• Tidak ada hasil yang ditemukan

keterampilan berpikir kreatif melalui pe (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "keterampilan berpikir kreatif melalui pe (1)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peran yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan tergantung pada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya, kepada peserta didik (Munandar, 1999: 4). Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional, perlu diwujudkan guna peningkatan dan kemajuan sektor pendidikan. Kualitas dan kuantitas pendidikan sampai saat ini masih merupakan suatu masalah yang paling menonjol dalam setiap usaha pembaharuan sistem pendidikan nasional. Kedua masalah tersebut sulit ditangani secara simultan karena dalam upaya meningkatkan kualitas, masalah kuantitas terabaikan demikian pula sebaliknya.

(2)

Kesemuanya dimaksudkan untuk pencapaian hasil belajar semaksimal mungkin. Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai serta tanggung jawab kepada lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara yang beriman dan bertaqwa.

Pada kenyataannya di lapangan, proses berpikir kreatif siswa di sekolah justru jarang diperhatikan. Sistem pendidikan di sekolah cenderung menuntut peserta didik untuk mencari suatu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan guru, hal ini telah mengisolasi kemampuan peserta didik untuk dapat berpikir tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif (Munandar, 1999).

Berpikir kreatif bukanlah sebuah hadiah, tetapi merupakan sebuah proses yang harus ditempuh oleh seluruh peserta didik agar dapat lebih mandiri dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapainya. Misalnya di dalam pembelajaran biologi, dibutuhkan kemampuan berpikir secara luwes dan fleksibel guna memunculkan ide-ide dalam pemecahan suatu permasalahan pada pelajaran tersebut. Artinya, siswa harus mampu berpikir kreatif dari segala upaya sebagai pemecahan masalah pembelajaran biologi di sekolah.

(3)

sekolah guna mencapai tujuan dan keberhasilan dalam pembelajaran. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Suprijono, 2011: 46). Adanya perubahan kurikulum, guru harus mampu merancang pembelajaran yang mampu memotivasi peserta didik untuk lebih aktif, kreatif dan berpikir kritis. Dengan adanya perubahan kurikulum sekarang ini, dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator sedangkan yang lebih aktif adalah peserta didik. Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Menurut Prabowo (dalam Trianto, 2007:10) bahwa dalam pengelolaan pembelajaran guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar. Hal yang harus dilakukan seorang guru antara lain dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dan berusaha menambah pengetahuan tentang materi biologi itu sendiri.

(4)

mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.

Agar terjadi proses interaksi antara guru dan siswa sebagaimana yang dikehendaki, diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan, situasi, fasilitas, pribadi guru dan profesionalnya. Sebagai guru yang baik harus dapat menguasai bermacam-macam model dan pendekatan pembelajaran, sehingga dapat memilih model dan pendekatan tepat yang harus diterapkan pada kelas tertentu dan pokok bahasan tertentu pula. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. (Rusman, 2010). Pemilihan pendekatan pembelajaran pada pembelajaran biologi adalah hal yang paling penting dalam proses belajar mengajar guna tercapainya tujuan pengajaran serta mampu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran di kelas.

(5)

pengalaman belajar yang lebih mendorong siswa untuk aktif, kritis dan kreatif dalam proses pembelajaran sehingga mempunyai kompetensi, tanggung jawab, berpartisipasi aktif, belajar untuk mengkaji suatu masalah, belajar untuk menilai. Pendekatan berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak (Depdiknas, 2007).

Pada uraian sebelumnya, telah dipaparkan bahwa salah satu pendekatan yang dapat membelajarkan siswa berpikir kreatif dan aktif adalah dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach). Pembelajaran dengan pendekatan terpadu dapat memancing berpikir kreatif siswa, karena siswa dihadapkan dengan permasalahan pada kehidupan sehari-hari, dekat dengan dunianya, mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antar konsep, pengetahuan, nilai atau tindakan yang terdapat dalam beberapa Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach) menuntun kemampuan belajar peserta didik lebih baik, baik dalam aspek intelegensi maupun kreativitas (Depdiknas, 2007:28).

(6)

peserta didik tidak terbiasa untuk berpikir kritis dan kreatif. Pengembangan kreativitas sejak usia dini perlu dilakukan, tinjauan penelitian tentang proses kreativitas, kondisi-kondisinya serta cara-cara yang dapat memupuk, merangsang, dan mengembangkanya menjadi sangat penting (Munandar,1999).

Dari permasalahan di atas peneliti akan mengangkatnya melalui sebuah penelitian dengan judul ”Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP Negeri 4 Kota Sukabumi Kelas VIII Melalui Pendekatan Terpadu (Integrated Approach) pada Materi Bahan Kimia Dalam Makanan “

B. Rumusan Masalah

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :

a. Bagaimanakah keterampilan berpikir kreatif siswa melalui pendekatan terpadu (Integrated Approach) pada konsep bahan kimia dalam makanan ?

b. Bagaimana tanggapan siswa terhadap

pendekatan terpadu (Integrated Approach) yang digunakan dalam proses pembelajaran ?

2. Batasan Masalah

(7)

a. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan terpadu (Integrated approach)

b. Keterampilan berpikir kreatif pada penelitian ini meliputi empat indikator keterampilan berpikir kreatif antara lain : berpikir lancar (Fluency), berpikir luwes (Flexibelity), berpikir kebaruan (Originality) dan berpikir merinci (Ellaboration).

c. Konsep bahan kimia dalam makanan yang

akan disampaikan pada siswa dengan menggunakan pendekatan terpadu (Integrated Approach) dalam penelitian ini dilakukan pada Kompetensi Dasar sebagai berikut :

Materi dan perubahannya : Mendeskripsikan bahan kimia alami dan buatan dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan.

Makhluk hidup dan proses kehidupan : mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

C. Tujuan Penelitan

Berdasarkan permasalahan yang ada tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui keterampilan berpikir kreatif siswa melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu (Integrated Approach).

(8)

Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah berguna bagi kemajuan pendidikan, adapun manfaat yang diharapkan penulis sebagai berikut : 1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

terpadu (Integrated Approach) dapat mendorong siswa untuk dapat lebih berperan aktif dalam pembelajaran, masing-masing anggota kelompok memiliki banyak kesempatan untuk berkontribusi, interaksi lebih mudah, banyak ide yang muncul dan lebih banyak tugas yang bisa dikerjakan.

2. Dapat memberikan informasi dan menambah wawasan ilmu pengetahuan kepada siswa dan guru serta semua pihak yang terkait dengan dunia pendidikan terutama bidang pendidikan biologi.

3. Guru menjadi terampil dalam menggunakan pendekatan dalam proses pembelajaran.

E. Kerangka Pemikiran

(9)

mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, (d) mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran. (3) Berpikir orisinil, didefinisikan: (a) mampu melahirkan ungkapan baru yang unik, (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, (c) mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. (4) Keterampilan mengelaborasi atau merincikan didefinisikan: (a) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan-gagasan atau produk, (b) menambah atau terperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik.

Menurut Joni, T. R (dalam Trianto, 2010), Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Senada dengan pendapat di atas menurut Hadisubroto (dalam Trianto, 2007), pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran akan lebih bermakna.

(10)

Trianto, 2007). Menurut Ujang Sukandi, Dkk (dalam Trianto, 2010), pembelajaran terpadu memiliki satu tema aktual, dekat dengan dunia siswa, dan ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran. Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran terpadu dapat diklasifikasikan menjadi : (1) prinsip penggalian tema; (2) prinsip pengelolaan pembelajaran; (3) prinsip evaluasi; dan (4) prinsip reaksi.

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keterampilan Berpikir Kreatif

Menurut Munandar (1999) berpikir kreatif merupakan kemampuan yang didasarkan pada informasi atau data yang diperoleh, data atau informasi yang ada atau yang telah diperoleh tersebut dapat menemukan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah. Sementara itu (Boulden, 2002) mendefinisikan berpikir kreatif merupakan sebagai suatu jawaban pada suatu masalah lebih ditekankan pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban.

(12)

dalam kehidupan pribadi dan keluarga tampak ada kecenderungan kuat ke arah penstereotipan (perilaku klise), seakan-akan perilaku asli (Originality) dipandang sebagai sesuatu hal yang aneh bahkan dapat berbahaya.

Sepanjang sejarah umat manusia, kreativitas menjadi topik perhatian, tetapi baru sejak beberapa dasawarsa kreativitas menjadi subjek penelitian ilmiah dan empiris. Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian tentang kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas diasumsikan sebagai proses menantang ide-ide dan cara-cara melakukan hal-hal yang sudah diterima untuk menemukan solusi-solusi atau konsep-konsep baru (Boulden, 2002).

Berpikir kreatif sebagai ciri-ciri bakat dari berpikir kreatif yang meliputi kelancaran, kelenturan atau keluwesan (fleksibilitas), keaslian (orisinalitas), dan keterperincian (elaboration) (Munandar, 1999). Dari definisi-definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru, dan atau memodifikasi sesuatu yang sudah ada sehingga manfaatnya bernilai lebih dibanding sebelumnnya.

1. Ciri-ciri dan Indikator Berpikir kreatif

(13)

pun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan dan ketekunan membuat mereka tidak putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Adapun Indikator Berpikir kreatif siswa menurut (Munandar, 1999) sebagai berikut:

a. Kemampuan Berpikir Lancar (fluency)

Kemampuan berpikir lancar meliputi kemampuan peserta didik di dalam memunculkan banyak pertanyaan, gagasan dan jawaban. Di dalam berpikir lancar, peserta didik harus mampu memunculkan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. Peserta didik juga harus selalu memikirkan lebih dari satu jawaban dalam memecahkan suatu permasalahan. Adapun perilaku peserta didik yang diharapkan muncul adalah mengajukan banyak pertanyaan dan menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan serta selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

b. Kemampuan Berpikir luwes (flexibility)

(14)

Perilaku pada peserta didik lainnya yang diharapkan muncul yaitu dapat memberikan macam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah. Kemudian peserta didik mampu menerapkan suatu konsep dengan cara yang berbeda-beda pula. Peserta didik mampu memberi pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain kemudian dalam membahas suatu situasi, siswa selalu mempunyai posisi yang berbeda atau bertentangan dengan mayoritas kelompok. Jika diberikan suatu masalah, biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya dan mampu mengubah arah berpikir secara spontan.

c. Kemampuan Berpikir orsinil atau kebaruan (Orginality)

Kemampuan berpikir orsinil atau kebaruan meliputi kemampuan memunculkan atau melahirkan ungkapan baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri dan mampu membuat kombinasi-kombinasi dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Ciri-ciri yang muncul dari perilaku peserta didik yaitu memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak terpikirkan oleh orang lain dan mempertanyakan cara-cara yang lama serta berusaha memikirkan cara-cara yang baru. Selain itu peserta didik cenderung memilih asimetri dalam memilih dalam membuat gambar atau desain. Peserta didik memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain. Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, berusaha untuk menemukan hal yang baru.

d. Kemampuan Berpikir Merinci (Ellaboration)

(15)

sehingga lebih menarik. Individu yang terampil mengelaborasi akan berperilaku: mencari arti lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci, mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain, mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh, mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana, menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.

B. Pendekatan Terpadu

Pendekatan ini merupakan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran. (Sriyati, 2008). Pendekatan ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Pendekatan ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. (Trianto, 2007). Unsur pembelajaran yang dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau dapat juga berupa penggabungan suatu metode dengan metode lain.

1. Keunggulan “Integrated Approach”

Pendekatan terpadu memiliki beberapa keunggulan atau kekuatan dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, diantaranya Saud (dalam Sriyati, 2008) :

(16)

b. Memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan keinginan dan kemampuan guru maupun kebutuhan dan kemauan siswa

c. Mempermudah dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antar konsep

d. Menghemat waktu, tenaga dan sarana serta biaya pembelajaran, disamping menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran.

2. Model Pembelajaran Terpadu

Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jejang pendidikan, mulai dari tingkat dasar (SD/MI) sampai tingkat menengah (SMA/MA). Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdiknas, 2007).

(17)

tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif.

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada anak didik. Dikatakan bermakna karena dalam pengajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang akan mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami.

Pembelajaran terpadu akan terjadi jika kejadian yang wajar atau eksplorasi suatu topik merupakan inti dalam pengembangan kurikulum. Dengan berperan secara aktif di dalam eksplorasi tersebut, siswa akan mempelajari materi ajar dan proses belajar beberapa bidang studi dalam waktu yang bersamaan. Dalam pernyataan tersebut jelas bahwa sebagai pemacu dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu adalah melalui eksplorasi topik (Trianto, 2007).

(18)

melalui pembaharuan kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Depdiknas, 2007).

Kerangka dasar dan struktur KTSP meliputi 4 komponen, yaitu ditunjukan seperti pada gambar

Gambar 2.1 Kerangka Dasar KTSP Sumber : Trianto 2010; 25

Menurut Ujang Sukandi (dalam Trianto, 2010), pembelajaran terpadu memiliki satu tema aktual, dekat deangan dunia siswa, dan ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pembelajaran. Pengajaran terpadu perlu memilih materi beberapa mata pelajaranyang mungkin dan saling terkait. Dengan demikian, materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Pengajaran terpadu tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya pembelajaran terpadu harus mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum. (Trianto, 2010). Keberhasilan pembelajaran terpadu akan lebih optimal jika perencanaan mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan dan kemampuan ) dalam mengembangkan

(19)

pembelajaran terpadu dapat dilihat pada alur penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu.

Gambar 2.2 Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu Sumber : Sriyati, 2008

a. Prinsip Dasar Pembelajaran Terpadu

Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema perlu mempertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat, kemampuan, kebutuhan dan pengetahuan awal. Materi pelajaran yang dipadukan tidak perlu terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak perlu dipadukan (Trianto, 2007). Menurut Trianto (2007: 9), secara umum prinsip-prinsip pembelajaran terpadu dapat diklasifikasikan menjadi: (1) prinsip penggalian tema; (2) prinsip pengelolaan pembelajaran; (3) prinsip evaluasi; dan (4) prinsip reaksi.

(20)

b. Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Karakteristik pembelajara terpadu menurut Depdiknas (1996: 1), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu: holistik, bermakna, otentik, dan aktif. (1) Holistik, suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian serkaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siswa menjadi lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di depan mereka, (2) Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang dijelaskan di atas, memungkinkan terbentuknya suatu jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari meteri yang dipelajari. (3) Otentik, pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. (4) Aktif, pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kamampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar.

c. Kelebihan Pembelajaran Terpadu

(21)

kelebihan sebagai berikut : (1) pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya. (2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. (3) kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama. (4) keterampilan berfikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. (5) kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak. (6) keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.

c. Sintaks Pembelajaran Terpadu

Secara konkret sintaks pembelajaran terpadu dapat dilihat pada tabel 2.1. Sintaks ini dikembangkan dengan mengadopsi model pembelajaran langsung yang diintegrasikan dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran langsung terlihat dari fase-fase yang digunakan maupun langkah-langkah yang ditempuh guru, sedangkan sintaks pembelajaran kooperatif ditunjukan pada kegiatan guru di fase 3 dan 4 (Trianto, 2007).

Tabel 2.1 Tabel Sintaks Pembelajaran Terpadu Sumber: Trianto, 2010

Tahap Tingkah Laku Guru

Fase-1 Pendahuluan

1. Mengaitkan pelajaran sekarang dengan pelajaran sebelumnya

2. Memotivasi siswa

3. Memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui konsep-konsep prasarat yang sudah dikuasai oleh siswa

4. Menjelaskan tujuan pembelajaran ( KD dan Indikator)

Fase-2

1. Presentasi konsep-konsep yang harus

(22)

Presensi Materi dikembangkan

3. Presentasi alat dan bahan yang dibutuhkan melalui charta

4. Memodelkan penggunaan peralatan melalui charta

Fase-3 Membimbing

Pelatihan

1. Menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

2. Mengingatkan cara siswa bekerja dan

berdiskusi secara kelompok sesuai komposisi kelompok

3. Membagi buku siswa dan LKS

4. Mengingatkan cara menyusun laporan hasil kegiatan

5. Memberikan bimbingan seperlunya

6. Mengumpulkan hasil kerja kelompok setelah batas waktu yang telah ditentukan

1. Mempersiapkan kelompok belajar untuk diskusi kelas

2. Meminta salah satu anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil kegiatan sesuai dengan LKS yang telah dikerjakan

3. Meminta anggota kelompok lain menanggapi hasil presentasi

4. Membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi

1. Mengecek dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dilakukan

2. Membimbing siswa menyimpulkan seluruh materi pembelajaran yang baru saja dipelajari 3. Memberikan tugas rumah

Fase-6 Menganalisis dan

mengevaluasi

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap kinerja mereka

(23)

menggunakan model pendekatan terpadu dengan tema yang bernuansa

IPA-Selain melihat dan mengetahui ciri ciri makanan yang menggunakan zat kimia berbahaya. alangkah baiknya juga kita mengetahui jenis jenis zat kimia

berbahaya yang terdapat di dalam makanan atau jajanan. Berikut adalah 9 zat kimia berbahaya yang umumnya terdapat dalam makanan dan jajanan (Ahmad, 2011).

Sakarin fungsinya sebagai pemanis buatan. Akibatnya sakarin akan mengendap dalam ginjal dan memicu pertumbuhan kanker mukosa kandung kemih. Siklamat fungsinya sebagai pemanis buatan. Akibatnya siklamat dapat menyebabkan penyakit leukemia. Nitrosamin fungsinya sebagai aroma khas sosis, keju, kornet, ham, dan dendeng. Akibatnya nitrosamin memicu kanker karena bersifat karsinogenik. MSG fungsinya sebagai penyedap rasa. Akibatnya MSG dapat meningkatkan risiko kanker, ginjal, dan merusak jaringan lemak. Rhodamin

Pengaruh asap rokok terhadap

(24)

B fungsinya pewarna pada tekstil dan kertas. Akibatnya rhodamin b meningkatkan risiko kanker hati dan gangguan pencernaan. Metanil Yellow fungsinya pewarna pada tekstil dan cat. Akibatnya metanil yellow dapat meningkatkan risiko kanker. Formalin fungsinya pengawet nonmakanan dan disinfektan. Akibatnya formalin merusak hati, jantung, otak, limpa, dan sistem saraf pusat. Boraks fungsinya pengawet nonmakanan dan pestisida. Akibatnya boraks dapat merusak fungsi otak, hati, lemak, dan ginjal Bisphenol A fungsinya zat kimia pada plastik penyimpan makanan. Akibatnya bisphenol A dapat mengakibatkan kanker payudara (Putranto, 2010).

2. Sistem Pencernaan pada Manusia

Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus, 3. Lambung, 4. Usus Halus, 5. Usus Besar, 6. Rektum, 7. Anus.

Gambar 2.4 Sistem Pencernaan Pada Manusia Sumber: Sudihhartati (2010)

a. Rongga Mulut

(25)

1) Gigi, memiliki fungsi memotong, mengoyak dan menggiling makanan menjadi partikel yang kecil-kecil. Perhatikan gambar disamping.

Gambar 2.5 Gigi pada Manusia Sumber: Sudihhartati (2010)

2) Lidah, memiliki peran mengatur letak makanan di dalam mulut serta mengecap rasa makanan.

3) Kelenjar Ludah

Ada 3 kelenjar ludah pada rongga mulut. Ketiga kelenjar ludah tersebut menghasilkan ludah setiap harinya sekitar 1 sampai 2,5 liter ludah. Kandungan

Gambar 2.6 Kelenjar Ludah pada Rongga Mulut Sumber: Sudihhartati (2010)

b. Esofagus (Kerongkongan)

(26)

menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.

c. Lambung

Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti kantung. Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2 liter. Dinding lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut. Ada 3 jenis otot polos yang menyusun lambung, yaitu otot memanjang, otot melingkar, dan otot menyerong. Selain pencernaan mekanik, pada lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan lambung. Senyawa kimiawi yang dihasilkan lambung adalah :

d. Usus Halus

Gambar 2.7 Usus Pada Manusia Sumber: Sudihhartati (2010)

(27)

pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus.

3. Gangguan pada Sistem Pencernaan Manusia

Gangguan pada sistem pencernaan makanan dapat disebabkan oleh pola makan yang salah, infeksi bakteri, dan kelainan alat pencernaan. Di antara gangguan-gangguan ini adalah diare, sembelit, tukak lambung, peritonitis, kolik, sampai pada infeksi usus buntu (apendisitis) (Mardiningsih, 2009).

a. Diare

Apabila kim dari perut mengalir ke usus terlalu cepat maka defekasi menjadi lebih sering dengan feses yang mengandung banyak air. Keadaan seperti ini disebut diare. Penyebab diare antara lain ansietas (stres), makanan tertentu, atau organisme perusak yang melukai dinding usus. Diare dalam waktu lama menyebabkan hilangnya air dan garam-garam mineral, sehingga terjadi dehidrasi. b. Konstipasi (Sembelit)

Sembelit terjadi jika kim masuk ke usus dengan sangat lambat. Akibatnya, air terlalu banyak diserap usus, maka feses menjadi keras dan kering. Sembelit ini disebabkan karena kurang mengkonsumsi makanan yang berupa tumbuhan berserat dan banyak mengkonsumsi daging

c. Tukak Lambung (Ulkus).

(28)

terjadinya tukak lambung. Tukak lambung menyebabkan berlubangnya dinding lambung sehingga isi lambung jatuh di rongga perut. Sebagian besar tukak lambung ini disebabkan oleh infeksi bakteri jenis tertentu.

(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan tentang istilah yang digunakan yaitu ;

a. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa yang di dalamnya mencakup berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir asli (originality), dan berpikir elaborasi (ellaboration). Masing-masing indikator diukur kemunculannya melalui tes kemampuan berpikir kreatif.

b. Pendekatan terpadu (Integrated Approach) merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik.

B. Metode penelitian

(30)

atau menggambarkan kondisi keterampilan berfikir kreatif siswa dengan dilakukannya pembelajaran pendekatan terpadu (integrated approach).

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester 2 tahun Ajaran 2010/2011 di SMP Negeri 4 Kota Sukabumi sebanyak satu kelas yaitu kelas VIII A.

D. Instrumen penelitian

Untuk memperoleh data tentang keterampilan berfikir kreatif dalam penelitian, digunakan beberapa instrumen diantaranya sebagai berikut :

1. Tes Tertulis Keterampilan Berpikir Kreatif

Tes ini digunakan untuk memperoleh data tentang keterampilan berpikir kreatif siswa dalam bentuk soal esay yang berjumlah 8 soal. Soal disusun berdasarkan indikator pencapaian keterampilan berpikir kreatif yang diberikan setelah pembelajaran dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach) pada materi bahan kimia dalam makanan.

2. Angket Untuk Siswa

(31)

E. Langkah-langkah Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Studi kepustakaan

b. Penyusunan proposal penelitian

c. Penyusunan instrumen penelitian berdasarkan indikator kemampuan berpikir kreatif dan kesesuaian dengan materi bahan kimia dalam makanan d. Judgement instrumen penelitian dilakukan oleh dosen yang berkompeten tentang kreativitas. Hal ini dilakukan untuk melihat kecocokan antara setiap indikator kemampuan berpikir kreatif dengan instrumen yang dibuat 2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian di SMP 4 Kota Sukabumi, sebagai berikut

a. Siswa diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu (Integrated Approach)

b. Memberikan pengarahan kepada siswa mengenai pembelajaran pendekatan terpadu (Integrated Approach)

c. Siswa diberikan pengantar mengenai materi yang akan disampaikan d. Siswa diberikan tes untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif

e. Siswa diberikan angket yang berisi pernyataan tentang pendekatan terpadu (Integrated Approach)

3. Tahap Akhir

(32)

F. Analisis Uji Instrumen

Dalam menganalisis butir soal yang diujicobakan digunakan rumus-rumus sebagai berikut :

1. Validitas Tes

Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasinya. Rumus yang digunakan untuk menguji validitas item adalah rumus korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh (Suherman dan Yaya, 1990)

N(ΣXY) – (ΣX)(ΣY)

Rxy =

√ (NΣX² - (ΣX)²(NΣY² - (ΣY)²) Keterangan :

Rxy = validitas butir soal N = jumlah peserta Tes X = skor suatu butir soal

Y = skor total tiap soal uji coba ΣXY = jumlah perkalian XY

Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai rxy tersebut dibagi kedalam

kategori sepereti berikut ini

Tabel 3.1 Klasifikasi Validitas Butir Soal

Rentang Keterangan

0,80 - 1,00 Sangat tinggi

0,60 - 0,79 Tinggi

0,40 - 0,59 Sedang

0,20 - 0,39 Rendah

0,00 - 0,19 Sangat rendah

(33)

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas suatu tes adalah berhubungan dengan tingkat kepercayaan, reliabilitas tes berhubungan dengan masalah ketepatan hasil tes. Untuk pengukuran suatu reliabilitas digunakan rumus sebagai berikut: (Arikunto, 2009: 88)

nr rnn =

1 + (n-1)r

Keterangan:

rnn = besarnya koefisien reliabilitas sesudah tes ditambah butir soal baru

n = berapa kali butir soal ditambah

r = besar koefisien reliabilitas sebelum ditambah butir soal Tabel 3.2 Klasifikasi Reliabilitas Tes

Rentang Keterangan

0,80 - 1,00 Sangat tinggi

0,60 - 0,79 Tinggi

0,40 - 0,59 Sedang

0,20 - 0,39 Rendah

0,00 - 0,19 Sangat rendah

(Suherman dan Sukjaya: 1990) Dari perhitungan reliabilitas instrumen yang diuji cobakan diperoleh nilai sebesar 0,74. ini menunjukan bahwa tingkat reliabilitas instrumen termasuk kategori tinggi.

3. Daya pembeda

(34)

soal tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Suherman

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan

benar

JA = banyak peserta kelompok atas (27% dari seluruh peserta)

JB = banyak peserta kelompok bawah (27% dari seluruh peserta)

Kalisifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banayak digunakan

20% - 29% Agak baik, kemungkinan harus direvisi 10% - 19% Buruk, sebaiknya dibuang

-9% Sangat buruk, harus dibuang (Suherman dan Sukjaya: 1990)

4. Indeks kesukaran

(35)

B P = ―

JS Keterangan:

P= indeks kesukaran

B= banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar J= jumlah seluruh siswa peserta tes

Klasifikasi indek kesukaran yang paling banyak digunakan dapat dilihat pada tabel :

Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran

Rentang Keterangan

86% - 100% Sangat mudah, sebaiknya dibuang

71% - 85% Mudah

31% - 70% Sedang

16% - 30% Sukar

0% - 15% Sangat sukar, sebaiknya dibuang (Suherman dan Sukjaya: 1990) Dari perhitungan tingkat kesukaran 8 butir soal yang diujicobakan, soal tersebut semuanya memiliki tingkat kesukaran sedang, terlihat pada tabel 3.7

Tabel 3.5 Rekafituilasi Hasil Uji Coba Instrumen

No Validitas Reliabelitas PembedaDaya KesukaranTingkat keterangan 1 Tinggi

Tinggi

Buruk Sedang Direvisi

2 Tinggi Agak baik Sedang Dipakai

3 Cukup Agak baik Sedang Dipakai

4 Cukup Agak baik Sedang Dipakai

5 Tinggi Baik Sedang Dipakai

6 Tinggi Agak baik Sedang Dipakai

7 Cukup Sangat buruk Sedang Diganti

8 Tinggi Agak baik Sedang Dipakai

G. Analisis Data Hasil Penelitian

(36)

diperoleh baik dari rubrik penilaian dan angket siswa masing-masing sebagai berikut:

1. Tes tertulis

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diambil dari jawaban-jawaban siswa pada soal esay yang diberikan pada saat tes, kemudian dianalisis untuk mengetahui persentase kemunculan indikator berpikir kreatif. Teknik pengumpulan dan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menentukan skor mentah dengan rentang nilai 0-3 b. Mengubah skor mentah menjadi bentuk nilai dengan

menggunakan rumus di bawah ini: R

NP = x 100 %

SM Keterangan :

NP = Nilai persen yang dicari tau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum dari tes yang bersangkutan

c. Nilai yang didapatkan diubah dalam bentuk skala 1-100, kemudian dikelompokan ke dalam ketegori tingkat kesukaran menurut Arikunto (2009) dengan kriteria sebagai berikut:

(37)

2. Angket Siswa

Data yang diperoleh dari angket atau ceklis, dijumlahkan atau dikelompokan sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan. Maka akan diperoleh informasi mengenai respon siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan dan berpikir kreatifnya serta hambatan dalam mengembangkan berpikir kreatifnya. Langkah yang dilakukan untuk mengolah data angket siswa yaitu dalam bentuk persentase dengan rumus sebagai berikut:

f

% = ― x 100 % N

(Sudjana, 2010: 131) Keterangan:

% = persentase jawaban

(38)

H. Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian Penyusunan Proposal

Persiapan  Penyusunan Instrument  Judgment atau evaluasi

instrument

 Pengkajian dan revisi instrument

 Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas

Pengumpulan Data

Analisis Data

Pembahasan

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi uraian yang berkenaan dengan hasil penelitian tentang keterampilan berpikir kreatif siswa dengan penekanan penelitian melaui postes dan angket untuk mengtahui tanggapan siswa mengenai pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keterampilan berpikir kreatif siswa serta tanggapan mengenai pendekatan yang digunakan selama pembelajaran pada materi bahan kimia dalam makanan. Data yang disajikan pada bab ini dalam bentuk tabel presentase keterampilan berpikir kreatif siswa pada tiap indikator keterampilan berpikir kreatif. Selain dalam bentuk tabel juga disajikan dalam bentuk grapik pencapaian skor rata-rata tiap indikator ketarmpilan berpikir kreatif, serta penyajian tabel presentasi tapsiran mengenai tanggapan siswa terhadap pendekatan yang digunakan selama proses pembelajaran.

A. Hasil Penelitian

1. Kemampuan Berpikir Kreatif

(40)

Tabel 4.1 Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Nomor Nama Nilai % Kategori

(41)

Tabel 4.2 Rekapitulasi Rata-rata Persentase Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa

Kategori Persentase %

Tinggi 22,58

Sedang 22,58

Rendah 62,16

Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui nilai rata-rata persentase keterampilan berpikir kreatif siswa pada kategori tinggi didapat dengan jumlah persentase 22,58% dan kategori sedang jumlah persentase 22,58%, sedangkan kategori rendah didapatkan dengan jumlah persentase 62,16%.

Tabel 4.3. Pencapaian Persentase Pada Tiap Kriteria Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa

No Rentang Kategori/Kriteria Jumlah siswa Persentase %

1 80% - 100% Sangat tinggi 0 0

2 66% - 79% Tinggi 2 5,40

3 56% - 65% Sedang 5 13,51

4 40% - 55% Rendah 26 70,27

5 < 40% Sangat renda 4 10,81

(42)

Tabel 4.4. Perolehan Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Tiap Indikator

Rata-rata kemampuan berpikir lancar 55,29 Rendah Kemampuan berpikir

luwes (Flexibelity)

3 68 123 55,28 Rendah

4 78 123 63,41 Sedang

Rata-rata kemampuan berpikir luwes 59,35 Sedang Kemampuan berpikir

asli (Origionality)

5 48 123 39,02 Sangatrendah 6 40 123 32,53 Sangatrendah Rata-rata kemampuan berpikir asli 35,78 Sangatrendah

Kemampuan berpikir Rata-rata kemampuan berpikir merinci 44,72 Rendah Rata-rata kemampuan berpikir kreatif 48,79 Rendah

(43)

berpikir kreatif siswa pada penelitian ini hanya mencapai 48,79% dengan kriteria rendah.

2. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Dengan Pendekatan Terpadu Untuk lebih jelasnya hasil pengolahan angket siswa dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Hasil Angket Siswa

No Aspek yang ditanyakan Tanggapan Siswa

Ya % Tafsiran

1 Apakah anda menyukai pelajaran konsep bahan kimia dalam makanan ? 36 97,29 Hampirseluruh

2 Apakah konsep bahan kimia dalam makanan merupakan konsep yang sulit anda pahami ?

15 40,54 Sebagian besar

3 Apakah anda sebelumnya pernah mengikuti pembelajaran yang seperti ini menggunakan pendekatan terpadu ?

3 8,10 Sebagian kecil

4

Apakah setelah belajar bahan kimia dalam makanan, anda mengetahui akibat bahan kimia terhadap sistem pencernaan ?

37 100 seluruh

5

Apakah belajar dengan menggunakan pendekatan terpadu membuat anda lebih mudah memahami materi pembelajaran ?

36 97,29 Hampirseluruh

6

Apakah anda merasa senang belajar dengan menggunakan pembelajaran

pendekatan terpadu ? 36 97,29

Hampir seluruh

7

Apakah dengan pendekatan terpadu dapat meningkatkan keterampilan berpikir

kreatif anda ? 34 91,89

Hampir seluruh

8 Apakah anda merasa kesulitan belajar dengan menggunakan pendekatan terpadu ?

1 2,70 Sebagian kecil 9 Apakah dengan pendekatan terpadu proses pembelajaran lebih epektif ? 36 97,29 Hampirseluruh

10

Apakah pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran terpadu dengan konsep kimia dalam makanan menambah wawasan anda ?

(44)

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dari 10 pernyataan, siswa lebih banyak memberikan respon positif terhadap angket yang diberikan terlihat pada aspek yang ditanyakan pada nomor 4 dan 10 seluruh siswa memberikan respon positifnya mencapai 100% terhadap pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran. Meskipun siswa belum pernah belajar dengan menggunakan pendekatan terpadu (Integrated Approach) tetapi siswa merasa mudah dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach ) menurut siswa dapat meningkatkan keefektipan dalam proses belajar mengajar dan lebih mudah memahami materi pembelajaran yang dilakukan karena siswa merasa lebih senang, dari hasil perhitungan atas pernyataan yang diberikan siswa mencapai 97,29%. Sebagian besar siswa dengan jumlah 40,54% memberikan pernyataan bahwa materi bahan kimia dalam makanan merupakan materi yang sulit mereka pahami.

B. Pembahasan

(45)

dalam memberikan berbagai penafsiran yang bervariasi yaitu sebesar 55,28 %. Pada soal nomor 4 yang menganjurkan siswa untuk menjelaskan gambar mengenai penggunaan jenis pewarna yang digunakan pada bahan makanan seperti yang terlihat pada gambar, pada soal tersebut siswa diharapkan dapat memberikan penjelasan dengan cara yang berdeda-beda. Skor yang diperoleh pada kemapuan siswa dalam menjelaskan gambar tersebut yaitu 63,41%.

(46)

Gambar 4.1. Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Tiap Indikator

Setelah data yang diambil dengan tes kemapuan berpikir kreatif, rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa diperoleh sebesar 48,79% yang termasuk kategori rendah, hal ini dikarenakan siswa masih memiliki tingkat kemampuan berpikir kreatif tingkat awal ( terjaring dari hasil tes yang dilakukan). Walaupun pembelajaran dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach) dapat melatih kemampuan berpikir kreatif siswa, seperti yang dikatrakan Joni, T.R (dalam Trianto, 2010:56) pembelajaran terpadu merupakan sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan.

(47)

benar-benar merugikan bagi kesehatan. Banyaknya makanan dan minuman kemasan yang diproduksi oleh pabrik yang banyak menggunakan bahan kimia buatan yang dapat menimbulkan berbagai gangguan dan penyakit pada diri manusia.

(48)

memberi respon 8,10% bahwa mereka pernah belajar dengan menggunakan pembelajaran dengan pendekatan terapadu.

Seluruh siswa memberikan respon 100% bahwa setelah pembelajaran siswa mengetahui akibat dari bahan kimia yang terdapat dalam makanan terhadap sistem pencernaan. 2,70% siswa sulit memahami pembelajaran dengan pendekatan terpadu, itu berarti siswa lebih menyukai atau lebih memahami suatu konsep pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu mencapai 97,29%. Respon siswa terhadap pendekatan terpadu (integrated approach) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa mencapai 91,89% hampir seluruhnya menjawab ”ya” dan 8,10% menjawab ”tidak’. Dengan pembelajaran menggunakan pendekatan terpadu (integrated approach) ternyata dapat menciptakan suatu pembelajaran yang epektif dan menambah wawasan siswa dalam memahami konsep bahan kimia dalam makanan (terjaring dari hasil tes yang dilakukan).

(49)

memiliki kreativitas yang tinggi, hal itu bisa disebabkan oleh sikap siswa pada saat pembelajaran dilaksanakan mengikuti pembelajaran dengan penuh keseriusan dan ketekunan serta aktif dalam melakukan diskusi bersama kelompoknya. Bahkan beberapa siswa tersebut sering bertanya ketika menemukan permasalahan dalam pembelajaran, sikap tersebut yang dapat merangsang kemunculan berpikir kreatifnya. Tetapi bukan berarti anak yang cenderung diam itu tidak memiliki pemikiran kreatif, seperti yang dikatakan Munandar (1999) bahwa setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, oleh karena itu membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.

Pada saat melakukan diskusi bersama kelompok, memang ada sebagian siswa yang kurang berpartisifasi secara aktif, siswa tersebut hanya mendengarkan temannya berargumen tetapi kurang menaggapi bahkan siswa tersebut tidak mengeluarkan pendapatnya tetapi hanya mengikuti pendapat dari teman sekelompoknya. Kebiasaan seperti itu bisa saja menjadi salah satu penghambat siswa untuk mengembangkan berpikir kreatifnya.

(50)

kondusif untuk belajar. Sudah banyak krtitik yang muncul atas gaya mengajar pendidik yang hanya memberikan ceramah dalam menyampaikan suatu informasi yang harus diterima siswa, sementara kesempatan interaksi sedikit sekali

1. Kemunculan Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Dari data penelitian yang dihasilkan, ditemukan bahwa indikator dari setiap kemapuan berpikir kreatif yang mencakup kemapuan berpikir lancar (Fluency), kemapuan berpikir luwes (Flexibelity), kemampiuan berpikir asli (Originality), dan kemampuan berpikir merinci (Elaboration) dimunculkjan oleh siswa dalam pembelajaran Integrated Approach yang telah dilakukan.

a. Kemampuan Berpikir Lancar ( Fluency)

Berdasarkan hasil analisis perolehan skor, dapat diperoleh nilai persentase kemunculan indikator kemampuan berpikir lancar (fluency) dengan rata-rata kemampuan yaitu 55,29% termasuk dalam kategori rendah, ini mengambarkan bahwa kelancaran berpikir siswa masih rendah (terjaring dari analisis pada lembar jawaban siswa pada soal nomor 1 dan 2)

(51)

b. Kemampuan Berpikir Luwes (Flexibelity)

Berdasarkan analisis perolehan skor, dapat diperoleh nilai persentase kemunculan indikator berpikir luwes dengan rata-rata 59,35%, termasuk dalam kategori sedang. Ini menggambarkan bahwa keluwesan siswa dalam berpikir sudah mulai lebih baik dalam hal mengajukan beberapa gagasan-gagasan dan solusi yang bervariasi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan.

Rendahnya perolehan skor kemampuan berpikir luwes (Flexibelity) tersebut dikarenakan dalam memberikan solusi mayoritas siswa tersebut masih memandang pemecahan masalah dari satu sudut pandang saja (tidak fleksibel) karena memberikan jawaban yang kurang beranekaragam cara penyelesaiannya bahkan sebagian siswa hanya memberikan satu cara penyelesaian. Kebiasaan sehari-hari ytang dikembangkan oleh siswa baik karena pengaruh lingkungan keluarga ataupun lingkungan sekolah sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir siswa. Pengalaman belajar dimana guru yang hanya memungkinkan siswa menjawab dengan satu jawaban ketika diberi persoalan, ini memungkinkan berpikir luwes siswa tidak berkembang.

(52)

diberikan siswa pada saat diberi pertanyaan atau permasalahan. Hanya saja jika kelancaran berpikir lebih menitik beratkan pada banyaknya jawaban yang relevan, sedangkan keluwesan berpikir meninjau arah pemikiran siswa dalam menentukan jawabanya. Apakah arah pemikiran siswa masih itu-itu saja atau siswa sudah mampu memberikan arah yang berbeda.

c. Kemampuan berpikir Asli (Originality)

(53)

Siswa yang kurang peka terhadap lingkungan di sekitarnya dapat menghambat munculnya pemikiran yang asli (orisinil) ini diharapkan siswa dapat memunculkan ide atau gagasana dalam memecahkan masalah pada konsep yang diberikan dan dituangkan sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh atau yang pernah dirasakan siswa di lingkungan sekitarnya yang mungkin tidak pernah dirasakan oleh yang lain, karena masalah yang diberikan pada saat pembelajaran benar-benar nyataada di lingkungan sekitar mereka.

Dalam berpikir orisisnil ini siswa dituntut memiliki rasa percaya diri dan keberanian mengemukakan pendapatnya. Untuk itu guru harus memberikan kebebasan terhadap siswa dalam mengemukakan pendapatnya ketika memberi pertanyaan atau permasalahan dalam proses belajar dan guru hendaknya tidak terlalu cepat memberikan penilaian terhadap anak, apalagi tyang bersifat kritikan. Dalam pendidikan pemberian penilaian memang tidak dapat dihindari, tetapi sebaiknya dalam memberikan penialian tersebut tidak dirasakan siswa sebagai ancaman karena hal seperti ini.

d. Kemampuan Berpikir Merinci (Elaboration)

(54)

berpikir merinci (elaboration) yaitu soal pada nomor 7 dan 8. Pada soal nomor 7 yaitu menjelaskan dengan singkat sebuah gambar pada soal diperoleh skor sebesar 49,59%. Sementara pada soal nomor 8 yaitu mengeneralisasikan sebuah gambar menjadi sebuah tulisan memperoleh skor 39,84%. Dapat dilihat dari perolehan skor tersebut bahwa kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan dan merinci suatu permasalahan masih kurang.

Untuk mengembangkan kemapuan berpikir merinci (elaboreation) ini siswa siswa dituntut memiliki pengetahuan dan latihan yang tinggi karena merinci dalam bentuk tulisan memang dirasa sangat sulit. Pada tahap mengembangkan dan meyajikan hasil karya dalam kerja kelompok dari percobaan yang dilakukan dalam memcahkan maslah pada saat pembelajaran, dapat juga menggambarkan kemampuan berpikir merinci (elaboration) siswa. Namun, sebagian kelompook kurang terperinci dalam menyajikan laporan bahkan keindahan sebagai daya tarik tersendiri masih kurang. Tetapi ada sebagian kelompok yang menyajikan hasil kerja kelompoknya dengan hasil yang bagus sesuai dengan yang diharapkan.

Kemampuan berpikir merinci (elaboration) tidak terlepas dari kemapuan berpikir asli (originality), diamana dalam berpikir merinci ini untuk menciptakan sesuatu menjadi lebih menarik dibutuhkan ide atau pemikiran kreatif yang muncul dari diri siswa itu sendiri yang mungkin memang sebelumnya tidak terpikirkan oleh siswa yang lain. Dari ke empat indikator berpikir kreatif di atas saling berhubungan.

(55)
(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterampilan berpikir kreatif siswa melalui pendekatan terpadu (Integrated Approach) dalam pembelajaran IPA (sains). Kemampuan berpikir kreatif yang dijaring dari instrument yaitu kemampuan berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir asli (originality), dan berpikir elaborasi (ellaboration). Presentase skor rata-rata seluruh siswa pada indikator berpikir lancar (fluency) mencapai 55,29%,berpikir luwes (flexibility) mencapai 59,35%, berpikir asli (originality) mencapai 35,78% , dan berpikir elaborasi (ellaboration) mencapai 44,32%, dari skor rata-rata secara keseluruhan kemampuan berpikir kreatif siswa mencapai 48,79% itu menunjukan kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah.

(57)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang diajukan kepada guru dan pembaca yang akan melakukan penelitian :

1. Mengingat keterampilan berpikir kreatif sangat penting dimiliki dan dikembangkan pada siswa, maka diharapkan adanya suatu perhatian nlebih dari seorang guru untuk membelajarkan siswa dengan metode yang tepat 2. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatasn terpadu (Integrated

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Amhad, H. (2011). 9 Zat Kimia Berbahaya Dalam Makanan. [Online]. http://www.harisahmad.com/9-zat-kimia-berbahaya-dalam-makanan/

Ametembun , N.A. (2006). Membelajarkan Peserta Didik Berpikir Kreatif. Bandung: Suri

Andi. (2009). Seminar Keterampilan Berpikir Kreatif. http://andiirawan.byethost18.com

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Model Pembelajaran Terpadu IPA.

Jakarta : Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depertemen Pendidikan Nasional.

Mardiningsih. (2009). Gangguan Pada Sistem Pencernaan Manusia. [Online]. http://mardiningsih.blogdetik.com/2009/01/17/gangguan-pada-sistem-pencernaan-manusia/

Munandar, U. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Bandung: Gramedia Pustaka Utama

Saptoto, R. (2007). ”Mengajar Siswa Agar Kreatif”. [Online]. http://ridwanpsy.staff.ugm.ac.id/h-1/bagaimana mengajar-siswa-agar-kreatif.html). [20 Juli 2011]

Siswono, TYE. (2005). ”Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kemampuan

Sudjana, N. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suprijono, Agus. (2011).”Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi Paikem”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

(59)

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rhineka Cipta.

Trianto. (2007). ”Model Pembelajaran Terpadu : Dalam Teori dan Praktek”. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Trianto. (2010). ”Model Pembelajaran Terpadu : Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Wahyuni, Siti. (2011). ”Ilmu Pengetahuan Alam Kimia: Untuk sekolah Menengah Pertama”. PT. Temprina Media Grafika Nganjuk

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Dasar KTSP
Gambar 2.2 Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran TerpaduSumber : Sriyati, 2008
Tabel 2.1 Tabel Sintaks Pembelajaran TerpaduSumber: Trianto, 2010
Gambar 2.3. Jaringan Tema Rokok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk merancang sebuah anthology yang berisi kisah dongeng, mitos, legenda, dan fakta sejarah yang melibatkan peran buah apel di dalamnya, menjadi sebuah buku yang

Maloklusi Klas II divisi 2 memiliki hubungan molar Klas II dengan karakteristik maloklusi ini adalah adanya inklinasi lingual atau linguoversi gigi insisivus sentralis rahang atas

Pembuatan dan Uji Aktivitas Antibakteri Krim Minyak Kelapa Murni (VCO/Virgin Coconut Oil) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 29737 dan Pseudomonos aeruginosa ATCC

Karakteristik Responden pengolahan Kopi Bubuk di Kecamatan Sipirok (2015). No Nama

suatu daerah cekungan air tanah yang telah diambil pada kedalaman tertentu.. LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BALIKPAPAN TAHUN 2015.. I. Hal ini menunjukkan, berkurangnya

Implementasi Gaya Mengajar Inklusi dalam Pembelajaran Aktivitas Permainan Bola Tangan, Studi PTK di kelas VII-D SMPN 26 Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Populasi dan sampel penelitian adalah seluruh anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, dengan mempergunakan ibu sebagai responden.Data primer dikumpulkan

The teachers believed it is because the authentic reading materials provide news or information that students have previous knowledge, or students have interest related to the