• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI BUDAYA UPACARA ADAT UPAH-UPAH PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA SKRIPSI NELLY AMANDA SITOMPUL NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI BUDAYA UPACARA ADAT UPAH-UPAH PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA SKRIPSI NELLY AMANDA SITOMPUL NIM :"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI BUDAYA UPACARA ADAT UPAH-UPAH PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH :

NELLY AMANDA SITOMPUL NIM : 130702003

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

NILAI BUDAYA UPACARA ADAT UPAH-UPAH PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA

OLEH NELLY AMANDA SITOMPUL ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Nilai Budaya Upacara Adat Upah-Upah Pada Masyarakat Pesisir Sibolga”. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, Apa saja nilai yang terkandung dalam upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga, apa saja perlengkapan dalam upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga, bagaimana tata cara pelaksanaan upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai budaya upacara adat Upah-Upah pada masyarakat pesisir sibolga, mengetahui perlengkapan dalam upacara adat upah-upah masyarakat pesisir sibolga, dan mengetahui tata cara pelaksanaan upacara adat upah-upah masyarakat pesisir sibolga. Teori yang penulis gunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah teori Folklor. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa terdapat empat jenis Upah-Upah yaitu Upah-Upah Hajat Tercapai, Upah-Upah Sembuh Sakit, Upah-Upah Selamat, dan Upah-Upah Khusus. Hasil penelitian nilai budaya yang terkandung dalam upacara adat upah-upah adalah sebagai berikut : (1) Nilai Nasihat, nilai nasihat diberikan khusus kepada orang yang diupah-upah dan begitu juga para masyarakat yang hadir akan merasakan dampak dari nasihat tersebut.

(2) Nilai Religi, bagi masyarakat pesisir sangat taat beribadah , kata dalam upah-upah syarat dengan doa kepada tuhan yang maha Esa yang berisi permohonan kesehatan, keselamatan, kebahagian, dan kejayaan bagi orang yang sedang di upah-upah dan masyarakat yang hadir. (3) Nilai Sosial, bagi masyarakat pesisir prosesi upah-upah syarat gotong royong sehingga memupuk persaudaraan yang tinggi diantara anggota masyarakat.

Kata Kunci : Nilai Budaya, Upacara Adat Upah-Upah Masyarakat Pesisir Sibolga.

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Nilai Budaya Upacara Adat Upah-Upah Pada Masyarakat Pesisir Sibolga”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam menyelesaikan jenjang Strata Satu, Program Studi sastra melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini terdiri atas 5 bab, Bab pertama membahas pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab kedua, membahas kajian pustaka, yang terdiri atas kepustakaan yang relavan, dan teori yang digunakan. Bab ketiga membahas metode penelitian. Bab keempat membahas tentang isi dari permasalahan beserta hasil yang diperoleh. Bab kelima berisi kesimpulan dan saran.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan kemampuan dan waktu yang penulis miliki. Oleh sebab itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini. Diharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, April 2020

Nelly Amanda Sitompul NIM. 130702003

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa , sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini, banyak orang-orang yang telah mendukung penulis sehingga proposal ini akhirnya terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono , M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibunda Dr. Rozanna Mulyani, M.A, selaku Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, sekaligus dosen pembimbing penulis yang telah membimbing, memotivasi, mendoakan, memberikan saran dan juga nasihat kepada penulis dalam menyusun proposal ini.

3. Ibunda Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu , Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak/Ibu staf pengajar Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

5. Kak Tri dan Juga bang Prayogo S.S, yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian berkas-berkas yang terkait pada proposal penulis.

6. Terkhusus kepada Ayahanda tersayang Faisal Tanjung, yang telah memberikan motivasi dan dukungan serta kasih sayang yang melimpah dan juga doa yang luar biasa kepada penulis, sehingga akhiarnya penulis dapat menyelesaikan proposal ini dengan baik.

7. Ibunda tercinta Rosdiana Br. Panggabean, Penulis sangat beruntung dilahirkan oleh ibu yang sangat luar biasa seperti beliau, sebab ia tak henti-hentinya memberikan dukungan dan doa kepada penulis sehingga proposal ini terselesaikan oleh penulis dengan baik.

8. Adik-adikku tersayang yang slalu memberikan semangat dan mengingatkan penulis disaat berada dititik jenuh dalam mengerjakan proposal ini.

(7)

9. Buat uda Iwan tersayang terima kasih buat dukungan,motivasi dan juga semangat uda yang diberikan kepada penulis.

10. Terima kasih buat sahabat-sahabat dan sosok spesial penulis, Rina mariani, Ira monika, Supriani Ningsih dan teman-teman lainnya, Terima kasih sudah menjadi sahabat yang selalu mendukung dan slalu ada di setiap perjalanan hidup penulis.

11. Terima kasih juga buat Adik-adik Stambuk 2017, terima kasih buat doa, dan semangat yang telah kalian berikan kepada penulis.

12. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian proposal ini.

Medan, 2020

Penulis

Nelly Amanda Sitompul NIM. 130702003

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relavan ... 8

2.1.1 Pengertian Nilai Budaya ... 9

2.1.2 Pengertian Adat Upah-Upah ... 10

2.2 Teori Dan Pendekatan ... 11

2.1.1 Teori Folklor ... 11

2.1.2 Interpretasi Semiotik ... 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar ... 15

3.2 Objek Penelitian ... 15

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 15

3.4 Sumber Data ... 16

3.5 Metode Analisis Data ... 17 BAB IV PEMBAHASAN

(9)

4.1 Nilai Budaya Upacara Adat Upah-Upah ...18

4.1.1 Nilai Yang Terkandung Dalam Upacara Adat Upah-Upah ...19

4.1.2 Jenis Upah-Upah ...20

4.2 Perlengkapan Dalam Upacara Adat Upah-Upah ... 21

4.2.1 Bahan Pangupa yang Berasal dari Hewan ...21

4.2.2 Bahan Pangupa yang Berasal dari tumbuhan ...27

4.3 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Upah-Upah ... 33

4.3.1 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Upah-Upah Pernikahan ...33

4.3.2 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Upah-Upah Sembuh Sakit ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

Lampiran 1. Daftar Informan ... 46

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara multikultural yaitu negara yang memiliki beragam suku dan kebudayaan. Diantaranya adalah suku Minang, melayu, Jawa, Batak dan Tionghoa. Dari setiap suku tersebut tentunya memiliki beragam kebudayaan dan terdapat pula berbagai adat istiadat, bahasa, tata nilai dan budaya yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Adat istiadat, tata nilai dan budaya tersebut antara lain mengatur beberapa aspek kehidupan, seperti hubungan sosial kemasyarakatan, ritual beribadatan, kepercayaan, mitos-mistos, sanksi adat dan budaya yang berlaku di lingkungan masyarakat yang ada.

Kota Sibolga merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli, sekitar ± 350 km dari kota Medan. Dengan batas-batas wilayah: timur, selatan, utara pada kabupaten Tapanuli Tengah, dan barat dengan Samudera Hindia.

Letak wilayah yang strategis menjadikan Kota Sibolga sangat cepat berkembang terutama sebagai tempat persinggahan para Pelaut. Pulau-pulau yang terhampar didepannya menjadi penyangga ombak dan gelombang dari Lautan lepas Samudera Hindia, sehinga membuat pelabuhan Sibolga lebih aman untuk berbagai aktifitas, khususnya aktifitas ekspor-impor.

Sejarah singkat nama Sibolga yakni berasal dari ketika orang Batak dari Silindung pertama-tama datang ke Teluk Tapian Nauli, dari kejauhan sebelum tiba di Teluk Tapian Nauli tampak jelas dihadapannya terbentang air (laut) yang luas. Orang Batak Silindung itu terheran-heran melihat air (laut) yang sedemikian luas. Tanpa disadari terucap kata-kata-kata kagum, Balga…. Balga…. Balga nai…. Keheranan dan rasa kagum orang Batak Silindung itu sesuatu yang wajar saja, karena di daerahnya tidak terdapat air yang demikian luas. Besar…. Besar … Besar sekali, demikian ucapnya. Tentu saja yang dimaksud dengan besar (luas) itu adalah lautan yang terlihat dihadapannya. Menurut etimologi kata Sibolga itu dasar katanya, Si +

(11)

balga menjadi Si + bolga, akibat pengaruh dialek pesisir maka menjadi Sibolga. Si adalah kata sandang yang diberikan kepada sesuatu yang dikagumi atau kepada seseorang yang dihormati. Akhirnya dibakukan menjadi Sibolga, akan tetapi orang pesisir juga sering menyebut Sibogah sedangkan dalam catatan sejarah Belanda disebut Sie Bougah.

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil seni kreatif yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Seni kreatif yang diciptakan manusia yang menyampaikan segala macam segi kehidupan, karya sastra tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berfikir, tetapi juga merupakan wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang manusia (Semi, 1988:8).

Sastra sebagai salah satu bentuk kebudayaan adalah seni yang menggambarkan kehidupan manusia. Sastra mengandung nilai-nilai religius dan kemanusiaan yang universal, yaitu menggambarkan kehidupan budaya manusia pada zamannya. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra banyak memberikan teladan bagi masyarakat.

Kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia yang telah bertahan secara turun-temurun. Kebudayaan diciptakan suatu masyarakat sebagai tanda bahwa ada suatu peradaban pada suatu massa. Kebudayaan tersebut tercipta berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai oleh kelompok masyarakat.

Koentjaraningrat (1984: 8-25) mengatakan bahwa nilai budaya itu adalah tingkat pertama kebudayaan ideal atau adat. Nilai budaya adalah lapisan paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Tingkat ini adalah ide-ide yang mengonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat.

Selanjutnya dikemukakan oleh Koentjaraningrat, suatu sistem nilai-nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia yang tingkatnya lebih konkrit, seperti

(12)

aturan-aturan khusus, hukum, dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu.

Upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relavan bagi kebutuhan masyarakat pendukungnya. Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur, juga merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri secara aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti luas.

Upacara adat erat kaitannya dengan ritual-ritual keagamaan atau disebut juga dengan ritus. Ritus adalah alat manusia religius untuk melakukan perubahan. Ia juga dikatakan sebagai simbolis agama, atau ritual itu merupakan “agama dan tindakan”

(Ghazali, 2011 :50). Ritual keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya, kepercayaan seperti inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai perbuatan atau tindakan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib penguasa alam melalui ritual-ritual, baik ritual keagamaan maupun ritual-ritual adat lainnya yang dirasakan oleh masyarakat sebagai saat-saat genting, yang bisa membawa bahaya gaib, kesengsaraan dan penyakit kepada manusia maupun tanaman (Koentjaraningrat, 1985 :243-246).

Masyarakat pesisir pada dasarnya termasuk bagian masyarakat pluraristik tetapi memiliki budaya dan jiwa kebersamaan yang tinggi. Struktur masyarakat pesisir rata-rata adalah gabungan dari masyarakat pedesaan dan perkotaan, sehingga membentuk masyarakat yang plurar dan mampu membentuk nilai budaya yang merupakan akulturasi budaya dari masing-masing komponen yang membentuk struktur masyarakat (yudi, 2003). Dan biasanya terbentuklah adat yang memberikan cirri khas kehidupan mereka.

Menurut Syarif (2008), Secara ekologis masyarakat pesisir mempunyai cara hidup yang bervariasi sekurangnya mereka mempunyai alternative pemanfaatan dua lingkungan hidup daratan tanah dan lautan air, pada bentuk masyarakat ini mempunyai komoditi lain selain dari aspek kelautan ( mencari ikan dan sumber alam

(13)

di pantai ). Mencari ikan sebagai kebutuhan hidup sehari-hari, setiap masyarakat juga memiliki adat yang berbeda.

Upacara upah-upah adalah salah satu upacara adat yang terdapat dalam adat Pesisir Sibolga dan Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara yang bertujuan untuk mengembalikan sumangek /semangat kebadan. Sumangek (tondi = Batak) tersebut diyakini sebagai aspek kejiwaan manusia yang mempengaruhi semangat dan kematangan psikologis individu. Pada dasarnya upacara adat upah-upah merupakan akulturasi budaya Hindu dan Batak. Jejak perpindahan budaya tersebut bisa kita lihat dari menciptakan akulturasi budaya yang menarik. Produk budaya upacara adat upah-upah yang tetap dilaksanakan oleh masyarakat Pesisir ini tetap lestari tanpa mengalami perubahan baik dari sisi tata laksana maupun bahan-bahan yang digunakan. Kata lain yang hampir mirip dengan tata cara upah-upah ini bisa kita lihat pada istilah Peusijeuk (Aceh) , tepung tawar (Melayu) dan selamatan (Jawa).

Tradisi upah-upah adalah semacam upacara adat atau tradisi untuk mendoakan hal- hal yang baik. Tradisi upah – upah terbagi ke dalam beberapa kategori di antaranya adalah : 1. Upah-upah biasa yaitu upah- upah yang dilakukan pada waktu pelaksanaan hajatan secara umum seperti pernikahan, kelahiran bayi. 2.

Mangupa/upah-upah mangondang dilakukan pada selamatan di saat seseorang anak laki-laki yang baru saja mendapat sebuah pekerjaan. 3. Upah – upah tondi dilaksanakan bila ada seseorang yang terkena musibah, musibah yang dimaksud adalah ketika seseorang mendapat kecelakaan atau seseorang yang sedang sakit.

Walaupun tidak terlalu mendalam, namun kita telah diberikan pelajaran tentang upacara upah-upah sebelum dibahas lebih dalam diperguruan yang lebih tinggi. Contoh dalam Tepung tawar biasa dilakukan dengan menghambur-hambur beras kepada orang yang ditepung tawari. Adapun upah-upah, juga merupakan upacara untuk menolak kesialan. Biasanya dilakukan terhadap orang yang sakit agar spiritualnya (roh) kembali ke jasadnya. Yaitu dengan memasak ikan mas maupun telur ayam kemudian diletakkan di atas nasi putih ditata di atas piring lalu dihidangkan kepada orang yang akan diupah-upahi, kemudian disuapkan kepada orang tersebut. Tujuannya ialah mengembalikan semangat pada orang itu. Acara- acara seperti di atas, tidak lepas dari unsur-unsur kepercayaan animisme, dan konon

(14)

asal-usulnya berasal dari ritual-ritual nenek moyang. Nilai budaya upacara adat upah- upah penulis angkat sebagai bahan penulisan karena Indonesia bukan hanya kaya akan bahasa tetapi juga kaya akan budaya. Akan sangat menarik apabila mempelajari berbagai nilai budaya yang diungkapkan dari sebuah upacara adat.

Pernyataan diatas memotivasi penulis untuk melakukan penelitian tentang upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga, karena itu penulis memutuskan dengan melihat keterangan diatas penulis mengangkat judul skripsi

“Nilai Budaya Upacara Adat Upah-Upah Pada Masyarakat Pesisir Sibolga”.

(15)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, maka rumusan penelitian ini adalah :

1. Apa saja nilai yang terkandung dalam upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga?

2. Apa saja perlengkapan dalam upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga?

3. Bagaimana tata cara pelaksanaan upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan nilai yang terkandung dalam upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga

2. Mengetahui perlengkapan dalam upacara adat upah-upah masyarakat pesisir sibolga.

3. Mengetahui tata cara pelaksanaan upacara adat upah-upah masyarakat pesisir sibolga.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca khususnya terhadap penulis. Manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Bagi bidang keilmuan diharapkan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu bahasa dan sastra sehingga dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis a. Bagi pembaca

Khususnya mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Melayu untuk menambah dan memperdalam pengetahuan tentang nilai budaya upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga.

(16)

b. Bagi peneliti lain

1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya mengenai nilai budaya upacara adat upah-upah.

2. Sebagai penambah wawasan agar setiap orang dapat mengetahui tata cara pelaksanaan upah-upah dalam masyarakat pesisir sibolga.

3. Setiap orang dapat melestarikan budaya yang ada di Indonesia, Khususnya budaya yang ada dalam upacara adat upah-upah pesisir sibolga.

c. Bagi peneliti sendiri

1. Penelitian ini hendaknya dapat dijadikan pedoman dan penunjang bila peneliti telah menjadi pengajar.

2. Dapat dijadikan acuan dalam proses penelitian.

3. Kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini dapat dilengkapi dan disempurnakan oleh penelitian selanjutnya.

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relavan

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian sebuah karya ilmiah.

Pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari awal, akan tetapi umumnya telah ada acuan yang mendasarinya. Hal ini bertujuan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian. Oleh karena itu dirasakan perlu sekali meninjau penelitian yang telah ada.

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggali informasi dari penelitian- penelitian sebelumnya sebagai bahan perbandingan , baik mengenai kekurangan ataupun kelebihan yang sudah ada. Selain itu peneliti juga menggali informasi dari skripsi dalam rangka mendapatkan informasi yang ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah.

Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan tentang nilai-nilai budaya dalam upacara adat upah- upah, penulis menemukan beberapa penelitian yang relevan antara lain:

Nasution (2016) menulis penelitian tentang “Makna Simbolik Tradisi Upah- Upah Tondi Batak Mandailing Di Kota Pekan Baru”. Hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui makna situasi simbolik, makna produk interaksi sosial, dan makna intepretasi tradisi upah-upah tondi di kota pekan baru. Makna tradisi upah –upah di kota pekan baru terdiri dari objek fisik dan objek sosial.

Khairul Fahmi dkk,UIN (2018) menulis penelitian tentang “Adat Upah-Upah Dalam Pelaksanaan Perkawinan Bagi Masyarakat Kota Tanjung Balai Menurut Perspektif Hukum Islam”. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa orientasi nilai budaya yang dibawa bukan berarti islam itu terkucilkan, tapi orientasi itu memberikan manfaat, makna tersendiri bagi kehidupan pelaksanaan khususnya menjabarkan nilai-nilai yang termuat dalam budaya upah-upah tersebut.

(18)

Sulistyo (2018) menulis penelitian tentang “Tradisi Upah-Upah Adat Melayu Di kota Rantau Prapat, Sumatera Utara”. Hasil penelitian ini maka disimpulkan penelitian ini ada dua yaitu(1) upacara upah-upah memerlukan laksana, bahan-bahan dan peralatan tertentu yang memiliki makna dan symbol tertentu.(2) Selain fungsi paulak tondi tu badan (memanggil tondi ke badan) makna yang terkandung dalam upah-upah yaitu memiliki fungsi nasihat dan harapan.

2.1.1 Pengertian Nilai Budaya

Menurut Koentjaraningrat (2011: 75-76) dalam pengantar antropologi, Nilai budaya tingkat dan paling abstrak dari adat-istiadat. Karena nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai dan penting oleh warga suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan para warga masyarakat yang bersangkutan.

Nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup warga suatu masyarakat, sebagai konsep sifatnya sangat umum, memiliki ruang lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nayata. Karena itulah ia berada dalam daerah emosional dari alam jiwa seseorang. Sejak kecil orang telah diresapi oleh berbagai nilai budaya yang hidup di dalam masyarakatnya, sehingga konsep-konsep budaya itu telah tumbuh dalam alam jiwanya. Kerena itu untuk mengganti suatu nilai budaya yang telah dimiliki dengan nilai budaya lain diperlukan waktu yang lama.

Suatu sistem nilai budaya merupakan suatu pandangan hidup, walaupun kedua istilah itu sebaiknya tidak disamakan. “Pandangan hidup” mengandung sebagian dari nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan yang telah dipilih secara selektif oleh individu-individu dan golongan-golongan dalam masyarakat.

Dengan demikian apabila “sistem nilai” merupakan pedoman hidup yang di anut oleh suatu masyarakat maka “pandangan hidup” merupakan suatu pedoman yang dianut oleh golongan-golongan atau bahkan individu-individu tertentu dalam suatu masyarakat.

Menurut Simanjuntak (2011:139), nilai budaya ialah nilai yang dikandung oleh suatu kebudayaan dan unsur-unsurnya, yang membedakannya dari kebudayaan lain. Nilai budaya merupakan tingkat tertinggi dan abstrak dari adatistiadat serta

(19)

memberikan ciri dan karakter bangsa, suku bangsa bahkan kelompok-kelompok masyarakat. Nilai budaya tersebut meresap hidup dalam jiwa masyarakat sejak dini sehingga mekar dalam jiwa, sehingga nilai budaya yang terdapat dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti begitu saja dalam waktu yang singkat dengan nilai budaya yang lain.

Djamaris (1996: 3) mengungkapkan bahwa nilai budaya dikelompokkan ke dalam lima pola hubungan, yaitu; (1) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, (2) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, (3) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, (4) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain atau sesamanya, (5) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

Selanjutnya koentjaraningrat (dalam Djamaris, 1996: 3) mengemukakan suatu sistem nilai-nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem tata kelakuan manusia yang tingkatnya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum, dan nilai budaya itu.

2.1.2 Pengertian Upacara Adat Upah-Upah

Upacara adat merupakan salah satu hasil budaya yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan peristiwa nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya leluhur (Sulistyobudi, dkk, 2013:73).

Menurut Effendi et al (2008:3), upacara adat upah-upah biasanya diiringi dengan kenduri kecil maupun besar yang diiringi dengan doa selamat. Kegiatan upah-upah ini hanya ada dibeberapa kabupaten di Riau dan Sumatera Utara pada sebagian etnis batak di wilayah provinsi tersebut.

(20)

2.2 Teori Dan Pendekatan

Menurut Jonathan Turner (dalam babbie, 1992) menyatakan bahwa teori dalam ilmu sosial adalah penjelasan sistematis tentang hukum-hukum dan kenyataan- kenyataan yang dapat diamati, yang berkaitan dengan aspek khusus dari kehidupan manusia.

Teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi. Sedangkan Pendekatan adalah proses, perbuatan, atau cara mendekati. Dikatakan pula bahwa pendekatan merupakan sikap atau pandangan tentang sesuatu, yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang paling berkaitan. Turner (dalam Sitepu, 2012:23).

Dalam penelitian ini, objek kajian penelitian adalah nilai budaya upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir. Teori yang digunakan oleh penulis dalam kajian ini adalah teori Folklor. Bahasa yang digunakan adalah Doa dan pemberi semangat (tondi).

2.2.1 Teori Folklor

Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Menurut Alan Dundes (dalam Danandjaja, 1982:1) folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan. Sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Lore yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

Jadi, folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Folklor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan.

2. Folklor bersifat tradisional

3. Folklor ada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.

(21)

4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.

5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.

6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif.

7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.

8. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu.

9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatannya kasar ataupun terlalu sopan.

Menurut Brunvand (1982:65) seorang ahli folklor Amerika Serikat, folklor digolongkan kedalamKtiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk folklor yang termasuk kedalam kelompok besar ini antara lain: bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat.

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor ini adalah kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, dan pesta rakyat.

Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yaitu material dan bukan material. Material terdiri atas: arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, masakan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Bukan material terdiri atas: gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan musik rakyat.

Salah satu bagian dari folklor sebagian lisan adalah kepercayaan rakyat.

Kepercayaan rakyat atau disebut juga takhyul menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan) yang diwariskan melalui media tutur kata. Tutur kata ini dijelaskan dengan syarat-syarat, yang terdiri dari tanda-tanda atau sebab-sebab dan diperkirakan akan menimbulkan adanya akibat. Takhyul dapat terbentuk berdasarkan hubungan

(22)

sebab akibat menurut hubungan asosiasi dan berdasarkan perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja yang menyebabkan suatu akibat.

Hand (dalam Danandjaja, 1982:154) menggolongkan takhyul kedalam empat golongan besar yaitu takhyul disekitar lingkaran hidup manusia, takhyul mengenai alam gaib, takhyul mengenai terciptanya alam semesta dan dunia, dan jenis takhyul lainnya. Di dalam takhyul disekitar lingkungan hidup manusia, Hand membaginya ke dalam tujuh kategori:

1. Lahir, masa bayi, dan kanak-kanak.

2. Tubuh manusia, dan obat-obatan rakyat.

3. Rumah, dan pekerjaan rumah.

4. Mata pencaharian, dan hubungan social.

5. Perjalanan dan perhubungan.

6. Cinta, pacaran, dan menikah.

7. Kematian dan adat pemakaman. Kepercayaan sekitar lingkaran hidup manusia merupakan semua kepercayaan rakyat yang mengenai sekitaran kelahiran (masa hamil), kelahiran sampai seorang anak menjadi dewasa.

2.4.2 Interpretasi Semiotik

Folklor adalah bagian wujud ekspresi budaya, sebagai karya budaya folklor banyak menyimpan tanda. Tanda tanda folklor tersebut menyiratkan makna, baik makna tersirat maupun makna tersurat (Endaswara, dalam Sari 2016).

Makna tersirat adalah makna kata yang bisa dipahami dengan cara yang tidak langsung, makna ini dapat dipahami setelah benar-benar membacanya. Makna tersurat adalah makna kata yang mudah dipahami karena makna tersebut sudah ada di dalam sebuah tulisan, yang tidak diperlukan penafsiran.

Di dalam memahami makna yang terkandung di dalam Upacara Adat Upah- Upah, perlu diungkapkan makna tersirat (makna terdalam) dan makna tersurat (makna tekstual). Pengertian makna tersirat di dalam Upacara Adat Upah-Upah adalah makna yang diperoleh dari pemaknaan secara mendalam terhadap doa Upah- Upah, yaitu pemaknaan atau pemahaman yang mengatakan bahwa Upah-Upah yang

(23)

disampaikan oleh para pengguna ada maksud dan tujuan yang ingin disampaikan.

Sedangkan pengertian makna tersurat dalam Upacara Adat Upah-Upah adalah makna yang terkandung dalam Upah-Upah yang dimaknai oleh masyarakat sebagai rasa syukur atas keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, dan kejayaan bagi orang yang di Upah-Upah, keluarga dan tamu undangan.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), “Metodologi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.

Penelitian adalah suatu kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.

3.1. Metode Dasar

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitattif. Moelong (2002: 6) mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atu lisan tentang sifat suatu individu, keadaan, atau gejala dari kelompok tertentu yang diamati.

Tujuan metode deskriptif ialah membuat pembahasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu.

3.2 Objek Penelitian

Menurut Sugiono (2013:20), objek penelitian merupakan suatu objek, sifat, kegiatan, ataupun nilai dari orang yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau diteliti, sehingga mendapatkan suatu kesimpulan atau hasil. Objek penelitian ini berupa nilai-nilai budaya upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam penyajian data baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapangannya. Dalam penelitian ini

(25)

diperlukan keadaan informan yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (moleong, 2005:90).

Adapun cara penulis dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan untuk melihat suatu peristiwa dan kejadian, sesuai dengan pernyataan moleong (2005:174-175) mengatakan observasi dilakukan dengan cara melihat secara langsung pertunjukan Upah-upah. Pada saat observasi, peneliti peneliti mengamati dan mencermati prosesi sebelum tradisi berlangsung. Sehingga peneliti mengetahui secara jelas apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara adat upah-upah. Observasi yang dilakukan secara langsung oleh peneliti mulai dari persiapan hingga tradisi itu berakhir. Hal ini bertujuan agar diperoleh data yang objektif. Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi data yang dibutuhkan, teknik yang dipergunakan penulis adalah teknik catat.

b. Metode wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak , yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan itu. Moleong (2005:186). Interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin. Dalam interview ini, penulis membawa pertanyaan untuk disajikan.

Wawancara adalah cara pengumpulan data melalui Tanya jawab secara langsung dengan informan untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan permaslahan yang sedang diteliti. Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap.

3.4 Sumber Data

Peneliti mengumpulkan informasi atau dokumen yang telah tersedia pada instansi terkait dan pustaka yang relavan dengan topik penelitian. Dokumentasi

(26)

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyalin data-data atau arsip yang tersedia pada interview yang berhubungan dengan penelitian.

Dokumen adalah bahan tertulis, film maupun foto-foto yang dipersiapkan karena adanyapermintaan seorang penyidik sesuai dengan kepentingan (Moleong, 2005:216).

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengambil data-data arsip yang tersedia pada sumber-sumber dokumen yang penulis peroleh dari narasumber, foto-foto dan internet seperti media sosial dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu. Untuk menganalisis data penelitian ini, penulis menggunakan teori budaya.

Moleong (2005:103) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola kategori sehingga dapat dirumuskan hipotesis yang disarankan oleh data. Interview data adalah memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian (Kriyantono, 2007:163).

Patilima (2005:88) mengatakan pada analisa data kualitatif , kata-kata dibangun dari hasil wawancara atau pengamatan terhadap data yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan dan dirangkum.

Langkah-langkah yang dilakukan pada teknik analisis data adalah:

1. Mencari data dari lapangan dan mengumpulkannya.

2. Mendeskripsikan data penelitian berdasarkan nilai-nilai budaya upacara adat upah-upah.

3. Mendeskripsikan tata cara pelaksanaan upacara adat upah-upah.

(27)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Nilai Budaya Upacara Adat Upah-Upah

Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.

Istilah nilai (value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut:

a. Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai emas.

b. Harga sesuatu, misalnya uang.

c. Angka, skor.

d. Kadar, mutu.

e. Sifat-sifat atau hal penting bagi kemanusiaan.

Jadi, nilai berarti suatu gagasan manusia dalam menentukan adil, baik buruknya sesuatu. Misalnya, seseorang mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah. Berarti kita melakukan penilaian terhadap suatu objek. Baik dan indah adalah contoh nilai. Manusia memberikan nilai pada sesuatu. Sesuatu itu bisa dikatakan adil, baik, indah, cantik, anggun, dan sebagainya.

E.B Tylor, (dalam Soerjono Soekanto, (2010: 150), mengemukakan bahwa;

“kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan- kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola- pola berpikir, merasakan, dan bertindak.

Manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya pada dasarnya dipengaruhi oleh nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan adalah suatu hal yang dapat memanusiakan manusia atau bisa dikatakan juga kembali kepada fitrah manusia,

(28)

itulah nilai-nilai kemanusiaan. Contohnya dalam budaya Upah-Upah, masyarakat saling membantu dan bergotong royong dalam mempersiapkan acara upacara adat Upah-Upah. Aktivitas saling membantu dan bergotong royong merupakan nilai kemanusian yang terkandung dalam budaya Upah-Upah yaitu nilai solidaritas karena saling menghargai dan merasakan kepuasan ketika saling membantu dalam mempersiapkan acara Upah-Upah. Kebudayaan.di masa lampau dapat merumuskan hubungan sebab akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam kehidupan tersebut, seperti halnya nilai budaya upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga.

4.1.1 Nilai Yang Terkandung Dalam Upacara Adat Upah-Upah 1. Nilai Nasihat

Nilai nasihat diberikan khusus kepada orang yang diupah-upah dan begitu juga para masyarakat yang hadir akan merasakan dampak dari nasihat tersebut. Nasihat tersebut dapat bermanfaat dan dapat dipahami sebagai sugesti atau dorongan spiritual terhadap moral seseorang atau sekelompok orang, dampaknya akan terlihat apabila peserta benar-benar mengerti, menghayati, merasakan bagian dari „upah-upah tersebut sehingga melahirkan semangat dalam naungan hidup.

2. Nilai Religi

Bagi masyarakat pesisir sangat taat beribadah , kata dalam upah-upah syarat dengan doa kepada tuhan yang maha Esa yang berisi permohonan kesehatan, keselamatan, kebahagian, dan kejayaan bagi orang yang sedang di upah-upah dan masyarakat yang hadir. Terkandung pula makna pemupukan rasa syukur, ingat kepada yang maha kuasa. Masyarakat melakukannya secara khusyuk, ikhlas, rendah hati dan penuh keyakinan bahwa doanya akan dikabulkan.

Dalam melalui doa ini,mereka tidak terpancang pada tempat dan bahasa,yang terpenting bagi mereka memahami akan arti doa yang mereka ucapkan. Doa yang diucapkan dalam seruan adalah doa-doa yang isinya memohon keselamatan terhadap diri sendiri dan masyarakat secara umum. Semua doa yang diucapkan saat upah-upah intinya memohon kepada Tuhan agar dirinya dan masyarakat selalu diberi keselamatan dari berbagai gangguan dan

(29)

bencana yang terjadi serta diberikan kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

3. Nilai Sosial, bagi masyarakat pesisir prosesi upah-upah syarat gotong royong sehingga memupuk persaudaraan yang tinggi diantara anggota masyarakat.

Persiapan dan prosesi pelaksanaan upacara „upah-upah‟ serta dengan makna silaturahim kepada anggota keluarga, dan masyarakat pertemuan, gotong- royong, doa bersama, makan bersama, dan saling bercengkerama tertentu akan memupuk rasa persaudaraan yang tinggi di tengah-tengah masyarakat.

4.1.2 Jenis Upah-Upah

Berdasarkan nilai yang terkandung, upah-upah dibagi menjadi empat bagian yaitu:

1. Upah-Upah Hajat Tercapai

Upah-upah hajat tercapai yaitu upah-upah yang dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur karena cita-cita, harapan, ataupun permintaan tercapai. Misalnya upah- upah kepada anak yang telah lulus sekolah atau telah mendapat pekerjaan

2. Upah-Upah Sembuh Sakit

Upah-upah sembuh sakit yaitu upah-upah yang dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur karena telah sembuh dari penyakit. Upah-upah seperti ini biasanya dilaksanakan oleh seseorang yang telah sembuh dari penyakit kronis.

3. Upah-Upah Selamat

Upah-upah selamat yaitu upah-upah yang dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur karena selamat dalam suatu musibah alam atau gangguan orang. Misalnya upah-upah bagi seseorang yang selamat dari musibah terhanyut dari sungai saat banjir besar maupun selamat dari kebakaran dan tanah longsor.

4. Upah-Upah Khusus

Upah-upah khusus yaitu upah-upah yang dilaksanakan seseorang melalui fase kehidupan tertentu. Misalnya upah-upah bagi seseorang yang dikhitanin, dinikahkan atau memangku suatu jabatan tertentu.

(30)

4.2 Perlengkapan Dalam Upacara Adat Upah-Upah

Bentuk kegiatan upah-upah merupakan bentuk kegiatan baku, tak berubah dari masa ke masa, karena itu ia digolongkan pada kegiatan tradisi. Pelaksanaan kegiatan ditentukan oleh alasan-alasan yang juga baku dan melibatkan seluruh pranata sosial dalam komunitas kecil. Menurut para leluhur apapun hukumnya upah- upah ini bagi masyarakat Sibolga harus dilaksanakan. Kegiatan upah-upah dapat disebut berhubungan dengan hal-hal yang transendental, Misalnya, seseorang yang tertimpa, terluka ketika merambah belantara. Ketika itu ia dianggap kehilangan semangat karena sakit yang dideritanya atau gugup melihat darah yang mengalir deras dari lukanya. Maka, bila lukanya sudah sembuh, bila secara fisik ia kembali sehat, tetapi dia perlu di upah-upah, semangatnya yang terbang perlu dipanggil pulang agar orang itu tidak gamang lagi menjalani hidup pada hari-hari selanjutnya.

(Al Azhar, 1985/1986). Terdapat beberapa tahap perlengkapan dalam upacara adat upah-upah ini diantaranya:

4.2.1 Bahan Pangupa yang Berasal dari Hewan

Benda-benda adat yang berasal dari hewan seperti: pira manuk na ni hobolan (telur ayam yang direbus), manuk (ayam), dan ikan mas.

1. Telur ayam

telur ayam yang direbus yang telah dikupas dan ditata di atas nasi putih di dalam pinggan/ piring. Pada tradisi upah –upah tondi ini yang digunakan untuk tingkat penyakit yang kecil seperti demam, bayi yang demam akibat tumbuh gigi. secara simbolik telur bulat yang terdiri atas kuning dan putih telur mencerminkan “kebulatan”(keutuhan) tondi dan badan, Maksudnya adalah bagi mereka yang sedang sakit agar mendapatkan kembali kesehatan yang utuh di dalam badan mereka.

(31)

Gambar 1. Proses rebusan telur ayam

Gambar 2. Proses penyusunan telur ayam Sumber. Website

(32)

2. Ikan mas ( ikan mas yang sudah dimasak dengan bumbu arsik). Ikan mas biasanya digunakan untuk adat pernikahan dalam masyarakat pesisir sibolga.

Gambar 3. Proses memasak ikan mas Sumber. Website

Gambar 4. Proses penyusunan ikan mas Sumber. Website

(33)

3. Ihan (ikan batak yang dimasak seperti ikan mas atau bisa juga dimasak tidak menggunakan api melainkan asam yang biasa disebut naniura). Ihan digunakan pada tingkat penyakit yang tinggi seperti sakit struk, kanker hati, ginjal dll. Ikan merupakan syarat yang paling utama dalam tradisi ini sebab Ihan melambangkan sebagai sebuah harapan dalam proses penyembuhan penyakit tersebut dan di persembahkan kepada roh Tondi ( semangat) agar harapan itu dirasakan oleh roh Tondi sehingga diharapkan roh itu kembali ke tubuh bagi si penderita sakit. Dan ikan ihan ini dipercayai oleh masyarakat batak bukan ikan sembarangan.

Gambar 5. Bentuk ikan ihan ( ikan batak) Sumber. Website

Gambar 6. Bentuk ikan ihan ( ikan batak) yang sudah dibelah Sumber. Website

(34)

Gambar 7. ikan ihan ( ikan batak) yang sudah diasami Sumber. Website

Gambar 8. ikan ihan ( ikan batak) yang sudah dicampur dengan bumbu naniura

Sumber. Website

(35)

4. Ayam panggang yang dilumuri santan pekat dan diletakkan di atas nasi ketan berwarna kuning yang diberi kunyit dibuat bertingkat-tingkat mirip candi Brobudur. Ditata indah di atas dulang bertutup saji khusus atau bisa juga dibuat diatas piring kaca upah-upah maupun piring kaca biasa.

Gambar 9. Ayam yang sudah dicampur dengan bumbu santan

(36)

4.2.2 Bahan Pangupa yang Berasal dari Tumbuhan

Pada upacara mangupa adat dibutuhkan perlengkapan pangupa yang digunakan sebagai bahan-bahan pangupa yang menentukan besar kecilnya upacara mangupa tersebut. Oleh karena itu, bahan atau perangkat pangupa diperlukan antara lain:

1. daun pisang

Dalam pemilihan bahan dasar Upah-upah ini diperlukan kejelian dan kecermatan yang nantinya akan digunakan dalam pembuatan upah-upah. Dimana daun pisang yang digunakan haruslah sudah dipilih terlebih dahulu.

Sumber. Website

(37)

2. daun sirih

Sirih melambangkan sifat rendah hati, memberi serta memuliakan orang lain.

Makna ini ditafsirkan dari cara tumbuh sirih yang memanjat pada para-para, batang pohon sakat, atau batang pohon api-api yang digemarinya, tanpa merusak batang atau apapun tempat ia hidup. Daun sirih yang lebat dan rimbun member keteduhan disekitarnya.

Seperangkat bahan adat sirih, pinang, gambir, tembakau, dan pisau) diberikan kepada peserta upacara mangupa , setelah menerima sirih sebagai simbol dibuka sidang adat dalam adat pernikahan.

(38)

3. nasi putih

Dalam pembuatan upah-upah, setelah nasi putih matang maka si pembuat upah- upah harus mempersiapkan wadah atau tempat untuk mempersiapkan bahan upah- upah tersebut. Nasi putih akan ditaruh didalam wadah atau piring maupun tampi kecil lalu ditengah-tengah nasi putih tersebut akan ditaruh telur ayam yang sudah direbus, yang akan dipersiapkan untuk acara upah-upah.

4. tampi bambu

Sumber. Website

(39)

5. kapur sirih

Kapur melambangkan hati yang putih bersih serta tulus, tetapi jika keadaan memaksa, ia menjadi lebih agresif dan marah. Secara fisik, warnanya putih bersih, tetapi reaksi kimianya bisa menghancurkan.

Sumber. Website 6. tembakau

Tembakau melambangkan hati yang tabah dan bersedia berkorban dalam segala hal. Ini karena daun tembakau memiliki rasa yang pahit dan memabukkan bila di iris halus sebagai tembakau, dan tahan lama jika disimpan.

(40)

7. pinang

Pinang merupakan gambar keturuan orang yang baik budi pekerti, jujur, serta memiliki derajat yang tinggi. Bersedia melakukan suatu pekerjaan dengan hati terbuka dan bersungguh-sungguh. Makn ini ditarik dari sifat pohon pinang yang tinggi lurus ke atas, serta mempunyai buah yang lebat dalam setandan.

Sumber. Website

(41)

8. tikar pandan berlapis

Tikar pandan berlapis digunakan untuk tempat duduk orang yang mangupah- upah dan orang yang akan di upah-upah selama acara upah-upah berlangsung.

Sumber. Website

(42)

4.3 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Upah-Upah

4.3.1 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Upah-Upah Pernikahan

1. Semua hadirin, termasuk orang tua yang akan membawakan prosesi upah- upah yang lazim disebut si pengupah memasuki tempat pelaksanaan kegiatan.

Umumnya mereka duduk membentuk lingkaran atau persegi panjang.

Upacara biasanya diadakan di dalam ruangan atau dibalai-balai.

Gambar 10. Proses memulai acara upah-upah

2. Kemudian orang yang akan di upah diminta duduk bersila di atas kasur tilam pandak ataupun diatas tikar yang telah disiapkan ditengah-tengah lingkaran atau mengambil bagian lingkaran dengan menghadap para hadirin begitu juga dilakukan pada upah-upah perkawinan.

(43)

Gambar 11. Pengantin duduk bersila

3. Bahan upah-upah yang telah dipersiapkan diletakan di depan orang yang akan di upah-upah. Tradisi mangupa dilakukan dengan menghidangkan seperangkat bahan-bahan pangupa (telur ayam, ikan mas, dan ikan ihan) di hadapan pengantin kemudian dibuka sidang adat mangupa oleh Orang Kaya dengan memberikan bahan adat (seperangkat bahan adat sirih, pinang, gambir, tembakau, dan pisau) kepada seluruh peserta upacara mangupa, setelah menerima sirih sebagai simbol dibuka sidang adat. Kemudian, orang tua pengantin memberikan sirih yang dilipat empat yang dilanjutkan dengan memberikan kata-kata nasihat secara bergiliran oleh orang tua, nenek, dan tokoh-tokoh adat serta unsur dalihan na tolu. Bila upah-upah masuk dalam perhelatan besar maka prosesinya dipimpin oleh seorang protokol. Namun apabila upacara ini dalam kategori kecil maka upacara akan dipimpin oleh orang yang dituakan.

(44)

4. Berikutnya adalah acara inti, yaitu penyampaian kalimat upah-upah. Si pengupah mengambil posisi duduk atau berdiri berhadapan dengan orang yang akan di upah, dan bahan upah-upah ada diantara mereka. Sambil berdiri si pengupah mengangkat talam atau wadah tempat upah-upah keatas kepala atau di depan orang yang akan di upah-upah. Namun apabila berupa upah- upah lengkap atau sangat lengkap cukup dipegang saja karena terlalu berat untuk diangkat.

Gambar 12. Proses penyuapan upah-upah pada pengantin

(45)

Gambar 13. Proses penyuapan upah-upah pada pengantin

5. Terakhir, si pengupah mengucapkan doa kepada orang yang mau diupahnya.

Pada masa dahulu ada juga sair yang di sampaikan oleh yang punya hajat yang akan diwakilkan pada orang yang pandai bersair.

Adapun contoh dari sair tersebut sbb : Bismillahirrohmanirrohiim kami ucapkan Rahmat Allah senantiaso kito mintakkan Menyampekan niat sarato hajat di dalam hati Itulah niat mengupah-upah anak manantu dambaan Alah taniat dihati umak dan ayahnyo

Manyampaikan niat malaksanakan upah-upah Niat takandung lamolah sudah

Baru kiniko mandapek izin Allah

Mako pado hari ko ado hajat kami di dalam hati

(46)

Ado niat nan balum talaksana

Untuk mangupah-upah anak minantu kito ko Andak kito lapekan kalautan lawe indak batapi Supayo sidak indak malanggar pantang

Supayo sidak indak talanggar adat Supayo sidak indak disio-siokan urang Upah-upah disampekan supayo indak tasakek

Rumpunnyo rindang si batang tabu Rumput dadap panuh banalu Kaum family nan duduk basimpuh Ampun dan maaf kani mintak salalu

Batang nipah rapi ditanamkan Nipah ditanam tambatan parahu Kato pangupah nan disampekan Mangupah-upah anak sarato minantu

Nipah ditanam tambatan parahu

Kerabat datang menyepuh barsih parunggu Mangupah anak sarato minantu

Salamatlah andaknyo manampuh kahidupan baru

(47)

Upacara Adat Upah-upah pada pasangan pernikahan di masyarakat pesisir sibolga juga memiliki dampak atau pengaruh penting bagi kematangan psikologis pada pasangan pernikahan atau pengantin. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tradisi Upacara Adat Mangupa (istilah Upah-upah pada etnis pesisir) yang diberikan kepada pasangan pernikahan pemula pesisir sibolga memiliki pengaruh dalam memotivasi mereka menjadi pribadi yang matang. Dengan adanya pemberian nasihat, harapan, dan doa, dapat diyakini secara logis dan ilmiah sebagaimana yang telah dibuktikan oleh penelitian ini bahwa semangat dapat meningkat sebagai akibat dari pemberian unsur-unsur harapan, nasihat, dan doa tersebut. Dengan adanya peningkatan semangat (spirit) tersebut, meningkat pula aspek berpikir kearah kematangan individual. Secara umum, pengaruh fungsi sumangek/semangat, nasihat, harapan, dan doa yang telah dijelaskan di atas terhadap pasangan pernikahan dapat diilustrasikan oleh skema berikut: sifat sugestif di atas merupakan penjelasan terhadap terjadinya proses internalisasi aspek aspek doa, harapan, dan nasihat ke dalam diri pasangan pernikahan pemula. Masuknya nilai-nilai yang terkandung di dalam doa, harapan, dan nasihat ke dalam diri pasangan pernikahan pemula berangsur-angsur berkembang pula aspek motivasi menjadi pribadi yang matang dalam diri mereka. Berdasarkan hasil pra survey dapat dilihat fenomena-fenomena sebagai berikut:

1. Upah-upah ini masih di gunakan bagi kalangan orang- orang tua. Bagi kalangan muda upah-upah ini sudah mulai di tinggalkan. Bagi mereka, belum sah/masih ada yang kurang apabila anak atau cucu mereka belum pernah di upah-upah.

2. Ada sebagian kelompok yang menentang adat upah-upah ini.

3. Ada upaya pengurangan perlengkapan dalam pelaksanaan adat upah-upah Selanjutnya Si pembuat upah-upah tidak boleh berbicara kotor atau pun marah dan mengumpat perkataan, contohnya memaki, menghujat dan berkata-kata kasar dalam nada suara yang cukup tinggi, Hal ini juga mengandung makna tesirat mengumpat dan berbicara kotor tidak dibenarkan dalam agama.

(48)

Juga dipercayai bahwa si pembuat upah-upah tidak boleh berfikir yang aneh aneh tentang upah-upah tersebut yang sedang dalam proses dimasak, diharuskan si pembuat upah-upah harus selalu berfikiran positif.

Pelaksanaan upah-upah bagi masyarakat pesisir sibolga merupakan warisan budaya yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja, bahkan bagi warga pesisir asli walaupun berdomisili di luar sibolga tetap melaksanakan upah-upah tersebut, hal demikian merupakan warisan nenek moyang. Demi menjaga nilai-nilai warisan tersebut, hal demikian menjadi bentuk keteladanan bagi anggota keluarga lainnya.

Adapun bentuk atau dampak yang ditimbulkan bagi warga sibolga pesisir yang tidak melaksanakan perkawinan upah-upah berdampak pada;

1. Terkucilnya anggota keluarga, hal demikian berdampak pada keretakan secara kekeluargaan, adapun dampak keretakan sosial dan masyarakat tidak terjadi, sebab pelaksanaan upah-upah tersebut hanya mempengaruhi pada keharmonisan adat dan budaya secara kekeluargaan.

2. Tidak terhubungnya keharmonisan antara keluarga yang melakukan perkawinan secara adat dengan perlakuan perkawinan yang tidak menggunakan adat (upah-upah) hal demikian berdampak juga pada aspek psikologis kekeluargaan di antaranya (antara kelurga yang melaksanakan upah-upah dengan keluarga yang tidak melaksanakan upah-upah).

Berdasarkan pada kedua dampak negatif di atas, serta berdasarkan pada studi awal peneliti, peneliti temukan bahwa sanksi yang diberikan kepada keluarga yang tidak melaksanakan adat-istiadat berupa upah-upah adalah;

1. Keluarga yang tidak melaksanakan adat-istiadat berupa upah-upah dikenakan sanksi berupa pengucilan dalam internal keluarga itu sendiri, artinya tidak bersifat pada sanksi perdata maupun pidana, sanksi yang diberikan adalah sanksi non-perdata dan non-pidana artinya sanksi yang lebih diidentikkan pada aspek hubungan keharmonisan antar keluarga itu sendiri.

2. Sikap ketidak acuhan terhadap keluarga yang tidak melaksanakan upah-upah berdampak pada keretakan hubungan keluarga secara harmonitas dan psikologis antar keluarga itu sendiri.

(49)

Pelaksanaan adat istiadat berupa upah-upah di masyarakat Kota Sibolga murni dilakukan untuk mengenang tradisi warisan nenek moyang mereka, di samping memberikan makna tersendiri bahwa tradisi upah-upah ini sebenarnya bukan pada perkawinan saja tapi juga dalam hal pemberangkatan haji, maka seluruh calon jamaah haji dari Sibolga juga akan diupah-upah, begitu juga dengan memasuki rumah baru, juga akan diupah-upah, intinya bahwa ritualitas pelaksanaan upah-upah tersebut murni bukan mengandung unsur hal yang mistis, sebab hal demikian memberikan nuansa tersendiri bagi masyarakat kota Sibolga, dan memberikan makna tersendiri serta identik bahwa suku Melayu, suku batak, dan suku Mandailing yang mendiami kota sibolga pesisir tersebut.

4.3.2 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Upah-Upah Sembuh Sakit

1. Para perempuan akan membakar kemenyan yang sudah disiapkan. Kemenyan diletakkan di atas wadah dasa (tempurung kelapa yang sudah dikikis hingga licin dan menghitam), atau di atas piring alumunium sebagai tempat bara.

Saat aromanya menyebar, kemenyan kemudian diserahkan kepada tuan rumah secara estafet, pertanda upah-upah siap dilaksanakan. Kemudian pengatur upacara menyerahkannya kepada pengupah--upah selanjutnya diserahkannya kemenyan kepada orang yang duduk di sebelahnya, begitu seterusnya hingga seluruh orang diruangan mendapat kemenyan, kegiatan ini diulang sebanyak tujuh kali putaran dan akan berakhir di hadapan pengupah- upah. Upacara ini diadakan sebagai upaya pembersihan tempat upacara dari hasrat-hasrat jahat yang mengganggu manusia dan prosesi upacara.

2. Pengupah-upah akan menabur beras kuning kepada orang yang diupah-upah setelah sebelumnya berdo'a kepada Allah swt. agar diberi kemudahan saat acara berlangsung.Tahap selanjutnya adalah mengupah-upah. Pengupah-upah akan melakukan prosesi dengan menaburkan nasi upah-upah keatas kepala orang yang diupah-upah, sambil bergerak memutar kearah kanan tujuh kali putaran . Menghitungnya dalam bahasa Pesisir diucapkan dengan jelas:

“since” (satu), “duo” (dua), “tigo” (tiga), “ampek” (empat), “limo” (lima),

“anam” (enam), “tujuh”, dengan fonem yang tenang.

(50)

3. Pengupah-upah memberikan pesan dan nasehat kepada orang yang diupah- upah sebagai penguat dirinya atas keterbebasan dari hal-hal yang mengikatnya.

4. Pengupah-upah kembali menghitung satu sampai tujuh dan disusul oleh kalimat “salangkan kerbau tujuh sekandang, masih dapat dikendalikan, apalagi semangat kalian”. Rentetan terakhir pengupah-upah akan mengembalikan ketempat semula kemenya yang telah digunakan. Usai upah- upah, para tamu akan memakan jamuan yang sudah disediakan oleh tuan rumah. Upacara upah-upah ditutup dengan do'a setelah semua tamu menikmati jamuan yang ada.

Gambar 14. Proses penyampaian doa upah-upah pada orang sakit

(51)

Gambar 15. Proses penyampaian doa upah-upah pada orang sakit

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Upacara adat upah-upah pada masyarakat Pesisir Sibolga ini bertujuan untuk mengembalikan semangat ke badan sekaligus mengandung ungkapan- ungkapan yang bermakna doa, harapan dan nasihat terhadap orang atau sekelompok orang yang di upah-upah. Aktivitas saling membantu dan bergotong royong merupakan nilai kemanusian yang terkandung dalam budaya Upah-Upah yaitu nilai solidaritas karena saling menghargai dan merasakan kepuasan ketika saling membantu dalam mempersiapkan acara Upah-Upah. Kebudayaan.di masa lampau dapat merumuskan hubungan sebab akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam kehidupan tersebut, seperti halnya nilai budaya upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga.

2. Bentuk kegiatan upah-upah merupakan bentuk kegiatan baku, tak berubah dari masa ke masa, karena itu ia digolongkan pada kegiatan tradisi. Begitu juga dengan perlengkapan yang digunakan pada acara upah-upah tondi terdiri dari persembahan yang di sajikan untuk roh tondi antara lain telur ayam , ikan mas, maupun ikan ihan yang digunakan tergantung tingkat penyakit dan upacara yang hendak diupah- upah tondi masing- masing objek tersebut mengandung makna tersendiri.

3. Pelaksanaan upacara adat upah-upah memiliki banyak jenis, namun upah- upah memasuki hidup baru (diberikan kepada pasangan pernikahan) dilaksanakan untuk membangun rasa syukur, mempertahankan nilai-nilai sosial dan spiritual yang tinggi. Hampir setiap orang tua di Pesisir selalu berniat, dan bernazar untuk melaksanakan upacara adat upah-upah ini sejak sang anak masih kecil dan adat ini selalu wajib dilaksanakan pada acara pernikahan di masyarakat pesisir sibolga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga masih dijalankan dengan baik dan upacara adat upah upah ini tentu memiliki makna baik makna tersirat maupun tersurat.

(53)

4. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa terdapat empat jenis Upah-Upah yaitu Upah-Upah Hajat Tercapai, Upah-Upah Sembuh Sakit, Upah-Upah Selamat, dan Upah-Upah Khusus.

5. Segala sesuatu yang terdapat dalam Upah-upah ini yang perlu dilestarikan karena upah-upah termasuk budaya nenek moyang dan perlu untuk dipertahankan keberadaannya karena merupakan salah satu khasanah budaya bangsa.

5.2 Saran

1. Nilai- nilai yang terkandung dalam upacara adat upah-upah pada masyarakat pesisir sibolga sebaiknya harus tetap dilestarikan dan dijaga agar dapat diwarisan kepada generasi- generasi penerus. dan akan lebih baik upacara adat upah-upah ini dijadikan sebuah dokumen salah satunya buku agar dapat menjadi referensi untuk pelestarian budaya suku pesisir sibolga. Semua kalangan sukuyang ada di pesisir sibolga harus bekerja keras dan bekerja sama untuk kembali dan merevitalisasi nilai-nilai tradisi upah- upah sebab tradisi ini merupakan suatu identitas budaya yang dapat membedakan dengan suku lainnya.

2. Tradisi Upah-Upah merupakan salah satu warisan budaya masyarakat Indonesia yang harus dilestarikan akan lebih baik diperlukannya perhatian pemerintah dalam menjaga tradisi Upah-Upah ini. Karena masyarakat pesisir sibolga masih mempercayai Tradisi ini.

3. Hal yang demikianlah sebaiknya kita lestarikan dan dijaga.Sebaiknya kita melestarikan setiap kebudayaan, tradisi, maupun adat, khususnya adat upah- upah yang menjadi adat asli masyarakat pesisir sibolga. Kita harus mempelajari untuk memahami nasehat dan manfaat yang terkandung di dalamnya. Mulai dari anak-anak sampai orang tua harus tahu tentang upah- upah ini, agar upah-upah ini tidak dilupakan. Adat upah-upah ini hendaknya di ajarkan kepada anak-anak dengan cara di beri pengetahuan tentang adat ini agar adat ini diketahui oleh masyarakat pesisir sejak dini.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. 2016. Makna simbolik tradisi upah-upah tondi batak mandailing di kota pekan baru. Universitas Riau.

Pranata. 2018. Nilai-nilai budaya batak dalam novel perempuan bernama Arjuna karya remy sylado. (STKIP) PGRI Sumatera Barat.

Sunarti. 2008. Nilai-nilai budaya dalam novel tiba-tiba malam karya putu wijaya:

tinjauan semiotika. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Brunvand,1982. Folklore, Yogyakarta: Medpress

Syahdi. 2013. Nilai budaya legenda tengku raden dimasyarakat melayu kualuh- leidong di desa kuala beringin kabupaten labuhan batu utara. Universitas Sumatera Utara.

(55)

Lampiran 1. Daftar Informan Penelitian

1. Informan 1

Nama : Nurmila Tarigan

Tempat, tanggal lahir : 3 Oktober 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Sipange

Tempat, tanggal wawancara: Rumah informan, 05 Oktober 2020

(56)

2. Informan 2

Nama : Fitri Yanti Apriani Manalu Tempat, tanggal lahir : 4 April 1995 Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln Dangol Lumban Tobing Pesantren Pandan Tempat, tanggal wawancara: Rumah informan, 03 Oktober 2020

(57)

3. Informan 3

Nama : Rostianna Panggabean

Tempat, tanggal lahir : 5 Oktober 1980 Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln. Faisal Tanjung, Aektolang

Tempat, tanggal wawancara: Rumah informan, 07 Oktober 2020

(58)

3. Informan 3

Nama : Megawati Hutagalung

Tempat, tanggal lahir : 31 Januari 1980 Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln.Maraden Panggabean, Aektolang

Tempat, tanggal wawancara: Rumah informan, 08 Oktober 2020

(59)

4. Informan 4

Nama : Vinda Panggabean

Tempat, tanggal lahir : 11 November 1986 Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Usaha Butik Pakaian

Alamat : Dolok Sanggul, Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Tempat, tanggal wawancara: Rumah informan, 13 November 2020

Gambar

Gambar 1. Proses rebusan telur ayam
Gambar 3. Proses memasak ikan mas  Sumber. Website
Gambar 5. Bentuk ikan ihan ( ikan batak)  Sumber. Website
Gambar 7. ikan ihan ( ikan batak) yang sudah diasami  Sumber. Website
+7

Referensi

Dokumen terkait

Car Named Desire” by Tennessee Williams. 2) How deixis is used in the American Play “A Street Car Named Desire” by.

[r]

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Serta Dampaknya Pada Kualitas Pelayanan Housekeeping Department Di Padma Hotel Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia |

C.F Hockett.1958.A Course in Modern Linguistics.New York : Macmillan.. London : Cambridge

Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.. Analisis Kimia

Pada setiap usaha pasti ada kendala-kendala dalam menjalankannya begitu juga usaha-usaha yang dijalankan oleh Gapoktan Kampar Makmur seperti: usaha simpan pinjam terdapat beberapa

Analisis statistik menunjukkan penambahan jus daun sirih sebagai aditif pakan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot telur...

kebijakan yang berkaitan dengan proses produksi dan kebijakan lain untuk. kepentingan departeman yang dipimpinnya setelah