• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Kayu

Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar (PTP, 2008).

Ubi kayu (Manihot utilissima) menghasilkan umbi setelah tanaman berumur 6 bulan. Setelah tanaman berumur 12 bulan dapat menghasilkan umbi basah sampai 30 ton/ha. Kerusakan yang biasa timbul pada ubi kayu adalah warna hitam yang disebabkan oleh aktivitas enzim polyphenolase atau biasa disebut dengan kepoyoan (Syarief dan Irawati, 1988).

Akar-akaran dan umbi-umbian kandungan patinya tinggi dan kenyataannya bahwa ditanam secara melimpah, akar-akaran dan umbi-umbian merupakan salah satu pangan pokok atau yang utama yang dimakan diberbagai bagian Asia Tenggara. Di samping sayuran akar-akaran semacam itu seperti singkong, talas, kentang, ubi jalar dan uwi, buah-buahan yang berpati seperti pisang untuk dimasak, sukun dan nangka dimasukkkan dalam golongan pangan

di atas. Pangan tersebut merupakan sumber energi yang baik (Harper, et al, 1987).

Makanan pokok umbi-umbian, antara lain singkong atau cassava yang biasa disebut dengan ubi kayu atau ketela pohon, ubi rambat, kentang kuning,

(2)

kentang bentuk ukuran kecil-kecilan, tales, uwi, gembili, kimpul, suweg dan ganyong. Singkong merupakan jenis umbi yang paling banyak dikonsumsi masyarakat (Tarwotjo, 1998).

Makanan pokok adalah jenis makanan yang merupakan makanan utama suatu menu yang biasanya dihidangkan dalam jumlah banyak. Makanan pokok kita adalah nasi. Di samping bahan makanan pokok beras, di Indonesia dikenal bahan makanan pokok lain, yaitu jagung, singkong, ubi, pisang dan sagu (Marwanti, 2000).

Ketela pohon atau lebih dikenal dengan nama ubi kayu banyak ditanam di Indonesia. Pada daerah tertentu ubi kayu merupakan makanan pokok. Pada dasarnya ketela pohon yang banyak ditanam dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu jenis ubi pahit dan manis. Jenis yang pahit biasanya digunakan untuk membuat pati (aci). Umur pohon untuk dipanen berkisar antara 7 – 12 bulan (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981)

Beberapa varietas tanaman ubi kayu yang banyak memberikan hasil dari pertanamannya dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Jenis Mangi : hasil umbi yang diberikan dalam pertanaman seluas 1 hektar adalah 200 kuintal, umbi-umbinya panjang bertangkai, kadar zat tepung sekitar 37 %, bila direbus rasanya manis.

b. Jenis Valenca : memberikan hasil untuk pertanamannya seluas 1 hektar sekitar 200 kuintal umbi, keadaan umbi dari sedang sampai gemuk dan bertangkai, kadar zat tepung sekitar 33,1 %, bila direbus rasanya manis.

(3)

c. Jenis Betawi : hasil umbi dari pertanaman seluas 1 hektar adalah sekitar 300 kuintal, umbi-umbinya gemuk tidak bertangkai, kadar zat tepung 34,4 %, bila direbus rasanya manis.

d. Jenis Bogor : hendaknya diperhatikan agar umbinya tidak perlu dimakan karena rasanya pahit dan beracun, hanya baik dibuat untuk tepung kanji. Umbinya memang gemuk-gemuk, bertangkai dengan kadar zat tepung yang dikandungnya sekitar 30,9 %. Hasil pertanaman 1 hektar sekitar 400 kuintal.

e. Jenis Basiorao : juga umbinya beracun, rasanya pahit, keadaan umbi agak gemuk dan bertangkai pendek, kadar zat tepung sekitar 31,2 %. Hasil umbi yang diperoleh untuk penanaman seluas 1 hektar adalah sekitar 300 kuintal, sebagai bahan untuk industri tepung kanji.

f. Jenis Sao Pedro Petro : keadaan umbi seperti jenis Basiorao dengan kadar zat tepung 35,4 %, hasil umbi 1 hektar sekitar 400 kuintal.

g. Jenis Muara : hasil umbinya gemuk-gemuk, tetapi sangat beracun, kadar zat tepung 26,9 %, hasil 1 hektar sekitar 400 kuintal

(Kartasapoetra, 1994).

Ubi kayu (Manihot utilissima) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1 – 4 meter. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8

(4)

lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah (Iptek, 2009a).

Adapun komposisi kimia ubi kayu atau singkong dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 1. Daftar Komposisi Kimia Ubi Kayu (Singkong)/ 100 gr bahan

Komponen Kadar Kalori (kal) 146 Protein (gr) 1,2 Lemak (gr) 0,3 Karbohidrat (gr) 34,7 Kalsium (mg) 33 Fosfor (mg) 40 Besi (mg) 0,7 Vitamin A (S.I) 0 Vitamin B1 (mg) 0,06 Vitamin C (mg) 30 Air (gr) 62,5 BDD (%) 75

Sumber : Departemen Kesehatan R.I, (1992).

Secara alami ada 3 jenis karbohidrat, yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Bentuk yang paling umum dari oligosakarida yaitu disakarida yang terdiri dari 2 monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida yaitu sukrosa. Bahan monosakarida yang terdapat diperdagangan umumnya dibuat melalui proses hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk makanan dan obat-obatan seperti glukosa dan fruktosa sering dibuat dari jagung, ketela pohon, ubi jalar dan lainnya (Sudarmadji, et al., 1989).

(5)

Gaplek

Gaplek adalah produk olahan bahan pangan yang diperoleh dengan cara pengeringan, baik dengan matahari ataupun dengan alat seperti oven. Pada pengeringan ketela pohon (gaplek) sering terjadi perubahan warna menjadi hitam. Perubahan warna tersebut kemungkinan disebabkan oleh enzim poliphenolase yaitu suatu oksidase yang terdapat pada lendir ketela pohon yang kontak dengan udara mengubah senyawa polifenol (tanin) menjadi senyawa yang berwarna hitam. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencuci lendir yang terdapat diantara kulit dan daging ketela segera setelah ketela dikupas atau dipotong. Ketela pohon biasanya dikeringkan sampai kadar air 14 – 15 % (Winarno, 1993).

Singkong setelah dikupas, dipotong-potong tipis, dijemur sampai kering disebut gaplek. Bila gaplek ditumbuk halus disebut tepung gaplek. Tepung gaplek dapat dimasak menjadi makanan yang disebut ketiwul atau tiwul. Dapat dimakan sebagai makanan pokok makanan selingan (Tarwotjo, 1998).

Produksi gaplek terbesar di Indonesia adalah di Jawa. Gaplek ini merupakan makanan pokok bagi mereka. Dalam teknologi ada 4 macam gaplek, yaitu :

a. Gaplek gelondong yaitu gaplek yang berbentuk memanjang. b. Gaplek chips mempunyai ukuran kecil 3 cm.

c. Gaplek pellet mempunyai bentuk silindris dengan panjang 2 cm dan diameter 1 cm.

d. Gaplek butiran (tepung) dengan ukuran 100 mesh (Rusmarilin dan Purba, 2007).

(6)

Gaplek adalah bahan makanan yang diolah dari umbi ketela pohon atau singkong. Prosesnya sangat mudah, umbi singkong yang telah dipanen kemudian dikupas dan dikeringkan. Gaplek yang telah kering kemudian bisa ditumbuk sebagai tepung tapioka yang bisa dibuat bermacam-macam kue. Tepung tapioka dari gaplek selanjutnya bisa dibuat menjadi nasi tiwul yang gurih. Nasi tiwul sangat populer di masyarakat yang hidup di pegunungan sampai kawasan Pacitan (Iptek, 2009b).

Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Disamping serealia, umbi-umbian juga merupakan bahan pangan substitusi (pengganti) beras yang banyak dihasilkan di Indonesia. Tanaman dengan kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari selera. Bentuk olahan dapat berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainnya (Radiyati dan Agusto, 2009).

Gaplek adalah ketela yang dikupas lalu dijemur sampai kering. Salah satu hasil olahan dari gaplek adalah makanan gatot. Gatot asalnya dari gaplek lalu ditanak, diberi gula agar manis, lalu setelah matang dihidangkan dan diberi parutan kelapa dengan diberi garam secukupnya, jadilah gatot yang berasa manis (Hadiyanta, 2009).

Pengeringan bahan-bahan gaplek dapat dilakukan dengan cara penjemuran pada teriknya sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering mekanis (ruang pengering yang dapat diatur temperaturnya sekitar 60 – 65o C). Pengeringan diakhiri setelah kadar air semula 70 % turun menjadi

(7)

sekitar 12 – 14 % atau dilakukan pengontrolan lewat pematahan apabila contoh mudah dipatahkan itu tandanya gaplek telah kering (Kartasapoetra, 1994).

Tepung gaplek diperoleh dengan cara menggiling gaplek dan kemudian diayak dengan menggunakan saringan 60 mesh atau 80 mesh. Gaplek dibuat dengan mengiris daging ubi kayu dan dikeringkan hingga kadar air 12 – 13 %. Tapioka dan gaplek merupakan bahan untuk industri selanjutnya (Syarief dan Irawati, 1988).

Adapun komposisi kimia dari gaplek dapat dilihat dari tabel yang ada di bawah ini :

Tabel 2. Daftar Komposisi Kimia Gaplek/ 100 gr bahan

Komponen Kadar Kalori (kal) 338 Protein (gr) 15 Lemak (gr) 0,7 Karbohidrat (gr) 81,3 Kalsium (mg) 80 Fosfor (mg) 60 Besi (mg) 1,9 Vitamin A (S.I) 0 Vitamin B1 (mg) 0,04 Vitamin C (mg) 0 Air (gr) 14,5 BDD (%) 100

Sumber : Departemen Kesehatan R.I, (1992).

Gaplek dapat dibuat dengan cara mengeringkan bahan, baik dengan matahari maupun dengan menggunakan alat. Gaplek yang dikeringkan dengan matahari biasanya berwarna kekuning-kuningan dibandingkan dengan dengan menggunakan oven. Hal ini disebabkan karena pada saat pengeringan dengan matahari suhu tidak teratur dan tingkat sanitasi juga kurang terjamin. Sedangkan dengan oven suhu dapat diatur dan sanitasi juga sangat terjaga.

(8)

Parameter penentu bahwa gaplek tersebut telah kering adalah apabila gaplek tersebut telah dapat dipatahkan (Setyawan, 2008a)

Ragi Tape

Ragi tape atau ragi pasar adalah inokulum campuran kapang, khamir dan bakteri. Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape antara lain adalah kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp dan Rhizopus sp. Khamir

Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces cereviceae dan Candida utilis serta bakteri Pediococcus sp, dan Bacillus sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam menghasilkan tape (Milmi, 2008).

Ragi tape dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan yang terdiri dari tepung ketan putih, bawang putih, merica, lengkuas, cabai untuk jamu dan air perasan tebu secukupnya dengan memanfaatkan peralatan sederhana seperti alat penumbuk, tampah, jerami, baskom dan daun pisang (Setyawan, 2008a).

Ragi yang mengandung mikroflora seperti kapang, khamir dan bakteri dapat berfungsi sebagai starter fermentasi. Selain itu juga kaya akan protein yakni sekitar 40 – 50 %, jumlah protein ragi tersebut tergantung dari jenis bahan penyusunnya (Susanto dan Saneto, 1994).

Starter yang digunakan untuk produksi tape disebut ragi, yang umumnya berbentuk bulat pipih dengan diameter 4 – 6 cm dan ketebalan 0,5 cm. Tidak diperlukan peralatan khusus untuk produksi ragi, tetapi formulasi bahan yang digunakan umumnya tetap menjadi rahasia setiap pengusaha ragi. Tepung beras yang bersih dicampur dengan air untuk membentuk pasta dan dibentuk pipih dengan tangan, kemudian diletakkan di atas nyiru yang

(9)

dilambari dengan merang dan ditutup dengan kain saring. Organisme akan tumbuh secara alami pada pasta ini pada suhu ruang dalam waktu 2 – 5 hari. Penambahan rempah-rempah atau bumbu untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang diharapkan. Penambahan sari tebu juga dilakukan untuk menambah gula. Ragi dipanen setelah 2 – 5 hari tergantung dari suhu dan kelembapan (Hidayat, 2007e).

Ragi tape adalah starter yang digunakan untuk produksi tape. Ragi tape berbentuk pipih kering dan dapat disimpan dalam waktu lama. Tidak ada faktor-faktor lingkungan yang dikendalikan. Mikroorganisme yang diharapkan maupun kontaminan dapat tumbuh bersama-sama. Pada lingkungan pabrik ragi, mikroflora yang ada telah didominasi mikroba ragi. Namun demikian, ragi yang dibuat pada musim hujan akan dijumpai Mucor sp dan Rhizopus sp dalam jumlah yang lebih banyak dan dibutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama (Laboratorium Bioindustri TIP, 2008).

Ragi adalah tablet yang merupakan starter mikroorganisme untuk membuat tape atau wine. Tepung beras yang bersih dicampur dengan air, diaduk dengan tangan dan dicetak berbentuk bola pipih. Ragi tersebut diletakkan di atas tampah bambu dan ditutup dengan kain saring dan diikuti dengan fermentasi dan ditempatkan dengan suhu kamar selama 2 – 5 hari. Campuran dari rempah-rempah akan menyeleksi pertumbuhan mikroorganisme (ASAIHL, 1985).

Pada proses perombakan pati dibutuhkan suatu bahan dasar tambahan yaitu ragi tape. Ragi tape adalah suatu produk inokulum campuran yang terdiri dari mikroba, jamur (kapang), Aspergillus oryzae, Rhyzopus sp, dan khamir

(10)

atau yeast Saccharomyces cereviseae, Candida sp dan bakteri asam laktat

Lactobacillus sp heterofermentatif dan homofermentatif. Disamping itu sel mikroba dan khamir selalu memberi kontribusi senyawa fungsional bioaktif (Setyawan, 2009).

Tape

Tape adalah sejenis penganan yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi). Tape bisa dibuat dari ubi kayu dan hasilnya dinamakan tape singkong. Pembuatan tape memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang baik. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tape ubi kayu, tape ketan dan tape beras dan tape yang lain(Iptek, 2009c).

Tape adalah hasil fermentasi dengan Saccharomyces pastorianus, Saccaharomyces heterogenicus, Endomycopsis sp, Chlamydomucor sp, Rhizopus sp dan Bacillus sp. Semua mikroorganisme tersebut diinokulasi dengan ragi. Tape terbuat dari tepung beras (tepung Oryza sativa) atau tapioka (Manihot esculanta). Sumber karbohidrat tersebut dimasak sepenuhnya sebelum diinokulasikan. Setelah fermentasi 2 – 3 hari, karbohidrat tersebut menjadi cairan semi padat atau kental yang merupakan campuran dari gula, alkohol, aldehid dan asam, dimana akan memberikan rasa dan aroma yang berbeda pada produk (ASAIHL, 1985).

(11)

Adapun komposisi kimia dari tape singkong dapat dilihat dari tabel : Tabel 3. Daftar Komposisi Kimia Tape Singkong

Komponen Kadar Kalori (kal) 173 Protein (gr) 0,5 Lemak (gr) 0,1 Karbohidrat (gr) 42,5 Kalsium (mg) 30 Fosfor (mg) 30 Besi (mg) 0 Vitamin A (S.I) 0 Vitamin B1 (mg) 0,07 Vitamin C (mg) 0 Air (gr) 56,1 BDD (%) 100

Sumber : Departemen Kesehatan R.I, (1992).

Tape merupakan makanan fermentasi tradisional yang sudah tidak asing lagi. Tape dibuat dari beras, beras ketan, atau dari singkong (ketela pohon). Berbeda dengan makanan-makanan fermentasi lain yang hanya melibatkan satu mikroorganisme yang berperan utama, seperti tempe, atau minuman alkohol, pembuatan tape melibatkan banyak mikroorganisme (Milmi, 2008).

Tape dihasilkan dengan cara fermentasi ragi yang merupakan inokulum biakan dari khamir, kapang dan bakteri. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan panas dalam keadaan anaerob sehingga akan menghasilkan enzim yang dapat merombak karbohidrat menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga akan lebih mudah untuk dicerna. Jika tape dikonsumsi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan rasa panas dalam perut karena kadar alkohol tinggi (Hidayat, et al., 2006)

(12)

Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses biokimia yang diakibatkan oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam bahan. Mikroorganisme fermentatif ini umumnya adalah bakteri asam laktat, yaitu bakteri yang mampu mengubah zat gula dalam bahan menjadi asam, alkohol, dan karbondioksida. Dengan terjadinya fermentasi ini maka bahan mengalami perubahan rasa, aroma, tekstur dan warna (Novary, 1999).

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat defenisi yang lebih jelas yang mendefenisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat (Hidayat, 2007a).

Fermentasi juga dapat berfungsi untuk mengawetkan bahan pangan, peningkatan nilai gizi, perbaikan cita rasa atau pembuatan minuman yang merangsang telah dilakukan mungkin sejak zaman prasejarah oleh manusia dan hampir semua peradaban. Praktek fermentasi pada masa mendatang akan menjadi cara yang semakin penting untuk membuat pengaya pangan dan bahan

baru, di samping itu untuk maksud pengawetan yang bertambah nyata (Harris and Karmas, 1989).

Dalam proses fermentasi, mikroorganisme akan merombak karbohidrat, kemudian protein dan kemudian lemak. Namun perombakan karbohidrat melalui beberapa tahapan yaitu gula, kemudian alkohol dan setelah itu asam.

(13)

Fermentasi adalah perubahan gradula oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan kapang (Hidayat, 2007a).

Produk fermentasi terdiri dari minuman beralkohol seperti bir, sake, brem, wine. Produk fermentasi dengan bahan susu seperti keju dan yoghurt. Produk fermentasi sayuran seperti sourkrout (acar kubis), pikel (acar timun). Produk fermentasi dengan bahan serealia seperti tape ketan hitam dan ketan putih. Produk fermentasi dengan bahan kacang kedelai adalah tempe, tauco, oncom dan kecap. Makanan fermentasi merupakan makanan yang digunakan dalam menu sehari-hari. Banyak keuntungan yang bisa diambil dari produk makanan fermentasi baik secara organoleptik (inderawi) maupun dalam peningkatan nilai gizi. Keunggulannya antara lain memberi penampakan dan cita rasa yang khas, misalnya pada tempe, tauco dan oncom berbeda dengan rasa aslinya. Mempunyai aroma yang khas dengan terbentuknya asam, alkohol, ester dan senyawa lainnya. Fermentasi juga menurunkan senyawa beracun lainnya seperti tirosin pada kedelai. Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai gizi karena dapat memecah senyawa kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dicerna (Afrianti, 2008).

Kadang-kadang bahan pangan difermentasikan dalam keadaan ada udara, seperti pada pembuatan susu asam (yoghurt). Fermentasi menghasilkan asam lemah yang bekerja sebagai zat pengwet. Proses fermentasi (pengasaman) mempunyai pengaruh kecil pada nilai gizi pangan. Akan tetapi proses itu pada dasarnya mengurangi jumlah bakteri yang berbahaya (Harper, et al., 1987).

(14)

Beberapa produk hasil metabolit hasil pemecahan asam amino antara lain :

a. Terbentuk karena dekarboksilasi : lisin menjadi kadaverin, ornitin menjadi putresin, glutamat menjadi aminobutirat, valin menjadi isobitilamin, tirosin menjadi tiramin, triptofan menjadi triptamin.

b. Terbentuk karena deaminasi : alanin menjadi piruvat, isoleusin menjadi β-Metil-α-ketovalerat, triptofan menjadi indol, glutamat menjadi α-ketoglutarat, aspartat menjadi fumarat, serin menjadi piruvat, treonin

menjadi α-ketobutirat, dan sistein menjadi piruvat dan hidrogen sulfit. c. Terbentuk karena reaksi Strickland : alanin menjadi asetat, valin menjadi

isobutirat, leusin menjadi isovalerat, isoleusin menjadi α-metilbutirat,

prolin menjadi δ-amino valerat, dan hidroksiprolin menjadi δ-amino-α-hidroksi valerat.

Karbohidrat yang bermolekul besar (polisakarida) mula-mula akan mengalami proses perombakan menjadi glukosa (monosakarida) atau maltosa (disakarida) dengan bantuan enzim selulase dan amilase yang dihasilkan oleh

Bacilli, Streptomyces, Penicillia dan Aspergilli. Perombakan karbohidrat tersebut menyebabkan komponen yang kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga akan lebih mudah untuk dicerna oleh tubuh dan penyerapannya juga akan maksimal. Perombakan tersebut dapat juga disebut dengan fermentasi. Selain memcah komponen kompleks, fermentasi juga dapat menurunkan racun dalam bahan pangan. Contohnya tirosin pada kacang kedelai dalam pembuatan tempe (Hidayat, et al., 2006).

(15)

Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan memecah amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan merubah sebagian gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma alkoholis pada tape. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin tinggi pula kadar alkoholnya (Milmi, 2008).

Proses fermentasi dikenal juga dengan proses perombakan karbohidrat. Di mana dalam proses ini polisakarida akan dirombak atau dipecah menjadi disakarida dengan menggunakan panas. Panas yang dihasilkan berasal dari ragi tape tersebut. Kemudian disakarida akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim amilase yang berasal dari kapang. Jika ragi semakin banyak maka enzim amilase juga akan semakin banyak sehingga glukosa dan fruktosa juga akan semakin banyak dan rasanya akan semakin manis. Dalam proses selanjutnya glukosa akan dirombak menjadi alkohol dan CO2 oleh

bantuan invertase yang berasal dari khamir atau bekteri. Semakin banyak jumlah glukosa maka akan semakin banyak juga alkohol yang dihasilkan. Apabila fermentasi anaerob berlangsung lebih lama maka produksi alkohol juga akan semakin banyak. Dan jika dilanjutkan dengan fermentasi aerob dalam waktu yang cukup lama maka produksi asam asetat atau juga asam laktat juga akan meningkat. Dan sebaliknya jika fermentasi aerob sangat singkat maka produksi asam juga akan sedikit (Hidayat, 2007b).

(16)

Fermentasi Anaerob

Pada proses fermentasi anaerob, bahan dasar yang digunakan adalah bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat. Bahan dasar umbi-umbian dapat berupa, ubi kayu, ubi rambat ataupun ubi jalar. Sedangkan bahan dasar serealia dapat berupa beras biasa atau beras ketan (Desrosier, 1998).

Fermentasi anaerob merupakan fermentasi awal dari suatu bahan yang difermentasikan yang mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor elektron lainnya. Fermentasi ini menghasilkan 2 molekul ATP per molekul glukosa (Hidayat, 2007b).

Saccharomyces cereviceae memiliki daya konversi gula menjadi etanol yang sangat tinggi. Mikroba tersebut menghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim zimase berfungsi memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Enzim invertase mengubah glukosa menjadi etanol pada fermentasi anaerob (Judoamidjojo, et al., 1992).

Etanol yang memiliki nama lain alkohol, etanolum dan alkohol merupakan cairan yang bening, tidak berwarna, mudah mengalir, mudah menguap, serta mudah terbakar dengan api biru tanpa asap. Etanol dapat juga larut dalam air, kloroform, eter, gliserol dan hampir dapat larut dalam semua jenis pelarut organik (Martin, et al., 1983).

Fermentasi anaerob adalah salah satu fermentasi yang pada prosesnya tidak memerlukan oksigen. Mikroba yang ada dapat mencerna bahan energinya tanpa oksigen. Adapun reaksi fermentasi anaerob dapat dilihat sebagai berikut :

(17)

Fermentasi asam laktat juga merupakan fermentasi anaerob dengan menggunakan Lactobacillus sp untuk menghasilkan asam laktat. Fermentasi asam laktat ada dua yaitu :

a. Homofermentatif, yaitu fermentasi asam laktat untuk menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir metabolisme gula atau glukosa. Adapun reaksinya dapat dilihat sebagai berikut :

C6H12O6 Lactobacillus sp 2 C2H3OH + 2 CO2 + Energi

Atau

C6H12O6 + 2NAD + 2ADP + Pi 2CH3COCOOH + 2NADH +

2ATP + H+

b. Heterofermentatif, yaitu fermentasi asam laktat dengan menggunakan dehidrogenasi asam piruvat untuk menghasilkan asam laktat. Adapun reaksinya dapat dilihat sebagai berikut :

2C2H3OH + 2CO2 + 2NADH2 Piruvat dehidrogenasi 2C2H5OCOOH + 2NAD

Atau

CH3COCOOH + NADH + H+ CH3CH2OCOOH + NAD+

c. Ester organik atau ethyl acetat yaitu suatu produk yang dihasilkan dengan mereaksikan etanol dengan asam asetat sehingga akan menghasilkan senyawa ester dan air dan dibantu oleh Hansenula anomala. Adapun reaksinya dapat dilihat sebagai berikut :

2C2H5OH + 2CH3COOH Hansenula anomala 2CH3COOC2H5 + 2H2O

(18)

Fermentasi Aerob

Fermentasi aerob adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan oksigen. Semua mikroorganisme yang ada memperoleh energi dari oksigen. Bahan energi yang paling banyak digunakan adalah glukosa. Fermentasi aerob adalah fermentasi asam asetat atau asam cuka yang dibantu oleh bakteri

Acetobacter aceti dengan menggunakan substrat etanol. Adapun reaksinya dapat dilihat sebagai berikut :

2 CH3CH2OH + 2 O2 A.aceti 2 CH3COOH + 2 H2O + Energi

(Hidayat, et al., 2006).

Bakteri asam asetat seperti Acetobacter aceti melakukan metabolisme yang bersifat aerobik. Peranan utamanya dalam fermentasi bahan pangan adalah mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat. Khamir berperan dalam fermentasi alkohol dengan produk utamanya yaitu etanol (Buckle, et al., 1987).

Pada proses fermentasi akan dihasilkan asam-asam mudah menguap seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat, dan asam propionat. Asam asetat lebih banyak diproduksi pada konversi gula yang tinggi, sedangkan asam butirat, asam formiat dan asam propionat dijumpai dalam jumlah kecil. Jumlah asam asetat yang diperoleh tergantung jenis dan kondisi fermentasi (Desrosier, 1998).

Fermentasi aerob merupakan fermentasi yang memerlukan adanya oksigen sebagai energi untuk merombak substrat alkohol yang dihasilkan pada fermentasi anaerob. Pada fermentasi aerob akan dihasilkan asam asetat atau asam cuka, air dan energi 36 ATP. Fermentasi ini dibantu oleh bakteri

(19)

Acetobakter aceti. Fermentasi aerob ini juga merupakan oksidasi alkohol primer (Buckle, et al., 1987).

Peuyeum

Peuyeum adalah makanan yang berasal dari Jawa Barat (daerah Sunda) dan dibuat dari singkong yang difermentasikan. Makanan ini mirip dengan tape yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perbedaan utamanya ialah bahwa peuyeum kering dan tape sedikit agak basah. Sebab pada pembuatan

dan penyimpanannya peuyeum digantung sedangkan tape ditumpuk (Hidayat, 2007d).

Peuyeum merupakan makanan yang terbuat dari ubi di mana cara pembuatannya hampir sama dengan pembuatan tape. Namun pada pembuatan peuyeum, ubi terlebih dulu dicuci kemudian dikukus sampai matang. Setelah matang ubi tersebut didinginkan dan ditaburi dengan ragi tape sesuai konsentrasi. Kemudian dibungkus dengan daun pisang dan difermentasikan secara anaerob selama 1 malam kemudian digantung pada suhu kamar selama 2 hari (Iptek, 2009d).

Pada dasarnya umbi-umbian merupakan bahan pangan yang banyak mengandung pati. Salah satu contohnya adalah ubi kayu. Hal ini sangat mendukung terciptanya berbagai jenis bahan pangan. Salah satu contoh adalah bahan pangan hasil fermentasi, seperti tape dan peuyeum. Dari segi teksturnya, tape dan peuyeum memang berbeda di mana tekstur peuyeum lebih keras dibandingkan dengan tekstur tape. Hal tersebut menyebabkan peuyeum tersebut dapat digantung. Sedangkan tape teksturnya sangat lunak dan berair sehingga tidak memungkinkan untuk digantung (Setyawan, 2008b).

(20)

Peuyeum merupakan produk pangan fungsional yang difermentasikan di mana teksturnya agak keras. Rasa dari peuyeum adalah agak manis. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi ragi dan lama fermentasi. Fermentasi dalam pembuatan peuyeum melalui dua tahap yaitu fermentasi anaerob selama 1 malam dan aerob selama 2 malam. Hal inilah yang menyebabkan tekstur peuyeum tersebut agak keras dan rasanya manis. Selain itu alkohol yang dihasilkan juga sangat rendah sehingga banyak disukai oleh konsumen (Dian, 2009).

Konsentrasi ragi yang digunakan sangat menentukan tekstur dan rasa dari peuyeum yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka tekstur juga akan semakin lunak dan rasa akan semakin manis. Tapi tidak menutup kemungkinan jumlah alkohol yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Di mana semakin banyak jumlah glukosa maka jumlah alkohol juga akan semakin tinggi. Oleh karena itu dalam pembuatan peuyeum hanya dibutuhkan fermentasi anaerob selama 1 malam untuk mencegah proses perombakan glukosa menjadi alkohol yang berlebih. Dan dilanjutkan dengan fermentasi aerob selama 2 malam (Retno, 2009).

Peuyeum adalah salah satu produk pangan hasil fermentasi dengan memanfaatkan ragi tape atau ragi pasar yang merupakan inokulum kapang, khamir dan bakteri. Peuyeum dihasilkan dengan cara fermentasi anaerob selama 1 malam dan fermentasi aerob selama 2 malam. Pertama-tama bahan dikukus selama 30 menit, kemudian didinginkan dan ditambah ragi tape. Lalu dibungkus dengan daun pisang dan difermentasikan (Hidayat, 2007d).

(21)

Peuyeum adalah sejenis produk pangan fungsional yang dihasilkan dari bahan ubi kayu. Proses pembuatannya hampir sama dengan proses pembuatan tape ubi kayu dengan menggunakan ragi tape atau ragi pasar. Peuyeum mempunyai tekstur agak keras dan manis sedangkan tape teksturnya lunak dan asam. Kadar alkohol tape juga lebih tinggi daripada peuyeum (Retno, 2009).

Gambar

Tabel 1. Daftar Komposisi Kimia Ubi Kayu (Singkong)/ 100 gr bahan
Tabel 2. Daftar Komposisi Kimia Gaplek/ 100 gr bahan

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, yang saat ini lebih banyak terjadi adalah ancaman yang sifatnya non-militer, dan tidak hanya menyasar negara, tetapi juga

Pada saat kebutuhan oksigen meningkat (denyut jantung naik atau saat kerja berat) aliran kororner tidak adekuat dengan menurunnya oksigen suplai yang menyebabkan iskemia

pengadilan telah menyatakan terdakwa bersalah, sekalipun terdakwa mengajukan upaya hukum, banding atau kasasi. Cooter dan Ulen menegaskan perbedaan konsep asas praduga

Di samping itu, dalam implementasi KTSP pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, guru memiliki kebebasan dan keleluasan untuk melakukan inovasi dan penyesuaian-penyesuaian

ranking hedonik, serta sifat fungsional (kandungan klorofil yang diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri, dan aktivitas antioksidan yang diukur dengan menggunakan

program pembangunan, mengkordinasikan, memantau masyarakat untuk berpartisipasi serta mengevaluasi pelaksanaan pembangunan di desa. Selain itu masyarakat Desa Tolonuo sangat

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmayanti (2004) dalam Yumettasari dkk (2008) membandingkan apakah kinerja saham syariah (JII) lebih baik dari saham konvensional

Berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan pada 20 pasien tersebut didapatkan hasil 60% kadar  Trigliserida lebih dari normal dan 40% dalam batas normal, 75%