BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan.
2.1.1 Daerah tumbuh 2.1.1.1 Labu kuning
Tanaman labu kuning banyak dibudidayakan di negara-negara Afrika, Amerika, India dan Cina, dapat tumbuh didataran rendah maupun dataran tinggi. Labu kuning adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Penanamannya tidak sulit, baik pembibitannya, perawatannya, hasilnyapun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat. Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah pekarangan yang kosong dapat kita manfaatkan (Sinaga, 2011).
2.1.1.2 Peleng
Peleng merupakan tanaman menahun, tumbuh subur di daerah dingin atau dataran tinggi yang beriklim sejuk, yaitu pada ketinggian 3000 kaki di atas permukaan laut dan lebih tinggi dapat tumbuh dengan baik. Tanah yang disenangi adalah tanah gembur yang mengandung tanah endapan (Heyne, 1987)
2.1.1.3 Sabi
dapat tumbuh pada iklim dingin dan merupakan tumbuhan dengan masa tumbuh yang singkat yaitu 45 hari. Sabi tumbuh dengan baik di tanah yang gembur dengan pH 5,5-6,8 (Duke, 1983).
2.1.2 Nama daerah 2.1.2.1 Labu kuning
Sumatera (Melayu) : Labu Parang Jawa Barat (Sunda) : Waluh
Jawa Tengah : Waluh
Tanah Karo : Tarok
2.1.2.2 Peleng
Karo : Peleng
Jawa : Bayam Jepang
2.1.2.3 Sabi
Jawa Barat : ansabi 2.1.3 Nama asing
2.1.3.1 Labu kuning
Inggris : pumpkin
2.1.3.2 Peleng
Inggris : Spinach
Cina : Bo cai
Jepang : Horenzo
Perancis : Epinard
India : Pinni
2.1.3.3 Sabi
Inggris : False pakchoi, Mock pakchoi Thailand : Phakkat kheo kwangtung
Cina : Cai xin
2.1.4 Sistematika tumbuhan 2.1.4.1Labu kuning
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Familia : Cucurbitaceae
Genus : Cucurbita
Spesies : Cucurbita moschata Duch. (LIPI, 2012) 2.1.4.2Peleng
Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Caryophyllales Famili : Chenopodiacea
Genus : Spinacia
2.1.4.3 Sabi
Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa L. (LIPI, 2012) 2.1.5 Morfologi tumbuhan
2.1.5.1Labu kuning
Tumbuhan labu kuning merupakan jenis tanaman yang merambat. Batang berkayu lunak, segi lima, berambut, berbuku-buku panjang 25 cm hijau muda. Daunnya tunggal, bulat bertangkai, tangkai berlubang, ujung runcing tepi berombak, pangkal membulat, berbula panjang 7-35 cm, lebar 6-30 cm, beralur pertulangan menyirip, hjau. Buahnya bulat, berdaging tebal, diameter 25-35 cm, gundul dan berwarna kuning muda (Sinaga, 2011).
2.1.5.2Peleng
2.1.5.3Sabi
Sabi merupakan tumbuhan dengan bunga kuning, dengan batang berdaging 0.5-1 cm dan panjangnya 15-20 cm. Daun hijau terang atau gelap dan umumnya oval, dengan tepi daun sedikit bergerigi (Tenora, 2010).
2.1.6 Kandungan Kimia 2.1.6.1Labu Kuning
Bagian tumbuhan yang sering digunakan adalah buah, biji dan daun. Labu
kuning mengandung β-karoten, α-karoten dan lutein sedangkan daunnya
mengandung asam lemak tak jenuh (Anonim, 2010). 2.1.6.2Peleng
Peleng memiliki kandungan flavonoid yang tinggi seperti mirisetin, kuersetin dan kaempferol, senyawa fenol seperti asam ferulat, mengandung vitamin seperti vitamin A, C, E dan K, serta mineral seperti magnesium, mangan, kalsium, posfor dan besi (Subhash, 2010).
2.1.6.3Sabi
Sabi memiliki kandungan kimia seperti lemak, protein, karbohidrat, serat,
kalsium, besi, posfor, natrium, kalsium, β-karoten, tiamin, riboflavin, niasin dan
vitamin C (Duke, 1983). 2.1.7 Kegunaan 2.1.7.1Labu Kuning
2.1.7.2Peleng
Kegunaan secara tradisional, daun peleng dapat digunakan sebagai antipiretik, diuretik, obat cacing, laxantif, nyeri di persendian, radang paru-paru, demam, pilek, sakit tenggorokan, infeksi cacing, perut kembung dan mual (Subhash, 2010).
2.1.7.3Sabi
Sabi sering dikonsumsi sebagai sayuran. Daun nya juga dapat berkhasiat untuk terapi kanker, memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba (Tenore, 2012; Duke, 1983).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DepKes RI, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
A. Cara dingin 1. Maserasi
Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukan secara terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
3. Sokletasi
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama waktu 15 menit.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3Radikal Bebas
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang dengan DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner, katarak dan penyakit degeneratif lainnya (Silalahi, 2006). Radikal bebas dapat masuk dan terbentuk dalam tubuh melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat dan makanan berlemak (Kumalaningsih, 2006).
2.4 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).
Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 5 yakni:
a. Antioksidan primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi. Contohnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas.
b. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.
c. Antioksidan tersier
reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker.
d. Oxygen scavanger
Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau sequesstrants
Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino. Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan dari berbagai jenis daripada menggunakan antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi (Silalahi, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah-buahan, sayuran dan biji-bijian adalah sumber antioksidan yang baik dan bisa meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menekan proses penuaan dini (Kosasih, 2004).
2.4.1 Antioksidan alami
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa antioksidan alami polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Kumalaningsih, 2006).
2.4.2 Vitamin C
Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C (Silalahi, 2006). 2.4.3 Betakaroten
Betakaroten merupakan salah satu provitamin A yang berperan sebagai antioksidan dan dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan kanker. Betakaroten terdapat pada aprikot, wortel dan mangga dan dengan mengkonsumsi 50 mg betakaroten tiap hari dalam menu makanan dapat mengurangi risiko terkena penyakit jantung (Kosasih, 2004).
Betakaroten bekerja sebagai antioksidan dengan cara memperlambat fase inisiasi. Pemberian vitamin A dalam dosis tinggi dapat bersifat toksis. Akan tetapi, betakaroten dalam jumlah banyak mampu memenuhi kebutuhan vitamin A dan selebihnya tetap sebagai betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan (Silalahi, 2006). Rumus bangun betakaroten dapat dilihat pada Gambar 2.2.
2.4.4 Vitamin E
Vitamin E terdiri dari struktur tokoferol, bersifat tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak atau minyak.
Gambar 2.3 Rumus bangun vitamin E (Silalahi, 2006).
Struktur molekul vitamin E di atas menunjukkan bahwa vitamin E merupakan suatu antioksidan yang efektif, yang dengan mudah menyumbangkan atom hidrogen pada gugus hidroksil (OH) dari struktur cincin ke radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi tidak reaktif. Dengan menyumbangkan hidrogen, vitamin E sendiri menjadi suatu radikal, tetapi lebih stabil karena elektron yang tidak berpasangan pada atom oksigen mengalami delokalisasi ke dalam struktur cincin aromatik (Silalahi, 2006).
2.4.5 Polifenol
bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dalam buah dan sayuran (Hattenschwiler, 2000). Struktur dasar polifenol dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Struktur dasar polifenol (Hattenschwiler, 2000).
2.5Spektrofotometri UV-Visible
Prinsip kerja Spektrofotometer Visible adalah sinar/cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Ewing, 1975).
Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi energi radiasi macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day, 1994).
nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 400-750 nm (Rohman, 2007).
2.6 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Metode untuk menentukan aktivitas antioksidan ada beberapa cara, yaitu: (1). BCB Method (β-Carotene Bleaching Method) atau Metode Pemutihan
β-karoten, (2). DPPH (1,1-difenil-2- picrylhydrazil) Radical Scavenging Method (Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH), (3). Thiobarbituric
Acid-Reactive Substance (TBARS) Assay, (4). ORAC Assay (Oxygen-Radical
Absorbance Capacity), (5). CUPRAC Assay (Cupric Reducing Antioxidant
Capacity), (6). FRAP Assay (Ferric Reducing Antioxidant Power), (7).
Determination of Conjugated Dienes, (8). Determination of Lipid
Hydroperoxides (De la Rosa, 2010).
Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri untuk proses redoks. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya yaitu 1,1-difenil-2- picrylhydrazine (DPPH-H) yang berwarna oranye-kuning. DPPH bersifat tidak larut dalam air (Ionita, 2003).
kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux, 2004). Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga dalam bentuk larutan dan berlaku untuk keseluruhan kapasitas antioksidan sampel. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).
Molyneux (2004), menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 yang diperoleh berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan. Rumus molekul DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.5.
a b
Keterangan:
a. bentuk radikal (DPPH) b. bentuk nonradikal (DPPH-H)
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena resonansi yang dialaminya. Resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.
Gambar 2.6 Resonansi DPPH (Molyneux, 2004)
Gambar 2.7 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan (Molyneux, 2004).
antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah (Molyneux, 2004).
2.6.1 Pelarut
Metode ini akan memberikan hasil yang baik dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).
2.6.2 Pengukuran absorbansi – panjang gelombang
Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm dan 520 nm. Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas (Molyneux, 2004).
2.6.3 Waktu pengukuran