• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTURAL LEGENDA SI SAMPURAGA DAN LEGENDA SI MARDAN: KAJIAN SASTRA BANDINGAN SKRIPSI NURHIDAYAH NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS STRUKTURAL LEGENDA SI SAMPURAGA DAN LEGENDA SI MARDAN: KAJIAN SASTRA BANDINGAN SKRIPSI NURHIDAYAH NIM"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTURAL LEGENDA SI SAMPURAGA DAN LEGENDA SI MARDAN: KAJIAN SASTRA BANDINGAN

SKRIPSI

NURHIDAYAH

NIM. 160703008

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tidak pernah berhenti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah : “ Analisis Struktural Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan : Kajian Sastra Bandingan”.

Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, penulis memaparkan rincian sistematika penulisan dimulai dari bab I merupakan pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II merupakan kepustakaan yang relevan dan landasan teori. Bab III merupakan metode penelitian yang teridiri atas : metode dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Bab IV yaitu pembahasan.

Dan pada bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, penuli mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis. Terima kasih.

Medan, Oktober 2020 Penulis,

Nurhidayah 160703008

(4)

HATA PAJOLO

Tarimokasi ma pajolo hu dokkon tu Allah SWT na madung mangalehen holong na so marnaso sampe sidung skripsi on. Judul ni skripsi on : “ Analisis Struktural Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan : Kajian Sastra Bandingan”.

Aso momo mangarti isi ni skripsi on dipatorang panyurat do sian bindu I, ima pendahuluan, dison muse dipatorang do latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dohot manfaat penelitian. Bindu II imai kepustakaan yang relevan dohot landasan teori. Bindu III imai metode penelitian, dohot buse mai metode dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data. Bindu IV pembahasan. Bindu V kesimpulan dan saran.

Di bagasan panyurat ni skripsion bahat dope hurangna, harani ibuse ma panyurat mangido pandapot sanga pe hatorangan sian pambaca aso muli pade skripsion.

Anggiat ma nian skripsion marguna tu pambaca sanga pe tu panyurat.

Medan, Sipaha Sampulu 2020 Panyurat,

Nurhidayah 160703008

(5)

Htpjolo

trimoksihmpjoloHdokkon\Tal\lh\nmD^m<lehen\holong\n somr\nsosm\pesiD^sikirip\sion\JDl\nisikirip\sionanlisis

\stRk\Trl\legen\dsm\Prgdn\simr\dn\kjian\ss\trbn\di<n\

asomomom<r\tiisinisikirip\siondiptor^pNrt\dosianbi n\Dsdimpen\dHLan\dison\Msemdoptor^doltr\belk^RMsn\mslh\

Tjan\dohotmm\fat\penelitian\binDDaImIkePs\tkan\y^relepn

\dohotln\dsn\teaoribinDtoLImImetodepenelitian\metodedsr

\loksipenelitian\Sm\ber\dtpenelitian\In\tRmen\penelitia n\metodepe>m\Pln\dtmetodeanalisis\dtbinDaop\pem\bhsn\bi nDlimkesim\Pln\dn\srn\

dibgsn\pNrt\nisikirip\sionbht\dopeHr^nharaniIBsemp Nrt\m<idopn\dpots<pehtor<n\sian\pm\bcasoMlipadeskrip\si aon\Mdh\Mdhn\sikirip\siaonmr\GnTpm\bcs<p^TpNrt\

medn\ 2021

pNrt\

Nr\hidyh\

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Struktural Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan : Kajian Sastra Bandingan”. Banyak pihak yang membantu penulis dalam melakukan penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih banyak kepada :

1. Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, beserta jajarannya.

2. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya.

3. Drs. Flansius Tampubolon, M,Hum, selaku Sekretaris Program Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya.

4. Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan ilmu, materi, waktu, tenaga demi membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Ramlan Damanik, M.Hum, selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, ilmu, saran, dan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

7. Risdo Saragih S.S selaku admin di Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

(7)

8. Orang tua penulis, yakni Masriani Siregar S.pd dan Usulluddin Harahap, terima kasih sudah berjuang. Dan saudara saya Hendra Harahap dan Hendri Harahap.

9. Kepada suami saya Pandapotan Siregar dan putri saya Raisa Salsabila Siregar.

10. Kepada mertua saya Dompak Siregar dan Nurlian Harahap.

11. Deliana Ritonga, wanita terhebat dalam hidup saya, sehatlah selalu semesta menyertaimu.

12. Kepada sahabat penulis Maria Kristin Hutasoit, Sintia hutagalung, Irna Sulastri, Gamaliel simbolon, Alben Parulian Siregar, dan kawan-kawan stambuk 2016.

13. Kepada Anggi Lestari, Laila Maharani, Elsy Fahira, Dijak Siregar, Winda oktari, dan Ramadansyah. Bukan klengkeng-klengkeng forever.

14. Kepada abangda dan kakanda stambuk 2015 dan adik-adik stambuk 2016 yang sudah memberikan bantuan kepada penulis.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kepustakaan yang Relevan ... 5

2.2 Landasan Teori ... 7

2.2.1 Teori Sastra Bandingan ... 7

2.2.2 Teori struktural ... 8

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Metode Dasar ... 17

3.2 Lokasi Penelitian ... 17

3.3 Sumber Data Penelitian ... 18

3.4 Instrumen Penelitian ... 18

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 19

3.6 Metode Analisis Data ... 19

BAB IV PEMBAHASAN ... 21

4.1 Legenda Si Sampuraga ... 21

(9)

4.2 Analisis unsur instrinsik Legenda Si Sampuraga ... 24

4.2.1 Tema Legenda Si Sampuraga ... 24

4.2.2 Tokoh dan Penokohan Legenda Si Sampuraga ... 25

4.2.3 Alur Legenda Si Sampuraga ... 28

4.2.4 Latar Legenda Si Sampuraga ... 31

4.2.5 Sudut Pandang Legenda Si Sampuraga ... 34

4.2.6 Amanat Legenda Si Sampuraga ... 35

4.3 Legenda Si Mardan ... 35

4.4 Analisis unsur instrinsik Legenda Si Mardan ... 38

4.4.1 Tema Legenda Si Mardan ... 38

4.4.2 Tokoh dan Penokohan Legenda Si Mardan ... 39

4.4.3 Alur Legenda Si Mardan ... 40

4.4.4 Latar Legenda Si Mardan ... 43

4.4.5 Sudut Pandang Legenda Si Sampuraga ... 46

4.4.6 Amanat Legenda Si Mardan ... 47

4.5 Analisis Perbandingan Legenda Si Sampuraga dan Si Mardan . 47 4.5.1 Analisis Perbandingan Tema Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan ... 47

4.5.2 Analisis Perbandingan Tokoh dan Penokohan Legenda Si Sampuraga dan Si Mardan ... 47

4.5.3 Analisis Perbandingan Alur Legenda Si Sampuraga dan Si Mardan ... 48

4.5.4 Analisis Perbandingan Latar Legenda Si Sampuraga dan Si Mardan ... 48

(10)

4.5.5 Analisis Perbandingan Sudut Pandang Legenda Si

Sampuraga dan Si Mardan ... 49

4.5.6 Analisis Perbandingan Amanat Legenda Si Sampuraga dan Si Mardan ... 49

4.6 Tabel perbandingan Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 58

(11)

ABSTRAK

Legenda merupakan cerita tentang sejarah suatu peristiwa pada masa lampau dan dipercaya oleh beberapa masyarakat, sejak zaman dahulu dan diwariskan secara turun temurun. Banyak legenda di Indonesia yang memliki kemiripan tema.

Peneliti memilih legenda Si Sampuraga dari Mandailing dan Si Mardan dari Tanjung Balai untuk dibandingkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan unsur instrinsik dari kedua legenda, dan mebandingkannya baik itu dari persamaan ataupun perbedaan. Metode yang digunakan peneliti adalah metode struktural untuk menganalisis unsur-unsur instrinsik kedua legenda dan metode sastra bandingan untuk menganalisis perbedaan dan persamaan dari kedua legenda tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah adanya persamaan dari kedua legenda tersebut dan adanya perbedaan dari kedua legenda tersebut,

Kata kunci : Legenda, Unsur Instrinsik, Sastra Bandingan.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumatera Utara memiliki beragam etnis yang kaya akan budaya. Setiap etnis memiliki ciri khas dan kebudayaan masing-masing. Adapun etnis tersebut adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak PakPak Dairi, Batak Angkola Mandailing, Nias dan juga Melayu dan masih banyak lagi etnis-etnis yang mendiami wilayah Sumatera Utara. Setiap etnis-etnis ini memiliki tradisi lisan berupa cerita rakyat diwariskan secara turun temurun hingga sampai saat ini, salah satu jenis cerita rakyat adalah legenda.

Legenda merupakan salah satu bagian dari foklor, berupa cerita tentang suatu peristiwa tertentu yang dianggap benar-benar terjadi pada masa lampau oleh, beberapa masyarakat, peristiwa tersebut berhubungan dengan sejarah (Danandjaja 1984:66). Sebagai bagian dari sastra lisan legenda juga merupakan salah satu contoh karya sastra berupa cerita murni yang lahir dari masyarakat itu sendiri. Sebuah karya sastra memiliki unsur instrinsik maupun ekstrinsik yang perlu diperhatikan dalam menangkap makna dalam sebuah karya sastra tersebut.

Legenda yang lahir dari milik masyarakat mempunyai hubungan sejarah antar zamannya, hubungan kesejarahan yang dimaksud itu berupa perbandingan yang mencakup persamaan dan perbedaan. Oleh karena itu legenda dapat dikaji dari sudut sastra bandingan.

(13)

Berdasarkan hal tersebut, disadari atau tidak banyak legenda yang memiliki kemiripan, baik itu dari judul yang sama tetapi memiliki versi yang berbeda disetiap daerah. Maupun judul yang berbeda tetapi memiliki kemiripin tema, struktur cerita dan unsur-unsur pembentuk cerita.

Danandjaja (1986:56) pada dasarnya persamaan unsur – unsur dalam cerita dikarenakan adanya dua kemungkinan, yakni : (1) monogesis yaitu suatu penemuan diikuti proses difusi (diffussion) atau penyebaran. (2) polygenesis, yang disebabkan oleh penemuan-penemuan yang sendiri (independent invention) atau sejajar (parallel invention) dari motif-motif yang sama, di tempat-tempat yang berlainan serta dalam masa yang berlainan maupun bersamaan.

Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengkaji sastra bandingan pada cerita rakyat yang berasal dari Sumatera Utara. Karena penulis banyak membaca dan mendengar legenda yang ada di Sumatera Utara, dan penulis menemukan banyak legenda yang memiliki judul yang sama hanya saja memiliki versi yang berbeda, dan juga banyak cerita rakyat memiliki kemiripan tema. Dari sekian banyak legenda tersebut penulis memilih membandingkan legenda Si Sampuraga dan Si Mardan. Kedua legenda tersebut berasal dari wilayah yang berbeda yaitu cerita rakyat Si Sampuraga berasal dari Mandailing sedangkan Si Mardan berasal dari Tanjung Balai. Walaupun kedua legenda ini berasal dari daerah yang berbeda tetapi memiliki kemiripan tema, yaitu anak yang durhaka kepada ibu kandungnya.

Pada skripsi ini juga penulis hanya ingin melakukan pengkajian persamaan dan perbedaan unsur instrinsik legenda Si Sampuraga dan Si Mardan menggunakan teori struktural dan sastra bandingan.Unsur instrinsik meliputi

(14)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah ini dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Unsur-unsur instrinsik apa saja yang terdapat dalam Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan ?

2. Apa saja perbedaan unsur instrinsik Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan ?

3. Apa saja persamaan unsur instrinsik Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan.

2. Mendeskripsikan perbedaan unsur instrinsik Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan.

3. Mendeskripsikan persamaan unsur instrinsik Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan.

(15)

1.4 Manfaat penelitian

Secara umum sebuah penelitian haruslah dapat memberikan suatu manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapakan memberikan pengetahuan dan menambah wawasan khususnya bagi mahasiswa sastra batak dalam memahami teori sastra bandingan dan teori struktural yang terdapat dalam Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan bagi peneliti- peneliti yang ingin mengembangkan penelitian tentang Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapan dapat menambah wawasan bagi peneliti, tenaga pendidik dan bagi masyarakat.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi para pembaca untuk mengetahui perbedaan dan persamaan Legenda Si Sampuraga dan Legenda Si Mardan.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan judul skripsi ini. Buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku Metedologi Sastra Bandingan karangan Suwardi Endaswara dan. Selain itu penulis juga menggunakan buku Teori Pengkajian Fiksi karangan Burhan Nurgiyantoro, skripsi, jurnal dan karya ilmiah lainnya unruk mendukung penelitian penulis.

Adapun tinjauan pustaka yang memiliki kontribusi terhadap penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Saidah Lubis (2018) skripsi, Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dengan judul Pesan-pesan Dakwah dalam Cerita Rakyat Sampuraga Untuk Pembinaan Akhlak Anak Terhadap Orangtua di Desa Sirambas Kab. Mandailing Natal. Skripsi ini memberikan kontribusi kepada penulis sebagai rujukan tambahan mengenai cerita legenda Si Sampuraga.

2. Penelitian oleh Nur Afni Tanjung (2018) skripsi, Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universita Sumatera Utara dengan judul Nilai Pendidikan Karakter dalam Legenda Si Mardan Anak Durhaka dan Implikasinya Terhadap Siswa SMP Negeri 12 Tanjung Balai. Kontribusi penelitian ini kepada penulis sebagai rujukan tambahan mengenai cerita legenda Si Mardan.

(17)

3. Penelitian oleh Yosua Viktor Purba (2014) skripsi, Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul Perbandingan Legenda Putri Hijau Dalam Masyarakat Karo Dengan Masyarakat Melayu : Tinjauan Struktural. Penelitian ini memberikan kontribusi kepada penulis dalam mengkaji teori struktural dan unsur- unsur instrinsik dalam suatu cerita. Dalam skripsi ini juga terdapat perbandingan dari Legenda Putri Hijau dalam Masyarakat Karo dan Melayu sehingga penulis lebih mudah memahami perbedaan dan persamaan dalam cerita rakyatataupun legenda..

4. Penelitian oleh Docma Great Faith Nababan (2019) skripsi, Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul Legenda Tao Silosung dan Legenda Lau Kawar : Kajian Sastra Bandingan. Skripsi ini mengkaji secara lengkap tentang sastra bandingan dan teori intertekstual dalam sebuah cerita atau legenda.

Penelitian ini memberikan kontribusi kepada penulis dalam mengkaji sastra bandingan, dan memberikan pengetahuan tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam sebuah cerita atau legenda.

5. Penelitian oleh Tio Krisnawati Novega (2017) skripsi, Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro dengan judul Perbandingan Cerita Rakyat Jepang Ama No Hagomoro dan Cerita Rakyat Indonesia Jaka Tarub Kajian Struktural. Skripsi ini memberikan kontribusi dalam mengakaji teori struktural dalam suatu karya sastra.

(18)

2.2 Landasan Teori

Penulis memilih dua landasan teori untuk skripsi ini, yaitu menggunakan teori sastra bandingan oleh Suwardi Endaswara dan teori struktural oleh Burhan Nurgiyantoro.

2.2.1 Teori Sastra Bandingan

Sastra bandingan merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang ada dalam ilmu sastra. Pendekatan sastra bandingan pertama kali muncul di Eropa awal abad ke-19. Dalam sastra bandingan, perbedaan dan persamaan yang ada dalam sebuah karya sastra merupakan objek yang akan dibandingkan.

Menurut Endraswara (2011) sastra bandingan adalah sebuah studi teks across cultural. Studi ini merupakan upaya interdisipliner, yakni lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan tempat. Dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode yang berbeda. Sedangkan konteks tempat, akan mengikat sastra bandingan menurut wilayah geografis sastra. Konsep ini mempresentasikan bahwa sastra bandingan memang cukup luas. Bahkan, pada perkembangan selanjutnya, konteks sastra bandingan tertuju pada bandingan sastra dengan bidang lain. Bandingan semacam ini, guna merunut keterkaitan antar aspek kehidupan.

Menurut Endraswara (2011:163) objek berkaitan dengan muatan apa yang terdapat dalam sastra, yang dominan dan layak dibandingkan dapat terkait dengan tema, tokoh, aspek sosial, kecerdasann emosi dan sebagainya.

Endraswara (2011:3) mengatakan bahwa penelitian sastra bandingan dapat dilakukan dengan mengambil hanya dua karya sastra, sekalipun dalam lingkup

(19)

yang sama, misalnya sastra Jawa dengan sastra Sasak, sastra Jawa dengan sastra Bali, atau sebaliknya. Selain itu sastra bandingan bisa mencakup penelitian hubungan karya sastra dengan berbagai bidang di luar kesusastraan, seperti ilmu pengetahuan, agama, dan karya seni lain.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada batasan ataupun patokan dalam objek yang dijadikan kajian dalam satra bandingan biarlah peneliti yang lebih kreatif menemukan kebaharuan. Apapun boleh dijadikan kajian yang terpenting adalah adanya kesamaan dan perbedaan diantara bahan yang dijadikan penelitian. Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra perbandingan adalah studi sastra yang membandingkan dua buah karya sastra atau lebih. Karya sastra yang diperbandingkan bisa berupa sastra tulis maupun sastra lisan.

Tujuan utama sastra bandingan adalah untuk menghapus pandangan sempit dan menghilangkan anggapan bahwa suatu karya sastra leih baik dari satu karya sastra lainnya, karena karya sastra akan meluaskan wawasan seseorang mengenai hasil budaya berbagai daerah atau bangsa dan menambah pemahaman tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam karya sastra tersebut.

2.2.2 Teori Struktural

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori struktural yang dipaparkan oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul teori pengkajian fiksi untuk menelaah unsur-unsur instrinsik dalam legenda Si Sampuraga dan legenda Si Mardan. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

(20)

sendiri (Nurgiyantoro 1995:23). Unsur intrinsik terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat.

1. Tema

Tema adalah makna yang dikandung dalam sebuah cerita.

(Nurgiyantoro:1995) mengatakan tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.

(Nurgiyantoro, 1995:67) untuk menentukan makna pokok sebuah cerita, kita perlu memiliki kejelasan pengertian tentang makna pokok ,atau tema itu sendiri. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait dengan masalah kehidupan. Tema adalah masalah pokok atau gagasan sentral yang mendasari sebuah cerita atau karya sastra. Tema ditentukan sebelum penciptaan karya satra. Tema dapat ditangkap setalah kita membaca seluruh bagian dari cerita.

Nurgiyantoro (2007: 225) mengatakan bahwa makna cerita dalam sebuah karya fiksi novel mungkin saja lebih dari satu atau lebih tepatnya lebih dari satu interpretasi. Hal inilah yang menyebabkan tidak mudahnya kita untuk menentukan tema pokok cerita atau tema mayor, artinya makna

(21)

pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu.

Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan cerita bukan makna yang hanya terdapat pada bagian- bagian tertentu saja. Makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita dapat diidentifikasi sebagai makna bagian makna tambahan.

Makna tambahan inilah yang dapat disebut sebagai tema tambahan atau tema minor. Makna tambahan bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, terpisah dari makna pokok cerita yang bersangkutan berhubung sebuah novel yang jadi merupakan satu kesatuan. Makna pokok cerita bersifat merangkum berbagai makna khusus, makna tambahan yang terdapat pada karya itu atau sebaliknya makna tambahan itu bersifat mendukung dan atau mencerminkan makna utama keseluruhan cerita.

2. Tokoh atau Penokohan

Tokoh adalah individu yang mengalami peristiwa atau berlaku dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh memiliki sifat tertentu

dengan peran yang dilekatkan padanya oleh

pengarang.(Nurgiyantoro,1995:20) Tokoh cerita (character),adalah orang- orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Tokoh cerita dalam suatu karya fiksi bila dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah

(22)

tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain (Nurgiyantoro, 1995:177).

Pemunculan tokoh tambahan dalam keselurahan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung.

Nurgiyantoro (1995:177) mengatakan bahwa pemunculan tokoh- tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra naratif atau fiksi dibedakan menjadi teknik ekspositoris, atau teknik analitik dan teknik dramatik.

Teknik analitik adalah pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbelit-belit melainkan langsung mendeskripsikan sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau ciri fisiknya.

Teknik dramatik merupakan pelukisan tokoh dilakukan secara tidak langsung. Pengarang tidak mendeskripsikan secara langsung sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh cerita melainkan dengan aktivitas atau tindakan verbal melalui kata-kata (percakapan dan kata-kata dalam

(23)

pikiran), tindakan nonverbal atau tindakan fisik, dan melalui setiap peristiwa yang dialami oleh tokoh tersebut atau mengacu pada latar.

3. Alur

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur. Plot atau alur adalah rangkaian peristiwa yang tersaji secara berurutan sehingga membentuk sebuah cerita. Plot atau alur merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah dalam suatu cerita.

Peristiwa yang muncul pada plot adalah peristiwa yang disebabkan oleh lakuan tokoh-tokohnya. Adanya perbedaan antara cerita dengan plot, mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artisik tertentu.

Jalannya peristiwa yang membentuk sebuah cerita terjadi dalam sebuah struktur atau urutan waktu. Dalam mengurutkan susunan tersebut dikenal tiga jenis alur yakni alur maju (kronologis) dan alur mundur (flashback), serta alur campuran atau gabungan. (Nurgiyantoro, 1995: 153- 156).

Alur maju (kronologis) menurut Nurgiyantoro (1995:153) yaitu apabila pengarang dalam mengurutkan peristiwa-peristiwa itu menggunakan urutan waktu maju dan lurus. Artinya peristiwa-peristiwa

(24)

itu diawali dengan pengenalan masalah dan diakhiri dengan pemecahan masalah. Nurgiyantoro (1995:154) menjelaskan bahwa Alur mundur (flashback) yaitu apabila pengarang mengurutkan peristiwa-peristiwa itu tidak dimulai dari peristiwa awal, melainkan mungkin dari peristiwa tengah atau akhir. Nurgiyantoro (1995: 155) menjelaskan alur campuran yaitu apabila cerita berjalan secara kronologis namun sering terdapat adegan-adegan sorot balik.

4. Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial.

Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro, 1995:227).

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tepat tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, kota kecematan, dan sebagainya.

(25)

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah

“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Masalah waktu dalam karya naratif, dapat bermakna ganda di satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita.

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

(26)

Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (1995: 256) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sudut pandang persona ketiga: dia dan sudut pandang persona pertama: aku.

Berikut penjabaran tentang sudut pandang tersebut.

1) Sudut Pandang Persona Ketiga “Dia”

Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah penceritaan yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan menyebutkan nama-nama tokoh atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan mereka.

2) Sudut Pandang Persona Pertama “Aku”

Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti “dia” pada sudut pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut pandang ini kemahatahuan pengarang terbatas. Pengarang sebagai

“aku” hanya dapat mengetahui sebatas apa yang bisa dia lihat, dengar, dan rasakan berdasarkan rangsangan peristiwa maupun tokoh lain (Nurgiyantoro, 1995: 262).

6. Amanat

Amanat merupakan pesan atau hikmah yang dapat diambil dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun panduan hidup.

Melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan yang diamanatkan (Nurgiyantoro, 1995:322).

(27)

Amanat sering juga disebut dengan pesan, pesan moral dari pengarang untuk pembaca. Pesan moral ini umumnya berupa nilai-nilai baik yang bisa dijadikan teladan atau contoh bagi para pembaca. Pada umumnya, pesan atau amanat ini dapat ditelusuri lewat percakapan dari para tokoh dalam cerita tersebut.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar penelitian yang penulis lakukan adalah metode deskriptif kualitatif. Penulis menggunakan metode ini karena sangat tepat dalam

menguraikan masalah yang ada. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Artinya data yang didapat baik secara studi pustaka, analisis dokumen, penelitian dokumen dijabarkan secara runtut dan sistematis.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah penelitian tersebut dilakukan. Tujuan dari ditentukannya lokasi penelitian ini untuk mengambil data asli yang bersumber dari masyrakat itu sendiri. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil dua lokasi penelitian yang berbeda, yaitu :

1. Lokasi penelitian yang pertama dilaksanakan di Desa Sirambas, Kec.

Panyabungan Barat Kab. Mandailing Natal. Desa Sirambas adalah lokasi yang berimplikasi dengan cerita rakyat Si Sampuraga dan terdapat kolam Sampuraga yang diyakini masyarakat sebagai peninggalan cerita rakyat Si Sampuraga si anak durhaka.

2. Lokasi yang kedua dilaksanakan di Kelurahan Pulau Si Mardan Kec.

Datuk Bandar Timur Kota Tanjung Balai. Lokasi ini dipercaya oleh masyarakat setempat adalah tempat terjadinya cerita rakyat Si Mardan.

(29)

3.3 Sumber Data

Sumber data ialah macam ragam dan subjek dari mana saja data diperoleh.

Sumber data dikenal atas dua bagian yaitu sumber data sekunder dan sumber data primer. Sumber data sekunder yaitu data yang sudah pernah diteliti dan hasil penelitiannya dijadikan sebagai bahan acuan atau pembelajaran untuk penelitian selanjutnya dari kacamata berbeda. Sumber data primer yaitu data-data yang sebelumnya belum pernah dianalisis.

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Pengambilan data primer dengan mengambil langsung data dari Desa Siramabas Kec. Panyabungan Barat Kab. Mandailing Natal dan juga di Kelurahan Si Mardan Kec. Datuk Bandar Timur Kota Tanjung balai. Pengambilan data sekunder yaitu tulisan yang diambil langsung dari skripsi, internet dan buku- buku yang membahas tentang legenda Si Sampuraga dan legenda Si Mardan.

3.4 Instrumen Penelitian

Alat ataupun instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat perekam, alat tulis, buku catatan dan kemera dan telephone genggam dan juga laptop. Telephone genggam bersifat multifungsi, berguna untuk

mendokumentasikan momen, merekam video, dan sebagainya. Laptop merupakan tempat untuk mengolah data, ketika data sudah tersimpan di dalam telephone genggam maka akan di olah di laptop untuk mendeskripsikan objek penelitian, dan menganalisisnya. Buku dan pulpen juga sangat diperlukan, kedua benda ini

(30)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat maka dilakukan metode pengumpulan data, seperti:

1. Metode observasi

Metode observasi yaitu penulis turun secara langsung kelapangan untuk melakukan pengamatan terhadap objek yang akan diteliti.

2. Metode wawancara

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang memposisikan manusia sebagai narasumber informasi untuk

mengumpulkan iformasi dari sumber data yang dilakukan dalam bentuk wawancara atau tanya jawab yang mendalam.

3. Metode pustaka

Metode pustaka yaitu memanfaatkan buku-buku yang berkaitan dengan penulisan guna sebagai bahan acuan rujukan reverensi.

3.6 Metode Analisis Data

Adapun langkah-langkah analisis data sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data dari narasumber berupa legenda Si Sampuraga dan legenda Si Mardan.

2. Melakukan transkip terhadap kedua teks legenda Si Sampuraga dan Si Mardan.

(31)

3. Menerjemahkan data dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia.

4. Mendeskripsikan unsur-unsur instrinsik (tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, dan amanat) dari legenda Si Sampuraga dan Si Mardan.

5. Menganalisis persamaan dan perbedaan legenda Si Sampuraga dan Si Mardan.

6. Menyimpulkan hasil dari penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti.

(32)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan menuliskan legenda Si Sampuraga dan Si Mardan terlebih dahulu. Analisis legenda Si Sampuraga dan Si Mardan dimulai dengan mencari unsur-unsur instrinsik dalam kedua legenda, lalu mencari persamaan dari kedua legenda dan terakhir mencari perbedaan kedua legenda tersebut.

4.1 Legenda Si Sampuraga

Legenda Si Sampuraga

Najolo disada huta Padangbolak goarna, tinggalma sada ina ina namadung mabalu dohot anakna namargoar si Sampuraga. Harani pogosna satiop ari karejo ma halai di kobun ni halak , dohot mambuat soban. Sude halak mar jop ni roa tu halai harani ringgasna.

Topet ma sada ari, por ma roa ni si Sampuraga kehe mangaratto manjalaki ngolu ngolu. Idokkon ia ma tu umak nia. Holosan do umaknia patolaon si Sampuraga kehe, tai bia baenon madung por sajo roa ni si Sampuraga mangaratto.

“ O umak, na hita hais manyogot tu potang, pangomoan hum mambuat soban. Um denggan ma au umak kehe mangaratto.” Di dokkon si Sampuraga. “Sampuraga anakku madung matobang do au amang, muda lakka maho amang tu ise ma amang partonaonnku ? Tudia doho amang nangkan hujalaki ?” Alus umak nia.”

Muda lakka pe au umak, tibu do au mulak, uingot do umak.” Di dokkon si Sampuraga. “Anggo nungi ma amang kaputusanmu, lakkami nadabe tarambatan.

(33)

Horas ma diho amang. Ulang lupa ho amang inang mu namabaluon.” Alus ni umak nia.

Kehe ma si Sampuraga mangaratto, lalu ma ia dihuta margoar Sirambas.

Harani ringgas na si Sampuraga, pittar boti gogo, gabe mamora ma si Sampuraga.

Marjop niroha ma Raja di hutai mangaligi si Sampuraga, dibaen ma si Sampuraga jadi berena.

Topet ma ari na paitte itte. Ibaen ma horja godang pitu ari pitu borngin.

Bonggal ma carito tu umak nia nagiot mambuat boru si Sampuraga. Harani lungun ni roa ni umak nia tu si Sampuraga kehe ma umak nia tu huta Sirambas.

Nung lewat tor tu tor, rura tu rura, tobing tu tobing, gasgas tu gasgas, rungga tu rungga, sampe ma umak niaon tu Sirambas. I ida ia ma si Sampuraga juguk ijuluan.”O amang Sampuraga” i jouk umak niama. Harani maila si Sampuraga mangida umak niai idokkon ia ma,”he anak boru tobang. Ulang ho disi mambaen ila. Madung mate do amangku dohot inangku. Patutma songon ho on inangku, au halak nakayo. Narittik do rokku on boh. Morot! Morot! Morot! Ulang dokkon dokkon au anakmu. I alusi umaknai ma “ nangge lupa au amang adong do tihas i tanggorumu, ligi jolo da amang. Sian tagukonkon doho amang managuk. Aek ni bargot kon do amang pagodang godang ho. Jari jarikon do amang manguras lappin mi. Sambilan bulan ho amang dibutuhakon.”

Harani ngot ngot na ate ate ni umak ni si Sampuraga, mangido maia tu naKuaso. “O Tuhanku lehen i anakkon palajaran, i anak na durhakoon. O Sampuraga na maila marina. Sattokkini ro ma ronggur nagogo, roma udan na doras. Roma banjir nagodang. Bonomma sude jolma na di horja i. Sampe sannari

(34)

di porcaya halak do si Sampuraga manjadi mual ni aek milas. Angka hudon hudon dohot horbo i horja i manjadi batu mai i dobok ni mual i.

Terjemahan Legenda Si Sampuraga

Dahulu kala di desa bernama Padangbolak, hiduplah seorang janda dan anak lelakinya yang bernama Sampuraga. Mereka sangat miskin, pekerjaan sehari-hari mereka adalah buruh upah dan mencari kayu bakar. Orang-orang sangat menyukai mereka karena sangat rajin.

Suatu hari, si Sampuraga berkeinginan untuk merantau mencari pekerjaan yang lebih baik. Dia mengutarakan keinginannya kepada ibunya. Sebenarnya ibunya tidak rela Sampuraga pergi merantau tetapi tekad sampuraga sudah kuat.

“Ibu penghasilan kita dapat dipagi hari habis ke malam hari, pekerjaanpun hanya mencari kayu bakar saja. Lebih baiklah aku pergi merantau saja” kata Sampuraga.

“Sampuraga anakku, kau tahu ibumu ini sudah tua, jika kau pergi pada siapa aku akan menanyakan kabarmu ? Kemana engkau akan kucari ?” jawab ibunya. “ Jika aku akan pergi, aku akan cepat pulang, aku akan selalu mengingat ibu” kata Sampuraga. “Jika itu sudah menjadi keputusanmu, kau tidak akan kuhalangi lagi.

Semoga Tuhan memberkatimu. Jangan lupakan ibumu yang sendiri disini.”jawab ibunya,

Pergilah Sampuraga merantau ke desa yang bernama Sirambas.

Sampuraga adalah orang yang rajin,pintar dan kuat oleh karena itu dia menjadi orang kaya. Raja di desa itu meyukai Sampuraga dan menjadikannya menantu.

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Dibuatlah pesta yang sangat megah selama 7 hari 7 malam. Terdengarlah berita kepada ibunya bahwa Sampuraga

(35)

akan menikah. Dikarenakan rindu yang sudah mendalam ibunyapun pergi menyusul Sampuraga. Setelah melewati gunung, sungai, tebing, semak belukar dan hutan belantara sampailah ibunya ke desa Sirambas. Dia melihat Sampuraga duduk di singgasana. Sambil berteriak ibunya berkata “oh anakku Sampuraga.”

Karena malu melihat ibunya Sampuraga berkata “ hei wanita tua, jangan membuat malu disini. Ayah dan ibuku sudah mati. Orang sepertimu tidak pantas menjadi ibuku, aku ini orang kaya. Dasar orang gila. Pergi! Pergi! Pergi! Jangan pernah sebut-sebut aku anakmu.” Ibunya menjawab “ aku tidak lupa ada bekas luka di punggungmu, lihatlah. Aku yang menyusuimu. Air susuku yang membesarkanmu.

Tanganku yang mengurusm. Sembilan bulan kau berada didalam kandunganku.

Ibunya terlanjur sakit hati, lalu ibunyapun bersumpah dan meminta kepada yang maha kuasa “ oh Tuhanku, berilah anakku pelajaran. Dia anak yang durhaka.

Sampuraga yang malu akan ibunya sendiri.

Seketika petir datang bersahut-sahutan, hujan deras jatuh kebumi.

Terjadilah banjir besar. Tenggelamlah semua orang yang berada di pesta itu.

Konon sampai sekarang masyarakat percaya bahwa Sampuraga menjadi mata air panas, peralatan dapur, dan kerbau untuk pesta menjadi batu-batu besar yang berada di dekat mata air tersebut.

4.2 Analisis unsur instrinsik Legenda Si Sampuraga 4.2.1 Tema Legenda Si Sampuraga

.. Tema dari legenda Si Sampuraga adalah tentang anak yang durhaka kepada ibunya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini :

(36)

“He, anak boru tobang, ulang ho disi mambaen ila, madung mate do amangku dohot inangku, patutma songon ho umakku, au halak na kayo, narittik doon bo. Morot! Morot! Morot! Ulang dokkon au anakmu.”

(“Hei, wanita tua, jangan mempermalukanku, ayah dan ibuku sudah mati, kau tidak pantas menjadi ibuku. Pergi! Pergi!

Pergi! Jangan sebut aku anakmu.”)

Kutipan kalimat di atas menjelaskan bahwa Sampuraga malu mengakui ibunya karena tua dan miskin, dan Sampuraga mengusir ibunya agar segera pergi.

4.2.2 Tokoh dan Penokohan Legenda Si Sampuraga

1. Tokoh utama dalam Legenda Si Sampuraga adalah :

a. Sampuraga

Sampuraga menjadi tokoh utama dalam legenda ini karena

merupakan tokoh yang terus-menerus diceritakan dari tahap awal, tengah, dan akhir sehingga mendominasi jalan cerita legenda ini. Tokoh

Sampuaraga digambarkan sebagai orang yang rajin. Pelukisan tokoh Sampuraga sebagai orang yang rajin merupakan

pelukisan tokoh secara tidak langsung. Sifat rajin Sampuraga ditunjukkan melalui kutipan di awal cerita berikut:

“Sude halak mar jop ni roha tu halai arani ringgasna.”

(“Semua orang menyukai mereka, karena mereka orang yang rajin.”)

(37)

Pada akhir cerita tokoh sampuraga memiliki sifat durhaka. Hal ini digambarkan secara langsung melalui percakapan antar tokoh. Sifat durhaka Sampuraga dibuktikan dengan kutipan berikut ini :

“He, anak boru tobang, ulang ho disi mambaen ila, madung mate do amangku dohot inangku, patutuma songon ho umakku, au halak na kayo, narittik doon bo.

Morot! Morot! Morot! Ulang dokkon au anakmu.”

(“Hei, wanita tua, jangan mempermalukanku, ayah dan ibuku sudah mati, kau tidak pantas menjadi ibuku. Pergi! Pergi!

Pergi! Jangan sebut aku anakmu.”)

Kutipan kalimat diatas menunjukkan bahwa sifat utama Sampuraga adalah durhaka. Sampuraga malu terhadap ibunya dan tidak mau

mengakui ibunya. Sampuraga berkata kasar terhadap ibunya tanpa memikirkan perasaan ibunya.

b. Ibu Sampuraga

Tokoh ibu sampuraga dalam legenda ini adalah tokoh yang sangat menyayangi anaknya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berkut :

“Holosan do umakna patolaon si Sampuraga mangaratto, tai bia baenon madung por sajo roha nia.”

(“Sebenarnya, ibunya tidak rela jika Sampuraga pergi merantau, tetapi apa yang bisa dilakukan Sampuraga sudah sangat menginginkannya.”)

(38)

Tokoh ibu Sampuraga ini muncul sebagai pelengkap tokoh utama untuk memperjelas jalannya cerita. Sang ibu juga merupakan tokoh yang bisa dendam. Sifat ini dapat terlihat saat sang ibu merasa marah atas perbuatan Sampuraga yang tidak mau mengakui ibunya, sehingga sang ibu mengutuknya. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut :

“ O Tuhanku, lehen di anakkon palajaran. Di anak na durhako on. O Sampuraga namaila marina.”

(“ Oh Tuhanku, beri pelajaran kepada anakku Sampuraga. Anak yang durhaka. Anak yang malu akan ibunya.”)

2. Tokoh tambahan dalam Legenda Si Sampuraga a. Raja

Tokoh Raja muncul hanya saat di tengah cerita saja. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini:

“Jop ma roa ni Raja di hutai mangaligi si Sampuraga, ibaen maia jadi baberena.”

(“ Raja di desa tersebut menyukai Sampuraga, dan akhirnya Sampuraga dijadikan menantu.”)

b. Istri Sampuraga

Tokoh sang istri tidak digambarkan terlalu jelas, tetapi tokoh istri sampuraga dapat dibuktikan keberadaanya dalam kutipan berikut :

“ Bonggal ma carito na, nagiot mambuat boru si Sampuraga.”

(39)

(“Tersebarlah berita bahwa si Sampuraga akan menikah”)

4.2.3 Alur Legenda Si Sampuraga

Alur pada cerita legenda Si Sampuraga termasuk ke dalam jenis alur progresif atau alur maju karena penceritaannya dilakukan secara runtut dari tahap awal, tengah, dan akhir.Hal ini ditunjukkan dengan adanya kejadian yang urut dari tahap awal, tengah dan akhir.

Pada tahap awal cerita dituliskan tentang gambaran kehidupan Sampuraga.

Pemaparan latar belakang Sampuraga. Hal tersebut di buktikan dengan kutipan berikut ini :

“ Najolo disada huta di luat Padangbolak goarna, tinggal ma sada ina ina na madung mabalu dohot anakna

namargoar si Sampuraga. Harani pogosna satiop ari karejo ma halai nadua tu kobun nihalak.”

(“Dahulu kala disebuat tempat bernama Padangbolak, tinggallah seorang janda dengan seorang anaknya yang bernama Sampuraga. Mereka hidup miskin, sehari-hari mereka bekerja sebagai buruh upah di kebun milik orang lain.”)

Tahap tengah adalah tahapan dalam sebuah cerita dimana mulai muncul berbagai konflik yang mempengaruhi jalannya cerita. Pada legenda Si Sampuraga awal konflik terjadi saat hari si Sampuraga akan menikah, ibunya datang menemui Sampuraga. Hal ini dapat dibukltikan dengan kutipan berikut :

(40)

“Topet ma ari na paitte itte. Ibaen ma horja godang pitu ari pitu borngin. Bonggal ma carito tu umak nia

nagiot mambuat boru si Sampuraga. Harani lungun ni roa ni umak nia tu si Sampuraga kehe ma umak nia tu huta Sirambas. Nung lewat tor tu tor, rura tu rura, tobing tu tobing, gasgas tu gasgas, rungga tu rungga, sampe ma umak niaon tu Sirambas”

(“Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Dibuatlah pesta yang sangat megah selama 7 hari 7 malam.Sampailah berita kepada ibunya bahwa Sampuraga akan menikah. Karena rindu yang sangat mendalam ibunya pergi menyusul

Sampuraga. Setelah melewati gunung, sungai, tebing, semak belukar, dan hutan belantara, sampailah ibunya di desa Sirambas.”)

Konflik selanjutnya adalah ketika Sampuraga malu mengakui ibunya dan mengusir ibunya. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut ini :

”He anak boru tobang. Ulang ho disi mambaen ila.

Madung mate do amanghu dohot inanghu. Patutma

songon ho on inanghu, au halak nakayo. Narittik do rokku on boh. Morot! Morot! Morot! Ulang dokkon dokkon au anakmu.”

(“Hei wanita tua, jangan membuat malu disini. Ayah dan ibuku sudah mati. Orang sepertimu tidak pantas menjadi

(41)

ibuku, aku ini orang kaya. Dasar orang gila. Pergi! Pergi!

Pergi! Jangan pernah sebut-sebut aku anakmu.”

Tahap akhir cerita ini adalah, ibunya yang berdoa kepada Tuhan agar Sampuraga diberi hukuman. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:

“O Tuhanku lehen i anakkon palajaran, i anak na

durhakoon. O Sampuraga na maila marina. Sattokkini ro ma ronggur nagogo, roma udan na doras. Bonomma sude jolma na di horja i. Sampe sannari di porcaya halak do si Sampuraga manjadi mual ni aek milas. Angka hudon hudon dohot horbo i horja i manjadi batu mai i dobok ni mual i.

(“Oh Tuhanku, berilah anakku pelajaran. Dia anak yang durhaka. Sampuraga yang malu akan ibunya.Sekita petir datang bersahut-sahutan, hujan deras jatuh kebumi.

Tenggelamlah semua orang yang berada di pesta itu. Konon sampai sekarang masyarakat percaya bahwa Sampuraga menjadi mata air panas, peralatan dapur, dan kerbau untuk pesta menjadi batu-batu besar yang berada di dekat mata air tersebut.”)

Pada kutipan diatas akhir cerita dari legenda Si Sampuragamenunjukkan bahwa si Sampuraga diberi hukuman oleh Tuhan akan perbuatannya yaitu menjadi mata air panas.

(42)

4.2.4 Latar Legenda Si Sampuraga

Latar dalam legenda ini adalah sebagai berikut :

1. Latar Tempat

a. Desa Padangbolak

Latar desa Padangbolak merupakan salah satu tempat yang

digunakan dalam legenda Si Sampuraga. Latar desa digunakan pada awal cerita untuk memberikan gambaran umum tentang tempat legenda ini dimulai. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini:

“Najolo disada huta Padangbolak goarna, tinggalma sada ina ina namadung mabalu dohot anakna namargoar si Sampuraga.”

(“Dahulu kala di desa bernama Padangbolak, hiduplah

seorang janda dan anak lelakinya yang bernama Sampuraga.”) b. Desa Sirambas

Latar desa Sirambas tempat dimana Sampuraga pergi merantau.

Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan ini :

“Kehe ma si Sampuraga mangaratto, lalu ma ia dihuta margoar Sirambas.”

(“Pergilah Sampuraga merantau ke desa yang bernama Sirambas.”)

c. Gunung, sungai, tebing, semak belukar dan hutan belantara

(43)

Latar ini ada disaaat ibu si Sampuraga hendak pergi menyusul Sampuraga. Ibunya melewati banyak tempat. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini :

“Nung lewat tor tu tor, rura tu rura, tobing tu tobing, gasgas tu gasgas, rungga tu rungga, sampe ma umak niaon tu Sirambas.”

(“Setelah melewati gunung, sungai, tebing, semak belukar dan hutan belantara sampailah ibunya ke desa Sirambas.”)

d. Pesta

Latar pesta terdapat dalam cerita legenda si Sampuraga pada saat akan dilaksanakannya pesta pernikahan si Sampuraga. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut ini :

“Ibaen ma horja godang pitu ari pitu borngin.”

(“Dibuatlah pesta yang sangat megah selama 7 hari 7 malam.”)

2. Latar Waktu

Latar waktu dalam legenda Si Sampuraga semuanya disebutkan secara jelas oleh pengarang. Berikut penjelasannya :

a. Dahulu kala

Latar waktu dahulu kala disebutkan karena cerita ini tidak tergambar jelas pada tahun berapa terjadi hanya saja, peristiwa ini sudah terjadi pada waktu yang lama. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut :

(44)

(“Dahulu kala disebuah desa bernama Padangbolak.”)

Dari kutipan diatasdiketahui bahwa cerita ini terjadi sudah lama, karena ada penyataan dahulu kala.

b. Di suatu hari

Latar di suatu hari terlihat pada saat si Sampuraga ingin meminta izin ibunya untuk pergi merantau. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut :

“Topet ma sada ari, por ma roa ni si Sampuraga kehe

mangaratto manjali ngolu ngolu. Idokkon ia ma tu umak nia.”

(“Suatu hari, si Sampuraga berkeinginan untuk merantau mencari pekerjaan yang lebih baik. Dia mengutarakan keinginannya kepada ibunya.”)

Dari kutipan di di atas dapat diketahui bahwa pada suatu hari si Sampuraga mengutarakan keinginannya untuk pergi merantau kepada Ibunya.

3. Latar Sosial

Status sosial tokoh utama

Sampuraga termasuk dalam golongan rakyat kelas bawah. Karena dalam cerita ia hidup miskin sebagai buruh upah dan pencari kayu bakar dengan ibunya.

Hal ini di buktikan dengan kutipan berikut :

” Harani pogosna satiop ari karejo ma halai di kobun ni halak dohot mambuat soban.”

(“Mereka sangat miskin, pekerjaan sehari-hari mereka adalah buruh upah dan mencari kayu bakar.”)

(45)

Dari kutipan di atas dapat diketahui si Sampuraga dan ibunya merupakan orang yang miskin. Tetapi karena mempunyai tekat yang kuat Sampuraga pergi merantau untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Sampuraga adalah orang yang rajin, pintar dan kuat dalam bekerja, oleh karena itu dia menjadi orangg yang kaya. Hal itu dapat dibuktikan dengan kutipan berikut :

“Harani ringgas na si Sampuraga, pittar boti gogo, gabe mamora ma si Sampuraga.”

(“Sampuraga adalah orang yang rajin,pintar dan kuat oleh karena itu dia menjadi orang kaya.”)

4.2.5 Sudut Pandang Legenda Si Sampuraga

Sudut pandang dalam legenda Si Sampuraga menggunakan

sudut pandang persona ketiga “dia”. Keseluruhan cerita diceritakan dari apa yang pengarang katakan dengan menyebutkan nama tokoh dalam setiap isi cerita, baik untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi dan informasi mengenai tokoh lain.

Berikut salah satu kutipan sudut pandang persona ketiga “dia”:

“Najolo disada huta Padangbolak goarna,

tinggalma sada ina ina namadung mabalu dohot anakna namargoar si Sampuraga.”

(“Dahulu kala di desa bernama Padangbolak, hiduplah seorang janda dan anak lelakinya yang bernama Sampuraga.”)

(46)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa salah satu bukti sudut pandang yang ada dalam legenda Si Sampuraga ini adalah sudut pandang persona ketiga “dia”

yaitu Sampuraga, dimana pengarang menyebutkan nama tokoh dalam isi cerita.

4.2.6 Amanat Legenda Si Sampuraga

Legenda Si Sampuraga mengandung pesan bahwa kita harus selalu berbakti kepada orangtua khususnya terhadap ibu.Didalam agama manapun ibu memiliki posisi yang mulia. Jangan sesekali durhaka karena selalu ada azab bagi orang yang durhaka terhadap orangtua.

Selain itu cerita dari legenda Si Sampuraga juga mengajarkan manusia untuk selalu mengasihi ibu, karena ada pepatah mengatakan “kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah”. Oleh karena itu legenda ini mengajarkan manusia untuk takut akan azab Tuhan jika durhaka kepada ibu.

4.3 Legenda Si Mardan

Legenda Si Mardan

Di tikki najolo, adong ma sada baoa namargoar si Mardan. Ibana marhuta disabola luat tapanuli. Ibana tinggal dohot inongna, anggo natorasna baoa nungnga pajolo marujung ngolu. Burju do si Mardan mangurupi inongna mangula. Jolma naolo manfoloi angka poda natorasna do ibana.

Nung magodang si Mardan, adong ma roha ni ibana kehe mangaratto.

Diujui inongna do si Mardan “ ia laho maho amang mangaratto, ai diboto ho do

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, makan penulis memberikan saran sebagai berikut: (1) untuk masyarakat Dayak Ketungau Sesaek yang belum mengetahui

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang unsur intrinsik yang terdapat pada sebuah cerita rakyat Rawa Pening, khususnya tokoh, latar,

Penelitian yang paling relavan dengan penelitian lain adalah untuk membandingkan cerita rakyat yang satu dengan yang lainnya “ Analisis Cerita Rakyat Putri

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan penulis, maka dapat disimpulkan bahwa metode struktural analitik sintetik dengan media cerita

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka kesimpulannya adalah sebagai berikut.. 1) Jenis pesan moral dalam legenda Mon Seuribèe Kecamatan Matangkuli, Kabupaten

Hasil analisis tentang kemampuan menulis cerita pendek (Kurzgeschichte) dalam bahasa Jerman mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman FBS UNM, berdasarkan metode

Oppung Debata Mula Jadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa), mengalirkan air tempat pemandiannya dari bukit Pusuk Buhit yang mengalir didepan tempat tinggal Si Raja Margeleng-geleng yang

penduduk, peperangan antar kelompok, pahlawan pada masa lalu, pergantian kekuasaan raja, dan sebagainya. Berdasarkan pengamatan peneliti, cerita legenda yang ada di