• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan acara 2 revisi revisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan acara 2 revisi revisi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ACARA II

EVALUASI BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK ASAP MINYAK GORENG

A. Pendahuluan 1. Latar belakang

Minyak sawit (minyak goreng) merupakan komoditas makanan yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Minyak sawit digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan pembuatan makanan dan biasanya digunakan pada proses pengolahan yang melibatkan panas (goreng, tumis dll). Sebagai komoditas makanan, kualitas minyak sawit sangat penting untuk diperhatikan, baik secara kenampakan fisik, sifat kimia, maupun efek nutrisi bagi tubuh. Pada produksinya, tentu produsen minyak sawit sudah membuat produk sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia) yang berlaku namun pada penggunaan di kehidupan sehari-hari sering sekali terjadi penanganan minyak yang tidak tepat dari konsumen sehingga memicu terjadinya kerusakan pada minyak sawit.

Sebagai bahan yang banyak mengandung asam lemak, minyak sawit sangat rentan mengalami perubahan sifat fisik maupun kimia. Penyebabnya bisa dari dari oksidasi asam lemak tak jenuh, hidrolisis lemak menjadi asam lemak, serta mikroba sehingga menyebabkan ketengikan, perubahan warna minyak dan sebagainya.Perubahan sifat tersebut akan menentukan kualitas dari minyak tersebut serta mempengaruhi efek nutrisi bagi tubuh. Beberapa parameter yang bisa menunjukkan kerusakan minyak adalah bilangan asam, bilangan iod, bilangan peroksida, smoke point dll.

(2)

dipanaskan. Smoke point pada minyak dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas nya. Hidrolisis baik oleh air atau enzim dapat menghasilkan asam lemak bebas pada minyak sehingga dapat menurunkan kualitas minyak. 2. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara “Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap Minyak Goreng” ini adalah :

a. Menentukan bilangan peroksida dan titik asap pada minyak goreng.

b. Mengetahui pengaruh bilangan peroksida

dan titik asap terhadap kualitas minyak goreng.

B. Tinjauan Pustaka

Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan pada proses ketengikan yaitu :

1. Oksidasi

Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya, dan logam-logam dalam kosentrasi amat kecil khususnya tembaga.

2. Hidrolisis

(3)

dipanaskan dalam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan bahan makanan yang lembab (Gaman, 1992).

Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, serta penambahan rasa gurih dan penambahan nilai kalori pada bahan pangan yang digoreng. Minyak goreng dapat diproduksi dari berbagai macam bahan mentah misalnya kelapa, kopra, kelapa sawit, kacang kedelai, biji jagung, biji bunga matahari, biji zaitun,dll. Minyak goreng yang mengandung asam lemak esensial atau asam lemak tak jenuh jamak, bila digunakan untuk menggoreng pada suhu 150-180 0C, maka asam lemak esensial atau asam lemak tidah jenuhnya akan mengalami kerusakan (teroksidasi oleh udara dan suhu tinggi, demikian pula beta karoten yang terkandung dalam minyak goreng tersebut akan mengalami kerusakan (Buckle et al, 1985).

Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan maka akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumah asam lemak bebasnya. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu tersebut akan lebih rendah. Sifat tersebut sangat penting dalam penentuan mutu lemak yang digunakan sebagai minyak goreng (Winarno, 1982).

(4)

panas, sehingga lemak yang telah dipanskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlema. Peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan, disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak (Ketaren, 1986).

(5)

dengan mereaksikan trifenilfosfin (TPP) dengan ROOH untuk menghasilkan trifenilfosfin oksida (TPPO). Matriks kalibrasi dikembangkan oleh spiking TPP dan TPPO berbagai konsentrasi di tinggi-asam erusat minyak lobak dan PV yang diduga menggunakan wilayah NIR spektral 4710-4540 cm-1. Kelompok riset kami telah bekerja pada pengembangan spektroskopi NIR metode cepat untuk analisis kuantitatif minyak sawit seperti asam lemak bebas (FFA) (Moh, 1999).

Minyak kelapa sawit merupakan bumbu dapur yang berasal dari Afrika Barat, setelah itu menyebar ke sebagian besar daerah tropis dan subtropis terutama Malaysia dan Indonesia. Selama proses penggorengan, minyak akan mengalami reaksi degradasi, oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang disebabkan oleh panas, udara, dan air. Produk hasil reaksi degradasi yang terkandung dalam minyak akan mengurangi kualitas dari minyak yang dihasilkan dan dapat menyebabkan efek buruk bagi manusia. Daur ulang minyak goreng dapat menggunakan adsorben seperti silika gel, magnesium oksida, gel aluminium hidroksida dan tanah liat yang secara umum dapat meningkatkan kualitas minyak goreng yang digunakan. Minyak yang rendah asam lemak bebas (FFA) ditandai dengan indikator perubahan warna, titik asap rendah, nilai iodium rendah, total bahan polar, nilai peroksida, memiliki sifat berbusa yang tinggi,dan viskositas meningkat (Nordin, 2012).

(6)

Na-thiosulfat sehingga jumlah Na-thiosulfat equivalen dengan jumlah I2 bebas yang berarti equivalen dengan jumlah senyawa peroksida dalam minyak tersebut (metode iodometri) (Ketaren, 1986).

Minyak sawit dan minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak jenuh masing-masing sekitar 50 % dan 80 % dan diesterifikasi dengan gliserol. Minyak sawit merupakan konstituen dari kelapa sawit yang terdiri dari 16 karbon jenuh, asam lemak palmitat dan oleat tak jenuh tunggal. Minyak kelapa sawit merupakan sumber tocotrienol terbesar di alam dan juga mengandung vitamin K yang tinggi serta magnesium untuk diet. Minyak kelapa sawit mengandung asam linoleat sekitar 10 % Asam linoleat adalah salah satu dari dua asam lemak esensial yang dibutuhkan manusia. Kelapa sawit juga mengandung sedikit squalene (yang memungkinkan penurunan kolesterol dan sifat anti-kanker) dan ubiquinone (energi penguat). (Mukherjee et al, 2009) Pengulangan penggunaan minyak goreng dapat mempengaruhi kualitas makanan dan menaikkan pembentukan senyawa yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan menyebabkan makanan gorengan memiliki masa simpan agak pendek karena mengalami ketengikan di minyak goreng yang ada di produk (Man dan Irwandi, 2000). Setelah proses penggorengan, konsumen juga memperhatikan tentang kualitas minyak dari aspek warna, titik asap dan derajat ketengikan. Beberapa parameter dapat digunakan untuk menilai kualitas minyak seperti asam lemak bebas (FFA), angka peroksida (PV), warna minyak goreng, titik asap dan komposisi asam lemak (Fan et al, 2012)

(7)

kacang (215o-221o); minyak biji kapas (218o-227o); minyak canola (224o-228o), minyak bunga matahari dan minyak kedelai (226o-232o) (Wolke,2006).

Winarno (1999) menyatakan minyak yang digunakan berulang akan mempunyai titik asap yang semakin rendah, suhu minyak menjadi lebih cepat meningkat. Titik asap minyak bergantung pada kandungan asam lemak bebasnya. Minyak yang tinggi asam lemak bebasnya, tinggi juga gliserolnya. Semakin tinggi gliserolnya semakin rendah titik asapnya (Aminah, 2010).

C. Metodologi 1. Alat

a. Pipet tetes b. Pipet 20 ml c. Pipet 1 ml d. Buret 50 ml e. Gelas ukur 100 ml f. Hot plate

g. Termometer h. Neraca analitik i. Erlenmeyer 250 ml 2. Bahan

a. Minyak sawit baru

b. Minyak sawit bekas goreng 1x tempe c. Minyak sawit bekas goreng 3x tempe d. Minyak sawit bekas goreng 5x tempe e. Minyak sawit bekas goreng 7x tempe f. Minyak sawit bekas goreng tempe gosong g. Minyak sawit bekas ikan

h. Minyak sawit bekas krupuk i. Air panas

(8)

Ditimbang 5 gr sampel minyak sawit berbagai kondisi

Ditambahkan 30 ml pelarut (60% asam asetat glacial + 40% kloroform), dikocok sampai semua sampel minyak larut

Ditambahkan 30 ml aquadest

Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang gelap sambil digoyang

Dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat 0,1N Ditambahkan amilum 1 ml

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml

Dibungkus dengan alumunium foil

50 ml sampel minyak

Diamati suhunya hingga terbentuknya asap Dipanaskan minyak di atas hot plate Dimasukkan ke dalam gelas beker 100 ml

l. KI jenuh m. Aquadest

n. Na-tiosulfat 0,1N 3. Metodologi

a. Penentuan Bilangan Peroksida

(9)

D. Hasil dan Pembahasan Tabel 2.1 Angka Peroksida

Kelompok Sampel Titrasi

Sampel

Titrasi Blanko Angka Peroksida

1 & 9 Minyak sawit baru 0,2 0 0,4

2 & 10 Bekas 1x tempe 0,3 0 0,6

3 & 11 Bekas 3x tempe 0,5 0 1

4 & 12 Bekas 5x tempe 0,5 0 1

5 & 13 Bekas 7x tempe 0,4 0 0,8

6 &14 Bekas tempe gosong

0,8 0 1,6

7 & 15 Bekas goreng krupuk

0,7 0 1,5

8 & 16 Bekas goreng ikan 0,6 0 1,2

Sumber : Laporan Sementara

Bilangan peroksida/angka peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap 1000 g contoh/sampel. Hal ini didapati pada minyak ketika terjadi oksidasi lemak dalam minyak. “Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton” (Sudarmadji, 1989). Menurut Winarno (1982) bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodine yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI sebagai pelarut asam asetat dan kloroform (2:1), kemudian iodine yang berbentuk ditentukan dengan titrasi memakai Na2S2O3.

(10)

peroksida lebih dari 10 meq/kg (Astuti, 2008). Dalam Ketaren menyebutkan bahwa bilangan peroksida yang masih baik pada minyak sawit adalah 2. Minyak mulai terasa tengik bila bilangan peroksidanya 20-40 m Eq/kg (Wildan, 2002). Bilangan peroksida pada semua sampel minyak belum ada yang mencapai 2 maka minyak tersebut masih baik.

Pada praktikum yang dilakukan, diuji sampel minyak dengan berbagai keadaan yaitu minyak sawit baru, bekas 1x tempe, bekas 3x tempe, bekas 5x tempe, bekas 7x tempe, bekas tempe gosong, bekas goreng krupuk, dan bekas goreng ikan. Hasil pengujian bilangan peroksida pada sampel berturut-turut dari terkecil ke terbesar yaitu 0,4 (minyak sawit baru); 0,6 (minyak bekas goreng 1x tempe); 0,8 (minyak bekas goreng 7x tempe); 1 (minyak bekas goreng 3x tempe dan minyak bekas goreng 5x tempe) ; 1,2 (minyak bekas goreng ikan); 1,5 (minyak bekas goreng krupuk); 1,6 (minyak bekas goreng tempe gosong). Secara teori semakin besar bilangan peroksida pada minyak maka semakin besar kerusakan pada minyak. Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa secara teori kerusakan minyak yang paling besar terjadi pada sampel minyak bekas goreng tempe gosong. Hal ini dapat terjadi karena proses penggorengan sampai tempenya gosong memerlukan panas yang tinggi dan waktu yang lama. Ini dapat mempercepat proses oksidasi minyak yang digunakan dalam penggorengan sehingga mengakibatkan minyak memiliki bilangan peroksida yang tinggi. Untuk sampel yang memiliki bilangan peroksida paling rendah yaitu minyak sawit baru karena belum terlibat dalam proses pengolahan makanan dengan suhu tinggi sehingga bilangan peroksida nya rendah.

(11)

Secara singkat reaksi oksidasi lemak dijelaskan oleh gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Reaksi oksidasi asam lemak

Reaksi oksidasi lemak secara umum terjadi lewat 3 tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada proses awal inisiasi terjadi perpindahan ikatan rangkap pada asam lemak dan terdapat atom H yang lepas. Pada gambar diatas terlihat ikatan rangkap pada atom C 12 berpindah ke atom C 11 dan membentuk asam lemak trans. Atom H pada atom C 13 terlepas yang pada proses berikutnya akan ditempati oleh oksigen. Pada tahap propagasi mulai terlibat oksigen yang menjadi faktor paling penting dalam oksidasi lemak yaitu sebagai pengoksidasi. O2 masuk dalam struktur asam lemak dan terikat pada atom C 13. Setelah itu atom H masuk dan berikatan dengan O2 membentuk struktur asam karboksilat. Ikatan ini tidak stabil sehingga pada proses terakhir yaitu terminasi, ikatan tersbut akan terdegradasi menghasilkan asam lemak yang baru dan senyawa alkana.

(12)

terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak. Namun, jumlah bilangan peroksida yang lemak yang tinggi juga bukan penentu rusaknya minyak. Terdapat contoh minyak yang bilangan peroksida nya rendah namun sudah mengalami akibat dari oksidasi minyak itu sendiri seperti ketengikan. Selanjutnya akan ditampilkan pada grafik berikut :

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0

1 2 3 4 5 6

Grafik bilangan peroksida pada minyak

Waktu (hari) jumlah peroksida lemak

Grafik 2.1 Hubungan jumlah bilangan peroksida dengan waktu

(13)

kerusakan karena terdapat senyawa-senyawa turunan asam lemak yang menyebabkan ketengikan. Oleh karena itu, penentuan kualitas minyak sawit harus ditinjau dari berbagai parameter yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional pada SNI (Standar Nasional Indonesia). Pencegahan oksidasi minyak ini dapat dicegah menggunakan senyawa antioksidan seperti vitamin A, BHT, BHA, vitamin E dll.

Pereaksi yang digunakan dalam pengujian bilangan peroksida antara lain kloroform, asam asetat glasial, KI, Na2S2O3, serta indikator amilum. Fungsi dari pereaksi tersebut yaitu :

1. Kloroform digunakan untuk melarutkan minyak sehingga larut dengan sempurna dan bisa diproses selanjutnya.

2. Asam asetat glasial digunakan untuk menghidrolisis asam lemak dari minyak. Asam lemak ini yang kemudian diukur jumlah peroksida yang terkandung di dalamnya.

3. KI digunakan sebagai pereaksi perantara karena titrasi yang dilakukan yaitu titrasi tidak langsung (indirect titration). Peroksida yang pecah pada minyak akan mengeluarkan oksigen. Oksigen yang terlepas akan mengoksidasi KI dan menghasilkan I2 yang setara dengan jumlah oksigen pada sampel.

4. Na2S2O3 digunakan untuk mentitrasi I2 sehingga bisa ditentukan jumlah bilangan peroksida pada sampel minyak.

5. Amilum digunakan sebagai indikator. Mekanismenya adalah iod yang dibebaskan akan masuk ke dalam struktur amilum sehingga menimbulkan warna biru. Titrasi dihentikan jika warna larutan menjadi tidak berwarna karena I2 telah habis tertirasi.

Reaksi yang terjadi adalah:

RCOO- + KI RCO- + H2O + I2 + K+

I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S2O3 (Ketaren, 1986)

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengujian bilangan peroksida pada minyak antara lain :

(14)

2. Pengocokan sampel agar peroksida lemak bisa pecah dan melepaskan oksigen. 3. Kurang terjaganya erlenmeyer dari cahaya setelah ditambahkan KI karena I2

yang dilepaskan sangat rentan terhadap cahaya.

4. Pengamatan yang kurang teliti pada proses titrasi sehingga berpengaruh pada volume titran yang dibutuhkan.

Tabel 2.2 Titik Asap

Kelompok Sampel Titik asap ( C)⁰

1 & 9 Minyak sawit baru 210

2 & 10 Bekas 1x tempe 208

3 & 11 Bekas 3x tempe 212

4 & 12 Bekas 5x tempe 206

5 & 13 Bekas 7x tempe 213

6 &14 Bekas tempe kosong 211

7 & 15 Bekas goreng krupuk 198

8 & 16 Bekas goreng ikan 208

Sumber : Laporan Sementara

Minyak sawit merupakan bahan yang memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang mempengaruhi kualitasnya. Salah satu sifat fisik yang berpengaruh pada kualitas minyak yaitu smoke point. Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan maka akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebasnya. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu tersebut akan lebih rendah (Winarno, 1982).

(15)

7x tempe sebesar 213 C sedangkan titik asap terendah terdapat pada pada minyak⁰

bekas goreng krupuk sebesar 198 C . ⁰ Smoke point ini ditentukan oleh banyaknya asam lemak bebas yang terdapat pada sampel maka secara teori smoke point terendah terdapat pada minyak sawit baru karena belum ada proses pengolahan yang melibatkannya. Hal ini bisa terjadi karena minyak sawit baru yang sudah terhidrolisis oleh air/enzim sehingga meningkatkan jumlah asam lemak bebas. Smoke point minyak sawit baru ini sudah sesuai dengan teori. Smoke point minyak goreng biasa, yang kebanyakan berasal dari biji tumbuhan, dapat berkisar antara 120oC hingga lebih dari 230oC.

Lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya air. Reaksi ini dipercepat dengan adanya asam, basa, dan enzim. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah terhidrolisis akan menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang terlah terhidrolisis akan menurun smoke point-nya, bahan-bahan menjadi coklat, dan lebih banyak menyerap warna (Winarno, 1997).

E. Kesimpulan

Dari hasil praktikum evaluasi bilangan peroksida dan titik asap minyak goreng didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Prinsip pengujian penentuan bilangan peroksida berdasarkan jumlah iodine yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI sebagai pelarut asam asetat dan kloroform (2:1), kemudian iodine yang berbentuk ditentukan dengan titrasi memakai Na2S2O3.

(16)

3. Bilangan peroksida tertinggi terdapat pada minyak bekas tempe gosong sebesar 1,6 dan yang terendah terdapat pada minyak sawit baru sebesar 0,4. 4. Dari hasil praktikum didapat bahwa titik asap sampel berturut-turut dari

terkecil ke terbesar yaitu sebesar 198 oC (minyak bekas goreng krupuk), 206 oC (minyak bekas goreng 5x tempe) ,208 oC (minyak bekas goreng ikan dan minyak bekas goreng 1x tempe), 210 oC (minyak sawit baru), 211 oC (minyak bekas goreng tempe gosong), 212 oC (minyak bekas goreng 3x tempe), 213 oC (minyak bekas goreng 7x tempe).

5. Smoke point tertinggi terdapat pada minyak bekas goreng 7x tempe yaitu sebesar 213 C sedangkan ⁰ smoke point terendah terdapat pada minyak bekas goreng kerupuk yaitu sebesar 198 C .⁰

6. Parameter bilangan peroksida dan smoke point minyak bergantung pada intensitas minyak tersebut digunakan, suhu penggunaan, dan waktu penggunaan minyak untuk menggoreng.

7. Semakin tinggi smoke point maka mutu minyak akan semakin baik, semakin rendah maka mutu minyak semakin rendah karena sudah banyak asam lemak bebas pada minyak.

8. Parameter bilangan peroksida tidak dapat menjadi parameter tunggal uji kerusakan minyak sehingga dibutuhkan pengujian parameter lain sehingga dapat diketahui pasti minyak tersebut rusak atau tidak.

(17)

Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 Tahun 2010

Astuti, Endang Puji. 2008. Pengaruh Penambahan Berbagai Tingkat Vitamin C Sebagai Antioksidan Dan Lama Simpan Terhadap Ketengikan Bungkil Kacang Tanah

Buckle et al. 1985. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Fan, H.Y et al. 2012. Frying Stability of Rice Bran Oil and Palm Olein. International Food Research Journal 20(1): 403-407 (2013). School of Food Science and Nutrition, Universiti Malaysia Sabah, Jalan UMS, 88400 Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Gaman, P. M. 1992. Ilmu Pangan ; Pengantar Ilmu Pangan, nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.

Moh, M.H, Y.B. Che Mana, F.R. van de Voort, and W.J.W. Abdullah. 1999. Determination of Peroxide Value in Thermally Oxidized Crude Palm Oil by Near Infrared Spectroscop. Volume 76 Nomor 1.

Mukherjee et al. 2009. Health Effects of Palm Oil. Volume 3 No 26 Hal 197-198. School of Medical Science and Technology, Indian Institute of Technology : India.

Nordin, M.F.N. 2012. Reduction of Peroxide Value in Used Palm Cooking Oil Using Bagasse Adsorbent. Volume 2 No 1 Hal 185. Faculty of Agro Industry & Natural Resources University Malaysia Kelantan : Malaysia.

Wildan, Farihah. 2002. Penentuan Bilangan Peroksida. dalam Minyak Nabati dengan Cara Titrasi. Balai Penelitian Ternak-Ciawi.

Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wolke, Robert L. 2006. Kalo Einstein Jadi Koki Sains di Balik Urusan Dapur. PT

Gambar

Tabel 2.1 Angka Peroksida
Gambar 2.1 Reaksi oksidasi asam lemak
Grafik bilangan peroksida pada minyak
Tabel 2.2 Titik Asap

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini akan di lakukan dengan cara memberikan lembaran koesioner sebanyak 4 lembar, lembaran pertama untuk data demogarafi yang berisikan nama, jenis kelamin anak, umur

The difference in species richness of poles was not significant between the sites (p= 0.984).The species richness of the trees was highest in the lightly degraded forest (38

1. Korteks sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh

Model berbasis akrual menggunakan akrual sukarela sebagai indikator manajemen laba. Total akrual digunakan untuk mengukur akrual sukarela karena terdapat kesulitan

Berdasarkan gambaran di atas peneliti tertarik melakukan penelitian yang bertujuan untuk: (1) mengetahui kepercayaan diri siswa SMP Plus Mambaul Ulum Sukowono

Setelah hasil analisis data penelitian, selanjutnya adalah mendiskripsikan hasil penelitian tersebut dalam sebuah tabel yang menunjukkan adanya perbedaan hasil

Dengan demikian, musik dapat mempengaruhi emosi dan emosi yang merupakan hasil dari pengaruh musik tersebut dapat mempengaruhi kognisi.. Ketika beberapa stimulus muncul

Dari hasil analisa dan pembahasan dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pembelian, pencatatan utang usaha dan pembayaran utang usaha belum memenuhi