• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD Nege

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD Nege"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

71 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Peneliti akan menguraikan dua hal dalam bab ini, yaitu hasil penelitian yang

telah dilakukan berserta pembahasannya. Berikut adalah penjelasan dari hasil

penelitian dan pembahasan:

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD Negeri

Suruh 01 ini dilakukan dengan 2 siklus. Siklus pertama dilakukan pada tanggal

22-24 Februari 2018. Siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 01-03 Maret 2018.

Setiap siklus dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan, jadi total pertemuan untuk

kedua siklus ini adalah 6 kali. Data penelitian diperoleh melalui siklus pertama dan

kedua yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan

refleksi. Hasil penelitian akan diuraikan sebagai berikut:

4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal

Pelaksanaan penelitian diawali dengan melakukan pengamatan yang

bertujuan untuk mengetahui keadaan awal kemampuan berpikir kritis dan hasil

belajar pada mata pelajaran matematika sebelum penerapan model pembelajaran

Problem Based Learning. Kondisi awal dijadikan sebagai bahan melaksanakan tindakan pada siklus I dan siklus II.

1. Hasil Belajar

Peneliti menggunakan hasil belajar siswa pada materi Keliling dan Luas

Bangun Datar kelas 4 SD Negeri Suruh 01 dua tahun terakhir sebagai data kondisi

awal (pra siklus) dalam penelitian ini. Berikut ini data nilai siswa kelas 4 tahun

(2)

72

Tabel 4.1. Nilai Materi Keliling dan Luas Bangun Datar Kelas 4 tahun ajaran 2015/2016 dan 2016/2017

Data

Nilai tahun ajaran 2015/2016 Nilai tahun ajaran 2016/2017

Tuntas Tidak

Tuntas Keseluruhan Tuntas

Tidak

Tuntas Keseluruhan

f (Frekuensi) 18 20 38 11 15 26

% (Persentase) 47,37% 52,63% 100% 42,31% 57,69% 100%

∑ Nilai (Jumlah Nilai) 2340 1615

Rata-rata nilai 61,57 62,12

Rata-rata Nilai Tahun Ajaran 2015/2016 dan 2016/2017

61,85

Persentase Ketuntasan Tahun Ajaran 2015/2016 dan 2016/2017

44,84%

Tabel 4.1 menunjukkan data kondisi awal hasil belajar siswa kelas 4 tahun

ajaran 2015/2016 dan 2016/2017 pada materi Keliling dan Luas Bangun Datar

dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 70. Berdasarkan tabel tersebut pada tahun

ajaran 2015/2016 terdapat 18 siswa dari 38 siswa yang tuntas atau berhasil

mencapai KKM. Persentase ketuntasan siswa hanya mencapai 47,37%. Nilai

rata-rata kelas juga masih di bawah KKM yaitu dengan rata-rata-rata-rata kelas 61,57. Data

tersebut menunjukkan bahwa pada tahun pelajaran 2015/2016 hasil belajar siswa

masih rendah. Kemudian pada data kondisi awal hasil belajar siswa kelas 4 tahun

ajaran 2016/2017 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal yang masih sama dengan

tahun sebelumnya yaitu 70 menunjukkan bahwa ada 11 siswa (42,31%) dari 26

siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM, sedangkan siswa yang belum tuntas

atau belum mencapai KKM sebanyak 15 siswa (57,69%). Nilai rata-rata kelas juga

masih di bawah KKM yaitu 62,12. Data tersebut menunjukkan bahwa pada tahun

ajaran 2016/2017 hasil belajar matematika siswa juga masih rendah. Data hasil

belajar dua tahun terakhir yang diperoleh peneliti tersebut kemudian didapatkan

rata-rata nilai yaitu 61,85 dengan persentase ketuntasan 44,84%. Hasil belajar siswa

(3)

73

separuh dan rata-rata hasil belajar yang belum mencapai KKM. Untuk daftar nilai

hasil belajar siswa tahun ajaran 2015/2016 dan 2016/2017 dapat dilihat pada

lampiran 7.

2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Kondisi awal kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari hasil

kuesioner yang dilakukan pada hari Rabu, 21 Februari 2018. Berdasarkan hasil

kuesioner yang terdiri dari 21 pernyataan, dapat dilihat bahwa kemampuan berpikir

kritis siswa masih rendah. Pengolahan data dilakukan dengan menghitung

persentase dan jumlah siswa yang dianggap minimal cukup kritis di setiap

indikatornya. Hasil kuesioner kemampuan berpikir kritis sebelum tindakan

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.2. Data Hasil Kuesioner Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Awal (Pra Siklus)

No Indikator Skor

Rata-rata Nilai Kriteria

Siswa yang Minimal Cukup Kritis Frekuensi Persentase 1 Mampu menganalisis

argumen

12,41 62,05 Tidak Kritis 19 52,78%

2 Mampu bertanya 12,03 60,15 Tidak Kritis 16 44,44%

3 Mampu menjawab pertanyaan 11,92 59,6 Tidak Kritis 15 41,67%

4 Mampu memecahkan masalah 9,16 61,06 Tidak Kritis 17 47,22%

5 Mampu membuat kesimpulan 9,03 60,2 Tidak Kritis 15 41,67%

6 Mampu mengevaluasi atau menilai

9,30 62 Tidak Kritis 16 44,44%

7 Keseluruhan 63,86 60,82 Tidak Kritis 12 33,33%

Berdasarkan tabel 4.2 terdapat 6 indikator beserta jumlah siswa yang mampu

berpikir kritis dan persentasenya yang dimasukkan ke dalam suatu kriteria. Tabel

tersebut juga berisikan skor rata-rata yang diperoleh dari hasil kuesioner kondisi

awal (pra siklus). Indikator pertama terdapat nilai 62,05 (tidak kritis). Indikator

kedua didapatkan nilai sebesar 60,15 (tidak kritis). Indikator ketiga dengan nilai

59,6 (tidak kritis), sedangkan indikator keempat dengan nilai 61,06 (tidak kritis).

(4)

74

didapatkan nilai 62 (tidak kritis). Pada keseluruhan indikator didapatkan nilai 60,82

(tidak kritis).

Kondisi awal pada indikator yang pertama terdapat 52,78% (sangat tidak

kritis). Indikator yang kedua terdapat 44,44% (sangat tidak kritis). Indikator ketiga

terdapat 41,67% (sangat tidak kritis). Indikator keempat terdapat 47,22% (sangat

tidak kritis). Indikator kelima terdapat 41,67% (sangat tidak kritis), dan indikator

keenam terdapat 44,44% (sangat tidak kritis). Pada keseluruhan sebanyak 33,33%.

Berdasarkan kriteria dari skor rata-rata dapat disimpulkan bahwa dari keenam

indikator tersebut, siswa dapat dikatakan belum kritis. Data kondisi awal (pra

siklus) kemampuan berpikir kritis lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 29-31.

Kondisi awal kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa juga dilihat

dari hasil wawancara dengan guru kelas 4. Wawancara dilakukan untuk mengetahui

bagaimana proses pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis siswa selama ini.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas, peneliti mendapatkan fakta-fakta

terkait permasalahan yang ada di kelas termasuk mengenai kemampuan berpikir

kritis dan hasil belajar siswa yang masih rendah. Hasil wawancara lebih lengkapnya

dapat dilihat pada lampiran 25. 4.1.2 Deskripsi Tindakan Siklus I

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dimulai dari hari Kamis, 22 Februari 2018

hingga hari Sabtu, 24 Februari 2018 di kelas 4 SD Negeri Suruh 01 tahun ajaran

2017/2018. Pelaksanaan siklus I dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan,

dengan alokasi waktu di setiap pertemuannya 3 x 35 menit.

4.1.2.1Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan peneliti adalah mempersiapkan segala sesuatu

yang diperlukan dalam penelitian. Peneliti mengkaji Kompetensi Dasar, indikator,

dan materi pokok penelitian terlebih dahulu. Peneliti melanjutkan menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar

soal evaluasi, rubrik penilaian, dan media pembelajaran yang bertujuan untuk

(5)

75

pengamatan kemampuan berpikir kritis siswa selama pelaksanaan proses

pembelajaran.

4.1.2.2Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran dilakukan sebanyak tiga kali

pertemuan dengan alokasi waktu setiap pertemuannya 3 x 35 menit atau 3 jam

pelajaran menyesuaikan jam pelajaran di SD Negeri Suruh 01 bahwa tiap jam

pelajarannya beralokasikan 35 menit.

1. Pertemuan ke- 1

Pertemuan pertama pada siklus I dilaksanakan pada hari Kamis, 22 Februari

2018 dengan alokasi waktu 3 x 35 menit atau 3 jam pelajaran. Pertemuan pertama

membahas tentang materi Keliling Bangun Datar. Pelaksanaan pertemuan pertama

siklus I memuat langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning

sebagai berikut:

Guru membuka pembelajaran dengan menyapa dan menanyakan kabar siswa.

Kemudian guru mengajak siswa berdoa bersama dengan salah seorang siswa

diminta maju memimpin doa. Kemudian siswa bersama dengan guru menyanyikan

lagu “Indonesia Raya” dipimpin oleh salah seorang siswa. Guru kemudian

melakukan presensi kepada siswa. Setelah melakukan presensi, guru melakukan

apersepsi dengan menunjukkan gambar persegi, persegi panjang dan segitiga

kepada para siswa. Kemudian siswa melakukan tanya jawab dengan guru mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan gambar tersebut.

Orientasi siswa pada masalah

Guru menyebutkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru

memberikan informasi atau pengetahuan kepada siswa sebelum memasuki materi

pembelajaran. Siswa kemudian diberi motivasi oleh guru untuk terlibat aktif dalam

aktivitas pemecahan masalah.

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Siswa kemudian menyimak penjelasan materi dari guru mengenai keliling

bangun datar persegi, persegi panjang dan segitiga melalui power point. Guru memberikan contoh soal kepada siswa mengenai materi yang diajarkan dengan

(6)

76

mengenai pangkat dua dan akar pangkat dua melalui power point. Guru kemudian memberikan contoh kepada siswa mengenai materi yang diajarkan dengan

menggunakan alat peraga dan melakukan tanya jawab.

Siswa bersama dengan guru kemudian menyimpulkan hasil pembelajaran dan

siswa diminta guru untuk mempelajari materi selanjutnya dirumah. Kemudian

siswa bersama guru menyanyikan lagu wajib “Halo-halo Bandung” sebelum

mengakhiri pembelajaran. Kelas kemudian ditutup dengan doa bersama dipimpin

oleh salah seorang siswa.

2. Pertemuan ke- 2

Pertemuan kedua pada siklus I dilaksanakan pada hari Jumat, 23 Februari

2018 dengan alokasi waktu 3 x 35 menit atau 3 jam pelajaran. Pada pertemuan

kedua, siswa mengerjakan tugas mengenai materi Keliling Bangun Datar yang

diberikan oleh guru. Pelaksanaan pertemuan kedua siklus I memuat

langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning sebagai berikut:

Guru membuka pembelajaran dengan menyapa dan menanyakan kabar siswa.

Kemudian guru mengajak siswa berdoa bersama dengan salah seorang siswa

diminta maju memimpin doa. Kemudian siswa bersama dengan guru menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dipimpin oleh salah seorang siswa. Guru kemudian melakukan presensi kepada siswa. Setelah melakukan presensi, guru melakukan

apersepsi dengan menunjukkan gambar persegi, persegi panjang dan segitiga.

Kemudian siswa melakukan tanya jawab dengan guru mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan gambar tersebut.

Membimbing pengalaman individual atau kelompok

Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri

dari 4 orang siswa. Guru memberikan permasalahan kepada setiap kelompok dalam

bentuk soal cerita di Lembar Kerja Siswa 1. Setiap kelompok dibimbing oleh guru

untuk menyelesaikan permasalahan dalam soal cerita yang telah diberikan. Setiap

kelompok maju menyampaikan hasil pekerjaan kelompok mereka dan kelompok

lain memberikan tanggapan kemudian membahas bersama-sama jawaban yang

(7)

77

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Setiap kelompok kemudian mendapatkan Lembar Kerja Siswa 2 dan alat

bahan dari guru berupa selembar karton berbentuk persegi dengan panjang sisi 30

cm, gunting dan penggaris. Setiap kelompok diminta untuk memotong karton

tersebut menjadi beberapa persegi dengan panjang sisi 10 cm. Setiap kelompok

kemudian mempresentasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. Setelah itu

siswa memberikan pertanyaan dan argumen tentang presentasi hasil pekerjaan yang

dipresentasikan oleh kelompok lain.

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Siswa kemudian menyimpulkan konsep materi dari proses menemukan solusi

permasalahan yang telah mereka lakukan. Siswa lalu melakukan tanya jawab

dengan guru mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dalam menyajikan hasil

karya. Setelah itu siswa bersama dengan guru melakukan refleksi kegiatan yang

telah dilakukan.

Siswa bersama dengan guru kemudian menyimpulkan hasil pembelajaran dan

siswa diminta guru untuk mempelajari materi selanjutnya dirumah. Kemudian siswa bersama guru menyanyikan lagu wajib “Maju Tak Gentar” sebelum mengakhiri pembelajaran. Kelas kemudian ditutup dengan doa bersama dipimpin

oleh salah seorang siswa.

3. Pertemuan ke- 3

Pertemuan ketiga pada siklus I dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 Februari

2018 dengan alokasi waktu 3 x 35 menit atau 3 jam pelajaran. Pada pertemuan

ketiga, siswa mengerjakan soal evaluasi siklus I mengenai materi Keliling Bangun

Datar. Pelaksanaan pertemuan ketiga siklus I memuat langkah-langkah sebagai

berikut:

Guru membuka pembelajaran dengan menyapa dan menanyakan kabar siswa.

Kemudian guru mengajak siswa berdoa bersama dengan salah seorang siswa

diminta maju memimpin doa. Kemudian siswa bersama dengan guru menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dipimpin oleh salah seorang siswa. Guru kemudian melakukan presensi kepada siswa. Setelah melakukan presensi, guru melakukan

(8)

78

pada pertemuan sebelumnya. Siswa kemudian melakukan tanya jawab dengan guru

mengenai materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.

Evaluasi Siklus I

Guru membagikan soal evaluasi siklus I kepada siswa. Siswa kemudian

mengerjakan soal evaluasi siklus I yang dibagikan oleh guru sesuai dengan waktu

yang telah ditentukan.

Siswa bersama dengan guru menyimpulkan hasil pembelajaran. Siswa

kemudian diminta guru untuk mempelajari materi selanjutnya di rumah.

Selanjutnya, siswa bersama dengan guru menyanyikan lagu wajib “Satu Nusa Satu

Bangsa” sebelum mengakhiri pembelajaran. Kelas ditutup dengan doa bersama

dipimpin oleh seorang siswa.

4.1.2.3Observasi

Kegiatan mengamati atau observasi proses pembelajaran dilakukan untuk

mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa

setelah melakukan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning. Hasil belajar siswa dapat diketahui dari nilai evaluasi pada siklus I. Sedangkan perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran

matematika dilihat melalui data pada hasil kuesioner yang diberikan pada akhir

siklus II dan data hasil observasi kemampuan berpikir kritis yang dilakukan di

setiap siklus untuk memperkuat data hasil kuesioner. Observasi terhadap siswa

untuk mengukur kemampuan berpikir kritis berpedoman pada lembar observasi

kemampuan berpikir kritis. Lembar observasi kemampuan berpikir kritis berguna

untuk melihat kemampuan berpikir kritis siswa ketika mengikuti proses

pembelajaran.

1. Hasil Belajar

Hasil belajar siswa didapatkan dari nilai evaluasi yang dilakukan di akhir

siklus I dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70. Data hasil belajar siswa

(9)

79

Tabel 4.3. Hasil Nilai Evaluasi Siklus I

Data Tuntas Tidak Tuntas Keseluruhan

f (Frekuensi) 25 11 36

% (Persentase) 69,44% 30,56% 100%

∑ Nilai

(Jumlah Nilai) 2485

Rata-rata nilai 69

Berdasarkan tabel 4.3 jumlah keseluruhan siswa sebanyak 36 siswa

didapatkan jumlah nilai 2485 dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas 4

sebesar 69. Ada 25 siswa dari 36 siswa (69,44%) yang mendapatkan nilai di atas

KKM dan 11 siswa dari 36 siswa (30,56%) yang mendapatkan nilai dibawah KKM.

Data hasil nilai evaluasi siklus I secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 16-17. 2. Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis siswa ketika mengikuti pembelajaran dilakukan

dengan menggunakan lembar observasi. Peneliti dibantu oleh guru dalam

melakukan observasi. Observasi kemampuan berpikir kritis dilakukan pada saat

proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning

diterapkan. Tabel 4.4 merupakan hasil perhitungan pengamatan kemampuan

(10)

80

Tabel 4.4. Data Hasil Pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I

Indikator

Jumlah Rata-rata Skor Seluruh Siswa 95 Cukup Kritis

Nilai Rata-rata 2,6

Persentase jumlah siswa yang minimal cukup kritis secara keseluruhan 63,89%

Jumlah siswa yang minimal cukup kritis dibagi jumlah seluruh siswa

Berdasarkan tabel 4.4 skor untuk indikator pertama didapatkan hasil 90

dengan kategori tidak kritis. Skor untuk indiaktor kedua didapatkan hasil 100

dengan kategori cukup kritis. Skor untuk indikator ketiga didapatkan hasil 92

dengan kategori tidak kritis. Kemudian skor untuk indikator keempat didapatkan

hasil 90 dengan indikator tidak kritis. Skor untuk indikator kelima didapatkan hasil

101 dengan kategori cukup kritis. Sedangkan skor untuk indikator keenam

didapatkan hasil 97 dengan kategori cukup kritis. Dan untuk indikator secara

keseluruhan didapatkan skor sebesar 95 dengan kategori cukup kritis. Kemampuan

berpikir kritis siswa siklus I secara keseluruhan jika dilihat dari hasil pengamatan,

(11)

81

tersebut didapatkan dari rata-rata skor seluruh siswa dibagi jumlah seluruh siswa.

Persentase jumlah siswa yang minimal cukup kritis secara keseluruhan pada siklus

I yaitu 63,89% atau sebanyak 23 siswa yang termasuk ke dalam kriteria minimal

cukup kritis. Data hasil pengamatan kemampuan berpikir kritis siklus I dapat dilihat

pada lampiran 46. 4.1.2.4Refleksi

Setelah melaksanakan pembelajaran siklus I, peneliti melakukan refleksi

terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan. Refleksi ini berguna untuk memperbaiki

kendala atau kekurangan yang terjadi di siklus I. Refleksi yang dilakukan peneliti

mencakup dua aspek yaitu refleksi proses pembelajaran dan refleksi kemampuan

berpikir kritis dan hasil belajar siswa.

1. Proses Pembelajaran

Siklus I dilaksanakan selama tiga pertemuan yaitu tanggal 22 – 24 Februari

2018 dengan alokasi waktu 3 x 35 menit (3 jam pelajaran) setiap pertemuannya.

Pertemuan pertama siklus I membahas tentang materi Keliling Bangun Datar

dengan menggunakan power point dan media pembelajaran. Kegiatan secara keseluruhan pada pertemuan pertama sudah cukup sesuai dengan RPP dan berjalan

dengan baik. Kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran antara lain saat

sedang diterangkan materi pembelajaran, ada beberapa siswa yang mengganggu

teman yang lain dan ribut sendiri sehingga sedikit mengganggu proses

pembelajaran karena guru perlu memperingatkan beberapa siswa tersebut untuk

beberapa kali.

Pada pertemuan kedua siklus I, siswa dibentuk ke dalam kelompok kemudian

mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru pada Lembar Kerja Siswa

yang telah disediakan. Siswa juga melakukan praktik menggunakan alat dan bahan

yang telah disediakan oleh guru. Kondisi siswa pada pertemuan kedua sudah mulai

mudah diatur dan cukup baik saat bekerjasama dengan kelompok. Kendala pada

pertemuan kedua adalah ketika setiap kelompok diminta untuk presentasi di depan

kelas, beberapa kelompok masih regu-ragu dan tidak percaya diri, namun guru

kemudian memberikan motivasi kepada para siswa agar percaya diri dalam

(12)

82

sudah cukup sesuai dengan RPP dan berjalan dengan baik meskipun ada beberapa

langkah dalam RPP yang belum terlaksana.

Pada pertemuan ketiga siklus I, siswa mengerjakan soal evaluasi siklus I yang

diberikan oleh guru. Kegiatan secara keseluruhan pada pertemuan ketiga sudah

sesuai dengan RPP dan berjalan dengan baik. Langkah-langkah pada pertemuan

ketiga pun juga sudah dilaksanakan dengan baik dan lancar.

2. Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar pada siklus I terdapat peningkatan dari kondisi awal sebelum

penelitian dan hasil yang didapatkan setelah siklus I. Selain perolehan rata-rata hasil

belajar dan persentase ketuntasan yang meningkat, berdasarkan hasil belajar yang

didapatkan pada siklus I, masih perlu dilakukan perbaikan pembelajaran agar hasil

yang didapatkan semakin baik lagi. Hasil pengamatan kemampuan berpikir kritis

siswa pada siklus I pun akan menjadi patokan apakah terjadi peningkatan pada

siklus II atau tidak. Maka dari itu untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada

siklus I, maka penelitian ini perlu dilanjutkan ke siklus II dengan harapan agar

kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I dapat diperbaiki pada siklus II.

4.1.3 Deskripsi Tindakan Siklus II

Pelaksanaan tindakan pada siklus II dimulai pada hari Kamis, 01 Maret 2018 – Sabtu, 03 Maret 2018 di kelas 4 SD Negeri Suruh 01 tahun ajaran 2017/2018. Pelaksanaan siklus II dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dengan alokasi

waktu di setiap pertemuannya 3 x 35 menit (3 jam pelajaran) sesuai dengan alokasi

waktu yang sudah diterapkan di tempat penelitian.

4.1.3.1Perencanaan

Siklus kedua dilaksanakan dengan melanjutkan materi. Setelah siklus I

dilaksanakan, peneliti kembali berdiskusi dengan guru untuk menanyakan hal-hal

yang perlu direvisi. Kemudian peneliti kembali mempersiapkan instrumen

pembelajaran yang telah dibuat berupa RPP, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan soal

evaluasi serta media pembelajaran. Semua perangkat yang telah peneliti buat

direvisi kembali agar pada siklus kedua pembelajaran bisa berjalan dengan baik dan

(13)

83

4.1.3.2Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran dilakukan sebanyak tiga kali

pertemuan dengan alokasi waktu setiap pertemuannya 3 x 35 menit atau 3 jam

pelajaran menyesuaikan jam pelajaran di SD Negeri Suruh 01 bahwa tiap jam

pelajarannya beralokasikan 35 menit.

1. Pertemuan ke- 1

Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan pada hari Kamis, 01 Maret

2018 dengan alokasi waktu 3 x 35 menit atau 3 jam pelajaran. Pertemuan pertama

membahas tentang materi Luas Bangun Datar. Pelaksanaan pertemuan pertama

siklus II memuat langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning

sebagai berikut:

Guru membuka pembelajaran dengan menyapa dan menanyakan kabar siswa.

Kemudian guru mengajak siswa berdoa bersama dengan salah seorang siswa

diminta maju memimpin doa. Kemudian siswa bersama dengan guru menyanyikan

lagu “Indonesia Raya” dipimpin oleh salah seorang siswa. Guru kemudian

melakukan presensi kepada siswa. Setelah melakukan presensi, guru melakukan

apersepsi dengan menunjukkan bingkai berbentuk persegi, buku berbentuk persegi

panjang dan penggaris berbentuk segitiga. Kemudian siswa melakukan tanya jawab

dengan guru mengenai hal-hal yang berkaitan dengan benda tersebut.

Orientasi siswa pada masalah

Guru menyebutkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru

memberikan informasi atau pengetahuan kepada siswa sebelum memasuki materi

pembelajaran. Siswa diberi motivasi oleh guru untuk terlibat aktif dalam aktivitas

pemecahan masalah.

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Siswa kemudian menyimak penjelasan materi dari guru mengenai luas

bangun datar persegi, persegi panjang, dan segitiga melalui power point. Guru memberikan contoh soal kepada siswa mengenai materi yang diajarkan dengan

menggunakan alat peraga dan melakukan tanya jawab. Siswa kemudian menyimak

(14)

84

power point. Guru kemudian memberikan contoh kepada siswa mengenai materi yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga dan melakukan tanya jawab.

Siswa bersama dengan guru kemudian menyimpulkan hasil pembelajaran dan

siswa diminta guru untuk mempelajari materi selanjutnya dirumah. Kemudian

siswa bersama guru menyanyikan lagu wajib “Satu Nusa Satu Bangsa” sebelum

mengakhiri pembelajaran. Kelas kemudian ditutup dengan doa bersama dipimpin

oleh salah seorang siswa.

2. Pertemuan ke- 2

Pertemuan kedua pada siklus II dilaksanakan pada hari Jumat, 02 Maret 2018

dengan alokasi waktu 3 x 35 menit atau 3 jam pelajaran. Pada pertemuan kedua,

siswa mengerjakan tugas mengenai materi Luas Bangun Datar yang diberikan oleh

guru. Pelaksanaan pertemuan kedua siklus II memuat langkah-langkah model

pembelajaran Problem Based Learning sebagai berikut:

Guru membuka pembelajaran dengan menyapa dan menanyakan kabar siswa.

Kemudian guru mengajak siswa berdoa bersama dengan salah seorang siswa

diminta maju memimpin doa. Kemudian siswa bersama dengan guru menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dipimpin oleh salah seorang siswa. Guru kemudian melakukan presensi kepada siswa. Setelah melakukan presensi, guru melakukan

apersepsi dengan menunjukkan kertas lipat berbentuk persegi, kalender berbentuk

persegi panjang dan kain berbentuk segitiga. Kemudian siswa melakukan tanya

jawab dengan guru mengenai hal-hal yang berkaitan dengan benda-benda tersebut.

Membimbing pengalaman individual atau kelompok

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4

orang siswa. Guru memberikan permasalahan kepada setiap kelompok dalam

bentuk soal cerita di Lembar Kerja Siswa 1. Guru meminta setiap kelompok untuk

berdiskusi dan menyelesaikan permasalahan dalam soal cerita pada lembar kerja

yang telah dibagikan. Setiap kelompok dibimbing oleh guru untuk menyelesaikan

permasalahan dalam soal cerita yang telah diberikan. Setiap kelompok maju

menyampaikan hasil pekerjaan kelompok mereka dan kelompok lain memberikan

tanggapan kemudian membahas bersama-sama jawaban yang tepat dengan

(15)

85

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Setiap kelompok kemudian mendapatkan Lembar Kerja Siswa 2 dan alat

bahan dari guru berupa selembar karton berbentuk persegi dengan panjang sisi 20

cm, gunting dan penggaris. Setiap kelompok diminta untuk memotong karton

tersebut menjadi beberapa persegi panjang dengan panjang 10 cm dan lebar 5 cm.

Setiap kelompok diminta untuk mengembangkan dan menyajikan hasil karya

berkaitan dengan luas bangun datar. Setiap siswa dalam kelompok bekerjasama

untuk menyelesaikan tugas tersebut. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan

hasil pekerjaan mereka di depan kelas. Setelah itu siswa memberikan pertanyaan

dan argumen tentang presentasi hasil pekerjaan yang dipresentasikan oleh

kelompok lain.

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Siswa kemudian menyimpulkan konsep materi dari proses menemukan solusi

permasalahan yang telah mereka lakukan. Siswa kemudian melakukan tanya jawab

dengan guru mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dalam menyajikan hasil

karya. Setelah itu siswa bersama dengan guru melakukan refleksi kegiatan yang

telah dilakukan. Guru melakukan pembenaran dan pelurusan jawaban.

Siswa bersama dengan guru kemudian menyimpulkan hasil pembelajaran dan

siswa diminta guru untuk mempelajari materi selanjutnya dirumah. Kemudian

siswa bersama guru menyanyikan lagu wajib “Halo-halo Bandung” sebelum

mengakhiri pembelajaran. Kelas kemudian ditutup dengan doa bersama dipimpin

oleh salah seorang siswa.

3. Pertemuan ke- 3

Pertemuan ketiga pada siklus II dilaksanakan pada hari Sabtu, 03 Maret 2018

dengan alokasi waktu 3 x 35 menit atau 3 jam pelajaran. Pada pertemuan ketiga,

siswa mengerjakan soal evaluasi siklus II mengenai materi Luas Bangun Datar.

Pelaksanaan pertemuan ketiga siklus II memuat langkah-langkah sebagai berikut:

Guru membuka pembelajaran dengan menyapa dan menanyakan kabar siswa.

Kemudian guru mengajak siswa berdoa bersama dengan salah seorang siswa

(16)

86

melakukan presensi kepada siswa. Setelah melakukan presensi, guru melakukan

apersepsi dengan mengajak siswa mengingat kembali materi yang telah dipelajari

pada pertemuan sebelumnya. Siswa kemudian melakukan tanya jawab dengan guru

mengenai materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.

Evaluasi Siklus II

Guru membagikan soal evaluasi siklus II kepada siswa. Siswa kemudian

mengerjakan soal evaluasi siklus II yang dibagikan oleh guru sesuai dengan waktu

yang telah ditentukan.

Siswa bersama dengan guru menyimpulkan hasil pembelajaran hari ini. Siswa

diminta guru untuk mempelajari materi selanjutnya di rumah. Siswa bersama

dengan guru menyanyikan lagu wajib “Maju Tak Gentar” sebelum mengakhiri

pembelajaran. Kemudian kelas ditutup dengan doa bersama dipimpin oleh seorang

siswa.

4.1.3.3Observasi

Peneliti juga melakukan pengamatan pada proses pembelajaran siklus II.

Pengamatan dilakukan dengan observasi pada saat siklus II sedang berlangsung dan

memberikan kuesioner berpikir kritis kepada siswa setelah proses pembelajaran

siklus II selesai. Pengamatan hasil belajar siswa dilihat dari hasil evaluasi siklus II.

Sedangkan pengamatan untuk melihat kemampuan berpikir kritis dilihat melalui

data pada hasil kuesioner yang diberikan setelah siklus II dan lembar observasi pada

saat siklus II sedang berlangsung untuk memperkuat data kuesioner.

1. Hasil Belajar

Hasil belajar siswa didapatkan dari nilai evaluasi yang dilakukan di akhir

siklus II dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70. Data hasil belajar siswa

pada evaluasi siklus II dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5. Hasil Nilai Evaluasi Siklus II

Data Tuntas Tidak Tuntas Keseluruhan

f (Frekuensi) 32 4 36

% (Persentase) 88,89% 11,11% 100%

∑ Nilai (Jumlah Nilai) 2869

(17)

87

Berdasarkan tabel 4.5 jumlah keseluruhan siswa sebanyak 36 siswa

didapatkan jumlah nilai 2869 dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas 4

sebesar 80. Ada 32 siswa dari 36 siswa (88,89%) yang mendapatkan nilai di atas

KKM dan 4 siswa dari 36 siswa (11,11%) yang mendapatkan nilai dibawah KKM.

Data hasil nilai evaluasi siklus II secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 22-23. 2. Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis siswa ketika mengikuti pembelajaran dilakukan

dengan menggunakan lembar observasi untuk memperkuat data kuesioner pada

akhir siklus II. Tabel 4.6 merupakan hasil perhitungan pengamatan kemampuan

berpikir kritis siswa ketika proses pembelajaran.

Tabel 4.6. Data Hasil Pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II

Indikator

Jumlah Rata-rata Skor Seluruh Siswa 115,5 Kritis

Nilai Rata-rata 3,2

Persentase jumlah siswa yang minimal cukup kritis secara keseluruhan 83,33%

(18)

88

Berdasarkan tabel 4.6 skor untuk indikator pertama didapatkan hasil 111

dengan kategori cukup kritis. Skor untuk indiaktor kedua didapatkan hasil 119

dengan kategori kritis. Skor untuk indikator ketiga didapatkan hasil 111 dengan

kategori cukup kritis. Kemudian skor untuk indikator keempat didapatkan hasil 113

dengan indikator cukup kritis. Skor untuk indikator kelima didapatkan hasil 121

dengan kategori kritis. Sedangkan skor untuk indikator keenam didapatkan hasil

118 dengan kategori kritis. Dan untuk indikator secara keseluruhan didapatkan skor

sebesar 115,5 dengan kategori kritis. Kemampuan berpikir kritis siswa siklus II

secara keseluruhan jika dilihat dari hasil pengamatan, didapatkan rata-rata sebesar

3,2 (kritis). Rata-rata secara keseluruhan tersebut didapatkan dari rata-rata skor

seluruh siswa dibagi jumlah seluruh siswa. Persentase jumlah siswa yang minimal

cukup kritis secara keseluruhan pada siklus II yaitu 83,33% atau sebanyak 30 siswa

yang termasuk ke dalam kriteria minimal cukup kritis. Data hasil pengamatan

kemampuan berpikir kritis siklus II dapat dilihat pada lampiran 47.

Peneliti juga menggunakan kuesioner untuk melihat kemampuan berpikir

kritis siswa yang diberikan di akhir siklus II. Hasil kuesioner kemampuan berpikir

kritis siswa pada masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.7. Data Hasil Kuesioner Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi Akhir (Akhir Siklus II)

No Indikator Skor

Rata-rata Nilai Kriteria

Siswa yang Minimal Cukup Kritis Frekuensi Persentase 1 Mampu menganalisis argumen 14,47 72,35 Cukup Kritis 29 80,56%

2 Mampu bertanya 14,25 71,25 Cukup Kritis 27 75%

3 Mampu menjawab pertanyaan 14,83 74,15 Cukup Kritis 30 83,33%

4 Mampu memecahkan masalah 11,72 78,13 Cukup Kritis 29 80,56%

5 Mampu membuat kesimpulan 11,13 74,2 Cukup Kritis 29 80,56%

6 Mampu mengevaluasi atau menilai

11,5 76,67 Cukup Kritis 30 83,33%

7 Keseluruhan 77,92 74,21 Cukup Kritis 30 83,33%

Berdasarkan tabel 4.7 terdapat 6 indikator beserta jumlah siswa yang mampu

(19)

89

tersebut juga berisikan skor rata-rata yang diperoleh dari hasil kuesioner kondisi

akhir siklus II. Indikator pertama terdapat nilai 72,35 (cukup kritis). Indikator kedua

didapatkan nilai sebesar 71,25 (cukup kritis). Indikator ketiga dengan nilai 74,15

(cukup kritis), sedangkan indikator keempat dengan nilai 78,13 (cukup kritis).

Indikator kelima didapatkan nilai sebesar 74,2 (cukup kritis), dan indikator keenam

didapatkan nilai 76,67 (cukup kritis). Pada keseluruhan indikator didapatkan nilai

74,21 (cukup kritis). Berdasarkan kategori dari skor rata-rata dapat disimpulkan

bahwa dari keenam indikator tersebut, dikatakan cukup kritis.

Kondisi di akhir siklus II pada indikator yang pertama terdapat 80,56%

(kritis). Indikator yang kedua terdapat 75% (cukup kritis). Indikator ketiga terdapat

83,33% (kritis). Indikator keempat terdapat 80,56% (kritis). Indikator kelima

terdapat 80,56% (kritis), dan indikator keenam terdapat 83,33% (kritis). Pada

keseluruhan sebanyak 83,33%. Berdasarkan kategori dari skor rata-rata dapat

disimpulkan bahwa dari keenam indikator tersebut, dikatakan cukup kritis. Data

hasil kuesioner kemampuan berpikir kritis kondisi akhir siklus II lebih lengkapnya

dapat dilihat pada lampiran 34-36.

4.1.3.4Refleksi

Setelah melaksanakan pembelajaran siklus II, peneliti melakukan refleksi

terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan. Refleksi yang dilakukan peneliti

mencakup dua aspek yaitu refleksi proses pembelajaran dan refleksi kemampuan

berpikir kritis dan hasil belajar siswa.

1. Proses Pembelajaran

Siklus II dilaksanakan selama tiga pertemuan yaitu tanggal 01 – 03 Maret

2018 dengan alokasi waktu 3 x 35 menit (3 jam pelajaran) setiap pertemuannya.

Pertemuan pertama siklus II membahas tentang materi Luas Bangun Datar

dengan menggunakan power point dan media pembelajaran. Kegiatan secara keseluruhan pada pertemuan pertama sudah sesuai dengan RPP dan berjalan dengan

baik. Kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran antara lain saat diterangkan

materi pembelajaran ada beberapa siswa yang mengganggu teman yang lain dan

ribut sendiri sehingga sedikit mengganggu proses pembelajaran namun lebih bisa

(20)

90

Pada pertemuan kedua siklus II, siswa dibentuk ke dalam kelompok

kemudian mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru pada Lembar

Kerja Siswa yang telah disediakan. Siswa juga melakukan praktik menggunakan

alat dan bahan yang telah disediakan oleh guru. Kondisi siswa pada pertemuan

kedua sudah dapat diatur dan cukup baik dalam bekerjasama dengan kelompok.

Tingkat kepercayaan diri siswa terutama ketika presentasi di depan kelas sudah

meningkat dan sudah semakin percaya diri. Kegiatan secara keseluruhan pada

pertemuan kedua sudah sesuai dengan RPP dan berjalan dengan baik, seluruh

langkah dalam RPP pun sudah terlaksana dengan baik.

Pada pertemuan ketiga siklus II, siswa mengerjakan soal evaluasi siklus II

yang diberikan oleh guru. Kegiatan secara keseluruhan pada pertemuan ketiga

sudah sesuai dengan RPP dan berjalan dengan baik. Langkah-langkah pada

pertemuan ketiga pun juga sudah dilaksanakan dengan baik dan lancar.

2. Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar pada siklus II terdapat peningkatan dari kondisi awal sebelum

penelitian dan semakin meningkat sampai pada siklus II. Peningkatan hasil belajar

terlihat dari kondisi awal dengan rata-rata yang tergolong masih rendah kemudian

meningkat. Selain perolehan rata-rata hasil belajar yang meningkat berdasarkan

hasil yang didapatkan pada siklus I kemudian dilakukan perbaikan pembelajaran

baik itu dalam proses pembelajaran ataupun hasil yang didapatkan.

Kekurangan-kekurangan dari siklus I diperbaiki pada saat penerapan siklus II. Kemampuan

berpikir kritis siswapun juga mengalami peningkatan dari awal hingga pada akhir

siklus II dilihat dari hasil pengamatan yang dilakukan selama proses pembelajaran

dan dilihat dari hasil kuesioner yang diisi oleh siswa.

4.2 Analisis Komparatif Data

Analisis komparatif data membandingkan kemampuan berpikir kritis dan

hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD Negeri Suruh 01 pada pra siklus, siklus

I, dan siklus II untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.

4.2.1 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal dan Akhir Peningkatan kemampuan berpikir kritis diperoleh dari hasil kuesioner yang

(21)

91

model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Agar dapat mengetahui pencapaian dan peningkatan yang

terjadi dalam penelitian ini, peneliti menuliskan hasil kuesioner dalam bentuk tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.8. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal dan Akhir dengan Menggunakan Kuesioner

Indikator Berpikir Kritis

Kondisi Awal (Pra Siklus) Kondisi Akhir Siklus II

Nilai Kriteria Frekuensi Persentase Nilai Kriteria Frekuensi Persentase

1.Mampu

Berdasarkan tabel 4.8 pada indikator pertama terjadi peningkatan sebanyak

10,3 dari nilai kondisi awal yaitu 62,05 (tidak kritis) menjadi 72,35 (cukup kritis)

pada kondisi akhir. Indikator kedua terjadi peningkatan sebanyak 11,1 dari nilai

kondisi awal yaitu 60,15 (tidak kritis) menjadi 71,25 (cukup kritis) pada kondisi

akhir. Selanjutnya pada indikator ketiga juga mengalami peningkatan sebanyak

14,55 dari nilai kondisi awal yaitu 59,6 (tidak kritis) menjadi 74,15 (cukup kritis)

pada kondisi akhir. Indikator keempat juga terjadi peningkatan dari nilai kondisi

awal yaitu 61,06 (tidak kritis) menjadi 78,13 (cukup kritis) pada kondisi akhir atau

terjadi peningkatan sebanyak 17,07. Pada indikator kelima juga terlihat ada

peningkatan sebanyak 14 dari kondisi awal 60,2 (tidak kritis) menjadi 74,2 (cukup

kritis) pada kondisi akhir. Indikator keenam juga masih terdapat peningkatan dari

nilai kondisi awal sebesar 62 (tidak kritis) menjadi 76,67 (cukup kritis) pada kondisi

(22)

92

kondisi awal sebesar 60,82 (tidak kritis) meningkat menjadi 74,21 (cukup kritis)

dan terjadi peningkatan sebanyak 13,39.

Selain dilihat dari nilai, peningkatan kemampuan berpikir kritis juga dapat

dilihat dari persentase jumlah siswa yang kritis. Indikator pertama terdapat

peningkatan dari persentase kondisi awal sebesar 52,78% (sangat tidak kritis)

menjadi 80,56% (kritis) pada kondisi akhir atau terjadi peningkatan sebesar

27,78%. Indikator kedua terdapat peningkatan dari persentase kondisi awal sebesar

44,44% (sangat tidak kritis) menjadi 75% (cukup kritis) pada kondisi akhir atau

terjadi peningkatan sebesar 30,56%. Indikator ketiga juga terdapat peningkatan dari

persentase kondisi awal sebesar 41,67% (sangat tidak kritis) menjadi 83,33%

(kritis) pada kondisi akhir atau terjadi peningkatan sebesar 41,66%. Indikator

keempat terdapat peningkatan dari persentase kondisi awal sebesar 47,22% (sangat

tidak kritis) menjadi 80,56% (kritis) pada kondisi akhir atau terjadi peningkatan

sebesar 38,89%. Indikator kelima juga masih terdapat peningkatan dari persentase

kondisi awal sebesar 41,67% (sangat tidak kritis) menjadi 80,56% (kritis) pada

kondisi akhir atau terjadi peningkatan sebesar 38,89%. Indikator keenam juga

terdapat peningkatan dari persentase kondisi awal sebesar 44,44% (sangat tidak

kritis) menjadi 83,33% (kritis) pada kondisi akhir atau terjadi peningaktan sebesar

38,89%. Sedangkan secara keseluruhan peningkatan persentase kondisi awal

sebesar 33,33% (sangat tidak kritis) menjadi 83,33% (kritis) pada kondisi akhir.

Dari uraian diatas, disajikan perbandingan rata-rata nilai kemampuan berpikir

kritis setiap indikator untuk mengetahui peningkatan yang terjadi dari kondisi awal

(23)

93

4.1.1 Grafik Hasil Penelitian Berpikir Kr

Gambar 4.1. Rata-rata Nilai Kemampuan Berpikir Kritis

Sedangkan perbandingan persentase kemampuan berpikir kritis siswa untuk

mengetahui peningkatan persentase dari kondisi awal ke kondisi akhir dapat dilihat

pada gambar 4.2 dibawah ini:

Gambar 4.2. Persentase Jumlah Siswa yang Kritis

Peneliti juga melakukan pengamatan untuk memperkuat data peningkatan

berpikir kritis dari hasil kuesioner. Pengamatan dilakukan di pertemuan 1 dan 2

pada setiap siklus. Hasil pengamatan oleh peneliti terdapat pada tabel 4.9 agar dapat

dilihat peningkatannya sebagai berikut:

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5 Indikator 6 Keseluruhan

Kondisi Awal (Pra Siklus) Kondisi Akhir Siklus II

62,05 60,15

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5 Indikator 6 Keseluruhan

(24)

94

Tabel 4.9. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis menggunakan Pengamatan Siklus I dan II

Indikator

Keseluruhan indikator 95 Cukup

Kritis 115,5 Kritis 20,5

Berdasarkan tabel 4.9 terdapat 6 indikator yang menjadi fokus penelitian

dengan hasil pada pengamatan siklus I dan siklus II. Indikator pertama terjadi

peningkatan dari siklus I sebesar 90 (tidak kritis) menjadi 111 (cukup kritis) pada

siklus II atau terjadi peningkatan sebesar 21. Indikator kedua terjadi peningkatan

dari siklus I sebesar 100 (cukup kritis) menjadi 119 (kritis) pada siklus II atau terjadi

peningkatan sebesar 19. Indikator ketiga juga terjadi peningkatan dari siklus I

sebesar 92 (tidak kritis) menjadi 111 (cukup kritis) pada siklus II atau terjadi

peningkatan sebesar 19. Indikator keempat juga masih terjadi peningkatan dari

siklus I sebesar 90 (tidak kritis) menjadi 113 (cukup kritis) pada siklus II atau terjadi

peningkatan sebesar 23. Indikator kelima terjadi peningkatan sebesar 20 dari siklus

I yaitu 101 (cukup kritis) ke siklus II yaitu 121 (kritis). Indikator keenam terjadi

peningkatan sebesar 21 dari siklus I yaitu 97 (cukup kritis) ke siklus II yaitu 118

(kritis). Sedangkan untuk indikator secara keseluruhan terjadi peningkatan sebesar

20,5 dari siklus I yaitu 95 (cukup kritis) ke siklus II yaitu 115,5 (kritis).

Dari uraian diatas, grafik hasil pengamatan kemampuan berpikir kritis siswa

untuk mengetahui peningkatan yang terjadi dapat dilihat pada gambar 4.3 di bawah

(25)

95

Gambar 4.3. Pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa 4.2.2 Peningkatan Hasil Belajar pada Kondisi Awal, Siklus I, dan II

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada siklus I dan siklus

II, maka didapatkan hasil bahwa adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis

siswa kelas 4 SD Negeri Suruh 01 tahun ajaran 2017/2018 ketika mengikuti

pembelajaran matematika dalam menyelesaikan soal cerita pada materi Keliling

dan Luas Bangun Datar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Jihad & Abdul

(2012: 15) bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata

setelah dilakukannya proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan

pembelajaran.

Agar dapat mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam penelitian ini,

peneliti menuliskan hasil belajar dalam bentuk tabel perbandingan sebagai berikut:

Tabel 4.10. Perbandingan Hasil Belajar Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II

Perubahan Indikator Kondisi Awal

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5 Indikator 6 Keseluruhan

(26)

96

Hasil belajar siswa yang diperoleh dari setiap evaluasi didapatkan rata-rata

yang mengalami peningkatan. Peningkatan dapat dilihat mulai dari kondisi awal

dengan rata 61,85 dan terjadi peningkatan sebanyak 7,15 dan diperoleh

rata-rata 69 di siklus I. Rata-rata-rata kelas juga meningkat dari siklus I yaitu 69 menjadi 80

di siklus II atau meningkat sebanyak 11.

Selain rata-rata kelas, peningkatan juga dapat dilihat dari persentase

pemerolehan KKM. Persentase ketuntasan pada kondisi awal yaitu 44,84%

meningkat menjadi 69,44% di siklus I atau meningkat sebanyak 24,6%. Persentase

ketuntasan pada siklus II yaitu 88,89% yang artinya mengalami peningkatan dari

siklus I sebanyak 19,45%.

Berdasarkan uraian diatas, gambar 4.1 adalah diagram batang hasil penelitian

rata-rata hasil belajar siswa dari kondisi awal, evaluasi siklus I, dan evaluasi siklus

II untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.

Gambar 4.4. Rata-rata Hasil Belajar

Sedangkan diagram batang yang berisikan persentase ketuntasan hasil belajar

siswa dari kondisi awal, evaluasi siklus I, dan evaluasi siklus II disajikan dalam

gambar 4.5 berikut ini:

61,85

69

80

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Kondisi Awal Evaluasi Siklus I Evaluasi Siklus II

(27)

97

Gambar 4.5. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar 4.3 Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar dalam menyelesaikan soal cerita pada

mata pelajaran Matematika melalui model pembelajaran Problem Based Learning

siswa kelas 4 SD Negeri Suruh 01 Tahun Ajaran 2017/2018. Oleh karena itu,

dengan diterapkannya model pembelajaran Problem Based Learning, siswa diharapkan mampu untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar

yang semakin meningkat menjadi lebih baik. Dalam pembahasan ini, hasil

penelitian dikaitkan dengan pendapat maupun teori yang digunakan dalam

penelitian.

Dalam penelitian ini siswa mendapatkan permasalahan untuk dipecahkan

menggunakan kemampuan berpikir kritis mereka sesuai dengan langkah-langkah

model pembelajaran Problem Based Learning dan siswa pun mendapatkan keleluasaan untuk memberikan pendapat seperti pendapat yang dikemukakan oleh

Kosasih (2016: 88) dimana model pembelajaran Problem Based Learning

merupakan model pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah yang

dihadapi siswa terkait dengan KD yang sedang dipelajari siswa. Masalah yang

dimaksud bersifat nyata atau sesuatu yang menjadi pertanyaan-pertanyaan pelik

44,84%

69,44%

88,89%

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% 90,00% 100,00%

Kondisi awal Evaluasi Siklus I Evaluasi Siklus II

(28)

98

bagi siswa. Model pembelajaran Problem Based Learning akan berlangsung dengan baik apabila para siswa sudah memiliki kemampuan berpikir kritis terhadap

suatu fenomena. Siswa memiliki keleluasaan untuk berpendapat, tanpa terbebani

oleh berbagai tekanan. Juga diliputi oleh suasana yang penuh dengan toleransi akan

kemungkinan munculnya beragam tanggapan yang mungkin saling bertentangan.

Proses pembelajaran yang terjadi dalam penelitian inipun juga diupayakan

agar dapat berlangsung secara maksimal sehingga hasil belajar yang diperoleh pun

semakin meningkat dari kondisi awal kemudian meningkat ke siklus I dan semakin

meningkat lagi ke siklus II, hal ini sejalan dengan pendapat Rusmono (2017: 83)

yang juga mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran menggunakan model

Problem Based Learning, proses merupakan hal yang pentingdan bukan hanya sekedar hasil belajar yang diperoleh. Apabila proses belajar dapat berlangsung

secara maksimal, maka kemungkinan besar hasil belajar yang diperoleh pun juga

akan optimal. Kemudian dalam penelitian ini, proses pembelajaran pada siklus I

dan II sudah berjalan sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rusman (2017: 347) yaitu orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing

pengalaman individual atau kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil

karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning

pada pertemuan 1 dan 2 di setiap siklusnya. Komponen pembelajaran Problem Based Learning sudah dapat diterapkan pada saat penelitian sesuai dengan apa yang peneliti rencanakan pada RPP. Pada pertemuan 1-2 peneliti menerapkan

langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning yaitu orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing pengalaman individual

atau kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah. Penerapan langkah-langkah model

pembelajaran Problem Based Learning tersebut sudah dapat diterapkan di setiap pembelajaran.

Orientasi siswa pada masalah dalam penelitian ini adalah menjelaskan tujuan

(29)

99

memasuki materi pembelajaran dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam

aktivitas pemecahan masalah. Mengorganisasi siswa untuk belajar dalam penelitian

ini adalah guru menjelaskan materi dan memberikan contoh soal kepada para siswa

melalui media dan alat peraga yang telah dipersiapkan. Membimbing pengalaman

individual atau kelompok pada penelitian ini yaitu guru membentuk siswa ke dalam

beberapa kelompok kemudian memberikan permasalahan dalam bentuk soal cerita

dan meminta setiap kelompok mengerjakannya pada Lembar Kerja Siswa yang

telah disediakan, kemudian membahasnya bersama-sama.

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dalam penelitian ini yaitu

mengajak setiap kelompok untuk dapat menghasilkan suatu karya melalui kegiatan

praktik di dalam kelompok dengan menggunakan alat dan bahan yang telah

disediakan oleh guru. Setiap kelompok menuliskan hasilnya pada Lembar Kerja

Siswa yang telah disediakan, setelah itu setiap kelompok mempresentasikan hasil

pekerjaan mereka dan antar kelompok saling melakukan tanya jawab dari presentasi

yang dilakukan oleh kelompok lain. Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah terdapat saat siswa menyimpulkan konsep materi dari proses

menemukan solusi permasalahan yang telah mereka lakukan, kemudian melakukan

tanya jawab mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dalam menyajikan hasil

karya serta melakukan refleksi kegiatan, pembenaran dan pelurusan jawaban dari

yang telah dilakukan.

Peningkatan kemampuan berpikir kritis diperoleh dari hasil kuesioner yang

diisi oleh siswa pada kondisi awal dan kondisi akhir serta diperkuat dengan

pengamatan langsung oleh peneliti. Pada indikator pertama terjadi peningkatan dari

62,05 (tidak kritis) menjadi 72,35 (cukup kritis). Indikator kedua terjadi

peningkatan dari 60,15 (tidak kritis) menjadi 71,25 (cukup kritis). Selanjutnya pada

indikator ketiga juga mengalami peningkatan dari 59,6 (tidak kritis) menjadi 74,15

(cukup kritis). Indikator keempat juga terjadi peningkatan dari 61,06 (tidak kritis)

menjadi 78,13 (cukup kritis). Pada indikator kelima juga terlihat ada peningkatan

dari 60,2 (tidak kritis) menjadi 74,2 (cukup kritis). Indikator keenam juga masih

(30)

100

keseluruhan terdapat nilai dari kondisi awal sebesar 60,82 (tidak kritis) meningkat

menjadi 74,21 (cukup kritis) dan terjadi peningkatan sebanyak 13,39.

Selain dilihat dari nilai, peningkatan kemampuan berpikir kritis juga dapat

dilihat dari persentase jumlah siswa yang minimal cukup kritis. Indikator pertama

terjadi peningkatan dari 52,78% (sangat tidak kritis) menjadi 80,56% (kritis).

Indikator kedua terjadi peningkatan dari 44,44% (sangat tidak kritis) menjadi 75%

(cukup kritis). Indikator ketiga juga terjadi peningkatan dari 41,67% (sangat tidak

kritis) menjadi 83,33% (kritis). Indikator keempat terjadi peningkatan dari 47,22%

(sangat tidak kritis) menjadi 80,56% (kritis). Indikator kelima juga masih terjadi

peningkatan dari 41,67% (sangat tidak kritis) menjadi 80,56% (kritis). Indikator

keenam juga terjadi peningkatan dari 44,44% (sangat tidak kritis) menjadi 83,33%

(kritis). Sedangkan secara keseluruhan peningkatan persentase kondisi awal sebesar

33,33% (sangat tidak kritis) menjadi 83,33% (kritis) pada kondisi akhir dengan

target 70% atau meningkat sebesar 50%.

Peneliti juga melakukan pengamatan untuk memperkuat data peningkatan

berpikir kritis dari hasil kuesioner. Pengamatan dilakukan di pertemuan 1 dan 2

pada setiap siklus. Indikator pertama terjadi peningkatan dari 90 (tidak kritis)

menjadi 111 (cukup kritis). Indikator kedua terjadi peningkatan dari 100 (cukup

kritis) menjadi 119 (kritis). Indikator ketiga juga terjadi peningkatan dari 92 (tidak

kritis) menjadi 111 (cukup kritis). Indikator keempat juga masih terjadi peningkatan

dari 90 (tidak kritis) menjadi 113 (cukup kritis). Indikator kelima terjadi

peningkatan dari siklus I yaitu 101 (cukup kritis) ke siklus II yaitu 121 (kritis).

Indikator keenam terjadi peningkatan dari siklus I yaitu 97 (cukup kritis) ke siklus

II yaitu 118 (kritis). Sedangkan untuk indikator secara keseluruhan terjadi

peningkatan sebesar 20,5 dari siklus I yaitu 95 (cukup kritis) ke siklus II yaitu 115,5

(kritis).

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan pengertian berpikir kritis yaitu

kemampuan seseorang dalam menemukan informasi dan pemecahan dari suatu

masalah untuk menggali informasi tentang masalah yang sedang dihadapi dengan

cara bertanya kepada dirinya sendiri (Christina & Kristin, 2016: 222), dimana

(31)

101

melakukan pemecahan suatu masalah sehingga kemampuan berpikir kritis mereka

dapat semakin meningkat. Melalui penelitian ini, kemampuan berpikir kritis siswa

dikembangkan agar semakin meningkat. Dengan kemampuan berpikir kritis yang

semakin meningkat dari awal hingga akhir siklus II, siswa pun dapat mengatasi dan

menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tepat seperti yang diungkapkan

Kurniasih (2012: 113) dimana kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan

yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh semua orang. Siswa juga perlu

memiliki kemampuan berpikir kritis ini agar dapat digunakan dalam mengambil

keputusan di kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir

kritis akan dapat menelaah permasalahan yang dihadapi, mencari dan memilih

penyelesaian yang tepat, logis, dan bermanfaat. Di dalam lingkungan belajar, siswa

harus dibiasakan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam

menyelesaikan soal sehingga kemampuan penyelesaian masalahpun akan

berkembang pula.

Selain kemampuan berpikir kritis yang meningkat, hasil belajar siswa yang

diperoleh dari setiap evaluasi pun mengalami peningkatan, mulai dari kondisi awal

dengan rata-rata kelas 61,85 menjadi 69 di siklus I, kemudian meningkat dari siklus

I yaitu 69 menjadi 80 di siklus II. Selain rata-rata kelas, peningkatan juga dapat

dilihat dari persentase pemerolehan KKM. Hal ini dapat dilihat dari persentase

ketuntasan pada kondisi awal yaitu 44,84% meningkat menjadi 69,44% di siklus I.

Persentase ketuntasan pada siklus II yaitu 88,89% yang artinya mengalami

peningkatan dari siklus I sebanyak 19,45%. Dari hasil belajar tersebut terlihat

bahwa ranah kognitif siswa mengalami peningkatan. Namun selain ranah kognitif

yang meningkat, dalam pembelajaran pun ranah afektif dan psikomotorik siswa

juga meningkat menjadi semakin baik lagi karena dalam proses pembelajaran yang

terjadi selama penelitian, siswa mendapatkan pengalaman-pengalaman belajar yang

tidak hanya berfokus pada ranah kognitif saja.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pengertian hasil belajar yang

dikemukakan oleh Rusman (2017: 129) yaitu sejumlah pengalaman yang diperoleh

siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar merupakan

(32)

102

sosial, jenis-jenis keterampilan, cita-cita, keinginan, dan harapan, bukan hanya

sekedar penguasaan terhadap konsep teori mata pelajaran. Hasil penelitian ini juga

sejalan dengan pengertian hasil belajar yang diungkapkan Kristin (2016: 78)

dimana hasil yang diperoleh seseorang dari aktivitas yang dilakukan

mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dalam penelitian ini, perubahan

dan peningkatan yang terjadi tidak hanya sebatas pada aspek pengetahuan saja,

namun juga terjadi perubahan dalam sikap dan keterampilan siswa yang meningkat

menjadi lebih baik.

Berdasarkan uraian diatas, maka penerapan model pembelajaran Problem Based Learning pada siswa kelas 4 SD Negeri Suruh 01 dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita

pada mata pelajaran Matematika. Hasil penelitian ini telah melengkapi dan

memperkuat penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Agustin (2013:

36-44) yang menunjukkan bahwa melalui model pembelajaran PBL, hasil belajar matematika dapat meningkat dengan nilai rata-rata pada siklus I mencapai 68,14

dan persentase tuntas belajar klasikal 70,59%. Pada siklus II, nilai rata-rata yang

diperoleh meningkat menjadi 84,31 dan persentase tuntas belajar klasikal menjadi

92,16%. Selain itu, penelitian ini juga melengkapi dan memperkuat penelitian dari

Himawan (2014: 1-13) yang menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa

mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 20% dan pada siklus II sebesar 80%.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khotimah,

Suhartono, & Salimi (2017: 1-5) dan Vitasari (2013: 1-8) dimana dengan penerapan

model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa SD.

Keunggulan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu

penelitian ini mengukur kemampuan berpikir kritis sekaligus hasil belajar siswa

melalui model pembelajaran Problem Based Learning dalam mata pelajaran matematika pada kurikulum 2013 di Sekolah Dasar. Kemudian dalam mengukur

kemampuan berpikir kritis siswa, peneliti menggunakan kuesioner yang diperkuat

dengan pengamatan yang dilakukan oleh guru. Selain itu, hasil belajar diukur

(33)

103

Wawancara dengan guru pun juga dilakukan untuk menunjang hasil yang diperoleh

dari peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa melalui model

Gambar

Tabel 4.1 menunjukkan data kondisi awal hasil belajar siswa kelas 4 tahun
Tabel 4.2. Data Hasil Kuesioner Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kondisi
Tabel 4.3. Hasil Nilai Evaluasi Siklus I
Tabel 4.5. Hasil Nilai Evaluasi Siklus II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sharp (1964), Litner (1965), Mossin (1966) memperkenalkan Capital Asset Pricing Model (CAPM) yang merupakan salah satu model penilaian aset yang menggambarkan hubungan

Pupuk organik guano juga dapat memperbaiki ketersediaan unsur hara didalam tanah, karena pupuk guano mengandung unsur hara fosfor yang dibutuhkan pada masa

yang mengandung arti yang mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara- cara mengabdi kepada Tuhan

Setelah dilakukan penelitian tentang efektivitas terapi kombinasi jus bayam dan tomat terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan anemia, diketahui

Dengan demikian, kondisi seseorang dapat dilihat secara komprehensif (Suharmiati, 2003). Pada bulan April tanggal 15 dan 21 serta pada bulan Mei tanggal 21 penulis melakukan

Fungsi semen portland type II digunakan untuk konstruksi bangunan dari beton massa yang memerlukan ketahanan sulfat ( pada lokasi tanah dan air yang mengandung sulfat antara

Mengingat Kota Tarutung merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana gempa, maka selain perlunya evaluasi terhadap bangunan yang telah ada,

Bahan material galian tanah dapat digunakan kembali sebagai timbunan tanah kembali apa jenis material tanah tersebut memenuhi syarat, sesuai dengan yang diisyaratkan dalam