BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Budaya Organisasi
1.1. Pengertian Budaya Organisasi
Sutrisno (2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang telah berlaku lama, disepakati dan diikuti hingga menjadi suatu pedoman perilaku dan pemecahan masalah oleh anggota suatu organisasi. Sejalan dengan Robins (1990, dalam Moeljono, 2006) yang menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai-nilai yang maknanya dirasakan, dan diyakini seluruh jajaran organisasi sebagai landasan gerak organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota organisasi (Robbins, 1996 dalam Zookefli dan Md Nor, 2008). Budaya organisasi adalah sistem simbol dan interaksi unik dalam suatu organisasi yang menunjukkan cara berpikir, berplilaku dan berkeyakinan yang sama yang dimiliki anggota organisasi (Marquis & Huston, 2010).
Istilah budaya organisasi mengacu pada budaya yang berlaku di perusahaan yang pada umumnya berbentuk sebuah organisasi (Sutrisno, 2010). Budaya organisasi merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat dan dapat dijadikan acuan berprilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan (Moeljono, 2006).
perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya (Muluk, 1999 dalam Aryanti 2012).
1.2. Fungsi Budaya Organisasi
Matondang (2008) mengungkapkan bahwa budaya organisasi memiliki fungsi sebagai perekat sosial, alat pemersatu serta sebagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya anggota organisasi berprilaku.
Robins (2001, dalam Sutrisno, 2010) menjelaskan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu (a) Budaya mempunyai suatu peran pembeda yang artinya bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antar organisasi, (b) Budaya organisasi membawa satu rasa identitas bagi anggota organisasi, (c) Budaya organisasi mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individual, (d) Budaya organisasi meningkatkan kemantapan sistem sosial.
1.3. Mengukur Keberadaan Budaya Organisasi
Robins (1990, dalam Matondang, 2008) menjelaskan bahwa terdapat 10 karakteristik yang dapat dipakai untuk mengukur keberadaan budaya, yaitu:
a. lnisiatif lndividu. Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan kemandirian yang dimiliki individu;
c. Arah, sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi;
d. lntegrasi. Tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi;
e. Dukungan dari manajemen. Tingkat sejauh mana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka; f. Kontrol. Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai;
g. ldentitas, Tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian profesional;
h. Sistem imbalan. Tingkat sejauh mana alokasi imbalan (misal, kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya;
i. Toleransi terhadap konflik. Tingkat sejauh mana para pegawai di dorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka;
j. Pola-pola komunikasi. Tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.
1.4. Karakteristik Budaya Organisasi
1.5. Dimensi Budaya Organisasi
Denison (2005, Denison et al, 2003 dalam Casida, 2008) menjelaskan bahwa empat ciri efektifitas organisasi yaitu adaptasi (adaptability), keterlibatan (involvement), konsistensi (consistency), dan Misi (mission). Sejalan dengan Sutrisno (2010) dalam bukunya menyebutkan ada aspek dari budaya organisasi dalam peningkatan kinerja yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, serta penghayatan misi.
1. Keterlibatan
Anggota organisasi memiliki komitmen dan rasa kepemilikan yang kuat terhadap pekerjaan, tiap anggota memiliki beberapa masukan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka serta merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sejalan dengan tujuan organisasi (Denison et al, 2006).
Indikator keterlibatan adalah: (1) pemberdayaan (individu mempunyai otoritas / kewenangan, inisiatif, dan kemampuan untuk mengatur pekerjaannya sendiri sehingga menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab pada organisasi; (2) orientasi tim (organisasi bergantung pada usaha tim untuk menyelesaikan pekerjaan ke arah tujuan bersama namun masing-masing karyawan saling bertanggung jawab); dan (3) pengembangan kemampuan (organisasi menginvestasikan dananya pada pengembangan kemampuan keterampilan karyawannya agar tetap kompetitif dalam memenuhi tantangan bisnis) (Denison et al, 2006 dan Sutrisno, 2010).
Perusahaan dengan sifat keterlibatannya mengikutsertakan, melibatkan, dan mengajak karyawannya berpartisipasi untuk menciptakan sense of ownership dan tanggung jawab sehingga timbul komitmen yang lebih besar pada organisasi dan sistem pengontrolan yang lebih rendah (Sutrisno, 2010).
pendapat serta tindakan yang mereka lakukan akan terhubung langsung dengan tujuan organisasi.
2. Konsistensi
Organisasi mengembangkan suatu pola pikir dan menciptakan sistem organisasi yang membangun sistem pengelolaan internal berdasarkan dukungan konsensus (Denison et al, 2006). Sejalan dengan itu, Sutrisno (2010) menjelaskan perusahaan dengan sifat konsistensinya menanamkan sistem kepercayaan, nilai, dan simbol yang dihayati dan dipahami oleh para anggota organisasi agar terbentuk tindakan atau perilaku terkoordinasi berdasarkan dukungan konsensus.
Indikator konsistensi adalah: (1) nilai-nilai inti (para anggota organisasi berbagai sejumlah nilai yang menciptakan rasa identitas yang kuat dan sejumlah harapan yang jelas); (2) kesepakatan (organisasi mampu mencapai kesepakatan mengenai masalah / isu penting, yang mencakup tingkat kesepakatan utama dan kemampuan untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang terjadi); serta (3) koordinasi dan integrasi (unit-unit kerja yang berbeda dalam organisasi bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama) (Denison et al, 2006 dan Sutrisno, 2010). Sifat konsistensi dan keterlibatan dibutuhkan untuk membenahi masalah-masalah internal atau memperkuat sistem dan prosedur yang sudah berjalan (Sutrisno, 2010).
3. Adaptasi
perusahaan bertahan, bertumbuh, dan berkembang. Sifat adaptabilitas dan keterlibatan membantu perusahaan lebih fleksibel dalam melakukan perubahan-perubahan yang sesuai agar lebih kompetitif.
Indikator adaptasi adalah : (1) membuat perubahan (organisasi mampu menciptakan cara yang adaptif dalam memenuhi tutntutan perubahan kebutuhan sehingga bisa membaca situasi dan bereaksi cepat terhadap tren saat ini serta mengantisipasi perubahan di masa yang akan datang); (2) fokus pada pelanggan (organisasi memahami dan bereaksi terhadapa pelanggan mereka serta mengantisipasi kebutuhan masa depan mereka); (3) organizational learning (organisasi menerima, menterjemahkan serta meninterpretasikan sinyal dari lingkungan menjadi peluang untuk berinovasi, mendapatkan pengetahuan, dan mengembangkan kemampuan) (Denison et al, 2006).
4. Misi
Misi memberikan tujuan dan makna dengan menetapkan peran sosial serta tujuan eksternal bagi organisasi sehingga memberikan tujuan dan arah yang jelas bagi anggota organisasi dalam menentukan tindakan (Denison et al, 2006). Sutrisno (2010) menjelaskan bahwa perusahaan dengan sifat penghayatan misi mempunyai kemampuan untuk memahami arah jangka panjang yang bermanafaat bagi organisasi.
anggota organisasinya sehingga dapat menjadi panduan dan arah dalam berkarya) (Denison et al, 2006 dan Sutrisno, 2010).
Organisasi dengan sifat misi yang dominan (dominant mission trait) mempunyai karyawan dengan pemahaman yang jelas terhadap tujuan jangka panjang organisasi (Denison, 2005 dalam Casida 2008). Sementara Sutrisno (2010) menjelaskan sifat adaptabilitas dan penghayatan misi sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan eksternal yang semakin kompleks. Sutrisno menambahkan bahwa sifat penghayatan misi dan konsistensi mewujudkan stabilitas bagi para karyawan dalam menjalankan pekerjaannya yang sesuai dengan strategi bisnis agar visi dan misi perusahaan tercapai.
2. Kinerja
2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2007). Selanjutnya Wibowo (2007) menjelaskan bahwa kinerja merupakan suatu proses terkait dengan bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Dalam keperawatan, proses keperawatan merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk sutu tindakan keperawatan / pemberian asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005).
Miner (1990, dalam Sutrisno, 2010) mengemukakan bahwa terdapat empat aspek dari kinerja yaitu : kualitas yang dihasilkan, kuantitas yang dihasilkan, waktu kerja, dan kerja sama.
a. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas.
c. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut.
d. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya.
2.2. Kinerja dalam Asuhan Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa merupakan pelayanan keperawatan profesional yang berdasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan proses psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan mesalah kesehatan jiwa klien (Susilawati, dkk, 2005 dan Dalami, 2010).
Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, perawat menggunakan proses keperawatan sebagai alat untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien (Hidayat, 2004). Perawat memberiakan asuhan keperawatan jiwa secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan keperawatan (Susilawati, dkk, 2005).
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan langsung ataupun tidak langsung kepada sistem klien di sarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan (PPNI, 2005).
2.3. Standar Praktik Keperawatan Jiwa
Depkes RI tahun 2006 menjelaskan standar praktik keperawatan jiwa
terdiri dari lima yaitu : Standar I : Pengkajian, Standar II : Diagnosa
Keperawatan, Standar III : Perencanaan, Standar IV : Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan, dan Standar V : Evaluasi.
STANDAR I : PENGKAJIAN
Pernyataan
Perawat mengumpulkan data spesifik tentang kesehatan jiwa pasien
yang diperoleh dari berbagai sumber data dengan menggunakan berbagai metode
pengkajian.
Rasional
Pengkajian yang terfokus memudahkan perawat membuat keputusan
klinik (diagnosa keperawatan) dan membuat perencanaan intervensi keperawatan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Kriteria struktur
1. Ada kebijakan pemberlakuan/ SAK dan SOP
2. Adanya petunjuk teknis
3. Tersedianya format pengkajian
Kriteria proses
1. Melakukan kontrak dengan pasien/keluarga/masyarakat
2. Mengkaji keluhan utama pasien dan data penunjang lain dengan berbagai
3. Mengelompokkan data yang diperoleh secara sistimatis
4. Memvalidasi data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai metode
validasi
5. Mendokumentasi seluruh data yang diperoleh dalam format pengkajian
Kriteria hasil
1. Diperolehnya keluhan utama dan data dasar pasien; yang dikelompokkan
dan didokumentasikan pada format pengkajian yang telah ditetapkan
2. Pasien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengumpulan data
STANDAR II : DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pernyataan
Perawat menganalisa data hasil pengkajian untuk menegakkan
diagnosa keperawatan jiwa. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan merupakan
keputusan klinis perawat tentang respons individu, keluarga dan masyarakat
terhadap masalah kesehatan jiwa yang aktual maupun resiko.
Rasional
Melalui diagnosis keperawatan yang ditegakkan, perawat
memperlihatkan kemampuan melakukan justifikasi ilmiah dalam membuat
keputusan klinik
Kriteria struktur
1. Adanya daftar diagnosa keperawatan
Kriteria proses
1. Menganalisa data pasien
2. Mengidentifikasi masalah keperawatan pasien
3. Mendokumentasikan masalah keperawatan pasien
Kriteria hasil
Diperoleh serangkaian masalah keperawatan yang aktual maupun resiko sesuai
dengan kondisi pasien.
STANDAR III: PERENCANAAN
Pernyataan
Perawat mengembangkan serangkaian langkah-langkah penyelesaian masalah
kesehatan pasien dan keluarga yang terencana dan terorganisir dengan melibatkan
pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain. Perencanaan menggambarkan
intervensi yang mengarah pada kriteria hasil yang diharapkan.
Rasional
Rencana tindakan keperawatan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
tindakan keperawatan yang terapeutik, sistematis dan efektif untuk mencapai hasil
yang diharapkan
Kriteria struktur
1. Adanya kebijakan SAK
Kriteria proses
1. Memprioritaskan masalah keperawatan
2. Merumuskan tujuan keperawatan
3. Menetapkan tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan masalah pasien
4. Memvalidasi kesesuaian rencana keperawatan dengan kondisi pasien terkini
5. Mendokumentasikan rencana keperawatan
Kriteria hasil
Adanya dokumentasi rencana keperawatan yang berfokus pada
kemampuan kognitif, afektif, psikomotor pasien dan keluarga
STANDAR IV : PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Pernyataan
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana
keperawatan sesuai dengan kewenangan.
Rasional
Pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan upaya mencegah
munculnya masalah kesehatan jiwa, mempertahankan dan mengembalikan
kesehatan pasien.
Kriteria struktur
2. Tersedia pedoman pelaksanaan tindakan
Kriteria proses
1. Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada strategi pelaksanaan
dengan pendekatan hubungan terpeutik
2. Melibatkan pasien (keluarga) dan profesi lain dalam melaksanakan tindakan
3. Melakukan modifikasi tindakan berdasarkan perkembangan kesehatan
pasien
4. Mendokumentasikan tindakan keperawatan
Kriteria hasil
Tindakan keperawatan dan respon pasien terdokumentasikan
Tindakan Perawatan Pasien Gangguan Jiwa (Purba, dkk., 2012)
Tindakan keperawatan pasien harga diri rendah
1. Mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif yangdimiliki pasien 2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan 3. Membantu pasien untuk menetapkan/memilih kegiatan sesuai kemampuan 4. Melatih kegiatan pasien yang sudah dipilih sesuai kemampuan
5. Penkes pada keluarga serta mengajarkan keluarga cara memotivasi pasien dan menamati perkembangan perubahan perilaku pasien
Tindakan keperawatan pasien defisit perawatan diri 1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri 2. Melatih pasien berhias/berdandan
3. Melatih pasien makan secara mandiri
5. Penkes pada keluarga serta mengajarkan cara perawatan pasien di rumah
Tindakan keperawatan pasien isolasi sosial 1. Membina hubungan saling percaya
2. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
3. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
4. Penkes pada keluarga serta melatih keluarga merawat pasien di rumah
Tindakan keperawatan pasien halusinasi 1. Membantu pasien mengenali halusinasi 2. Melatih pasien mengontrol halusinasi
3. Penkes pada keluarga serta mengajarkan cara perawatan pasien di rumah
Tindakan keperawatan pasien waham 1. Membina hubungan saling percaya
2. Tidak mendukung atau membantah waham pasien 3. Yakinkan pasien berada dalarn keadaan aman
4. Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
5. Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti mernbicarakannya
6. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi persien sesuai dengan realitas 7. Diskusikan dengan pasien kemampuan realistis yang dimilikinya pada saat yang
lalu dan saat ini
9. Diskusikan kebutuhan psikologis/ernosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbuikan kecemasan, rasa takut, dan marah.
10. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien 11. Berbicara dalam konteks realitas
12. Bila pasien mampu memperlihatkan kemampuan positifnya berikan pujian yang sesuai
13. Jelaskan pada pasien tentang program pengobaternnya (manfaat, dosis obat, jenis, dan efek sarnping obat yang diminum serta cara meminum obat yang benar) 14. Diskusikan akibat yang terjadi bila pasien berhenti minum obat tanpa konsultasi 15. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien
16. Diskusikan dengan keluarga tentang: Cara merawat pasien waham di rumah,follow up dan keteraturan pengobatan, lingkungan yang tepat untuk pasien 17. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nana obat, dosis, frekuensi, efek
sanrping, akibat penghentian obat)
18. Diskusikan dengan heluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera
Tindakan keperawatan pasien perilaku kekerasan 1. Mmembina hubungan saling percaya
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu 3. Diskusikun perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
4. Diskusikan bersarna pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara: sosial/verbal, terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan,
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6. Diskusikan bersarna pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara: fisik (pukul kasur dan batal, tarik napas dalam), obat, sosial/verbal, spiritual (sholat/berdoa)
7. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
8. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a). Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
b). Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
c). Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
9. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien. yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain Tindakan keperawatan pasien risiko bunuh diri
Pasien dengan isyarat bunuh diri
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman
2. Meningkatkan harga diri pasien
3. Meningkatkan kemampuan pasien menyelesaikan masalah
Pasien dengan ancaman dan percobaan bunuh diri
1. Melindungi pasien dari ancaman atau percobaan bunuh diri 2. Melibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat