• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Teori. A. Tinjauan Teori BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Landasan Teori. A. Tinjauan Teori BAB II"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Landasan Teori

A. Tinjauan Teori

Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)

a. Pengertian

Beberapa Pengertian kaitan dengan Perilaku Hidup Sehat Bersih (PHBS)

1) Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes, 2009).

2) Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan karena kesadaran pribadi sehingga keluarga dan seluruh anggotanya mampu menolong diri sendiri pada bidang kesehatan serta memiliki peran aktif dalam aktivitas masyarakat (Kemenkes, 2016).

3) Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) adalah sebuah rekayasa sosial yang bertujuan menjadikan sebanyak mungkin anggota masyarakat sebagai agen perubahan agar mampu meningkatkan kualitas perilaku sehari–hari dengan tujuan hidup bersih dan sehat (Kemenkes, 2016).

Berikut ini lima tatanan PBHS yang dapat menjadi simpul-simpul untuk memulai proses penyadartahuan tentang perilaku hidup bersih sehat (Kemenkes, 2016).

1) PHBS di sekolah merupakan kegiatan memberdayakan siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah untuk mau melakukan pola hidup sehat untuk menciptakan sekolah sehat. Manfaat PHBS di sekolah mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatkan proses belajar mengajar dan para siswa, guru hingga masyarakat lingkungan sekolah menjadi sehat.

2) PHBS di rumah tangga menerapkan PHBS di rumah tangga tentu akan menciptakan keluarga sehat dan mampu meminimalisir masalah kesehatan.

Manfaat PHBS di rumah tangga antara lain, setiap anggota keluarga mampu commit to user

(2)

meningkatkan kesejahteraan dan tidak mudah terkena penyakit, rumah tangga sehat mampu meningkatkan produktivitas anggota rumah tangga dan manfaat PHBS rumah tangga selanjutnya adalah anggota keluarga terbiasa untuk menerapkan pola hidup sehat dan anak dapat tumbuh sehat dan tercukupi gizi.

3) PHBS di tempat kerja adalah kegiatan untuk memberdayakan para pekerja agar tahu dan mau untuk melakukan PHBS dan berperan dalam menciptakan tempat kerja yang sehat. Manfaat PHBS di tempat kerja yaitu para pekerja mampu meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan citra tempat kerja yang positif

4) PHBS di masyarakat agar masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang sehat, mencegah penyebaran penyakit, masyarakat memanfaatkan pelayanan fasilitas kesehatan dan mampu mengembangkan kesehatan yang bersumber dari masyarakat.

b. Perilaku Hidup Sehat Bersih (PHBS) Rumah Tangga

Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu (Kemenkes, 2009).

1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 2) Memberi bayi ASI eksklusif

3) Menimbang bayi dan balita setiap bulan 4) Menggunakan air bersih

5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6) Menggunakan jamban sehat

7) Memberantas jentik di rumah sekali seminggu 8) Makan buah dan sayur setiap hari

9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10) Tidak merokok di dalam rumah

commit to user

(3)

c. Manfaat Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)

Jika di dalam lingkungan masyarakat, semua rumah tangga menerapkan PHBS maka akan diperoleh manfaat sebagai berikut (Kemenkes, 2016).

1) Bagi rumah tangga

a) Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit.

b) Anak tumbuh sehat dan cerdas.

c) Anggota keluarga giat bekerja.

d) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga

e) Pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.

2) Bagi masyarakat

a) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.

b) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan.

c) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.

d) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulans desa dan lain-lain.

Modal Sosial

Dikenalnya determinan sosial kesehatan, modal sosial menjadi konsep yang semakin penting dalam penelitian kesehatan internasional (Harpham, 2002).

Modal sosial berkaitan dengan sumber daya yang berpotensi tersedia dalam ikatan sosial seseorang (Neves, 2018). Modal sosial diasumsikan sebagai alternatif bentuk modalitas lain. Secara teoritis ada perdebatan mengenai modal sosial bermuara kepada relasi-relasi sosial. Perdebatan itu berkenan dengan konseptualisasi modal sosial sebagai kapital konkrit dimana individu atau kelompok mampu mendayagunakan relasi-relasi sosial mencakup norma, jaringan sosial dan kepercayaan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dan manfaat sosial (Fathy, 2019).

commit to user

(4)

Modal sosial didefinisikan sebagai sumber daya yang tersedia untuk individu dan kelompok melalui keanggotaan dalam jaringan sosial (Carrillo, 2017). Putnam (2000) mendefinsikan modal sosial merupakan karakteristik organisasi sosial, seperti jejaring, norma-norma, dan kepercayaan sosial, yang memudahkan koordinasi dan kerja sama untuk manfaat bersama. Konsep modal sosial sebenarnya muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, diperlukan adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi hal tersebut (Syahra, 2003).

Modal sosial merujuk kepada hubungan-hubungan sosial dan koneksi antar individu, karena itu lebih merupakan relasi antar individu dari pada suatu antribut individu. Konsep kunci disini adalah bahwa modal sosial bukan merupakan sebuah karateristik individu atau sifat kepribadian, melainkan suatu sumber daya yang terletak di dalam jaringan dan kelompok-kelompok orang (Murti, 2009).

Ukuran modal sosial digunakan dalam pembangunan suatu negara. Ukuran tersebut menggabungkan komunitas, organisasi dan rumah tangga dan telah digunakan di Panama India (Krishna, 2000). Ukuran yang digunakan dikenal dengan the Social Capital Assessment Tool (SCAT), terbagi dua elemen yaitu structural dan kognitif (Harpham, 2002).

Ada dua elemen modal sosial yaitu elemen structural dan elemen kognitif.

Bentuk structural modal sosial merujuk pada struktur sosial seperti jaringan sosial dan perkumpulan sosial dan lain-lain. Bentuk kognitif modal sosial merujuk pada elemen-elemen subjektif seperti kepercayaan (Trust) dan norma timbal balik (norm of reciprocity) (Krishna, 2000). Ada tiga jenis modal sosial yaitu bonding social capital, bridging social capital, dan linking social capital. Bonding social capital adalah hubungan kerjasama dan saling percaya antara angota-anggota sebuah jejaringan yang memilki kesamaan sosial demografis. Brigding social capital yaitu hubungan hubungan saling menghormati dan saling menguntungkan antara orang-orang yang memilki perbedaan sosio demografis, misalnya perbedaan usia, kelompok etnis, kelas sosial, dan sebagainya. Lingking social capital merujuk kepada norma-norma, saling menghormati dan saling percaya commit to user

(5)

antara orang yang berinteraksi lintas kekuasaan formal dan terlembaga atau tingkat otoritas dalam masyarakat (Szreter, 2004).

Di Indonesia modal sosial termanifestasi kedalam budaya seperti gotong royong, musyawarah dan mufakat dimasyarakat yang digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat termasuk di dalamnya permasalahan kesehatan yang dirasakan bersama (Arianto, 2013). Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung bekerja secara gotong royong, merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaan-perbedaan.

Sebaliknya, pada masyarakat yang memiliki modal sosial rendah akan tampak adanya kecurigaan satu sama lain, merebaknya „kelompok kita‟ dan

„kelompok mereka‟, tiadanya kepastian hukum dan keteraturan sosia (Suharto, 2007).

Status Gizi

a. Beberapa pengertian kaitan dengan status gizi

1) Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antarindividu, hal ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya (Thamari, 2017).

2) Indikator status gizi adalah tanda-tanda yang dapat diketahui untuk menggambarkan status gizi seseorang. Seseorang yang menderita anemia sebagai tanda bahwa asupan zat besi tidak sesuai dengan kebutuhannya, individu yang gemuk sebagai tanda asupan makanan sumber energi dan kandungan lemaknya melebihi dari kebutuhan (Thamaria, 2017).

3) Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan anak. Masa lima tahun (masa balita) adalah periode penting dimana anak membutuhkan kecukupan gizi untuk menunjang pertumbuhan fisiknya (Pratiwi, 2016)

commit to user

(6)

b. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dapat menggunakan metode penilaian secara langsung yang dibagi menjadi empat penilaian yaitu pemeriksaan klinis, antropometri, pemeriksaan biokimia, dan uji biofisik dan metode penilaian secara tidak langsung yang dibagi menjadi tiga yaitu survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2001).

1) Penilaian status gizi secara langsung a) Antropometri

Standar antropometri anak digunakan untuk menilai atau menentukan status gizi anak. Penilaian status gizi anak dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan dengan standar antropometri anak. Standar antropometri anak didasarkan pada parameter berat badan dan panjang/tinggi badan yang terdiri atas 4 (empat) indeks (Kemenkes, 2020).

1) Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U). Indeks BB/U ini menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak.

2) Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U). Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi badan anak berdasarkan umurnya

3) Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB). Indeks BB/PB atau BB/TB ini menggambarkan apakah berat badan anak sesuai terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya.

4) Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, berisiko gizi lebih, dan obesitas

commit to user

(7)

Tabel 2.1 Z-Score Status Gizi Balita

b) Klinis

Penilaian status gizi dengan pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan termasuk gangguan gizi yang dialami seseorang. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya melalui kegiatan anamnesis, observasi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Thamaria, 2017).

c) Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia, mengukur status gizi dengan menggunakan peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi dalam cairan tubuh atau jaringan tubuh atau ekskresi urin. Misalnya mengukur status iodium dengan memeriksa urin, mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan darah dan lainnya (Thamaria, 2017).

Indikator Status Gizi Z-Score

Berat badan menurut umur (BB/U)

Anak umur 0-60 bulan

Gizi buruk Gizi Kurang Gizi baik Gizi lebih

<-3 SD

-3 SD sampai dengan <-2SD -2 SD sampai dengan 2 SD

>2SD Panjang umur menurut

umur (TB/U)

Anak umur 0-60bulan

Sangat Pendek Pendek

Normal Tinggi

<-3SD

-3 SD sampai dengan <-2SD -2 SD sampai dengan 2 SD

>2SD

Berat badan menurut panjang badan (BB/PB)

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

<-3SD

-3 SD sampai dengan <-2SD -2 SD sampai dengan 2 SD

>2SD

Indeks masa tubuh (IMT/U)

Anak umur 0-60bulan

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

<-3SD

-3 SD sampai dengan <-2SD -2 SD sampai dengan 2 SD

>2SD Sumber : Kemenkes, 2010

commit to user

(8)

d) Biofisik

Penilaian status gizi dengan biofisik termasuk penilaian status gizi secara langsung. Penentuan status gizi dengan biofisik adalah melihat dari kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur. Tes kemampuan fungsi jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi exspenditure serta adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat dilihat secara klinis maupun tidak dapat dilihat secara klinis.

(Syarfaini, 2014).

2) Penilaian status gizi secara tidak langsung a) Survei konsumsi makanan

Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Secara umum survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. (Syarfaini, 2014).

b) Statistik vital

Salah satu cara untuk mengetahui gambaran keadaan gizi di suatu wilayah adalah dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan menggunakan statistik kesehatan, dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Syarfaini, 2014).

c) Faktor ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (multiple overlapping) dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia bergantung pada keadaan lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi dan tingkat ekonomi dari penduduk. Disamping itu, budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan memasak, prioritas makanan dalam keluarga, distribusi dan pantangan makan bagi golongan rawan gizi (Syarfaini, 2014).

c. Klasifikasi Status Gizi

Menurut Soekirman (2000), status gizi anak balita dibedakan menjadi:

commit to user

(9)

1) Status gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai dengan kebutuhan aktivitas tubuh.

2) Status gizi lebih adalah suatu keadaan karena kelebihan konsumsi pangan.

Keadaan ini berkaitan dengan kelebihan energi dalam konsumsi pangan yang relatif lebih besar dari penggunaan yang dibutuhkan untuk aktivitas tubuh atau energy expenditure. Kelebihan energi dalam tubuh diubah menjadi lemak dan ditimbun dalam tempat-tempat tertentu. Jaringan lemak ini merupakan jaringan yang relatif inaktif, tidak langsung berperan serta dalam mekanisme kerja tubuh.

3) Kurang gizi (status gizi kurang dan status gizi buruk). Status gizi kurang atau gizi buruk terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa zat gizi yang diperlukan. Beberapa hal yang menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi adalah karena makanan yang dikonsumsi kurang atau mutunya rendah atau bahkan keduanya. Selain itu zat gizi yang dikonsumsi gagal untuk diserap dan dipergunakan oleh tubuh. Kurang gizi banyak menimpa anak-anak khususnya anak-anak berusia di bawah 5 tahun, karena merupakan golongan yang rentan. Jika kebutuhan zat-zat gizi tidak tercukupi maka anak akan mudah terserang penyakit.

B. Penelitian Yang Relevan

1. Suwarno (2010) “Hubungan Modal Finansial dan Modal Sosial Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Puskesmas Miri Kabupaten Sragen”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan modal finansial dan modal sosial dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Miri Kabupaten Sragen. Jenis penelitian ini penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional.

Banyak sampel dalam penelitian ini adalah 250 ibu dan balita. Hasil penelitian ini terdapat hubungan antara modal finansial dengan status gizi balita (p < 0.001).

Terdapat hubungan modal sosial dengan status gizi balita (p < 0.001). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan tidak dilakukan penelitian hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dengan status gizi balita. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu meneliti hubungan modal sosial dengan commit to user

(10)

status gizi balita, persamaan pada jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

2. Agus (2008) ”Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, dan Modal Sosial dengan Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Sragen”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan modal sosial dengan status gizi anak balita Di Kabupaten Sragen. Jenis penelitian ini penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Banyak sampel dalam penelitian ini adalah 180 ibu dan balita.

Hasil pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi anak balita dengan pendidikan ibu (p < 0.001). Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi anak balita dengan pendapatan keluarga (p < 0.001). Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan modal sosial (p < 0.001).

Perbedaan dengan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tidak dilakukan penelitian hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi balita. Persamaan pada penelitian ini yaitu meneliti hubungan modal sosial dengan status gizi balita, persamaan pada penelitian yaitu jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

3. Anik (2007) “Peranan Modal Sosial Ibu Dalam Upaya Peningkatan Status Gizi Balita”.

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini untuk mencari pendekatan yang lebih komprehensif dalam menangani masalah kasus kurang gizi dengan cara meneliti pengaruh modal sosial ibu dan faktor-faktor lainnya terhadap status gizi balita. Jenis penelitian ini ialah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Banyak sampel dalam penelitian ini 75 anak balita dan ibu. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa modal sosial ibu merupakan faktor yang mempunyai peranan dalam menentukan status gizi balita. Ibu dengan modal sosial tinggi meningkatkan kemungkinan 1,8 kali lebih besar untuk mempunyai balita dengan status gizi baik dari pada ibu yang mempunyai modal sosial rendah (OR 1.82; CI 95% = 0.91 hingga 3.70; p = 0.005 ). commit to user

(11)

Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan status gizi balita adalah tingkat pendidikan ibu dan penghasilan keluarga. Sedangkan faktor yang menurunkan status gizi balita dalam penelitian ini adalah pekerjaan ibu. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu tidak dilakukan penelitian hubungan perilaku hidup bersih sehat dengan status gizi. Persamaan pada penelitian ini yaitu meneliti hubungan modal sosial dengan status gizi balita, jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

4. Domingo (2017) “Association of Maternal Social Capital with Nutritional Status of 6 to 24-Month-Old Children Living in Urban and Rural Areas in Laguna, Philippines”.

Penelitian ini dilaksanakan di di komunitas perkotaan dan pedesaan terpilih di Kota San Pablo dan Kotamadya Rizal, Laguna, Filipina. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara modal sosial ibu dan status gizi anak usia 6 sampai 24 bulan yang tinggal di perkotaan dan pedesaan serta membandingkan pengaruh modal sosial ibu terhadap status gizi anak antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Jenis penelitian desain studi cross sectional. Banyak sampel dalam penelitian sebanyak 135 sampel.

Hasil pada penelitian ini tingkat modal sosial ibu di perkotaan dan pedesaan memiliki hubungan yang kuat dengan status gizi (p = 0.001). Persamaan pada penelitian ini yaitu meneliti hubungan modal sosial dengan status gizi balita, jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Perbedaan penelitian yaitu pada penelitian yang akan dilakukan tidak membandingkan modal sosial ibu dengan status gizi balita di daerah pedesaan dan perkotaan.

5. Kasmini (2014) “Modal Sosial dan Status Gizi Balita di Daerah Pedesaan di Indonesia dan Thailand”.

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kajen 1, Kabupaten Pekalongan, Indonesia dan di Ongkharak Thailand. Tujuan penelitian ini menganalisis apakah ada perbedaan pengaruh modal sosial yang berhubungan dengan status gizi balita pada urban area di Indonesia dan Thailand. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian lapangan studi kasus. Jumlah sampel pada penelitian ini 26 sampel penelitian. Hasil penelitian modal sosial commit to user

(12)

yang berkaitan dengan status gizi balita di desa di Indonesia dan Thailand mempunyai corak sejenis. Unsur-unsur modal sosial yang mempengaruhi berupa:

1) cytizenship, dalam bentuk partisipasi aktif dan kreatif terutama dari para kader atau relawan, 2) organisasi sosial berupa posyandu dan pusat pengembangan balita.

Perbedaan yang tergambar adalah 1) Organisasi sosial di Thailand merupakan program yang lebih pro aktif, 2) Di Indonesia aspek cytiznship yang berkaitan dengan unsur resiprocyti atau semangat untuk membantu sangat menonjol, dan 3) Program pemerintah Thailand yang sangat menentukan status gizi balita diperlemah dengan banyaknya masalah bencana alam dan situasi politik. Persamaan pada penelitian yaitu meneliti hubugan modal sosial dengan status gizi. Perbedaan pada penelitian yaitu jenis penelitian kualitatif dengan strategi penelitian lapangan studi kasus, sedangkan penelitian yang akan dilakukan dengan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

6. Winda (2020) “Hubungan Perilaku Gizi dan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan Status Gizi Baduta di Kabupaten Cirebon”.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara pola asuh makan dengan asupan zat gizi baduta serta hubungan antara perilaku gizi dan perilaku hidup bersih sehat dengan status gizi baduta di Kabupaten Cirebon. Jenis penelitan desain studi cross-sectional, jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 70 ibu baduta.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara pola asuh makan dengan asupan zat gizi. Selain itu, perilaku gizi ibu juga tidak memilki hubungan yang signifikan (p > 0.05) dengan status gizi. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p

= 0.043) antara perilaku hidup bersih sehat pada indikator lingkungan rumah bebas asap rokok terhadap status gizi baduta. Persamaan dengan penelitian ini yaitu jenis penelitian observasional analiitik dengan pendekatan cross sectional, meneliti hubungan PHBS dengan status gizi. Perbedaan pada penelitian ini tidak dilakukan penelitian hubungan modal sosial dengan status gizi balita dan pada commit to user

(13)

penelitian yang akan dilakukan tidak diteliti hubungan perilaku gizi dengan status gizi.

7. Septiani (2017) “Hubungan Perilaku Hidup Bersih (PHBS) dengan Status Gizi Balita Usia 6-26 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Maluku, Kabupaten Pulang Pisau”.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adakah hubungan antara PHBS rumah tangga dengan status gizi balita usia 6-36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Maliku Kabupaten Pulang Pisau. Jenis Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak sebanyak 59 balita.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara PHBS rumah tangga dengan status gizi balita (p = 0.001). Persamaan dengan penelitian ini yaitu meneliti hubungan PHBS dengan satus gizi balita, jenis penelitian desain studi cross sectional. Perbedaan pada penelitian ini tidak dilakukan penelitian hubungan modal sosial dengan status gizi balita

8. Nurhayani (2017) “Hubungan Asupan Energi dan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Klego 1 Boyolali”.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan asupan energi dan PHBS dengan status gizi balita di Puskesmas Klego 1 Boyolali. Jenis penelitian desain cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 59 balita.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan asupan energi dengan status gizi (p = 0.135) . Tidak ada hubungan PHBS dengan status gizi (p = 0.406).

Persamaan dengan penelitian ini yaitu meneliti hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan status gizi balita, jenis penelitian menggunakan desain cross sectional. Perbedaan pada penelitian ini tidak dilakukan penelitian hubungan modal sosial dengan status gizi, dan pada penelitian yang akan diteliti tidak dilakukan hubungan asupan energy dengan status gizi balita.

commit to user

(14)

C. Kebaruan Penelitian

Pembaruan dari penelitian ini yaitu mengalisis pengaruh hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dan modal sosial dengan status gizi balita di Puskemas Kota Waingapu, Sumba timur (NTT) merupakan daerah yang termasuk salah satu provinsi yang mempunyai status gizi balita yang paling rendah di Indonesia (Elisanti, 2017).

Jika penelitian ini menemukan hubungan positif antara Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dan modal sosial dengan status gizi balita, maka temuan dapat mendukung kebijakan pemerintah untuk merevitalisasi Posyandu dan membentuk desa siaga untuk pemberdaayaan masyarakat dalam upaya mencegah gizi buruk pada balita.

D. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Keterangan: Diteliti Tidak diteliti

PHBS

Umur

Pekerjaan

Penyakit Infeksi

Kelainan Bawaan Modal Sosial

Berbagi Informasi

Pengetahuan Ibu Pendidikan

Asupan Gizi

Status Gizi Balita Jenis kelamin

commit to user

(15)

E. Hipotesis

Ada hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) rumah tangga dan modal sosial ibu dengan status gizi balita, Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) yang baik dan moda sosial ibu yang tinggi akan meningkatkan status gizi balita.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat pengaruh nyata dan interaksi ekstrak daun lidah buaya dan sirih dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans sehingga menyebabkan perbedaaan besar

Sebab Pasal 18B ayat (2) sebagaimana telah diterangkan sebelumnya hanya mengakomodir kesatuan masyarakat hukum adat yang dalam terminologi Undang Undang Nomor 6 tahun

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun senantiasa sangat

Dengan menggunakan komponen simetris, tegangan dan arus tiga fasa yang dalam keadaan tak seimbang di-. transformasikan ke dalam

Berdasarkan uraian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pemberian JMA pada bibit cengkeh memiliki tinggi tanaman lebih tinggi, jumlah daun yang lebih banyak,

Dalam pengisian discharge planning itu dari awal dari pasien masuk sudah dikerjakan dari depan nanti kami yang di maintenance ini melanjutkan apa yang sudah dikerjakan

Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan, informasi dari hasil wawancara yang dilakukan bersama dengan narasumber serta hasil dokemntasi yang berupa puisi yang

permasalahan guru dan konselor secara umum juga terdapat banyaknya faktor yang menjadikan konselor kurang mendapatkan perhatian di sekolah diantaranya adalah 1) rasio atau jumlah