ABSTRAK
Nugroho, Annas Susilo. 2015. Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Pakem Sleman Tahun 2015. Yogyakarta; Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA Fisika siswa kelas V yang mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Salah satu penyebab terjadinya miskonsepsi adalah kemampuan siswa dilihat dari perbedaan jenis kelamin karena antara siswa laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dilihat dari jenis kelamin.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamtan Pakem yang menggunakan KTSP yang berjumlah 416 siswa. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 201 siswa yang ditetapkan menggunakan ketentuan Krejcie dan Morgan.
Hasil rata-rata siswa yang mengalami miskonsepsi pada instrumen soal pilihan ganda adalah 35,77 % siswa, sedangkan pada instrumen soal uraian adalah 58,61 % siswa. Hasil analisis data yang kedua untuk mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dilihat dari jenis kelamin dengan uji Mann-Whitney. Hasil yang didapatkan peneliti pada soal pilihan ganda memperoleh harga sig(2-.tailed) 0,891 serta pada soal uraian memperoleh harga sig(2-.tailed) 0,292, karena kedua harga sig( 2-.tailed) yang didapatkan lebih dari 0,05 maka artinya tidak ada perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dilihat dari jenis kelamin baik pada intrumen soal pilihan ganda maupun uraian.
ABSTRACT
Nugroho. Annas Susilo. 2015. Misconception of physical science students of fifth grade semester 2 in elementary school in Pakem district of Sleman in 2015. Yogyakarta; Sanata Dharma University.
This research is motivated by the lack understanding of physics concept of the fifth grade students that resulting misconception. One of the causes of misconception is the students ability that is seen from different gender because man and woman have different ability. This research is aimed to find out the physics misconception of the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district and find out the different conception of physics of the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district seen from the gender.
This research is descriptive quantitative research by using survey method. The population of this research is the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district that use KTSP as the curriculum. It consists of 416 students. The sample of this research is 201 students that are set using Krejcie and Morgan pulation.
The average of the result of students that have misconception in the multiple choice instrument are 35,77 % students, whereas in the essay instrument are 58,61% students. The analysis result of the second data for finding out the different misconception of physics of the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district seen from the gender using Mann-Whitney experiment. The result of multiple choice instruments is sig (2-tailed) 0,891 and the result of essay instrument is sig (1-tailed) 0,292. Because both of the sig (2-tailed) are more than 0,05, it means that there is no different misconception of physics of the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district seen from the gender using multiple choice instruments or essay instruments.
i
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD NEGERI SEMESTER 2 SE-KECAMATAN PAKEM SLEMAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
ANNAS SUSILO NUGROHO 121134107
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur Alhamdulilah, peneliti persembahkan karya sederhana ini
kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberikan kesehatan, kemudahan, dan kelancaran
dalam setiap langkah yang telah peneliti tempuh.
2. Bapak, ibu, dan kakak atas kasih sayang dan dukungannya.
3. Teman-teman di PGSD angkatan 2012.
v MOTTO
“Orang yang menuntut ilmu berarti menuntut rahmat ; orang yang menuntut ilmu
berarti menjalankan rukun Islam dan Pahala yang diberikan sama dengan para
Nabi”.
( HR. Dailani dari Anas r.a )
"Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin
kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik."
viii ABSTRAK
Nugroho, Annas Susilo. 2015. Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Pakem Sleman Tahun 2015. Yogyakarta; Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA Fisika siswa kelas V yang mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Salah satu penyebab terjadinya miskonsepsi adalah kemampuan siswa dilihat dari perbedaan jenis kelamin karena antara siswa laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dilihat dari jenis kelamin.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamtan Pakem yang menggunakan KTSP yang berjumlah 416 siswa. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 201 siswa yang ditetapkan menggunakan ketentuan Krejcie dan Morgan.
Hasil rata-rata siswa yang mengalami miskonsepsi pada instrumen soal pilihan ganda adalah 35,77 % siswa, sedangkan pada instrumen soal uraian adalah 58,61 % siswa. Hasil analisis data yang kedua untuk mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dilihat dari jenis kelamin dengan uji Mann-Whitney. Hasil yang didapatkan peneliti pada soal pilihan ganda memperoleh harga sig(2-.tailed) 0,891 serta pada soal uraian memperoleh harga sig(2-.tailed) 0,292, karena kedua harga sig( 2-.tailed) yang didapatkan lebih dari 0,05 maka artinya tidak ada perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dilihat dari jenis kelamin baik pada intrumen soal pilihan ganda maupun uraian.
ix ABSTRACT
Nugroho. Annas Susilo. 2015. Misconception of physical science students of fifth grade semester 2 in elementary school in Pakem district of Sleman in 2015. Yogyakarta; Sanata Dharma University.
This research is motivated by the lack understanding of physics concept of the fifth grade students that resulting misconception. One of the causes of misconception is the students ability that is seen from different gender because man and woman have different ability. This research is aimed to find out the physics misconception of the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district and find out the different conception of physics of the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district seen from the gender.
This research is descriptive quantitative research by using survey method. The population of this research is the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district that use KTSP as the curriculum. It consists of 416 students. The sample of this research is 201 students that are set using Krejcie and Morgan pulation.
The average of the result of students that have misconception in the multiple choice instrument are 35,77 % students, whereas in the essay instrument are 58,61% students. The analysis result of the second data for finding out the different misconception of physics of the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district seen from the gender using Mann-Whitney experiment. The result of multiple choice instruments is sig (2-tailed) 0,891 and the result of essay instrument is sig (1-tailed) 0,292. Because both of the sig (2-tailed) are more than 0,05, it means that there is no different misconception of physics of the fifth grade students of SD Negeri throughout Pakem district seen from the gender using multiple choice instruments or essay instruments.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan
Pakem Sleman Tahun 2015”.
Adapun skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (S.Pd) di Universitas
Sanata Dharma. Peneliti menyadari bahwa tanpa ada bantuan, bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Untuk itu dalam
kesempatan kali ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan izin penelitian.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
3. Maria Melani Ika Susanti, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran dalam membimbing, memberi dorongan, dan memberi
motivasi dalam penelitian skripsi ini.
4. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang dengan
sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi saran dalam
penelitian skripsi ini.
5. Kepala sekolah dan guru SD negeri kelas V se-Kecamatan Pakem, yang telah
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii B. Batasan Masalah... C. Rumusan Masalah ... D. Tujuan Penelitian ... E. Manfaat Penelitian ... F. Definisi Operasional...
1
BAB II LANDASAN TEORI
xiii
6. Jenis Kelamin ... B. Hasil Penelitian yang Relevan ... C. Kerangka Berfikir... D. Hipotesis ...
40 41 46 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ... B. Tempat dan Waktu ... 1. Tempat Penelitian... 2. Waktu Penelitian ... C. Populasi dan Sampel ... 1. Populasi ... 2. Sampel ... D. Variabel Penelitian ... E. Teknik Pengambilan Data ... F. Instrumen Penelitian... G. Teknik Pengujian Instrumen ... H. Teknik Analisis Data ...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 2. Deskripsi Responden Penelitian ... 3. Deskripsi Data Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD
Negeri se-Kecamatan Pakem ... 4. Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V SD dilihat dari Jenis
Kelamin ... B. Keterbatasan Penelitian ... C. Saran ...
xiv
DAFTAR REFERENSI ...
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... CURRICULUM VITAE ...
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Populasi Penelitian ...51
Tabel 3.2 Tabel Krejcie ...52
Tabel 3.3 Data sampel penelitian ...53
Tabel 3.4 Tabel kisi-kisi soal pilihan ganda dan uraian ...59
Tabel 3.5 Pedoman wawancara ...61
Tabel 3.6 Kriteria hasil validasi ...64
Tabel 3.7 Hasil validasi muka ...67
Tabel 3.8 Hasil validasi soal pilihan ganda ...69
Tabel 3.9 Hasil validasi soal uraian ...70
Tabel 3.10 Tabel kualifikasi koefisien reliabilitas ...72
Tabel 3.11 Tabel perhitungan reliabilitas soal pilihan ganda...73
Tabel 3.12 Tabel perhitungan reliabilitas soal uraian ...73
Tabel 4.1 Jenis kelamin siswa ...80
Tabel 4.2 KD dan nomor item soal yang mewakili pada instrumen pilihan ganda ...82
Tabel 4.8 Hasil uji normalitas jenis kelamin dan skor pada instrumen soal pilihan ganda ...121
Tabel 4.9 Hasil uji normalitas jenis kelamin dan skor pada instrumen soal uraian ...123
Tabel 4.10 Hasil uji homogenitas jenis kelamin dan skor pada instrumen soal pilihan ganda ...125
Tabel 4.11 Hasil uji homogenitas jenis kelamin dan skor pada instrumen soal uraian ...125
Tabel 4.12 Hasil uji hipotesis pada instrumen soal pilihan ganda ...127
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Seorang anak sedang melempar bola ke atas ...31
Gambar 2.2 Seseorang yang sedang mendorong kardus terjadi gaya gesek ...31
Gambar 2.3 Bentuk-bentuk magnet ...32
Gambar 2.4 Prinsip kerja pengungkit golongan I ...33
Gambar 2.5 Prinsip kerja pengungkit golongan II ...34
Gambar 2.6 Prinsip kerja pengungkit golongan III ...34
Gambar 2.7 Macam-macam katrol ...35
Gambar 2.8 Pemantulan cahaya ...37
Gambar 2.9 Skema penelitian yang relevan ...46
Gambar 3.1 Rumus Product Moment ...69
Gambar 3.2 Rumus Cronbach-Alpha ...72
Gambar 4.1 Pie Chart jenis kelamin siswa ...80
Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Pakem ...82
Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 1 ...84
Gambar 4.4 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 2 ...85
Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 3 ...86
Gambar 4.6 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 4 ...87
Gambar 4.7 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 5 ...89
Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 6 ...90
Gambar 4.9 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 7 ...91
xvii
Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri
Se-Kecamatan Pakem pada aitem 9 ...93
Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 10 ...94
Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 11 ...95
Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 12 ...97
Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 13 ...98
Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 14 ...99
Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 15 ...100
Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 16 ...101
Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 17 ...103
Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 18 ...104
Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 19 ...105
Gambar 4.22 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Pakem pada aitem 20 ...107
Gambar 4.23 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Pakem ...108
Gambar 4.24 Histogram jenis kelamin siswa pada instrumen soal pilihan ganda ...122
Gambar 4.25 Histogram skor siswa pada instrumen soal pilihan ganda ...122
Gambar 4.26 Histogram jenis kelamin siswa pada instrumen soal uraian ...123
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat-surat ...138
Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ...139
Lampiran 1.2 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa ...140
Lampiran 1.3 Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA Kab. Sleman ...141
Lampiran 1.4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari UPTD Kecamatan Pakem ...142
Lampiran 2 Data Penelitian ...143
Lampiran 2.1 Rangkuman Data SD Negeri di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman ...144
Lampiran 2.2 Data hasil tes siswa kelas V ...145
Lampiran 2.3 Data sekolah dan jenis kelamin ...151
Lampiran 2.4 Hasil validitas isi instrumen pilihan ganda dan uraian ...157
Lampiran 2.5 Rekapan Data Miskonsepsi Untuk Instrumen Soal Pilihan Ganda ...164
Lampiran 2.6 Rekapan Data Miskonsepsi Untuk Instrumen Soal Uraian ...170
Lampiran 3 Instrumen Penelitian ...175
Lampiran 3.1 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Expert Judgment ...176
Lampiran 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Expert Judgment ...199
Lampiran 3.3 Petunjuk Pengisian Soal dan Identitas Responden ...210
Lampiran 4 Hasil uji validitas ahli ...218
Lampiran 4.1 Permohonan Izin Validasi Ahli ...219
Lampiran 4.2 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Pilihan Ganda ...220
Lampiran 4.3 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Uraian ...231
Lampiran 5 Uji validitas dan Reliabilitas ...234
Lampiran 5.1 Hasil Validitas Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ...235
xix
Lampiran 5.3 Hasil Validitas Instrumen Soal Uraian Uji Empiris ...236
Lampiran 5.4 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Uraian ...236
Lampiran 6 Uji Asumsi dasae penelitian ...237
Lampiran 6.1 Hasil uji normalitas pada instrumen soal pilihan ganda ...238
Lampiran 6.2 Hasil uji homogenitas pada instrumen soal pilihan ganda ...238
Lampiran 6.3 Hasil uji normalitas pada instrumen soal uraian ...238
Lampiran 6.4 Hasil uji homogenitas pada instrumen soal uraian ...239
Lampiran 7 Hasil Analisis ...240
Lampiran 7.1 Hasil Uji Hipotesis pada instrumen soal pilihan ganda ...241
Lampiran 7.2 Hasil Uji Hipotesis pada instrumen soal uraian ...241
1 BAB I PENDAHULUAN
Bab I ini peneliti akan membahas enam pokok bahasan. Enam bahasan
tersebut yaitu latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu upaya atau usaha yang diberikan kepada
seseorang untuk mengembangkan suatu potensi yang dimilikinya, agar
mencapai kualitas diri yang baik dan dapat meningkatkan kehidupan yang
lebih bermakna. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Basri (dalam
Tatang, 2012: 14) bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan
sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta
membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya, sehingga
ia mencapai kualitas diri yang lebih baik. Pendapat lain dijelaskan pula oleh
Sukardjo (2009: 9) yaitu pendidikan sebagai gejala perilaku dan upaya
manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar-primer bertahan hidup (survival),
bagian kegiatan untuk meningkatkan kehidupan agar lebih bermakna atau
bernilai.
Pendidikan dapat dilakukan di sekolah, hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Triwiyanto (2014: 75) bahwa sekolah adalah kelompok
layanan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal,
dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikannya. Sekolah
siswa supaya siswa memiliki berbagai macam pengetahuan sehingga
akan bermanfaat pada suatu saat nanti. Mata pelajaran yang diadakan di
sekolah-sekolah Indonesia menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yaitu pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraaan, bahasa,
matematika, IPA, IPS, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga,
keterampilan atau kejuruan, serta muatan lokal (Mulyasa, 2007: 12). IPA
merupakan salah satu pelajaran yang pokok diadakan di Indonesia maupun di
dunia.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar sangatlah penting diajarkan,
karena pelajaran ini membantu siswa untuk mempelajari tentang alam yang
ada disekitarnya. Sapriati (2009: 2.3) mengungkapkan bahwa pendidikan IPA
di sekolah dasar bertujuan agar siswa menguasai pengetahuan, fakta, konsep,
prinsip, proses penemuan, serta memiliki sikap ilmiah, yang akan bermanfaat
dalam mempelajari diri dan alam sekitar. Abdullah (dalam Izati, 2009: 27)
mengungkapkan IPA adalah pengetahuan khusus yaitu dengan melakukan
observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori dan demikian
seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.
Wonorahardjo (2010: 11) mengungkapkan bahwa IPA merupakan
pengetahuan mengenai alam dan mempunyai objek alam dan gejala-gejala
alam yang sering digolongkan sebagai ilmu alam. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan
sebuah pengetahuan mengenai alam yang ada di sekitar dengan melakukan
observasi, eksperimentasi, dan penyimpulan sehingga didapatkan sebuah teori
Ilmu Pengetahuan Alam sangat melekat pada kehidupan siswa dimana
saja kapan saja sehingga siswa mampu membangun sebuah konsep yang telah
ditemukannya. Sebagai contoh yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan
sehari-hari pada saat mengendarai sepeda motor di daerah pegunungan dan ia
melewati jalan yang berkelok-kelok, disini siswa dapat mengetahui kenapa
jalanan di pegunungan dibuat berkelok-kelok. Jalanan di pegunungan dibuat
berkelok-kelok karena agar kendaraan motor atau mobil mudah menaiki jalan
yang menanjak dengan tenaga yang kecil, hal tersebut merupakan penerapan
dari cara kerja bidang miring.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya fisika merupakan suatu
pelajaran yang mempelajari konsep-konsep dari suatu konsep yang sederhana
sampai konsep yang lebih kompleks (Ratama, 2013: 1). Norika (2014: 1)
mengemukakan bahwa fisika adalah hubungan yang tak terpisahkan dari hasil
keilmuan berupa konsep-konsep fisis, prinsip, hukum dan teori, proses
keilmuan, dan sikap keilmuan, maka mengajar fisika adalah menanamkan
konsep, hukum, dan teori, menanamkan pengetahuan tentang proses
keilmuan, dan kemampuan melakukanya, dan menanamkan sikap keilmuan.
Siswa akan memiliki hasil belajar fisika yang baik, jika pemahaman yang
dipelajari siswa sesuai dengan konsep yang sebenarnya. Semakin baik
pemahaman konsep fisika maka akan baik pula hasil belajarnya. Hasil belajar
siswa pada pelajaran IPA fisika yang kurang baik, disebabkan karena siswa
kurang memahami konsep IPA fisika sehingga siswa megalami kesalahan
Miskonsepsi atau salah konsep menunjukkan pada suatu konsep yang
tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para
pakar dalam bidang itu (Suparno, 2005: 4). Miskonsepsi terjadi dikarenakan
konsep awal yang dimiliki siswa yang didapatkan dari pengalaman dan
pengamatan siswa di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari (Suparno,
2005: 2). Pengalaman dan pengamatan siswa di lingkungan belum tentu
sesuai dengan konsep sehingga mengakibatkan terjadinya miskonsepsi.
Terjadinya miskonsepsi ini juga dapat disebabkan oleh kemampuan siswa
dalam memahami suatu konsep (Suparno, 2005: 40). Kemampuan siswa
dapat berpengaruh pada miskonsepsi, karena jika siswa tersebut kurang
mampu untuk mempelajari suatu konsep maka siswa tersebut akan
mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang dipelajarinya.
Kemampuan yang dimiliki setiap siswa berbeda-beda. Dilihat dari
salah satu faktor yang mempengaruhi adalah jenis kelamin. Mufida (2013: 3)
menyatakan bahwa kemampuan atau kecerdasan siswa baik laki-laki dan
perempuan itu berbeda-beda. Hamalik (2007: 91) mengemukakan secara
psikologis bahwa siswa laki-laki dan perempuan tingkat inteligensinya
berbeda. Tingkat inteligensi siswa laki-laki dan perempuan berbeda, berarti
perbedaan tingkat inteligensi tesebut berpengaruh pada tingkat kemampuan
siswa. Sehingga miskonsepsi pada siswa dipengaruhi oleh jenis kelamin,
karena laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan tingkat intelegensi.
Perbedaan kemampuan siswa mempelajari atau memahami konsep
Ditingkat internasional prestasi IPA (sains) Indonesia masih sangat
memprihatinkan. Hal itu dapat dilihat dari hasil studi TIMSS pada tahun 2011
memperlihatkan bahwa prestasi IPA (Sains) Indonesia berada pada peringkat
40 dari 42 peserta dengan skor rata-rata 406. Trends Internasional in
Mathematics and Science Study (TIMSS) merupakan sebuah studi yang
bertaraf internasional yang memiliki tujuan mengukur prestasi matematika
dan sains yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali yang diikuti oleh
negara-negara lainya di seluruh dunia (Kemdikbud, 2011: 1). Hasil studi juga
dilakukan oleh PISA pada tahun 2012 tentang tingkat literasi IPA (Sains)
bahwa Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 peserta dengan skor
dibawah angka 400 (Baswedan, 2014: 19-20). Programme for International
Student Assessment (PISA) merupakan lembaga studi literasi membaca,
matematika, dan sains yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali
(Kemdikbud, 2011: 1). Literasi sains sendiri merupakan pengetahuan dan
pemahaman konsep serta proses ilmiah yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan personal, partisipasi dalam kegiatan publik dan budaya, dan
produktivitas ekonomi (Rustaman, 2012: 1.40). Berdasarkan hasil di atas
rendahnya prestasi siswa di Indonesia dipengaruhi oleh pemahaman konsep
yang rendah sehingga terjadi kesalahan pada suatu konsep, maka
mengakibatkan terjadinya miskonsepsi.
Terjadinya miskonsepsi pada pelajaran IPA Fisika juga dibuktikan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Raharjo, dkk (2009)
melakukan penelitian tentang “Profil Miskonsepsi Siswa SD Pada Konsep
Hasil penelitian menunjukkan hasil analisis data ternyata terbukti bahwa
siswa memiliki miskonsepsi pada konsep gaya dan cahaya. Pada sebagian
besar konsep terjadi miskonsepsi, dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Adapun profil miskonsepsi yang dimiliki sebagian besar siswa (lebih dari
30%) adalah sebagai berikut : 1) gaya hanya akan mempercepat gerak benda,
tidak dapat memperlambat gerak; 2) gaya tidak dapat membelokan arah gerak
benda; 3) gaya magnet selalu berupa tarikan, sedangkan gaya gravitasi dapat
berupa tarikan maupun dorongan; 4) berat benda di bumi sama dengan berat
benda di bulan, karena massa benda di bumi sama dengan di bulan; 5) setiap
dua benda yang bersentuhan mengalami gaya gesekan; 6) Batang besi hanya
dapat dijadikan magnet dengan digosok magnet dan batang besi tidak dapat
dijadikan magnet dengan cara induksi; 7) pesawat sederhana dapat
memperkecil energi yang digunakan dalam bekerja; 8) cahaya tidak dapat
dipantulkan oleh setiap permukaan; 9) di dalam sebuah medium cahaya dapat
dibiaskan; 10) benda dapat dilihat, jika ada cahaya dari mata sampai ke
benda; 11) benda dapat dilihat, apabila benda tersebut sumber cahaya; l2)
cahaya lampu neon dapat diurai menjadi cahaya warna pelangi, karena cahaya
lanpu neon adalah cahaya putih seperti cahaya putih matahari.
Kemampuan siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pakem dalam
memahami suatu konsep IPA Fisika masih sangatlah rendah. Hal itu
dibuktikan dari hasil wawancara peneliti kepada salah satu guru SD Negeri di
kecamatan Pakem yaitu Ibu Dwi Rahayu, S. Pd. Hasil wawancara dengan Ibu
Dwi Rahayu, S. Pd menyatakan bahwa siswa-siswanya masih banyak yang
ulangan harian IPA Fisika yang masih dibawah KKM. Prestasi siswa yang
rendah tersebut diakibatkan karena tingkat pemahaman konsep IPA Fisika
siswa kelas V rendah. Ketika Ibu Dwi Rahayu, S. Pd mengoreksi
jawaban-jawaban siswa, Ibu Dwi sering kali menjumpai jawaban-jawaban siswa yang salah
konsep atau miskonsepsi. Peneliti menyimpulkan rendahnya prestasi atau
hasil ulangan siswa kelas V SD Negeri di kecamatan Pakem pada mata
pelajaran IPA Fisika disebabkan oleh miskonsepsi.
Miskonsepsi perlu dihindari dan perlu diperbaiki karena miskonsepsi
akan mengakibatkan tingkat prestasi belajar siswa manjadi rendah. Kesalahan
konsep yang dialami siswa jika tidak dihindari akan terbawa hingga dewasa.
Akibatnya kesalahan konsep tersebut akan melekat pada dirinya dan suatu
saat nanti bisa ditularkan kepada orang banyak misalnya kelak menjadi guru.
Akibat yang ditimbulkan miskonsepsi sangat tidak baik, maka guru harus
benar-benar dalam memberikan konsep yang benar dan membantu siswa
dalam memahami konsep dengan benar sehingga tidak terjadi miskonsepsi.
Berdasarkan uraian di atas dan hasil wawancara peneliti kepada salah
satu guru kelas V SD Negeri di kecamatan Pakem bahwa banyak siswanya
yang mengalami kesulitan dalam memahami sebuah konsep IPA fisika
sehingga banyak terjadi kesalahan konsep, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang miskonsepsi pada konsep-konsep IPA Fisika kelas V
semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Pakem. Peneliti melakukan penelitian
ini untuk mengetahui kesalahan konsep atau miskonsepsi di SD Negeri
se-Kecamatan Pakem dan perbedaan miskonsepsi pada jenis kelamin atau
IPA Fisika Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Pakem Tahun
2015”.
B. Batasan Masalah
Peneliti memberikan batasan masalah pada penelitian ini. Batasan
penelitian ini antara lain:
1. Meneliti miskonsepsi IPA Fisika kelas V SD semester 2.
2. SD yang diteliti adalah SD Negeri yang hanya menggunakan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
3. Peneliti juga membatasi ruang lingkup penelitian yaitu khusus SD Negeri
se-Kecamatan Pakem khususnya pada Standar Kompetensi (SK) 5.
Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya dan
Kompetensi Dasar (KD) 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,
gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya
magnet), 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat
pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat, 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat
cahaya, 6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari
bahan. Pesawat sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya, 7.1
Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan, serta 7.3
Mendeskripsikan struktur bumi.
C. Rumusan Masalah
Latar belakang dan batasan masalah yang dikemukan melandasi rumusan
masalah dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri Semester
2 se-Kecamatan Pakem?
2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin
siswa kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Pakem?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibuat berdasarkan rumusan masalah dari penelitian
ini. Tujuan penelitian adalah untuk :
1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri
Semester 2 se-Kecamatan Pakem.
2. Mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis
kelamin siswa kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Pakem.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
bermakna bagi:
1. Guru
Guru dapat mengetahui tentang miskonsepsi yang terjadi pada siswanya,
sehingga guru diharapkan meningkatkan kemampuan mengajar dan
berhati-hati dalam memilih sumber belajar agar tidak terjadi miskonsepsi.
2. Sekolah
Sekolah akan mendapat manfaat yaitu untuk untuk menambah kualitas
proses belajar mengajar dengan mengetahui miskonsepsi yang sering
3. Bagi Peneliti
Bagi peneliti memberikan gambaran bahwa dalam pembelajaran IPA
pemahaman tentang konsep harus dikuasai dengan matang oleh calon guru
agar tidak terjadi kesalahan konsep pada saat mengajar.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain:
1. Miskonsepi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian
ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu.
Miskonsepsi pada soal pilihan ganda dapat dideteksi dari jawaban yang
salah namun menurut keyakinannya jawaban yang mereka pilih yakin
benar.
2. IPA merupakan pengetahuan mengenai alam dan mempunyai objek alam
dan gejala-gejala alam yang sering digolongkan sebagai ilmu alam.
3. Miskonsepsi IPA adalah suatu kesalahan konsep yang terjadi pada
pembelajaran IPA.
4. Miskonsepsi IPA Fisika adalah suatu kesalahan konsep yang terjadi pada
pelajaran IPA khususnya pada materi Fisika.
5. Siswa kelas V SD adalah siswa yang berada pada tingkat kelas V SD
negeri se-Kecamatan Pakem kabuapaten Sleman dengan rata-rata umur
10-11 tahun.
6. Kecamatan Pakem adalah sebuah kecamatan yang berada di kabupaten
Pakem berada di 77.66708’ LS dan 110.42011’ BT. Batas-batas wilayah
Pakem adalah sebelah barat dibatas oleh Kecamatan Turi, sebelah utara
dibatasi oleh Gunung Merapi, sebelah timur dibatasi oleh kecamatan
cangkringan, dan sebelah selatan dibatasi oleh Kecamatan Ngaglik.
7. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara
12 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab II ini akan menguraikan beberapa hal yaitu : kajian teori yang
berisi teori-teori yang mendukung penelitian, hasil penelitian yang relevan yaitu
berisi tentang penelitian-penelitian yang sesuai dengan yang ingin dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, kerangka pikiran yaitu berisi tentang rumusan
konsep-konsep yang didapat dari kajian teori, dan hipotesis penelitian. Hal-hal tersebut
diuraikan di bawah ini.
A. Kajian Pustaka 1. Konsep
Konsep merupakan sekelompok fakta dan data yang banyak
memiliki ciri-ciri yang sama dan dapat dimasukkan ke dalam nama label.
Konsep merupakan pola abstrak yang dapat digunakan untuk dapat
mengungkapkan berbagai faktor, gejala, dan masalah yang sedang
dipelajari atau sekumpulan pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan
pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan data yang memiliki
kesamaan ciri (Kartika dan Istianti, 2007: 2). Konsep merupakan suatu
pola abstrak yang berupa fakta dan data yang memilki ciri-ciri dalam suatu
objek, sehingga dapat mengungkapkan berbagai faktor, gejala, dan
masalah yang sedang dipelajari dari sekumpulan data yang didapatkan,
kemudian dapat disimpulkan dan menjadi sebuah pengertian.
Ausubel (dalam Tayubi, 2005: 5) konsep merupakan benda-benda,
dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol.
Konsep merupakan sebuah abstraksi yang pada suatu objek yang berupa
kejadian-kejadian, situasi-situasi, dan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh
objek tersebut.
Basleman dan Mappa (2011: 67) mengungkapkan bahwa konsep
diperoleh dari kejadian-kejadian yang dijumpai baik positif maupun
negatif. Sekali memperoleh konsep, peserta belajar akan mampu mengenal
hal atau kejadian dan mampu memberikan definisi verbal dari konsep
tersebut. Konsep merupakan sutau kejadian yang dijumpai oleh siswa,
sehingga siswa dapat belajar dan mengenal suatu kejadian tesebut dan
mampu memberikan suatu definisi atau konsep.
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus
didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada
objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu,
seperti meja, kursi, mobil, dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan
adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung
menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu
tidak berbadan. Misalnya, saudara sepupu, dan sebagainya, adalah
kata-kata yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, bahkan dengan mikroskop
sekalipun (Djamarah, 2011: 31).
Berdasarkan pendapat yang sudah diungkapkan para ahli di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep merupakan suatu kejadian
pada suatu objek yang dijumpai oleh para siswa, yang objek tersebut
mampu mengumpulkan data dan mengenal suatu kejadian tersebut dan
siswa mampu memberikan suatu definisi atau konsep.
2. Konsepsi
Siswa sebelum memasuki dunia sekolah, siswa sudah mempunyai
konsep-konsep suatu pembelajaran. Konsep-konsep tersebut didapatkan
dari pengalaman-pengalaman yang mereka peroleh dikehidupan
sehari-hari. Konsep-konsep yang diperolehnya dapat ditafsirkan oleh siswa
menjadi sebuah konsepsi.
Berg (dalam Ramadhani, 2011: 15) mengatakan bahwa tafsiran
perorangan atau in1dividu terhadap suatu konsep disebut konsepsi. Budi
(dalam Bati, 2015: 10) juga menyampaikan pendapatnya bahwa konsepsi
yaitu sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh dari
indera maupun dari lingkungan. Pernyataan yang telah disampaikan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa konsepsi merupakan tafsiran perorangan
atau individu terhadap suatu konsep yang mereka peroleh dari indera
maupun lingkungan. Misalnya konsep bola, bola dapat ditafsirkan oleh
seorang siswa sebagai suatu benda kecil, bulat dan menggelinding (Bati,
2015: 10).
3. Miskonsepsi
a. Pengertian Miskosepsi
Miskonsepsi bisa disebut dengan salah konsep. Miskonsepsi
merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah
atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu (Suparno,
awal yang diperolehnya tidak sesuai dengan pengertian ilmiah. Konsep
awal ini dapat didapatkan oleh siswa dari pengalaman dan pengamatan
mereka di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari (Suparno,
2005: 2). Flower (dalam Suparno, 2005: 5) menjelaskan bahwa
miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep,
penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,
kekacauan konsep yang berbeda, dan hubungan hirarki
konsep-konsep yang tidak benar.
Berg (dalam Febriyani, 2012: 9) menyatakan bahwa
miskonsepsi apabila konsep yang dimiliki siswa berbeda dengan konsep
yang telah ditetapkan oleh para ahli maka hal itu disebut dengan
miskonsepsi, namun jika konsep siswa tersebut hasil dari
persederhanaan atau simpulan dari konsep-konsep para ahli maka siswa
tidak dapat dikatakan miskonsepsi. Budi juga mengungkapkan salah
konsep dapat diartikan sebagai sebuah kesalahan terhadap
konsep-konsep yang terjadi apabila konsep-konsepsi seorang siswa berbeda dengan
konsep para ahli yang secara teoritis konsep tersebut dianggap benar
dan baku, dan secara objektif keilmuan konsepsi tersebut memang salah
(dalam Ramadhani, 2015: 17).
Misalnya terjadi miskonsepsi pada konsep gaya. Ada seseorang
mendorong suatu kereta, tetapi kereta itu tidak bergerak. Mereka
mengatakan bahwa tidak ada gaya yang bekerja pada kereta tersebut.
Anggapan tersebut ternyata salah bahwa jika tidak ada gaya yang
kereta tidak bergerak, tetap ada gaya yang bekerja namun gaya yang
diberikan kurang besar (Suparno, 2005: 15).
Berdasarkan pendapat dan contoh yang dijelaskan di atas dapat
disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan kesalahan konsep yang
dialami seseorang siswa yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah
yang telah ditetapkan para ahli.
b. Penyebab Miskonsepsi
Timbulnya miskonsepsi siswa disebabkan oleh berbagai hal.
Suparno (2005: 29) mengungkapkan secara garis besar, penyebab
terjadinya miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu:
siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Di bawah ini
peneliti akan menguraikan kelima penyebab miskonsepsi yaitu sebagai
berikut.
1) Siswa
Siswa merupakan penyebab paling banyak terjadinya
miskonsepsi. Suparno (2005: 34) mengungkapakan delapan hal
penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa yaitu sebagai
berikut.
a) Prakonsepsi atau konsepsi awal
Prakonsepsi adalah konsep awal yang dimiliki oleh siswa
tentang suatu konsep sebelum siswa tesebuat mendapat
pengajaran dari guru pembimbing. Prakonsepsi ini didapatkan
oleh siswa dari orangtua, teman, sekolah awal, dan pengalaman
pengalaman kehidupan sehari-hari yaitu tentang terbit dan
terbenamnya matahari. Siswa berpendapat bahwa matahari yang
mengeliling bumi karena matahari terbit dari timur, kemudian
berjalan di atas bumi, dan akhirnya terbenam di barat.
Miskonsepsi siswa tersebut bahwa mataharilah yang
mengelilingi bumi. Konsep yang diutarakan oleh siswa tersebut
salah, konsep yang benar yaitu bumi mengeliling matahari.
b) Pemikiran Asosiatif
Marshall dan Gilmour (dalam Suparno, 2005: 36)
mengungkapakan bahwa pengertian yang berbeda dari kata-kata
antara siswa dan guru juga dapat menyebabkan miskonsepsi.
Kata dan istilah yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran diasosiasikan lain oleh siswa, karena dalam
kehidupan mereka kata dan istilah itu mempunyai arti lain.
Asosiasi ini paling sering terjadi karena siswa sudah mempunyai
konsep tertentu dengan arti tertentu sebelum mengikuti
pembelajaran (Suparno, 2005: 36). Misalnya siswa
mengasosiasilkan gaya dangan aksi atau gerak. Siswa jika
mendorong sebuah kereta dan kereta tersebut tidak bergerak
sama sekali maka siswa beranggapan bahwa tidak ada gaya yang
dapat menggerakkan kereta tersebut. Konsep yang benar yaitu
kereta tersebut tetap terjadi gaya, hanya gaya tidak cukup kuat
c) Pemikiran Humanistik
Siswa kerap kali memandang semua benda dari
pandangan manusiawi (Gilbert, Watts, Osborne dalam Suparno,
2005: 36). Benda-benda dan situasi dipikirkan dalam term
pengalaman orang dan secara manusiawi. Tingkah laku benda
dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup, sehingga
tidak cocok (Suparno, 2005: 37). Misalnya miskonsepsi siswa
akan kekekalan energi. Seorang bila bekerja secara terus
menerus atau bermain secara terus menerus akan merasa lelah
dan lapar. Dari pengalaman sebagai manusia yang menjadi lapar
dan kehabisan energi bila terus bekerja, siswa beranggapan
bahwa kekekalan energi itu tidak mungkin terjadi. Energi yang
ada pasti berkurang dan lenyap. Siswa tidak mudah untuk keluar
dari pemikiran yang manusiawi ini (Suparno, 2005: 37).
d) Reasoning yang tidak lengkap/salah
Reasoning bisa disebut juga dengan penalaran. Comins
(dalam Suparno, 2005: 38) mengungkapakan miskonsepsi dapat
disebabkan oleh penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah.
Alasan yang tidak lengkap dapat disebabkan karena informasi
yang diperoleh atau data yang kurang lengkap. Alasan yang
kurang lengkap dan kurangnya informasi yang diperoleh
akibatnya siswa menarik kesimpulan secara salah dan
menyebabkan timbulnya miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi
kesimpulan atau mengeneralisasi. Kesalahan yang terjadi juga
karena siswa terlalu luas atau terlalu sempit membuat
generalisasi. Misalnya, siswa mengetahui bahwa bumi termasuk
planet, siswa tersebut menganggap bahwa semua planet yang
ada di tata surya kita sama seperti bumi. Berarti planet-planet
tersebut terdapat tumbuh-tumbuhan, air, gaya, gravitasi,
batu-batu keras, dan lain-lainnya.
e) Intuisi yang Salah
Suparno (2005: 38) mengungkapkkan bahwa intuisi adalah
suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan
mengungkap sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum
secara obyektif dan rasional diteliti. Intuisi yang salah dapat
mengakibatkan miskonsepsi jika intuisi diungkapakan secara
spontan tanpa ada penelitian atau pembuktian terlebih dahulu.
Misalnya, siswa sering melihat bahwa benda padat yang
dimasukkan kedalam air akan tenggelam. Maka secara spontan
bila dihadapkan pada persoalan apakah gabus akan tenggelam,
spontan siswa akan menjawab “ya”, karena gabus adalah benda
padat. Baru setelah dicoba, ternyata gabus itu mengapung.
f) Tahap perkembangan kognitif
Suparno (2005: 39) mengungkapkan bahwa perkembangan
kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti
dapat menjadi penyebab adanya miskonsepsi siswa. Siswa yang
mempelajari hal-hal yang abstrak sehingga siswa kesulitan
untuk memahami suatu konsep tersebut. Siswa pada tahap
operational concrete ini siswa bisa baru berpikir berdasarkan
hal-hal yang konkret atau nyata yang dapat dilihat dengan indra.
g) Kemampuan siswa
Siswa yang kurang berbakat atau kurang mampu dalam
mempelajari fisika dan memiliki inteligensi matematis-logis
kurang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memahami atau
menangkap konsep fisika. Meskipun guru telah
mengkomunikasikan secara pelan-pelan, buku teks ditulis
dengan benar sesuai dengan pengertian para ahli, namun
pengertian yang mereka tangkap dapat tidak lengkap dan bahkan
salah. Suparno (2005: 40) mengungkapkan bahwa kemampuan
siswa juga mempengaruhi terjadinya miskonsepsi.
h) Minat Belajar
Suparno (2005: 41) mengungkapkan bahwa minat siswa
terhadap fisika juga berpengaruh pada miskonsepsi. Seseorang
yang memiliki minat belajar yang rendah cenderung mempunyai
miskonsepsi yang tinggi daripada siswa yang memiliki minat
belajar yang tinggi. Siswa yang tidak berminat dalam belajar,
bila salah menangkap suatu bahan, sering kali siswa tidak
berminat mencari mana yang benar dan mengubah konsep yang
salah (Suparno, 2005: 42). Akibatnya, mereka akan lebih mudah
2) Guru/Pengajar
Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang
dibawa oleh seorang guru. Guru yang tidak menguasai bahan atau
materi tentang suatu konsep pembelajaran dan diajarkan kepada
siswa secara tidak benar, akan menyebabkan siswa mendapatakan
miskonsepsi. Konsep yang tidak benar tersebut akan ditangkap oleh
siswa dan menganggap konsep tersebut benar, maka siswa
memegang konsep itu kuat-kuat (Suparno, 2005: 42). Akibatnya,
miskonsepsi siswa sangat kuat dan sulit untuk diperbaiki.
3) Buku Teks
Buku teks merupakan sumber belajar bagi siswa. Buku teks
juga dapat menyebabkan miskonsepsi (Suparno, 2005: 44).
Terjadinya miskonsepsi pada buku teks ini dapat disebabkan oleh
penggunaan bahasa dalam buku tersebut sulit untuk dipahami
sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memahami bacaan
tersebut atau karena penjelasannya yang tidak benar. Banyak
penerbit buku menerbitkan buku teks berupa fiksi, misalnya saja
buku fiksi sains. Buku fiksi sains ini diterbitkan bertujuan untuk
menarik siswa dan membuat siswa senang membaca dan nantinya
akan senang mempelajarinya. Comins (dalam Suparno, 2005: 46)
mengungkapkan bahwa buku fiksi sains sangat baik, tetapi dalam
banyak hal dapat juga mnyesatkan dan memunculkan miskonsepsi
4) Konteks
a) Pengalaman
Pengalaman siswa dapat menyebabkan miskonsepsi.
Siswa dapat belajar dari pengalaman yang mereka dapatkan
dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman yang sudah
didapatkan akan membentuk sebuah konsep yang menurutnya
benar, namun konsep yang diperolehnya berbeda dengan
konsep dari para ahli.
b) Bahasa Sehari-hari
Miskonsepsei dapat terjadi dari bahasa sehari-hari.
Gilbert, Watts, Osborne (dalam Suparno, 2005: 48)
mengatakan beberapa miskosepsi datang dari bahasa
sehari-hari yang mempunyai arti lain dengan bahasa fisika. Misalnya,
dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan
istilah berat dan unit kg. Tetapi dalam fisika, berat adalah suatu
gaya, dan unit adalah newton. Mereka telah menggunakan
istilah itu di luar sekolah, maka sangat sulit untuk mengubah
pengertian telah tertanam tersebut.
c) Teman Lain
Siswa SD sangat senang belajar bersama teman-teman
kelompoknya. Siswa belajar bersama ketika mereka
mengerjakan PR besama dan melakukan praktikum. Di dalam
kelompok ketika belajar bersama sering ada beberapa orang
kelompok tersebut mempunyai miskonsepsi, maka jelas siswa
tersebut dapat mempengaruhi teman-temannya dalam
kelompok dalam hal miskonsepsi.
d) Keyakinan dan Ajaran Agama
Suparno (2005: 49) mengatakan bahwa keyakinan atau
agama dapat juga menjadi penyebab miskonsepsi. Keyakinan
ataupun ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering
membuat siswa tidak menerima penjelasan ilmu pengetahuan,
misalnya, soal penciptaan alam semesta. Beberapa siswa di
Universitas Maine (AS) memandang bahwa penciptaan alam
ini dibuat dalam 6 hari, bahwa lubang hitam itu digunakan
untuk menyedot roh-roh jahat; bahwa bumi ini data, dan
lain-lain. Dualisme gagasan yang dimiliki siswa yaitu gagasan
menurut ilmu dan gagasan menurut agama dapat menyebabkan
terjadinya miskonsepsi (Suparno, 2005: 49).
5) Metode Pembelajaran
Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih
yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti,
meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering
mempunyai dampak jelek, yaitu memunculkan miskonsepsi
(Suparno, 2005: 50). Dalam mengatasi hal tersebut guru perlu kritis
dengan metode yang digunakan dan tidak membatasi diri dengan
satu metode saja. Contoh metode yang sering digunakan oleh guru
kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan
gagasan, sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi,
terlebih pada siswa yang kurang mampu.
Contoh di atas merupakan metode yang digunakan oleh guru
saat mengajar. Guru sebaiknya selalu kritis dalam menggunakan
sebuah metode, karena setiap metode pengajaran memiliki
kelemahan sehingga dapat menyebabkan miskonsepsi siswa.
Kelemahan yang ada pada metode pembelajaran yang terlalu
banyak menyebabkan miskonsepsi, setiap guru perlu mengevaluasi
dan mengkritisi metode yang digunakan dalam pengajaran di
sekolah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan penyebab
miskonsepsi adalah siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode
pembelajaran. Miskonsepsi pada siswa dapat terjadi karena konsep
awal yang didapatkan yang berasal dari pengalaman-pengalaman
kehidupannya sebelum mereka mendapat pembelajaran disekolah.
Miskonsepsi pada guru dapat terjadi karena guru yang tidak
menguasai bahan atau materi tentang suatu konsep pembelajaran
dan diajarkan kepada siswa secara tidak benar, sehingga siswa
menganggap konsep yang diberikan oleh gurunya benar.
Miskonsepsi pada buku teks dapat terjadi karena penggunaan
bahasa dalam buku tersebut sulit untuk dipahami sehingga siswa
mengalami kesulitan dalam memahami bacaan tersebut atau karena
terjadi karena siswa memiliki dualisme gagasan yaitu gagasan
menurut ilmu dan gagasan menurut agama. Miskonsepsi pada
metode pembelajaran dapat terjadi karena guru mengajar dengan
metode yang sulit dipahami oleh siswa.
c. Mendeteksi Miskonsepsi
Suparno (2005: 121-128) menjelaskan enam cara untuk
mendeteksi miskonsepsi. Keenam cara tersebut akan diuraikan di
bawah ini.
1) Peta Konsep (Concept Maps)
Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi
miskonsepsi pada siswa. Peta konsep yang mengungkapkan
hubungan berarti antara konsep-konsp dan menekankan
gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat
mengungkap miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta
konsep tersebut (Novak & Gowin, dkk dalam Suparno, 2005: 121).
Feldsine dan Flower (dalam Suparno, 2005: 122) mengungkapkan
bahwa peta konsep adalah alat yang baik untuk mengidentifikasi,
baik kerangka alternatif atau miskonsepsi. Cara mendeteksi
miskonsepsi pada siswa dengan menggunakan peta konsep ini lebih
baik peta konsep ini digabung dengan wawancara klinis (Suparno,
2005: 121).
2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Mendeteksi miskonsepsi dengan menggunakan tes pilihan
dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban tersebut. Penelitian
ini menggunakan pilihan ganda dan dua pilihan (pilihan yakin
benar dan tidak yakin benar). Dua pilihan tersebut digunakan
peneliti untuk mengetahui apakah siswa yakin atau tidak dengan
jawaban yang merka pilih.
3) Tes Uraian Tertulis
Tes uraian tertulis ini dapat digunakan sebagai alat untuk
mendeteksi miskonsepsi siswa. Hasil tes menggunakan tes uraian
ini dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa dan dalam
bidang apa. Setelah ditemukan miskonsepsinya, dapatlah beberapa
siswa diwawancarai untuk lebih mendalami, mengapa mereka
mempunyai gagasan seperti itu. Hasil wawancara itulah akan
kentara dari mana miskonsepsi itu dibawa.
4) Wawancara Diagnosis
Wawancara berdasarkan beberapa konsep tertentu dapat
dilakukan juga untuk melihat konsep alternatif atau miskonsepsi
pada siswa (Suparno, 2005: 126). Peneliti dapat menggunakan cara
wawancara ini dengan memilih beberapa konsep tertentu yang
diperkirakan sulit dimengerti oleh siswa atau konsep yang pokok
yang akan diajarkan. Kegiatan wawancara ini mengajak siswa
untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep
di atas. Melalui kegiatan ini dapat mengetahui konsep alaternatif
yang ada dan sekaligus peneliti menanyakan dari mana mereka
5) Diskusi dalam kelas
Melalui diskusi di dalam kelas siswa diminta untuk
mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah
diajarkan atau yang hendak diajarkan. Melalui diskusi tersebut
dapat dideteksi apakah gagasan yang diutarakan oleh siswa tepat
atau tidak. Kegiatan diskusi ini peneliti dapat mengetahui apakah
terjadi miskonsepsi atau tidak.
6) Praktikum dengan Tanya Jawab
Praktikum dengan tanya jawab antara guru dengan siswa
dengan melakukan praktikum dapat digunakan untuk mendeteksi
apakah siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep praktikum
itu atau tidak (Suparno, 2005: 128). Selama praktikum sebaiknya
guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa
menjelaskan persoalan-persoalna dalam praktikum tersebut.
Melalui praktikum ini siswa dapat belajar suatu konsep dan
menemukan konsep sendiri. Konsep yang ditemukan oleh siswa
tersebut ditanyakan kepada guru apakah konsep yang mereka
dapatkan melalui praktikum tersebut benar atau salah.
4. Hakikat IPA a. Pengertian IPA
Wonorahardjo (2010: 11) mengungkapkan bahawa Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut dengan singkat sebagai ilmu
sains. Sains (Inggris: science) berasal dari kata latin “scientia” yang
pengertian, paham yang benar dan mendalam. Sains atau ilmu
mempunyai makna yang merujuk ke pengetahuan yang berada dalam
sistem berpikir dan konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang
mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja. Makna
sains mengalami perluasan sehingga sains digunakan merujuk ke
pengetahuan mengenai alam.
Samatowa (2011: 3) mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan
alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu
natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan
dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science itu dapat
disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari gejala-gejala alam yang berada dalam sistem berpikir dan
konsep teoritis.
b. Fungsi IPA
Ilmu pengetahuan alam atau sains secara pragmatis dapat
ditinjau menurut fungsi-fungsinya. Wonorahardjo (2010: 12-14)
mengutarakan ada beberapa fungsi pokok sains yang dikumpulkan
dari para pelaku, pengguna, dan pemirsa sains yaitu : sains membantu
berpikir dalam pola sistematis, Sains dapat menjelaskan gejala alam
digunakan untuk meramalkan gejala alam yang akan terjadi
berdasarkan pola gejala alam yang dipelajari, sains digunakan untuk
menguasai alam dan mengendalikannya demi kepentingan manusia,
dan sains digunakan untuk melestarikan alam karena sumbangan
ilmunya mengenai alam. Fungsi IPA yang disampaikan dapat
disimpulkan bahwa IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan
tentang gejala-gejala alam sehingga manusia dapat mempelajarinya
untuk dapat mengetahui dan mengendalikan alam agar selalu lestari.
c. Perlunya IPA Diajarkan di Sekolah
IPA sangat perlu diajarkan di sekolah. Banyak alasan yang
menyebabkan IPA perlu diajarkan di sekolah dan dimasukkan ke
dalam kurikulum suatu sekolah. Samatowa (2011: 4) menyampaikan
empat alasan perlunya IPA diajarkan di sekolah yakni: a) IPA
berfaedah bagi suatu bangsa, karena IPA merupakan dasar teknologi
bahkan IPA sebagai tulang punggung suatu bangsa sehingga IPA
dijadikan tolak ukur untuk kemajuan sutau bangsa di dunia ini, tidak
adanya ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam secara
luas mungkin di dunia ini tidak ada orang yang menjadi insinyur yang
baik ataupun dokter yang baik. b) IPA merupakan suatu mata
pelajaran yang memberikan kesempatan berfikir kritis, misalkan siswa
diberikan suatu masalah, siswa akan memecahkan masalahnya itu
sendiri sehingga siswa dapat mengetahui suatu pengetahuan yang
didapatkannya sendiri, namun perlu diberi arahan dan peneguhan dari
dilakukan sendiri, maka IPA tidak merupakan mata pelajaran yang
bersifat hafalan. d) Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai
pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk
kepribadian anak secara keseluruhan.
IPA merupakan dasar teknologi dan sebagai tolak ukur kemajuan
suatu bangsa. IPA sangat perlu diajarkaan di sekolah demi
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat
meningkatkan kemajuan suatu bangsa. IPA juga mempunyai
nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk
kepribadian sehingga anak akan mempunyai kepedulian terhadap alam
semesta agar tetap lestari.
5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2
Materi pembelajaran IPA di kelas V semester 2 merupakan materi
yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti akan menguraikan materi
yang digunakan yakni sebagai berikut:
a. Gaya
Gaya dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya,
ada seseorang mengendari sepeda dan di depannya ada seekor kucing,
seorang tersebut mengerem sepedanya dan berhenti. Sepeda tersebut
dapat berhenti karena adanya gaya gesek. Haryanto (2004: 102)
mengatakan bahwa benda bergerak karena ada gaya yang berkerja pada
benda tersebut. Yousnelly dkk (2010: 78) menyampaikan macam-macam
gravitasi, gaya gesek, dan gaya magnet. Ketiga gaya tersebut akan
diuraikan sebagai berikut.
1) Gaya Gravitasi
Gambar 2.1 Seorang anak sedang melempar bola ke atas
Sumber: Sulistyanto dan Wiyono (2008: 98)
Sulistyanto dan Wiyono (2008: 98) mengatakan bahwa gravitasi
adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang
mempunyai massa di alam semesta. Gravitasi menyebabkan benda
bergerak ke bawah. Buah yang jatuh dari pohonnya, air yang mengalir
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, dan bola yang dilempar
ke atas akan kembali jatuh ke tanah merupakan beberapa pristiwa yang
menunjukkan bahwa gravitasi menyebabkan benda bergerak ke bawah.
2) Gaya Gesek
Gambar 2.2 Seseorang yang mendorong kardus terjadi gaya gesek
Sumber: Azmiyawati (2008: 84)
Azmiyawati dkk (2008: 84) menjelaskan gaya gesek
benda saling bersentuhan. Misalnya ketika kamu mendorong kardus
terjadi gesekan antara permukaan kardus dengan lantai. Gaya
gesekan tersebut akan menghambat gerakan kardus.
3) Gaya Magnet
Magnet dibedakan menjadi dua macam berdasarkan cara
terbentuknya. Magnet tersebut yaitu magnet alam dan magnet
buatan. Magnet alam terjadi secara alami, contohnya magnet bumi.
Magnet buatan merupakan magnet yang sengaja dibuat. Ada
beberapa bentuk magnet buatan, misalnya magnet batang, tabung
(silinder), jarum, huruf U, dan magnet berbentuk ladam (tapal kuda).
Gambar 2.3 Bentuk-bentuk magnet
Sumber: Azmiyawati (2008: 91)
Gaya magnet dapat menyebabkan tertariknya benda-benda di
sekitarnya. Magnet mempunyai dua kutub. Pada keadaan bebas,
magnet akan selalu menunjuk ke arah utara dan selatan. Ujung
magnet yang mengarah ke utara disebut kutub utara, sedangkan
ujung magnet yang mengarah ke selatan disebut kutub selatan.
Biasanya kedua ujung magnet diberi warna yang berbeda untuk
b. Pesawat Sederhana
Benda-benda yang digunakan manusia untuk
mempermudah pekerjaannya disebut pesawat sederhana (Haryanto,
2004: 102). Misalnya saja ketika seorang tukang kayu yang ingin
mencabut paku menggunakan tang agar mudah untuk mencabut paku
tersebut. Hal ini merupakan contoh alat yang sering digunakan
manusia untuk memudahkan pekerjaannya. Yousnelly dkk (2010:
93) menyampaikan bahwa pesawat sederhana dikelompokkan
menjadi empat jenis yaitu pengungkit atau tuas, bidang miring,
katrol, dan roda.
1) Pengungkit atau tuas
Pengungkit atau tuas termasuk pesawat sederhana yang
digunakan untuk mengungkit benda yang berat (Yousnelly dkk,
2010: 93). Haryanto (2004: 120) menyampaikan tuas
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu golongan pertama,
kedua, dan ketiga. Tiga golongan tersebut didasarkan pada tiga
macam posisi dari kuasa, beban, dan tumpu.
a) Golongan Pertama
Gambar 2.4 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan I
Tuas pada golongan pertama, posisi titik tumpu
berada di antara beban dan kuasa. Contohnya:
jungkat-jungkit, gunting, palu, linggis, dan lain sebagainya.
b) Golongan Kedua
Gambar 2.5 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan II
Sumber: Azmiyawati (2008: 99)
Tuas pada golongan kedua, posisi titik beban berada
diantara titik kuasa dan titik tumpu. Contohnya: gerobak
pasir dan alat pemecah buah atau biji.
c) Golongan Ketiga
Gambar 2.6 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan III
Sumber: Azmiyawati (2008: 100)
Tuas pada golongan ketiga, posisi kuasa berada di
antara titik beban dan titik tumpu. Contohnya: sekop tanah,
pinset, dan penjepit es.
2) Bidang Miring
Yousnelly dkk (2010: 93) mengatakan bahwa bidang
alat yang permukaannya dibuat miring. Tujuan bidang miring
adalah untuk mempermudah seseorang memindahkan atau
menggerakkan sesuatu benda. Contoh dalam kehidupan
sehari-hari dengan memanfaatkan prinsip bidang miring yaitu jalan di
pegunungan yang berliku-liku, papan yang dimiringkan, baji,
sekrup, pisau, pahat, dan lain sebagainya.
3) Katrol
Gambar 2.7 Macam-macam katrol
Sumber: Azmiyawati (2008: 100)
Haryanto (2004: 127) menyampaikan bahwa katrol
merupakan suatu roda berporos yang berputar pada porosnya.
Menggunakan katrol benda-benda berat dapat terangkat dengan
mudah. Katrol memiliki beberapa jenis yaitu katrol tetap, katrol
bebas, dan katrol majemuk.
4) Roda
Pesawat sederhana yang dapat membantu manusia dalam
memindahkan suatu barang dengan mudah dapat menggunakan
Roda. Penggunaan roda saat memindahkan benda sangat