• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang Permasalahan

Kesetaraan laki-laki dan perempuan sudah seringkali dibicarakan dan diperjuangkan. Meski demikian, tetap saja kita tidak bisa mengabaikan kodrat seorang perempuan yang memang harus mengalami menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Pandangan ideologi familialisme1 misalnya, menganggap kedudukan perempuan ditentukan oleh kemampuan perempuan melahirkan anak, bila ada perempuan yang tidak mampu melahirkan anak, maka dianggap tidak mampu meneruskan keturunan (Jawa: trah).2 Rahim menjadi bagian tubuh yang sangat penting bagi seorang perempuan dan sekaligus dipahami sebagai simbol eksistensi perempuan. Dengan demikian ada semacam kriteria ideal bahwa yang disebut perempuan adalah seorang manusia yang mengalami menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Perempuan yang tidak dapat melakukan salah satu di antaranya, dinilai kurang sempurna sebagai seorang perempuan.

Namun sayangnya tidak semua perempuan dapat menjadi perempuan sempurna seperti kriteria di atas dan beruntung dalam hidupnya sebagai seorang perempuan. Ada perempuan yang tidak mengalami menstruasi, ada yang tidak dapat memiliki anak, ada yang tidak bisa menyusui. Bahkan ada pula perempuan yang terpaksa mengalami hysterectomy (operasi pengangkatan rahim) karena mengidap penyakit kandungan yang membahayakan hidupnya.

Bila kita masih memegang pemahaman bahwa perempuan yang sempurna adalah perempuan yang mengalami menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui, maka hysterectomy akan membuat mereka tertekan dan merasa menjadi perempuan yang tidak sempurna. Tentu saja mereka memerlukan dukungan sehingga memiliki keyakinan akan eksistensi mereka sebagai seorang perempuan, meskipun mereka tidak dapat memenuhi kriteria umum yang dibentuk oleh masyarakat.

1 Ideologi familialisme adalah paham yang menganggap bahwa perempuan dipandang hanya mampu mengurus rumah tangga, sehingga perempuan berkedudukan sebagai second sex.

2 H. B Nugroho, Konsep Wanita dalam Budaya Jawa . Antara Idealisme dan Realita, dalam Jurnal Teologi Gema Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal. 56-57.

(2)

Hal tersebut juga berlaku bagi perempuan pasca hysterectomy. Hysterectomy merupakan istilah medis yang berarti operasi pengangkatan rahim (uterus). Hysterectomy biasa dilakukan sebagai tindakan terakhir untuk menangani kasus penyakit-penyakit rahim yang sudah parah (mengarah pada keganasan), seperti misalnya kista indung telur (kista ovarium), kanker indung telur, kanker leher rahim, myoma uteri, kanker rahim (kanker uterus), endometriosis dan sebagainya.3 Dengan kondisi kesehatan yang kurang baik tersebut tentunya dimensi fisik perempuan pasca hysterectomy terganggu, padahal ketika salah satu dimensi kehidupan manusia terganggu, kemungkinan besar hal itu akan mempengaruhi dimensi kehidupan yang lain.

2. Permasalahan

Secara kuantitas, perempuan yang menjalani hysterectomy memang masih terhitung sedikit, tetapi bukan berarti hal ini tidak perlu ditangani. Rahim adalah lambang ke-perempuan-an yang sangat penting. Meskipun letaknya tersembunyi (karena merupakan organ dalam), tetapi perempuan tentu bereaksi terhadap hal ini. Permasalahannya bukan hanya pada operasi pengangkatan rahim sebagai salah satu organ dalam, tetapi hal ini menyangkut dimensi- dimensi kehidupan yang lain, baik itu dimensi fisik, psikologi, sosial maupun teologis.

Berdasarkan pengalaman penyusun saat melakukan praktek pastoral di rumah sakit dan stage, penyusun menemukan beberapa kasus hysterectomy. Seorang pendeta4 mengatakan bahwa pergumulan perempuan pasca hysterectomy ini sangat berat, tetapi dia tidak dapat berbuat banyak untuk menangani kasus tersebut karena kebanyakan perempuan tertutup kepada pendeta pria mengenai hal ini. Pendeta tersebut merasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mendampingi kasus khusus ini, sehingga pendampingan yang dilakukan kurang menjawab pergumulan mereka dan tidak banyak menolong. Selain itu ada orang yang beranggapan bahwa hysterectomy adalah operasi yang ringan, sama ringannya dengan operasi appendix.5 Orang lain barangkali akan sulit memahami betapa berat pergumulan perempuan pasca hysterectomy bila mereka sudah menganggap remeh dan enteng hal ini sejak awal. Oleh karena itu, pergumulan khas yang dialami perempuan pasca hysterectomy ini patut didengarkan dengan baik dan diperhatikan serta dipelajari, supaya kita dapat

3 Faisal Yatim, Penyakit Kandungan, Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2005, hal. 37, 56, 66, 78 dan 87.

4 Seorang pendeta yang saya maksud di sini adalah seorang pendeta jemaat yang melayani di sebuah kota di Jawa Tengah. Beliau sudah menjadi pendeta selama kurang lebih 15 tahun. Pada tahun 2005 istrinya menjalani hysterectomy. Beliau merasa sangat kesulitan mendampingi istrinya dalam situasi itu.

5 Appendix adalah operasi pemotongan dan pengangkatan usus buntu.

(3)

mendukung mereka dengan pendampingan pastoral yang relevan dan menjawab pergumulan mereka.

Berangkat dari latar belakang dan permasalahan di atas, maka pertanyaan-pertanyaan yang dipergumulkan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah pergumulan perempuan pasca hysterectomy? Apa saja yang mereka butuhkan? Siapa saja yang diharapkan dapat menolong mereka menghadapi situasi tersebut? Pendampingan pastoral yang bagaimanakah yang relevan dan dapat menjawab pergumulan mereka?

3. Judul dan Alasan Pemilihan Judul

Berdasarkan uraian di atas, penyusun mengajukan judul :

Pendampingan Pastoral terhadap Perempuan Pasca Hysterectomy (Operasi Pengangkatan Rahim).

1. Penjelasan Judul.

Pendampingan Pastoral adalah suatu profesi pertolongan; seorang pendeta atau pastor mengikatkan diri pada hubungan pertolongan dengan orang lain, agar dengan terang Injil dan persekutuan dengan Gereja Kristus dapat bersama-sama menemukan jalan keluar bagi pergumulan dan persoalan kehidupan iman. (G. Heitink, D. Th)6

Pasca Hysterectomy adalah waktu sesudah pengangkatan rahim atau uterus (dalam hal ini berkaitan dengan situasi).

2. Alasan Pemilihan judul

¾ Pemilihan judul ini berawal dari ketertarikan penyusun ketika melihat kenyataan bahwa perhatian terhadap masalah perempuan masih relatif kecil, termasuk masalah mengenai perempuan yang menjalani hysterectomy.

¾ Penyusun memilih untuk fokus pada pasca hysterectomy karena pada masa pasca hysterectomy ini kebanyakan orang menganggap bahwa para perempuan pasca hysterectomy ini sudah sehat (secara fisik), sehingga masalah dianggap sudah selesai.

6 G. Heitink, Pendampingan Pastoral sebagai Profesi Pertolongan dalam Tjaard. G. Hommes (ed.), Teologi dan Praksis Pastoral, Kanisius, Yogyakarta, 1992, hal. 405.

(4)

Padahal pergumulan mereka bukan semata-mata pada dimensi fisik, tetapi juga pada dimensi-dimensi kehidupan lain.

¾ Penyusun melihat bahwa perempuan pasca hysterectomy memerlukan penyembuhan yang holistik dan dukungan dari banyak pihak, termasuk gereja (dalam hal ini melalui pendampingan pastoral) dalam melewati masa-masa sulit dalam kehidupannya. Perlu diakui bahwa gereja masih awam terhadap kasus ini karena kurangnya informasi dan ketertutupan (yang kemungkinan berkaitan dengan budaya tabu) dari perempuan yang menjalani hysterectomy.

4. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi mengenai Pendampingan Pastoral terhadap Perempuan Pasca Hysterectomy (Operasi Pengangkatan Rahim) ini adalah:

a. Menggali dan memahami pergumulan khas yang dialami perempuan pasca hysterectomy.

b. Menggali tema-tema teologis yang dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi untuk melakukan pendampingan pastoral terhadap perempuan pasca hysterectomy.

c. Memberikan usulan-usulan pendampingan pastoral yang relevan bagi perempuan pasca hysterectomy dan pihak-pihak lain yang perlu didampingi.

5. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penyusun menggunakan metode penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Penggalian data lapangan dilakukan menggunakan penelitian kualitatif melalui wawancara dengan model pertanyaan terbuka. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan proses dan makna yang tidak secara ketat diperiksa atau diukur dari segi jumlah, intensitas dan frekuensinya, serta menekankan sifat penelitian yang bermuatan nilai dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menekankan bagaimana pengalaman sosial diciptakan dan diberi makna.7 Dalam skripsi ini, penelitian terhadap perempuan pasca hysterectomy dilakukan kepada 3 orang perempuan. Dua diantaranya telah menikah dan dikaruniai anak, sedangkan satu orang belum menikah. Ketiganya telah melewati waktu antara 1-6 tahun pasca hysterectomy. Penyusun melakukan wawancara pada tanggal 12-13 September 2006 di Semarang. Penyusun memilih ketiga orang tersebut di atas menjadi responden karena dua di antaranya telah penyusun kenal, mengingat kasus hysterectomy ini

7 Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2004, hal. 62.

(5)

termasuk kasus yang pribadi sifatnya, sehingga tidak kepada sembarang orang (orang asing) responden mau mengungkapkan pergumulannya.

6. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan.

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang permasalahan, permasalahan, judul dan alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II Jeritan Pastoral Perempuan Pasca Hysterectomy.

Dalam bab ini, penyusun memaparkan data yang diperoleh dari penelitian melalui wawancara.

Temuan-temuan berupa ketakutan, pergumulan dan perubahan-perubahan yang dialami responden skripsi dalam pengalaman ketika menjalani hysterectomy akan dianalisa dan hasilnya akan menjadi dasar untuk pembahasan pada bab-bab berikutnya.

Bab III Prinsip-prinsip Pendampingan Pastoral.

Dalam bab ini penyusun memaparkan mengenai prinsip-prinsip pendampingan pastoral secara umum, tahap-tahap kehilangan yang dialami responden skripsi, faktor-faktor dan pihak-pihak yang menolong mereka bangkit dari pergumulan pasca hysterectomy. Semuanya itu akan menjadi dasar dalam penyusunan pendampingan pastoral bagi perempuan pasca hysterectomy pada bab IV.

Bab IV Usulan-usulan Pendampingan Pastoral terhadap Perempuan Pasca Hysterectomy.

Bab ini berisi refleksi atas teologi rahim dan proses penciptaan serta usulan-usulan pendampingan pastoral yang relevan bagi perempuan pasca hysterectomy (termasuk kepada keluarga dan jemaat).

Bab V Penutup.

Dalam bab ini penyusun akan memaparkan kesimpulan mengenai hal-hal yang telah dipaparkan dalam keseluruhan skripsi ini dan saran-saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan pendampingan pastoral terhadap perempuan pasca hysterectomy.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan bentuk pendampingan pastoral bagi keluarga yang sedang berduka akibat kematian yang selama ini diterapkan di GPIB Marga Mulya

Peristiwa campur kode ke dalam yang dimaksud adalah peristiwa campur kode yang bersumber bahasa asli, yaitu bahasa Indonesia.Hal ini dapat ditemukan pada baris

Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan tingkat depresi lansia yang berada di rumah dan di panti werdha adalah faktor support system meliputi dukungan keluarga, lingkungan

Adanya luka terbuka pada kulit yang dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar  Adanya luka terbuka pada kulit yang dapat berupa tusukan tulang yang tajam

Sedangkan perlakuan pra tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kerusakan umbi hal ini disebabkan karena konidia yang diaplikasikan rusak atau mati akibat

Pengetahuan Umum, Kosakata, Hubungan Kata, Aritmatika, Deret Angka dan Menghafal. Jadi pada hari H tanggal 2 juni 2014 tes GAT dilaksanakan di Politeknik Negeri Ujung Pandang,

Dari analisis di atas, dapat diambil simpulan, Pertama, Analisis likuiditas pada KJKS BMT Mass Group Sragen Jawa Tengah dilihat berdasarkan angka rasio memperoleh

Perkeriditan Rakyat, maka Keberadaan Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 19 Tahun 2003 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkeriditan Rakyat, perlu diselaraskan dengan