• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindakan pembedahan pada penderita aneurisma intrakranial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tindakan pembedahan pada penderita aneurisma intrakranial"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Tindakan pembedahan pada penderita

aneurisma intrakranial

Eka J. Wahjoepramono, Jesaya Junus

Bagian Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan R.S. Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci, Tangerang

ABSTRACT

Definitive management of aneurysms in Indonesia is relatively young. It needs to be evaluated for recent treatment result. A descriptive retrospectively study about almost all patients underwent surgery of clipping immediately after angiogram showed the aneurysm. The data was collected from medical record since January 1996 – January 2003, consist of initial condition (International Cooperative Study grading/ICS), age, size and location of aneurysms by angiogram, and discharge outcome (glasgow outcome scale/GOS). From 74 cases of intracranial aneurysm, 73 cases underwent early surgery for clipping aneurysm. One case refused to receive surgery and died because of rebleeding. The best time to clip the aneurysm is still big discussion but overall early surgery give a better result compare to late surgery. There were 73 cases with average age 41.4 years old (23-68) and 71.2% of patients under age 50. Most aneurysms in medium size (49.3%) with the most common location was posterior communicating artery (34.2%) followed by anterior communicating artery (30.1%). Most patients with ICS grade 1-3 showed excellent and good results (GOS 4-5) 49 (92.5%), compare to 7 (35%) with ICS grade 4-5. Overall mortality rate was 10 (13.6%), and 9 (90%) of the deaths came from the later group. Nine patients died from pneumonia and vasospasm, one patient died from intracranial infection. It was favorable results generally with the mortality rate of only 1.4% for the case with ICS grade 1-3 and 92.5% showed excellent and good outcomes.

Key words: Intracranial aneurysm, management, mortality, surgery

ABSTRAK

Penatalaksanaan definitif aneurisma intrakranial di Indonesia masih merupakan hal yang relatif muda. Perlu adanya evaluasi untuk menilai sejauh mana keberhasilan pengobatan aneurisma intrakranial di Indonesia. Studi retrospektif dilakukan untuk mengetahui keberhasilan penatalaksanaan penderita aneurisma intrakranial yang menjalani operasi, segera setelah angiogram memperlihatkan adanya aneurisma. Data dikumpulkan melalui catatan medis sejak Januari 1996 hingga Januari 2003, meliputi keadaan awal penderita masuk rumah sakit (menurut International Cooperative Study/ICS), usia, lokasi aneurisma, ukuran aneurisma, dan hasil akhir (glasgow outcome scale/GOS) pada saat penderita pulang. Sebanyak 74 kasus didiagnosa sebagai intrakranial aneurisma, dan 73 kasus menjalani operasi awal untuk kliping aneurisma. Satu kasus menolak operasi dan meninggal karena perdarahan. Studi ini menunjukkan usia penderita rata-rata 41,4 tahun (23-68 tahun) dan 71,2% diantaranya berada di bawah usia 50 tahun. Ukuran aneurisma yang terbanyak adalah 6-15 mm (49,3%). Lokasi tersering adalah pada arteri komunikans posterior (34,2%) dan arteri komunikans anterior (30,1%). Sebagian besar penderita yang datang 53 (72,6%) menunjukkan ICS grade 1-3 dan 43 (92,5%) diantaranya memperlihatkan hasil akhir penatalaksanaan yang baik (GOS 4-5) dibandingkan dengan 7 (35%) pada kasus dengan ICS grade 4-5. Angka kematian total adalah 10 (13,6%) dan 9 (90%) diantaranya berasal dari kelompok ICS grade 4-5. Angka mortalitas pada penderita dengan ICS grade 1-3 besarnya 1,9% dan 92,5% memperlihatkan hasil akhir penatalaksanaan yang baik. Sampai saat ini penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan aneurisma agar dapat memberikan hasil yang terbaik masih menjadi perdebatan.

(2)

PENDAHULUAN

Aneurisma adalah suatu kantong yang terbentuk oleh dilatasi dinding pembuluh darah.(1)

Aneurisma intrakranial pertama kali diperkenalkan oleh Morgagni (1761) dan Biumi (1778) dan dengan semakin berkembangnya metode radiodiagnostik, Egaz Moniz (1933) mampu memperlihatkan aneurisma melalui angiografi serebral.(2) Prevalensi

aneurisma intrakranial menurut penelitian terakhir berkisar 5%.(3) Gejala klinis sebelum terjadinya

ruptur aneurisma sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh efek massa dan lokasi, seperti parese nervus abdusens. Jika terjadi ruptur, maka akan memperlihatkan gejala-gejala karena perdarahan subarachnoid, kadang-kadang bisa juga timbul efek massa karena perdarahan intraserebral, atau terjadinya carotid cavernous fistula (CCF).(4)

Etiologi aneurisma intrakranial sebagian besar disebabkan oleh perubahan degeneratif dan kelainan kongenital.(4)

Pada tahun 1933 Dott memperkenalkan operasi aneurisma intrakranial yang terencana dengan menggunakan potongan otot untuk menghentikan perdarahan aneurisma yang sudah ruptur, perdarahan berhasil dihentikan dan hasil akhir jangka panjang cukup baik.(2) Kemudian pada

tahun 1937 Walter Dandy mulai melakukan penempatan klip metal pada leher aneurisma dan kantung aneurisma dibakar dengan elektrokoagulasi. Teknik ini banyak digunakan sampai saat ini dengan berbagai penyempurnaan antara lain melalui bedah mikro.(2) Lokasi aneurisma

intrakranial yang paling sering dijumpai adalah di arteri komunikans anterior, disusul oleh arteri karotis interna pada percabangan antara arteri serebri media dan arteri komunikans posterior.(4)

Komplikasi yang paling berbahaya pada aneurisma adalah perdarahan dengan akibat lanjut yang bersifat fatal. Beberapa diantaranya akan mengalami vasospasme dan perdarahan ulang dengan mortalitas yang meningkat.(4)

Penatalaksanaan definitif terhadap aneurisma intrakranial di Indonesia mulai berkembang sejalan dengan perkembangan radiodiagnostik, radiointervensi dan teknik operasi bedah mikro. Hasil yang dicapai masih jarang dilaporkan. Penyampaian informasi tentang perkembangan

penatalaksanaan aneurisma di Indonesia sangat diperlukan, di samping untuk evaluasi juga bermanfaat untuk menjaring kerjasama dengan ahli neurologi dan praktisi klinis lainnya untuk keseragaman pandangan mengenai penatalaksanaan aneurisma intrakranial.

METODE

Studi retrospektif dilakukan untuk mengetahui keberhasilan penatalaksanaan penderita aneurisma intrakranial yang menjalani pembedahan, segera setelah angiogram memperlihatkan adanya aneurisma. Data yang dikumpulkan merupakan catatan medik penderita aneurisma intrakranial yang dirawat di sebuah rumah sakit di Tangerang sejak Januari 1996 hingga Januari 2003 meliputi keadaan awal penderita saat masuk rumah sakit, usia, lokasi aneurisma, ukuran aneurisma, dan hasil akhir keadaan penderita saat pulang.

Keadaan awal

Yang dimaksud dengan keadaan awal penderita adalah keadaan penderita pada saat masuk rumah sakit yang dinilai menurut International Cooperative Study.(5,6) Para penderita

dikelompokkan dalam:(2,7) i ) grade 1 yaitu glasgow

coma scale (GCS) 15 tanpa defisit motorik, ii) grade 2 GCS 13-14 tanpa defisit motorik, iii) grade 3 GCS 13-14 dengan defisit motorik, iv) grade 4 GCS 7-12 dengan atau tanpa defisit motorik, dan v) grade 5 GCS 3-6 dengan atau tanpa defisit motorik. Yang dimaksud dengan usia adalah usia penderita saat dilakukan operasi penempatan klip aneurisma yang dinyatakan dalam tahun.

Lokasi aneurisma

Lokasi aneurisma intrakranial yang dimaksud meliputi arteri karotis interna (intrakavernosa), bifurkasi, dinding superior, dinding inferior, dinding medial, dinding lateral (arteri komunikans posterior dan arteri koroidal anterior), arteri serebri media, arteri serebri anterior (segmen A1, arteri komunikans anterior dan arteri perikalosal), arteri basilaris (termasuk arteri serebelaris inferior anterior), dan arteri vertebralis (posterior inferior cerebellar artery, vertebral trunk dan fusiform).(4)

(3)

diameter terbesar angiogram dan dikelompokkan atas : (4) i) giant >25 mm, ii) large 15-25 mm, iii)

medium 6-15 mm, dan iv) small 2-6 mm.

Hasil akhir keadaan penderita dinilai dengan menggunakan glasgow outcome scale (GOS) pada saat penderita pulang. Keadaan akhir penderita dikategorikan sebagai berikut : (8,9) i) excellent (GOS

5) sembuh dengan baik tanpa cacat, ii) good (GOS 4) cacat ringan-sedang, penderita mandiri tanpa tergantung kepada orang lain, iii) fair (GOS 3) penderita sadar, tapi tidak mampu mandiri, butuh bantuan, perawatan orang lain, iv) vegetatif (GOS 2) keadaan vegetatif yang persisten, dan v) death (GOS 1) meninggal. Data dianalisis secara deskriptif mengunakan analisis persen.

HASIL

Selama 7 tahun terdapat 73 kasus aneurisma intrakranial dengan usia rata-rata 41,4 tahun (kisaran antara 23-68 tahun), sebagian besar 19 (28,8%) berusia antara 41-50 tahun dan penderita yang berusia 61 - 70 tahun hanya sebesar 7 (9,6%). Semua penderita segera menjalani kraniotomi dan kliping aneurisma setelah hasil angiogram memperlihatkan adanya aneurisma. Semua penderita datang dengan perdarahan subaraknoid akut (subarachnoid acute hemorrhage/SAH), atau paling tidak dengan riwayat perdarahan subaraknoid. Setelah operasi kliping, penderita dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dengan manuver triple H (hipertensi ringan, hipervolemia dan hemodilusi) untuk mencegah dan mengatasi vasospasme. Lama perawatan di ICU rata-rata 3 hari, kemudian dipindahkan ke ruang high care (semi intensif) atau ruangan biasa tergantung kepada keadaan penderita. Total lama perawatan rata-rata lebih kurang 2-3 minggu.

Sebagian besar kasus 53 (72,6%) masuk dengan ICS grade 1-3 sedangkan sisanya 20 (27,4%) dengan ICS grade 4-5. Didapatkan delapan kasus (11%) dengan giant aneurisma, masing-masing 4 (5,4%) di sinus kavernosa, 1 (1,4%) di arteri komunikans anterior, 2 (2,7%) di arteri komunikans posterior, dan 1 (1,4%) di arteri koroidal anterior. Dua dari delapan kasus tersebut (25%) mengalami hemiparese setelah operasi. Penderita yang mengalami large aneurisma

besarnya 19 (26%), 36 (49,3%) dengan medium aneurisma dan 10 (13,7%) dengan small aneurisma (lihat Tabel 1).

Tabel 2. Distribusi letak aneurisma Lokasi aneurisma Jumlah (%)

Arteri karotis interna 34 (46,6%)

 Intrakavernosa 4 (5,5%)  Bifurkasi 2 (2,7%)  Dinding superior - Dinding inferior 1 (1,4%)  Dinding medial - Dinding lateral :  A. komunikans posterior 25 (34,2%)  A. koroidal anterior 3 (4,1%)

Arteri serebri media 9 (12,3)

Arteri serebri anterior 23 (31,5%)

 Arteri komunikans anterior 22 (30,1%)

 Arteri perikalosal 2 (2,7%)

Arteri basilaris 4 (5,5%)

Arteri vertebralis 1 (1,5%)

Sebagian besar aneurisma 34 kasus (46,6%) terletak pada arteri karotis interna, terdiri dari intrakavernosa, bifurkasi, dan dinding inferior. Hanya 1 (1,5%) terletak pada arteri vertebralis dan 4 (5,5%) pada arteri basilaris (lihat Tabel 2).

Sebagian besar 49 (92,4%) penderita yang datang dengan ICS grade 1-3 memperlihatkan hasil akhir yang baik (GOS 4-5) dan angka kematian hanya 1 (1,9%). Sedangkan hanya 7 (35%) penderita yang datang dengan ICS grade 4-5 memperlihatkan hasil yang baik (GOS 4-5), 3 (15%) dengan vegetatif (GOS 2), dan angka kematian besarnya 9 (45%) (lihat Tabel 3). Angka kematian total adalah 10 kasus (13,6%) dan 9 (90%)

Tabel 1. Distribusi ukuran aneurisma

Giant (>25 mm) 8 (11%)

 Sinus kavernosa 4 (5,4%)

 Arteri komunikans anterior 1 (1,4%)

 Arteri komunikans posterior 2 (2,7%)

 Arteri koroidal anterior 1 (1,4%)

Large (15-25 mm) 19 (26%)

Medium (6-15 mm) 36 (49,3%)

Small (2-6 mm) 10 (13,7%)

(4)

diantaranya datang dengan ICS grade 4-5. Sembilan penderita meninggal karena pneumonia dan vasospasme dan satu penderita meninggal karena infeksi intrakranial.

PEMBAHASAN

Dalam studi ini, kelompok usia terbesar adalah 20-30 dan 41-50 tahun, masing-masing 26% dan 28,8%, dan 69,9% penderita berusia di bawah 50 tahun. Usia penderita pada studi ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasargil yang mendapatkan 68% penderita berusia di bawah 50 tahun.(4) Hasil ini memperlihatkan usia yang lebih

muda dibandingkan dengan yang diperoleh Loksley pada Cooperative Study dengan usia puncak 52 tahun.(5)

Delapan (11%) aneurisma dalam studi ini berukuran >25 mm, dua penderita (25%) diantaranya mengalami hemiparese setelah operasi penempatan klip. Sebagian besar kasus dalam pengamatan ini merupakan aneurisma berukuran sedang (49,3%) disusul dengan ukuran besar (26%) dan kecil (13,7%). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian lainnya.(4,5,6)

Lokasi aneurisma sebagian besar terletak pada arteri komunikans posterior (34,2%), kemudian disusul dengan arteri komunikans anterior (30,1%). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasargil dalam pengamatannya terhadap 1012 kasus mendapatkan 375 (37,1%) terletak pada arteri komunikans anterior, dan pada arteri komunikans posterior sebanyak 173 (17,1%). Hasil yang tidak jauh berbeda juga didapatkan oleh Loksley(5,6) dan

Suzuki.(10)

Pada kasus SAH, tindakan pembedahan harus dilakukan sedini mungkin untuk mendapatkan hasil akhir yang lebih baik.(11,12) Dengan demikian

morbiditas dan mortalitas akibat perdarahan ulang

dapat diturunkan.(13) Semua tindakan pembedahan

pada studi ini dilakukan segera setelah angiogram memperlihatkan adanya aneurisma. Penatalaksanaan yang agresif terhadap penderita harus dimulai sejak penderita masuk rumah sakit, yang mencakup hal-hal berikut :(14,15) i) resusitasi

preoperatif yang agresif, ii) tindakan bedah sedini mungkin, iii ) penatalaksanaan tekanan intrakranial dan vasospasme yang agresif, dan iv) perawatan intensif perioperatif dengan fasilitas dan tenaga medis yang mendukung.

Angka mortalitas pada penelitian masih cukup tinggi (13,6%), yang berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya yang menunjukkan angka mortalitas antara 4-7%.(10,16,17,18) Hal ini diakibatkan

karena kasus yang datang dengan ICS grade 4-5 (30%) cukup besar.

Jane(9) menyatakan keadaan awal saat penderita

masuk rumah sakit yang lebih buruk akan cenderung mengalami perdarahan ulang. Manuver triple H (hipervolemia, hipertensi ringan dan hemodilusi) selama pasca bedah sangat penting karena mampu mencegah dan mengatasi vasospasme serebral akibat SAH.(12,15,19,20) Pada penderita usia lanjut

manuver ini harus dilakukan dengan lebih berhati-hati karena dapat menimbulkan komplikasi serius.(21) Di samping itu, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa vasospasme dari gambaran angiogram jarang dijumpai pada usia lanjut,(14) hal

ini berhubungan dengan adanya aterosklerosis dan dinding arteri yang lebih kaku.(21)

Lama perawatan pada penelitian ini berkisar antara 2-3 minggu yang tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Eliot dkk. yang mendapatkan lama perawatan rata-rata yang dibutuhkan adalah 18 hari.(22)

KESIMPULAN

Semakin dini pengenalan kasus SAH karena ruptur aneurisma akan memberi peluang intervensi yang lebih cepat sehingga mortalitas dan morbiditas dapat diturunkan. Dengan harapan semakin banyak penderita yang masuk rumah sakit dengan ICS grade 1-3. Hasil akhir yang dicapai secara umum cukup memuaskan, dengan angka mortalitas hanya 1,9% pada ICS grade 1-3 dan hasil akhir yang baik pada 92,5%.

Tabel 3. Hasil akhir penderita menurut keadaan awal saat masuk rumah sakit

GOS ICS grade 1-3 ICS grade 4-5

Excellent 45 (84,9%) 4 (20%)

Good 4 (7,5%) 3 (15%)

Fair 3 (5,7%) 1 (5%)

Vegetatif - 3 (15%)

(5)

Daftar Pustaka

1. Friel JP (editor). Aneurysm. In: Dorland’s

Illustrated Medical Dictionary, 26th ed.

Philladelphia: WB Saunders; 1985. p. 98.

2. Weir B, McDonald L. Intracranial aneurysm and

subarachnoid haemorrhage: overview. In: Setti R,

Wilkins RH, editors. Neurosurgery. Vol 2. 2nd ed.

New York : McGraw-Hill Book Co; 1996. p. 2191-213.

3. Wiebers DO, Whisnant JP, Sundt TM. The

significance of unruptured intracranial saccular aneurysms. J Neurosurg 1987; 66: 23-9.

4. Yasargil MG. Microneurosurgery. Vol IV.

Pathological consideration. Stuttgart: Thieme-Verlag; 1984. p. 279-347.

5. Locksley HB. Natural history of subarachnoid

hemorrhage, intracranial aneurysms and arteriovenous malformation. Based on 6368 cases in the cooperative study. J Neurosurg 1996; 25: 219-39.

6. Locksley HB, Sahs AL, Sandler R. Report on the

cooperative study of intracranial aneurysms and subarachnoid hemorrhage. 3. Subarachnoid hemorrhage unrelated to intracranial aneurysm and A-V malformation. A study of associated diseases and prognosis. J Neurosurg 1966; 1034-56.

7. Findlay JM. Subarachnoid fibrinolytic treatment

for the prevention of cerebral spasm (review). Semin Neurol 1991; 11: 400-10.

8. Kassell NF, Torner JC, Haley EC. The

international cooperative study on the timing of aneurysm surgery. J Neurosurg 1990; 73: 18-36.

9. Turner D. Neurological evaluation of a patient

with head trauma coma scale. In : Setti R, Wilkins

RH, editors. Neurosurgery. Vol 2. 2nd ed. New

York: McGraw-Hill Book Co; 1996. p. 2667-73. 10. Suzuki J, Onuma T, Yoshimoto T. Result of early

operations on cerebral aneurysms. Surg Neurol 1979; 11: 407-12.

11. Ohman J, Heiskanen O. Timing of operation for ruptured supratentorial aneurysm : a prospective

randomized study. J Neurosurg 1989; 70: 55-60. 12. Solomo RA, Post KD, McMurtry JG III. Depression of circulating blood volume in patients after subarachnoid hemorrhage: implication for the management of symptomatic vasospasm. Neurosurgery 1984; 15: 354-61.

13. Chyatte D, Fode NC, Sundt TM Jr. Early versus late intracranial aneurysm surgery in subarachnoid hemorrhage. J Neurosurg 1988; 69: 326-31. 14. Macdonald RL, Wallace MC, Coyne TJ. The effect

of surgery on the severity of vasospasm. J Neurosurg 1994; 80: 433-9.

15. Maroon JC, Nelson PB. Hypovolemia in patients with subarachnoid hemorrhage: therapeutic implication. Neurosurgery 1979;4: 223-6. 16. Yasargil MG. Microneurosurgery.Vol.II. Clinical

consideration, surgery of the intracranial aneurysm, and results. Stuttgart: Thieme-Verlag, 1984.

17. Sundt TM Jr. Cerebral vasospasm following subarachnoid haemorrhage: evolution, management, and relationship to timing of surgery. Clin Neurosurg 1997; 24: 228-47. 18. Weir B, Aronyk K. Management and postoperative

mortality related to time of clipping for supratentorial aneurysms: a personal series. Acta neurochir (Wien) 1982; 63: 135-9.

19. Kassell NF, Peerless SJ, Durward QJ. Treatment of ischemic deficits from vasospasm with intravascular volume expansion and induced arterial hypertension. Neurosurgery 1982; 11: 337-3.

20. Kosnik EJ, Hunt WE. Postoperative hypertension in the management of patients with intracranial arterial aneurysms. J Neurosurg 1976; 45:148-54. 21. Yoshimoto Y, Kwak S. Age-related multifactorial causes of neurological deterioration after early surgery for aneurysmal subarachnoid hemorrhage. J Neurosurg 1995; 83: 984-8.

22. Elliot JP, Le Roux PD, Ransom G, Newell DN, Grady MS, Winn HR. Predicting length of hospital stay and cost by aneurysm grade on admission. J Neurosurg 1996; 85: 388-91.

Gambar

Tabel 1. Distribusi ukuran aneurisma
Tabel 3. Hasil akhir penderita menurut keadaan awal saat masuk rumah sakit

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan detil regulasi / kebijakan merupakan perencanaan yang dilakukan untuk menentukan detil aktivitas apa saja yang akan muncul berdasarkan regulasi /

Base plate merupakan pelat baja yang berperan sebagai penghubung antara struktur atas dan struktur bawah yang berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom menuju struktur

Dari beberapa definisi tentang perencanaan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep yang ada dalam pengertian perencanaan pendidikan adalah: (1) suatu rumusan

pun juga ibadah. Yang menghafal Al- Qur’an lebih banyak di dahulukan penguburannya dari pada yang lebih sedikit hafalan Al- Qur’annya.. Kata lain dari membaca Al-

Dengan adanya pengujian terhadap pahat bubut HSS tersebut dapat menunjukan apakah pahat bubut HSS buatan Jerman atau Taiwan yang lebih layak untuk digunakan dalam dunia

keadaan peserta didik pada saat tertentu, baik potensi yang dimiliki maupun berbagai kelemahan yang dimiliki peserta didik sebagai bahan untuk menyusun suatu

[r]

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Peningkatan Keaktifan Dan Prestasi Belajar