Available online at : http://ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id/
Jurnal Kesehatan
| ISSN (Print) 2085-7098 | ISSN (Online) 2657-1366 |
DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v12i1.788 Jurnal Kesehatan is licensed under CC BY-SA 4.0
© Jurnal Kesehatan Artikel Penelitian
PENGGUNAAN MOBILE TECHNOLOGY DAN PENELITIAN PARTISIPATORIS UNTUK PENCEGAHAN DROUP-OUT KB SELAMA PANDEMI COVID-19 Andari Wuri Astuti
1, Mufdlillah
2, Witriani Susasi Anggraeni
3, Ewang Sewoko
41,2 Program Studi Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
3,4 Kantor Perwakilan BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
INFORMASI ARTIKEL A B S T R A K
Received: January 05, 2021 Revised: January 20, 2021 Accpeted: February 08, 2021 Available online: March 01, 2021
Latar Belakang Masalah: Pada masa pandemi COVID-19, Pasangan Usia Subur (PUS) di Indonesia mengalami hambatan untuk melakukan kunjungan di fasilitas kesehatan dikarenakan pembatasa sosial, hal ini juga mempersulit PUS mengakses kontrasepsi. Data menunjukkan bahwa pada rentang Maret sd Mei 2020, terdapat peningkatan jumlah kehamilan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mencegah drop out KB pada PUS selama masa pandemi COVID-19 dengan menggunakan mobile technology dan PAR serta menggali pengalaman stakeholder KB.
Metode: Kegiatan yang dimplementasikan dalam penelitian ini ada 2 kegiatan besar yaitu dengan melakukan PAR dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang kontrasepsi dan KB. Blended online-offline method diterapkan dalam pendidikan kesehatan ini. Mobile technology dipilih sebagai media untuk memberikan pendidikan kesehatan, WhatsApp dan Youtube video digunakan untuk mengirimkan pesan dan informasi tentang kontrasepsi dan KB, serta memberikan informasi tentang akses kontrasepsi pada masa pandemi COVID-19. Study PAR ini dilaksanakan pada bulan Juni sd Agustus 2020, dan one to one interview dilakukan untuk menggali pengalaman stakeholder.
Hasil: Data interview menunjukkan bahwa PUS merasakan bahwa penggunaan mobile technology memberikan manfaat bagi mereka untuk dalam memperoleh pengetahuan dan informasi tentang kontrasepsi dan KB.PAR juga memberikan kesempatan kepada PUS untuk bisa berkontribusi pada sebuah program intervensi kesehatan yang menyebabkan emreka lebih bisa berpartisipasi pada program tersebut. Kader, tokoh masyarakt dan bidan juga merasakan manfaat positif dari program yang dijalankan dalam memberdayakan masyarakat di daerah tersebut.pada masa pandemi COVID- 19. Namun demikian, ketidakstabilan jaringan internet dibeberapa daerah dianggap senagai salah satu tantangan pada saat implementasi.
Kesimpulan: Diperlukan scope dan tempat yang luas untuk implementasi pada studi yang sam, sehingga mangaaf dari program bisa dirasakan oleh lebihnbanyak masyarat, hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan kesdaran ber KB serta menurunkan angka drop out KB pada masa pandemi COVID-19.
Background: Within COVID-19 pandemic, Indonesian couples found challenges to visit healthcare facilities, which hindering them to access contraception. Data showed that between March-May 2020, an increasing number of pregnancies are occurred in Indonesia. This study was aimed to prevent contraception acceptors drop out among Indonesian couples during COVID-19 pandemic by using mobile technology and PAR, and exploring the stakeholders’ experiences.
Methods: Two main activities were implemented i.e. conducting PAR by providing health education related contraception and family planning. Blended online-offline strategy was conducted. Mobile technology was selected as a tool to educate the participants, WhatsApp and Youtube video were used to send messages about contraception, family planning and how to access family planning during COVID-19 pandemic situation. This PAR implemented from June-August 2020, and interviews consequently were applied to explore stakeholders’ experiences, one-to-one-interviews were conducted to collected the data.
Results: Indonesian couples experienced that PAR by using mobile technology helped them to gained knowledge and information about family planning. PAR also gave opportunities to Indonesian couples be involved in a health programme-intervention, which led them to be more engaged to PAR. CHWs, community leaders and midwives have also positive responses as they found that implementing PAR by using mobile technology was helpful to gain community involvement during COVID-19 pandemic.
However, the unstable internet network in few areas were found as one of challenges during implementation.
Conclusion: There was a need to make wider scope of place of studies to implement similar programme, which then consequently could prevent acceptors contraception drop out during COVID- 19 pandemic. .
KATA KUNCI
PAR; KIA; KB; Qualitative KORESPONDENSI
Andari Wuri Astuti
E-mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Konsep Sustainable Development Goals (SDGs) yang di promosikan oleh United Nations (UN) merupakan sebuah program
pembangunan dunia yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat dunia dan melestarikan alam [1]. Terdapat empat pilar besar dalam SDGs yaitu pilar pembangunan sosial, pilar pembangunan ekonomi, pilar pembangunan lingkungan dan pilar
pembangunan hukum dan tata kelola [2], yang menunjukkan bahwa ke empat pilar tersebut memerlukan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas untuk mewujudkannya [3].
Penelitian menyebutkan bahwa keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan manusia yang unggul dan berkualitas [4]. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa keluarga adalah tempat pertama seseorang belajar tentang norma, etika, moral, agama dan karakter yang sangat mempengaruhi masa depan seseorang [5].
Keluarga juga mempunyai peran dalam mendidik dan membentuk perilaku dari seseorang [6]. Keluarga merupakan unit masyarakat yang terkecil yang memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pengembangan kualitas SDM yang mencakup pengembangan kemampuannya, kemampuan menghadapi tantangan dan mencegah resiko terhadap masalah di sekeliling mereka [4].
Merespon hal tersebut Pemerintah Indonesia juga mentapkan bahwa pembangunan keluarga merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan. Hal ini masuk dalam pembangunan social. Keluarga dianggap sebagai pilar yang menyokong kekuatan pembangunan nasional, karena keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat mempunyai peran dalam meletakkan elemen fondasi yang kuat pada anggota keluarga yang ada didalamnya untuk menjadi sumber daya manusia yang sejahtera, unggul dan berkualitas [7]. Keluarga yang sejahtera, unggul dan berkualitas merupakan fondasi dasar bagi keutuhan kekuatan dan keberlanjutan pembangunan [8]. Sebaliknya, keluarga yang rentan dan tercerai-berai mendorong lemahnya fondasi kehidupan masyarakat bernegara [9]. Oleh karenanya pemerintah telah melakukan upaya melalui program Keluarga Berencana.
Namun fakta menunjukkan bahwa masih terdapat banyak masalah yang menghalangi pasangan untuk ber-KB, selain itu data juga menyebutkan bahwa dalam pemilihan kontrasepsi dan keluarga berencana, peran ayah masih dilaporkan masih minim [10]. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang kontrasepsi, ketersediaan kontrasepsi dan sosial dan budaya yang menganggap kontrasepsi adalah urusan perempuan serta kepercayaan yang dianut [11].
Masalah lain yang muncul adalah penurunan jumlah kunjungan akseptor KB dikarenakan kondisi pandemi Covid-19 yang melanda seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. BKKBN (2020) melalui laporan dari Kepala BKKBN menyebutkan bahwa terjadi penurunan jumlah kunjungan dengan data pemakaian IUD pada Februari 2020 sejumlah 36.155 turun menjadi 23.383.
Sedangkan implan dari 81.062 menjadi 51.536, suntik dari 524.989 menjadi 341.109, pil 251.619 menjadi 146.767, kondom dari 31.502 menjadi 19.583, MOP dari 2.283 menjadi 1.196, dan MOW
dari 13.571 menjadi 8.093. Untuk itu diperlukan berbagai upaya untuk mensupport kesehatan ibu, tumbuh kembang anak serta kesadaran berkontrasepsi dan berkeluarga berencana yang melibatkan masyarakat.
Penelitian menyebutkan bahwa dukungan pasangan juga meningkatkan kesadaran ibu hamil untuk melakukan pola hidup sehat selama hamil misalnya memilih makanan yang sehat, mengkonsumsi vitamin dan tablet penambah darah dan juga berolahraga serta memberikan penguatan kepada ibu untuk memilih kontrasepsi [12]. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana nasional (BKKBN) juga menyebutkan bahwa peran ayah dalam pengasuhan adalah penting untuk tumbuh kembang anaknya [13].
Namun demikian data menyebutkan bahwa penelitian di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali menunjukkan partisipasi ayah dalam kesehatan ibu dalam kategori rendah [14]–[16].
Sebagai upaya untuk menguatkan peran ayah dalam, kontrasepsi dan keluarga berencana, beberapa usaha di inovasi perlu dilakukan disesuaikan dengan perkembangan jaman serta konteks social yang ada di masyarakat. Oleh sebab itu, penggunaan teknologi informasi bisa dijadikan sebagai media untuk upaya meningkatkannya [17], [18]. Hal ini sudah menjadi kebutuhan karena semua lini kehidupan manusia saat ini dipaksa untuk berubah dikarenakan wabah Covid-19, yang memaksa manusia untuk menggunakan teknologi agar tetap bisa menjalankan semua transaksi bisnisnya. Termasuk dalam pelayanan kesehatan, upaya promotive dan preventif yang biasanya dilakukan dengan menggunakan edukasi kesehatan dengan pertemuan langsung harus juga bisa berubah mengikuti kondisi. Hal ini dikarenakan edukasi kesehatan harus terus menerus dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Secara global, tren perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat berpengaruh pada perilaku individu dan masyarakat termasuk di Indonesia. Sebagai contoh dewasa ini perkembangan teknologi computer dan komunikasi menawarkan kemudahan yang semakin hari semakin membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang semula computer menjadi berbagai jenis laptop, yang semula telepon kabel sekarang sudah menjadi smart phone dengan bermacam-macam fitur dan aplikasi.
Perkembangan teknologi tersebut juga menjadi salah satu alternative yang bisa dipilih tenaga kesehatan untuk mempromosikan kesehatan melalui media smart phone [19].
Penggunaan internet dan smartphone juga sudah diteliti dan terbukti efektif dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat [20]. Internet telah mengubah masyarakat dalam mencari informasi kesehatan yang paling mudah melalui pemanfaatan internet. Secara global masyarakat menggunakan internet dalam mencari informasi kesehatan dan pembelajaran terkait dengan skill spesifik yang
berhub- ungan dengan teknik atau metode perawatan. Pencarian informasi ini didominasi oleh pemanfataan internet melalui media smartphone. Hal ini merupakan peluang bagi praktisi kesehatan dalam menyampaikan informasi kesehatan secara efektif dan lebih mudah dalam menghadapi situasi pandemi Covid 19 ini [21].
WhatsApp merupakan aplikasi populer pada smartphone, yang dapat diinstal lintas platform smartphone seperti Android, iOS dan Windows Phone dan sudah digunakan untuk upaya edukasi kesehatan di berbagai program kesehatan [22]. Aplikasi ini merupakan aplikasi dengan jumlah user tertinggi di dunia.
Pengguna WhatsApp dapat memanfaatkan fasilitas mengirim pesan, menyebarkan pesan, mengirimkan gambar, video, video call hingga membuat kelompok diskusi.
Melihat fenomena diatas, upaya peningkatan peran ayah dalam kontrasepsi dan keluarga berencana menjadi penting untuk dilaksanakan, oleh karena nya peneliti tertarik untuk melakukan PAR untuk mencegah drop out KB selama masa pandemi Covid-19 melalui “Penggunaan Teknologi dan Participatory Action Research”
METODE
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode PAR atau Participatory Action Research. Penelitian Participatory Action Research merupakan salah satu model penelitian yang mencari sesuatu untuk menghubungkan proses penelitian ke dalam proses perubahan social [23]. Perubahan sosial yang dimaksud adalah bagaimana dalam proses pemberdayaan dapat mewujudkan tiga tolak ukur, yakni adanya komitmen bersama dengan masyarakat, adanya local leader dalam masyarakat dan adanya institusi baru dalam masyarakat yang dibangun berdasarkan kebutuhan [24]. Penelitian PAR membawa proses penelitian dalam lingkaran kepentingan orang dan menemukan solusi praktis bagi masalah bersama dan isu-isu yang memerlukan aksi dan refleksi bersama, dan memberikan kontribusi bagi teori praktis [25].
Tempat penelitian ini adalah di salah satu wilayah kerja Puskesmas di Gunungkidul, Yogyakarta. Pemilihan subyek penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling merupakan teknik yang dinilai tepat untuk dilakukan dalam penelitian kualitatif karena prinsip dari teknik ini adalah memilih subyek penelitian berdasarkan menggunakan kriteria sesuai tujuan penelitian [26].
Subyek penelitian ini terdiri dari beberapa kelompok yaitu:
pasangan Usia Subur (PUS) sejumlah 25 untuk mengikuti edukasi tentang upaya mencegah putus kontrasepsi pada masa pandemi Covid 19; 8 PUS, untuk mengikuti wawancara mendalam terkait
dengan hambatan dan kebutuhan dalam melakukan program; dan 6 Kepala Dusun dan 2 kader untuk mengikiti wawancara mendalam terkait dengan pelaksanaan Program. Waktu penelitian ini adalah dari bulan Juni sd Agustus 2020.
Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan [27], meliputi pemetaan riset pendahuluan, inkulturasi, pengorganisasian masyarakat, perencanaan tindakan aksi untuk perubahan sosial, menyusun strategi gerakan, melakukan aksi perubahan, evaluasi, refleksi kritis dan rencana tindak lanjut.
Selanjutnya untuk data kualitatif menggunakan one-to-one interview. Sejumlah 4 PUS, 2 Kepala dusun dan 2 bidan serta 4 kader di wawancara mendalam selama masing-masing kurang lebih 60 menit. Data kualitatif kemudian di analisis menggunakan tematik analisis dengan menggunakan framework dari Braun and Clarke melalui analisis tematik. Langkah-langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut: familiarisasi data, melakukan pengkodean data kualitatif, membangun tema, melakukan review tema, mendefinisikan dan memberikan nama pada tema-tema yang muncul serta membuat laporan hasil analisis. Peneliti juga telah mendapatkan ethical approval dari Komite Etik Penelitian Universitas ‘Aisyiyah dengan nomer 1652/ KEP-UNISA/ VI/ 2020.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data kualitatif dari penelitian ini memuculkan 4 tema besar yaitu keikutsertaan stakeholders, pemberdayaan masyarakat dan terfasilitasi, hambatan, harapan dan kebutuhan. Tema keikutsertaan stakeholder.
1. Tema ‘keikutsertaan stakeholders’
Tema ini mendeskripsikan pengalaman keikutsertaan dan peran serta seluruh participant dalam program edukasi ini. Partisipan merasa terlibat dalam inisiasi program dari awal. Salah satu kader menyampaikan pengalaman nya:
“Saya diajak berembug misalnya gimana supaya orang-orang disini antusias pada program ini….saya kasih usul di grup WA dari awal (pause) sama kadang-kadang di telpon juga kasih masukan….”(Kader 1)
Pengalaman serupa juga disampaikan oleh Bidan:
“…karena saya yang dianggap yang lebih tahu lapangan, maka dari universitas meminta pendapat kami (pause) dan itu saya kira sangat bagus ya (pause) jadi kita bener-bener bisa menyuarakan yang dibutuhkan masyarakat sekitar sini……(Bidan 1).
Selain itu, partisipan juga merasa senang karena program yang diinisiasi sesuai dengan kebutuhan mereka, seperti yang disampaikan oleh Dukuh 1:
“…program-program seperti ini kalua diperbanyak nggih sae bu (pause) ndak tiba-tiba datang programnya tapi sesuai usulan kita (pause) sehingga bener-bener sesuai dengan kondisi dan kebutuhan riil masyarakat….”(Dukuh 1)
Partisipan juga menyebutkan ikut serta mereka dari awal membuat mereka lebih mengerti terhadap program yang direncanakan serta tujuannya. Hal ini diartikulasikan oleh seorang ayah:
“….saya ikut rapat (pause) ikut usul dan ini pengalaman pertama yang membuat saya jadi tahu program yang akan dilakukan (pause)….yaaa betul waktu itu diundang diajak rembugan….”
(Ayah 3)
Partisipan juga merasakan kerjasama dan kekompakan karena mereka terlibat dalam program ini. Ibu balita 4 mendeskripsikan pengalamannya:
“…..jadi kita ibu-ibu jadi tahu gitu dari awal (pause) kan iundang rapat terus dijelasin ini itu tujuan, kelompoknya, sama yang lain- lain (pause) terus kan jadi saling akrab sama dibikinin grup jadi bisa lebih kenal dan kompak gitu lho….(Ibu 4)
2. Tema Pemberdayaan Masyarakat
Tema pemberdayaan masyarakat mendeskripsikan pengalaman partisipan dalam proses pemberdayaan dalam program ini. Partisipan dalam penelitian ini merasakan dengan program edukasi yang sudah dilakukan menjadikan mereka lebih berdaya secara pengetahuan dan skill.
Bidan 1 menyampaikan hal yang serupa bahwa merasa berdaya dan mempunyai tambahan pengetahuan dikarenakan mengikuti program edukasi ini, yang dijelaskan pada kutipan berikut ini:
“Sedikit banyak jadi ngerti dan tahu terorinya bikin program dimasyakarat kan (pause) selama ini ya nglakuin tapi nggak pakai teori (pause) ternyata memang ada teorinya dan bisa dipakai nanti- nanti (pause) …..”(Bidan 2)
Partisipan dalam edukasi tentang KB juga menyampaikan bahwa program edukasi ini membuat pasangan suami istri mampun untuk menentukan metode KB. Hal ini disampaikan oleh Ibu 2 dan Ayah 2, sebagai berikut:
“….tadinya saya bener-bener galau gitu bu (pause) ya gimana coba kan katanya suntik bikin gemuk, pil bisa bikin kandungan kering, implant sakit, spiral takut nanti bisa ke jantung katanya (pause) untungnya ada kegiatan ini kita bisa konsultasi di was ama bu bidan…..(Ibu 2)
Pada program ini, kader juga merasakan manfaat dan merasa bahwa kegiatan dalam program ini menambah wawasan untuk menjalankan perannya sebagai kader kesehatan, seperti yang sampaikan oleh Kader 2:
“…..wong saya di program ini juga banyak belajar lho (pause) saya kemarin juga ngikutin diskusi di grup wa itu banyak yang
tanya (pause) dijawab bidan, nah disitu saya juga belajar (pause) besok kalau ditanya orang lain bisa jawab seperti yang disampaikan bidan…..”
3. Tema Hambatan
Tema “Hambatan” mendefenisikan mengenai berbagai kendala yang didapatkan partisipan dalam program edukasi. baik bidan maupun kader memiliki beban kerja banyak tidak hanya pada satu program yang dikerjakan namun memiliki tanggung jawab pada program desa lainnya, seperti yang disampaikan oleh kader 3:
"..terkadang kendala kendala kami disamping SDM kami yang terbatas itu juga eeh harus ngurusin macem-macem juga (pause) kita ini ya kader kesehatan ya kader KB ya kader ibu bayi balita……." (Kader 3)
Pengalaman serupa juga disampaikan oleh Bidan 2:
“….kegiatan kita itu ya didalam gedung ya diluar gedung (pause) kadang susah membagi waktunya itu lho (pause) 1 orang kerjane tumpuk undung (1 orang kerjanya banyak sekali)…..” (Bidan 2) Partisipan lain juga menyampaikan jika mereka merasakan jika terbatasnya SDM dari tenaga kesehatan membuat beberapa program yang pernah disosialisasikan kepada mereka menjadi tidak terlalu aktif, seperti yang disampaikan oleh Ayah 2:
“……sebenernya dari dulu itu sudah dikasih tau mau ada kelas ayah atau ap aitu (pause) tapi tampaknya ya belum terlaksana karena kadang-kadang waktunya nggak cocok dan kayaknya juga bu bida sudah banyak yang diurusi (pause) terus juga kan nyocokan waktu itu susah yaa (pause) apalagi bapak-bapak biasanya kerja (pause) ya bisanya malam palingan….” (Ayah 2) Keterbatasan internet untuk program edukasi juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan program. Hal ini disampaikan oleh Kader 1:
"…...rata rata itu mereka mengeluh tentang kesulitan komunikasi di hp sinyal seringnya hilang jadi kalo kita petakan permasalahannya itu ada disitu yang sering muncul itu dari pertanyaan mereka…. “ (Kader 2)
Pengalaman serupa juga disampaikan oleh partisipan yang lain yaitu Ibu 1:
“……memang sih sinyal timbul tenggelam (pause) tapi tetap masih bisa ngikuti nanti kalau pas sinyal bagus kan semua informasi bisa terkirim (pause) jadi kalau video ya bisa dilihat…..” (Ibu 1) Selain itu keterbatasan kuota juga menjadi salah satu kendala yang dialami beberapa partisipan, misalnya Ayah 2 menyampaikan pengalamannya:
“…..kadang sok kuota habis jadi tidak bisa mengikuti full (pause) mau beli ya masih bukan prioritas kebutuhan (pause) tapi sekarang memang ada yaa paket murah…..”(Ayah 2)
Partisipan juga dengan jelas menyebutkan bahwa hambatan berupa infrastruktur adalah salah satu yang menyebabkan program tidak berjalan optimal, seperti yang disampaikan oleh Dukuh 1 :
“ Ya programnya bagus ini (pause) tapi Kembali lagi kalua diterapkan di semua dusun harus diidentifikasi dulu karakteristik warganya (pause) memang kita terkendala infrastruktur karena kan banyak dusun disini yang dilereng-lereng gunung juga”
(Dukuh 1)
Partisipan juga merasa kurang tersedianya materi yang bisa memenuhi kebutuhan informasi mereka. Keadaan ini disampaikan oleh beberapa partisipan, salah satunya oleh Ayah 3 sebagai berikut:
“…hanya kemarin waktunya hanya 2 bulan ya (pause) materinya bagus sih tapi sebenernya banyak yang lain lagi misalnya bagaimana mengasuh anak supaya nggak hapean terus (pause) supaya seneng membaca (pause) seneng sekolah dan yang lain- lain….” (Ayah 3)
Selain itu partisipan dari kelompok Bidan dan Kader juga menyampaiakn hal serupa seperti dibawah ini:
“……sebenernya materinya itu perlu lebih banyak lagi yaa (pause) tapi yak arena keterbatasan waktu ju jadi ya hanya bisa mengcover yang kemarin disamapiakan…. (Bidan 2)
Sedangkan dari kader menyampaikan sebagai berikut:
“ Kalau materinya lebih banyak lagi ya lebih baik tentunya (pause) kan yo bermanfaat untuk masyarakat (pause)…..(Kader 1) Keterbatasan dana dan waktu juga menjadi salah satu hal yang dirasa menghambat. Kader 3 menceritakan pengalamannya sebagai berikut:
“….eeh pendanaankan kita masih minim dan banyak juga mandiri…jadi memang dukungan yang berupa bantuan bantuan yang bikin semangat gitu memang bisa dibilang minim…kalau program dari universitas seperti ini sangat membantu" (Kader 3) Selain itu pengalaman serupa juga disampaikan oleh Bidan 1:
“ Dana ini menjadi hal yang penting yaa bu (pause) tidak semata- mata harus banyak (pause) tapi kalau mau bikin ini itu kan juga perlu dana untuk beli ini itu (pause) kalau ada bantuan seperti ini ya sangat terbantu kami tugasnya…. (Bidan 1)
4. Tema harapan dan kebutuhan
Tema harapan dan kebutuhan menjelaskan berbagai harapan dan kebutuhan partispan terkait dengan program edukasi ini. Semua kelompok partisipan menyampaikan keinginan agar program edukasi tetap dilaksanakan. Partisipan Ibu Balita 2 menyampaikan pengalamannya sebagai berikut:
“…pinginnya jangan selesai sampai disini (pause) ini programnya bermanfaat sekali dan sesuai kebutuhan soalnya kan sekarang lagi musim corona kan mengurangi kumpul-kumpul juga kan ya…. (Ibu 2)
Pengalaman serupa juga disampaikan oleh kelompok Kader, seperti yang disampaikan oleh Kader 2:
“….wah kalau dilanjutkan ya sip banget ya bu (pause) dijamin nanti banyak yang jadi ngerti kesehatan anak (pause) kesehatan ibu (pause) KB…..(Kader 2)
Bidan juga menyampaikan harapan yang sama terhadap program edukasi ini, seperti yang disampaikan oleh Bidan 2:
“…..saya pribadi sangat senang dengan adanya program ini dan harapannya bisa berlanjut dan mungkin diperluas jangakauannya….”(Bidan 2)
Selain itu harapan serupa juga disampaikan oleh Dukuh 2:
“……pastilah disupport kalau kegiatannya bermanfaat seperti ini (pause) kan kita sekarang juga musim begini (pause) memang ya harusnya itu pakai yang online online gini yaa solusinya ….(Dukuh 2)
Partisipan menyampaikan jika mereka mengharapakan lebih banyak materi, seperti yang disampaikan oleh Ibu 4 sebagai berikut:
“ Kemarin kan tentang macam-macam KB sama gimana-gimana efek sampingnya (pause) terus waktu pertemuan online kan yang datang ibu-ibu (pause) nah besok kalo boleh materi nya lebih ke bapak-bapak tentang KB gitu bu… (Ibu 4)
Selain itu dari kelompok kader juga menyampiakan jika materinya perlu ditambah lagi jika programnya diperpanjang, seperti yang disampaikan oleh Kader 4:
“….kemarin itu sebenere cukup komplit sudah (pause) tapi sakajane kalau missal banyak tentang caranya ngasuh yang bener (pause) biar bisa sholehah sholeh kayak gitu ya bagus lho sebenere bu…..” (Kader 4)
Wabah COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO [28]. Jutaan orang sekarang telah terinfeksi COVID-19, dengan jumlah yang meningkat setiap hari. Berbagai negara telah menerapkan langkah-langkah menjaga jarak sosial, karantina dan beberapa komunitas lain juga berpartisipasi dalam membatasi penyebaran virus. Data menunjukkan tingkat infeksi dan kematian lebih tinggi di antara minoritas tertentu. Di Amerika Serikat, orang Afrika-Amerika telah terkena dampak yang tidak proporsional oleh virus ini, memunculkan kesenjangan kesehatan dan sosial selama beberapa dekade, termasuk akses asuransi kesehatan yang lebih rendah,representasi yang berlebihan dalam pekerjaan esensial, faktor risiko kesehatan yang lebih besar, layanan kesehatan yang buruk di wilayah geografis tertentu, dan bahkan keterbatasan antara penyedia layanan kesehatan [29]. Hal ini serupa dengan hasil penelitian ini bahwa pandemi Covid- 19 ini mengakibatkan dampak terhadap kelangsungan pelayanan kesehatan masyarakat, termasuk pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
Oleh karenanya hasil penelitian ini menunjukkan jika alternatif program edukasi ini disambut baik oleh pasangan suami istri, tenaga kesehatan maupun tokoh masyarakat. Selain adanya pembatasan sosial karena Covid-19 ini, masyarakat saat ini cenderung telah bersahabat dengan perkembangan teknologi. Hal ini serupa dinyatakn oleh oleh peneliti sebelumnya yang melaporkan bahwa Pandemi Covid-19 membawa perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, salah satunya, masyarakat menjadi lebih ‘enggan’ untuk pergi ke fasilitas kesehatan dan memilih untuk menerima pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi atau pelayanan kesehatan online [30].
Selain itu saat ini pemerintah Indonesia juga melakukan upaya mendekatkan dan memudahkan masyarakat terhadap akses pelayanan kesehatan melalui pendekatan teknologi, Kementerian Kesehatan RI menghadirkan aplikasi SehatPedia, Sisrute dan Temenin (Telemedicine Indonesia). Suatu aplikasi mobile dan Web Base yang ditujukan untuk membangun “ekosistem digital” bidang kesehatan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan [31].
Gerakan edukasi melalui blended online dan offline ini adalah kegiatan yang mendukung pelayanan dan edukasi untuk meninkatkan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kontrasepsi pada masa pandemi. Adanya gerakan ini diharapkan mampu memberdayakan masyarakat dalam masa pandemi covid 19 ini dan menajdi salah satu solusi untuk tetap bisa memberikan pelayanan edukasi kesehatan kepada masyarakat dengan mengurangi bertatap muka secara langsung. Tujuan edukasi online ini selaras dengan penelitian yang dilakukan dibeberapa negara yang menyebutkan bahwa aplikasi berbasis teknologi saaat ini juga bisa digunakan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat [32].
Pada proses implementasi kegiatan ini terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan proses implementasi program edukasi. Pertama adalah faktor individu merupakan faktor yang mendasar dalam mekanisme untuk mendapatkan perubahan dalam perilaku. Adapun faktor individu meliputi: pengetahuan, sikap, perilaku, konsep diri dan ketrampilan. Faktor individu merupakan keunikan perilaku yang berhubungan dengan keterlibatan suami pada upaya kesehatan reproduksi [33].
Keikutsertaan suami dalam mengakses layanan kesehatan berupa edukasi online ini sangat baik. Peserta baik suami maupun istri terlibat dalam proses pre implementasi, implementasi dan post implementasi. Hal tersebut diatas bertolak belakang dengan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa partisipasi suami rendah karena budaya patrarki yang menyatakan bahwa semua keputuan adalah keputusan suami sehingga sering perempuan
kesulitan dalam mengakses layanan dan fasilitas kesehatan reproduksi karena tidak bisa mengambil keputusan [34].
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan dalam penelitian ini memiliki usia antara 21 sampai 35 tahun ini merupakan usia dewasa awal dimana pada usia ini berada pada tahap perkembangan keluarga dan pada tahap pasangan menikah serta keluarga yang memiliki anak dibawah usia 5 tahun [35]. Sebagian besar partisipan penelitian memiliki anak satu sehingga menunjukkan pengalaman dalam berkontrasepsi dan ber KB masih minim [36]. Sehingga PUS ini sangat antusias ikut serta dalam kegiatan eduksi dengan tujuan untuk belajar bersama tentang KB. Pengalaman sangat berpengaruh dalam perilaku seseorang [37].
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan media yang mudah untuk diakases juga menjadi salah satu alasan partisipan baik suami maupun istri mengikuti kegiatan edukasi ini dengan antusias. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa penggunaan teknologi dalam edukasi dan penyuluhan kesehatan bisa menjadi alternatif solusi yang tepat apalagi pada masa dimana orang-orang cenderung menyukai segala sesuatu yang smart dan cepat [38]. Selain itu tenaga kesehatan pada penelitian ini juga menyebutkan bahwa pengguanaan teknologi sangat membantu pada masa pandemi Covid-19, sehingga edukasi kesehatan masyarakat masih tetap berjalan.
Partisipan menekankan bahwa suami harus berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga seperti: memasak, merawat anak dan dalam semua pengambilan keputusan selama masa perinatal termasuk dalam keluarga berencana misalnya keputusan memakai kontrasepsi. Ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan kesadaran perempuan tentang hak-hak dalam kehidupan berrumah tangga dan juga sebagai hasil dari peningkatan lapangan pekerjaan perempuan dan sebagai kontribusi dalam ekonomi rumah tangga, sehingga perempuan percaya bahwa suami harus berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga sehari-hari [39]. Perubahan dari generasi ke generasi dan kepercayaan budaya tentang suami dapat sedikit merubah peran patriarki dalam masyarakat dengan menjelaskan bahwa sikap suami lebih positif terhadap partisipasi suami dalam kesehatan reproduksi [40]. Adanya laporan di negara lain bahwa partisipasi yang lebih besar dari dalam kesehatan ibu yaitu telah menyebabkan peningkatan penggunaan perawatan antenatal, peningkatan hubungan suami istri dan keinginan wanita perihal keterlibatan suami dalam pekerjaan rumah tangga [41].
Pengambilan keputusan dalam penelitian ini dilakukan secara bersama pasangan sehingga adanya kesepakatan suami istri, akan tetapi tidak menuntup kemungkinan keputusan pertama berada pada suami. Pernyatan diatas sejalan dengan penelitian lain bahwa dengan melibatkan suami dan memberikan dorongan dalam
pengambilan keputusan bersama pasangan dalam keluarga berencana dan keluarga dapat memberikan strategi penting dalam mencapai pemberdayaan dan tujuan kesehatan bagi perempuan [36]. Penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan suami maka semakin tinggi keputusan yang diambil oleh suami untuk membawa istrinya ke pelayanan kesehatan, sebaliknya semakin rendah pendidikan suami semakin sulit mengambil keputusan menentukan akses layanan kesehatan [41].
Post implementasi merupakan hasil proses yang didapatkan dari kegiatan program baik itu positif ataupun negatif, untuk mendukung hasil dari program edukasi ini maka perlu dilakukannya evaluasi kegiatan dengan melakukan pemantauan program, melihat akses layanan kesehatan reproduksi remaja dan partisipasi dari tokoh masyarakat. Evaluasi merupakan sebuah pengukuran atau perbaikan didalam suatu kegiatan yang telah dilaksanakan. Kegiatan laporan pemantauan program merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi hasil akhir program yang telah berjalan. Evaluasi dilakukan bukan hanya untuk program ataupun kader tetapi melihat hasil akhir dari penyuluhan dan informasi yang terus disampaikan secara berkala tanpa henti oleh layanan kesehatan dan kader [24]. Hasil evaluasi menghasilkan peningkatan layanan kesehatan reproduksi serta pemanfaatan layanan kesehatan [42].
Akses pelayanan juga kesehatan ibu termasuk KB merupakan layanan kesehatan seharusnya mudah diperoleh ibu dan keluarga. Namun demikian pada masa pandemi Covid 19 ini akses pada pelayanan kesehatan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pasangan suami istri dan tenaga kesehatan. Oleh karenanya mayoritas partisipan dalam penelitian merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan edukasi secara blended online dan offline ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan terdahulu yang menyebutkan bahwa pada masa pembatasa sosial pada masa pandemi ini, inovasi-inovasi menggunakan teknologi misalnya telemedicine bisa menjadi alterntif untuk tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat [32].
Keterlibatan tokoh masyarakat menjadi salah satu pendukung berjalannya program di masyarakat sehingga pentingnya melakukan evaluasi dari kendala yang dirasakan pada partisipasi tokoh masyarakat. Peran dan partisipasi tokoh sangat dibutuhkan karna dapat memberikan perubahan dalam budaya sosial dan pembangunan. Namun sampai saat ini keterlibatan tokoh masyarakat masih sedikit dalam program kesehatan dimasyarakat [42]. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian ini, bahwa tokoh masyarakat, tenaga kesehatan dan masyarakat terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi project edukasi ini. Projek edukasi yang berasal dari bottom to up biasanya akan lebih bertahan karena partisipasi masyarakat yang besar [25].
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada BKKBN Kantor Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan dana penelitian ini. Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada semua partisipan yang terlibat dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] UN, “The 2030 Agenda for sustainable development,”
2016.
[2] Y. Nugroho, “Mekanisme Pendanaan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs,” Jakarta, 2017.
[3] Bapenas, “ROADMAP OF SDGs INDONESIA:,” 2018.
[4] P. A. Thomas, H. Liu, and D. Umberson, “Family Relationships and Well-Being,” Innov. Aging, vol. 1, no.
3, pp. 1–11, 2017.
[5] BKKBN, Buku Saku Menjadi Orang Tua Hebat Melalui Pengasuhan 1000 HPK. BKKBN Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak, 2017.
[6] K. Forste, R. and Fox, “Household Labor, Gender Roles, and Family Satisfaction: A Cross-National Comparison,”
J. Comp. Fam. Stud., vol. 43(5), p. pp.613-631., 2012.
[7] BKKBN, “Rencana Strategis Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional,” 2015.
[8] Kemenkes, “INFODATIN Kesehatan Keluarga Nasional,”
2018.
[9] K. Butler, “Family Quality of Life in Practice: a Practical Application of the Fqol-2006 Survey,” Int. J. Child, Youth Fam. Stud., vol. 9, no. 4, pp. 40–48, 2018.
[10] B. H. Mohammed, J. M. Johnston, D. Vackova, S. M.
Hassen, and H. Yi, “The role of male partner in utilization of maternal health care services in Ethiopia: A community-based couple study,” BMC Pregnancy Childbirth, vol. 19, no. 1, pp. 1–9, 2019.
[11] E. R. Cheng et al., “The influence of antenatal partner support on pregnancy outcomes,” J. Women’s Heal., vol.
25, no. 7, pp. 672–679, 2016.
[12] P. H. Nguyen et al., “Engagement of husbands in a maternal nutrition program substantially contributed to greater intake of micronutrient supplements and dietary diversity during pregnancy: Results of a cluster- randomized program evaluation in Bangladesh,” J. Nutr., vol. 148, no. 8, pp. 1352–1363, 2018.
[13] BKKBN, Peran Ayah dalam Pengasuhan. BKKBN Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak, 2017.
[14] H. Sri and K. Mubarokah, “Kondisi Demografi Ibu dan
Suami pada Kasus Kematian Ibu,” Higeia J. Public Heal.
Res. Dev., vol. 3, no. 5, pp. 99–108, 2018.
[15] I. D. Surinati, I. G. Mayuni, and I. K. Putra, “Faktor Penyebab Rendahnya Jumlah Pria Menjadi Akseptor Keluarga Berencana,” Gema Keperawatan, pp. 1–6, 2015.
[16] S. Sutinah, “Partisipasi laki-laki dalam program Keluarga Berencana di era masyarakat postmodern,” Masyarakat, Kebud. dan Polit., vol. 30, no. 3, p. 290, 2017.
[17] M. Lee et al., “Mobile app-based health promotion programs: A systematic review of the literature,” Int. J.
Environ. Res. Public Health, vol. 15, no. 12, 2018.
[18] P. Pluye et al., “Assessing and Improving the Use of Online Information About Child Development, Education, Health, and Well-Being in Low-Education, Low-Income Parents: Protocol for a Mixed-Methods Multiphase Study,” JMIR Res. Protoc., vol. 7, no. 11, pp. e186–e186, Nov. 2018.
[19] J. Tran, R. Tran, and J. R. White, “Smartphone-based glucose monitors and applications in the management of diabetes: An overview of 10 salient ‘apps’ and a novel smartphone-connected blood glucose monitor,” Clin.
Diabetes, vol. 30, no. 4, pp. 173–178, 2012.
[20] J. Safran Naimark, Z. Madar, and D. R. Shahar, “The impact of a Web-based app (eBalance) in promoting healthy lifestyles: randomized controlled trial,” J. Med.
Internet Res., vol. 17, no. 3, pp. e56–e56, Mar. 2015.
[21] A. C. King et al., “Effects of three motivationally targeted mobile device applications on initial physical activity and sedentary behavior change in midlife and older adults: A randomized trial,” PLoS One, vol. 11, no. 6, pp. 1–16, 2016.
[22] E. Coleman and E. O’Connor, “The role of WhatsApp® in medical education; A scoping review and instructional design model,” BMC Med. Educ., vol. 19, no. 1, 2019.
[23] S. Kindon and S. Elwood, “Introduction: More than methods - Reflections on participatory action research in geographic teaching, learning and research,” J. Geogr.
High. Educ., vol. 33, no. 1, pp. 19–32, 2009.
[24] M. Tetui et al., “A participatory action research approach to strengthening health managers’ capacity at district level in Eastern Uganda,” Heal. Res. Policy Syst., vol. 15, no.
Suppl 2, 2017.
[25] C. Cusack, B. Cohen, J. Mignone, M. J. Chartier, and Z.
Lutfiyya, “Participatory action as a research method with public health nurses,” J. Adv. Nurs., vol. 74, no. 7, pp.
1544–1553, 2018.
[26] R. . Trotter, “Qualitative research sample design and sample size: resolving and unresolved issues and inferential imperatives,” Prev Med, vol. 55, no. 5, pp. 398–
400, 2012.
[27] V. Parker, G. Lieschke, and M. Giles, “Ground-up-top down: A mixed method action research study aimed at normalising research in practice for nurses and midwives,”
BMC Nurs., vol. 16, no. 1, pp. 1–8, 2017.
[28] A. Makins et al., “The negative impact of COVID-19 on contraception and sexual and reproductive health: Could immediate postpartum LARCs be the solution?,” Int. J.
Gynecol. Obstet., vol. 150, no. 2, pp. 141–143, 2020.
[29] D. J. Bateson et al., “The impact of COVID-19 on contraception and abortion care policy and practice:
experiences from selected countries,” BMJ Sex. Reprod.
Heal., vol. 46, no. 4, pp. 241–243, 2020.
[30] E. Monaghesh and A. Hajizadeh, “The role of telehealth during COVID-19 outbreak: A systematic review based on current evidence,” BMC Public Health, vol. 20, no. 1, pp.
1–9, 2020.
[31] Wantiknas, “Solusi Telemedicine di Tengah Pandemi,”
Wantiknas, no. April, pp. 1–59, 2020.
[32] Rebecca M Reynolds, “Telehealth in pregnancy,” Ann Oncol, no. January, pp. 19–21, 2020.
[33] B. Mortensen, M. Lieng, L. M. Diep, M. Lukasse, K.
Atieh, and E. Fosse, “Improving Maternal and Neonatal Health by a Midwife-led Continuity Model of Care – An Observational Study in One Governmental Hospital in Palestine,” EClinicalMedicine, vol. 10, pp. 84–91, 2019.
[34] K. Elmusharaf, E. Byrne, and D. O’Donovan, “Social and traditional practices and their implications for family planning: A participatory ethnographic study in Renk, South Sudan,” Reprod. Health, vol. 14, no. 1, pp. 1–11, 2017.
[35] J. M. Randles, “Redefining the Marital Power Struggle through Relationship Skills: How U.S. Marriage Education Programs Challenge and Reproduce Gender Inequality,” Gend. Soc., vol. 30, no. 2, pp. 240–264, 2016.
[36] O. Radulovi, Č. Šagri, A. Višnji, A. Tasi, and R. Markovi,
“The Influence of Education Level on Family Planning,”
Acta Psychiatr. Scand., vol. 42, no. 1, pp. 17–20, 2016.
[37] R. Vaira, Y. Yanti, and A. Hidayat, “A qualitative study of partnership between woman and midwife within midwife- led care clinic,” J. Heal. Technol. Assess. Midwifery, vol.
3, no. 1, pp. 29–45, 2020.
[38] D. T. K. Dewi, W. Kusumawati, and I. Ismarwati, “Effect of health promotion and Whatsapp reminder to self- efficacy of the consumption of Fe tablets adherence among pregnant women,” J. Heal. Technol. Assess. Midwifery, vol. 2, no. 1, pp. 23–32, 2019.
[39] P. A. D. Saraswati, A. W. Astuti, and Mohammad Hakimi,
“Marital Relationship pada Pasangan Usia Muda: A Scoping review,” vol. 2, no. 2, pp. 53–65, 2020.
[40] A. W. Astuti, H. F. Kurniawati, and H. Fitriani,
“Knowledge about Sexual and Reproductive Health ( SRH ), Practice of Premarital Sexual Relationship and Pregnancy among Indonesian Adolescents : A Qualitative Exploratory Study,” vol. 29, no. 7, pp. 191–204, 2020.
[41] J. Redshaw and M. Henderson, “Fathers’ engagement in pregnancy and childbirth,” BMC Pregnancy Childbirth, vol. 13, no. 70, pp. 1–15, 2013.
[42] D. K. Cahyaningtyas, A. W. Astuti, and U. H. E.
Nawangsih, “Parents involvement and barriers of programme interventions to reduce adolescent pregnancy,” J. Heal. Technol. Assess. Midwifery, vol. 3, no. 2, pp. 23–37, 2020.