IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)
(Studi pada Kelurahan Sei Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Disusun Oleh: Andika Putra
040903050
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Yang Maha Berkehendak dan Maha Perkasa. Allah
Yang Maha Pencipta. Allah lah yang telah memberikan nikmat islam dan sunnah. Allah
satu-satunya yang wajib diibadahi dengan sesuai sunnah Rasulullah. Kemerdekaan hakiki
adalah dengan penghambaan kepada Allah saja. Kehinaan adalah pengikutan kepada hawa
nafsu dan bisikan setan. Dia menciptakan kita untuk beribadah hanya kepada-Nya dan
mengkufuri thogut. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad ibnu Abdillah
Shalallahu ‘alihi Wa Salam, ahli bait, sahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti
beliau dengan baik dan benar sampai hari kiamat.
Penyelesaian skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dan
berperan penting karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Sehingga dalam
kesempatan ini, penulis ingin berterima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu
dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini. Tanpa pihak-pihak tersebut mungkin
penulis tidak dapat dengan lancar dan baik menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua ku Bapak Iskandar Yacoub dan Ibu Suhartini yang telah sangat
bersabar membesarkan seorang anak yang belum membuktikan kegunaannya dan cuma
bisa merepotkan. Terima kasih sangat kepada keduanya atas segala kasih sayang,
2. Terima kasih kepada adik-adikku (Jaka dan Tika), kakakku (Ayu Chandra), buklek
Suratmi, dan pak Yunan atas perhatiannya dan persaudaraannya.
3. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Humaizi, MA., selaku Pembantu Dekan I (PD I) Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Prof. DR. Marlon Sihombing, MA., selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Dra. Beti Nasution MSI., selaku sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
7. Bapak Drs. Kariono, MSI., selaku dosen pembimbing.
8. Seluruh staf pengajar dan dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan pengetahuan dan pembelajaran kepada penulis
selama kuliah.
9. Seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
yang telah membantu segala urusan administrasi penulis selama kuliah sampai selesai,
khususnya kepada staf Departemen Ilmu Administrasi Negara Kak Mega, yang telah
membantu penulis untuk urusan administrasi di kantor departemen dari mulai masuk
sampai selesai selama penulis kuliah. Kak Emi Triani, yang telah membantu
administrasi di Bagian Pendidikan.
10.Lurah Sei Sikambing B Bapak Rudy Asriandy. S. STP yang telah mengizinkan penulis
11.Fasilitator Kelurahan Bang Abdul Husen yang telah membantu penulis mendapatkan
data-data penelitian.
12.Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Ikhlas Persatuan Ibu Zaharawati
yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam
mendapatkan data-data penelitian.
13.Seluruh Ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah di seluruh dunia yang sudah wafat maupun
yang masih hidup; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin
Hambal, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab,
Ibnu Baaz, Al-Albani, Ibnu Utsaimin, Syaikh Muqbil, Syaikh Rabi’. Terima kasih juga
kepada seluruh ustadz salafi di Indonesia khususnya di Kota Medan; Ustadz Ali Nur,
Ustadz Abu Ihsan, Ustadz Abdul Fattah, Ustadz Faisal, Ustadz Yunus, Ustadz Yulnaidi,
Ustadz Bukhori, dan lainnya.
14.Kawan-kawan seperjuangan, salafiyun di USU terkhusus di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik USU; Iqbal As-Salafy, Buyamin, Mirza Al-Muwahhid, Jaka Al-Langkaty
(Ibnu Sunny), Tyas As-Salafy, Rizky As-Salafy, Dedek As-Salafy, Jairun As-Salafy,
Irwanto, dan Ibnu Tawakkal. Salafiyun di Fakultas Ekonomi USU; Rahmadi, Novri,
Suheri, Septian, Halim, dan Bang Habibi. Kawan-kawan salafiyun di USU; Bang
Rusdi, Rozy, Roby, Revin, Saiful, dan lainnya dari para aktivis dakwah tauhid dan
sunnah di USU. Teruskan harokah kita di manapun kita ada dan semampu kita.
Tegakkan Tauhid dan Sunnah, Hancurkan Syirik dan Bid’ah.
15.Kawan-kawan anak musholla As-Siyasah FISIP USU; Rais Asy-Syafi’i, Anas, Bang
16.Kawan-kawan KAMMI dan PKS yang ada di FISIP USU; Bang Rajab, Bang Arif,
Bang Cipta Tarwono, Suyadi, Irawan, Saiful, dan lainnya. Agama adalah nasihat dan
persatuan adalah di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘ala fahmi salaf.
17.Kawan-kawan Administrasi Negara; Mahfudz, Bukhari Akbar, Chandra, Mandar,
Royan, Arief, Asfar, Rajab, Alex, Stevan, Yusuf, Roni, Frans, dan lainnya.
Untuk semua pihak yang telah terlibat dan membantu dalam penyelesaian skripsi
ini, terima kasih saya sampaikan. Kiranya di lain waktu dan kesempatan, penulis dapat
membantu dan memberikan partisipasi.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan hasil yang memuaskan kepada
semua pihak yang membutuhkan. Segala kekurangan dan kesalahan pada skripsi ini, saya
mohon maaf dan maklum. Kiranya dapat menjadi pembelajaran di lain kesempatan. Terima
kasih.
Medan, 10 Februari 2009
Penulis
ABSTRAKSI
Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Studi pada Kelurahan Sei Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan)
Skripsi ini disusun oleh:
Nama : Andika Putra
NIM : 040903050
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Drs. Kariono, MSI.
Kemiskinan adalah sebuah masalah kompleks yang sudah sangat lama ada dalam kehidupan manusia. Berbagai teori telah dikemukakan untuk mengatasi masalah kemiskinan, namun hampir semua teori tersebut kurang menyentuh akar permasalahan, yaitu pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu P2KP hadir untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat. Ada dua alasan mengapa penulis tertarik meneliti tentang P2KP yaitu; kemiskinan adalah masalah yang selalu menarik dibahas untuk menemukan solusi pemecahannya dan karena P2KP menawarkan pendekatan baru dalam mengentaskan kemiskinan. Lokasi penelitian ini penulis pilih di Kelurahan Sei Sikambing B. Dana P2KP yang sudah dialokasikan di kelurahan ini adalah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tahap I.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana proses pengimplementasian P2KP di lapangan dan apa-apa saja permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan. Metodologi penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tentu sangat memerlukan informan, oleh karena itu penulis memilih Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Fasilitator Kelurahan, dan Lurah sebagai informan kunci, dan Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai informan biasa.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……… i
ABSTRAKSI ……….. v
DAFTAR ISI ……….. vi
DAFTAR TABEL ……….. ix
DAFTAR LAMPIRAN ……….. x
DAFTAR GAMBAR ………. xi
BAB I. Pendahuluan ………. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……….. 4
1.3. Tujuan Penelitian ……….……….. 5
1.4. Manfaat Penelitian ……….……… 5
1.5. Kerangka Teori ………. 5
1.5.1. Kebijakan Publik……… 6
1.5.2. Implementasi Program... ..………..7
1.5.3. Kemiskinan ……… 12
1.5.4. P2KP ………. 14
1.5.5. Pemberdayaan Masyarakat ……….. 20
1.6. Definisi Konsep ………. 26
1.7. Definisi Operasional ……….. 27
1.8. Sistematika Penulisan ……… 28
BAB II. Metode Penelitian ………... 30
2.1. Bentuk Penelitian ……….. 30
2.2. Lokasi Penelitian ………... 30
2.3. Informan ………... 30
2.4. Teknik Pengumpulan Data ……… 31
2.5. Teknik Analisa Data ……….. 31
BAB III. Deskripsi Wilayah ……….. 33
3.1. Kelurahan ……….... 33
3.1.1. Letak Geografis ………... 33
3.1.2. Penduduk ………. 33
3.1.3. Struktur Organisasi Kelurahan ……… 36
3.2. P2KP ………. 37
BAB IV. Penyajian Data ……… 40
4.1. Latar belakang P2KP ……….. 43
4.2. Visi, Misi, Nilai, dan Prinsip P2KP ……… 46
4.4. Komponen Program dan Bantuan Teknis ……… 49
4.5. Siklus P2KP ………. 52
4.6. Landasan Hukum P2KP ………. 55
4.7. Alokasi Dana BLM I ……… 56
BAB V. Analisis Data ………. 62
5.1. Implementasi P2KP ………. 62
5.1.1. Penafsiran Program ……… 62
5.1.2. Pengorganisasian ………. 63
5.1.3. Penerapan ……… 68
5.2. Masalah-masalah dan hambatan ……… 71
5.3. Perubahan-perubahan di masyarakat ………... 73
BAB VI. Penutup ……… 75
6.1. Kesimpulan ……….. 75
6.2. Saran ……… 77
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Profil Kependudukan Kelurahan Sei Sikambing B 33
2. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Pendidikan 34
3. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Umur 34
4. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 35
5. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Agama 35
6. Profil Keanggotaan BKM Ikhlas Persatuan 38
7. Profil Keanggotaan BKM Ikhlas Persatuan 45
8. Alokasi Kegiatan Sosial 57
9. Alokasi Kegiatan Ekonomi 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi
Lampiran 2 Surat Penunjukan Dosen Pembimbing
Lampiran 3 Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi
Lampiran 4 Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal
Lampiran 5 Berita Acara Seminar
Lampiran 6 Surat Izin Balitbang
Lampiran 7 Surat Izin Kecamatan
Lampiran 8 Hasil wawancara dengan informan kunci
Lampiran 9 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Lampiran 10 Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nomor:
23/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 tentang Tim Pengendali Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Lampiran 11 Realisasi Kegiatan Pemanfaatan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Papan Informasi Proyek Betonisasi Jalan di Jl. Tempua
Gambar 2. Papan Proyek Betonisasi Jalan di Jl. Gelatik
Gambar 3. Jalan yang telah diaspal di Jl. Tempua
Gambar 4. Jalan yang telah diaspal di Jl. Gelatik
Gambar 5. Jalan yang telah diaspal di Jl. Balam
Gambar 6. Jalan yang telah diaspal di Jl. Belibis
Gambar 7. Jalan yang telah diaspal di Jl. Merak
Gambar 8. Jalan yang telah diaspal di Jl. Kiwi
Gambar 9. Jalan yang telah diaspal di Jl. Kadar
Gambar 10. Jalan yang telah diaspal di Jl. Merpati
Gambar 11. Kantor Kelurahan Sei Sikambing B
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Masalah kemiskinan adalah salah satu masalah yang telah lama ada. Pada masa lalu
umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam
bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini
mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan
alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya
alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
"buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian
anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain
yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi
sering mengkritik kebijakan pembangunan yang sering terfokus pada pertumbuhan
ketimbang pemerataan.
Program-program pengentasan kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai
negara. Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula
dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu
pengentasan kemiskinan. Berbagai program kemiskinan terdahulu dalam kenyataannya
terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan nilai-nilai kapital sosial yang
ada di masyarakat (gotong royong, musyawarah, keswadayaan dll). Lemahnya nilai-nilai
kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perubahan perilaku masyarakat
yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk
mengatasi persoalannya secara bersama.
Hingga saat ini Bangsa Indonesia belum benar-benar terlepas dari persoalan
kemiskinan sejak krisis berkepanjangan. Oleh karena itu program P2KP hadir untuk
melaksanakan amanah Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang menempatkan
penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas mendesak untuk segera ditangani. Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang
berupaya menanggulangi kemiskinan melalui konsep pemberdayaan masyarakat dan pelaku
pembangunan lokal lainnya, termasuk pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat,
sehingga dapat terbangun sebuah gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan
pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip
universal.
P2KP memahami bahwa akar penyebab dari persoalan kemiskinan yang sebenarnya
adalah karena kondisi masyarakat yang belum berdaya dengan indikasi kuat yang
dicerminkan oleh perilaku/sikap/cara pandang masyarakat yang tidak dilandasi pada
nilai-nilai universal kemanusiaan (jujur, dapat dipercaya, ikhlas, dll) dan tidak bertumpu pada
prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (transparansi, akuntabilitas, partisipasi,
P2KP sebagai program penanggulangan kemiskinan di perkotaan lebih
mengutamakan pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan mendudukan masyarakat
sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini dari
masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukan menjadi obyek
program, tetapi ikut serta menentukan program yang paling cocok bagi mereka. Mereka
memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari
program, apakah akan terus berlanjut atau berhenti, akan tergantung pada tekad dan
komitmen masyarakat sendiri.
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dimulai pada
tahun 1999, pada awalnya dilaksanakan dalam rangka menanggulangi kemiskinan sebagai
akibat dari krisis ekonomi tahun 1997-1998 dan kemudian berkembang menjadi krisis
multidimensi.
Pada intinya dalam perspektif P2KP, penyebab tingkat pertama terjadinya
kemiskinan adalah individu yang tidak baik dan murni. Apabila orang-orang yang tidak
baik ini mendominasi institusi pengambil keputusan maka institusi itu akan menjadi
institusi yang tidak mampu menerapkan nilai-nilai universal kemanusiaan. Apabila sudah
seperti ini maka kebijakan yang dihasilkan adalah kebijakan yang tidak berpihak atau adil
kepada masyarakat. Kebijakan yang seperti ini mengakibatkan kerusakan pada aspek sosial,
politik, ekonomi, dan lingkungan. Dan hasil dari kerusakan pada keempat aspek ini adalah
kemiskinan.
Dalam pelaksanaan P2KP ada dua tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pertama
mengembangkan lingkungan permukiman yang berkelanjutan. Tujuan yang kedua adalah
meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan mendorong kelompok peduli untuk
bekerjasama dengan organisasi masyarakat setempat agar tumbuh gerakan bersama untuk
terwujudnya sinergi dalam penanggulangan kemiskinan.
Ada beberapa alasan mengapa Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP) menarik untuk dibahas. Pertama, masalah kemiskinan adalah permasalahan global
yang hampir dialami oleh semua Negara di dunia, termasuk di Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini. Oleh karena itu, permasalahan kemiskinan adalah permasalahan yang selalu
menarik untuk dikaji guna menemukan solusi penanggulangannya. Alasan kedua mengapa
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ini menarik untuk dibahas adalah
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dianggap sebagai solusi terbaru
dalam mengentaskan permasalahan kemiskinan setelah program-program pemerintah yang
sebelumnya dianggap kurang atau tidak mampu menekan dengan maksimal angka
kemiskinan di Indonesia.
Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Sei Sikambing B Kecamatan Medan
Sunggal Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Kelurahan ini dipilih sebagai lokasi
penelitian adalah karena daerah ini adalah salah satu dari kelurahan yang menerima dana
P2KP di Kota Medan. Dana P2KP yang sudah diberikan kepada kelurahan ini adalah
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tahap I. Dana BLM I ini dialokasikan untuk
kegiatan tridaya yang mencakup kegiatan sosial, kegiatan ekonomi, dan kegiatan sosial.
Untuk mengarahkan penelitian dan memperlancar data dan fakta ke dalam bentuk
penulisan ilmiah, maka perlu perumusan masalah dengan jelas, sehingga dapat
dipergunakan sebagai bahan kajian dan pedoman arah penelitian. Setiap penelitian dimulai
dengan perumusan masalah, yaitu yang memberikan gambaran ada sesuatu yang perlu di
selesaikan atau dipecahkan dalam arti dicari jawabannya. (Nawawi 1990:42). Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang menjadi
perhatian penulis dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana implementasi P2KP dalam
pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Sei Sikambing B, kecamatan Medan Sunggal”?
1.3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah tentu mempunyai tujuan
tertentu. Adapun tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah
a. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi P2KP di kelurahan Sei
Sikambing B.
b. Untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam implementasi P2KP di
kelurahan Sei Sikambing B.
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal pengembangan
b. Sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan pembanding bagi
mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian di bidang yang sama.
1.5. Kerangka Teori
Sebagai kerangka teori untuk dapat menjelaskan mengenai pengimplementasian
P2KP dalam memberdayakan masyarakat di Kelurahan Sei Sikambing B Kecamatan
Medan Sunggal maka penulis mengutip beberapa teori para ahli.
Menurut Sugiono (2005:55), kerangka teori merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai
masalah yang penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil
penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian.
1.5.1. Kebijakan Publik.
Kebijakan (policy) hendaknya dibedakan dengan kebijaksanaan, karena
kebijaksanaan merupakan pengejawantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan
kondisi setempat oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan publik adalah masyarakat
umum itu sendiri, yang selayaknya diurus, diatur, dan dilayani oleh pemerintah sebagai
administrator, tetapi juga sekaligus kadang-kadang bertindak sebagai penguasa dalam
pengaturan hukum tata negaranya.
Kebijakan publik membahas mengenai soal bagaimana isu-isu dan
persoalan-persoalan publik itu disusun (constructed) dan didefinisikan, dan bagaimana kesemuanya
Menurut Sofyan Effendi (Syafiie, 1999:107) pengetahuan tentang kebijakan publik
adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program
publik, sedangkan pengetahuan dalam kebijaksanaan publik adalah proses menyediakan
informasi dan pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan
masyarakat umum yang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang dapat
meningkatkan kinerja kebijaksanaan.
Proses kebijakan publik merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan
dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam
serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.
Menurut Holwet dan M. Ramesh (Subarsono, 2005: 13) berpendapat bahwa proses
kebijakan publik terdiri atas lima tahapan yang adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan agenda, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian
dari pemerintah.
2. Formulasi kebijakan, yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh
pemerintah.
3. Pembuatan kebijakan, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan
suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
4. Implementasi kebijakan, yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar mencapai
hasil.
5. Evaluasi kebijakan, yakni proses untuk memonitor dan menilai kinerja atau hasil
1.5.2. Implementasi Program.
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan (program) selalu diiringi dengan suatu
implementasi. Betapapun baiknya suatu program tanpa implementasi yang benar dan baik
maka tidak akan banyak berarti. Suatu program hanyalah rencana bagus di atas kertas kalau
tidak dapat diimplementasikan dengan baik dan benar. Implementasi bukanlah sekedar
bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam
prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu implementasi
menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu
kebijakan. Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika dikatakan bahwa implementasi
kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dalam seluruh proses kebijakan. Udoji
(Wahab, 1991:45) menyatakan bahwa pelaksanaan (implementasi) kebijakan adalah
sesuatu yang lebih penting dari pada pembuatan kebijaksanaan.
Pressman dan Wildavsky (Hessel Nogi, 2003:17) mengartikan implementasi
sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sasaran-sasaran tindakan dalam
mencapai tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal
antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.
Definisi lain tentang implementasi diberikan oleh Lineberry. Menurut Lineberry
(Putra, 2003:81) implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan swasta baik secara individu dan kelompok yang diarahkan pada pencapaian
Mazmanian dan Sabatier (Putra, 2003:84) mengatakan bahwa mengkaji masalah
implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah
program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan
kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut
usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada
masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu.
Dari beberapa pemahaman yang dikemukakan di atas terlihat dengan jelas bahwa
implementasi merupakan suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan
kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sebagaimana diharapkan.
Rangkaian kebijakan tersebut mencakup, pertama, persiapan seperangkat peraturan yang
merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Dari sebuah Undang-Undang muncul
sebuah peraturan pemerintah, maupun peraturan daerah. Kedua, menyiapkan sumber daya
guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,
sumber daya keuangan, dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggungjawab
melaksanakan kebijakan tersebut. Ketiga, adalah bagaimana mengantarkan kebijakan
secara konkrit ke masyarakat. Kelihatannya implementasi merupakan hal yang mudah,
namun kenyataannya sangatlah kompleks.
Untuk mengefektifkan kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya
tahap-tahap implementasi kebijakan. Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (Wahab,1991:36)
mengemukakan sejumlah tahap implementasi sebagai berikut:
Tahap I:
1. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas.
2. Menentukan standar pelaksanaan.
3. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan.
Tahap II:
Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur staff, sumber daya,
prosedur, biaya, serta metode.
Tahap III:
Merupakan Kegiatan-kegiatan:
1. Menentukan jadwal.
2. Melakukan pemantauan.
3. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program.
Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil
tindakan yang sesuai dengan segera.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang
harus ada dalam tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang
implementasi karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain:
1. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan
tersebut.
3. Adanya peraturan-peraturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.
5. Adanya strategi anggaran yang dibutuhkan.
Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan
lebih mudah untuk dioperasionalkan. Lebih lanjut Jones (1991:296), memberikan
pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Unsur kedua yang
harus dipenuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat
yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat tersebut merasa ikut dilibatkan dan
membaawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan
dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka boleh
dikatakan program itu talah gagal dilaksanakan. Berhasil tidaknya suatu program
diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya. Maka unsur pelaksana ini
merupakan unsur ketiga.
Jones (Hessel Nogi, 2003:32) menyebutkan apakah suatu program terimplementasi
dengan efektif atau tidak dapat diukur dengan standar penilaian yaitu organisasi,
interpretasi, dan penerapan.
a. Interpretasi.
Interpretasi dimaksudkan sebagai usaha untuk mengerti apa yang dimaksudkan oleh
pembentuk kebijaksanaan dan mengetahui betul apa dan bagaimana tujuan akhir itu harus
diwujudkan. Tahap ini yaitu bagaimana menafsirkan agar program dapat menjadi rencana
dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima sehingga dapat dilaksanakan dengan baik.
Pelaksanaan dilakukan dengan pembentukan badan-badan atau unit-unit untuk
menyelenggarakan kegiatan untuk pencapaian tujuan. Hal ini dapat dilihat melalui:
1. Struktur organisasi, yang berkaitan dengan interaksi, hirarki, tujuan, dan sifat-sifat.
2. Sumber daya manusia, yaitu berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
3. Sumber dan prasarana, berkaitan dengan fasilitas yang mendukung agar pekerjaan
yang dihasilkan berkualitas dan bermanfaat secara efisien dan efektif.
4. Metode kerja/prosedur kerja, yaitu berhubungan dengan sistem dan prosedur kerja
yang sudah baku sehingga dapat bekerja secara terpadu dan tidak tumpang tindih
serta sudah memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing, sehingga
memudahkan untuk melaksanakan tugas masing-masing dengan efektif.
5. Perangkat hukum, yaitu berkaitan dengan suatu undang-undang,
peraturan-peraturan yang mendukung suatu organisasi menjalankan aktivitasnya secara
formal. Dalam hal ini organisasi harus memiliki kekuatan hukum.
6. Anggaran dana.
c. Penerapan.
Penerapan segala keputusan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk
terealisasinya tujuan dari program.
Berbicara persoalan kemiskinan merupakan fenomena yang bersifat
multidimensional. Pada prinsipnya kemiskinan bukan sekedar fenomena, tetapi merupakan
proses yang tereduksi dari berbagai faktor (Sulistiyani:2004). Kemiskinan menjadi isu
yang sangat sentral dan menjadi fenomena dimana-mana. Selama ini kemiskinan
diasumsikan bahwa orang miskin tidak mampu menolong dirinya sendiri. Kemiskinan
dipandang sebagai gejala rendahnya kesejahteraan.
Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis
kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a) modal produktif atau asset (tanah,
perumahan, alat produksi, kesehatan), (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c)
organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama
(koperasi, partai politik, organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan,
barang, dan jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk
kemajuan hidup (Friedman dalam Suharto, dkk.,2004:6).
Menurut Tjokrowinoto dalam Sulistiyani (2004) kemiskinan tidak hanya
menyangkut persoalan kesejahteraan semata tetapi kemiskinan menyangkut persoalan
kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses peluang kerja, ketergantungan tinggi, dan
rendahnya akses pasar.
Sebab-sebab kemiskinan di antaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
- Perbedaan pemilikan kekayaan.
Sebagian orang memperoleh kekayaan dari hak warisan dengan bentuk piramid
kekayaan dan kekuasaan. Piramid kekayaan dan kekuasaan akan menjadi hak warisan
kekayaannya, namun disekitar kehidupan kelompok yang hidup kekayaan yang
melimpah ruah dan kekuasaan disana terdapat kelompok-kelompok rentan, orang-orang
yang lahir hanya membawa teriakan tangis dan pergi hanya dengan meninggalkan
beberapa kenangan buat anak-anaknya. Mereka hanya sedikit memiliki barang-barang
material dan tidak memperoleh pendapatan apa-apa dari akumulasi kekayaan yang
sebenarnya tidak ada.
- Perbedaan dalam kemampuan pribadi.
Perbedaan mental (kemampuan mental dan fisik) yang dimiliki masyarakat. Perbedaan
dalam kemampuan ini disebabkan oleh faktor keturunan yang diwariskan dan dari
lingkungan yang dimiliki oleh seseorang. Bakat selain dipengaruhi gen (bibit) orang
tua, juga dari faktor lingkungan. Dalam hal mencari uang/kekayaan yang terpenting
adalah punya gaya dan modal, ini semua tidak dimiliki oeh setiap orang.
- Perbedaan dalam bidang dan pengalaman.
Faktor kurangnya pendidikan merupakan salah satu rintangan terbesar sepanjang
sejarah, usaha mencapai pemerataan/keseimbangan perbedaan tingkat pendidikan juga
dipengaruhi oleh kepemilikan ekonomi mereka. Bagi orang-orang yang memiliki
ekonomi tidak memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikanya pada
pernguruan tinggi.
Kemiskinan menjadi suatu lingkaran setan dari kurangnya pendidikan, tingginya
pengangguran, rendahnya pendapatan, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, menjadi
lingkaran setan, maka program pemecahan yang dicanangkan harus dapat memecahkan
permasalahan yang sebenarnya dihadapi masyarakat miskin.
1.5.4. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan
program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan
melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya,
termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun
"gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang
bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal.
Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya
di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah
tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan
kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan.
Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada
tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang
mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Dalam
kehidupan sehari-hari dimensi-dimensi dari gejala-gejala kemiskinan tersebut muncul
dalam berbagai bentuk, seperti antara lain :
• Dimensi Politik , sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi
mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang
menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses yang
memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan
hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi;
• Dimensi Sosial sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga miskin
ke dalam institusi sosial yang ada,terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang
merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka, serta pudarnya nilai-nilai kapital
sosial;
• Dimensi Lingkungan sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara
pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga
cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga
kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman;
• Dimensi Ekonomi muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan
• Dimensi Aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke
berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas
sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau
perumahan, dan sebagainya.
Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang terjadi
telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam
penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan
rangka membangun organisasi masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah
perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi
serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun
lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman. Penguatan kelembagaan masyarakat
yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor
penggerak dalam ‘melembagakan' dan ‘membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan
serta kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama
yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui
kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang
masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan
juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam
permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri
melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kepada kelembagaan
masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya
mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan
kemiskinan, yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam
bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat
untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana
Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian
persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang
terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang
mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan
pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman meraka maupun
menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal
tersebut, maka dilakukan proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan
pendampingan intensif di tiap kelurahan sasaran. Melalui pendekatan kelembagaan
masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, P2KP
cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat
setempat secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program
penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni; dari, oleh
dan untuk masyarakat. Oleh karena P2KP ini adalah gerakan kemasyarakatan maka bentuk
sederhana pelaksanaan P2KP dilapangan oleh masyarakat adalah:
1. Masyarakat menentukan menolak atau menerima P2KP.
2. Masyarakat menentukan siapa kelompok sasaran.
3. Masyarakat menentukan rencana bagaimana cara menanggulangi kemiskinan yang
disandang oleh kelompok sasaran.
4. Masyarakat mendapatkan sumber daya untuk berlatih mengimplementasikan
rencana mereka dalam menanggulangi kemiskinan.
5. Masyarakat menentukan siapa dan bagaimana mengelola sumber daya yang
Bentuk yang lebih kongkrit adalah siklus P2KP yaitu langkah-langkah pelaksanaan
program kemiskinan yang dijabarkan di bawah ini:
1. Sosialisasi substansi P2KP dilakukan secara personal maupun melalui
forum-forum pertemuan warga di tingkat RT, RW, dusun. Sosialisasi juga dilakukan
melalui media komunikasi elektronik, melalui poster, brosur, atau spanduk. Strategi
sosialisasi dilaksanakan mengacu pada hasil pemetaan sosial tim fasilitator.
2. RKM (Rembug Kesiapan Masyarakat) untuk mengkonfirmasikan kembali
apakah masyarakat desa/kelurahan siap menerima atau menolak melaksanakan
P2KP dengan segala konsekuensi partisipasi dan kontribusinya.
3. FGD (Focus Group Discussion) Refleksi Kemiskinan memiliki tujuan utama
mengidentifikasi kriteria, karakteristik, faktor-faktor penyebab kemiskinan dan
menggalang kepedulian untuk warga miskin. Refleksi Kemiskinan merupakan
langkah awal membangun kesadaran kritis masyarakat terhadap kemiskinan.
4. Pemetaan Swadaya, sebagai proses pemetaan dan analisis potensi, masalah dan
kebutuhan masyarakat (need assessment) diklasifikasikan dalam:
a. Prasarana lingkungan (fisik), berkaitan dengan kebutuhan pembangunan
prasarana pemukiman.
b. Ekonomi produktif, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pengembangan
usaha kecil ekonomi produktif sektor informal.
c. Pengembangan sosial dan peningkatan sumber daya manusia melalui
kebutuhan warga miskin terhadap bantuan maupun santunan sosial.
Pemetaan swadaya adalah upaya menemukan kondisi nyata dilapangan dari
apa yang sudah direfleksikan sehingga terjadi penajaman dari apa yang
sudah dirumuskan di Refleksi Kemiskinan.
5. Pembentukan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) sebagai proses
pengorganisasian masyarakat dilaksanakan melalui rembug warga. BKM adalah
lembaga pimpinan kolektif representatif masyarakat kelurahan/desa, wadah
masyarakat untuk bersinergi dan menjadi lembaga kepercayaan milik masyarakat
berdasarkan nilai-nilai universal. Setiap keputusan BKM dilakukan secara kolektif
melalui mekanisme rapat anggota BKM dengan menjunjung tinggi musyawarah
mufakat sebagai norma utama dalam proses pengambilan keputusan. BKM dibentuk
dari, oleh, dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya untuk memfasilitasi
kebijakan penanggulangan kemiskinan secara demokratis, partisipatif, transparan
dan akuntabel dalam proses penanggulangan kemiskinan partisipatif. BKM
diperankan sebagai motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan
kembali modal sosial berupa nilai-nilai sosial kejujuran, solidaritas sosial, tanggung
jawab sosial, yang berpotensi menjalin jaringan sosial.
6. Perencanaan partispatif diwujudkan dalam proses untuk menyusun PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan). Penyusunan PJM Pronangkis adalah substansi utama dalam
Perencanaan Pronangkis. PJM Pronangkis dirumuskan berdasarkan data-data
sendiri). PJM Pronangkis selanjutnya dijadikan sebagai acuan pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan di kelurahan setempat. Permasalahan dan potensi yang
dapat diinventarisir dalam PJM Pronangkis diharapkan dapat mendorong
pemecahan masalah berbasis kebutuhan masyarakat.
7. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) terbentuk dan tumbuh bersama masyarakat. Pembentukannya didasarkan pada data-data kebutuhan masyarakat di
dalam PJM Pronangkis dilengkapi dengan usulan-usulan (proposal) kegiatan yang
diajukan kepada BKM. KSM mengakses dana BLM (Bantuan Langsung
Masyarakat) P2KP melalui kegiatan tridaya. Rencana kegiatan KSM disesuaikan
dengan daftar kebutuhan yang telah tertuang dalam PJM Pronangkis, dan diseleksi
berdasarkan skala prioritas. KSM dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan
perencanaan apabila termasuk dalam kualifikasi dan prioritas yang disetujui melalui
rapat BKM.
1.5.5. Pemberdayaan Masyarakat
Pendekatan pembangunan yang sedang popular pada saat ini adalah pendekatan
pembangunan yang mengutamakan peningkatan keberdayaan manusia/masyarakat yang
disebut pembangunan yang berpusat pada masyarakat (people centered development).
Menurut Korten (2002:110) pembangunan adalah proses dimana anggota-anggota suatu
masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka untuk
memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang
Definisi ini menekankan pada proses pembangunan dan fokus utamanya adalah pada
peningkatan kapasitas perorangan dan institusional. Definisi ini mencakup asas keadilan,
berkelanjutan, dan pemerataan. Diakui bahwa masyarakat sendiri yang bisa menentukan
apa yang sebenarnya yang mereka anggap perbaikan dalam kualitas hidup mereka.
Pembangunan sosial merupakan sumber gagasan dari awal konsep pemberdayaan
masyarakat, bermaksud membangun keberdayaan yaitu membangun kemampuan manusia
dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Dalam pembangunan sosial ditekankan
pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan. Menurut
Hadiman dan Midgley (Suharto, 2005:5) model pembangunan sosial menekankan
pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marjinal, yakni
peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara
berkelanjutan. Hal tersebut dapat dicapai melalui:
1. Menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah secara
ekonomi sebagai suatu asset tenaga kerja.
2. Menyediakan dan memberikan pelayanan sosial, khususnya pelayanan kesehatan,
pendidikan dan pelatihan, perumahan, serta pelayanan yang memungkinkan mereka
dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi sosial dalam kehidupan
masyarakatnya.
Pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan dengan cara menumbuhkan potensi
diri dari masyarakat yang lemah ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja, dalam setiap
Dasar dari proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat
tentang keberadaannya dan ini berguna untuk mendorong masyarakat agar menjadi lebih
baik, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya atau bangkit dari keterpurukan dengan
menggunakan dan mengakses sumber daya yang ada, baik sumber daya alam dan sumber
daya manusianya. Seperti pendapat Hikmat (2001:100) yang menyatakan pemberdayaan
masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tapi juga peningkatan
harkat martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya, serta terpeliharanya budaya setempat.
Proses pemberdayaan masyarakat ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat
agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik
mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Lebih lanjut, harapan dari
proses pemberdayaan ini adalah terwujudnya masyarakat yang bermartabat. Dalam proses
pemberdayaan perlu juga ditingkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban masyarakat,
dengan memegang teguh aturan-aturan mengenai apa yang menjadi hak dan mana yang
bukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, termasuk
menumbuhkembangkan perilaku yang berbudaya.
Masyarakat sebagai individu tidak boleh pasrah pada keadaan yang dihadapi, atas
dasar pandangan hidup bahwa segala sesuatu merupakan nasib buruk dirinya, karenanya
masyarakat harus didorong untuk dapat bangkit kembali menata kehidupannya setelah
mengalami saat-saat yang sulit dalam hidupnya.
Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf
akhirnya menjadi lebih aktif dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, lebih
semangat untuk merubah nasibnya. Suharto (2005:60) berpendapat bahwa pemberdayaan
adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial,
yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik ekonomi, maupun sosial seperti
memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya.
Dalam memberdayakan masyarakat ada serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
memberdayakan mereka, yang saat ini merupakan kelompok lemah. Proses pemberdayaan
ini dilakukan untuk memberdayakan masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehingga harapan kedepannya untuk mengembalikan kepercayaan diri masyarakat, mampu
menyampaikan aspirasinya dan mempunyai mata pencaharian yang merupakan sumber
penghasilan mereka, dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan yang penting adalah
masyarakat menjadi mandiri dalam kehidupannya sehari-harinya.
Membangun dan memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosial
dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan
dan tindakan kolektif untuk dapat memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan
rangka perencanaan, penentuan kelompok sasaran pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan dengan pendekatan umum dan pendekatan khusus. Dalam pendekatan umum
bantuan dapat saja berupa dana, prasarana, dan sarana diberikan kepada semua daerah dan
semua penduduk secara sama. Sementara pendekatan khusus bantuan diberikan kepada
penduduk atau daerah yang benar-benar memerlukannya. Berdasarkan
pendekatan-pendekatan ini, perencanaan dala pembangunan ditentukan sendiri oleh masyarakat. Syarat
yang harus dipenuhi adalah kelengkapan indikator dan kejelasan mengenai kriteria alokasi
bantuan. Masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan berpusat pada
rakyat.
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring
dengan upaya memperkuat kelembagaaan masyarakat, agar mampu mewujudkan kemajuan,
kemandirian, dan kesejahteraan. Menurut Hikmat (2001:3) konsep pemberdayaan dalam
wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi,
jaringan kerja, dan keadilan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat
dan martabat lapisan masyarakat yang sekarang dalam kondisi tidak mampu melepaskan
diri dari perangkap kemiskinan dan ketidakberdayaan.
1.5.6. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosional individu dalam
situasi kelompok yang mendorongnya memberikan sumbangan terhadap tujuan kelompok
Definisi ini mengandung tiga gagasan penting. Pertama, partisipasi lebih merupakan
keterlibatan mental maupun emosional ketimbang kegiatan otot semata-mata. Keterlibatan
diri, dari pada sekedar keahlian, merupakan produk ingatan dan emosi. Masyarakat
mengetahui bahwa pemimpin mereka merupakan seorang otorat yang tidak menginginkan
gagasan mereka. Masyarakat tidak melibatkan diri pada jenis situasi seperti ini. Kedua,
mendorong adanya dukungan. Individu diberi kesempatan untuk menciptakan prakarsa dan
kreatifitas demi tujuan kelompok. Dengan cara ini, partisipasi berbeda dengan perizinan,
yang hanya menggunakan kreatifitas dan gagasan pemimpin yang menyodorkan idenya
kepada kelompok demi kebenaran. Partisipasi membutuhkan lebih dari sekedar kebenaran
yang siap diputuskan. Ketiga, mendorong masyarakat untuk menerima tanggung jawab
untuk suatu kegiatan. Karena mereka melibatkan diri dalam kelompok, mereka juga ingin
melihat pekerjaannya berhasil. Partisipasi membantu mereka menjadi warga yang
bertanggung jawab. Individu yang mulai menerima tanggung jawab untuk aktivitas
kelompok, mereka menjadi berminat untuk bekerjasama, karena tahu inilah sarana untuk
menyelesaikan kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan membuat dirinya
bertanggung jawab, ia akan memperoleh rasa kebebasan sebagai seorang individu yang
membuat keputusan sendiri, meskipun dipengaruhi lingkungan kelompoknya.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan maupun secara kelompok atau masyarakat. Untuk menyatukan kepentingan
atau keterikatan mereka terhadap organisasi atau masyarakat yang bergabung dalam rangka
Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan dalam
berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat umum ikut serta dengan
pemerintah memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar, dan menjamin
berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai
pengikutsertaan atau pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Seseorang dikatakan
telah berpartisipasi apabila ia telah terlibat secara utuh dalam proses pelaksanaan
pembangunan baik secara fisik maupun mental.
1.6. Definisi Konsep
Konsep merupakan istilah atau definisi yang dipergunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial
(Singarimbun:1995:37). Agar memperoleh pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang
diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep sebagai berikut:
a. Implementasi adalah implementasi merupakan suatu rangkaian aktifitas dalam
rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut
membawa hasil sebagaimana diharapkan. Rangkaian kebijakan tersebut mencakup,
pertama, persiapan seperangkat peraturan yang merupakan interpretasi dari
kebijakan tersebut. Dari sebuah Undang-Undang muncul sebuah peraturan
pemerintah, maupun peraturan daerah. Kedua, menyiapkan sumber daya guna
menggerakkan kegiatan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,
sumber daya keuangan, dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggungjawab
kebijakan secara konkrit ke masyarakat. Kelihatannya implementasi merupakan hal
yang mudah, namun kenyataannya sangatlah kompleks.
b. P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) adalah program
pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan
melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal
lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga
dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan
pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan
prinsip-prinsip universal.
1.7.Definisi Operasional.
Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memeberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui
indikator-indikator pendukung apa saja yang diukur dari variabel tersebut
(Singarimbun:1995:46). Suatu definisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan
penelitian dalam mengukur variabel. Adapun indikator yang penulis gunakan untuk
deskripsikan implementasi P2KP adalah:
1. Pengorganisasian. Indikatornya adalah:
a. Prosedur kerja yang jelas.
b. Sumber-sumber yang meliputi:
• Sumber Daya Manusia.
• Fasilitas.
c. Komitmen pemerintah.
d. Komunikasi dan koordinasi unit.
2. Interpretasi. Indikatornya meliputi:
c. Latar belakang.
d. Kejelasan tujuan.
e. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan program
3. Penerapan. Indikatornya adalah:
a. Kejelasan program kerja dalam proses pelaksanaan.
b. Jadwal yang disiplin dalam pelaksanaan program.
1.8. Sistematika Penulisan.
BAB I. Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika
penulisan.
BAB II. Metode Penelitian
Bab ini secara umum berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan
BAB III. Deskripsi Lokasi penelitian
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian.
BAB IV. Penyajian Data
Bab ini berisikan tentang penyajian data yang diperoleh.
BAB V. Analisa Data
Bab ini berisikan pembahasan terhadap data yang diperoleh melalui interpretasi
data.
BAB VI. Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis mengenai hasil penelitian yang telah
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nawawi (1990:64)
bahwa metode deskriptif memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau
fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat actual,
kemudian menggambarkan fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya
diiringi dengan interpretasi.
Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta tentang bagaimana
proses pelaksanaan P2KP di Kelurahan Sei Sikambing B Kecamatan Medan Sunggal.
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kelurahan Sei Sikambing B, Kecamatan
Medan Sunggal, Medan, Sumatera Utara. Daerah ini dipilih karena merupakan salah satu
daerah sasaran P2KP.
Informan
Informan kunci (key informan) dalam penelitian ini adalah Fasilitator Kelurahan,
Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat, dan Lurah. Informan biasa adalah Ketua
Kelompok Swadaya Masyarakat.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data. Berikut
ini diuraikan kedua teknik pengumpulan data tersebut.
a. Data Primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi
penelitian. Data primer dilakukan dengan instrument:
1. Observasi. Observasi adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta
empiris yang kasat mata dan guna memperoleh dimensi-dimensi baru untuk
pemahaman konteks maupun fenomena yang diteliti yang terlihat di kancah
penelitian.
2. Wawancara. Wawancara digunakan untuk memperoleh data-data yang diperlukan
dalam penelitian ini.
b. Data Sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan
1. Studi kepustakaan, dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, dan mengutip
teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah literature baik buku, jurnal, majalah,
Koran, atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topic penelitian.
2. Studi dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis,
gambar, foto atau benda-benda lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang
diteliti.
Teknik Analisa Data
Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang dipergunakan penulis
adalah teknik analisa kualitatif. Analisa data kualitatif adalah analisa terhadap data yang
diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH
3.1. KELURAHAN. 3.1.1. Letak Geografis
Kelurahan Sei Sikambing B terletak di Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kelurahan Sei Sikambing B adalah ± 243 Ha.
Batas-batas wilayah kelurahan Sei Sikambing B adalah sebagai berikut:
• Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Simpang Tanjung.
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Rejo.
• Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing D.
3.1.2. Penduduk
Berdasarkan data yang penulis dapat, profil kependudukan Kelurahan Sei
Sikambing B dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1. Profil Kependudukan Kelurahan Sei Sikambing B (Berdasarkan data
monografi Kel. Sei Sikambing B tahun 2008)
No. Uraian Jumlah
1. Jumlah Penduduk 29.552 jiwa
2. Jumlah Penduduk Laki-Laki 15.663 jiwa
3 Jumlah Penduduk Wanita 13.889 jiwa
4. Jumlah KK 7661 KK
5. Jumlah KK miskin 760 KK
6. Jumlah Lingkungan 22 lingkungan
Tabel 2. Tabel Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1. Drop Out SD 300 orang 1,05 %
2. SD 480 orang 1,62 %
3. SMP 505 orang 1,70 %
5. Diploma 8454 orang 28,6 %
6. Sarjana 250 orang 0,84 %
7. Pasca Sarjana 150 orang 0,5 %
Tabel 3. Tabel Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Umur
No. Umur Jumlah Persentase
1. <6 Th 2751 1,85 %
2. 6 – 12 Th 3069 10,2 %
3. 13 – 20 Th 4098 13,73 %
4. 21 – 30 Th 4543 15 %
5. 30 – 40 Th 5523 18,5 %
6. >40 Th 13,034 40,9 %
Tabel 4. Tabel Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian.
No. Mata Pencaharian Jumlah
1. PNS, TNI/POLRI 700 orang
2. Swasta 890 orang
3. Wiraswasta 7100 orang
4. Petani 400 orang
5. Nelayan 5 orang
6. Buruh 1500 orang
8. Pedagang 700 orang
Tabel 5. Tabel Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Agama
No. Agama Jumlah Persentase
1. Islam 25.170 orang 85,8 %
2. Kristen 1.470 orang 4,9 %
3. Katolik 902 orang 3,1 %
4. Budha 210 orang 0,02 %
5. Hindu 260 orang 0,08 %
6. Konghuchu - -
3.1.3. Struktur Organisasi Kantor Kelurahan
Kelurahan Sei Sikambing B dipimpin oleh seorang Lurah Bernama Rudi Asriady
yang membawahi beberapa pegawai sebagai berikut:
• Sekretaris lurah : Irwan B. Rangkuti
• Kepala Urusan Pemerintahan : Nasran Hasnun
• Kepala Urusan Ekbang : Hasnan Sembiring
• Kepala Urusan Kesra : Rosita
Selain itu Kelurahan Sei Sikambing B terdiri atas 22 lingkungan yang
masing-masing dipimpin oleh Kepala Lingkungan yang dibawahi oleh Lurah. Kepala Lingkungan
tersebut adalah:
1. Kepala Lingkungan I : Riswanto
2. Kepala Lingkungan II : Ir. Embran NS. Daim
3. Kepala Lingkungan III : P. Suprianto
4. Kepala Lingkungan IV : Rahmatullah
5. Kepala Lingkungan V : Abdullah Perangin angin
6. Kepala Lingkungan VI : Sugiono
7. Kepala Lingkungan VII : M. Sanip Hasibuan
8. Kepala Lingkungan VIII : Ahmadi
9. Kepala Lingkungan IX : Suparman
10.Kepala Lingkungan X : T. Legiman
11.Kepala Lingkungan XI : Syafrizal Nuh
12.Kepala Lingkungan XII : Surtini
13.Kepala Lingkungan XIII : S. Reno
14.Kepala Lingkungan XIV : Syamsuddin
15.Kepala Lingkungan XV : Basri
16.Kepala Lingkungan XVI : Dhani Rahmat Nasution
17.Kepala Lingkungan XVII : Amir B
18.Kepala Lingkungan XVIII : Suyetno
20.Kepala Lingkungan XX : Suwarti
21.Kepala Lingkungan XXI : Makmur Hutabarat
22.Kepala Lingkungan XXII : Susanti
3.2. P2KP
Dalam usaha mengatasi kemiskinan di daerahnya, Kelurahan Sei Sikambing B
diketahui juga ikut dalam salah satu program penanggulangan kemiskinan yang sedang
berjalan di kota Medan saat ini. Program tersebut adalah P2KP. P2KP sebagai salah satu
program nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka
menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi
masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat
serta pelaku pembangunan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai universal.
Adapun di Kelurahan Sei Sikambing B, yang terlibat dalam program ini tersusun
dalam suatu perangkat organisasi Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). BKM di
Kelurahan Sei Sikambing B bernama BKM IKHLAS PERSATUAN yang dibentuk pada 04
Desember 2007 yang dicatatkan pada Notaris DIRHAMSYAH ARSYAD, SH nomor
59/W/2007 tanggal 04 Desember 2007. Profil keanggotaan BKM IKHLAS PERSATUAN
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Profil Keanggotaan BKM IKHLAS PERSATUAN
No. Nama L/P Umur
(thn) Alamat Pendidikan
Jabatan
(BKM) Pekerjaan
1. Zaharawati P 50 Jl.Gelatik SMA Koordinator IRT
3. Saiyem P 58 Jl.Kiwi SMP Pengurus IRT
4. Saimun L 42 Jl.Elang SMA Pengurus Wiraswasta
5. Sade P 35 Jl.Elang S1 Pengurus IRT
6. Linda P 25 Jl.Elang SMA Pengurus IRT
7. Sujarwanto L 32 Jl.Gelatik S1 Pengurus Wiraswasta
8. Hamidah P 35 Jl.Belibis SMA Pengurus IRT
9. Rusli L 52 Jl.Belibis SMA Pengurus Wiraswasta
10. Askana L 48 Jl.Balam SMP Pengurus Wiraswasta
11. Ida Bulan P 56 Jl.Kiwi SMA Pengurus IRT
12. Nining P 38 Jl.Merak SMA Pengurus IRT
13. Alm. Effendi L 57 Jl.Merpati SMP Pengurus Wiraswasta
Adapun deskripsi yang lebih rinci tentang tugas pokok dan fungsi BKM dan
perangkat BKM adalah sebagai berikut:
1. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).
BKM adalah dewan pimpinan kolektif masyarakat warga penduduk kelurahan, dan
sebagai lembaga BKM dapat bertindak sebagai representasi masyarakat warga penduduk
kelurahan.
Tugas pokok BKM adalah:
1. Merumuskan kebijakan serta aturan main secara demokratis mengenai hal-hal yang
2. Mengorganisasi masyarakat untuk memutuskan visi,misi,rencana strategis dan
pronangkis.
3. Memonitor, mengawasi, dan mengendalikan pelaksanaan keputusan-keputusan yang
diambil.
4. Mendorong proses pembangunan partisipatif.
5. Membuka akses dan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kontrol
terhadap kebijakan, dan kegiatan Unit Pengelola.
6. Memfasilitasi usulan program penanggulangan kemiskinan untuk diintegrasikan
dengan kebijakan pemerintah kelurahan, kecamatan, dan kota/kabupaten.
7. Mengawal penerapan nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip kemasyarakatan.
8. Memfasilitasi jaringan dengan pihak lain.
9. Memverifikasi penilaian yang telah dilaksanakan oleh unit pengelola.
10.Memonitor, memberikan masukan untuk berbagai kebijakan maupun program
pemerintah lokal.
11.Menjamin dan mendorong peran serta berbagai unsur masyarakat.
12.Membangun transparansi.
13.Membangun akuntabilitas.
14.Melakasanakan rapat anggota tahunan.
Fungsi BKM adalah:
1. Pusat penggerak dan pertumbuhan kembali nilai-nilai kemanusiaan,
kemasyarakatan, demokrasi dalam kehidupan nyata masyarakat setempat.
3. Pusat pengambilan keputusan yang adil dan demokratis kegiatan penanggulangan
kemiskinan serta pembangunan.
4. Pusat pengendalian dan kontrol sosial terhadap proses pembangunan, utamanya
penanggulangan kemiskinan.
5. Pusat pembangkit dan mediasi aspirasi dan partisipasi masyarakat.
6. Pusat informasi dan komunikasi bagi warga masyarakat kelurahan serta
7. Pusat advokasi integrasi kebutuhan dan program masyarakat dengan kebijakan dan
program pemerintah.
2. Perangkat Organisasi BKM.
a. Unit Pengelola Keuangan (UPK)
• Dipimpin oleh seorang manajer yang dipilih melalui rapat anggota BKM.
• Anggota sesuai kebutuhan.
• Pengawasan pelaksanaan Unit Pengelola oleh BKM.
• Pelayanan Unit Pengelola berorientasi pada masyarakat.
• Tidak diperbolehkan dirangkap oleh BKM.
b. Unit Pengelola Sosial (UPS) & Unit Pengelola Lingkungan (UPL)
• Masing-masing unit pengelola berkedudukan mandiri dalam melaksanakan kegiatan
dan pengelolaan dana.
• Bertanggung jawab kepada BKM.
• Berkewajiban memberi informasi dan laporan perkembangan masing-masing
• Memberikan pertanggungjawaban berkala dan pertanggungjawaban akhir.
• Memberikan masukan bagi pertimbangan keputusan BKM.
c. Sekretariat
• Pelaksana operasional dan administrasi kegiatan sehari-hari.
• Maksimum 3 orang, bekerja paruh waktu.
• Tidak diperkenankan dirangkap oleh BKM atau UP.
d. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
KSM adalah sekumpulan warga, baik laki-laki maupun perempuan yang
menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu,
yaitu adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama sehingga dalam kelompok tersebut
memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama dalam mengatasi berbagai
permasalahan kemiskinan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar, pengembangan
sumber daya manusia serta pengembangan ekonomi.
Tugas KSM/panitia adalah:
1. Membentuk KSM
2. Membuat kesepakatan/aturan main yang menjadi acuan KSM termasuk susunan
kepengurusan.
3. Menyusun usulan kegiatan/proposal KSM secara rinci dan masuk akal sesuai
dengan aturan.
4. Melaksanakan kegiatan yang sudah diverifikasi oleh BKM.
5. Menggalang kepedulian dengan menumbuhkembangkan swadaya masyarakat.
7. Menjaga dan memelihara keberlangsungan kegiatan.
BAB IV PENYAJIAN DATA