• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asam Traneksamat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Asam Traneksamat"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Asam Traneksamat Asam Traneksamat Sediaan: Sediaan: - - Kapsul Kapsul 250 250 mgmg - - Tablet Tablet 500 500 mgmg Cara Kerja Obat: Cara Kerja Obat:

Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat. sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang  berlebihan.

 berlebihan. Indikasi: Indikasi: -

- FibrinoFibrinolisis lisis pada pada menoragia, menoragia, epistaksis, traumatic epistaksis, traumatic hyphaemia, hyphaemia, neoplasma tertentu, neoplasma tertentu, komplikasi padakomplikasi pada  persalinan

 persalinan (obstetric (obstetric complicacomplications) tions) dan dan berbagai berbagai prosedur prosedur operasi operasi termasuk termasuk operasi operasi kandung kandung kemih,kemih,  prostatektom

 prostatektomi atau konii atau konisasi servsasi serviks.iks. -

- Hemofilia Hemofilia pada pada pencabutan pencabutan gigi gigi dan dan profilaksiprofilaksis s pada pada angioedema angioedema herediter.herediter. Kontraindikasi :

Kontraindikasi : -

- Penderita Penderita yang yang hipersensithipersensitif if terhadap terhadap asam asam traneksamat.traneksamat. -

- Penderita Penderita perdarahan perdarahan subarakhnoidsubarakhnoid.. -

- Penderita Penderita dengan dengan riwayat riwayat tromboembolik.tromboembolik. -

- Tidak Tidak diberikan diberikan pada pada pasien pasien dengan dengan pembekuan pembekuan intravaskuintravaskular lar aktif.aktif. -

- Penderita Penderita buta buta warna.warna. Dosis:

Dosis: -

- Fibrinolisis Fibrinolisis lokal lokal : ang: angioneuritik ioneuritik edema edema herediter; herediter; 1 g1 gram ram (oral) 2-3 (oral) 2-3 x sehax sehari.ri. -

- Perdarahan abdominal setelah Perdarahan abdominal setelah operasi : operasi : 1 1 gram 3 gram 3 x sehari x sehari (injeksi IV (injeksi IV pelan-pelpelan-pelan) pada an) pada 3 hari 3 hari pertama,pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari.

sehari selama 7 hari. -

- Perdarahan Perdarahan setelah setelah operasi operasi gigi gigi pada pada penderita penderita hemofilia hemofilia :: Sesaat sebelum operasi : 10 mg/kgBB (IV).

Sesaat sebelum operasi : 10 mg/kgBB (IV).

Setelah operasi : 25 mg/kgBB (oral) 3-4 x sehari selama 2-8 hari. Setelah operasi : 25 mg/kgBB (oral) 3-4 x sehari selama 2-8 hari.

(pada penderita yang tidak dapat diberikan terapi oral dapat dilakukan terapi parenteral 10 mg/kgBB/hari (pada penderita yang tidak dapat diberikan terapi oral dapat dilakukan terapi parenteral 10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3-4 kali)

dalam dosis terbagi 3-4 kali) Peringatan dan Perhatian : Peringatan dan Perhatian : -

- Hati-hati jika Hati-hati jika diberikan diberikan pada pada penderita penderita gangguan gangguan fungsi gfungsi ginjal injal karena karena risiko risiko akumulasi.akumulasi. -

- Hati-hati Hati-hati jika jika diberikan diberikan pada pada penderita penderita hematuria.hematuria. -

- Hati-hati Hati-hati penggunaan penggunaan pada pada wanita wanita hamil hamil dan dan menyusui.menyusui. -

- Hati-hati Hati-hati pada pada setiap setiap kondisi kondisi yang yang merupakan merupakan predisposipredisposisi si trombosis.trombosis. -

- Hati-hati Hati-hati pemberian pemberian pada pada anak-anak.anak-anak. Efek Samping

Efek Samping :: -

- Gangguan pada Gangguan pada saluran pencernaan saluran pencernaan (mual, m(mual, muntah, diare) untah, diare) gejala gejala ini ini akan akan hilang hilang bila dosis bila dosis dikurangi.dikurangi. -

- HipotensHipotensi i jarang jarang terjadi.terjadi. Obat anti pendarahan

(2)

1.

1. Obat Obat hemostatikhemostatik

a.

a. AprotininAprotinin, sebagai antihemostatik diindikasikan untuk :, sebagai antihemostatik diindikasikan untuk :

·

· Pengobatan Pengobatan pasien pasien dengan dengan resiko resiko tinggi tinggi kehilangan kehilangan banyak banyak darah darah selama selama bedah bedah buka buka jantung jantung dengandengan

sirkulasi

sirkulasi ekstrakorporaekstrakorporal.l.

·

· Pengobatan Pengobatan pasien pasien yang yang konservasi konservasi darah darah optimal optimal selama selama bedah bedah buka buka jantunjantung g merupakan merupakan prioritasprioritas

absolut.

absolut.

 b.

 b. EthamsylateEthamsylate

Adalah senyawa yang dapat menstabilkan membran yang menghambat enzim spesifik

Adalah senyawa yang dapat menstabilkan membran yang menghambat enzim spesifik

 postglandin dala

 postglandin dalam proses sintesanyam proses sintesanya. Obat hemostatik ini juga digunaka. Obat hemostatik ini juga digunakan pada waktu operasi melahn pada waktu operasi melahirkanirkan

sebaik operasi lain dengan kondisi hemoragik lainnya.

sebaik operasi lain dengan kondisi hemoragik lainnya.

c.

c. CarbazochromeCarbazochrome, merupakan obat hemostatik yang diindikasikan untuk, merupakan obat hemostatik yang diindikasikan untuk

·

· Perdarahan Perdarahan karena karena penurunan penurunan resistensi resistensi kapiler kapiler dan dan meningkatnya meningkatnya permeabilitas permeabilitas kapiler.kapiler.

·

· Perdarahan Perdarahan dari dari kulit, kulit, membran membran mukosa mukosa dan dan internal.internal.

·

· Perdarahan Perdarahan sekitar sekitar mata, mata, perdarahan perdarahan nefrotik nefrotik dan dan metroragia.metroragia.

·

· Perdarahan Perdarahan abnormal abnormal selama selama dan dan setelah setelah pembedahan pembedahan karena karena menurunnya menurunnya resistensi resistensi kapiler.kapiler.

d.

d. Asam TraneksamatAsam Traneksamat

Merupakan obat hemostatik yang merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen

Merupakan obat hemostatik yang merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen

dan penghambat plasmin. Oleh karena itu dapat membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis

dan penghambat plasmin. Oleh karena itu dapat membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis

yang berlebihan.

yang berlebihan.

Obat ini menpunyai indikasi dan mekanisme kerja ya ng sama dengan asam

Obat ini menpunyai indikasi dan mekanisme kerja ya ng sama dengan asam

aminokoproat tetapi 10 kali lebih poten dengan efek sampning yang

aminokoproat tetapi 10 kali lebih poten dengan efek sampning yang

lebih ringan. Asam tranesamat cepat diabsorsi dari saluran cerna,

lebih ringan. Asam tranesamat cepat diabsorsi dari saluran cerna,

sampai 40% dari 1 dosis oral dan 90% dari 1 dosis IV diekresi melalui

sampai 40% dari 1 dosis oral dan 90% dari 1 dosis IV diekresi melalui

urin dalam 24 jam. Obat ini dapat melalui sawar uri.

urin dalam 24 jam. Obat ini dapat melalui sawar uri.

2.

2. Obat Obat hemostatik hemostatik lokallokal

Yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan

Yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan

mekanisme hemostatiknya.

mekanisme hemostatiknya.

a.

a. Hemostatik Hemostatik serapserap

1. Mekanisme kerja

1. Mekanisme kerja

Hemostatik serap ( absorbable hemostatik ) menghentikan perdarahan

Hemostatik serap ( absorbable hemostatik ) menghentikan perdarahan

dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala

dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala

serat-0serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada pembekuan

serat-0serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada pembekuan

yang berdarah. Dengan kontak pada permukaan asing trombosit akan

yang berdarah. Dengan kontak pada permukaan asing trombosit akan

 pecah dan

(3)

golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan yang berasal dari  pemubuluh darah kecil saja m\isalnya kapiler dan tidak efektif untuk

menghentikan perdarahn arteri atau vena yang tekanan intra vaskularnya cukup besar.

3. Contoh obat

Antara lain spon, gelatin, oksi sel ( seluloisa oksida ) dan busa fibrin insani (Kuman fibrin foam ). Spon, gelatih, dan oksisel dapat digunakan sebagai penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi. Hal ini menguntungkan karena tidsk memerlukan penyingkiran tang memungkinkan perdarahn ulang seperti yang terjadi poada penggunaaan kain kasa. Untuk absorpsi yang sempurna pada kedua zat diperlukan waktu 1- 6 jam. Selulosa oksida dapat memperngaruhi regenerasi tulang dan dapat mengakibatkan  pembentuksan kista bila digunakan jangka panjang pada patah tulang. Selain itu karena dapat

menghambat epitelisasi, selulosa oksida tidak dianjurkan intuk digunakan dalam jangka panjang. Busa fibrin insani yang berbentuk spon, setah dibasahi, dengan tekanan sedikit dapta menutup permukaan yang  berdarah.

 b. Astrigen

1. Mekanisme kerja :

Zat ini bekerja local dengan mengedepankan protein darah sehingga perdarahan dapat dihentikan sehubungan dengan cara penggunaanya, zat ini dinamakan juga styptic.

2. Contoh Obat :Antara lain feri kloida, nitras argenti, asam tanat. 3. Indikasi : Kelompok ini

digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler tetapi kurang efektif  bila dibandinbgkan dengan vasokontriktor yang digunakan local.

c. Koagulan

1. Mekanisme kerja

Kelompok ini pada penggunaan lopkal menimbulkan hemostatid dengan 2cara yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi trombindan secara langsung menggumpalkan fibrinogen. Aktifitor protrombin,ekstrak yang mengandung aktifator protrombin dapat dibuat antara laindari jaringan ortak yang diolah secara kering dengan asetat. Beberaparacun ular memiliki pula aktifitas tromboplastin yang dapat menimbulkan pembekuan darah. Salah satu conto adalah russell’s vipervenomnyang sangat efektif sebagai hemostatik local dan dapat digunakan umpamanyta untuk alveolkus gigi yang berdarah  pada pasienhemofilia.

(4)

Untuk tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0,1

% dan ditekankan pada alveolus sehabis ekstrasi gigi. TRombin zat ini tersedia dalamm bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaaan lokal. Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV, sebab segara menimbiulkan  bahaya emboli.

d. Vasokonstriktor 1. Indikasi

Epinetrin dan norepinetrin berefek vasokontriksi , dapat digunakan untuk menghentikan  perdarahan kapiler suatu permukaan.

2. Carapemakaian

Cara penggunaanya ialah dengan mengoleskan kapas yangtelah dibasahi dengan larutan 1: 1000 tersebut pada permukaan yangberdarah. Vasopresin, yang dihasilkn oleh hipofisis, pernah digunakan untuk mengatasi perdarahan pasca bedah perslinan. Perkembangan terahir menunjukkan kemungkinan kegunaanya kembali bila disuntikkan langsung ke dalam korpus uteri untuk mencegah perdarahan yang  berlebihan selama operasi korektif ginekolog.

Produk-produk Darah dan Rekombinan Faktor VIIa

Pasien hipotensif yang tidak merespon resusitasi cairan awal membutuhkan sejumlah besar cairan sesudah itu, mengarah pada defisiensi jalur hemostasis. Karenanya, semua pasien yang seperti itu harus diasumsikan membutuhkan trombosit dan fresh frozen plasma(FFP). Umumnya, 2 atau 3 unit FFP dan 7-8 unit trombosit dibutuhkan untuk setiap 5 L penggantian volume.

Transfusi darah masif memiliki resiko potensial imunosupresi, efek-efek inflamasi, dan koagulopati dilusi. Sepertinya, volume optimal dan kebutuhan relatif produk-produk darah untuk resusitasi masih kontoversial. Sebagai tambahan, jumlah transfusi PRC merupakan faktor resiko independen untuk kegagalan multi-organ paska cedera. Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa pasien trauma

koagulopati terutama harus diresusitasi dengan penggunaan FFP yang lebih agresif, dengan transfusi yang terdiri atas PRC, FFP dan trombosit dalam rasio 1:1:1 untuk mencegah kemajuan koagulopati dini.

Rekombinan faktor VIIa (rFVIIa) mungkin dipertimbangkan sebagai intervensi akhir jika koagulopati dan perdarahan yang mengancam-jiwa menetap disamping pengobatan lainnya. Ini

(5)

atau plasebo. Pada kelompok rFVIIa, jumlah transfusi sel darah secara signifikan berkurang (kira-kira 2,6 unit sel darah merah; P = 0,02), dan terdapat kecenderungan ke arah reduksi mortalitas dan komplikasi.

HEMOSTASIS DEFENISI

Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokontriksi dan koagulasi (Dorland, 2006). Hemostasis dan koagulasi juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera

KOMPONEN HEMOSTASIS •  Pembuluh

•  Trombosit

• Kaskade faktor koagulasi • Inhibitor koagulasi

•  Fibrinolisis

SUMBAT HEMOSTASIS PRIMER : Pembentukan agregasi trombosit SUMBAT HEMOSTASIS SEKUNDER : Pembentukan fibrin

URUTAN MEKANISME HEMOSTASIS DAN KOAGULASI

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga dengan segera aliran darah dari pembuluh darah yang pecah akan berkurang (terjadi vasokonstriksi). Setelah itu, akan diikuti oleh adhesi trombosit, yaitu  penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin difosfat) kemudian dilepaskan oleh trombosit

kemudian ditambah dengan tromboksan A2 menyebabkan terjadinya agregasi (penempelan trombosit satu sama lain). Proses aktivasi trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis primer. Setelah itu dimulailah kaskade koagulasi yaitu hemostasis sekunder, diakhiri dengan  pembentukan fibrin. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi faktor Xa. Faktor X

diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Jalur ekstrinsik dipicu oleh tissue  factor /tromboplastin. Kompleks lipoprotein tromboplastin selanjutnya bergabung dengan faktor VII  bersamaan dengan hadirnya ion kalsium yang nantinya akan mengaktifkan faktor X. Jalur intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau kolagen melalui pembuluh darah yang rusak dan mengenai kulit. Paparan kolagen yang rusak akan mengubah faktor XII menjadi faktor XII yang teraktivasi. Selanjutnya faktor XIIa akan bekerja secara enzimatik dan mengaktifkan faktor XI. Faktor XIa akan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa. Setelah itu, faktor IXa akan bekerja sama dengan lipoprotein trombosit, faktor VIII, serta ion kalsium untuk mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Setelah itu, faktor Xa yang

(6)

dihasilkan dua jalur berbeda itu akan memasuki jalur bersama. Faktor Xa akan berikatan dengan fosfolipid trombosit, ion kalsium, dan juga faktor V sehingga membentuk aktivator protrombin. Selanjutnya senyawa itu akan mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin (longgar), dan akhirnya dengan bantuan fakor VIIa dan ion kalsium, fibrin tersebut menjadi kuat. Fibrin inilah yang akan menjerat sumbat trombosit sehingga menjadi kuat. Selanjutnya apabila sudah tidak dibutuhkan lagi, bekuan darah akan dilisiskan melalui proses fibrinolitik. Proses ini dimulai dengan adanya proaktivator plasminogen yang kemudian dikatalis menjadi aktivator  plasminogen dengan adanya enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa. Selanjutnya  plasminogen akan diubah menjadi plasmin dengan bantuan enzim seperti urokinase. Plasmin inilah yang

akan mendegradasi fibrinogen/fibrin menjadi fibrin degradation product 

SISTEM HEMOSTASIS I. Sistem Pembuluh Darah

Fungsinya :

1. Kontraksi pembuluh darah.

2. Aktivasi pembekuan darah dengan memproduksi tromboplastin. 3. Aktivasi trombosit dengan memproduksi faktor von Willebrand. 4. Trombotik : melepaskan aktivator plasminogen.

II. Sistem Trombosit Fungsinya :

1. Memelihara supaya pembuluh darah tetap utuh setelah trauma pada endotel. 2. Mengawali penyumbatan pembuluh darah dengan membentuk sumbat primer. 3. Stabilisasi sumbat trombosit (fibrin), melalui beberapa tahap:

§ Adhesi trombosit. § Agregasi trombosit.

§ Reaksi pelepasan (release). III. Sistem Pembekuan Darah

¥ Pembekuan terjadi oleh karena interaksi antara pro-koagulan (faktor pembeku), fosfolipid dan ion ¥ Pro koagulan antara lain :

§ Substrat : fibrinogen (F I).

§ Kofaktor : FIII, FV, FVIII, HMWK. § Enzim : faktor koagulasi yang lain.

(7)

IV. Sistem Fibrinolisis

1. Proaktivator plasminogen diubah menjadi aktivator plasminogen. 2. Aktivator plasminogen akan mengubah plasminogen menjadi plasmin.

3. Plasmin menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi fibrin degradation product  (FDP).

H OMEOSTATI C H EM OSTASI S adalah mekanisme fisiologis yang mempertahankan darah dalam  bentuk cairan di dalam sirkulasi, yang menggambarkan suatu kesetimbangan yang baik antara perdarahan

dan pembekuan

HEMOSTASIS, (Virchow’s Triad)

K erjasama 3 komponen : pembuluh darah, aliran darah dan darah

MEKANISME HEMOSTASIS

Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah mengalami cidera atau  pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini terjadi melalui beberapa cara yaitu : vasokonstriksi  pembuluh darah yang cidera, pembentukan sumbat trombosit, pembekuan darah, dan pertumbuhan  jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup pembuluh yang luka secara permanen. Kerja mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh reaksi-reaksi pembatas yang normalnya mencegah mencegah terjadinya pembekuan di pembuluh yang tidak mengalami cidera dan mempertahankan darah  berada dalam keadaan selalu cair.

Vasokonstriksi pembuluh darah

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang pecah  barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri.

Pembentukan sumbat trombosit

Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada fungsi penting dari trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak misalnya dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit akan berubah sifat secara drastis. Trombosit mulai membengkak, bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat ke permukaan. Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut kolagen dan mensekresi ADP. Enzimnya membentuk tromboksan A, sejenis prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh trombosit. ADP dan tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan sehingga dapat melekat pada

(8)

trombosit yang semula aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus aktivasi trombosit yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh.

Pembentukan bekuan darah

Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zet antikoagulan. Dalam keadaan normal zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara umum proses  pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan aktivator protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh aktivator  protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan menyaring

trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.

a. Pembentukan aktivator protombin

Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.

Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan

1. Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik.

2. Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan dengan faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.

3. Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator protombin.

Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan

Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan

1. Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.

2. Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh prekalikrein.

(9)

3. Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.

4. Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.

5. Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam jalur intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid yang dalam hal ini  berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam  beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan proses  pembekuan selanjutnya.

b. Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin. Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator protombin akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya. Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah. Protombin adalah protein  plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator protombin sangat  berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan  jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang terbentuk.

c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari  polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma. Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul fibrin monomer dan

(10)

menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua atau ketiga ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar di dalam darah atau karena proses pembekuan dalam  pembuluh darah.

GANGGUAN TAHAP PERTAMA

Gangguan ini dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada tahap tersebut. Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari pemeriksaan SPT ( serum  prothrombin time) atau prothrombin consumption time). PTT ( Partial thromboplastin time), pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test).Bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik (normal lebih dari 40 detik), PTT dan TGT memanjang atau abnormal.

Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit : d. Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)

e. Hemofilia B (kekurangan faktor IX)

f. Penyakit von Willebrand ( pseudohemofilia, hemofilia vaskular) GANGGUAN TAHAP KEDUA

Gangguan ini ditetapkan dengan pemeri8ksaan T (plasma prothrombin time) dengan lebih dahulu dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama normal atau dengan perkataan lain tromboplastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik (normal 20 detik), berarti bahwa faktor pembekuan tahap kedua ( II, V, VII, X) kurang.

Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing-0masing faktor harus diselidiki lebih lanjut. ETIOLOGI

3. Faktor kongenital

Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan tersebut menurun. 4. Faktor didapat

Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (prothrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai berikut:

f. Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna sehingga  pembentukan faktor pembekuan II mengalami gangguan.

g. Defisiensi vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.

(11)

 j. Disseminated intravaskular coagulation (DIC)

GANGGUAN TAHAP TIGA

Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga harus dibuktikan dahulu bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.

Gangguan pada tahap tiga ini biasanya ialah kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan kadar fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan menentukan thrombin time. Bila thrombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik) berarti terdapat hipofibrinogenemia. Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma (normal 250-350 mg%)

Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau didapat misalnya setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC

Gejalanya sama seperti kekurangan faktor pembekuan yang lain.

FAKTOR –  FAKTOR PEMBEKUAN

I : Fibrinogen

II : Protrombin

III : Tromboplastin

IV : Ion Ca

V : Proekselerin, Faktor labil, Globulin akseletor VII : Prokonvertin, SPCA, Faktor stabil

VIII : Faktor anti hemofilia (AHF), Faktor antihemofilia A, Globulin antihemofilia (AHG) IX : Faktor Christmas, Faktor antihemofilia B

X : Faktor Stuart-Power

XI : Turunan tromboplasti plasma (PTA), Faktor antihemofilia C XII : Faktor Hageman, Faktor gelas

(12)

TRAUMA/LUKA VASOKONSTRIKSI

DARAH

PEMBEKUAN ADHESI TROMBOSIT

TROMBIN FIBRIN

ADP/SEROTONIN AGREGASI TROMBOSIT

SUMBATAN HEMOSTATIK STABIL

+

Inhibitor pembekuan:

- Antitrombin III

- Protein C & Protein S

- Alpha-2 macroglobulin

Sistem plasminogen - plasmin:

- Plasminogen

- Aktivator plasminogen

- Anti plasmin

SISTEM PENCEGAH PEMBEKUAN:

(13)

1. Pembentukan aktivator protrombin

(Protrombinase):

- Intrinsik 

- Ekstrinsik 

2. Perubahan protrombin

trombin

3. Perubahan fibrinogen

fibrin

Proses pembekuan darah :

Kontak Permukaan  XII XIIa  XI XIa IX IXa  X Xa X  III +  VII  V  F.Tr-3 Protrombin Trombin Fibrinogen Fibrin Fibrin polimer  XIII PROTROMBINASE  VIII Ca++ Ca++ Ca++ Kerusakan jaringan I N T R  I N S I K  E K  S T R  I N S I K 

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui,sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di dalam tubuh. Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernapas.

Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukka air, elektrolit serta zat-zat makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa lama, karena pembedahan saluran cerna,  perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan

kebutuhan akan air da elektrolit akan terpenuhi. Selain itu terapi cairan juga dapat digunakan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam  basa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Cairan Tubuh

Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.

II. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit A. Distribusi cairan tubuh

Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup. Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan. Pada beberapa bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1 tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih rendah pada wanita dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki, yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.

 Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan  berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan

(15)

cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang  berasal dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.

 Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler berperan dalam

mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi : o Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

o Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah

merah, sel darah putih dan platelet. o Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial,  pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan

transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Table 1. Distribusi cairan tubuh B. Komponen cairan tubuh

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.  Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).

(16)

 Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang

memompa keluar sodium dan potassium ini.  Natrium

 Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh

58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram  NaCl).

 Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.

 Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan  protein didalam sel.

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

 Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

 Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

(17)

 Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).

 Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam  bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

 Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

C. Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif

membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara: a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh

kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

 b. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk  berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan

(18)

c. Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

D. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam  bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml

dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan  paru-paru.

I. Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu : 1. Perubahan volume

a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum. Penyebab  paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan

drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.

(19)

 Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.

 Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih  banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih  banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen

intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15

 Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih  banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular  berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.15  b. Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan  pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika

terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.10 2. Perubahan konsentrasi

a. Hiponatremia

Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk  pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

(20)

 Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)  Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan  Na0 = Na serum yang aktual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)  b. Hipernatremia

Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

c. Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi  postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi

faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :

K = K1 –  K0 x 0,25 x BB K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan K0 = serum kalium yang terukur BB = berat badan (kg)

d. Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama

melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,  perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10

menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis. 3. Perubahan komposisi

(21)

a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada  pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan

nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan  penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek  pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene

trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.  b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi. c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang  paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat.

Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan  bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

II. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien  bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.

A. Faktor-faktor preoperatif 1. Kondisi yang telah ada

(22)

2. Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis

osmotik.

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit 4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada 6. Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi. B. Faktor-faktor intraoperatif

1. Induksi anestesi

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar dan  prosedur operasi yang berkepanjangan)

C. Faktor-faktor postoperatif

(23)

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif 4. Risiko atau adanya ileus postoperatif III. Terapi Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.

Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

 Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka  bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer

Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.

 Terapi rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.

Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer’s dextrose, dll. Sedangkan larut an rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

• 6-8 ml/kg untuk bedah besar • 4-6 ml/kg untuk bedah sedang • 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

(24)

A. Jenis-Jenis Cairan 1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang

terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar  bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi  jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian

cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial. 2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid: a. Koloid alami:

Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan  plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi

(25)

 protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.  b. Koloid sintetis:

1. Dextran:

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat

menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan

melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi

anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000  –  1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini  juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).

Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena

 potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

3. Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.

Ada 3 macam gelatin, yaitu:

- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell) - Urea linked gelatin

- Oxypoly gelatin

(26)

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua  berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam

fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

C. Terapi Cairan Intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang. 1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma

 pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.

D. Terapi Cairan Postoperatif

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang

(27)

 pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan  pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan  pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini

 berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan. 2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C suhu tubuh

- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah. - Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

BAB III

KESIMPULAN

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan  postoperatif.

Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan  pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan

Referensi

Dokumen terkait

Kontrak Penugasan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat dan PKM Tahun Anggaran 2017, yang akan diselenggarakan pada

Sebelum penulis memulai penjelasan mengenai hubungan antara warna kuning yang terdapat di dalam temari yang digunakan pada festival tanabata dengan konsep warna agama

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan yang sedang terjadi dengan judul penelitian

Kegiatan promosi adalah salah satu bagian dari bauran pemasaran perusahaan, yang isinya memberikan informasi kepada masyarakat atau konsumen tentang produk atau

Harga Untuk Demokrasi ( krisis anggaran, kemacetan pemerintah federal dan utang nasional Amerika

- 3encatat tindakan !ang telah dilakukan dalam berkas rekam medis pasien !ang ditandatangani oleh dokter penanggung ja%ab !ang melakukan tindakan.. Asis4ensi

Jika Produk ini masih dalam masa berlaku Jaminan, maka dengan ini Anda setuju untuk mentransfer kepemilikan komponen cacat yang diganti dan komponen tersebut akan secara

Sesuai dengan namanya, teknik ini berisi lima langkah/sesi yang ditujukan untuk menurunkan frekuensi merokok pada remaja putri akhir (17-22 tahun).Sesi pertama