• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL SEJARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL SEJARA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Oleh:

SULTON HABIBULLAH

110710101225

(2)

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

A. Pendahuluan

Sebelum memperoleh gambaran sekilas mengenai sejarah perkembangan HPI yang ditandai oleh lahirnya kelompok-kelompok pendekatan yang bertitik tolak dari prinsip dasar yang berbeda-beda, maka secara umum perlu disinggung dahulu beberapa penggolongan model pendekatan HPI antara lain:

1. Pendekatan berdasarkan tujuan HPI.

2. Pendekatan berdasarkan hasil yang dicapai dari proses HPI.

3. Pendekatan berdasarkan metodologi penetapan hukum yang harus diberlakukan.

B. Masa Kekaisaran Romawi (Abad ke 2 – 6 Sesudah Masehi)

Pada zaman romawi kuno segala persoalan yang timbul sebagai akibat hubungan antara orang romawi dan pedagang asing diselesaikan oleh hakim pengadilan khusus yang disebut praetor peregrinis. Hukum yang digunakan oleh hakim tersebut pada dasarnya adalah hukum yang berlaku bagi para cives romawi, yaitu ius civile yang telah disesuaikan dengan pergaulan ‘antar bangsa’. Ius civile yang telah diadaptasi untuk hubungan antar bangsa itu kemudian disebut Ius Gentium.

Sebagaimana halnya ius civile, Ius Gentium juga memuat kaidah-kaidah yang dikatagorikan ke dalam ius privatum dan ius publicum. Ius Gentium yang menjadi bagian ius privatum berkembang menjadi HPI. Sedangkan Ius Gentium yang menjadi bagian ius publicum telah berkembang menjadi hukum internasional publik atau teritorial, yang dewasa ini dianggap sebagai asas HPI yang penting, misalnya :

a. Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs), yang menyatakan bahwa hukum yang harus diberlakukan atas suatu benda adalah hukum dari tempat benda tersebut berada.

(3)

c. Asas Lex Domicilii, yang menyatakan bahwa hukum yang mengatur hak serta kewajiban perorangan adalah hukum dari tempat seseorang berkediaman tetap.

C. Masa Pertumbuhan Asas Personal HPI (Abad 6-10 M)

Pada akhir abad 6 M kekaisaran romawi ditaklukkan bangsa “barbar” dari Eropa. Bekas wilayah kekaisaran romawi diduduki berbagai suku bangsa yang satu dengan yang lainnya berbeda secara geneologis. Kedudukan ius civile menjadi kurang penting, karena masing-masing suku bangsa tersebut tetap memberlakukan hukum personal, hukum keluarga serta hukum agamanya masing-masing di daerah yang didudukinya. Dengan demikian prinsip teritorial telah berubah menjadi prinsip personal. Di dalam prinsip personal hukum yang berlaku digantungkan pada pribadi yang bersangkutan. Beberapa asas HPI yang tumbuh pada masa tersebut yang dewasa ini dapat dikategorikan sebagai asas HPI yang dibuat atas dasar asas genealogis, misalnya :

a. Asas yang menetapkan bahwa hukum yang berlaku dalam suatu perkara adalah hukum personal dari pihak tergugat.

b. Asas yang menyatakan bahwa kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum seseorang ditentukan oleh hukum personal orang tersebut. Kapasitas para pihak dalam suatu perjanjian harus ditentukan oleh hukum personal dari masing-masing pihak.

D. Pertumbuhan Asas Teritorial (Abad 11-12 M) di Italia

Di kawasan Eropa Utara terjadi peralihan struktur masyarakat geneologis ke masyarakat territorial tampak dari tumbuhnya unit-unit masyarakat yang feodalistis, khususnya di wilayah Inggris, Prancis, dan Jerman sekarang.

(4)

E. Perkembangan Teori Statuta di Italia (Abad 13-15 M)

Seiring makin berkembangnya perdagangan antara warga kota-kota di Italia, penerapan asas teritorial tidak dapat dipertahankan lagi dan perlu peninjauan kembali.

Sistem feodal memandang hanya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan penguasa yang harus diberlakukan atas semua benda atau kontrak yang dilangsungkan di wilayahnya. Selain itu hukum masing-masing kota di Italia itu berlainan. Usaha yang dilakukan adalah dengan membuat tafsiran baru dan menyempurnakan kaidah-kaidah yang tertulis dalam hukum romawi. Mereka inilah yng termasuk golongan Post glossators.

Dalam mencari dasar hukum yang baru untuk mengatur hubungan-hubungan diantara pihak-pihak yang tunduk pada sistem hukum yang berbeda, kelompok ini mengacu kepada corpus iuris dai Justianus. Mereka menemukan suatu kaidah yang dimulai dengan kata cuntos popules ques clementiae nostrae regit imperium (semua bangsa di bawah kekuasaan kami).

Di dalam teks codex tersebut ditemukan Glosse Accursius (1128) yang pada pokoknya menyatakan :

“ apabila seseorang warga bologna digugat di Modena, maka ia janganlah diadili menurut status dari Modena dari kota mana ia bukan merupakan warga oleh karena dalam Undang-Undang Contos Popolos telah ditentukan … ques nostrae clementiae regit imperium.”

Doktrin yang telah dikemukakan Accursius kemudian dikembangkan oleh Bartolus De Sassoferrato (1314-1357). Bartolus menghubungkan statuta personalia dengan lex originis dan statute realia dengan kekuasaan teritorial hukum itu. Ia membedakan statuta ke dalam statua yang mengijinkan sesuatu dan yang melarang sesuatu.

 Statuta personalia, statuta yang mempunyai lingkungan kuasa berlaku secara

personal. Bahwa statuta itu mengikuti orang (person) dimanapun dia berada.

 Statuta realia, Statuta yang mempunyai lingkungan kuasa secara teritorial.

Hanya benda-benda yang terletak di dalam wilayah pembentuk undang-undang tunduk di bawah statuta- statutanya.

 Statuta mixta, yang berlaku bagi semua perjanjian yang diadakan di tempat

(5)

wanprestasi dengan segala akibat hukumnya diatur menurut Statuta di tempat perjanjian itu seharusnya dilaksanakan.

Berdasarkan doktrin Statuta tersebut kemudian dikembangkan metode berfikir HPI sebagai berikut :

1. Apabila persoalan HPI yang dihadapi menyangkut persoalan status benda, maka kedudukan hukum benda itu harus diatur berdasarkan statuta realia dari tempat dimana benda itu berada. Dalam perkembanganya, cara berfikir realia semacam ini hanya berlaku terhadap benda tetap saja sedang terhadap benda bergerak berlaku asas mobilia sequntuur personam.

2. Apabila persoalan HPI yang dihadapi berkaitan dengan status personal, maka status personal orang tersebut harus diatur berdasarkan statute personlia dari tempat dimana orang tersebut berkediaman tetap (lex domicilii).

3. Apabila persoalan HPI ysng dihadapi berkenaan dengan bentuk dan atu akibat dari suatu perbuatan hukum, maka bentuk dan akibat perbuatan hukum itu harus tunduk pada kaidah-kaidah mixta dari tempat dimana perbuatan itu dilakukan.

F. Teori Statuta di Perancis (Abad 16)

Pada abad ke-16 provinsi-provinsi di perancis memiliki hukum tersendiri yang disebut coutume, yang pada hakekatnya sama dengan statuta. Karena ada keanekaragaman coutume tersebut dan makin meningkatnya perdagangan antar provinsi, maka konflik hukum antar provinsi meningkat pula. Dalam keadaan demikian beberapa ahli hukum perancis, seperti Charles Dumoulin dan Bertrand D’Argentre berusaha mendalami teori statute dan menerapkannya di perancis dengan beberapa modifikasi.

Charles Dumoulin memperluas pengertian statuta personalia hingga mencakup pilihan hukum (hukum yang dikehendaki oleh para pihak) sebagai hukum yang seharusnya berlaku dalam perjanjian. Jadi perjanjian yang dalam teori statuta dari Bartolus masuk dalam statuta realita menurut Charles Dumoulin harus masuk dalam ruang lingkup statuta personalia, karena pada hakekatnya kebebasan untuk memilih hukum adalah semacam status perseorangan.

(6)

provinsi. Ia tetap mengakui ada statuta yang benar-benar merupakan statuta personalia, misalnya kaidah yang menyangkut kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi :

1. Ada statuta yang dimaksudkan ntuk mengatur orang, tetapi berkaitan dengan hak milik orang itu atas suatu benda (realia)

2. Ada pula statuta yang mengatur perbuatan-perbuatan hukum (statute mixta) yang dilakukan di tempat tertentu . statuta semacam itu harus dianggap sebagai statuta realia, karena isinya berkaitan dengan dengan teritori atau wilayah penguasa yang memberlaukan statuta itu.

G. Teori Statuta di Belanda (Abad 17)

Teori Argentre ternyata diikuti para sarjana hukum Belanda setelah pembebasan dari penjajahan Spanyol. Pada saat itu segi kedaulatan sangat ditekankan. Hukum yang dibuat negara berlaku secara mutlak di dalam wilayah negara tersebut. Prinsip dasar yang digunakan penganut teori statuta di negeri belanda adalah kedaulatan eksklusif negara.

Berdasarkan ajaran D’Argentre, Ulrik Huber mengajukan tiga prinsip dasar yang dapat digunakan untk menyelesaikan perkara-perkara HPI sebagai berikut : 1. Hukum dari suatu negara mempunyai daya berlaku yang mutlak hanya di

dalam batas-batas wilayah kedaulatannya saja.

2. Semua orang baik yang menetap maupun sementara yang berada di dalam wilayah suatu negara berdaulat harus menjadi subyek hukum dari negara itu 3. Berdasarkan alasan sopan santun antar negara (asas komitas=comity) diakui

pula bahwa setiap pemeritah negara yang berdaulat mengakui bahwa hukum yang sudah berlaku di negara asalnya akan tetap memiliki kekuatan berlaku dimana-mana sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan subyek hukum dari negara yang memberikan pengakuan itu

H. Teori HPI Universal (Abad 19)

Pada abad ke-19 pemikiran HPI mengalami kemajuan berkat adanya usaha dari tiga orang pakar hukum yaitu Joseph Story, Friedrich Carl Von Savigny, dan Pasquae Machini.

(7)

oleh hakim negara A maupun negara B. Maka, penyelesaian soal-soal yang menyangkut unsur-unsur asingpun hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga putusannya juga akan sama dimana-mana.

Titik tolak berfikir Von Savigny adalah bahwa HPI itu bersifat hukum supra nasional, oleh karenanya bersifat universal maka ada yang menyebut pikiran Von Savigny ini dengan istilah teori HPI universal.

Menurut Von Savigny pengakuan terhadap hukum asing bukan semata-mata berdasarkan comitas, akan tetapi berpokok pangkal pada kebaikan atau kemanfaatan fungsi yang dipenuhinya bagi semua pihak (Negara atau manusia) yang bersangkutan.

Machini berpendapat, bahwa hukum personil seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya. Pendapat Machini menjadi dasar mazhab Italia yang berkembang kemudian. Menurut mazhab Italia ini ada dua macam kaidah dalam setiap sistem hukum yaitu :

1. Kaidah hukum yang menyangkut kepentingan perseorangan

2. Kaidah-kaidah hukum untuk melindungi dan menjaga ketertiban umum

Berdasarkan pembagian ini dikemukakan tiga asas HPI yaitu :

1. Kaidah-kaidah untuk kepentingan perseorangan berlaku bagi setiap warga negara dimanapun dan kapanpun juga (prinsip personil)

2. Kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat teritorial dan berlaku bagi setiap orang yang ada dalam wilayah kekuasaan suatu negara (prinsip teritorial)

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Sukarlan 2 Sapi Sri Makmur Kepuhwetan, Wirikerten 1994 Nur Wahid 3 Sapi Glondong Glondong, Wirokerten 1994 Samijo 4 Sapi Sido Kumpul Kragilan, Tamanan 1994 Prapto Diharjo 5 Sapi

Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan kasus penggelonggongan sapi di Kepolisian Resort Boyolali bahwa serangkaian penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan yaitu dengan

(k suatu skalar).. Dua vektor ini menentukan tepat sebuah bidang. Dari titik ujung vektor r dilukis garis-garis lurus yang sejajar dengan vektor-vektor a dan b, sehingga

Incident Monitoring Report - 2017 | ID-CERT Gambar 5 Penurunan Jumlah Pengaduan pada bulan Januari – Februari 2017. Jika dilihat dari pesan pengaduan yang diterima,

Penilaian kinerja keuangan perbankan dan dalam rangka menjaga kesehatan suatu perbankan pemerintah melalui Bank Indonesia selaku pengawas kegiatan perbankan

Disini masyarakat dan panitia menyiapkan tenda dan mencari air untuk mengaliri sawah yang akan dipakai untuk pacuan jawi, kerjasama antar pemilik Jawi dan pemilik jawi

Adapting Scott And Bruce’s General Decision-Making Style Inventory To Patient Decision Making In Provider Choice.. Decision-Making Styles In A Real-Life Decision:

Pada uraian lain Yusuf mengawali alasan perlunya ijtihad kontemporer dengan mengutip pendapat dan pendirian orang- orang yang tidak menyetujui diadakannya ijtihad