• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kepuasan dan Ketidakpuasan Konsumen - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perpindahan Merek Dunkin’ Donuts ke J.CO Donuts and Coffee pada mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kepuasan dan Ketidakpuasan Konsumen - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perpindahan Merek Dunkin’ Donuts ke J.CO Donuts and Coffee pada mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas "

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Kepuasan dan Ketidakpuasan Konsumen

Kepuasan konsumen telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Menurut Kotler dan Keller (2009:139), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Sedangkan, ketidakpuasan adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian

(disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaiannya (Tjiptono, 2008:24). Ketidakpuasan konsumen terjadi apabila kinerja suatu produk tidak sesuai dengan persepsi dan harapan konsumen (Kotler dan Keller, 2008:177).

Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, konsumen akan merasa tidak puas. Sebaliknya, jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, konsumen akan merasa puas. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen dipengaruhi oleh pengalaman mengkonsumsi produk atau jasa sebelumnya. Ketidakpuasan konsumen pada pasca pembelian atau pasca konsumsi menyebabkan konsumen mencari alternatif merek lain untuk mencapai kepuasannya.

(2)

Berkaitan dengan hal ini, ada tiga kategori atau komplain terhadap ketidakpuasan konsumen (Tjiptono, 2008:22), yaitu:

a. Voice response

Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan, maupun kepada distributornya.

b. Private response

Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu kolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan produk atau perusahaan yang bersangkutan.

c. Third-party response

Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum, mengadu lewat media massa, atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum, dan sebagainya.

Banyak perusahaan memfokuskan pada kepuasan konsumen karena konsumen yang puas tidak mudah pilihannya. Kepuasan konsumen yang tinggi menciptakan keeratan emosional terhadap merek tertentu, bukan hanya kesukaan atau prefensi rasional. Sebagai hasilnya adalah kesetiaan (loyalitas) konsumen yang tinggi. Keputusan konsumen untuk setia atau beralih ke yang lain berasal dari penjumlahan banyak pertemuan kecil dengan perusahaan (Kotler dan Keller, 2007:178).

(3)

puas. Harapan konsumen merupakan perkiraan tentang apa yang akan diterimanya bila membeli atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi konsumen terhadap apa yang diterimanya setelah mengkonsumsi produk yang telah dibeli. Pada akhirnya konsumen yang merasa terpuaskan kebutuhan dan keinginannya akan menindaklanjutinya dengan melakukan pembelian ulang dengan merek yang sama. Sedangkan, konsumen yang mengalami ketidakpuasan cenderung merubah perilaku pembeliannya dengan melakukan perpindahan pada merek lain.

Menurut Tjiptono (2000:91) model kepuasan/ketidakpuasan konsumen dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber : Tjiptono (2000:91)

Gambar 2.1

Model Kepuasan/Ketidakpuasan Konsumen Pemakaian / Konsumsi

Produk

Harapan Kinerja

Evaluasi terhadap Keadilan Perputaran

Konfirmasi/ Diskonfirmasi Harapan

Respon Emosional

Kepuasan / Ketidakpuasan Konsumenn

Evaluasi Kinerja

(4)

Timbulnya ketidakpuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut, yaitu:

a. Ketidaksetujuan mereka terhadap produk keseluruhan atau sebagian, karena mereka tidak mengetahui manfaat dari produk tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang diberikan oleh produsen kepada konsumen. b. Ketidaksetujuan mereka terhadap pelayanan yang diberikan oleh produsen

kepada para konsumen. Hal ini dikarenakan sikap produsen yang tidak ramah terhadap konsumen.

c. Ketidakpuasan mereka terhadap harga yang diberikan oleh produsen terhadap produk yang ditawarkan.

d. Ketidakpuasan konsumen terhadap lingkungan dimana produk tersebut dijual atau lokasi.

Ketidakpuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Karena konsumen adalah orang yang menerima hasil pekerjaan (produk) seseorang, maka konsumenlah yang menentukan kualitas atau kinerja suatu produk. Kualitas produk didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh atas kebaikan kinerja barang atau jasa. Irawan (2008:45) mengidentifikasi tujuh dimensi kualitas produk, yaitu:

1. Kinerja (Perfomance)

(5)

2. Keandalan (Reliability)

Merupakan suatu kemungkinan dari suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam suatu jangka waktu tertentu dibawah kondisi tertentu. Jadi, keandalan merupakan karakteristik yang merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam penggunaan produk tersebut.

3. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (Features)

Merupakan aspek kedua dari perfomance yang menambah fungsi dasar yang biasanya terdapat pada fungsi menu dari suatu produk.

4. Daya tahan (Durability)

Berkaitan dengan daya tahan (keawetan) dari produk tersebut. 5. Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance)

Berhubungan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan konsumennya.

6. Pelayanan (Service Ability)

Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan, kesopanan, kompetensi serta akurasi dalam produk.

7. Desain (Aesthetics)

Dimensi ini banyak yang menawarkan aspek emosional dan keindahan produk dalam mempengaruhi kepuasan konsumen.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penilaian terhadap kepuasan konsumen dapat dibedakan menjadi tiga (Ishadi, 2012:46):

(6)

2. Simple Confirmation, dimana hasil yang diterima sama dengan yang diharapkan.

3. Negative Disconfirmation, dimana hasil yang diterima lebih buruk dari hasil yang diharapkan.

2.1.2 Kebutuhan Mencari Variasi (Variety Seeking)

Konsep kebutuhan mencari variasi berhubungan dengan studi marketing dan

exploratory purchase behavior seperti perpindahan merek dan perilaku inovasi. Dari sudut pandang psikologi dihasilkan teori yang menyatakan bahwa sumber kebutuhan mencari variasi adalah kebutuhan internal untuk stimulasi.

Schiffman dan Kanuk (2007:115) mengemukan bahwa sifat yang digerakkan oleh kepribadian yang persis sama dan berhubungan dengan Tingkat Stimulasi Optimum (TSO) adalah pencari variasi atau kesenangan baru. Ketika stimulasi (dalam bentuk kompleksitas, arousal, dan sebagainya) berada di bawah level ideal, individu menjadi jenuh dan mencoba untuk lebih menghasilkan input stimulasi melalui perilaku seperti exploration dan novelty seeking. Sebaliknya, ketika stimulasi mengalami peningkatan melebihi level ideal, individu akan berusaha menurunkan input stimulasi.

(7)

penyelesaian masalah rutin yang berkaitan dengan convenience goods dan jarang berkaitan dengan shopping and specialty goods (Mayasari, 2005:21).

Variety seeking adalah komitmen secara sadar untuk membeli merek lain karena terdorong untuk terlibat atau mencoba hal-hal yang baru, rasa ingin tahu dengan hal-hal yang baru, novelty (kesenangan baru), atau untuk mengatasi masalah kejenuhan terhadap hal yang lama atau biasanya (Setiyaningrum, 2005:7).

Salah satu yang mendorong personality traits adalah variety-novelty seeking. Beberapa tipe konsumen yang mencari variasi (variety-novelty seeking)

adalah sebagai berikut (Schiffman dan Kanuk, 2007:115):

1. Perilaku pembelian yang bersifat penyelidikan (Exploratory Purchase Behavior), merupakan keputusan perpindahan merek untuk mendapatkan pengalaman baru dan kemungkinan alternatif yang lebih baik.

2. Penyelidikan pengalaman orang lain (Vicarious Exploration), konsumen mencari informasi tentang suatu produk yang baru atau alternatif yang berbeda, kemudian mencoba menggunakannya.

3. Keinovatifan pemakaian, konsumen telah menggunakan dan mengadopsi suatu produk dengan mencari produk yang lebih baru dengan teknologi yang lebih tinggi seperti produk-produk alat elektronik yang model/fungsinya telah berubah.

(8)

of Product (EAP) yang dikutip dari Van Trijp (1996:291) yang telah disesuaikan sebagai berikut:

1. Lebih suka merek yang belum pernah dicoba.

2. Merasa tertantang jika memesan merek yang belum familiar.

3. Meskipun menyukai merek tertentu, namun sering mencoba merek yang baru.

4. Tidak khawatir dalam mencoba merek baru atau berbeda.

5. Jika merek produk tersedia dalam sejumlah variasi, pasti akan mencobanya. 6. Menikmati peluang membeli merek yang tidak familiar demi mendapatkan

variasi dalam suatu pembelian.

Setiyaningrum (2005:8) mengemukakan suatu model teorikal tentang

(9)

Faktor penyebab exploratory lainnya

Sumber : Setiyaningrum (2005:8)

Gambar 2.2

Model Teoritikal tentang Exploratory Purchase Behaviour

Pada Gambar 2.2, menjelaskan mengenai lima faktor utama yang menyebabkan konsumen melakukan eksplorasi pembelian. Kelima faktor tersebut adalah variety seeking, strategi keputusan, faktor-faktor situasional dan normatif, ketidakpuasan terhadap merek atau produk yang digunakan sebelumnya, dan

Karakteristik Perbedaan Individu

Pengendalian Variasi Ciri Kepribadian

- Dogmatis

- Mementingkan hal duniawi - Otoriter

- Liberal

- Kemampuan berusaha

- kreativitas

Factor Mitivasional

- Keinginan untuk berubah - Keinginan menjadi unik - Rasa ingin tahu

- Keinginan menanggung risiko bahaya, ancaman

Karakteristik Produk

Karakteristik Obyektif - Jumlah alternative

- Frekuensi antar pembelian

Karakteristik Subyektif - Keterlibatan

- Risiko yang dipersepsikan - Perbedaan antar merek - Loyalitas merek

- Tergantung perasaan individu

Strategi Keputusan : -Membeli yang paling

murah

- Membeli pada saat diskon - Membeli dengan kupon

Faktor Situasional Normatif

-Kehabisan sbk - Pengaruh orang lain

Ketidakpuasan terhadap Product Sebelumnya - Merek produk yang

digunakan tidak sesuai harapan

Pemecahan Masalah - Keinginan mencoba produk baru untuk pemecahan masalah konsumsi

(10)

strategi pemecahan masalah. Variety seeking merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi konsumen untuk melakukan eksplorasi pembelian.

Ciri kepribadian dogmatis, otoriter, tidak memiliki faktor motivasi untuk berubah, tidak ada keinginan untuk menjadi pribadi yang unik, dan berani menanggung resiko dan produk memiliki karakteristik sedikit alternatif merek, waktu antara pembelian relatif lama, keterlibatan tinggi, perbedaan antara merek tinggi, dan loyalitas merek tinggi dapat menghambat individu dalam mencari variasi untuk berpindah merek.

Ketika konsumen tidak puas dan suka mencari variasi maka konsumen akan lebih termotivasi untuk berpindah merek, namun ketika konsumen tidak puas dan konsumen tidak suka mencari variasi maka konsumen kurang termotivasi untuk berpindah merek. Setiyaningrum (2005:9), menegaskan bahwa variety seeking

(11)

2.1.3 Perilaku Konsumen

Dalam rangka memasarkan produknya, penting bagi pemasar untuk mempelajari perilaku konsumen. Dengan mempelajari perilaku konsumen, seorang pemasar dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat. Menurut Rangkuti (2013:62), perilaku konsumen didefinisikan sebagai “Perilaku yang ditunjukan oleh konsumen untuk mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan barang dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhannya.”

Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap, dan selera yang berbeda. Kotler dan Armstrong (2001:197) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, dan psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen.

Sumber : Kotler dan Amstrong (2001:197)

Gambar 2.3

(12)

Adapun penjelasan dari Gambar 2.3 adalah sebagai berikut: 1. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas dan yang paling dalam terhadap perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh:

a. Budaya

Budaya merupakan faktor penentu utama dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya seseorang terbentuk melalui proses belajar dari lingkungannya. Manusia tumbuh dan berkembang di dalam suatu lingkungan, dimana dalam lingkungan inilah mereka biasanya memperlajari nilai-nilai, persepsi, dan juga tingkah laku. Pemasar sangat berkepentingan untuk melihat pergeseran kultur tersebut agar dapat menyediakan produk-produk yang benar-benar diinginkan konsumen.

b. Subbudaya

Subbudaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai terpisah berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang umum. Sehubungan dengan hal ini, maka seorang pemasar harus mampu untuk merancang suatu produk yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan subbudaya tersebut.

c. Kelas Sosial

(13)

yang sama. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variabel lainnya. Kelas sosial seseorang berpengaruh terhadap pilihan produk dan merek yang akan dibelinya.

2. Faktor Sosial

a. Kelompok acuan

Kelompok ini memiliki pengaruh secara langsung atau pengaruh tidak langsung terhadap setiap sikap dan perilaku yang bersangkutan dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk dan merek.

b. Keluarga

Anggota keluarga dari pembeli dapat memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku si pembeli. Pengaruh tersebut timbul akibat kedekatan pembeli dengan keluarganya terutama dengan orangtua.

c. Peran dan status

(14)

3. Faktor Pribadi

Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:

a. Umur dan tahap daur hidup

Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi seringkali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya.

b. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat diatas rata-rata akan produk dan jasa mereka.

c. Situasi ekonomi

Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat minat.

d. Gaya hidup

(15)

kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia.

e. Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian setiap orang jelas mempengaruhi tingkah laku membelinya. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.

4. Faktor psikologis

Pilihan pembelian seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis yang utama, yaitu:

a. Motivasi

Motivasi adalah dorongan diri dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhannya yang belum terpenuhi. b. Persepsi

Perilaku pembelian seseorang terhadap suatu produk dan merek dipengaruhi oleh persepsi orang yang bersangkutan. Persepsi terbentuk melalui informasi yang diperoleh melalui panca indera.

c. Proses pembelajaran

(16)

2.1.4 Perilaku Pembelian

Pada seorang konsumen, semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak pertimbangan untuk membeli. Kotler dan Armstrong (2008:177) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek.

1. Perilaku Pembelian Kompleks (Complex Buying Behavior)

Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks (complex buying behavior) ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antarmerek.

2. Perilaku Pembelian Pengurangan Disonasi (Dissonance-reducing Buying Behavior)

Perilaku pembelian pengurangan disonansi (dissonance-reducing buying behavior) terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antarmerek.

3. Perilaku Pembelian Kebiasaan (Habitual Buying Behavior)

Perilaku pembelian kebiasaan (habitual buying behavior) terjadi dalam keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek. 4. Perilaku Pembelian Mencari Keragaman (Variety-seeking Buying Behavior)

(17)

2.1.5 Perilaku Pascapembelian

Pekerjaan pemasar tidak berakhir ketika produk telah dibeli. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:181), perilaku pascapembelian adalah tahap proses keputusan pembeli dimana konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah pembelian, berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan mereka. Setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan terlibat dalam perilaku pascapembelian (postpurchase behavior) yang harus diperhatikan oleh pemasar. 2.1.6 Merek

Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah merek (brand).

American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:258) mendefinisikan merek sebagai “nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan merek para pesaing.”

Merek merupakan tanda berupa gambar, nama kata, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono, 2005:25). 2.1.7 Loyalitas Merek

(18)

merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan berniat untuk terus membelinya di masa depan. Dengan demikian, loyalitas merek secara langsung dipengaruhi oleh kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap merek tertentu.

Aaker (1997:56) mendefinisikan loyalitas merek sebagai suatu ukuran keterkaitan konsumen kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang konsumen beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang konsumen yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas konsumen terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok konsumen tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Ini merupakan satu indikator dari ekuitas merek yang nyata-nyata terkait dengan laba masa depan, karena loyalitas merek secara langsung ditafsirkan sebagai penjualan masa depan.

Sumber : Rangkuti (2004:61)

(19)

Berdasarkan piramida loyalitas pada Gambar 2.4 dijelaskan bahwa:

a. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah konsumen tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).

b. Tingkat kedua adalah para konsumen merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para konsumen tipe ini dapat disebut konsumen tipe kebiasaan (habitual buyer).

c. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan, baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan penggantian ke merek lain. Para konsumen tipe ini disebut

satisfied buyer.

(20)

kualitas yang tinggi. Para konsumen pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.

e. Tingkat teratas adalah para konsumen yang setia. Mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna satu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya.

2.1.8 Konsumen Berpindah Merek (Brand Switchers)

Chinho Lin et al., (2000:283) menyatakan definisi dari brand switchers

adalah : “A portion of the shoppers will switch products at least once when they make their current or subsequent choices.” Yang artinya, sejumlah pembeli atau konsumen yang akan beralih merek ke merek lain paling tidak pada saat mereka menentukan pilihannya yang terkini.

Model tentang struktur pasar akan pembelian berulang (repeat purchasing)

dan perilaku berpindah merek (brand switching) dapat dilihat pada Gambar 2.5:

Sumber : Chinho Lin et al. (2000:83)

Gambar 2.5

(21)

Pada Gambar 2.5, menjelaskan bahwa kesetiaan konsumen terhadap merek tertentu berhubungan dengan karakteristik konsumen yang hanya ingin membeli satu produk merek tersebut saja daripada berpindah ke merek lain. Kelompok inilah yang disebut sebagai brand loyal customer. Pada Gambar 2.5 brand loyal customer adalah yang ditunjukkan oleh panah ke bawah.

Konsumen yang tidak loyal terhadap suatu jenis merek tertentu, dikategorikan dalam potential switchers. Konsumen-konsumen ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Tidak juga tertutup kemungkinan, bahwa potential switchers

ini akan melakukan pembelian berulang (repeat purchase), dapat dilihat pada gambar di dalam lingkaran sebelah kanan.

2.1.9 Perpindahan Merek (Brand Switching)

Perilaku perpindahan merek dapat terjadi dikarenakan beragamnya produk yang ada di pasaran sehingga menyebabkan adanya perilaku memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan atau karena terjadi masalah dengan produk yang sudah dibeli maka konsumen kemudian beralih ke merek lain. Oleh sebab itu definisi dari brand switching adalah perpindahan merek yang digunakan konsumen untuk setiap waktu penggunaan (www.swa.co.id).

(22)

produk tertentu ke merek produk lainnya. Tingkat brand switching ini juga menunjukan sejauh mana sebuah merek memiliki konsumen yang loyal. Semakin tinggi tingkat brand switching, maka semakin tidak loyal seorang konsumen. Ini berarti semakin berisiko juga merek yang dikelola perusahaan karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan konsumen.

Brand switching behavior adalah perilaku perpindahan merek yang dilakukan konsumen karena beberapa alasan tertentu, atau diartikan juga sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain yang dikarenakan adanya ketidakpuasan terhadap merek yang dibeli. Ketidakpuasan tersebut terjadi ketika harapan konsumen tidak terpenuhi, sehingga konsumen akan bersikap negative

terhadap suatu merek dan kecil kemungkinannya konsumen akan membeli lagi merek yang sama.

(23)
(24)

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Alat

Analisis Hasil Musodik

Kategori Produk, Dan Kebutuhan Mencari Variasi berpengaruh positif dan signifikan secara simultan dan parsial Terhadap positif dan signifikan secara simultan dan parsial Terhadap Keputusan Merek

Handphone GSM Dari Nokia Ke Sony Ericsson

Perpindahan Merek

Handphone GSM Dari Nokia Ke Sony Ericsson Produk Dan Iklan Produk Pesaing Harga Produk Dan Iklan Produk Pesaing berpengaruh positif dan signifikan secara simultan dan parsial Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Sabun

(25)

2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Kotler dan Keller (2009:139), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Sedangkan, ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaiannya (Tjiptono, 2008:24). Ketidakpuasan konsumen terjadi apabila kinerja suatu produk tidak sesuai dengan persepsi dan harapan konsumen (Kotler dan Keller, 2008:177). Harapan konsumen merupakan perkiraan tentang apa yang akan diterimanya bila membeli atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi konsumen terhadap apa yang diterimanya setelah mengkonsumsi produk yang telah dibeli.

(26)

variety seeking merupakan tipe penyelesaian masalah rutin yang berkaitan dengan

convenience goods dan jarang berkaitan dengan shopping and specialty goods

(Mayasari, 2005:21).

Perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari suatu merek ke merek yang lain (Setiyaningrum, 2005:5). Perpindahan merek juga diartikan sebagai suatu perilaku konsumen yang mencerminkan pergantian dari merek produk yang biasa dikonsumsi dengan produk merek lain. Dapat dikatakan saat dimana seorang konsumen berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya.

Pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk dapat memunculkan rasa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap merek produk tersebut. Ketidakpuasan konsumen dari pengalaman dengan suatu produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk mencari variasi dari merek lain yang tujuan utamanya untuk melepaskan kejenuhan dari produk yang biasa dikonsumsi. Ketika konsumen tidak puas dan suka mencari variasi maka konsumen akan lebih termotivasi untuk berpindah merek.

(27)

Sumber : Tjiptono (2008:24), Setiyaningrum (2005:7), Setiyaningrum (2005:5).

Gambar 2.6 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan oleh peneliti sebelumnya, maka hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti adalah:

1) Ketidakpuasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Perpindahan Merek Dunkin’ Donuts ke J.CO Donuts and Coffee pada mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Ketidakpuasan Konsumen (X1)

Kebutuhan Mencari Variasi (X2)

Gambar

Gambar 2.1 Model Kepuasan/Ketidakpuasan Konsumen
Gambar 2.2
Gambar 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Gambar 2.4 Piramida Loyalitas
+4

Referensi

Dokumen terkait

yang dimaksud adalah panel sel surya dapat bergerak mengikuti arah datang sinar matahari,.. sehingga panel sel surya selalu tegak lurus terhadap datang

Sedangkan untuk membuat daging sapi tumis langkah pertama dengan minyak wijen , tambahkan gula, kecap asin dan gula hingga matang, angkat lalu sisihkan.. Sedangkan untuk penyajian

Di harapkan hasil penelitian dapat dijadikan masukan atau informasi bagi seluruh stakeholder yang ada pada instansi pemerintah pusat maupun Pemerintah Kabupeten

Beberapa ciri dan identitas Orang Rimba dalam Betetutuh Sang Meskin di antaranya; Orang Rimba mengenal konsep kaya dan miskin, hidup di tepi aliran sungai, kaum

Fakta yang memperlihatkan bahwa keterlambatan belajar cenderung terjadi pada anggota keluarga tertentu, mendorong para ahli untuk mencoba.. mengaitkan keterlambatan

1 Aprizal pantai yang bersih aman cukup baik pondokan cukup baik kurang baik mudah pantai yang indah dan bersih. 2 Angit

Pada tindakan siklus I dikusi kelompok masih ada kelompok yang belurn menyelesaikan tugasnya dengan tuntas, misalnya ada soal yang tidak dijawab Ketika pembelajaran

Berdasarkan analisis dengan metode tersebut, peneliti menemukan bahwa dalam video musik “Booyah”, orang kulit hitam digambarkan sangat enerjik, menggemari musik dan tari, dan