeluaran yang terjadi untuk

memperoleh, mengoperasikan atau mempertahankan fasilitas,

software, mesin dan peralatan-peralatan pengujian atau

penilaian kualitas produk, jasa atau proses.

c. Audit kualitas

Audit kualitas adalah gaji dan upah semua orang yang terlibat

dalam penilaian kualitas produk atau jasa dan pengeluaran lain

yang dikeluarkan selama penilaian kualitas.

d. Pengujian secara laborat

e. Pengujian dan evaluasi lapangan

f. Biaya informasi

Biaya informasi adalah biaya untuk menyiapkan dan

membuktikan laporan kualitas.

3. Biaya kegagalan internal adalah biaya yang dikeluarkan karena

rendahnya kualitas yang ditemukan sejak penilaian awal sampai

dengan pengiriman kepada pelanggan. Biaya kegagalan internal ini

terdiri dari :

a. Biaya tindakan koreksi

Biaya tindakan koreksi adalah biaya untuk waktu yang

dihabiskan untuk menemukan penyebab kegagalan dan untuk

mengkoreksi masalah.

(35)

Biaya pengerjaan kembali dan biaya sisa produksi adalah

bahan, tenaga kerja langsung dan overhead untuk sisa produksi,

pengerjaan kembali dan inspeksi ulang.

c. Biaya proses

Biaya proses adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendesain

ulang produk atau proses, pemberhentian mesin yang tidak

direncanakan, dan gagalnya produksi karena ada penyelaan

proses untuk perbaikan dan pengerjaan kembali.

d. Biaya ekspedisi

Biaya ekspedisi adalah biaya yang dikeluarkan untuk

mempercepat operasi pengolahan karena adanya waktu yang

dihabiskan untuk perbaikan atau pengerjaan kembali.

e. Biaya inspeksi dan pengujian ulang

Biaya inspeksi dan pengujian ulang adalah gaji, upah dan biaya

yang dikeluarkan selama inspeksi ulang atau pengujian ulang

produk-produk yang telah diperbaiki.

4. Biaya kegagalan eksternal merupakan biaya yang terjadi dalam

rangka meralat cacat kualitas setelah produk sampai pada

pelanggan dan laba yang gagal diperoleh karena diperoleh karena

hilangnya peluang sebagai akibat adanya produk atau jasa yang

tidak dapat diterima oleh pelanggan. Biaya kegagalan eksternal

(36)

a. Biaya untuk menangani keluhan dan pengembalian dari

pelanggan

Biaya untuk menangani keluhan dan pengembalian dari

pelanggan adalah gaji dan overhead administrasi untuk

departemen pelayanan kepada pelanggan (departemen

‘customer servis’) memperbaiki produk yang dikembalikan,

cadangan atau potongan untuk kualitas rendah, dan biaya

angkut

b. Biaya penarikan kembali dan pertanggungjawaban produk

Biaya penarikan kembali dan pertanggungjawaban produk

adalah biaya administrasi untuk menangani pengembalian

produk.

c. Penjualan yang hilang karena produk yang tidak memuaskan

Penjualan yang hilang karena produk yang tidak memuaskan

adalah margin kontribusi yang hilang karena pesanan yang

tertunda, penjualan yang hilang dan menurunnya pangsa pasar

(Blocher dkk, 2000: 220).

Biaya kualitas bisa juga dikelompokkan sebagai biaya yang dapat

diamati atau tersembunyi. Biaya kualitas yang dapat diamati

(observable quality costs) adalah biaya-biaya yang tersedia atau dapat

diperoleh dari catatan akuntansi perusahaan, misalnya biaya

perencanaan kualitas, biaya pemeriksaan distribusi dan biaya

(37)

adalah biaya kesempatan atau opportunitas yang terjadi karena kualitas

produk yang buruk dan biasanya biaya opportunitas tidak disajikan

dalam catatan akuntansi, misalnya biaya kehilangan penjualan, biaya

ketidakpuasan pelanggan dan biaya kehilangan pangsa pasar (Hansen

dan Mowen, 2005: 9).

2.3.3 Perilaku Biaya Kualitas

Kualitas dapat diukur berdasar biayanya. Perusahaan

menginginkan agar biaya kualitas turun, namun dapat mencapai

kualitas yang lebih tinggi, setidak-tidaknya sampai dengan titik

tertentu. Memang, jika standar kerusakan nol dapat dicapai,

perusahaan masih harus menanggung biaya pencegahan dan penilaian.

Suatu perusahaan dengan program pengelolaan kualitas yang dapat

barjalan dengan baik, menurut pakar kualitas biayanya tidak lebih dari

2,5 % dari penjualan.

Standar 2,5% tersebut mencakup biaya kualitas secara total

sedangkan biaya untuk setiap elemen secara individual lebih kecil dari

jumlah tersebut. Setiap organisasi harus menentukan standar yang

tepat untuk setiap elemen secara individual. Anggaran dapat digunakan

untuk menentukan besarnya standar biaya kualitas setiap elemen

secara individual sehingga biaya kualitas total yang dianggarkan tidak

lebih dari 2,5 % dari penjualan. Agar standar biaya kualitas dapat

digunakan dengan baik perlu dipahami perilaku biaya kualitas sebagai

(38)

Perusahaan harus dapat mengidentifikasi perilaku setiap elemen biaya

kualitas secara individual. Sebagian biaya kualitas bervariasi dengan

penjualan, namun sebagian lainnya tidak. Agar laporan kinerja kualitas

dapat bermanfaat, maka:

1. Biaya kualitas harus digolongkan ke dalam biaya variabel dan

biaya tetap dihubungkan dengan penjualan

2. Untuk biaya variabel, penyempurnaan kualitas dicerminkan oleh

pengurangan rasio biaya variabel. Pengukuran kinerja dapat

menggunakan salah satu dari dua cara berikut :

a. Rasio biaya variabel pada awal dan akhir periode tertentu dapat

digunakan untuk menghitung penghematan biaya

sesungguhnya, atau kenaikan biaya sesungguhnya.

b. Rasio biaya dianggarkan dan rasio sesungguhnya dapat juga

digunakan untuk mengukur kemajuan ke arah pencapaian

sasaran periodik.

3. Untuk biaya tetap, penyempurnaan biaya kualitas dicerminkan oleh

perubahan absolut jumlah biaya tetap.

Biaya kualitas dievaluasi dengan membandingkan biaya

sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan. Pembandingan biaya

kualitas tetap menggunakan jumlah absolut biaya yang sesungguhnya

dibelanjakan dengan yang dianggarkan. Sedangkan biaya kualitas

variabel dapat dibandingkan dengan menggunakan persentase dari

(39)

manajer terbiasa berhadapan dengan jumlah absolut atau jumlah

rupiah, maka pendekatan yang terbaik adalah dengan membandingkan

jumlah rupiah biaya dengan dilengkapi ukuran persentase. Perhitungan

persentase ini dapat memberikan informasi pada manajemen mengenai

seberapa baik standar biaya kualitas sebesar 2,5 % dapat tercapai

(Tjiptono dan Diana, 2003: 42-43).

2.3.4 Analisis Biaya Kualitas

Setelah biaya kualitas diidentifikasi dan disusun sesuai dengan

kategori pengelompokannya, maka biaya kualitas dapat dianalisis

untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang

sesuai. Proses analisis ini terdiri dari pemeriksaan setiap unsur-unsur

biaya lain dan totalnya. Proses tersebut juga membandingkan operasi

satu periode dengan periode sebelumnya. Dan pembandingan itu akan

lebih berarti jika biaya kualitas tersebut dibandingkan dengan aktivitas

lain dalam perusahaan.

Disarankan agar biaya kualitas yang terlibat dikaitkan dengan

sedikitnya tiga dasar volume yang berbeda. Dasar yang diseleksi

tersebut dapat bervariasi, tergantung pada produk dan jenis pabrik

untuk suatu bisnis tertentu. Contoh-contoh dasar volume yang harus

dipertimbangkan adalah tenaga kerja langsung, tenaga kerja langsung

yang produktif, biaya-bengkel masukan, biaya-bengkel keluaran,

biaya-pembikinan keluaran, nilai yang dikontribusikan, unit-unit

(40)

Kemudian untuk menunjukkan dengan tepat bidang-bidang yang patut

mendapatkan prioritas tertinggi dari upaya kualitas, suatu rincian

tentang keseluruhan biaya kualitas yang terlibat berdasarkan lini

produk utama atau bidang aliran proses sering diperlukan

(Feigenbaum, 1992: 112).

Sedangkan menurut Gaspersz (2005: 168) perusahaan mengukur

dan menganalisis biaya kualitas sebagai indikator keberhasilan

program perbaikan kualitas, yang dapat dihubungkan dengan

ukuran-ukuran biaya lain yaitu :

1. Biaya kualitas dibandingkan dengan nilai penjualan, semakin

rendah nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin

sukses.

2. Biaya kualitas dibandingkan dengan keuntungan, semakin rendah

nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.

3. Biaya kualitas dibandingkan dengan harga pokok penjualan (cost

of goods sold), diukur berdasarkan persentase biaya kualitas total

terhadap nilai harga pokok penjualan, dimana semakin rendahnya

nilai ini menunjukkan semakin suksesnya program perbaikan

kualitas.

2.3.5 Distribusi Optimal Biaya Kualitas

1. Pandangan Tradisional

Pandangan tradisional mengasumsikan bahwa terdapat trade off

(41)

pengendalian meningkat, biaya produk gagal harus turun. Selama

penurunan biaya produk gagal lebih besar daripada kenaikan biaya

pengendalian, perusahaan harus terus meningkatkan usahanya

untuk mencegah atau mendeteksi unit-unit yang cacat. Pada

akhirnya akan dicapai suatu titik dimana setiap kenaikan tambahan

biaya dalam usaha tersebut menimbulkan biaya yang lebih besar

dari pengurangan biaya produk gagal. Titik ini menggambarkan

tingkat minimum total biaya kualitas, dan merupakan saldo optimal

antara biaya pengendalian dan biaya produk gagal. Titik ini juga

yang disebut sebagai tingkat kualitas yang dapat diterima

(acceptable quality level-AQL) (Hansen dan Mowen, 2005: 14).

2. Pandangan Kontemporer

Dalam pandangan kontemporer, sudut pandang AQL yaitu

adanya tingkat kualitas yang dapat diterima atau sebuah produk

dikatakan cacat jika karakteristik kualitasnya berada diluar batas

toleransi tidak berlaku lagi. Dalam pandangan ini digunakan model

cacat nol (zero defect). Model ini menyatakan bahwa dengan

mengurangi unit cacat hingga nol maka akan diperolah keunggulan

biaya. Perusahaan yang menghasilkan semakin sedikit produk

cacat akan lebih kompetitif daripada perusahaan yang

menggunakan model AQL. Model cacat nol kemudian

disempurnakan lagi dengan model mutu kaku (robust quality

(42)

produk yang menyimpang dari nilai target, dan semakin jauh

penyimpangannya semakin besar kerugian.

Selain itu kerugian masih mungkin terjadi meskipun deviasi

masih dalam batas toleransi spesifikasi. Dengan kata lain, variasi

spesifikasi ideal adalah merugikan dan batas toleransi tidak

menawarkan manfaat apapun. Model cacat nol menekan biaya

kualitas dan dengan demikian menawarkan penghematan baik

dalam biaya maupun pekerjaan mutu yang berlebihan (Hansen dan

Mowen, 2005: 14).

2.4 TQM (Total Quality Management)

2.4.1 Definisi dan Prinsip Total Quality Management

Procter dan Gamble mendefinisikan tentang manajemen kualitas

total (Total Quality Management) sebagai upaya yang dilakukan secara

terus menerus oleh setiap orang dalam organisasi untuk memahami,

memenuhi dan melebihi harapan pelanggan (Blocher dkk, 2000:209).

Dari definisi itu, terdapat tiga prinsip inti dari TQM yaitu merupakan

proses yang :

1 Berfokus pada pelanggan

TQM dimulai dengan mengidentifikasi pelanggan perusahaan dan

kebutuhan mereka. Setiap orang dalam suatu proses atau organisasi

merupakan pelanggan bagi orang lain, baik di dalam maupun di

luar organisasi. Proses TQM dimulai dengan mengidentifikasi

(43)

spesifikasi yang dibutuhkan untuk setiap keberhasilan pelanggan

internal. Perusahaan dapat melayani pelanggan eksternal dengan

baik, jika perusahaan benar-benar bisa memenuhi kebutuhan dari

setiap pelanggan internal.

2 Berusaha keras untuk melakukan perbaikan secara terus menerus

Dengan adanya persaingan di pasar global dan harapan pelanggan

yang selalu berubah, maka perusahaan perlu untuk selalu

melakukan perbaikan kualitas secara terus menerus.

3 Melibatkan seluruh kekuatan kerja

Perusahaan dapat memenuhi permintaan dari pelanggan

eksternalnya hanya jika setiap pelanggan internal dalam proses

dapat memuaskan pelanggan dibawahnya. Kegagalan dalam proses

dapat mengakibatkan pada produk atau jasa cacat yang

menyebabkan ketidakpuasan pelanggan. Untuk itu keterlibatan

total dari seluruh kekuatan kerja dalam proses diperlukan untuk

mencapai kualitas total.

2.4.2 Pedoman Pengimplementasian TQM

Dalam jangka waktu tiga tahun, ada 11 tahapan dalam

melaksanakan TQM (Blocher dkk, 2000: 211) yaitu:

1. Tahun Pertama

a Membentuk dewan dan staf kualitas

Pelaksanaan TQM memerlukan kerjasama dan usaha terbaik

(44)

ketegasan dan kepemimpinan secara aktif dari CEO (Chief

Executive Officer) dan para manajer senior. Dewan kualitas

harus memasukkan tim manajemen puncak dengan CEO

sebagai ketuanya. Dewan ini mempunyai fungsi utama untuk

mengembangkan misi kualitas dan menyatakan visi, tujuan

perusahaan secara keseluruhan dan strategi jangka panjang.

b Melakukan progam perbaikan kualitas eksekutif

Untuk meyakinkan ketetapan manajer senior dan dukungan

secara terus menerus terhadap TQM, perusahaan perlu

melaksanakan progam pelatihan kualitas eksekutif. Fungsi dari

progam ini adalah (1) Meningkatkan kepedulian manajemen

senior tentang pentingnya fokus dan dukungan serta terus

menerus terhadap perbaikan kualitas (2) Menciptakan

pengetahuan umum berdasarkan kualitas total dan (3)

Menentukan harapan dan sasaran atau tujuan.

c Melakukan audit kualitas

Dengan audit kualitas memungkinkan perusahaan untuk

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan,

mengembangkan rencana perbaikan kualitas strategik dalam

jangka panjang dan mengidentifikasi peluang perbaikan

kualitas terbaik bagi perusahaan, baik jangka pendek maupun

jangka panjang.

(45)

Dengan analisis penyimpangan, memungkinkan perusahaan

untuk mengidentifikasi target peningkatan kualitas dan

memberikan data obyektif untuk mengembangkan peningkatan

kualitas strategik.

e Mengembangkan rencana perbaikan kualitas strategik

Hasil dari analisis penyimpangan dan tujuan untuk perbaikan

kualitas menjadi dasar untuk mengembangkan rencana

strategik jangka pendek dan jangka panjang untuk menentukan

prioritas dalam perbaikan kualitas.

2. Tahun Kedua

a. Melakukan progam pelatihan dan komunikasi karyawan

Progam pelatihan karyawan merupakan alat komunikasi untuk

menyampaikan komitmen manajemen terhadap kualitas total

dan memberikan keahlian pada para karyawan untuk mencapai

kualitas total. Progam ini berperan penting dalam keberhasilan

progam peningkatan kualitas.

b. Menyusun tim kualitas

Tim kualitas biasanya terdiri dari manajemen produk, teknisi,

tenaga produksi, perwakilan dari pelayanan pelanggan dan

akuntan manajemen. Tim ini menjadi kekuatan utama untuk

mencapai kualitas, mengimplementasikan dan memonitor

progam kualitas, dan melakukan perbaikan secara terus

(46)

c. Menciptakan sistem pengukuran dan menentukan tujuan

Faktor yang sangat penting untuk keberhasilan TQM adalah

adanya ukuran yang benar-benar mencerminkan kebutuhan dan

harapan pelanggan baik internal maupun eksternal. Sistem

pengukuran yang baik bisa memantau TQM membutuhkan

pengembangan sistem akuntansi yang baru, karena sistem

akuntansi tradisional memecah-mecah informasi data kualitas

ke dalam rekening-rekening yang banyak sekali. Sistem

pengukuran yang baik juga harus membuat semua karyawan

mengetahui perkembangan yang telah dicapai menuju kualitas

total dan perbaikan lain yang dibutuhkan.

3. Tahun Ketiga

a. Merevisi sistem, kompensasi/penilaian/pengakuan

Penghargaan dan pengakuan merupakan alat terbaik untuk

meningkatkan tekanan pada TQM. Usaha dan perkembangan

TQM akan dapat diperoleh, jika perusahaan melakuan

perubahan dalam sistem kompensasi atau penilaian/pengakuan.

b. Meluncurkan inisiatif eksternal dengan para eksternal

Usaha-usaha TQM harus meliputi sistem bisnis secara

keseluruhan, mulai dari bahan baku sampai dengan konsumen

akhir. Beberapa perusahaan yang menerapkan TQM dengan

sukses, pada umumnya menggunakan supplier yang

(47)

1) Menurunkan jumlah supplier

Dengan menurunkan supplier, menurunkan pula variasi

dalam kualitas, meningkatkan komitmen supplier, dan

memperbaiki efisiensi pengguaan sumber daya perusahaan.

2) Memiliki supplier tidak hanya berdasarkan pada harga,

kemampuan, kesediaan untuk memperbaiki kualitas, biaya,

dan fleksibilitas, tetapi juga dedikasi mereka terhadap

perbaikan secara terus menerus.

3) Menciptakan hubungan jangka panjang dengan para

supplier sebagai partner kerja.

4) Melakukan spesifikasi secara tepat tentang harapan supplier

dan memastikan konsistensi pengiriman dari supplier.

c. Review dan revisi

Semua karyawan, diarahkan oleh dewan kualitas dan tim

kualitas, harus mereview perkembangan kualitas dan menilai

kembali usaha perbaikan kualitas minimal setahun sekali.

2.4.3 Peran dan Tantangan TQM bagi Akuntansi Manajemen

1. Peran TQM

Peran akuntansi manajemen kualitas total (TQM) yaitu:

a. Mengumpulkan semua informasi kualitas yang relevan.

b. Berpartisipasi secara aktif dalam semua fase progam kualitas.

(48)

Sistem manajemen kualitas yang dikembangkan tanpa

keterlibatan yang aktif dari akuntansi manjemen bisa gagal untuk

merealisasikan potensinya. Terlalu sering suatu perusahaan

memasukkan biaya kualitas dalam rekening yang berbeda-beda dan

tersebar pada produk, pemasaran, teknik dan pelayanan/jasa.

Dampak dan manfaat biaya-biaya ini akan hilang karena

perusahaan mengalokasikan secara seimbang. Akibatnya

perusahaan kurang memperhatikan biaya kualitas dan dampak

kualitas terhadap kinerja keuangan.

Dengan pelatihan dan keahlian yang dimiliki dalam hal

analisis, pengukuran dan pelaporan informasi, akuntan manajemen

dapat membantu merancang dan melakukan pengumpulan

informasi kualitas secara komprehensif, melakukan pengukuran

dan merancang sistem pelaporan. Akuntansi manajemen dapat

memperbaiki manajemen kualitas total (TQM) dengan cara

mengintegrasikan informasi biaya kualitas ke dalam sistem

pengukuran dan pelaporan manajemen yang sudah ada. Integrasi

ini membantu memberikan perhatian secara konstan dan terus

menerus dalam rangka memperbaiki kualitas dengan cara

melakukan pengukuran, pelaporan dan evaluasi terhadap kualitas

secara reguler merupakan aktivitas rutin daripada harus melakukan

upaya khusus yang akan dihentikan jika sudah tidak diperlukan

(49)

2. Tantangan TQM

Untuk menghadapi tantangan terhadap manajemen kualitas

total (Total Quality Management), akuntan manjemen perlu

memahami secara jelas tentang metodologi TQM. Mereka harus

dapat mendesain, menciptakan atau memodifikasi sistem informasi

untuk mengukur dan memonitor kualitas dan mengevaluasi

perkembangan kualitas total seperti yang diharapkan oleh setiap

unit organisasi dan perusahaan secara keseluruhan. Beberapa tugas

yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut :

a. Menentukan rekening mana yang banyak berisi data untuk

TQM.

b. Melakukan reorganisasi dan restrukturisasi pada sistem

akuntansi yang ada untuk mendapatkan data biaya kualitas

yang lengkap dan akurat.

c. Merevisi bagian rekening untuk mencerminkan setiap kategori

biaya kualitas.

Sistem akuntansi tradisional seringkali gagal untuk

menghubungkan biaya dengan aktivitas. Akibatnya, tim kualitas

tidak memiliki informasi yang diperlukan dan siap pakai untuk

memfokuskan pada permasalahan kualitas. Akuntan manajemen

perlu menghubungkan biaya kualitas dengan aktivitas sehingga tim

kualitas dapat memfokuskan usaha mereka secara tepat untuk

(50)

pendekatan yang bisa dilakukan adalah menerapkan teknik-teknik

dari activity based costing ke dalam TQM sehingga cost driver

untuk biaya kualitas dapat diidentifikasi dengan jelas (Blocher dkk,

2000: 235).

2.5 Produk Rusak

Produk rusak atau product defects merupakan elemen penting yang

dapat dianalisis oleh perusahaan ketika membaca laporan biaya kualitas.

Perusahaan sering mengabaikan hal tersebut dan lebih memfokuskan pada

perputaran biaya-biaya antar bagian atau departemen sehingga ketika laporan

biaya kualitas dinyatakan, maka seringkali persentase produk rusak terhadap

biaya kualitas total menjadi sangat signifikan.

Produk rusak yang terjadi selama proses produksi mengacu pada

produk yang tidak dapat diterima oleh konsumen dan tidak dapat dikerjakan

ulang. Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai standar mutu yang telah

ditetapkan secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang

baik (Mulyadi, 1993: 324).

Menurut pandangan tradisional produk dinyatakan cacat atau rusak

apabila kriteria produk tersebut terletak diluar batas atas dan batas bawah dari

batasan spesifikasi yang telah ditetapkan. Spesifikasi yang dimaksud adalah

kriteria yang harus dipenuhi produk tersebut dalam memenuhi

kemampuannya, untuk berfungsi sebagaimana mestinya produk dibuat. Maka

suatu produk dinyatakan rusak apabila produk tersebut tidak memenuhi

(51)

Dari definisi di atas dapat diambil intisari bahwa produk yang rusak

adalah produk yang tidak sesuai spesifikasi sehingga tidak memenuhi standar

kualitas yang telah ditentukan, tidak dapat dikerjakan ulang (rework) dan

memiliki nilai jual yang rendah sebagai nilai sisa (disposal value).

2.6 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Produk Rusak

Biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan kualitas barang disebut

dengan biaya kualitas. Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat

golongan yaitu biaya pencegahan, biaya deteksi/penilaian, biaya kegagalan

internal dan biaya kegagalan eksternal (Tjiptono dan Diana, 2003: 36). Dari

keempat golongan biaya kualitas tersebut yang mempengaruhi produk rusak

adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian. Sedangkan biaya kegagalan

internal dan biaya kagagalan eksternal merupakan golongan biaya kualitas

yang dipengaruhi oleh produk rusak.

Menurut Hansen dan Mowen (2005: 13) biaya pencegahan dan biaya

penilaian meningkat berarti menunjukkan jumlah unit produk rusak menurun

dan sebaliknya jika biaya pencegahan dan biaya penilaian menurun

menunjukkan jumlah unit produk rusak meningkat. Di lain pihak, biaya

kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal naik jika jumlah unit

produk rusak meningkat dan sebaliknya biaya kegagalan internal dan biaya

kegagalan eksternal turun jika jumlah unit produk rusak turun. Hal ini

menunjukkan bahwa biaya pencegahan dan biaya penilaian berpengaruh

terhadap produk rusak sedangkan biaya kegagalan internal dan biaya

(52)

Menurut Feigenbaum (1992: 104) kenaikan dalam biaya pencegahan

mengakibatkan turunnya kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek

positif pada biaya penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya

kebutuhan akan aktivitas-aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin.

Dari pendapat Feigenbaum dapat dipahami bahwa biaya pencegahan

berpengaruh negatif terhadap produk rusak sedangkan biaya penilaian

berpengaruh positif terhadap produk rusak.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa biaya kualitas

yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian dapat mempengaruhi

jumlah unit produk rusak. Biaya pencegahan mempunyai pengaruh negatif

terhadap produk rusak, sedangkan biaya penilaian mempunyai dua

kemungkinan pengaruh terhadap jumlah unit produk rusak, yaitu pengaruh

positif dan pengaruh negatif.

2.7 Kerangka Berfikir

Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai standar mutu yang telah

ditetapkan secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang

baik (Mulyadi, 1993: 324). Produk rusak merupakan elemen penting bagi

perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis yang global ini. Upaya

perbaikan dan peningkatan terhadap kualitas produk menyebabkan semakin

tingginya biaya yang dikeluarkan. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam

rangka mengurangi adanya produk rusak adalah biaya kualitas.

Biaya kualitas adalah biaya-biaya yang dikeluarkan karena terjadi atau

(53)

dikelompokkan menjadi empat, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian,

biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.

Biaya-biaya kualitas yang dikeluarkan untuk menjaga produk dari

kerusakan adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian, sedangkan biaya

kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal tidak dikeluarkan untuk

menjaga produk dari kerusakan. Karena pada dasarnya biaya kegagalan

dikeluarkan setelah produk itu jadi dan untuk memperbaharui produk yang

rusak.

Pengakuan bahwa kegagalan menghasilkan produk yang berkualitas

tinggi akan menimbulkan biaya tinggi. Oleh sebab itu, perusahaan terdorong

untuk selalu meningkatkan kualitas produk sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan dengan menjadikan produk rusak (zero defect).

Menurut Hansen dan Mowen (2005: 7) peningkatan biaya kualitas

khususnya biaya pencegahan dan biaya penilaian akan mengurangi produk

dari kerusakan. Hal ini mempunyai arti bahwa jika perusahaan meningkatkan

biaya pencegahan dan biaya penilaian akan mengurangi produk rusak.

Sedangkan menurut Feigenbaum (1992: 104) peningkatan biaya pencegahan

dan penurunan biaya penilaian akan mengurangi produk rusak. Dengan

demikian perusahaan dapat mengetahui bagaimana pengaruh biaya kualitas

khususnya biaya pencegahan dan biaya penilaian yang dikeluarkan dalam

upaya pengendalian produk rusaknya.

Kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.1

(54)

Biaya Kualitas

Biaya Pencegahan

Biaya Penilaian

Produk Rusak

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.8 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih diuji

kebenarannya. Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat

disimpulkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ada pengaruh yang signifikan antara biaya kualitas yang terdiri dari

biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak baik secara

(55)

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan studi kasus pada CV. Menara Kudus.

Data penelitian terdiri dari data mengenai biaya kualitas dan jumlah produk

rusak pada perusahaan selama tiga tahun yaitu tahun 2004-2006 yang

disajikan dalam bentuk bulanan.

3.2 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada 2 macam variabel penelitian yaitu variabel

bebas (X) dan variabel terikat (Y).

3.2.1 Variabel Bebas (X)

Variabel X merupakan variabel bebas yaitu variabel yang

mempengaruhi terhadap suatu gajala (Arikunto, 2002: 97). Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah biaya kualitas yang terdiri dari:

1. Biaya Pencegahan (X1)

Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mencegah

kerusakan produk yang dihasilkan. Biaya pencegahan dalam

penelitian ini adalah biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh

CV. Menara Kudus dari tahun 2004-2006 yang disajikan dalam

bentuk bulanan dan dinyatakan dengan satuan rupiah. Biaya

pencegahan ini terdiri dari biaya perencanaan produk dan biaya

pemeliharaan mesin.

(56)

2. Biaya Penilaian (X2)

Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk menentukan

apakah produk telah sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan

pelanggan. Biaya penilaian dalam penelitian ini adalah biaya

penilaian yang dikeluarkan oleh CV. Menara Kudus dari tahun

2004-2006 yang disajikan dalam bentuk bulanan dan dinyatakan

dengan satuan rupiah. Biaya penilaian ini terdiri dari biaya

inspeksi dan biaya pemeriksaan distribusi produk.

3.2.2 Variabel Terikat (Y)

Variabel Y merupakan variabel yang diperkirakan akan timbul

hubungan yang fungsional dengan variabel bebas (Arikunto, 2002:

97). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah produk rusak

dari tahun 2004-2006 yang disajikan dalam bentuk bulanan dan

dinyatakan dengan satuan unit.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode untuk mendapatkan data atau bahan

keterangan adalah dengan menggunakan metode dokumentasi. Metode

dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan

sejarah berdirinya perusahaan, strutur organisasi perusahaan, data laporan

biaya kualitas, jumlah produk jadi dan jumlah produk rusak pada CV.

(57)

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk

mengolah hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

dan analisis kuantitatif.

3.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis yang menggunakan metode

statistik untuk mengetahui pola sejumlah data penelitian, merangkum

informasi yang terdapat dalam data penelitian dan menyajikan

informasi tersebut dalam bentuk yang diinginkan. Tahap-tahap

analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi variabel penelitian, yaitu data biaya kualitas

(biaya pencegahan dan biaya penilaian) dan data produk rusak.

2. Melakukan pengolahan data penelitian dengan menggunakan

grafik control chart yang terdapat dalam program SPSS 13.00 for

windows untuk menganalisis biaya kualitas (biaya pencegahan

dan biaya penilaian) dan produk rusak.

3.4.2 Analisis Inferensial

Analisis kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka

yang diperoleh sebagai hasil pengukuran atau penjumlahan

(Nurgiyantoro, 2000: 27). Analisis ini digunakan untuk mengetahui

pengaruh biaya kualitas terhadap produk rusak, dengan

(58)

1 Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi antara variabel bebas dan variabel terikat

mempunyai distribusi normal atau tidak.

Uji normalitas dapat dilihat dengan memperhatikan

penyebaran data (titik) pada P-P Plot of Regression Standardized

Residual melalui SPSS, dimana :

- Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti

arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi

normalitas.

- Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak

mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak

memenuhi asumsi normalitas.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ghozali (2005:

76) bahwa pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan

penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau

dengan melihat histogram dari residualnya.

2 Regresi Berganda

Regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas (X) biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya

penilaian) terhadap variabel terikat (Y) produk rusak mengenai

(59)

yang akan mempengaruhi jumlah produk rusak pada CV. Menara

(Algifari, 2000: 93)

Dalam penelitian ini, nilai-nilai dalam persamaan tersebut dicari

melalui program SPSS.

3 Uji F (Uji simultan)

Pengujian simultan bertujuan untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel

terikat.

Dalam penelitian ini, nilai F tersebut dicari melalui program

(60)

a. Merumuskan hipotesis uji F :

Ho = b1b2 = 0, variabel bebas secara simultan tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Ha = b1b2 ≠ 0, variabel bebas secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap variabel terikat.

b. Menentukan tingkat signifikansi (α )

Tingkat signifikansi dalam penelitian ini adalah 5% artinya

resiko kesalahan mengambil keputusan adalah 5%

c. Pengambilan keputusan

1) Jika probabilitas (sig F) > α(0,05) maka (Ho) diterima,

artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel

independen terhadap variabel dependen.secara statistika

dapat dibuktikan bahwa variabel biaya kualitas tidak

berpengaruh terhadap perubahan nilai variabel produk

rusak.

2) Jika probabilitas (sig F) < α (0,05) maka (Ho) ditolak,

artinya ada pengaruh yang signifikan dari variabel

independen terhadap variabel dependen.

4 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan secara keseluruhan untuk

mengukur ketepatan yang paling baik dari analisis regresi

berganda. Nilai koefisien determinasi berada dalam rentang 0

(61)

(satu) maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut

menerangkan variasi variabel bebas terhadap variabel terikat.

Sebaliknya jika R2 mendekati 0 (nol) maka semakin lemah

variasi variabel bebas menerangkan variabel terikat.

Rumus :

R2 = 2

i y reg JK

(Sudjana, 2002: 383)

Dalam penelitian ini, nilai R2 tersebut dicari melalui program

SPSS.

5 Uji t (Uji Parsial)

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

secara individu terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini uji

t dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

a. Merumuskan hipotesis uji t :

Ho = b1b2 = 0, masing-masing variabel bebas tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Ho = b1b2 ≠ 0, masing-masing variabel bebas berpengaruh

signifikan terhadap variabel terikat.

b. Menentukan tingkat signifikansi (α )

Tingkat signifikansi dalam penelitian ini adalah 5% artinya

resiko kesalahan mengambil keputusan adalah 5%.

Gambar

Tabel 1.1 Data Produk Jadi dan Produk Rusak Tahun 2004-2006
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Statistik d Durbin Watson.
Tabel 4.1 Data Biaya Perencanaan Produk  Tahun 2004-2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage adalah salah satu faktor yang memengaruhi audit delay, namun faktor tersebut memiliki pengaruh yang tidak konsisten, dan

Analisis untuk melihat keregangan rongga atau cavity stretch dari PAMAM generasi 4 dilakukan pada tahap production dimana untuk pengukuran cavity stretch struktur

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat di simpulkan bahwa kurikulum adalah merupakan sejumlah mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa di sekolah dari mulai memasuki

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa transparansi dan tanggung jawab ( responsibility ) berpengaruh terhadap kepatuhan membayar zakat di Lembaga Amil Zakat

Tujuan dari Skripsi penciptaan yang berjudul “Perancangan Tokoh dalam Animasi Dua Dimensi “Rancak!” dengan Unsur Budaya Minangkabau” adalah untuk menerapkan elemen etnis

• Namun ketika ditabulasi silang dengan trust terhadap institusi politik, banyak pemilih yang tidak memiliki political interest dan pada saat yang sama trust politiknya

Dana Pembangunan Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan adalah anggaran belanja daerah yang diperuntukkan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan/pemeliharaan

Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap