• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis.Basil ini juga bisa menyerang organ lain selain paru, contohnya adalah ginjal, otak, dan tulang belakang. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Di Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit infeksi terpenting setelah eradikasi penyakit malaria.11

2.2. Etiologi

Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang, tidak berkapsul, aerob, yang tidak mempunyai spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, sekali diwarnai bakteri ini menahan penghilangan warna oleh asam atau alkohol sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis tidak tahan panas dan sensitif terhadap sinar matahari, akan mati pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam. Saat berada di dalam dahak, Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20˚ C selama 2 tahun.Suhu optimal untuk tumbuh pada 37ºC dan pH 6,4-7,0.12

Pada jaringan, basil tuberkulosis berupa batang lurus dan tipis berukuran sekitar 0,4 x 3 µm. Komponen utama penyusun dinding sel M. tuberculosis adalah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat atau disebut juga cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang mengambil peranan dalam virulensi.12

Asam mikolat sendiri merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan oleh arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Selain itu, dinding sel M. tuberculosis juga memiliki unsur lain yaitu polisakarida seperti arabinogalaktan dan

(2)

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks inilah yang membuat M. tuberculosis bersifat tahan asam.8

Mikobakteri tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok bakteri gram-positif maupun gram-negatif. Ketika diwarnai dengan pewarnaan dasar, bakteri tersebut tidak dapat dihilangkan warnanya oleh alkohol, kecuali dengan iodin. Sifat tahan asam bergantung kepada integritas selubung lilin. Pewarnaan teknik Ziehl-Neelsen dilakukan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada apusan sputum atau potongan jaringan, mikobakteri dapat terlihat dengan warna kuning-oranye fluoresens setelah diwarnai dengan pewarnaan fluorokrom (mis, auramine, rhodamine).12

Untuk media sebagai kultur primer mikobakterium sebaiknya mencakup media nonselektif dan selektif. Media selektif mengandung antiobiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri dan jamur kontaminan. Untuk media agar semisintetik contohnya adalah Middle brook 7H10 dan 7H11. Untuk media sintetik ialah media telur kental contohnya adalah Löwenstein-Jensen. Ada juga media kaldu contohnya adalah Middlebrook 7H9 dan 7H12.12

2.3. Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak sampai ribuan tahun sebelum masehi dan dikenal sebagai penyakit mematikan. Sampai pada saat Robert Koch menemukan penyakitnya, penyakit ini masih termasuk penyakit mematikan. Negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Utara, angka kesakitan maupun angka kematian TB paru pernah menurun secara tajam.13

Angka kematian karena TB paru sekitar 3 juta penderita tiap tahun dan keadaan ini hampir 75% didapat di Negara berkembang dengan sosio-ekonomi yang rendah.11

Sebanyak 19-43% penduduk dunia saat ini terinfeksi TB.Frekuensi penyakit TB paru di Indonesia saat ini masih terbilang tinggi dan menduduki urutan ke-3 di dunia. TB menjadi problema utama untuk masalah kesehatan di Indonesia baik dalam hal kesakitan maupun kematian.13

(3)

2.4. Faktor Risiko TB

Selain daripada faktor-faktor etiologi, terdapat juga beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya TB.

1. Jenis kelamin.

Ratio pria dan perempuan terhadap prevalensi TB adalah 1,5-2,1 di seluruh dunia.14

2. Umur

Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. Anak-anak memiliki risiko yang cukup tinggi untuk terkena TB karena sistem imunnya yang belum sempurna. Mayoritas anak-anak yang berumur di bawah 2 tahun terkena infeksi TB yang berasal dari lingkungan rumahnya sendiri, sedangkan anak-anak yang berusia di atas 2 tahun terinfeksi TB yang berasal dari lingkungan komunitas.Orang tua juga rentan untuk terkena TB karena sistem imunnya yang semakin menurun seiring bertambahnya usia.15

Gambar 1: Distribusi Kasus TB Berdasarkan Kelompok Usia Produktif (15-49 Tahun) di Indonesia.16

3. Status Gizi

Secara teori, malnutrisi akan berdampak dalam melemahnya daya tahan tubuh. Saat daya tubuh melemah maka akan semakin mudah

15% 30% 31% 24% 15 - 20 tahun 21 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 59 tahun

(4)

terinfeksi TB. Faktor ini sangat berperan pada negara-negara berkembang dan tidak mengenal usia.17

4. Sosio Ekonomi

Prevalensi masyarakat yang berasal dari kalangan sosioekonomi rendah lebih banyak terserang penyakit TB dibandingkan masyarakat dari kalangan sosioekonomi menengah-tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap lingkungan yang tidak bersih dan pemukiman yang terlampau padat sehingga hal ini mempengaruhi juga dalam hal bahan bakar memasak yang digunakan. Lingkungan yang tidak bersih dan pemukiman yang terlampau padat menjadi sangat potensial dalam hal penyebaran kuman TB.16,17

5. Pendidikan

Status pendidikan seseorang juga dapat menjadi faktor risiko seseorang terkena TB.Rendahnya pendidikan seseorang mempengaruhi sikap seseorang tersebut dalam mencari tahu mengenai kesehatannya. Hal tersebut juga berpengaruh dalam mencari pelayanan kesehatan.17 6. Diabetes

Data menunjukkan bahwa orang yang menderita diabetes akan berisiko tiga kali lipat untuk terserang TB dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes. Beberapa penelitian juga mengatakan bahwa risiko kematian pasien TB yang menderita diabetes 1,89 kali lebih tinggi dibandingkan pasien TB yang tidak menderita diabetes.15

7.Immunocompromised

Keadaan immunocompromised merupakan salah satu faktor risiko penyakit TB.Pada infeksi HIV, terjadi penurunan drastis pada sistem imun sehingga kuman TB yang inaktif mengalami aktivasi.Pandemi infeksi HIV dan AIDS menyebabkan peningkatan pelaporan TB secara bermakna di beberapa negara. Diperkirakan risiko terjadinya sakit TB pada pasien HIV dengan tuberkulin positif 7%-10% per tahun, dibandingkan dengan pasien non-HIV yang risiko terjadinya sakit TB 5%-10% selama hidupnya.18

(5)

8. Faktor Toksik

Kebiasaan merokok dan meminum alkohol juga merupakam faktor risiko seseorang lebih mudah terkena TB karena sistem imunnya melemah. Risiko orang yang merokok 2,3-2,7 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok untuk terkena TB. Sedangkan risiko orang yang rutin meminum alkohol dibandingkan orang yang tidak minum alkohol untuk terkena TB adalah 2,6 kali lebih tinggi.15

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Made Agus Nurjana, prevalensi laki-laki dan perempuan untuk terkena TB hampir sama atau tidak memiliki perbedaan. Sedangkan faktor risiko pendidikan, prevalensi pendidikan rendah lebih tinggi untuk terkena TB dibandingkan pendidikan sedang ataupun pendidikan tinggi. Untuk faktor risiko merokok, prevalensi perokok aktif untuk terkena TB lebih tinggi dibandingkan prevalensi perokok pasif ataupun bukan perokok.19

2.5. Patogenesis TB

Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis bisa melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka di kulit. Penularan TB yang paling sering adalah melalui infeksi saluran pernafasan atau airborne infection. Proses penularan TB dimulai ketika seseorang terkena infeksi droplet yang mengandung kuman Mycobacterium tuberculosis. Setelah itubakteri akan tumbuh lambat di dalam tubuh dan bertahan di dalam lingkungan intra selular dan mengalami fase dorman sebelum akhirnya tereaktivasi. Pengertian utama dari patogenesis kuman TB adalah kemampuan kuman yang berhasil lolos dari mekanisme tubuh host, termasuk sistem hipersensitivitas tipe lambat dan makrofag. Droplet nukleus dikatakan bersifat infeksi apabila mengandung sejumlah 1-10 basil.20

Basil-basil tuberkel yang terinhalasi akan mencapai permukaan alveolus menjadi suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada di dalam alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah paru, akan timbul reaksi peradangan yang dibangkitkan oleh basil-basil tuberkel.

(6)

Leukosit polimorfonuklear akan muncul di tempat tersebut dan memfagositkan bakteri itu, namun tidak membunuhnya. Beberapa hari pertama, fungsi leukosit akan digantikan oleh makrofag. Bagian alveoli yang terserang akan mengalami suatu kondisi yang disebut konsolidasi. Bakteri akan terus difagositosis atau berkembang biak di dalam sel, itu tergantung dari sistem imun host. Basil juga akan menyebar ke kelenjar getah bening regional melalui aliran getah bening. Selanjutnya akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) yang diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).8,19

Gambar 2: Patogenesi Tuberculosis8

2.5.1. Tuberkulosis Primer

Daerah konsolidasi meradang di alveoli yang terinfeksi oleh M. tuberculosis akan membentuk sarang tuberkulosis pneumoni kecil yang disebut fokus Ghon atau sarang primer. Sarang primer disebut juga afek primer. Afek primer akan

(7)

membentuk kompleks primer bersama-sama dengan limfangitis regional. Semua proses ini membutuhkan waktu 3-8 minggu. Nasib kompleks primer ini nantinya sebagai berikut:

1. Sembuh tanpa meninggalkan bekas sama sekali (restitution ad integrum).8

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan bakteri bersifat dormant (mis, sarang Ghon, garis fibrotik)8

3. Akan menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, yaitu menyebar ke daerah sekitarnya

Contohnya adalah epituberkulosis, adalah kejadian penekanan bronkus.Biasanya yang mengalami penekanan adalah bronkus lobus medius oleh karena kelenjar hilus yang membesar akibat infeksi M. tuberculosis sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas yang berhubungan. Hal ini dapat menyebabkan atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang mengalami obstruksi ke lobus paru yang mengalami atelektasis dan terjadilah peradang di lobus tersebut. Kejadian ini dikenal sebagai epituberkulosis.8

b. Bronkogen, yaitu melalui saluran pernafasan baik di paru bersangkutan ataupun ke paru sebelahnya.8

c. Hematogen dan limfogen, yaitu melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe.8

Penyebaran ini tergantung dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi dari kuman tersebut. Sarang infeksi yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan apabila sistem imun adekuat. Penyebaran melalui hematogen dan limfogen dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah lagi seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy, dan juga tuberkulosis pada organ lain seperti tulang, ginjal, genital, dan sebagainya. Komplikasi dari penyebaran ini dapat berakhir dengan:

A. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (mis, gagal tumbuh pada anak setelah terkena ensefalomeningitis), atau

(8)

B. Meninggal.8

2.5.2. Tuberkulosis Post Primer

Tuberkulosis postprimer akan timbul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Banyak istilah yang digunakan selain tuberkulosis postprimer seperti: progressive tuberculosis, adult type tuberculosis, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. TB post primer terjadi setelah tubuh mengalami respon imun spesifik yang dipicu oleh dua cara yaitu melalui inhalasi kuman baru atau reaktivasi basil TB yang sebelumnya dalam keadaan dorman karena penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh ini dapat disebabkan oleh karena proses menua, alkoholisme, malnutrisi, sakit berat, diabetes mellitus, dan HIV/AIDS.8,11

Gambaran klasik TB paru post primer ditandai dengan dimulai dengan sarang kecil dini, umumnya terletak di segmen apikal lobus superior ataupun lobus inferior. Hal ini disebabkan oleh tekanan oksigen di daerah apeks paru lebih tinggi sehingga basil TB dapat berkembang lebih baik karena basil TB bersifat aerob. Sarang kecil ini awalnya membentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni akan mengalami salah satu jalan seperti:

1. Sarang tersebut akan diresopsi kembali dan sembuh dengan tidak ada cacat yang tertinggal.8,11

2. Sarang tersebut akan meluas dan akan terjadi proses penyembuhan dengan pembentukan jaringan fibrosis. Jaringan fibrosis ini nantinya akan mengalami pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang yang sudah mengalami pengapuran ini nantinya dapat teraktivasi kembali dengan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).8,11

3. Sarang pneumoni akan meluas dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa) dan berakhir dengan pembentukan rongga atau kavitas. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan mengalami penebalan sehingga disebut kaverne (kavitas sklerotik). Kavitas tersebut akan menjadi:

(9)

a. Bertambah luas dan menyebabkan timbulnya sarang pneumoni yang baru. Sarang pneumoni yang baru terbentuk ini akan mengikuti alur perjalan seperti yang disebutkan di atas.8,11 b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut

sebagai tuberkuloma. Tuberkuloma bisa mengapur dan menyembuh, tetapi bisa juga aktif kembali dengan mencair dan berubah menjadi kavitas lagi.8,11

c. Sembuh dan bersih disebut juga open healed cavity atau kavitas yang menyembuh dan membungkus diri lalu setelahnya menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).8,11 Kaverne dapat menyebabkan peradangan pada arteri yang terdapat di dinding kaverne. Peradangan arteri itu akan menimbulkan aneurisma yang disebut aneurisma dari Rasmussen, pada arteri yang berasal dari cabang arteri pulmonalis. Bila aneurisma ini pecah, maka timbullah gejala batuk berdarah.8,11

Gambar 3: Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannya.8

2.6. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA): TB paru dibagi atas:

(10)

 Minimal dua dari tiga spesimen dahak pemeriksaan SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) menunjukkan hasil BTA positif.8,21

 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan pada pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.8,21

 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan hasil biakan positif.8,21

b. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:

 Hasil pemeriksaan spesimen dahak tiga kali menunjukkan BTA negatif, tetapi gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.8,21

 Hasil pemeriksaan dahak tiga kali menunjukkan BTA negatif, hasil biakan positif.8,21

2. Berdasarkan tipe pasien8,21

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Beberapa tipe pasien yaitu:

1. Kasus baru

Pasien belum pernah menerima pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).8,21

2. Kasus kambuh (relaps)

Penderita tuberkulosis yang sebelumnya sudah pernah menerima pengobatan OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian terjadi reaktivasi lagi dan datang berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau hasil biakan positif.8,21

Bila curiga lesi aktif kembali berdasarkan adanya perubahan pada hasil gambaran radiologi, harus dipikirkan beberapa kemungkinan yaitu infeksi sekunder, infeksi jamur, atau TB paru kambuh.8,21

(11)

3. Kasus pindahan (Transfer In)

Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan OAT di suatu kabupaten lalu pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah dari kabupaten sebelumnya.8,21

4. Kasus lalai berobat

Pasien yang sudah melakukan pengobatan OAT paling kurang satu bulan dan berhenti mengkonsumsi selama dua minggu atau lebih, kemudian datang kembali untuk berobat. Umumnya pasien tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan spesimen dahak BTA positif.8,21 5. Kasus gagal

 Pasien BTA positif yang pada pemeriksaan spesimen dahak hasil BTA masih tetap positif atau kembali positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum berakhir pengobatan).8,21

 Pasien BTA negatif dengan gambaran radiologi positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau pada saat pemeriksaan radiologi ulang hasilnya adalah perburukan.8,21

6. Kasus kronik

Pasien dengan pemeriksaan spesimen dahak BTA masih positif setelah selesainya masa pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.8,21

7. Kasus bekas TB

 Hasil pemeriksaan dahak (ataupun biakan apabila memungkinkan) secara mikroskopik menunjukkan hasil negatif dan gambaran radiologi paru menunjukkan hasil lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologi serial menunjukkan gambaran yang menetap. Adanya riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.8,21

 Kasus dengan hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat

(12)

pengobatan OAT selama dua bulan ternyata tidak ada perubahan pada gambaran radiologi.21

2.7. Gambaran Klinik

Gejala klinik dari penyakit TB paru tidak memiliki suatu ke-khas-an. Gejala klinik sangat bervariasi mulai dari suatu penyakit yang tidak menunjukkan gejala dengan suatu bentuk penyakit dengan gejala sangat terlihat. Gejala yang dijumpai dapat berupa akut, sub akut, tetapi lebih sering menahun.8,11

2.7.1. Gejala respiratorik

1. Batuk

Gejala yang timbul paling dini adalah batuk. Batuk juga merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Gejala batuk masih dalam tahap ringan sehingga sering diasumsikan oleh karena rokok. Biasanya penderita akan mengeluhkan adanya sekret saat bangun pagi hari yang terkumpul pada waktu penderita tidur.8,11

Bila hal ini terus berlanjut, sekret yang dikeluarkan akan semakin banyak dan batuk menjadi lebih dalam sehingga menganggu aktivitas penderita. Apabila yang terserang trakea dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat keras dan berulang-ulang. Apabila yang terserang laring, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough yaitu batuk tanpa tenaga yang disertai suara serak.Biasanya batuk sudah dialami lebih dari 3 minggu.8,11

2. Dahak

Dahak pada awalnya berupa mukoid dan jumlahnya sedikit, kemudian seiring berjalan waktu, dahak akan menjadi mukopurulen (kuning atau kuning kehijauan) sampai purulen. Apabila sudah terjadi proses pengejuan dan perlunakan maka dahak akan menjadi kental.8,11

3. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan oleh penderita berupa garis darah, bercak darah, gumpalan darah, atau darah segar dalam jumlah yang banyak

(13)

(profus). Batuk darah bukan merupakan initial symptom atau tanda permulaan dari penyakit TB karena batuk darah merupakan tanda dari terjadinya ekskavasi dan ulserasi pada pembuluh darah yang berada di dinding kavitas yang menandakan proses tuberkulosis lanjut.8,11

Batuk darah masif terjadi apabila terjadi aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari bronkiektasis atau ada ulserasi trakeo-bronkial. Keadaan ini bersifat gawat darurat karena dapat berujung pada kematian karena terjadi obstruksi saluran napas akibat pembekuan darah.8,11

4. Nyeri dada

Nyeri dada pada penyakit TB termasuk nyeri pleuritik (tajam dan seperti ditusuk) ringan timbul akibat batuk atau bernapas dalam.Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas. Nyeri pleuritik dapat dirasakan di daerah aksilla, di ujung scapula, atau di tempat lainnya.8,11

5. Wheezing

Wheezing adalah suara pernapasan dengan frekuensi tinggi yang terdengar di akhir ekspirasi.Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh karena penumpukkan sekret, bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, ulserasi, dan lain-lain.8,11

6. Dispnea

Dispnea sering juga disebut sebagai sesak napas. Dispnea merupakan tanda dari proses lanjut tuberkulosis paru atau disebut juga late symptom. Dispnea terjadi karena adanya restriksi dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of vascular bed/vascular thrombosis yang dapat berakibat pada gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal.8,11

(14)

2.7.2. Gejala sistemik

1. Demam

Demam merupakan gejala yang paling sering dijumpai.Demam juga merupakan gejala paling penting. Biasanya suhu tubuh akan sedikit meningkat pada waktu siang ataupun sore hari. Suhu tubuh meningkat adalah tanda proses penyakit berkembang menjadi progresif.8,11

2. Mengigil

Hal ini dapat terjadi apabila suhu tubuh naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti dengan pengeluaran panas (kalor) dengan kecepatan yang sama.8,11

3. Keringat malam

Keringat malam merupakan gejala patognomonik untuk penyakit tuberkulosis. Gejala patognomonik adalah gejala karakteristik suatu penyakit. Keringat malam umumnya timbul apabila proses tuberkulosis telah lanjut, kecuali pada penderita dengan vasomotor labil, gejala ini dapat timbul lebih dini. Keringat dingin dapat disertai nausea, takikardia, dan sakit kepala apabila timbul panas.8,11

4. Gangguan menstruasi

Gangguan menstruasi terjadi apabila proses tuberkulosis telah lanjut.11

5. Anoreksia

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi dari toksemia pada tuberkulosis yang timbul belakangan.Gejala ini sering dikeluhkan jika prosesnya progresif.11

6. Lemah badan

Penderita mengeluhkan lemah badan yang disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur, dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Gejala ini biasanya disertai oleh perubahan sikap dan temperamen (mis, penderita menjadi mudah tersinggung),

(15)

fokus perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, anak yang menjadi tidak aktif, atau penderita yang terlihat neurotik.8,11

Tidak semua gejala-gejala di atas akan di alami oleh penderita TB. Menurut penelitian Putri Puspitasari dkk yang melakukan penelitian di daerah Manado, penderita TB paling banyak memiliki gejala klinik yaitu batuk lalu diikuti dengan keringat malam setelah itu penurunan berat badan, batuk berdarah, dan sesak napas. Gejala klinik yang paling sedikit dialami oleh penderita TB adalah demam.22

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Towhidi dkk, umur penderita memiliki hubungan dengan gejala klinis yang dialaminya. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa pasien yang lebih mudah lebih sering terkena demam, penurunan berat badan, keringat malam, batuk, dan batuk berdarah.23

2.8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis dapat melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.11

Melalui anamnesa dapat kita ketahui gejala-gejala klinik apa saja yang dialami oleh pasien. Dari gejala klinik kita dapat juga membuat diagnosis banding dari tuberkulosis.8

(16)

Gambar 3: Logaritma diagnosis pasien TB.7

2.8.1. Pemeriksaan Fisik

Kelainan pemeriksaan fisik pada penderita tuberkulosis terletak pada paru.Kelainan yang didapat tergantung daripada luas kelainan struktur paru. Gejala dini yang dijumpai pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan. Kelainan paru biasanya terletak di daerah lobus bagian superior terutama daerah apeks yang mengandung banyak oksigen dan lobus posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Hal lain yang dapat ditemukan pada saat pemeriksaan fisik ialah suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.8

Pada kasus pleuritis tuberkulosis, kelainan yang didapatkan pada saat pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga pleura. Pada saat dilakukan perkusi akan didapati pekak. Lalu, pada saat auskultasi akan terdengar suara napas yang melemah sampai tidak terdengar di daerah yang terdapat cairan.8

(17)

Pada kasus limfadenitis tuberkulosis, akan dijumpai pembesaran kelenjar getah bening yang umumnya di daerah leher ataupun di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar getah bening ini dinamakan cold abscess.8,11

Gambar 5: Apeks lobus superior dan apeks lobus inferior.8

2.8.2. Pemeriksaan bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi merupakan pemeriksaan standar baku yang digunakan untuk mendiagnosis TB.

a. Spesimen

Spesimen yang dipakai untuk pemeriksaan bakteriologi dalam kasus tuberkulosis adalah sputum segar, bilasan lambung, urin, cairan pleura, cairan serebrospinal, cairan sendi, bahan biopsy, darah, atau bahan lain yang dicurigai.12

Dahak yang diambil ialah dahak 3 kali (SPS). Cara pengambilan dahak SPS ialah Sewaktu yaitu saat kunjungan, Pagi yaitu saat keesokan harinya, dan Sewaktu yaitu pada saat mengantarkan dahak pagi. Atau dilakukan setiap pagi selama 3 hari berturut-turut.8

b. Dekontaminasi dan pemekatan spesimen

Spesimen yang tidak steril seperti sputum harus dicairkan dengan N-acetyl-L-cystein, didekontaminasi dengan NaOH (untuk membunuk bakteri-bakteri dan jamur lainnya), dinetralkan oleh buffer, dan dikonsentrasikan dengan sentrifugasi. Setelah melalui proses dengan cara ini, spesimen dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam maupun

(18)

kultur. Spesimen yang diambil dari daerah steril seperti cairan serebrospinal tidak memerlukan proses dekontaminasi dan dapat langsung disentrifugasi hingga diperiksa dan dikultur.12

c. Cara pemeriksaan bakteriologi

Spesimen yang diambil diperiksa untuk menemukan basil tahan asam dengan melakukan pewarnaan tahan asam. Umumnya pewarnaan bilasan lambung dan urin tidak direkomendasikan karena mungkin mengandung mikobakteri saprofit dan memberikan hasil positif (false positif). Cara pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mikroskopik dan biakan.12

Pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskopik biasa yaitu melakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen.Selain mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresens juga dapat digunakan dengan melakukan pewarnaan auramine-rhodamine. Pewarnaan auramine-rhodamine lebih sensitif dibandingkan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Jika basil tahan asam ditemukan di dalam spesimen yang tepat, maka hal ini menjadi bukti presumptif infeksi mikobakteri.12

1. Interpretasi hasil pemeriksaan dahak 3 kali pemeriksaan adalah, bila: a) 3 kali positif atau 2 kali positif dengan 1 kali negatif = BTA positif b) 1 kali positif, 2 kali negatif = ulang tes BTA 3 kali, kemudian

Bila 1 kali positif, 2 kali negatif = BTA positif Bila 3 kali negatif = BTA negatif.8

2. Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) sesuai dengan rekomendasi WHO, bila:

a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang = negatif b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang = dituliskan jumlah

bakteri yang ditemukanDitemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang = +(1+)

c) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang = ++(2+) d) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang = +++(3+)8

(19)

Pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis dengan menggunakan metode konvensional adalah dengan cara Egg base media yaitu Lowenstein-Jensen (yang dianjurkan), Ogawa, Kudoh dan Agar base media yaitu Middle brook.

Melakukan pembiakan ini perlu dilakukan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat melihat Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT ada beberapa cara yaitu, melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin, ataupun melakukan pencampuran cyanogen bromide lalu setelah itu melihat pigmen yang timbul.12

2.8.3. Pemeriksaan khusus

a. Pemeriksaan BACTEC

Menggunakan metode radiometrik dengan mendeteksi growth index CO2

hasil metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis.12 b. Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR dapat mendeteksi DNA M.tuberculosis.12 c. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metode:

Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Teknik ini dapat mendeteksi respons humoral yaitu proses antigen-antibodi yang terjadi.12

Immunochromatographic tuberculosis (ICT)

Uji ICT dapat mendeteksi antibody M. tuberculosis dalam serum.Uji ICT menggunakan 5 antigen spesik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis.12

d. Pemeriksaan penunjang lain

 Analisa cairan pleura

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien efusi pleura.Interpretasi hasil analisa yang mendukung diagnosis adalah apabila uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat. Lalu didapati sel limfosit dominan dan glukosa rendah pada analisa cairan pleura.12

(20)

 Pemeriksaan histopatologi jaringan

Bahan jaringan dapat diambil melalui biopsi atau otopsi.Biopsi dapat dilakukan dengan biopsi aspirasi yang menggunakan jarum halus pada kelenjar getah bening, biopsi pleura yang menggunakan torakoskopi atau jarum abram, dan biopsi jaringan paru yang menggunakan bronkoskopi.12

 Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah rutin tidak menjadi indikator yang spesifik pada kasus tuberkulosis. Laju endap darah (LED) pada jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator proses penyembuhan pasien. Kadar limfosit kurang spesifik.12

 Uji tuberkulin

Tes tuberkulin yang positif menunjukkan kalau seseorang telah terinfeksi tuberkulosis pada masa lalu. Uji tuberkulin tidak dapat menentukan apakah penyakit aktif atau bersifat sebagai imunitas terhadap penyakit. Orang yang melakukan tes tuberkulin dan hasilnya positif memiliki resiko untuk terjadinya reaktivasi infeksi primer.12

2.9. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi khususnya foto toraks merupakan pemeriksaan yang penting untuk menegakkan diagnosis TB. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan peralatan radiologi mengenai teknik pemeriksaan radiologi toraks menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar roentgen ini menjadi suatu keharusan rutin.12

Dengan penggunaan yang tepat, foto toraks dapat mendeteksi TB paru dini atau early preclinical stage untuk mencegah bentuk penyakit kronis dan pembentukan sekuel. Apabila penderita terkena infeksi kuman TB sebanyak 10 mg kuman maka pada foto toraks sudah terlihat luas lesi. Kelainan foto toraks baru akan terlihat setelah 10 minggu terinfeksi kuman TB. Foto toraks juga

(21)

memiliki peran untuk menilai luas lesi serta komplikasi pada pasien dengan sputum BTA (+). Sedangkan TB paru sputum BTA(-) dapat ditegakkan diagnosis dengan gejala klinis dan temuan foto toraks yang sesuai dengan TB.20,24

Pada akhir pengobatan TB, pemeriksaan foto toraks memegang peranan sebagai penilai sekuele di paru dan pleura. Pemeriksaan foto toraks juga dapat dipakai sebagai penilaian kasus TB kambuh. Foto toraks penderita yang telah menyelesaikan pengobatan TB menunjukkan gambaran lesi-lesi paru yang menghilang atau bisa juga menunjukkan lesi-lesi yang tidak aktif seperti fibrosis, kalsifikasi, atelektasis, ataupun penebalan pleura. Komplikasi TB (mis, bronkiektasis, jamur, dan luluh paru) dapat juga terlihat pada foto toraks.20

Diagnosis TB aktif berdasarkan temuan foto toraks, yaitu:

1. Foto toraks normal hanya ditemukan pada 5% penderitan TB paru post primer, sedangkan 95% penderita lainnya menunjukkan kelainan.20

2. Untuk kasus TB paru, foto toraks dapat memperlihatkan minimal 1 dari 3 pola kelainan radiologi yaitu kelainan di apeks, adanya kavitas, atau adanya nodul retikuler dengan sensitivitas 86% dan spesifitas 83%. Apabila tidak terdapat satupun gambaran dari ketiga pola itu, maka kemungkinan TB dapat disingkirkan.20

3. Pada foto toraks akan menunjukkan kelainan di apeks unilateral atau bilateral.20

4. Tidak semua kasus TB memiliki kavitas. Hanya 19-50% kasus yang memiliki kavitas. Kavitas TB biasanya berdinding tebal dan irregular. Biasanya tidak dijumpai air-fluid level. Apabila terdapat air-fluid free, hal ini menunjukkan abses anaerob atau superinfeksi.20

5. Penyebaran secara endobronkial dapat memberikan kelainan gambaran foto toraks berupa noduler yang berkelompok pada lokasi tertentu paru.20

6. Foto lama penting digunakan untuk menilai aktivitas penyakit. Kalsifikasi dapat dijumpai pada lesi-lesi aktif.8

(22)

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi dari TB aktif, ialah:

a) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus superior paru dan segmen superior lobus inferior.

b) Adanya kavitas. Kavitas yang dijumpai lebih dari satu akan semakin menunjukkan lesi TB aktif. Kavitas dikelilingi oleh bayangan opak berawan dan nodular.

c) Bayangan bercak milier

d) Umumnya dijumpai efusi unilateral. Efusi pleura bilateral jarang dijumpai.8

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi dari TB inaktif, ialah: a) Fibrotik

b) Kalsifikasi

c) Schwarte atau penebalan pleura8

(23)

American Thoracic Society menguraikan bahwa luas proses yang tampak pada gambaran foto toraks dapat dibagi menjadi berikut:

1. Lesi minimal (Minimal lesion):

Lesi minimal terjadi bila proses tuberkulosis paru hanya mengenai sebagaian kecil dari satu ataupun dua paru dengan luas yang tidak melebihi volume paru yang terletak di chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau vertebra torakalis V dan tidak ditemukan adanya kavitas.8

2. Lesi sedang (Moderatly advanced lesion):

Lesi sedang terjadi apabila proses tuberkulosis paru lebih luas dibandingkan lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang. Luas proses yang terjadi tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah seluruh proses yang terjadi paling banyak seluas satu paru, atau apabila proses tuberkulosis yang terjadi mempunyai densitas lebih padat dan lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga luasnya pada satu paru. Proses ini dapat/tidak dapat disertai dengan kavitas. Bila disertai dengan kavitas, maka diameter semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm.8 3. Lesi luas (far advanced):

(24)

Gambar 7: pembagian luas lesi foto thorax menurut American Thoracic Society.24

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi, Mudatsir, dan Nurlina, didapatkan dari jumlah sampel dengan diagnose TB paru paling banyak dijumpai kelainan luas lesi far advanced yaitu sebesar 47,1%. Sedangkan untuk kelainan luas lesi moderate advanced sebesar 35,3% dan untuk kelainan luas lesi minimal sebesar 17,6%.25

Gambar

Gambar 1: Distribusi Kasus TB Berdasarkan Kelompok Usia Produktif (15-49  Tahun) di Indonesia
Gambar 2: Patogenesi Tuberculosis 8
Gambar 3: Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan  penyembuhannya
Gambar 3: Logaritma diagnosis pasien TB. 7
+4

Referensi

Dokumen terkait

Lumbung Masyarakat Suku Dayak Mali Desa Kualan Hilir Kecamatan. Simpang Hulu Kabupaten Ketapang Propinsi

Sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa sikap berpengaruh positif terhadap niat keikutsertaan ber-KB (H1), norma subjektif

Metode pengumpul data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka ( library research ). Analisis data

pelaksanaan upacara tradisi Suran sendang Sidukun tahun 2016, bulan Oktober. ini juga dimana bulan ketika warga masyarakat Desa Traji yang

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,

The cultural dimension of science is helpful to put science in a broader context of human knowledge. Meaning is deeply rooted in metaphysical realms: the worldview of

Disamping itu, kurikulum pendidikan yang berlaku pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya, dimana kegiatan kerja praktek

Hasil uji menunjukkan nilai rata- rata lebih kecil dibanding standar deviasi pada bank yang financial distress, yang berarti bahwa rentang atau jarak antara data ROA