• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Kebijakan Larangan Mudik Lebaran pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Masyarakat Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Penerapan Kebijakan Larangan Mudik Lebaran pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Masyarakat Indonesia"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

* Corresponding Author

Email : aldilanisa21@gmail.com

Volume 12 (2) 2021: 155-168 P-ISSN: 2087-0825, E-ISSN: 2548-6977

DOI: 10.23960/administratio.v12i2.233 Accredited by Kemenristek Number 85/M/KP/2020 (Sinta 4)

ARTICLE

Penerapan Kebijakan Larangan Mudik Lebaran pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Masyarakat Indonesia

Aldila Nisa Ilmatu Tsaabita1*

1 Institut Pemerintahan Dalam Negeri

How to cite: Tasabita, A.N.I. (2021). Penerapan Kebijakan Larangan Mudik Lebaran pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Masyarakat Indonesia. Administratio: Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, 12(2)

Article History

Received: 29 September 2021

Accepted: 1 Desember 2021

Keywords:

Covid19;

Government;

Homecoming;

Perception

Kata Kunci:

Covid-19;

Mudik;

Persepsi;

Pemerintah

ABSTRACT

Homecoming is one of the unique cultures where Indonesian people go to their hometowns during Eid. Sometimes going home is the main cause of traffic jam and crowds in some areas. This is a big challenge for the Indonesian people in the midlle of the Covid-19 pandemic. The government issued a ban on going home in 2021 aimed at reducing the spread of Covid-19 in Indonesia. The issuance of the policy caused various perceptions from the public. Community responses and perspectives are very important aspects in analyzing policy success. So that a study was conducted on how the public's perception of the ban on going home during the COVID-19 pandemic era was conducted. The research was carried out thoroughly covering the entire territory of Indonesia and carried out online. This research method uses a descriptive quantitative approach to Secondary Data Analysis (SDA). The results of this study are data on the decrease in the volume of homecomers, in 2020 the number of homecomers is 10.44% while in 2021 it is 4.6%. This proves that the community's perspective after the issuance of the homecoming ban policy is getting better and shows the results that the community provides a positive perspective. The government creates a positive perspective for the community regarding the ban on going home through the use of social media and technology, organizing a video contest for Eid gathering, and a sociological anthropological approach.

ABSTRAK

Mudik merupakan salah satu budaya unik dimana masyarakat Indonesia pergi ke kempung halaman di saat lebaran. Tidak jarang mudik menjadi penyebab utama kemacetan dan kerumunan di beberapa wilayah. Tantangan besar bangsa Indonesia pada saat pandemic covid-19 ini. Pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik tahun 2021 bertujuan untuk mengurangi penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Dikeluarkannya kebijakan tersebut menyebabkan berbagai persepsi dari masyarakat. Respon dan perspektif masyarakat merupakan aspek yang sangat penting dalam menganalisis keberhasilan kebijakan. Sehingga dilakukan penelitian tentang bagaimana persepsi masyarakat terhadap larangan mudik di era pandemi COVID-19. Peneliian dilakukan secara menyeluruh mencakup keseluruhan wilayah Indonesia dan dilaksanakan secara online. Berpedoman kepada metode penelitian seskriptif kualitatif memalui pendekatan Analisis Data Sekunder (ADS). Hasil dari penelitian ini adalah data penurunan volume pemudik, tahun 2020 jumlah pemudik

(2)

156 | Administratio, Vol. 12 (2) 2021: 155-168

adalah 10,44% sedangkan tahun 2021 adalah 4,6%. Hal ini membuktikan bahwa perspektif masyarakat setelah dikeluarkannya kebijakan larangan mudik semakin membaik dan menunjukkan hasil bahwa masyarakat memberikan perspektif positif.

Pemerintah menciptakan perspektif positif masyarakat terkait larangan mudik melalui pemanfaatan media sosial dan teknologi, penyelenggaraan kontes pembuatan video silaturahmi lebaran, dan pendekatan sosiologis antropologi.

A. PENDAHULUAN

Mudik menjadi salah satu tradisi masyarakat Indonesia yang terjadi hampir setiap tahun (Fajar, 2020). Mudik menjadi suatu alasan mengapa seseorang harus kembali ke daerah asal.

Alasan tersebut diantaranya ikatan batin antara anak dan orang tua, bahasa, dan keyakinan budaya(Prasetyo & Sofyan, 2021). Istilah mudik digunakan masyarakat yang merantau ke kota dan ingin pulang sejenak ke kampung halaman(ayu, 2021). Mudik biasanya dilakukan oleh masyarakat muslim pada saat perayaan lebaran Idul Fitri. Namun, seiring berjalannya waktu mudik menjadi budaya bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pelaku mudik melakukan perjalanan secara bergerombol sehingga tidak jarang menimbulkan suatu kerumunan.

Permasalahan kerumunan yang diakibatkan oleh aktivitas mudik terjadi baik di tempat tujuan, pusat transportasi, dan bahkan sering ditemukan di lokasi-lokasi pemberangkatan perjalanan.

Pelaksanaan mudik dua tahun terakhir berubah menjadi permasalahan krusial yang tergolong rawan dan menimbulkan kekhawatiran. Hal ini dikarenakan mudik berlangsung pada masa pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 disebabkan oleh virus corona yang sangat berbahaya dan telah menyebar ke seluruh dunia yang membuat World Health Organization (WHO) menetapkan status penularan virus corona ini sebagai pandemi (Setyawati, 2020).

Semenjak adanya pandemi Covid-19 di Indonesia, budaya mudik menjadi suatu hal yang riskan jika tidak ada pembatasan atau pengaturan. Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana (pasal 7 ayat 2) pemerintah Indonesia menetapkan status virus corona ini menjadi bencana nasional non alam (selanjutnya disebut UU Penanggulangan Bencana). Data kasus covid-19 Negara Indonesia total 2 juta kasus, kematian 55.000 kasus, yang sudah sembuh 1.5 juta kasus (Worldometers (23Juni 2021), 2021). Semakin bertambahnya kasus covid-19 di Indonesia menimbulkan peningkatan kecemasan masyarakat. Kepercayaan warga yang berasumsi bahwa covid-19 masih dianggap sebagai virus yang sangat berbahaya menekan persepsi masyarakat terhadap pemberlakuan kebijakan larangan mudik menjadi perspektif positif.

Tersebarnya penduduk Indonesia di seluruh wilayah Indonesia dan dengan jumlah penduduk cukup tinggi menjadi tantangan tersendiri terkhusus bagi pemerintah. Berbagai budaya dan tradisi yang ada di Indonesia memengaruhi sulitnya pelaksanaan himbauan dan larangan pemerintah agar diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Himbauan pemerintah terkait larangan mudik resmi dikeluarkan pada Jumat tanggal 26 Maret 2021 (2021, 2021).

Kebijakan larangan mudik dinilai mampu mengurangi mobilitas masyarakat selama lebaran 2021. Pembatalan mudik termasuk kedalam pelanggaran norma dan menjurus kepada konsekuensi budaya. Secara spiritual, sosiologis, maupun psikologis mudik identik dengan komunikasi mengakrabkan ikatan keluarga. Larangan mudik lebaran tahun 2021 disertai dengan sanksi apabila masyarakat melanggar kebijakan yang telah ditetapkan. Harapan setelah adanya pelarangan mudik lebaran tahun 2021 ini, Covid-19 mengalami penurunan kasus.

Diterapkannya kebijakan pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dilanjutkan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 25 Tahun 2020

(3)

tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019/Covid-19 (Permenhub No. PM 25 Tahun 2020) (Hikmawati, 2020). Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pelarangan mudik merupakan bentuk penguatan PSBB yang dinilai belum efektif dan masih perlu ditingkatkan.

Strategi komunikasi mengenai pentingnya kebijakan dalam rangka pencegahan penularan covid-19 perlu digalakkan secara tersistem agar dapat mengurangi peningkatan kasus penularan covid-19. Pemerintah perlu melakukan strategi. Larangan mudik diberlakukan untuk segala moda transportasi, hal tersebut disampaikan oleh Satgas Penanganan Covid-19 beserta jajaran yang terdiri dari Polri dan Kementerian Perhubungan. Disampaikan dalam acara pers Sosialisasi Ketetapan Pengendalian Covid-19 dan perkembangan penanganan COVID-19 selama bulan suci Ramadhan dan Ketentuan Perjalanan di Masa Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Hal tersebut tentu saja menimbulkan berbagai persepsi masyarakat.

Persepsi dapat dikategorikan menajdi 2. Persepsi ini muncul setelah individu melakukan kontak dengan obyek tertentu yang dipersepsikan, maka persepsi dapat dibagi menjadi 2 yaitu: perspektif positif maupun negatif. Keikutsertaan merupakan suatu bentuk perspektif positif yang ditunjukan oleh kepatuhan masyarakat. Sedangkan sikap acuh dan ketidakpedulian merupakan suatu bentuk pemahaman dalam artian negatif (Alizamar dan Nasbahry Couto, 2018).Persepsi masyarakat terkait pelaksanaan kebijakan memengaruhi penyampaian aspirasi yang secara tidak langsung akan berdampak pada peraturan atau undang-undang yang telah disahkan. Persepsi masyarakat terkait dikeluarkannya kebijakan baru dapat menjadi langkah awal dalam penyusunan kebijakan yang lebih partisipatif dan menyeluruh.

Penelitian oleh Prathama et al. (2020) menunjukkan bahwa berdasarkan survei online 2021, potensi jumlah pemudik ketika adanya larangan melakukan mudik secara nasional adalah sebesar 27,6 juta orang. Diprediksi mudik tahun ini akan turun 41% dibandingkan mudik 2019. Diperkirakan turunnya volume potensi mudik membuktikan bahwa mayoritas masyarakat sudah memiliki persepsi positif terhadap larangan mudik di tahun 2021.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Prasetyo & Sofyan (2021) yang berjudul “altering intention to Mudik during Covid-19 Pandemic: A Salient Cue and Simple Reminder Nudge”.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa sekuat kuatnya dorongan untuk melakukan mudik dan keraguan dikarenakan oleh pandemi Covid-19, volume mudik dapat dikurangi dengan meyakinkan persepsi masyarakat untuk percaya kepada kebijakan.

Disebutkan oleh Thoha (dalam Ramdhani & Ramdhani, 2017) suatu kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki dua aspek yaitu:

a. Kebijakan termasuk kedalam analisis sosial, kebijakan tidak termasuk peristiwa tunggal yang terisolir. Kebijakan dirumuskan dengan melihat segala peristiwa yang terjadi di masyarakat. Peristiwa ini berkembang dalam kehidupan bermasyarakat dan tidak berdiri sendiri atau bukan lah suatu hal yang aneh dan asing bagi masyarakat kebanyakan.

b. Kebijakan merupakan suatu hasil timbal balik atas segala kejadian atau peristiwa yang telah terjadi, respon timbal balik yang diberikan dapat berupa harmonisasi dari beberapa pihak yang berinteraksi atau dapat berupa insentif atas perbuatan bersama bagi para pihak yang memperoleh perlakuan yang diluar rencana atas usaha yang telah dilakukan bersama tersebut.

Menurut islamy dalam (Ramdhani & Ramdhani, 2017)berpendapat tentang keberhasilan kebijakan publik, bahwa suatu kebijakan akan berjalan efektif dan sesuai pada perencanaan adalah apabila kebijakan tersebut berdampak positif bagi kehidupan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa terjadi kesesuaian antara perbuatan masyarakat dengan tujuan dan hasil

(4)

158 | Administratio, Vol. 12 (2) 2021: 155-168

yang diharapkan oleh pemerintah dan negara. Publik lebih mampu menerima kebijakan yang dinilai mampu memberikan dampak positif.

Sikap dan perilaku seseorang berpengaruh besar terhadap respon dan pandangan terhadap suatu hal. Penghargaan senantiasa diberikan pada segala sesuatau yang dipandang lebih bersifat penting dan bermanfaat. Begitu juga sebaliknya, apabila sesuatu itu tidak memberikan manfaat maka cenderung diabaikan dan parahnya akan dirusak. Pandangan manusia terhadap lingkungan menajdi landasan bagaimana mereka berperilaku terhadap alam. Demikian juga persepsi, sikap, prasangka, dan perilaku saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain(Suryani, 2016). Untuk menciptakan pandangan seseorang yang baik terhadap suatu hal terlebih dahulu perlu dilakukan suatu pendekatan yang tujuannya adalah memahami karakter dari setiap individu atau kelompok yang akan dipengaruhi.

Perspektif positif terjadi ketika kebijakan tersebut mampu memengaruhi seseorang.

Perilaku positif masyarakat dalam menyikapi kebijakan memiliki arti bahwa kebijakan tersebut sudah diterima. Pengaruh pemahaman teoritis tentang perencanaan dan pelibatan masyarakat terhadap sikap merespon positif, pemahaman terhadap perencanaan memegang peranan dalam menumbuhkan kesadaran untuk berpartisipasi. Pemahaman yang baik memungkinkan seseorang untuk memberikan respon positif (Vinandita & Wijaya, 2017).Menciptakan perspektif positif masyarakat tidak lepas dari bagaimana strategi penyampaian komunikasi oleh pemerintah. Menurut Sobur dalam (Alizamar dan Nasbahry Couto, 2018). Menciptakan suatu perspektif terdapat tiga komponen utama yaitu:

a. Seleksi, penyampaian oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Setelah diterima, rangsangan diterima dan diseleksi.

b. Interpretasi, proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi yang komplek menjadi sederhana.

c. Pembulatan, yaitu penarikan kesimpulan dan tanggapan terhadap informasi yang diterima.

Setiap kegiatan komunikasi harus berdasarkan rencana atau strategi komunikasi yang terdiri dari elemen-elemen dasar (2021, 2021), yaitu:

a) Menentukan tujuan komunikasi, suatu hal yang akan disampaikan dari komunikator kepada pendengar harus mampu memiliki tujuan yang jelas serta memiliki maksud yang tidak berbelit-belit;

b) Menentukan target komunikasi, komunikan harus mampu menargetkan kepada siapa informasi tersebut disampaikan sehingga pesan yang disampaikan tepat terdistribusi pada tujuan yang jelas;

c) Menentukan pesan yang akan disampaikan, sebelum pesan disampaiakn kepada orang yang dituju terlebih dahulu hendaknya ditentukan apakah tujuan benar adanya;

d) Menentukan waktu yang tepat, komunikasi antara komunikan disampaikan pada waktu yang tepat. Hal ini dikarenakan waktu merupakan suatu faktor penentu apakah seseorang mampu menerima respon atau tidak.

Komunikasi berarti sebagai sebuah proses. Komunikasi terjadi secara berurutan dan terstruktur serta saling berkaitan satu dengan lainnya. Proses suatu komunikasi melibatkan beberapa komponen, seperti komunikator, pesan, dan juga dampak. Komunikasi mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik, dimana komunikasi yang tidak baik dapat menimbulkan beberapa dampak buruk bagi pelaksanaan kebijakan. Dimensi komunikasi yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik diantaranya: transmisi, konsistensi, dan

(5)

kejelasan (Winarno, 2012). Pencapaian keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik adalah syarat pelaksana untuk mengetahui yang harus dilakukan secara jelas; tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga dapat mengurangi kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan kebijakan. Apabila penyampaian informasi tentang tujuan dan sasaran suatu kebijakan kepada kelompok sasaran tidak jelas, dimungkinkan terjadi resistensi dari kelompok sasaran (Afandi, Mohammad Ibnu, 2015).

Kemampuan komunikasi diarahkan agar pelaksana kegiatan dapat berunding satu sama lain dan menemukan titik kesepahaman atau konsensus yang saling menguntungkan. Konsensus yang terbagun dapat meningkatkan kinerja personal dalam bekerja dengan menemukan kondisi win-win solution pada setiap permasalahan.

Dalam konteks penularan covid-19, perspektif positif dari masyarakat dapat muncul akibat dari meningkatnya kecemasan masyarakat terhadap perkembangan penularan covid- 19. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tarisa Novita Indana Zulva dengan judul Covid-19 dan kecenderungan Psikometris tahun 2020 bahwa psikometris erat kaitannya dengan psikososial. Psikosial salah satunya adalah pengaruh lingkungan terhadap kepribadian individu(Natalya, 2020). Disebutkan bahwa kecemasan yang berlebih menyebabkan kepribadian seseorang mendorong untuk tidak melakukan hal – hal yang akan berdampak langsung. Seperti halnya dalam kasus covid-19. Tingginya kasus covid-19 menyebabkan peningkatan kecemasan masyarakat yang didorong oleh pengaruh lingkungan terhadap respon individu sehingga menghasilkan perspektif positif.

Perspektif positif cenderung ditunjukkan oleh masyarakat usia remaja. Hal ini disebabkan pada usia mereka didukung dengan dukungan informasi dengan akses dan kemudahan yang memadai. Analisis bagaimana persepsi masyarakat tentang kebijakan pelarangan mudik lebaran pada masa covid-19 perlu dilakukan mengingat apakah kebijakan tersebut berhasil diterima atau tidak. Bagaimana cara meyakinkan masyarakat agar sepenuhnya mempercayai kebijakan yang berlaku.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan melalui situs online internasional, diantaranya sciencedirect.com, journals.sagepub.com, emerald insight.com, dan google scholar. Penelitian dilakukan menggunakan analisis data sekunder. Metode ini menggunakan data sekunder sebagai sumber utama kemudian memanfaatkan data yang diperoleh tersebut dengan menggunakan analisis yang sesuai untuk memecahkan masalah dan mendapat informasi yang diinginkan. Jenis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk penjelasan secara terperinci dan jelas. Penelitian deskriptif ini meliputi penilaian sikap terhadap individu, organisasi, keaadaan, ataupun prosedur(Ika, 2021).

Pendekatan yang digunakan adalah Analisis Data Sekunder (ADS). ADS adalah metode yang menggunakan data sekunder sebagai sumber untuk data utama kemudian memanfaatkan data yang diperoleh tersebut dengan menggunakan analisis yang sesuai untuk memecahkan masalah dan mendapat informasi yang diinginkan. Sumber data sekunder ini dikumpulkan dan diperoleh dari berbagai instansi atau Lembaga tertentu yang kemudian diolah dengan objektif dan sistematis(Iii & Penelitian, n.d.). Sumber data sekunder dikumpulkan dan diperoleh dari berbagai instansi atau Lembaga tertentu yang kemudian diolah dengan objektif dan sistematis. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data dari berbagai jurnal yang kemudian dianalisis untuk informasi selanjutnya. Data sekunder diperoleh dari jurnal dan website untuk mengetahui presentase potensi mudik dan tujuan mudik masyarakat.

Pengelolaan data dilakukan dengan proses penyimpulan dan penafsiran data yang dilakukan dengan mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis (Damayanti & Mardiyanti, 2020).

(6)

160 | Administratio, Vol. 12 (2) 2021: 155-168

Lingkup penelitian diambil di wilayah seluruh Indonesia dengan persebaran data seluruh wilayah Indonesia. Penelitian dilakukan sejak 23 Juni 2021 hingga 30 Juni 2021.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan oleh Rekode Research Centre (RRC) tentang respon masyarakat Indonesia tentang kebijakan larangan mudik menunjukkan bahwa sebesar 27,1 persen masyarakat akan tetap nekat melakukan mudik (Dewi Nurita, 2021).

Sejalan dengan hasil survei tersebut, menurut (Prasojo et al., 2020) pandemi Covid-19 sama sekali tidak memengaruhi penurunan minat masyarakat untuk mudik. Data menunjukkan bahwa terdapat 44 persen masyarakat yang berencana tetap melaksanakan mudik.

Gambar 1 Potensi Pola Aliran Mudik

Sumber: Prasojo et al., (2020)

Gambar 1 menyajikan 11 pola aliran mudik dilihat dari asal wilayah, tujuan, arah, dan besarnya aliran mudik. Panah di ujung pita menandakan skala arah, kemudian besarnya aliran digambarkan dengan lebar pita. Pita disusun berdasarkan besarnya aliran. Panjang skala pada masing-masing wilayah menggambarkan jumlah aliran mudik yang keluar dan masuk maupun aliran internal. Masing-masing wilayah memiliki perbedaan warna, sedangkan untuk warna yang lebih transparan mewakili aliran internal. Aliran internal dipresentasikan oleh wilayah Jawa Timur (6,97 persen), Jawa Tengah (5,54 persen), Jawa Barat (3,02 persen), dan Sulawesi (2,67 persen) (Prasojo et al., 2020). Dapat dilihat bahwa pemudik sebagian besar berasal dari wilayah Jabodetabek. Aliran responden terbesar yaitu jalur mudik Jabodetabek menuju Jawa Tengah dengan presentase 10,44% responden. Dilanjutkan dengan posisi kedua yaitu jalur mudik wilayah Sumatera. Data tersebut didapatkan setelah diterapkannya larangan mudik tahun pertama covid-19.

Survei (Veruswati et al., 2020) menunjukkan bahwa asumsi masyarakat untuk mudik tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan covid-19.

(7)

Gambar 2. Kasus Covid-19 Pada Saat Mudik Lebaran 2020

Sumber: Veruswati et al., (2020)

Gambar 2 mempresentasikan grafik perkembangan covid-19 pada saat mudik lebaran 2020. Adanya COVID-19 sama sekali tidak menjadi penghalang masyarakat untuk melaksanakan mudik. Ditunjukkan bahwa aliran mudik menuju wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi aliran tertinggi. Larangan mudik berlaku pada daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kondisi ini tidak mencakup daerah yang tidak PSBB, sehingga berakibat longgarnya larangan mudik. Hanya akan efektif di daerah Jawa dan berlaku pada daerah yang diputuskan sebagai zona merah seperti Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya. Selain itu, dilonggarkannya peggunaan beberapa moda transportasi seperti transportasi darat menarik perhatian masyarakat untuk melaksanakan mudik (Ubaidillah & Aji, 2020).

Pada awal penyampaian kebijakan, tidak seluruh lapisan masyarakat mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi pandemi covid-19(Nadine &

Imtiyaz, 2020). Banyak ditemukan masyarakat yang mementingkan ego pribadi dan tetap nekat melaksanakan mudik walaupun sudah dikeluarkannya imbauan dan larangan untuk tidak melaksanakan mudik. Untuk membangun kepercayaan dalam masyarakat dibutuhkan pendekatan secara lebih mendalam.Penyampaian larangan mudik disampaikan lebih massive dengan tujuan mendapatkan perspektif positif dari masyarakat. Kaitannya dengan penyampaian informasi pelarangan mudik, diawali dengan membangun komunikasi langsung dengan jajaran terkait antara lain Satgas Penanganan Covid-19, Kakorlantas Polri Irjen ,Jajaran Kemenhub, Dirjen Perhubungan Darat, Dirjen Perhubungan Laut, Dirjen

(8)

162 | Administratio, Vol. 12 (2) 2021: 155-168

Perkeretaapian, Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, Perhubungan Udara dan, Pemerintah daerah tentang adanya kebijakan larangan mudik lebaran pada tahun 2021 dan terus menerus di sosialisasikan kepada masyarakat. Pesan yang disampaikan yaitu tentang kebijakan larangan mudik lebaran tahun 2021 dengan memberikan instruksi dan himbauan bahkan sanksi tegas untuk tidak mudik lebaran (2021, 2021).

Mudik lebaran tahun 2021, dilansir dari data Kementerian Perhubungan RI menunjukkan bahwa pemudik yang melakukan perjalanan setelah pelarangan pada tahun kedua pandemi covid-19 sebanyak 1,2 juta orang atau 4,6% (Fachri Audhia, 2021). Data tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2020 jumlah pemudik di Indonesia mencapai jumlah 10,44 % dan pada tahun 2021 mengalami penurunan dengan jumlah pemudik sebesar 4,6%.

Hal ini membuktikan bahwa indikator perspektif masyarakat terkait pelarangan mudik termasuk kedalam perspektif positif. Masyarakat telah memiliki kesadaran akan himbauan dan larangan yang bertujuan baik terhadap khalayak umum. Terlebih dahulu pemerintah melakukan pendekatan dengan masyarakat yang dilakukan melalui beberapa metode seperti sosialisasi, ajakan represif terkait hal-hal yang dapat membawa dampak buruk dari covid-19.

Meskipun masih banyak ditemukan masyarakat yang tidak mengikuti anjuran dan larangan tersebut, tetapi penurunan presentase potensi pemudik dapat membuktikan bahwa persepsi sebagian besar masyarakat terhadap kebijakan larangan mudik karena COVID-19 adalah positif. Apabila imbauan represif dinilai belum mampu menekan angka kasus covid-19, pendekatan secara paksa bisa saja dilakukan. Pemberlakuan tersebut harus mampu dilaksanakan dengan tidak memandang status dari masing-masing individu. Salah satu contoh pemberlakuan pendekatan secara paksa adalah penarikan paksa kendaraan atau tiket bagi yang melakukan mudik menggunakan moda transportasi umum. Hal tersebut diharapkan mampu membuat jera masyarakat yang masih nekat melaksanakan mudik.

Pemerintah menciptakan perspektif positif masyarakat terkait larangan mudik melalui berbagai cara. Membentuk perspektif masyarakat merupakan suatu langkah represif pemerintah dalam mengajak masyarakat untuk menaati aturan berupa kebijakan pelarangan mudik lebaran pada masa pandemi covid-19. Metode represif diantaranya adalah pemberian sanksi berupa sanksi administratif. Sementara itu, bagi pemudik yang memang nekat tetap melakukan mudik menggunakan moda transportasi, bentuk sanksi yang diberikan adalah berupa pembatalan tiket. Selain mengeluarkan peraturan yang berisikan larangan, pemerintah juga mengimbanginya dengan adanya kewajiban dari penyelenggara transportasi untuk melindungi hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh penumpang sehingga tidak begitu merugikan salah satu pihak.

Seperti yang dikutip dalam (Aprida Mega, 2021) pemerintah melaksanakan “kampanye mudik sehat dari rumah”, pemanfaatan media sosial dan teknologi, penyelenggaraan kontes pembuatan video silaturahmi lebaran. Melalui beberapa hal tersebut pemerintah mampu mengurangi volume keberangkatan pemudik pada libur lebaran tahun 2021. Kampanye tersebut bisa menggandeng pihak-pihak yang dinilai mampu memberikan aura positif bagi masyarakat sehingga ketertarikan akan lebih muncul.

Penguatan perspekif larangan mudik juga diterapkan melalui pendekatan secara antropologi dan sosiologi (Anisah Al Faqir, 2021). Hal ini mampu membantu perspektif masyarakat untuk tidak melaksanakan mudik. Langkah yang dilakukan pemerintah adalah melibatkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk mengajak masyarakat untuk tidak mudik lebaran. Pendekatan antrologi lebih cenderung kepada keterkaitan dengan kebudayaan dalam masyarakat, contohnya budaya mudik yang selalu dilakukan setiap tahun maka melalui pendekatan antropologi masyarakat cukup ditekankan bahwa budaya ini akan lebih bermakna apabila juga disesuaikan dengan kondisi saat itu. Sementara itu pendekatan sosiologi yaitu mengaitkan antara interaksi antara manusia. Manusia sebagai makhluk sosial pastinya tidak

(9)

dapat bertahan hidup sendiri, interaksi yang terjalin antar manusia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Perspektif masyarakat tentang bagaimana tindakan dan respon mereka dalam menyikapi covid-19 dapat muncul akibat dari adanya kecemasan individu. Kecemasan berawal dari masing-masing individu dan mampu berpengaruh terhadap kelompok. Dalam satu kelompok pengaruh antara idividu sangat kuat. Apabila pemimpin mampu memengaruhi anggota lainnya maka dapat dikatakan bahwa dalam satu kelompok tersebut menganut paham yang sama. Sejalan dengan hal tersebut, pengaruh yang ditimbulkan dari ajakan bersifat represif dari seorang pemimpin untuk menciptakan atmosfer dengan perspektif positif dapat dilakukan dalam satu kelompok yang cenderung homogen.

Penelitian yang dilakukan oleh Wiwiek Natalya (Natalya, 2020) di wilayah Pemalang.

Sampel ditentukan berdasarkan pada daerah dengan tingkat penularan covid-19 menengah keatas. Penelitian menyebutkan bahwa tingkat kecemasan dari 202 responden didapatkan hampir 77% responden mengalami kecemasan. Ditunjukkan oleh tabel 1 berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Tingkat Kecemasan

Kategori F %

Tidak Cemas 60 29,7

Ringan 99 49,0

Sedang 27 13,4

Berat 13 6,4

Sangat Berat 3 1,5

Total 202 100

Sumber: Natalya (2020)

Tingkat kecemasan masyarakat menunjukkan skala hasil yang cukup tinggi ditunjukkan dengan kecemasan tertinggi berada pada kategori ringan. Hal ini menunjukkan bahwa kecemasan warga terdampak covid-19 cukup tinggi sehingga penerapan kebijakan mudik dapat lebih berjalan efektif. Kecemasan yang terjadi bisa disebabkan oleh beberapa faktor pemicu diantaranya faktor eksternal dari lingkungan sekitar dan faktor internal keyakinan yang berasal dari dalam diri individu tersebut. Lingkungan dengan keadaan covid-19 tergolong kedalam status level tinggi cenderung lebih dapat menekan persepsi masyarakat untuk tidak melaksanakan mudik, begitu juga sebaliknya jika terjadi pada lingkungan dengan status covid-19 berada level ringan. Individu ketika berada dalam lingkungan yang mendukung mampu mendorong hasrat dalam dirinya untuk melakukan hal yang bahkan berlawanan dengan keputusan awal.

(10)

164 | Administratio, Vol. 12 (2) 2021: 155-168

Tabel 2. Tingkat Kecemasan Berdasarkan Usia

Tingkat kecemasan

Usia

Remaja Dewasa Lansia Total

Tidak cemas

18 28 14 60

Ringan 30 51 18 99

Sedang 11 12 4 27

Berat 3 6 4 13

Berat sekali 3 0 0 3

Total 65 97 40 202

Sumber: Natalya (2020)

Tabel 2 menunjukkan tingkat kecemasan masyarakat terhadap penularan covid-19.

Tingkat kecemasan terbesar adalah pada usia dewasa. Pada usia dewasa mayoritas penduduk berhubungan dengan kesejahteraan. Pada usia ini masyarakat cenderung cemas karena covid - 19 berdampak langsung dengan pekerjaan mereka. Penduduk dewasa yang sudah bekerja rata-rata akan kehilangan pekerjaannya karena disesuaikan dengan kebijakan baru penyesuaian terhadap protokol kesehatan. Tingkat kecemasan pada usia ini cenderung lebih tinggi jika dibandingkan pada usia muda atau usia yang lebih tua.

Perspektif masyarakat jika dihubungkan dengan tingkat kecemasan masyarakat berbanding lurus. Semakin besar tingkat kecemasan masyarakat terkait penularan covid-19 berdampak pada pengaruh perspektif positif masyarakat yang akan cenderung menaati peraturan dan kebijakan terkait larangan mudik.

Keberhasilan pemerintah dalam menciptakan perspektif positif masyarakat merupakan dampak dari efektifnya penegakan hukum yang menjadi dasar munculnya kebijakan tersebut.

Kebijakan pemerintah tidak akan bertolak belakang dengan hukum. Hukum bersifat mutlak dan bersifat mengikat bagi seluruh lapisan.

Perspektif masyarakat akan berbanding lurus dengan efektivitas penegakan hukum oleh pemerintah sebagai pihak yang menciptakan dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan.

Penegakan hukum larangan mudik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang memengaruhi antara lain faktor hukum itu sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, serta faktor masyarakat dan faktor kebudayaan(Hikmawati, 2020).

Hubungan antara faktor hukum dan perspektif masyarakat yaitu apabila semakin besar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk hukum maka semakin besar pula perspektif masyarakat terhadap keberhasilan hukum tersebut. Hal tersebut menyebabkan timbulnya perspektif positif masyarakat. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah. Dalam peraturan tersebut disebutkan pemberian sanksi terhadap beberapa oknum yang ditemukan sengaja melawan hukum. Sanksi yang diberikan diantaranya kendaraan yang keluar masuk wilayah atau zona dengan status PPKM atau bahkan PSBB (lockdown) maka diarahkan untuk melakukan putar balik. Kebijakan ini dinilai cukup efektif karena setiap kendaraan yang melewati daerah zona berbahaya covid-19 dan mengangkut beberapa orang secara tidak langsung menambah jumlah kerawanan penularan covid-19. Kerawanan meningkat sehingga meningkatkan potensi kecemasan masyarakat dan secara bertahap akan menimbulkan perspektif masyarakat untuk tidak menimbulkan permasalahan serupa yaitu pelaksanaan mudik melalui jalur darat.

Notabene jalur darat menjadi jalur mudik yang dinilai paling mudah dan hemat biaya

(11)

sehingga tidak ditutup kemungkinan bahwa jumlah pemudik melalui jalur darat dapat terus bertambah. Jika ditemukan pemudik yang nekat melakukan pelaggaran kebijakan larangan mudik padahal sudah diarahkan putar balik ke daerah asal akan dikenakan sanksi yang lebih berat yaitu penjatuhan pidana dan denda. Pemberian sanksi tersebut dijelaskan dalam peraturan yang sama dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018.

Disebutkan dalam Pasal 96 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 bahwa siapapun yang melanggar penyelenggaraan karantina kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan kesehatan akan dijatuhi hukuman paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak seratus juta rupiah.

Faktor kedua yaitu faktor penegakan hukum. Penegakan hukum diperlukan agar setiap hukum yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan selalu ditaati dan sesuai pada kadar kegunaanya. Perspektif masyarakat berkaitan erat dengan penegakan hukum. Semakin ditegakkannya suatu kebijakan maka semakin besar kepercayaan masyarakat terhadap efektivitas hukum atau kebijakan tersebut.

Masyarakat berspekulasi bahwa dengan adanya kebijakan maka hukum yang melekat padanya sangat ditegakkan dan diakui kebenarannya. Menciptakan perspektif masyarakat melalui hukum harus dibarengi dengan bukti nyata dan penerapan secara langsung. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih cepat menerima dan mengaplikasikan tentang apa yang dilihatnya dan dilakukannya bukan tentang apa yang hanya didegarnya saja.

Perasaan dan keyakinan masyarakat terhadap hukum menekan laju kenaikan kesadaran masyarakat terhadap hukum(Hermawan Usman, 2014). Semakin seseorang menghayati makna dari suatu hukum, semakin besar kemungkinan hukum tersebut dihargai dan di terapkan dalam kehidupan individu maupun kelompok.Apabila masyarakat sadar terhadap hukum maka penilaian masyarakat terhadap suatu kebijakan yang telah ditetapkan akan semakin meningkat. Hukum mampu bersifat melindungi dan mampu juga bersifat menyiksa.

Tergantung kepada pengaplikasian dalam setiap individu tentang bagaimana suatu hukum disikapi. Peningkatan kesadaran masyarakat berbanding lurus dengan perspektif masyarakat.Kesadaran masyarakat akan pentingnya hukum pelarangan pelaksanaan mudik akan membantu usaha pemerintah dalam mengurangi penularan covid-19 di Indonesia.

Hukum sebagai acuan pelaksanaan suatu kebijakan menciptakan suatu hak-hak dan kewajiban masyarakat. Dalam hal ini, hak-hak masyarakat diperoleh melalui pelayanan pemerintahan secara lebih optimal dan sesuai pada kehendak rakyat. Contohnya pada pelaksanaan vaksin covid-19, pemberian vaksin dilakukan dengan menerapkan pelayanan secara menyeluruh dan dilaksanakan vaksin gratis pada lingkup-lingkup tertentu. Kemudian dari segi pelaksanaan kewajiban, masyarakat dituntut untuk dapat melaksanakan segala perintah dan imbauan yang diberikan oleh pemerintah. Kewajiban dalam hal ini dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kepatuhan terhadap pelaksanaan kebijakan pelarangan mudik lebaran di masa pandemi covid-19.

Faktor pendukung terlaksananya kebijakan pelarangan mudik yang dapat memicu perspektif positif masyarakat selanjutnya yaitu faktor ketersediaan sarana atau fasilitas.

Penyediaan fasilitas secara optimal merupakan suatu kunci pengembangan rencana yang baik(Haytham M & Gorrayeb, 2021). Penegakan kebijakan larangan mudik didukung dengan penempatan beberapa pos jaga pengawasan arus lalu lintas mudik lebaran yang hampir tersebar di beberapa wilayah terkhusus di beberapa kota besar. Masyarakat yang tertangkap melewati pos penjagaan dengan alasan melaksanakan mudik akan langsung diberikan sanksi.

Sebelumnya, pelaksanaan penerapan pelarangan mudik lebaran pada masa pandemi covid-19 terlebih dahulu dilakukan sosialisasi dan penyampaian agar tidak dilakukannya mudik.

Membentuk perspektif masyarakat agar selalu taat dan patuh terhadap kebijakan yang telah ditetapkan mampu memperkecil kemungkinan bahkan menghilangkan budaya masyarakat

(12)

166 | Administratio, Vol. 12 (2) 2021: 155-168

untuk tetap melaksanakan mudik. Respon positif akan lebih dapat terlihat pada masyarakat dengan lingkungan yang lebih homogen. Lingkungan yang homogen lebih mampu memengaruhi orang-orang disekitar baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga masyarakat yang memberikan respon positif secara otomatis akan memiliki perspektif positif bahwa kebijakan yang telah diterapkan akan memberikan hasil yang baik dan.

Faktor selanjutnya adalah faktor masyarakat dan budaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya mudik bagi masyarakat Indonesia sudah sangat mendarah daging dan bahkan menjadi suatu hal yang dinilai merupakan suatu kewajiban. Kewajiban pulang ke kampung halaman yang terjadi setiap tahun ini dilaksanakan berbondong-bondong dan bahkan menyebabkan keramaian dan kemungkinan penghambat bagi beberapa kegiatan masyarakat. Budaya mampu menarik seseorang untuk bersikap menghargai lingkungan. Lingkungan dengan keadaan dan situasi pandemi covid-19 mendorong seorang individu untuk tidak egois melakukan suatu hal yang merugikan khalayak umum jika orang tersebut memahami secara nyata makna kebudayaan.

Mudik merupakan suatu budaya yang tidak mudah untuk ditinggalkan. Menciptakan pemahaman masyarakat untuk sadar akan bahaya covid-19 diawali dengan pengetahuan awal tentang bahaya covid-19. Selanjutnya pemberian contoh kasus dengan kadar kematian tinggi dalam suatu wilayah. Pelarangan mudik pada masa pandemi covid-19 dilakukan secara menyeluruh dan bertahap sehingga akan berdampak kepada pengurangan volume mudik.

D. PENUTUP

Budaya mudik bagi masyarakat Indonesia merupakan suatu kebiasaan yang sudah mendarah daging. Mudik dapat menyebabkan kemacetan dan kerumunan akibat menumpuknya pemudik pada wilayah tertentu.

Semenjak pandemi covid-19, segala aktivitas yang berhubungan dengan kerumunan masyarakat dilarang oleh pemerintah. Larangan mudik dikelurkan pemerintah dalam bentuk Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease. Beberapa survei online dilakukan terkait efektivitas larangan mudik terhadap masyarakat Indonesia. Hal ini tentunya tidak lepas dari pemberlakuan larangan mudik. Dilakukan perbandingan jumlahpemudik pada tahun 2020 dengan jumlah pemudik pada tahun 2021. Jumlah pemudik mengalami penurunan sekitar 6,04 %. Larangan mudik diberlakukan guna meminimalisir penyebaran covid-19. Larangan mudik dapat berjalan efektif apabila masyarakat memberikan perspektif positif dikeluarkannya kebijakan terkait.

Menciptakan perspektif positif masyarakat dilakukan melalui beberapa hal seperti peningkatan pemahaman dan kesadaran individu terkait covid-19, pemberdayaan penggunaan akses digital, dan penjatuhan sanksi bagi yang melanggar.

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia memberikan respon dan perspektif positif terkait pemberlakukan larangan mudik ditinjau pada tahun 2020 dan tahun 2021. Meskipun tetap ada saja masyarakat yang nekat melaksanakan mudik, namun terdapat penurunan volume jumlah pemudik yang cukup signifikan. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

2021, scmidt iotc. (2021). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における健康関連 指標に関する共分散構造分析Title. 6, 6.

Afandi, Mohammad Ibnu, W. (2015). Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Dalam Pencapaian Target Pajak Bumi

(13)

Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (Studi Deskriptif Di Kelurahan Bunut Barat Kecamatan Kota Kisaran Barat). Jurnal Administrasi Publik Public Administration Journal, 5(2), 92–113.

Alizamar dan Nasbahry Couto. (2018). Psikologi Persepsi. International Journal of Physiology, 6(1), 2018.

Anisah Al Faqir. (2021). Larang Mudik, Pemerintah Sebaiknya Gunakan Pendekatan Sosiologi dan Antropologi. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4548509/larang- mudik-pemerintah-sebaiknya-gunakan-pendekatan-sosiologi-dan-antropologi

Aprida Mega. (2021). JPKM dan Kemenhub Ajak Masyarakat untuk tidak Mudik. Kompas.

https://otomotif.kompas.com/read/2021/04/30/191044115/jpkm-dan-kemenhub- ajak-masyarakat-untuk-tidak-mudik

ayu, anugerah. (2021). Asal Mula Istilah Mudik di Hari Lebaran, Jadi Tradisi Tahunan.

https://hot.liputan6.com/read/4547881/asal-mula-istilah-mudik-di-hari-lebaran-jadi- tradisi-tahunan

Damayanti, N., & Mardiyanti, N. (2020). Persepsi Masyarakat Terhadap Pernikahan Dini Di Kecamatan Muara Padang Kabupaten Banyuasin. Publikauma : Jurnal Administrasi

Publik Universitas Medan Area, 8(1), 24–31.

https://doi.org/10.31289/publika.v8i1.2975

Dewi Nurita. (2021). Survei RRC: 27,1 Persen Warga Akan Tetap Mudik Lebaran 2021.

Tempo. https://nasional.tempo.co/read/1459958/survei-rrc-271-persen-warga-akan- tetap-mudik-lebaran-2021

Fachri Audhia. (2021). Kemenhub 20,6 Juta Orang Berpotensi Mudik Saat Periode Pelarangan. https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/GNGWOqxN-kemenhub- 20-6-juta-orang-berpotensi-mudik-saat-periode-pelarangan

Fajar. (2020). Tradisi dan Dimensi Penyerta Mudik. https://indonesia.go.id/narasi/indonesia- dalam-angka/ekonomi/tradisi-dan-dimensi-penyerta-mudik

Haytham M, D., & Gorrayeb, K. (2021). Facility Placement Layout Optimalization.

https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.petrol.2021.109079

Hermawan Usman, A. (2014). Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Pemerintah Sebagai Faktor Tegaknya Negara Hukum Di Indonesia. Jurnal Wawasan Yuridika, 30(1), 26–53.

Hikmawati, P. (2020). Penegakan Hukum Larangan Mudik Pada Saat Pandemi Covid-19.

Info Singkat: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 12(9).

Iii, B. A. B., & Penelitian, M. (n.d.). Veldy Nuansa Chudori, 2012 Relevansi Isi Kurikulum Kompetensi Keahlian Teknik Konstruksi Batu Dan Beton Di SMKN 5 Bandung Dengan Kebutuhan Industri Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu.

51–59.

Ika, N. dkk. (2021). Metode Penelitian Untuk Perguruan Tinggi. Yayasan Kita Menulis.

Nadine, A., & Imtiyaz, Z. Z. (2020). Analisis Upaya Pemerintah Dalam Menangani Mudik Melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 Pada Masa Covid- 19. Media Iuris, 3(3), 277. https://doi.org/10.20473/mi.v3i3.20674

Natalya, W. (2020). alangGambaran Tingkat Kecemasan Warga Terdampak Covid 19 Di Kecamatan Comal Kabupaten Pem. University Research Colloqium, 458–463.

http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/1230/1198

Prasetyo, D. B., & Sofyan, L. (2021). Altering Intention to Mudik during COVID-19 Pandemic: A Salient Cue and Simple Reminder Nudge. Psychology and Developing Societies, 33(1), 121–145. https://doi.org/10.1177/0971333621990459

(14)

168 | Administratio, Vol. 12 (2) 2021: 155-168

Prasojo, A. P. S., Aini, Y. N., & Kusumaningrum, D. (2020). Potensi Pola Aliran Mudik Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Kependudukan Indonesia, 2902, 21.

https://doi.org/10.14203/jki.v0i0.579

Prathama, A., Asy, H., Mb, A., Aziza, M. N., & Martulisa, M. (2020). Template / Pedoman Penulisan Artikel pada Jurnal FISIPublik A n a lis a P e rs e p s i M a s y a ra k a t Te r h a d a p Ke b ija k a n La ra n g a n M ud ik d i E ra Pa nd e mi C o v id -1 9 T a h u n 2 0 2 1.

Ramdhani, A., & Ramdhani, M. A. (2017). Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik.

Jurnal Publik, 1–12. https://doi.org/10.1109/ICMENS.2005.96

Setyawati, N. (2020). Implementasi Sanksi Pidana Bagi Masyarakat Yang Beraktivitas Di Luar Rumah Saat Terjadinya Pandemi Covid-19. Jurnal Education and Development, 8(2), 135–140.

Suryani, A. S. (2016). Persepsi Masyarakat dan Analisis Willingness to Pay terhadap Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Studi di Jakarta dan Bandung. Kajian, 21(4), 359–376. http://jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/784

Ubaidillah, M., & Aji, R. H. S. (2020). Aglomerasi Dalam Permenhub tentang Larangan Mudik dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi. ’Adalah, 4(1), 151–158.

https://doi.org/10.15408/adalah.v4i1.15667

Veruswati, M., Asyary, A., Alnur, R. D., & Guspianto, G. (2020). Correlation between local eid-al-fitr homecoming (Mudik) with coronavirus disease-19 during ramadhan season amidst large-scale social distancing in indonesia. Open Access Macedonian

Journal of Medical Sciences, 8(T1), 570–573.

https://doi.org/10.3889/OAMJMS.2020.5369

Vinandita, S., & Wijaya, H. B. (2017). Pengaruh Persepsi Masyarakat Tentang Perencanaan Partisipatif Terhadap Sikap Untuk Berpartisipasi: Kasus Penyusunan Rtbl Kawasan Tambaklorok Kota Semarang. Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota), 6(3), 191–201.

Winarno. (2012). Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus. Center for Academic Publishing Service.

Worldometers (23Juni 2021). (2021). Coronavirus (COVID-19) pandemic.

https://www.worldometers.info/coronaviru%0As/%0D

Gambar

Gambar 1 Potensi Pola Aliran Mudik
Gambar 2. Kasus Covid-19 Pada Saat Mudik Lebaran 2020
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Tingkat Kecemasan
Tabel 2. Tingkat Kecemasan Berdasarkan Usia

Referensi

Dokumen terkait

Untuk percobaan lebih dari satu unit eksperimen untuk setiap perlakuan, maka digunakan analisis varian untuk menguji efek utama dan efek interaksi dalam model

Meskipun demikian, praktek kepemilikan tanah pertanian secara absentee ini masih banyak ditemukan, seperti tanah pertanian di daerah Kecamatan Sultan Daulat Kota Subulussalam yang

Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Barat untuk kabupaten/kota dalam upaya pertumbuhan ekonomi umat yang berbasis inovasi difokuskan pada upaya revitalisasi lahan,

Menimbang, bahwa dengan berdasarkan bukti absensi harian yang tidak diperlihatkan aslinya di persidangan, dan dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun

Dari pembahasan dan analisis dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran role playing yang telah dilaksanakan, prestasi belajar siswa kelas II

JAKARTA - Kebijakan untuk tidak me- larang masyarakat mudik pada libur Lebaran tahun ini bisa jadi keputusan pemerintah yang paling tidak masuk akal selama pandemi COVID-19..

Hal tersebut dapat dibandingkan pada penelitian sebelumnya dengan paduan aluminium AC8A dengan perlakuan pelarutan waktu tahan yang lebih singkat pada temperatur 520 o C

Pemanfaatan cocopet sebagai salah satu metode pengendalian hayati yang efektif untuk menekan populasi hama penting pada tanaman kelapa.. Sebagaimana yang telah