• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Macaca fascicularis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Macaca fascicularis"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola perkembangan pars distalis adenohipofise terutama pada distribusi sel-sel TSH (tirotrop), GH (somatotrop) dan PRL (laktotop/mamotrop) MF pada masa pre- dan postnatal.

Manfaat Penelitian

Data yang diperoleh mengenai perkembangan adenohipofise terutama mengenai distribusi sel-sel TSH, GH, dan PRL diharapkan dapat melengkapi data dasar tentang MF. Data ini diharapkan dapat diekstrapolasikan dengan data pada manusia dan dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Macaca fascicularis

Monyet ekor panjang (MF) memiliki berbagai nama lain seperti Monyet Cynomolgus, Macaca irus, Monyet Jawa dan Monyet Pemakan Kepiting (crab eating monkey). Taksonomi MF menurut Whitney (1995) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Primata Sub ordo : Antrophoidea Infra ordo : Catharrhini Super famili : Cercopithecidae Famili : Cercopithecinae Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis

Monyet ini merupakan salah satu kekayaan sumber daya yang potensial dengan nilai ekonomis dan ilmiah yang tinggi. MF merupakan salah satu primata yang sering digunakan sebagai hewan model untuk penelitian penelitian biomedis. Nilai ekonomis diperoleh dari tingginya permintaan MF hasil penangkaran

(2)

(Soehartono dan Mardiastuti 2002), sedangkan nilai ilmiah diperoleh dari kemiripan secara anatomis dan fisiologis dengan manusia serta dekatnya hubungan kekerabatan dan perbedaan evolusi yang pendek (Vandeberg 1995).

Penyebaran dan Gambaran Umum Macaca fascicularis

Macaca fascicularis memiliki penyebaran habitat yang luas di Asia Tenggara mulai dari Burma, Philipina, ke selatan sampai Indochina, Malaysia dan Indonesia (Bonadio 2007). Monyet ini memiliki habitat yang beragam mulai dari hutan primer, hutan sekunder, sepanjang pinggiran sungai, hutan pesisir laut, hutan mangrove, bahkan sukses hidup di hutan yang telah dirambah. Saat ini diperkirakan populasi total MF di dunia sekitar 20 juta, meskipun demikian pemanfaatan MF secara besar-besaran menyebabkan monyet ini sejak tahun 1977 masuk ke dalam daftar Apendiks II pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) (Soehartono dan Mardiastuti 2002). Hal ini berarti MF masih dapat dimanfaatkan dan diperdagangkan selama monyet tersebut merupakan hasil penangkaran karena jumlahnya masih cukup banyak.

Secara morfologis, MF memiliki tubuh yang ramping dengan ekor yang panjang yang sering dipakai untuk memancing kepiting. Panjang badan, tidak termasuk ekor, mencapai 40-47 cm. Monyet ini memiliki dimorfisme seksual yang cukup jelas, monyet jantan memiliki berat badan berkisar antara 5-7 kg, lebih besar bila dibandingkan dengan monyet betina yaitu 3-4 kg. Monyet jantan memiliki jambang dan kumis sedangkan monyet betina hanya memiliki jenggot. Wajah MF berwarna coklat keabu-abuan dan memiliki kantung pipi. Secara umum monyet ini memiliki rambut yang bervariasi berwarna abu-abu sampai coklat kemerah-merahan dan bagian ventral tubuh berwarna lebih pucat. Bayi MF memiliki rambut berwarna hitam yang berubah menjadi coklat dan menjadi keabu-abuan menyerupai warna rambut MF dewasa (Bonadio 2007).

Periode bayi berlangsung antara umur 6-12 bulan, dengan masa sapih antara umur 12-24 bulan dan masa puber pada umur 42-54 bulan (Rowe 1996). Monyet betina memasuki masa dewasa kelamin pada umur 4 tahun, sedangkan monyet jantan pada umur 6 tahun. Monyet betina memiliki panjang siklus estrus 28 hari, dengan lama kebuntingan sekitar 162 hari, jarak antar kebuntingan berkisar 390 hari dan jumlah anak perkelahiran adalah satu ekor. Pada betina, umur dewasa kelamin dan

(3)

jarak antar kebuntingan dapat berubah karena posisi sosial individu dalam kelompoknya (Bonadio 2007). Masa hidup (life-span) MF dapat mencapai umur 22-25 tahun (Whitney 1995) dan maksimum 30 tahun (Bonadio 2007).

Hipofise

Hipofise merupakan organ yang relatif kecil yang terletak di dasar otak di dalam lekuk os sphenoidale. Posisi ini memberikan perlindungan yang sangat baik terhadap hipofise (Fink 2000). Di dalam lekuk ini, hipofise dilapisi oleh duramater (bagian terluar selaput otak) dan dihubungkan dengan hipotalamus melalui infundibulum. Organ ini sangat terlindungi dengan baik karena fungsinya yang sangat besar terhadap tubuh sehingga disebut juga sebagai ‘the master of endocrine gland’ pada hewan vertebrata (Dyce et al. 1996).

Hipofise terbagi atas dua bagian yaitu adenohipofise dan neurohipofise (Gambar 1). Adenohipofise terdiri atas pars tuberalis, pars distalis dan pars intermedia dengan sel-sel spesifik di dalamnya yang menghasilkan hormon (Tabel 1). Di dalam bagian ini terdapat lumen kantung Rathke yang memisahkan pars distalis dengan pars intermedia. Bagian neurohipofise terdiri dari median eminence, infundibulum dan pars nervosa. Gabungan antara pars tuberalis dan infundibulum membentuk tangkai hipofise (Gambar 1). Pars distalis adalah bagian terbesar dari adenohipofise, sel-sel yang berada di pars distalis terdiri atas 2 kelompok yaitu sel kromofilik dan sel kromofob. Berdasarkan kemampuan sel dalam mengikat zat warna, sel-sel kromofilik dibagi menjadi sel-sel asidofil dan basofil (Banks 1993). Pada manusia, sel-sel GH bersifat asidofil dengan diameter granul 150 nm sampai 600 nm mendominasi pars distalis mencapai 50% dari keseluruhan sel dan terkonsentrasi di bagian lateral adenohipofise. Sel-sel PRL juga bersifat asidofil dengan ukuran granul yang besar sekitar 550 nm. Populasi sel PRL sekitar 10% sampai 25% dari total sel parenkim. Jumlah sel PRL sangat tergantung pada jenis kelamin dan kondisi fisiologis hewan. Sebagai contoh, pada saat hamil dengan adanya estrogen dan progesteron maka sel-sel ini akan berproliferasi secara intensif. Sel-sel TSH bersifat basofilik dengan diameter granul 50 nm sampai 100 nm dan populasi sekitar 10% terkonsentrasi di anteromedian dan anterolateral adenohipofise (Aron et al. 1997).

(4)

Gambar 1. Bentuk skematis dan bagian-bagian hipofise (kiri) (Martini 2006) dan sayatan sagital hipofise kucing (kanan) (Caeci 2007).

Hipofise terdiri dari dua bagian utama yaitu adenohipofise yang terdiri dari pars tuberalis, pars intermedia dan pars distalis serta neurohipofise. Pada badian adenohipofise terdapat lumen yang memisahkan pars intermedia dengan pars distalis.

Tabel 1 Sel dan jenis hormon yang dihasilkan oleh adenohipofise Sifat sel Jenis sel dan hormon yang dihasilkan Sel asidofil • Somatotrop : GH atau Somatotropin

(STH)

• Laktotrop : PRL Sel basofil • Tirotrop : TSH

• Gonadotrop : LH dan FSH • Kortikotrop : ACTH Perkembangan Hipofise

Pada masa embrional, hipofise berkembang dari dua sumber yang berbeda yaitu berasal dari lantai diensefalon (neurohipofise) dan dari langit-langit rongga mulut (adenohipofise). Perkembangan ini diawali dari pembentukan kantung rudimenter atau plakode yang berasal dari ektoderm oral yang menonjol ke dorsal. Pada mencit pembentukan plakode ini terjadi pada hari ke 9 kebuntingan (Ward 2006). Pada saat yang bersamaan terjadi evaginasi ke ventral dari lantai diensefalon membentuk infundibulum yang selanjutnya bergabung dengan penonjolan plakode. Pada mencit, pada saat kebuntingan 12,5 hari, kantung telah terpisah secara sempurna dari rongga mulut dan sel-selnya mulai berproliferasi membentuk lobus anterior/adenohipofise (Sheng 1999).

Selanjutnya sel-sel prekursor pada adenohipofise akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel spesifik penghasil hormon dibawah pengaruh faktor

(5)

transkripsi dan sinyal induksi yang ada di jaringan sekitarnya. Faktor-faktor dan sinyal induksi tersebut diantaranya adalah FGF8, BMP4, hormon steroid, Lhx3, Lhx4, WNT4, WNT5, Isl1, Nkx2.1, Ptx1, Prop1 dan Pit1 (Sheng 1999; Mogi et al. 2005). Sel-sel prekursor akan berkembang secara spasial dan temporal berdasarkan lokasi dan gradien konsentrasi faktor-faktor tersebut.

Pada percobaan in vitro, sinyal dari diensefalon memiliki efek dramatis pada proliferasi dan diferensiasi sel-sel prekursor (Sheng 1999). Pada awal perkembangan, Bmp4 menginduksi pembentukan plakode dari ektoderm oral, selanjutnya FGF8 menginduksi Lhx3 dan Lhx4. Faktor Lhx3 merupakan penentu pembentukan kelenjar hipofise. Setelah kantung definitif terbentuk, Isl1 menginduksi diferensiasi awal dari kantung Rathke. Prop1 juga memegang peranan dalam pembentukan kantung Rathke. Sedangkan defisiensi Prop1 akan menyebabkan kegagalan migrasi sel-sel prekursor dan kegagalan pembentukan adenohipofise. Selain itu defisiensi Prop1 juga mengakibatkan hipoplasia adenohipofise karena menurunkan proliferasi dan meningkatkan apoptosis (Ward 2006).

Pada proses diferensiasi sel-sel TSH, GH dan PRL, faktor transkripsi yang berpengaruh adalah Pit1, sintesa protein Pit1 mendahului ekspresi GH mRNA dan defisiensi Pit1 akan berakibat pada defisiensi sel-sel TSH, GH dan PRL (Mogi et al. 2005; Ward 2006). Ekspresi Pit1 diatur oleh Prop1, pada kasus defisiensi Prop1 akan mengakibatkan kegagalan aktivasi Pit1. Pada manusia, diferensiasi sel-sel di adenohipofise menjadi sel-sel spesifik terjadi pada trimester pertama, sedangkan pada mencit terjadi pada akhir kebuntingan sehingga data pada mencit tidak dapat diekstrapolasikan untuk kepentingan manusia (Ward 2006).

Vaskularisasi Hipofise

Hipofise merupakan organ yang kaya akan buluh darah. Suplai darah utama berasal dari arteri carotis interna yang kemudian bercabang menjadi arteri hipofise superior, medial dan inferior (Aron et al. 1997). Arteri hipofise superior membentuk jalinan kapiler sebagai pleksus primer di median eminence hipotalamus. Hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus akan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah melalui pleksus tersebut. Selanjutnya hormon ini akan beredar di dalam vena porta hipofise di pars tuberalis menuju ke pleksus sekunder. Hormon-hormon hipotalamus akan

(6)

menstimulasi sel-sel adenohipofise untuk mensintesis dan mensekresikan hormon ke dalam aliran darah melalui pleksus sekunder untuk selanjutnya beredar secara sistemik menuju target organnya masing-masing (Brown 1994).

Menurut Sasaki et al. (1992), pada fetus babi umur 40 hari dan pada fetus Anjing Beagle umur 30 hari (Sasaki et al. 1998), mulai ditemukan kapiler-kapiler darah di antara sel-sel parenkim kantung Rathke hipofise. Pada hipofise pars distalis fetus Anjing Beagle umur 38 hari (Sasaki et al. 1998), telah ditemukan kapiler-kapiler darah yang disuplai dari vena porta hipofise namun belum ditemukan adanya pleksus primer di median eminence. Pada fetus umur 52 hari, ditemukan pleksus primer di median eminence setelah bagian ini terhubung dengan vena porta hipofise. Faktor yang berperan dalam perkembangan buluh darah ini terutama kapiler primer adalah vascular endotelial growth factor (VEGF), tetapi faktor ini tidak berperan dalam sistem vena porta karena sistem ini berkembang lebih awal dari terbentuknya VEGF (Hill 2006).

Sistem porta yang ada di hipofise memegang peran penting dalam mekanisme neurohormonal. Hal ini disebabkan karena beberapa jalur neuronal terutama pada bagian adenohipofise tidak melalui serabut syaraf melainkan substansi kimianya dilepaskan ke sistem porta ini (neurohemal junction) (Fink 2000). Proses vaskularisasi ini juga diduga berkaitan dengan diferensiasi sel adenohipofise terkait dengan sirkulasi faktor transkripsi dan diferensiasi (Ward et al. 2006). Hal ini terlihat pada distribusi sel GH dan PRL pada mencit. Sel PRL mencit terkonsentrasi di daerah kaudal dan rostral karena daerah tersebut dialiri darah dari sistem porta pendek dan dari bagian neurohipofise yang membawa oksitosin dan vasopresin serta estrogen. Sedangkan sel GH terkonsentrasi di daerah anterolateral dan tidak ada di daerah rostral. Oksitosin dan vasopresin mempengaruhi sel-sel PRL di daerah kaudal sedangkan estrogen menstimulasi sel-sel PRL dan menghambat sel-sel GH di daerah rostral (Sasaki dan Iwama 1988a).

Sel TSH dan Perkembangannya

Sel-sel TSH adalah sel yang menghasilkan TSH yang mengatur ukuran kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi TH. Pada mencit sel TSH memiliki ukuran yang besar dan berbentuk polihedral. Pada mencit, sel ini terdistribusi hanya di bagian ventral dari pars distalis (Baker dan Gross 1978). Thyroid stimulating hormone (TSH), LH, dan FSH merupakan hormon polipeptida heterodimer yang berisi dua

(7)

komponen yaitu α glycoprotein sub unit yang sama dan β glycoprotein sub unit yang berbeda dan memiliki spesifisitas pada reseptor masing-masing (Gambar 2) (Aron et al. 1997; Bowen 1999; Kioussi et al. 1999). TSH mempunyai fungsi utama untuk meningkatkan ukuran sel, meningkatkan vaskularisasi kelenjar tiroid, aktivasi adenylat cyclase, pembentukan cAMP, peningkatan hormogenesis serta pelepasan TH (Aron et al. 1997; Styne 1997).

Gambar 2 Skema molekul TSH, LH dan FSH (Bowen 1999).

TSH memiliki kemiripan dengan LH dan FSH pada komponen α glycoprotein sub unit (merah), sedangkan komponen β glycoprotein sub unit merupakan komponen yang spesifik pada masing-masing hormon (kuning: TSH, ungu: LH dan hijau: TSH).

Sel-sel TSH mulai terdeteksi pada fetus manusia pada kehamilan 10 minggu (Burrow dan Golden 2002), sedangkan menurut Asa et al. (1986), sel ini terdeteksi sekitar 12 minggu kehamilan dan meningkat pada trimester kedua (Felice et al. 2004) dan menurut Baker dan Jaffe (1975), sel TSH mulai ada pada kehamilan 13 minggu dan terkonsentrasi di daerah anteromedian di bagian superior dan lateral adenohipofise. Pada domba, sel TSH mulai tampak pada usia kebuntingan 70 hari dan meningkat secara progresif selama kebuntingan (Thomas, 1993).

Pengaturan Sintesis dan Sekresi TSH

Sintesa dan pelepasan TSH diatur oleh TRH dan somatostatin (SS) yang berada di hipotalamus dan umpan balik negatif dari hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid terutama triiodothyronine (T3) (Aron et al. 1997). Pada level hipotalamus, TRH yang berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus supraventrikular dilepaskan melalui terminal neuron ke dalam pleksus primer untuk menstimulasi

(8)

sintesis dan sekresi TSH oleh sel-sel TSH. Disamping berikatan dengan reseptor sel TSH di adenohipofise, TRH juga dapat berikatan dengan reseptor sel PRL sehingga berpengaruh pada sintesis prolaktin (Quo et al. 2004).

Kittinger (1977) melakukan penelitian dengan menggunakan fetus yang di dekapitasi dan prosensefalotomi untuk mengetahui otonomi endokrin fetus selama perkembangan dan kelahiran. Dari penelitian tersebut terungkap bahwa banyak hormon hipotalamus dan adenohipofise tidak dapat secara efektif melewati plasenta kecuali thyroliberin. Meskipun demikian thyroliberin ini dengan cepat didegradasi oleh peptidase yang ada di plasma darah manusia. Somatostatin juga diketahui berperan sebagai faktor penghambat pelepasan TSH baik sekresi basal maupun sekresi yang diinduksi oleh TRH (Vito 1999).

Pada level hipofise, sintesis TSH diatur oleh umpan balik negatif dari hormon T3. Pada level ini, T3 bekerja pada tahap transkripsi TSH-mRNA dalam pembentukan α dan β sub unit (Vito 1999). Pada saat konsentrasi T3 tinggi maka sintesis TSH akan dihambat dan sebaliknya pada saat T3 rendah maka síntesis TSH akan meningkat (Greenspan 1997). Dengan demikian, terlihat jelas adanya hubungan yang erat antara hipotalamus-hipofise (aksis HP) dalam pengaturan sintesis dan sekresi TSH.

Murphy et al. (2004) meneliti level TSH pada berbagai tingkat kelahiran prematur dan mengungkapkan bahwa pada kasus bayi prematur memiliki level TRH dan TSH surge yang lebih rendah. Bahkan pada kasus prematur yang ekstrim, tidak hanya TRH dan TSH surge-nya yang rendah, tetapi kadar TSH pada 24 jam postnatal juga menurun sehingga keseluruhan hormon tiroid juga menjadi rendah. Hal ini disebabkan belum matangnya aksis HP-kelenjar tiroid (HPT) dan pada manusia masa kritis kematangan aksis HPT ini berada pada kisaran kehamilan 27-28 minggu. Pada bayi yang baru lahir, dengan adaya stres dingin karena perbedaan lingkungan uterus dan luar uterus akan meningkatkan TRH dan menginduksi TSH surge.

Sel GH dan Perkembangannya

Growth hormone merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel GH di adenohipofise. Pada manusia, sel-sel GH dengan diameter granul 150 nm sampai 600 nm mendominasi pars distalis mencapai 50% dari keseluruhan sel parenkim dan

(9)

terkonsentrasi di bagian lateral adenohipofise (Aron et al. 1997). Pada tikus, sel GH diklasifikasikan menjadi tiga yaitu tipe I yang berisi granul dengan ukuran 350 nm, tipe II yang berisi granul yang berukuran 350 nm dan 150 nm dan tipe III yang hanya berisi granul kecil dengan ukuran 150 nm sampai 200 nm. Pada tikus yang baru lahir, persentase tipe III lebih tinggi dibandingkan dengan pada dewasa. Hal ini diduga karena tipe III merupakan bentuk immature dari sel GH dan tipe II adalah bentuk pertengahan antara tipe I dan tipe III (Kurosumi dan Inoue 1989). Pada mencit, sel GH berbentuk oval sampai bulat dan tersebar di seluruh pars distalis kecuali di sex zone. Pada hewan dewasa, sel ini jumlahnya lebih banyak pada jantan dibandingkan dengan pada betina (Baker dan Gross 1978). Sedangkan pola distribusi sel-sel penghasil PRL dan GH pada mencit tidak berubah sejak lahir, yaitu terkonsentrasi laterodorsal, sel PRL cenderung berada di dekat pars intermedia sedangkan sel GH lebih ke tengah pars distalis (Smets et al. 1987).

Pada babi, sel imunoreaktif GH (ir-GH) pertama kali terdeteksi pada umur 60 hari kebuntingan pada pars distalis. Sel ini terdistribusi di seluruh daerah kecuali di daerah rostral pada potongan median dan paramedian pars distalis. Pada akhir kebuntingan, sel ini tetap tidak terdeteksi di daerah rostral. Konsentrasi sel GH pada fetus meningkat pada kebuntingan 70 hari meskipun kontribusi terhadap pertumbuhan fetus kecil (Sasaki et al 1992). Pada Anjing Beagle, sel penghasil GH pertama kali ditemukan pada kebuntingan 38 hari di posterior midventral pars distalis dan pada kebuntingan umur 52 hari menjadi lebih padat pada pars distalis. Pola ini tampak sama pada akhir kebuntingan (Sasaki dan Nishioka 1998). Pada tikus, perkembangan sel GH terjadi di akhir kebuntingan yaitu pada hari ke 18 dan sebelumnya didahului terdeteksinya Pit I pada hari ke 16 (Nagata et al. 1992). Hal ini berbeda dengan pada manusia, yaitu sel GH terdeteksi di awal kebuntingan pada kehamilan 10,5 minggu di daerah lateral dan di dekat lumen kantung Rathke (Baker dan Jaffe 1975). Pada percobaan dengan menggunakan kultur sel, GH mulai dihasilkan pada kultur adenohipofise yang berasal dari fetus manusia umur 8-9 minggu (Asa et al. 1991). Setelah lahir, sel GH pada mencit meningkat jumlah dan ukurannya sampai pada masa pubertas serta mencapai susunan ultrastuktur yang sama seperti pada mencit dewasa (Sasaki 1988). Jumlah sel ini berbeda pada jantan dan betina, pada jantan sel

(10)

GH jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pada betina (Sasaki dan Iwama 1988b).

Pengaturan Sintesis dan Sekresi Growth Hormone

Sintesis dan sekresi GH diatur pada dua level yaitu level hipotalamus dan level hipofise dengan melibatkan growth hormone releasing hormone (GHRH), SS, interaksi GH-SS, dan IGF-I. Selain itu sintesis dan sekresi GH juga dipengaruhi oleh hormon gonad (Zeitler et al, 1990; Nurhidayat et al. 1999) hormon adrenal dan TH (Wehrenberg dan Giustina 1999). Faktor eksternal juga ikut memodulasi produksi GH seperti stres, latihan, nutrisi dan tidur (Baumbach et al. 1997; Bowen, 2006).

Pada level hipotalamus, kontrol utama sintesis dan sekresi GH diatur oleh dua komponen yaitu GHRH dan SS. GHRH merupakan peptida hipotalamus yang menstimulasi sintesis dan sekresi GH, sedangkan SS merupakan polipeptida yang dihasilkan oleh berbagai jaringan termasuk hipotalamus dan bekerja menghambat sekresi GH yang diinduksi oleh GHRH maupun faktor lain (Bowen 2006). Interaksi antara tingkat kadar GHRH dan SS juga ikut berperanan dalam mekanisme ini. Waktu sekresi kedua hormon ini merupakan hal yang penting karena pola sekresi GH yang bersifat pulsaltif, pada saat sekresi SS meningkat maka pemberian GHRH eksogen tidak akan berpengaruh terhadap sekresi GH. Sekresi GH pada level ini juga dipengaruhi oleh umpan balik negatif dari IGF-I yang bekerja menstimulasi sekresi SS dengan meningkatkan mRNA dan pelepasan SS. Disamping itu, GH sendiri ikut berperan dalam menghambat GHRH (Aguila et al. 1993).

Pada level hipofise, pengaturan sintesis dan sekresi GH diatur oleh IGF-I, ghrelin dan oleh GH sendiri. IGF-I merupakan umpan balik negatif terhadap GH, sedangkan ghrelin adalah hormon peptida yang dihasikan oleh lambung yang dapat berikatan dengan reseptor yang ada di sel GH dan memiliki potensi meningkatkan sekresi GH. Mekanisme autokrin juga mungkin terjadi di hipofise dengan adanya reseptor GH pada adenohipofise. Hal ini terlihat dengan pemberian GH eksogen yang akan menurunkan sekresi basal GH (Wehrenberg dan Giustina 1999).

Pada hewan jantan dan betina terdapat perbedaan pola sekresi pulsatif GH. Hewan jantan memiliki konsentrasi GHRH-mRNA yang lebih tinggi sehingga GHRH

(11)

yang disekresikan lebih tinggi. Zeitler et al. (1990) mengungkapkan bahwa testosteron mempunyai peranan dalam meningkatkan ekspresi GHRH-mRNA di nukleus ventromedian dan nukleus arkuata. Pada mencit, testosteron juga berpengaruh pada dimorfisme seksual GHRH di nukleus arkuata dan SS di nukleus periventrikular pada saat sebelum pubertas (Nurhidayat et al. 1999).

Growth Hormone (GH)

Pertumbuhan normal dari individu merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Proses ini melibatkan aksis hipothalamo-hipophysis/pituitary-growth (aksis HPG) (Styne 1997; Mullis 2005) dan melibatkan banyak hormon (Bowen 2006). Growth hormone merupakan hormon protein yang disusun oleh 191 asam amino yang dihasilkan oleh sel-sel GH adenohipofise. Hormon ini memiliki dua efek yang berbeda yaitu efek langsung dan tidak langsung yang dimediasi oleh IGF-I. Pada efek langsung, GH berikatan langsung pada reseptornya seperti pada sel adiposit untuk memecah trigliserida dan menekan sel tersebut untuk mengakumulasi lemak dari sirkulasi. Namun demikian, efek utama dari GH adalah yang diperantarai oleh IGF-I karena sebagian besar penunjang pertumbuhan dimediasi oleh IGF-I (Aguila et al. 1993; Bowen 2006).

Pada masa fetus, peranan GH belum banyak diketahui, diduga GH hanya memiliki sedikit peranan dalam proses pertumbuhan fetus. Hal ini dapat terlihat pada kasus anenchephalic fetus. Pada kasus ini, GH tidak dihasilkan tetapi fetus tetap dapat tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, pada kasus defisiensi GH kongenital akan berpengaruh pada perkembangan postnatal yang sudah mulai terlihat pada pertumbuhan anak di tahun pertama (Styne 1997). Pada kasus sindrom Laron’s dwarfism, IGF-I diduga lebih berperanan dalam pertumbuhan fetus (Styne 1997). IGF-I merupakan faktor yang esensial untuk pertumbuhan pre- dan postnatal (Liu dan Roith 1999). Defisiensi IGF-I menyebabkan hambatan pertumbuhan dan keterlambatan pubertas. Menurut Liu dan Roith (1999) pada fetus yang tidak memiliki IGF-I memiliki viabilitas 50 persen lebih rendah dari fetus normal dengan berat hanya sepertiga dan panjang dua pertiga dari fetus normal. Sedangkan pada postnatal GH dan IGF-I sangat berperan penting dalam pertumbuhan.

(12)

Sel PRL adenohipofise merupakan sel yang menghasilkan prolaktin. Secara umum, PRL berfungsi untuk menstimulasi laktasi dan kontrol regulasi aktivitas reproduksi. Selain itu, PRL juga ikut berperan dalam mengatur kadar kesimbangan air dan elektrolit serta ikut membantu dalam pembentukan respon imun (Sun et al. 1984; Freeman 2000). Pada hewan betina, hormon ini bekerja untuk menstimulasi laktasi, bersama dengan estrogen, progesteron dan insulin dalam merangsang pertumbuhan kelenjar ambing (Aron et al. 1997). Pada mencit dewasa, sel PRL ditemukan lebih banyak pada betina dibandingkan pada jantan. Hal ini disebabkan oleh adanya testis pada masa neonatal dan pengaruh ovarium pada saat puber (Sasaki dan Iwama 1988b). Pada manusia, sel GH berkisar 20% sampai 60% dan sel PRL berkisar 20% sampai 50%, sehingga apabila dijumlahkan maka hasilnya lebih dari 100%. Hal ini diduga disebabkan karena terdapat sel yang bereaksi positif terhadap antibodi GH dan PRL/menghasilkan kedua hormon tersebut. Sel yang yang menghasilkan kedua hormon ini disebut sel mamosomatotrop (Sun et al. 1984). Sel mamosomatotrop ini mendominasi adenohipofise pada tikus yang baru lahir. Kisaran jumlah sel ini sangat tergantung pada jenis kelamin dan kondisi fisiologis hewan (Freeman et al. 2000).

Distribusi sel PRL berbeda pada hewan dan manusia. Pada manusia, sel PRL terdistribusi di seluruh area hipofise (Sun et al. 1984), sedangkan pada mencit, sel ini tersebar di seluruh daerah kecuali sex zone (Baker dan Gross 1978). Akan tetapi, menurut Sasaki dan Iwama (1988a), pada mencit sel ini lebih mendominasi daerah kaudal dan rostral adenohipofise. Demikian pula pada tikus, sel ini cenderung berada pada daerah rostral dan kaudal adenohipofise (Iwama dan Sasaki 1989). Menurut Freeman et al. (2000), pada tikus sel ini terdapat di daerah lateroventral adenohipofise dan di anterior dari Rathke’s lumen. Lokasi ini berhubungan dengan responsivitas sel tesebut terhadap sinyal induksi. Sel yang berada di laterovetral lebih responsif terhadap TRH sedangkan sel yang berada di anterior Rathke’s lumen lebih responsif terhadap dopamin (Freeman et al. 2000).

Pada fetus sapi, sel PRL mulai terdeteksi pada kebuntingan hari ke 98 dan konsentrasinya terus meningkat sampai menjelang lahir (Kineman et al. 1991). Pada babi, sel PRL mulai terdeteksi pada akhir kebuntingan yaitu pada hari ke 105 dengan pola yang mirip dengan sel GH yaitu tersebar di daerah lateral dan di anterior

(13)

Rathke’s lumen (Sasaki et al. 1992). Pada tikus, sel PRL mulai terdeteksi pada kebuntingan hari ke 18 dan meningkat pesat menjelang kelahiran (Nagata et al. 1992). Pada manusia, sel mamosomatotrop mulai terdeteksi pada kehamilan minggu ke 12, namun sel tipikal PRL tidak terdeteksi sampai usia kehamilan 23 minggu. Meskipun demikian, pada usia kehamilan lebih dari 35 minggu, sel ini meningkat secara signifikan. Dengan adanya sel yang dapat mensekresikan GH dan juga PRL, diduga sel-sel GH dan PRL memiliki kaitan yang sangat erat pada masa embrional (Asa et al. 1988). Fetus memiliki sel PRL dengan konsentrasi paling tinggi pada saat menjelang dan sesaat setelah lahir, kemudian akan menurun pada bulan-bulan berikutnya (Aron et al. 1997).

Interaksi Sel-Sel TSH, GH dan PRL

Pada manusia dan hewan, sel-sel TSH, GH dan PRL memiliki keterkaitan satu dengan lainnya dalam proses fisiologis tubuh. Keadaan hipotiroid akan menyebabkan rendahnya level GH hipofise dan serum serta menghasilkan respon abnormal terhadap GHRH (Jones et al. 1990). Dalam hal ini, TH berperan sebagai regulator positif terhadap transkripsi gen sel GH. Hipotiroid juga berpengaruh terhadap peningkatan GHRH-mRNA di hipotalamus, sedangkan hipertiroid menurunkan GHRH-mRNA (Wehrenberg dan Giustina 1999). Hipertiroid berpengaruh pada sekresi GH dan menurunkan respon terhadap paparan GHRH eksogenus. Keadaan hipo- dan hipertiroid tidak berpengaruh pada SS. Tindakan tiroidektomi mengakibatkan penurunan GHRH dan GH-mRNA (Jones et al. 1990). Pada masa kehamilan, maternal hipotiroid menyebabkan penurunan viabilitas dan berat fetus (Quignodon et al. 2004). Pada masa fetus, pengaruh T3 terhadap proliferasi sel GH berkaitan dengan adanya kortisol, T3 tidak berpengaruh terhadap perkembangan sel GH tanpa adanya kortisol (Frohman et al. 1992). Selain itu, GH akan menginduksi produksi IGF-I yang dibutuhkan dalam pertumbuhan sebagai faktor mitogenik dari pertumbuhan kelenjar tiroid (Felice et al. 2004).

Pada level hipofise, TSH dan PRL memiliki hubungan fungsional yaitu dengan adanya TRH sebagai faktor yang menginduksi síntesis dan pelepasan TSH dan PRL (Aron et al. 1997). Hubungan antara GH dan PRL ditandai dengan adanya sel mamosomatotrop. Sel ini adalah bentuk antara dari kedua sel tersebut dan

Gambar

Gambar 1. Bentuk skematis dan bagian-bagian hipofise  (kiri) (Martini 2006) dan   sayatan sagital hipofise kucing (kanan) (Caeci 2007)

Referensi

Dokumen terkait

unit kerja dari suatu badan atau lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan berupa buku non book material yang diatur secara

Data yang berdistribusi normal tersebut kemudian dipisahkan menjadi 2 kelompok grup yaitu makro (protein dan lemak) dan mikro (karbohidrat dan kalsium).. Analisa

Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri

Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab...,10.. yang mengatakan bahwa hadis baru dinyatakan mengandung shadh bila hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi thiqah bertentangan

[r]

Seperti halnya peneliti dalam memberikan motivasi pada siswa, menyampaikan tujuan, membimbing siswa secara sistematis, menyimpulkn materi, memberi evaluasi untuk

Neraca pembayaran suatu negara adalah sebuah catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional (perdagangan, investasi, pinjaman) yang terjadi di

Namun sanksi pemecatan yang diberikan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran dan perbuatan melawan hukum bukanlah berupa pemecatan dari jabatan Notaris melainkan