• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yoyo dkk/jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): , Juli 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Yoyo dkk/jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): , Juli 2013"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI PETERNAK DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI USAHA KAMBING LOKAL DI KABUPATEN BANYUMAS

(THE ANALYSIS OF FARMERS POTENCY IN ECONOMIC DEVELOPMENT OF LOCAL GOAT IN BANYUMAS REGENCY)

Yoyo, Mochamad Sugiarto dan Agus Priyono *

Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Email: oyoybeluterz@rocketmail.com

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2012 sampai dengan Desember 2012 di Kecamatan Banyumas, Kalibagor, Patikraja dan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Tujuan penelitian adalah (1) Mengetahui potensi peternak untuk pengembangan pendapatan usaha kambing lokal, (2) Mengetahui hubungan potensi peternak dengan pendapatan usaha kambing lokal, (3) Mengetahui perbedaan potensi peternak antar kecamatan di Kabupaten Banyumas. Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Responden sebanyak 422 orang diambil secara acak (stratified random sampling) dari total populasi peternak yang ada di 4 kecamatan. Variabel yang diamati adalah potensi peternak sebagai variabel bebas meliputi potensi dasar peternak, penyediaan input produksi, tenaga kerja dan penguasaan teknologi. Sebagai variabel terikat yaitu pendapatan peternak di Kabupaten Banyumas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi peternak di Kabupaten Banyumas tergolong sedang, hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuan peternak yang cukup tinggi untuk bekerja dalam mewujudkan tujuan usaha. Pendapatan peternak kambing lokal di Kabupaten Banyumas rata-rata Rp 3.337.607,25 per tahun. Hasil analisis korelasi

rank spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata (keeratan hubungan 0,367) antara variabel potensi peternak dengan pendapatan peternak kambing lokal di Kabupaten Banyumas. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan variabel potensi peternak antar kecamatan di Kabupaten Banyumas.

Kata kunci : Potensi peternak, kambing lokal, pendapatan ABSTRACT

The research was conducted on March until December 2012 in Banyumas, Kalibagor, Patikraja and Pekuncen sub districts. The objectives of this research were: (1) to know farmers potency for develop income of local goat business, (2) to know relationship of farmers potency with income of local goat business, (3) to know difference of farmers potency among sub districts in Banyumas Regency. A survey method was used in this research. Respondents with total of 422 were taken using stratified random sampling from total farmers in 4 sub districts. Observed variables were farmers potency as independent variable that consist of farmers basic potency, production input potency, labour potency and technology potency. Furthermore, income were taken as dependent variable. The results showed that farmers potency in Banyumas Regency was categorized as moderate. It was shown by high capability of farmers to work in reliazing the goal of business. The average income of local goat farmers in Banyumas Regency was Rp 3,337,607.25 / year. Rank spearman correlation analysis showed that there was significant correlation (correlation coefficient was 0.367) between farmers potency and income of local goat farming in Banyumas regency. Variance analysis showed that there was difference farmers potency among sub districts in Banyumas Regency.

(2)

PENDAHULUAN

Ternak kambing mempunyai peranan sangat penting bagi peternak ataupun masyarakat yaitu sebagai penghasil daging (protein hewani), keperluan adat, tabungan serta sumber pendapatan keluarga. Ternak kambing mampu beradaptasi pada kondisi daerah yang memiliki sumber pakan hijauan yang kurang baik, serta ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging (Prawirodigjo et al.,2005). Dilihat dari populasi yang ada di nusantara ternak kambing menunjukan trend yang positif, hal ini dibuktikan dengan keberadaan populasi yang meningkat rata-rata 4,75 persen selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010,di lain pihak permintaan konsumsi daging kambing juga meningkat rata-rata 27,4 persen selama tahun 2006 sampai dengan 2008 (Deptan, 2010).

Kambing lokal di Indonesia antara lain : Kambing Marica, Kambing Samosir, Kambing Muara, Kambing Kosta, Kambing Gembrong, Kambing Peranakan Ettawah dan Kambing Kacang (Pamungkas et al.,2009). Menurut Setiadi et al., (2002) ada dua rumpun kambing yang dominan di Indonesia yakni kambing Kacang dan kambing Ettawah. Kambing Kacang berukuran kecil sudah ada di Indonesia sejak tahun 1900-an dan kambing Ettawah tubuhnya lebih besar menyusul kemudian masuk ke Indonesia. Kambing kacang, Peranakan Ettawah dan Jawa Randu merupakan ternak yang dipelihara secara turun temurun oleh masyarakat Kabupaten Banyumas. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi. Kambing Peranakan Ettawah merupakan persilangan antara Kambing Ettawah dengan Kambing Kacang. Kambing Jawa randu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang (BPTP,2005). Populasi ternak kambing lokal di Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 sebanyak 198.704 ekor yang tersebar di 27 kecamatan (BPS, 2012).

Potensi peternak adalah kemampuan yang melekat pada diri peternak dan dukungan dari keluarganya untuk mengembangkan usaha ternaknya.Potensi peternak merupakan indikator yang penting dalam usaha ternak kambing lokal (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2003). Potensi yang dimiliki oleh peternak jika dikembangkan akan menuai dampak positif terhadap usaha ternak kambing local. Cara pemeliharaan ternak kambing masih kurang memperhitungkan potensi dasar peternak yang dimiliki, penyediaan input produksi, tenaga kerja dan penguasaan teknologi sebagai bagian keberhasilan usaha ternak kambing. Mengingat potensi peternak yang belum optimal maka, penelitian tentang analisis potensi peternak dan pengaruhnya terhadap pengembangan usaha ternak kambing lokal di Kabupaten Banyumas perlu segera dilakukan. METODE

Metode Pengambilan Sampel

Sasaran penelitian adalah peternak kambing lokal Kabupaten Banyumas. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banyumas (Kecamatan Banyumas, Kalibagor, Patikraja dan Pekuncen). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan peternak berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data sekunder merupakan data yang bersumber dari lembaga‐lembaga pemerintah dan dari publikasi yang berupa hasil‐hasil penelitian.

(3)

Metode penelitian yang digunakan adalah survey yaitu melakukan observasi atau pengamatan langsung ke lapangan dan melakukan wawancara berdasarkan kuisioner yang telah dipersiapkan.

Pengambilan sampel dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama menentukan sampel wilayah, berdasarkan stratified random sampling dengan basis atau dasar populasi ternak dengan kategori populasi tinggi, sedang dan rendah. Kecamatan terpilih secara strata diambil sebagai sampel wilayah sebanyak 20 persen dari masing-masing strata tersebut. Tahap kedua menentukan responden secara acak (random sampling). Sampel wilayah terpilih memiliki jumlah peternak yang berbeda-beda di setiap kategori. Responden ditentukan dari masing-masing kecamatan terpilih diambil sebanyak 20 persen .

Peubah Penelitian

Peubah dependen adalah pendapatan usaha (Y), potensi peternak yang diamati meliputi potensi dasar peternak (X1), potensi penyediaan input produksi (X2), potensi tenaga kerja (X3) dan potensi penguasaan teknologi (X4).

Analisis Data Analisis Deskriptif

Data primer dan sekunder yang terkoreksi selanjutnya di analisis sesuai dengan kepentingan studi. Analisis dekskriptif digunakan untuk mengetahui statistika deskriptif (seperti mean/rataan, standar deviasi, proporsi/persentase) dari variabel yang diamati diantaranya: pendapatan usaha, skor penguasaan teknologi, skor penyediaan input produksi, skor potensi dasar peternak dan skor potensi peternak individu.

Potensi Peternak Individu

Dimana :

PPI = potensi peternak individu

M = Skor masing-masing variabel potensi W = Pembobot masing- masing variabel potensi I = Jenis variabel potensi ( x1,x2,x3 dan x4)

(Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2003) Pendapatan

Widjaja (2003) menyatakan bahwa untuk menghitung analisis pendapatan suatu usaha, dapat dihitung menggunakan rumus:

Pendapatan = Total Penerimaan – Total Biaya. HASIL DAN PEMBAHASAN

Subsektor pertanian yang memberikan kontribusi 21,57% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Banyumas. Berdasarkan data populasi ternak di Kabupaten Banyumas, populasi kambing menunjukan peningkatan jumlah dari tahun ke tahun. Populasi kambing pada tahun 2007 sebanyak 182.703 ekor, pada tahun 2008 sebanyak 192.592 ekor, artinya jumlah kambing meningkat sebanyak 9.889 ekor (5,41 %), tahun 2009 sebanyak 196.811

(4)

ekor jika dibandingkan tahun 2008 terjadi penambahan kambing sebanyak 4.219 ekor (2,19 %), untuk tahun 2010 ada sebanyak 197.715 ekor maka jika dibandingkan tahun 2009 terjadi penambahan kembali jumlah kambing sebanyak 904 ekor (0,46 %) dan tahun 2011 sebanyak 198.704 ekor kambing maka jika dibandingkan tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah kambing sebanyak 989 ekor ( 0,5 %). Penyebaran ternak kambing hampir merata di 27 kecamatan wilayah Kabupaten Banyumas (BPS Kabupaten Banyumas, 2012).

Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak perkelahiran sering lebih dari satu ekor, jarak antar kelahiran pendek dan pertumbuhan anaknya cepat. Selain itu, kambing memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi agroekositem suatu tempat (Mulyono , 2008). Menurut Dinas Peternakan Kabupaten Banyumas jumlah ternak kambing lokal di Kabupaten Banyumas tahun 2012 sebesar 198.704 ekor yang tersebar di 27 kecamatan. Jumlah ternak kambing di kecamatan terpilih yaitu Kecamatan Banyumas 13.675 ekor (6,88 %), Kecamatan Kalibagor 11.019 ekor (5,54 %), Kecamatan Patikraja 5.446 ekor (2,75 %) dan Kecamatan Pekuncen 10.170 ekor (5,12 %).

Potensi Peternak Individu

Rincian potensi peternak individu Kabupaten Banyumas disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Potensi Peternak Individu Kabupaten Banyumas

Kecamatan

Variabel potensi petenak Pot. Dasar (M1) Pot.Tenaga kerja (M2) Penguasaan Teknologi (M3) Penyediaan Input Produksi (M4) Total Skor Potensi 3M1+4,5M2 +4M3+5M4 Pembobot 3 4,5 4 5 Banyumas 77,63 12,85 18,75 36,13 550,49 Kalibagor 79,25 11,87 18,75 32,58 529,10 Patikraja 76,01 14,82 18,75 36,23 550,93 Pekuncen 72,82 15,60 18,75 39,16 559,48 Mean /rataan 76,43 13,79 18,75 36,03 546,50

M = Skor variabel masing-masing potensi Sumber : Data Primer Diolah ( 2012)

Kategori nilai potensi peternak individu berdasarkan Tabel 1 di Kabupaten Banyumas adalah sedang dengan rata-rata sebesar 546,50. Hal tersebut sesuai dengan Dirjen Bina Produksi Peternakan (2003) bahwa kisaran skor potensi peternak individu yaitu : potensi peternak rendah dengan skor 155,75 sampai dengan 436,91 ; potensi peternak sedang dengan skor 436,9 sampai dengan 718,06 ; potensi peternak tinggi dengan skor 718,07 sampai dengan 999,22.

Berdasarkan Tabel 1 rata-rata potensi dasar peternak Kabupaten Banyumas sebesar 76,43; potensi tenaga kerja 13,79; potensi penguasaan teknologi 18,75 dan potensi penyediaan input produksi sebesar 36,03. Potensi peternak masing-masing kecamatan adalah Banyumas dengan skor 550,49; Kalibagor 529,10; Patikraja 550,93 dan Pekuncen 559,48.

Analisis potensi peternak di Kabupaten Banyumas memberikan gambaran bahwa keadaan tersebut perlu dikembangkan lebih optimal untuk menunjang pengembangan usaha kambing lokal dan pendapatan peternak sehingga memberikan sumbangsih yang nyata terhadap dunia pertanian subsektor peternakan yang masih menjadi ciri khas Indonesia sebagai negara agraris. Peningkatan

(5)

potensi peternak kambing di Kabupaten Banyumas dapat dilakukan dengan memaksimalkan potensi peternak melalui optimalisasi potensi dasar peternak, potensi penyediaan input produksi, potensi tenaga kerja dan potensi penguasaan teknologi. Potensi peternak mengambil peranan penting dalam keberlangsungan usaha kambing lokal di Kabupaten Banyumas, tetapi belum dapat maksimal. Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan dalam pengembangan usaha ternak menurut Yunasaf (2008) adalah faktor potensi peternak yang selama ini lebih menempatkan peternak sebagai obyek dan bukan sebagai subyek atau pelaku pembangunan yang memberikan pengaruh tidak berkembangnya para petani termasuk peternak kambing.

Analisis Pendapatan Usaha Kambing Lokal

Analisis pendapatan memerlukan dua keterangan pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Meskipun pemeliharaan kambing merupakan usaha sampingan tetapi diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan usaha ternak kambing sehingga kesejahteraan petani meningkat (Zulfanita,2008). Rincian analisis pendapatan Kabupaten Banyumas disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pendapatan Usaha Kambing Lokal di Kabupaten Banyumas Kecamatan Penerimaan Pengeluaran Pendapatan

---(Rp/th)--- Persentase (%) Banyumas 3.637.679 322.281 3.315.397 24,83 Kalibagor 3.391.406 301.417 3.089.990 23,15 Patikraja 3.922.325 352.158 3.570.167 26,74 Pekuncen 3.732.650 357.775 3.374.875 25,28 Total 14.684.060 1.333.631 13.350.429 100 Mean/Rataan 3.671.015 333.407,75 3.337.607,25 25 Sumber : Data Primer Diolah ( 2012)

Berdasarkan Tabel 2 tersebut menunjukan bahwa Kecamatan Patikraja (Rp 3.570.167,00) memiliki pendapatan usaha paling tinggi dibandingkan Kecamatan Banyumas (Rp 3.315.397,00), Kalibagor (Rp 3.089.990,00) dan Pekuncen (Rp 3.374.875,00). Kecamatan Kalibagor memiliki pendapatan usaha paling rendah dari kecamatan lainnya. Perbedaan tinggi rendahnya pendapatan usaha kambing lokal di Kabupaten Banyumas dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usahanya.

Pendapatan usaha kambing lokal di tingkat peternak Kabupaten Banyumas dipengaruhi oleh penerimaan yaitu kenaikan nilai ternak dan penjualan ternak, total biaya yaitu biaya tetap dan biaya variable. Menurut Priyanto (2001) mengatakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penerimaan usahaternak kambing di pedesaan adalah (1) harga kambing ditingkat peternak (penjualan ternak dan kenaikan nilai ternak); (2) jumlah ternak yang dipelihara (skala pemilikan); serta (3) biaya usaha pertanian; berpengaruh positif terhadap penerimaan usahaternak kambing. Parwati (2003) menambahkan pendapatan petani merupakan ukuran penghasilan yang diterima oleh petani dari usahataninya. Dalam analisis usahatani, pendapatan petani digunakan sebagai indicator penting karena merupakan sumber utama dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pendapatan petani peternak merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Zulkifli (2003) variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, namun biaya per unitnya tetap. Artinya, jika volume kegiatan diperbesar 2 (dua) kali lipat, maka total biaya juga menjadi 2 (dua) kali lipat dari jumlah semula. Biaya variabel dalam usaha kambing lokal di Kabupaten Banyumas yaitu pakan, obatan-obatan dan perbaikan kandang. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya sampai tingkat kegiatan tertentu relatif tetap dan tidak

(6)

terpengaruh oleh perubahan volume kegiatan. Biaya tetap dalam usaha kambing lokal di Kabupaten Banyumas yaitu penyusutan ternak, kandang dan alat serta pajak tanah.

Korelasi Antara Pendapatan Dengan Potensi Peternak Di Kabupaten Banyumas

Analisis korelasi jenjang rank spearman digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel terikat. Rincian korelasi antara pendapatan dengan potensi peternak Kabupaten Banyumas disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji Korelasi Pendapatan dengan Variabel Potensi Peternak Kabupaten Banyumas

Variabel X Variabel Y Rs t hitung t tabel 0.05

Potensi Dasar Peternak Pendapatan 0.009 0.177 1.97 Potensi Penyediaan Input Produksi Pendapatan 0.713 20.826 1.97 Potensi Tenaga Kerja Pendapatan 0.745 22.909 1.97 Potensi Penguasaan Teknologi Pendapatan 0.000 0.000 1.97

Sumber : Data Primer Diolah ( 2012)

Berdasarkan hasil analisis korelasi rank spearman maka terdapat hubungan yang tidak nyata antara potensi dasar peternak dan penguasaan teknologi dengan pendapatan di Kabupaten Banyumas. Potensi dasar peternak memiliki keeratan hubungan potensi dasar sangat rendah (0.00 – 0.19) sebesar 0,009 dan memiliki keeratan hubungan potensi penguasaan teknologi sangat rendah (0.00 – 0.19) sebesar 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis (H1) variabel potensi dasar peternak dan potensi penguasaan teknologi ditolak karena uji t hitung lebih rendah dari t tabel atau thitung < ttabel (0,009 < 1,97 dan 0,000 < 1,97) sehingga potensi dasar peternak dan penguasaan teknologi tidak mempunyai peran yang nyata terhadap meningkatnya pendapatan yang diterima oleh peternak di Kabupaten Banyumas. .

Potensi tenaga kerja memiliki hubungan yang sangat nyata dengan keeratan hubungan tinggi (0.60 – 0.79) sebesar 0,745. Potensi penyediaan input produksi memiliki hubungan yang sangat nyata dengan keeratan hubungan tinggi (0.60 – 0.79) sebesar 0,713. Karena uji t hitung lebih tinggi dari t tabel atau thitung > ttabel (22,909 > 1,97 dan 20,826 > 1,97) maka hipotesis (H1) variabel potensi tenaga kerja dan penyediaan input produksi dapat diterima . Hasil tersebut menunjukan bahwa potensi tenaga kerja dan penyediaan input produksi memiliki peran yang nyata terhadap meningkatnya pendapatan yang diterima oleh peternak di Kabupaten Banyumas. Perbedaan Potensi Peternak Pada Berbagai Kecamatan Di Kabupaten Banyumas

Uji perbedaan untuk menganalisa perbedaan potensi peternak pada berbagai kecamatan di Kabupaten adalah one way anava menggunakan SPSS 14. Safar (2007) menyatakan Analisis variansi adalah suatu prosedur untuk uji perbedaan mean beberapa populasi (lebih dari dua).

Berdasarkan tabulasi dan analisis data, dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan potensi peternak antar kecamatan di Kabupaten Banyumas dengan rata-rata signifikansi sebesar 0,013 sehingga potensi peternak berbeda sangat nyata antar kecamatan di Kabupaten Banyumas.

(7)

SIMPULAN Kesimpulan

Hasil penelitian tentang analisis potensi peternak dalam pengembangan ekonomi kambing lokal di Kabupaten Banyumas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Potensi peternak di Kabupaten Banyumas termasuk dalam kategori sedang dengan skor 546,50. 2. Potensi penyediaan input produksi dan potensi tenaga kerja berhubungan dengan pendapatan

usaha kambing lokal di Kabupaten Banyumas.

3. Potensi dasar peternak, potensi penyediaan input produksi dan potensi tenaga kerja berbeda pada berbagai kecamatan di Kabupaten Banyumas.

Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, disampaikan saran sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan potensi peternak pemerintah diharapkan dapat berperan aktif dalam

peningkatan potensi dasar peternak agar lebih optimal sehingga tercapai kesejahteraan peternak dalam menjalankan usaha ternaknya.

2. Petugas penyuluh lapangan (PPL) diharapkan aktif dalam memberikan pelatihan-pelatihan untuk mentransfer teknologi peternakan terbaru yang dapat meningkatkan produktivitas ternak sehingga pendapatan peternak dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Banyumas Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik. Banyumas. Departemen Pertanian dan Fakultas peternakan Institut Pertanian Bogor. 2003. Pedoman Analisis

Potensi Peternak. Direktorat pengembangan Peternakan dan IPB, Jakarta.

Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Perbibitan Kambing Jawa Randu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan. BPS Pertanian Nasional. Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan. BPS Pertanian Nasional. Jakarta. Mulyono, S. 2008. Penggemukan Kambing Potong. Niaga Swadaya. Jakarta.

Pamungkas, F.A, Batubara,A.,Doloksaribu,M.,Sihite,E. 2009. Potensi Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Parwati, Ida Ayu Putu. 2003. Pendapatan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usaha Ternak Kambing dengan Laserpunktur. Balai Pengkaji Teknologi Pertanian. Bali.

Prawirodigjo, S, B. Utomo dan T. Herawati. 2005. Produktivitas Induk dalam Usaha Kambing pada Kondisi Pedesaan. Balai Pengkaji Teknologi Pertanian. Ungaran.

Priyanto, D., B. Setiadi., M. Martawidjaja dan D. Yulistiyani. 2001. Peranan Usahaternak Kambing Lokal Sebagai Penunjang Perekonomian Petani Di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002.

Safar, G. I.A, Saputra.A.A, Jayanti.Hermoza, T. 2007. Modul Metode Statistika II. Program Studi Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

(8)

Setiadi. B., B. Tiesnamurti, Subandriyo, T. Sartika, U. Adiati, D.Yulistiyani dan I. Sendow. 2002. Koleksi dan Evaluasi Karakteristik Kambing Kosta dan Gembrong Secara Ex-situ. Laporan Hasil Penelitian APBN 2001. Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor. hal 59-73.

Widjaja, K. dan S. Abdullah. 2003. Peluang Bisnis Ayam Ras dan Buras. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 26, 37-38, 47-48.

Yunasaf, U. Ginting, B. Slamet, M. Tjiptopranoto,P. 2008. The Role Of The Dairy Group Farmers In Empowerment Of Daiy Farmers. Jurnal Penyuluhan. September 2008, Vol. 4 No. 2.

Zulfanita.2008. Kajian Analisis Usaha Ternak Kambing di Desa Lubangsampang Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Gambar

Tabel 1. Potensi Peternak Individu Kabupaten Banyumas  Kecamatan
Tabel 2. Pendapatan Usaha Kambing Lokal di Kabupaten Banyumas Kecamatan  Penerimaan    Pengeluaran         Pendapatan
Tabel 3. Uji Korelasi Pendapatan dengan Variabel Potensi Peternak Kabupaten Banyumas

Referensi

Dokumen terkait

Suatu contoh embolisme tetesan cairan adalah embolisme lemak traumatic.Sesuai dengan namanya, emboli ini terdiri butir-butir lemak, cenderung terbentuk di dalam

Dengan memperhatikan berbagai pendapat yang berkaitan dengan kritik hadis, baik yang berkaitan dengan kritik sanad maupun kritik matan, dapat disimpulkan bahwa hadis

2. Pendingin diperlukan untuk meredam suhu dan membersihkan kotoran selama proses penggerindaan pada saat putaran roda gerinda yang sangat tinggi memerlukan langkah

Doni menjelaskan bahwa proses yang dilakukan saat pra produksi pada program Indonesia Pintar yaitu diskusi bersama tim programming lainnya, apa yang membuat

APB, FACR, dan Inflasi mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Syariah. REO mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap ROA pada Bank

Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda, karena penelitian ini meneliti dua variabel bebas yaitu aliran informasi dan

Asumsi yang digunakan adalah lokasi yang memiliki nilai atau kategori curah hujan yang tinggi (curah hujan 301 – 400 mm/bulan), tingkat kemiringan lereng yang datar

Budidaya tanaman pangan sayuran di lahan pekarangan rumah yang dilakukan oleh para pegiat di Kelurahan Semarang merupakan suatu muara kegiatan dari program Model Kawasan